10-infeksi cacing soil transmitted helminths pada

advertisement
60 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
INFEKSI CACING SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA PENJUAL TANAMAN HIAS
DI BINTARO KOTA MATARAM
Oleh:
Nurul Inayati, Erlin Yustin Tatontos, Fihiruddin
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram Jurusan Analis Kesehatan
Abstrak: WHO menyatakan lebih dari 1 milyar penduduk dunia menderita penyakit kecacingan, dimana
400 juta diantaranya menyerang anak-anak. sedangkan di Indonesia sekitar 60-90% penduduk yang
menderita penyakit kecacingan golongan Soil Transmitted Helminth (STH). Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi NTB bekerjasama dengan Universitas Nagasaki
Jepang diketahui bahwa prevalensi infeksi cacing usus di Kota Mataram sebesar 87,54%, dimana 46,20%
disebabkan oleh cacing STH. Penyakit kecacingan sering ditemukan secara tunggal atau campuran dari
keempat jenis cacing STH, yaitu : cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura
(cacing cambuk), Strongyloides stercoralis dan Hookworm (cacing tambang) yang terdiri dari jenis
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Tanah merupakan komponen pokok yang diperlukan
untuk budidaya tanaman hias. Tanah juga merupakan media perkembangbiakan cacing STH, sebab telur
cacing waktu dikeluarkan oleh cacing betina belum masak dan akan mengalami pemasakan di tanah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dengan desain cross sectional, yang bertujuan untuk
mengetahui adanya infeksi cacing STH pada penjual tanaman hias di Bintaro Kota Mataram dan
mengidentifikasi jenis cacing STH yang ditemukan. Penelitian dilakukan di laboratorium Parasitologi
jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Mataram. Sampel pada penelitian ini adalah feses dan
jari-jari tangan penjual tanaman hias di Bintaro Kota Mataram sebanyak 14 orang. Sampel feses diperiksa
dengan cara langsung menggunakan larutan eosin 2%, sedangkan sampel jari-jari tangan diperiksa
menggunakan larutan NaOH 0,25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 penjual tanaman hias,
didapatkanan sebanyak 3 orang yang terinfeksi cacing STH, dimana 1 orang yang terinfeksi 1 jenis
cacing STH dan 2 orang lainnya terinfeksi lebih dari 1 jenis cacing STH, sedangkan 11 orang lainnya
tidak terinfeksi cacing STH. Dari hasil pemeriksaan mikroskopis diketahui bahwa jenis cacing STH yang
menginfeksi penjual tanaman hias adalah Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides dan Hookworm,
sedangkan stadium yang ditemukan adalah telur cacing.
Kata kunci : cacing STH, penjual tanaman hias
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi cacing merupakan salah
satu penyakit yang masih banyak terjadi pada
penduduk didaerah tropis dan sub tropis termasuk
Indonesia. Infeksi cacing usus yang ditularkan
melalui tanah disebut dengan Soil Transmitted
Helminth (STH). Penyakit yang disebabkan oleh
cacing STH dapat menyebabkan gangguan
penyerapan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan
dan menurunkan kecerdasan pada anak serta
penurunan produktivitas pada orang dewasa, tetapi
karena infeksi yang terjadi sering tanpa gejala,
sehingga penyakit ini kurang mendapat perhatian
(Sembiring T, 2004).
WHO memperkirakan lebih dari 1 milyar
penduduk dunia menderita penyakit kecacingan,
dimana 400 juta diantaranya menyerang anakanak, sedangkan di Indonesia sekitar 60-90%
penduduk yang menderita penyakit kecacingan
golongan STH. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
NTB bekerjasama dengan Universitas Nagasaki
Jepang, diketahui bahwa prevalensi infeksi cacing
_____________________________________________
Volume 9, No. 4, Juni 2015
usus di Kota Mataram sebesar 87,54%, dimana
46,20% merupakan infeksi yang disebabkan oleh
cacing usus golongan STH (Dikes Kota Mataram,
2008; Gandahusada S, 2006; Ritarwan K, 2007).
Penyakit cacingan sering ditemukan secara
tunggal atau campuran dari keempat jenis cacing
STH, yaitu : cacing Ascaris lumbricoides (cacing
gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk),
Strongyloides stercoralis dan Hookworm (cacing
tambang) yang terdiri dari jenis Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale. Penyakit
ini tidak hanya menyerang anak-anak usia sekolah,
tetapi semua umur dan jenis kelamin. Penularan
penyakit cacingan dapat dengan cara kontak
langsung, misalnya kaki menyentuh tanah yang
tercemar larva cacing Hookworm, sehingga larva
menembus kulit, kemudian masuk masuk ke
kapiler darah dan berturut-turut masuk ke jantung,
paru-paru, bronkus, trakea, laring dan terakhir
masuk ke usus manusia. Selain itu dapat juga
melalui tangan dan kuku yang terkontaminasi oleh
tanah yang mengandung telur cacing, kemudian
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
masuk kedalam mulut dan masuk ke usus. Di usus
telur cacing berubah menjadi larva kemudian
menjadi cacing dewasa (Brown W.H, 1979;
Onggowaluyo J.S, 2002).
Tanah merupakan unsur pokok yang
diperlukan untuk budidaya tanaman hias. Tanah
juga merupakan media perkembangbiakan cacing
golongan STH, sebab telur cacing waktu
dikeluarkan oleh cacing betina belum masak dan
akan mengalami pemasakan di tanah. Telur cacing
STH yang masak merupakan bentuk infektif yang
siap ditularkan ke orang lain (Nurhayati, dkk,
1998;
Yuwono,
2005).
Seiring
dengan
meningkatnya pembangunan dan perkembangan
kota, tanaman hias banyak digunakan untuk
memperindah kota, rumah penduduk, perkantoran
dan gedung-gedung sekolah, sehingga menjadi
sumber penularan cacing STH bagi penjual
tanaman hias dan juga konsumennya sehingga
perlu dilakukan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui
adanya infeksi cacing STH pada penjual tanaman
hias
di
Bintaro
Kota
Mataram
dan
mengidentifikasi jenis cacing STH yang
ditemukan, sehingga hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai referensi dalam melakukan
pengobatan dan pencegahan penyakit kecacingan
terutama yang disebabkan oleh cacing golongan
STH.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan desain cross sectional. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari-Maret tahun 2009,
sedangkan sampel pada penelitian ini adalah feses
dan jari-jari tangan seluruh penjual tanaman hias
yang berjumlah 14 orang.
Untuk mengetahui adanya infeksi cacing
golongan STH dilakukan pemeriksaan feses dan
jari-jari tangan penjual tanaman hias. Feses yang
digunakan untuk penelitian ini adalah feses pagi
hari atau yang dikeluarkan pertama kali, kemudian
dimasukkan kedalam copok plastik bertutup ulir
yang diberi label sesuai dengan identitas para
penjual tanaman hias. Feses diperiksa dengan
metode langsung menggunakan larutan eosin 2%
dan diperiksa di mikroskop dengan pembesaran
lensa obyektif 10x. Jika ditemukan telur cacing
kemudian ditentukan jenis telur cacing tersebut
berdasarkan ciri-cirinya.
Untuk mengetahi adanya telur cacing STH
pada jari-jari tangan penjual tanaman hias
dilakukan pemeriksaan menggunakan larutan
NaOH 0,25%. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
jari-jari tangan penjual tanaman hias dibersihkan
menggunakan kain kasa yang sudah dicelupkan
kedalam cawan petri yang berisi larutan NaOH
Media Bina Ilmiah 61
0,25% sebanyak 10 ml, kemudian kain kasa
tersebut dicelupkan lagi ke dalam larutan NaOH
0,25% didalam cawan petri. Selanjutnya kain kasa
dikeluarkan dan kotoran jari-jari tangan
dimasukkan kedalam tabung sentrifuse, kemudian
disentrifuse dengan kecepatan 2.000 rpm selama 3
menit. Sedimen hasil sentrifugasi diambil
menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada objek
glass sebanyak 2 tetes, kemudian ditutup dengan
cover glass. Selanjutnya diperiksa di mikroskop
dengan
pembesaran
lensa
obyektif
10x
(Hadidjaja,1990). Untuk menentukan jenis dan
stadium cacing STH yang ditemukan maka hasil
pemeriksaan dimikroskop dicocokkan dengan atlas
parasitologi kedokteran (Ideham B dan Pusarawati
S, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Hasil pemeriksaan feses dengan metode
langsung menggunakan larutan eosin 2% dan
pemeriksaan jari-jari tangan menggunakan larutan
NaOH 0,25% penjual tanaman hias di Bintaro
Kota Mataram dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan feses dan jari-jari
tangan penjual tanaman hias di Bintaro
Kota Mataram.
Dari 14 orang penjual tanaman hias di Bintaro
Kota Mataram, ditemukan 1 orang yang terinfeksi
telur cacing STH jenis Trichuris trichiura (7,14
%), 1 orang terinfeksi telur cacing STH jenis
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura
(7,14%), dan 1 orang terinfeksi telur cacing STH
jenis Hookworm dan Trichuris trichiura (7,14 %),
sedangkan 11 orang lainnya (78,58 %) tidak
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 9, No. 4, Juni 2015
62 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
terinfeksi telur cacing STH. Persentase penjual
tanaman hias yang terinfeksi cacing STH dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Persentase jumlah penjual tanaman hias
yang terinfeksi cacing STH dan jenisnya.
Spesies cacing STH
yang ditemukan
Trichuris trichiura
Ascaris lumbricoides
dan Trichuris
trichiura
Hookworm dan
Trichuris trichiura
Negatif
Total
Jumlah
1 orang
1 orang
Persentase
(%)
7,14
7,14
1 orang
7,14
11 orang
14 orang
78,58
100
2.
Pembahasan
Ditemukannya telur cacing STH dalam feses
dan jari-jari tangan merupakan indikasi bahwa
seseorang terinfeksi oleh cacing STH. Berdasarkan
hasil pemeriksaan feses dan jari-jari tangan
ditemukan 3 dari 14 orang penjual tanaman hias
terinfeksi cacing STH jenis Trichuris trichiura,
Ascaris lumbricoides dan Hookworm. Hasil
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Harimundarti (1994) di Ambarawa, hasil
penelitian menunjukkan bahwa prevalensi cacing
STH pada petani bunga mencapai 81% dan 44%
diantaranya adalah Ascaris lumbricoides. Selain itu
hasi survei di Indonesia juga menunjukkan bahwa
jika prevalensi cacing STH jenis tertentu tinggi
maka jenis cacing STH lain juga tinggi (Yatim F,
2005).
Ditemukannya telur cacing STH pada penjual
tanaman hias, disebabkan karena penjual tanaman
hias kontak langsung dengan tanah tanpa
menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan saat mencampur tanah dengan pupuk yang
digunakan untuk media tanam tanaman hias,
sehingga tanah tersebut masih tertinggal ditangan
dan kuku, kemudian masuk ke mulut dan ke usus.
Di usus telur cacing berubah menjadi stadium larva
kemudian berubah lagi menjadi cacing dewasa dan
bertelur, selanjutnya telur cacing tersebut keluar
bersama feses pada saat buang air besar. Selain itu
pupuk yang digunakan oleh penjual tanaman hias
adalah pupuk kompos yang merupakan pupuk
organik buatan manusia yang dibuat dari proses
pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup
(tanaman dan hewan) sehingga kemungkinan
terdapat juga telur cacing STH (Onggowaluyo J.S,
2002; Yuwono D, 2005).
Adanya penjual tanaman hias yang terinfeksi
lebih dari 1 jenis cacing STH sesuai dengan hasil
penelitian Hairani dan Annida (2012) di Kabupaten
Tanah Bumbu yang menunjukan adanya infeksi
_____________________________________________
Volume 9, No. 4, Juni 2015
Ascaris lumbricoides dengan Trichuris trichiura.
Hal ini disebabkan Ascaris lumbricoides dan
Trichuris trichiura memiliki siklus hidup dan cara
penularan yang sama sehingga kedua cacing ini
mengeinfeksi manusia bersamaan. Sedangkan
ditemukannya telur cacing Hookworm disebabkan
saat mengolah tanaman hias, penjual tanaman hias
juga tidak memakai alas kaki, sehingga larva
cacing Hookworm menembus kulit melalui folikel
rambut, pori-pori atau bagian kulit yang utuh
(Brown,
1979;
Gandahusada
S,
2006;
Onggowaluyo J.S, 2002).
Dari 14 orang penjual tanaman hias, ada 11
orang yang tidak terinfeksi cacing STH sebab dari
hasil pemeriksaan feses dan jari-jari tangannya
tidak ditemukan cacing STH. Hal ini disebabkan
11 orang penjual tanaman hias tersebut memakai
alas kaki saat menyiapkan media tanaman hias dan
saat menanam tanaman hias dan tidak semua
penjual tanaman hias menggunakan sarung tangan
saat mencampur tanah dengan pupuk kompos,
tetapi hal tersebut tidak berpengaruh karena
penjual tanaman hias tersebut mencuci tangan
dengan sabun setelah bekerja dan sebelum makan
sehingga telur cacing hanyut tercuci.
PENUTUP
a.
Simpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa : Penjual tanaman hias yang
terinfeksi cacing STH sebanyak 3 orang, dimana 1
orang yang terinfeksi 1 jenis cacing STH dan 2
orang lainnya terinfeksi lebih dari 1 jenis cacing
STH, sedangkan 11 orang lainnya tidak terinfeksi
cacing STH. Dari hasil pemeriksaan mikroskopis
diketahui bahwa jenis cacing STH yang
menginfeksi penjual tanaman hias adalah Trichuris
trichiura, Ascaris lumbricoides dan Hookworm,
sedangkan stadium yang ditemukan adalah telur
cacing.
b.
Saran
Perlu dilakukan penyuluhan tentang penularan
penyakit kecacingan serta prilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) khususnya para penjual tanaman
hias dan pengobatan oleh dinas terkait. Untuk
penjual tanaman hias supaya memakai sarung
tangan dan alas kaki pada waktu mengolah
tanaman hias.
DAFTAR PUSTAKA
Brown W.H. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi
ketiga. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Depkes, 2006. Keputusan Menteri Kesehatan
Mengenai
Pedoman
pengendalian
Cacingan
.
http://www.depkes.go.id/downloads/Kep
menkes/Kecacingan
dan
Filariasis/.
Diakses tanggal 20 Mei 2009.
Dikes
Kota Mataram, 2008. Laporan hasil
penelitian prevalensi cacing usus di Kota
Mataram. Mataram.
Gandahusada S, dkk. 2006. Parasitologi
Kedokteran. Edisi ketiga. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Hadidjaja P. 1990. Penuntun Laboratorium
Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hariani, B dan Annida, 2012. Intestinal Parasite
Incidence On Elementary School
Students In Town And Village At Tanah
Bumbu District. Jurnal Buski. Vol 4(2);
102-108.
Harimundarti B, 1994. Infeksi Soil Transmitted
Helminth/Nematoda Yang Ditularkan
Melalui Tanah Pada Petani Bunga dan
Sayuran Di Dusun Pendem Badungan
Ambarawa. Skripsi tidak dipublikasi .
FKM
Universitas
Diponegoro.
Semarang.
Media Bina Ilmiah 63
Nurhayati S, dkk, 1998. Bahan Ajar (Lecture
Notes)
Parasitologi-I.
Fakultas
Kedokteran. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Onggowaluyo J.S. 2002. Parasitologi Medik I :
Helmintologi
Pendekatan
Aspek
Identifikasi, Diagnosis dan Klinik.
Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Jakarta.
Sembiring dkk. 2004. Uji Klinis Acak Tersamar
Ganda Albendazole dengan Gabungan
Pyrantel Pamoate Mebendazole. USU
Repository.
Ritarwan
K, 2007. Perbedaan Cognitive
Performance Antara Anak yang terinfeksi
Cacing usus dengan tidak terinfeksi
cacing usus.
Yatim F, 2005. Gangguan Kesehatan pada Anak
Usia Sekolah. Pustaka Populer Obor.
Jakarta.
Yuwono D, 2005. Kompos. Peneberbit swadaya.
Jakarta.
Ideham B, Pusarawati S. 2005. Penuntun Praktis
Parasitologi Kedokteran. Edisi kedua.
Penerbit Airlangga University Press.
Surabaya.
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 9, No. 4, Juni 2015
Download