FITOREMEDIASI LOGAM Cd MENGGUNAKAN KOMBINASI ECENG GONDOK DAN KAYU APU DENGAN ALIRAN KONTINYU Wa Ode Mahyatun1 D 121 10 257 Lawalenna Samang 2 Achmad Zubair 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin 2, 3 Staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Abstract Water pollution by heavy metal can cause negative impact on environmental aspect. Cd gived as heavy metal with high toxic properties, then to removal Cd from the water needs treatment method called phytoremediation. This study aims to analyze reduction of Cd consentration after phytoremediation treatment and determine the most effective combination of water lettuce and water hyacinth, analyze the influence of variation consentration and residence time, and analyze the influence of continous flow to optimum time of plants combination to adsorbtion Cd. The method of this study consist of three factors. Firstly, variation combination of plants used were KT1 combination (75% water hyacinth and 25% water lettuce), KT2 combination (50% water hyacinth and 50% water lettuce), KT3 combination (25% water hyacinth and 75% water lettuce). Secondly, variation consentration of Cd with initial consentration 5 ppm and 10 ppm. Thirdly, waste water residence time for 9 days. The result show that KT1 combination has the best ability to reduce metals Cd in the waste water were can decrease till 0,630 ppm from 5 ppm consentration and 3,230 ppm from 10 ppm consentration, with long residence time 6 days. Level of Cd in the waste water be higher if the more initial concentration of Cd and a continuous flow system cause the less optimum time of the plants ability to adsorb Cd. Key Words : Phytoremediation, Combination, Water hyacinth, Water lettuce, Cd berpotensi menimbulkan tejadinya pencemaran. Pencemaran air oleh logamlogam berat seperti timah hitam, kadmium, raksa, kobalt, seng, arsen, besi dan senyawa lainnya, semula menyebar dalam konsentrasi kecil, akan tetapi pada proses selanjutnya akan mengalami pemekatan, sehingga pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Darmono, 1995). Salah satu logam berat yang berpotensi merusak lingkungan pada beberapa kasus adalah kadmium (Cd). Logam kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri kimia di Indonesia. Kadmium dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri kimia tersebut karena sifat kadmium yang lunak dan tahan korosi (Darmono, Pendahuluan Perkembangan industri semakin pesat dari tahun ke tahun, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya pabrik yang muncul seperti pabrik pupuk, tekstil, plastik, besi, baja, semen dan lain sebagainya. Pemakaian dan pengolahan produk-produk dengan menggunakan bahan kimia memang sudah tidak bisa dihindarkan lagi dari aktivitas produksi pabrik-pabrik yang kini tengah banyak berdiri tersebut. Besarnya ketergantungan akan penggunaan bahan kimia tersebut ternyata membawa implikasi yang cukup serius yaitu pada masalah sisa dari hasil produksi yang biasa disebut sebagai limbah. Pembuangan limbah industri yang dilakukan secara langsung akan dapat menyebar ke air, udara dan tanah sehingga 1 2001). Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah, kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal (Palar, 1994). Salah satu contoh nyata kasus pencemaran oleh kadmium yang telah menimbulkan dampak negatif yaitu kasus yang dilaporkan pertama kali di Jepang, timbulnya penyakit “itai-itai” (Ouch-ouch) yang menyebabkan penduduk terkena keracunan kronis akibat logam berat Cd dan mengakibatkan 97% dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease (Kawano et al, 1984). Beberapa metode telah dilakukan untuk menghilangkan limbah logam tersebut dengan berbagai cara misalnya pengendapan, fitrasi, pertukaran ion dan adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode umum, karena memiliki konsep sederhana, efesien dan juga ekonomis. Pada proses adsorpsi, adsorben memegang peranan yang paling penting. Telah banyak diteliti berbagai macam kemampuan bahan, terutama bahan anorganik, sebagai adsorben seperti zeolit, bentonit, dan sebagainya. Namun metode ini memiliki kelemahan karena proses ini rumit, memakan waktu dan memerlukan tenaga terampil. Dewasa ini telah dikembangkan metode adsorpsi menggunakan biomassa tanaman, yang dikenal sebagai metode fitoremediasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diperoleh informasi tentang adanya kemampuan tanaman dalam mengikat logam dan mengakumulasikan dalam jaringan tanaman, baik secara aktif melalui metabolisme tanaman maupun secara pasif menggunakan gugus fungsional dalam jaringan tanaman (Gardea-Torresdey, dkk. 1998 dalam Mohamad, 2011). Dalam penelitian ini, tanaman yang akan digunakan adalah eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Pemilihan jenis tanaman ini didasari oleh penelitian Suryati Tuti dan Budhi Priyanti (2003) bahwa dari tiga jenis tanaman air yang digunakan, kemampuan untuk menurunkan konsentrasi Cd dari air limbah yang paling efektif adalah eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Dengan melihat hal tersebut, diduga penyerapan logam Cd yang ada dalam air limbah akan bertambah dengan keberadaan enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) yang ditanam dalam tempat yang sama. Oleh karena itu, penelitian tentang fitoremediasi logam berat Cd menggunakan kombinasi eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) perlu dilakukan untuk menganalisa besarnya penurunan konsentrasi Cd dalam air limbah setelah perlakuan fitoremediasi dengan aliran kontinyu serta menentukan kombinasi yang paling efektif dari tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes), menganalisa pengaruh variasi konsentrasi dan waktu tinggal terhadap penyerapan logam Cd dengan aliran kontinyu oleh kombinasi eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) dengan aliran kontinyu, serta menganalisa pengaruh aliran kontinyu terhadap waktu tinggal optimum tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) dalam penyerapan logam Cd. Metode A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimen, yaitu mengadakan percobaan untuk melihat pengaruh variabel yang diteliti. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisa pengaruh fitoremediasi menggunakan kombinasi eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) dalam penyerapan logam berat kadmium (Cd) dengan aliran kontinyu. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014 selama 1 bulan. Pengambilan sampel dan analisis konsentrasi logam Cd dalam air limbah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan C. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan 3 faktor yaitu variasi kombinasi tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia Stratiotes), konsentrasi logam Cd, serta waktu tinggal. 1. Faktor I : Kombinasi Tanaman terdiri dari: 2 KT0 KT1 = Kontrol (tanpa tanaman) = Kombinasi antara 75% eceng gondok dan 25% kayu apu (75 EG : 25 KA) KT2 = Kombinasi antara 50% eceng gondok dan 50% kayu apu (50 EG : 50 KA) KT3 = Kombinasi antara 25% eceng gondok dan 75% kayu apu (25 EG : 75 KA) 2. Faktor II : Konsentrasi logam Cd (KL) terdiri dari : KL0 = 5 ppm KL1 = 10 ppm 3. Faktor III : Waktu pemaparan atau waktu tinggal (T) terdiri dari: T0 = 0 hari T1 = 3 hari T2 = 6 hari T3 = 9 hari E. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian terdiri dari tujuh tahapan yaitu : 1. Studi Literatur Studi literatur yang digunakan meliputi teori - teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan fitoremediasi logam berat kadmium, penggunaan eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) dalam fitoremediasi air limbah, system aliran kontinyu, serta kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Studi literatur yang digunakan berasal dari jurnal ilmiah, buku teks, laporan tugas akhir, tesis, penelitian terdahulu yang berkaitan dan sebagainya. 2. Persiapan Bahan dan Alat a. Penyediaan Bahan Pada penelitian ini tanaman air yang digunakan adalah eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dikumpulkan dari danau Universitas Hasanuddin sedangkan kayu apu (Pistia stratiotes) dikumpulkan dari areal persawahan sekitar Laboratorium BPTP Kab. Maros. Kriteria tanaman air yang digunakan adalah sebagai berikut : eceng gondok (Eichornia crassipes), jumlah helai daun 4-6 helai, dan tinggi tanaman 10-15 cm. Kemudian kayu apu (Pistia stratiotes), jumlah helai daun 5-7 helai, tinggi tanaman 8-12 cm. Air limbah yang digunakan merupakan air limbah artificial. Air limbah artifisial adalah air limbah yang dibuat dengan melarutkan sejumlah logam pencemar ke dalam air sehingga didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Air yang digunakan dalam pembuatan air limbah merupakan air sumur yang diambil dari lingkungan Laboratorium BPTP Kab. Maros. Sebelum digunakan sebagai pelarut logam cadmium, air ini telah diukur kadar kadmiumnya (Cd) terlebih dahulu. Berdasarkan hasil pengujian kadar Cd yang terukur pada air yang digunakan adalah 0,001. Nilai tersebut sangat kecil sehingga dianggap tidak berpengaruh besar dan layak digunakan untuk pembuatan air limbah. b. Alat Penelitian Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah reaktor aliran kontinyu. Alat ini dirangkai secara seri dengan menggunakan reservoir dan bak plastik yang dihubungkan dengan pipa diameter ½”. Pada pipa, terdapat katup/valve yang berfungsi untuk mengatur kecepatan aliran sehingga diperoleh debit aliran yang diinginkan. Pada penelitian ini dibutuhkan dua buah bak reservoir untuk menampung dua jenis konsentrasi yang berbeda. Tiap-tiap bak reservoir terbuat dari plastik berwarna hijau dengan volume sebesar 70 L yang mudah ditemui di pasaran. Dari tiap-tiap reservoir, air limbah dialirkan menuju bak plastik yang mempunyai volume 40 L yang berisi tanaman dengan volume basah yaitu ± 25 L. Kemudian air dari bak berisi tanaman tersebut akan dialiran ke bak outlet. Gambar 1. Rangkaian Reaktor Aliran Kontinyu 3. Aklimatisasi Tanaman Aklimatisasi tanaman dilakukan selama tujuh hari untuk mengondisikan tanaman air yang digunakan agar dapat beradaptasi dengan air limbah artificial logam Cd. Kemampuan untuk beradaptasi dapat dilihat 3 dari layu atau tidaknya tanaman tersebut selama masa aklimatisasi. Aklimatisasi selama 1 minggu mengacu pada penelitian Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003). Setelah masa aklimatisasi selesai, maka tanaman tersebut siap untuk dipergunakan dalam penelitian. 4. Kalibrasi Reaktor Aliran Kontinyu Sebelum diisi dengan air limbah artificial, sebelumnya reaktor aliran kontinyu ini perlu dilakukan kalibrasi untuk mendukung system yang akan digunakan terhadap pengolahan air limbah. Tahap kalibrasi ini dilakukan dengan menentukan debit aliran yang akan digunakan pada penelitian ini. Penentuan debit aliran dilakukan dengan cara membuka katup air pada bukaan tertentu dan menampung air keluaran pada labu ukur selama waktu tertentu, hingga diperoleh debit aliran yang diinginkan. 5. Perlakuan Fitoremediasi Setelah aklimatisasi selesai, maka tanaman akan dipindahkan ke bak berisi air limbah artificial dengan volume sebanyak 25 L untuk setiap perlakuan. Variasi perlakuan dilakukan pada konsentrasi logam yang digunakan yaitu 5 ppm dan 10 ppm. Pada masing-masing konsentrasi logam, bak berisi tanaman terdiri atas 4 perlakuan, tanpa tanaman sebagai control, kombinasi KT1 (75 EG : 25 KA) dengan jumlah eceng gondok (Eichornia crassipes) yang digunakan adalah 562,5 gram dan kayu apu (Pistia stratiotes) sebanyak 187,5 gram, kombinasi KT2 (50 EG : 50 KA) dengan eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu masingmasing 375 gram, serta kombinasi KT3 (25 EG : 75 KA) jumlah eceng gondok (Eichornia crassipes) yang digunakan adalah 187,5 gram dan jumlah kayu apu (Pistia stratiotes) adalah 562,5 gram. Jumlah tanaman yang digunakan pada setiap kombinasi tanaman adalah sebanyak 750 gram. Pada penelitian ini, untuk semua reaktor proses menggunakan system aliran kontinyu, terkecuali pada reaktor kontrol yang menggunakan aliran diam. Sistem aliran kontinyu yang digunakan dialirkan dengan debit konstan yaitu ± 5,54 L/hari. Perlakuan fitoremediasi dilakukan selama 9 hari yang bertempat di green house Lab. BPTP Kab. Maros. Penelitian ini dilakukan di green house agar tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) menerima cahaya matahari secara langsung. 6. Monitoring Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) Monitoring logam Cd dalam air limbah dilakukan pada tiap perlakuan kombinasi tanaman pada tiap konsentrasi. Pengamatan dilakukan selama 9 hari, dengan pengambilan sampel dilakukan setiap 3 hari sekali. Sampel air limbah diambil sebanyak 50-100 ml dari masing-masing perlakuan dengan menggunakan pipet. Selanjutnya, kadar logam berat Cd dari sampel untuk masing-masing perlakuan diukur dengan menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer). Cara pengujian kadar logam berat kadmium dilakukan berdasarkan SNI 6989.16:2009. 7. Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif. Data hasil pengukuran yang diperoleh dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik menggunakan perangkat lunak (software) EXCEL. Data-data yang dianalisa meliputi pengamatan konsentrasi logam kadmium (Cd) dalam air limbah, pengaruh variasi konsentrasi dan waktu tinggal terhadap konsentrasi logam kadmium (Cd) dalam air limbah, dan pengaruh aliran kontinyu terhadap waktu tinggal tanaman. Hasil dan Pembahasan A. Data Hasil Pengujian 1. Data Pengujian Awal Air Sumur Tabel 1. Hasil Pengujian Air Sumur No. 1 2. Kode Contoh Air awal Konsentrasi Cd (ppm) 0,001 Data Pengujian Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah Tabel 2. Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah Waktu Tinggal (hari T0 T1 T2 T3 4 Konsentrasi Logam Cd (ppm) 5 10 5 10 5 10 5 10 Kombinasi Tanaman KT0 KT1 KT2 KT3 4,918 9,959 4,840 9,840 4,918 9,198 4,794 9,979 4,918 9,918 1,670 4,790 0,630 3,230 1,790 3,683 4,959 9,959 1,770 5,020 0,819 4,630 1,914 4,794 4,918 9,877 3,120 3,520 0,852 4,136 2,078 4,835 sampai pada hari ke-6 untuk semua kombinasi kecuali tanaman pada kombinasi KT3 untuk konsentrasi awal 10 ppm. Pada kombinasi KT3 dengan konsentrasi awal 10 ppm, tingkat penyerapan tanaman terhadap logam Cd mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsentrasi logam Cd dalam air limbah. Hal ini dapat terjadi karena pada kombinasi ini dengan presentase penggunaan kayu apu (Pistia stratiotes) sebanyak 75% dan eceng gondok (Eichornia crassipes) sebanyak 25%, dengan konsentrasi yang tinggi, akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman khususnya tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) yang ditunjukkan dengan menguningnya daun sehingga memungkinkan tanaman ini tidak dapat menyerap secara optimal. Kemudian pada hari ke-9, terjadi peningkatan konsentrasi logam Cd untuk semua kombinasi. Peningkatan konsentrasi logam Cd atau penurunan tingkat penyerapan dapat terjadi karena tanaman mengalami kejenuhan yang disebabkan tanaman mencapai batas ambang nilai akumulasi yang bisa dilakukan. Titik jenuh adalah batas waktu maksimum yang dapat ditolerir tanaman dalam menyerap kontaminan. Setelah melewati titik jenuh, kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat menurun bahkan konsentrasi logam berat dalam air limbah dapat meningkat karena tanaman dapat melepaskan kembali logam yang telah diserap. Kejenuhan tersebut diduga karena tanaman telah menyerap sebagian besar logam yang berada dalam air limbah dimana semakin banyak logam yang terserap maka akan menumpuk dalam jaringan tanaman dan menyebabkan kejenuhan sehingga penyerapan akan terhambat. Dari semua perlakuan, penurunan konsentrasi terbesar terjadi pada kombinasi KT1 untuk semua variasi konsentrasi, yaitu sebesar 0,630 ppm (87,40%) dari konsentasi awal 5 ppm sedangkan untuk konsentrasi awal 10 ppm yaitu sebesar 3,230 ppm (67,70%). Tingkat penurunan konsentrasi Cd yang signifikan pada kombinasi KT1 dikarenakan pada kombinasi tersebut persentase penggunaan eceng gondok (Eichornia crassipes) lebih banyak yaitu sebanyak 75 % dibandingkan kayu apu (Pistia stratiotes) yaitu sebanyak 25 %. Hal B. 1. Pembahasan Pengamatan Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah Kemampuan eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dapat dilihat dari besarnya total konsentrasi Cd yang tertinggal dalam air limbah. Berdasarkan data hasil pengujian konsentrasi (Cd) dalam air limbah (Tabel 2) terlihat bahwa semua sampel air dari bak yang berisi tanaman (reaktor proses) sampai hari ke-9 menunjukkan konsentrasi Cd yang lebih kecil dibandingkan sampel air dari bak yang tidak diisi tanaman (bak kontrol), diperkirakan bahwa tanaman telah menyerap sebagian Cd dari air limbah artifisial. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi Cd dalam bak kontrol berbeda nyata dengan bak berisi tanaman, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah nyata berpengaruh dalam menurunkan konsentrasi Cd dalam air limbah. Konsentrasi Cd pada bak kontrol dan reaktor proses menunjukkan adanya penurunan. Walaupun terjadi fluktuasi nilai konsentrasi Cd pada bak kontrol tetapi data pengujian menunjukkan bahwa antara hari ke-0 dan hari lainnya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, sehingga dapat dikatakan konsentrasi hari ke-0 dan hari lainnya adalah sama. Untuk bak berisi tanaman, pengujian menunjukkan bahwa antara hari ke-0 dan hari lainnya berbeda secara nyata. Pada hari ke-3 pengujian, konsentrasi Cd menunjukkan penunurun untuk semua kombinasi. Untuk konsentrasi awal 5 ppm pada kombinasi KT1 menurun hingga 1,670 ppm, kombinasi KT2 menurun hingga 1,770 ppm dan kombinasi KT3 hingga 3,120 ppm. Untuk konsentrasi awal 10 ppm di hari ke-3, pada kombinasi KT1 hingga 4,790 ppm, kombinasi KT2 sebesar 5,020 ppm dan kombinasi KT3 sebesar 3,520 ppm. Penurunan konsentrasi Cd diduga disebabkan karena kemampuan tanaman pada awal percobaan dalam menyerap logam berat cenderung cukup tinggi. Penurunan kandungan Cd dalam air limbah mengindikasikan bahwa telah terjadi permindahan logam dari air ke tanaman. Selanjutnya, kadar logam berat Cd pada air limbah cenderung semakin menurun 5 ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003) bahwa dari tiga jenis tanaman air yang digunakan untuk fitoremediasi logam berat kadmium (Cd) yang paling efektif berturutturut : eceng gondok, kayu apu dan kayambang. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Puspita, dkk (2011) yang menggunakan tanaman air sebagai agen fitoremediator logam berat Cr pada air limbah batik, dan hasil yang didapatkan bahwa diantara 3 tumbuhan air yang dicobakan, Eichornia crassipes merupakan tumbuhan yang paling mampu menurunkan kadar Cr air limbah atik diikuti Pistia stratiotes dan Hydrilla verticillata. Secara umum, semua perlakuan kombinasi tanaman mampu menurunkan konsentrasi Cd dalam air limbah, walaupun belum memenuhi baku mutu (0,1 ppm) menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 03 tahun 2010. 2. Pengaruh Waktu Tinggal dan Variasi Konsentrasi terhadap Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah Konsentrasi awal logam digunakan untuk melihat batas paparan logam sehingga tanaman mampu menyerap secara maksimal. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi awal logam Cd sebesar 5 dan 10 ppm dengan waktu tinggal selama 3, 6 dan 9 hari. Pengaruh waktu tinggal dan variasi konsentrasi terhadap penurunan logam Cd dalam air limbah pada masing-masing konsentrasi ditunjukkan pada gambar di bawah. Gambar 2. Gambar 3. Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah pada Kombinasi KT2 Gambar 4. Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah pada Kombinasi KT3 Gambar diatas memperlihatkan pada waktu tinggal 3 hari telah terjadi penyerapan logam Cd, akan tetapi penyerapan optimum terjadi pada waktu tinggal 6 hari untuk semua kombinasi tanaman kecuali pada kombinasi KT3 dengan konsentrasi awal logam Cd 10 ppm, dimana semakin lama tanaman ditanam semakin besar pula logam yang terserap oleh tanaman. Akan tetapi, karena kemampuan tanaman uji dalam menyerap logam Cd terbatas sehingga pada waktu tinggal 9 hari terjadi peningkatan konsentrasi logam Cd dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi logam Cd diduga disebabkan karena tanaman semakin lama terpapar logam Cd sehingga toksisitas logam Cd pada tanaman semakin meningkat yang kemudian akan mengakibatkan tingkat penyerapan tanaman mengalami penurunan setelah waktu tinggal 6 hari. Penurunan tingkat penyerapan oleh tanaman diduga terkait dengan kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat dan dapat memanfaatkannya untuk pertumbuhan. Logam berat yang diberikan pada tanaman dalam jumlah tertentu dapat membantu Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah pada Kombinasi KT1 6 mempercepat pertumbuhan tanaman sebagai suatu respon positif, namun pada tingkatan tertentu justru dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan kematian tanaman sebagai bentuk respon negatif tanaman (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010). Selain waktu tinggal, konsentrasi awal logam Cd juga memberikan pengaruh terhadap penurunan logam Cd dalam air limbah pada masing-masing variasi konsentrasi dimana pada umumnya jumlah logam berat yang diserap oleh tanaman sebanding dengan konsentrasi logam berat yang ada di dalam air limbah. Semakin tinggi konsentrasi logam, maka semakin banyak logam yang dapat diserap oleh tanaman. Konsentrasi logam dalam air limbah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dimana dengan meningkatnya konsentrasi logam dalam air limbah menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Dari hasil analisis pada gambar diatas menunjukkan bahwa jumlah logam Cd dalam air limbah semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi awal logam Cd. Hal ini disebabkan karena dalam air limbah pada konsentrasi awal 10 ppm mempunyai kepadatan populasi ion yang lebih besar dibandingkan pada konsentrasi awal 5 ppm. Semakin tinggi jumlah ion Cd yang ada dalam air limbah semakin tinggi pula konsentrasi ion yang diserap oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Indrasti, Nastiti Siswi (2010) bahwa pada konsentrasi tinggi (5 ppm - 10 ppm) penyerapan oleh tanaman semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi awal logam sehingga menyebabkan jumlah logam Cd dalam air limbah semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi awal logam. Secara biologi proses penyerapan unsur-unsur kimia oleh tanaman air dilakukan lewat membran sel. Kation dari unsur-unsur kimia tersebut terdapat di dalam molekul air dan dikelilingi oleh molekul air lainnya. Jadi jumlah ion yang berdifusi ke rambut-rambut akar tergantung pada jumlah molekul air yang berdifusi ke membran sel. Semakin banyak molekul air yang diserap oleh tanaman, berarti semakin banyak ionion logam tersebut yang masuk ke dalam tubuh tanaman (Supradata, 1992 dalam Syahputra. 2005). 3. Pengaruh Aliran Kontinyu terhadap Waktu Tinggal Tanaman Reaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis one stage kontinyu, yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu penampung sementara (reservoir), reaktor proses dan bak outlet. Pada tipe aliran kontinyu limbah dimasukkan ke dalam reaktor proses secara teratur dengan debit yang tetap pada satu ujung dan keluar di ujung yang lain. Pada aliran kontinyu, terjadi akumulasi logam dalam air limbah. Hasil perhitungan akumulasi konsentrasi logam Cd dalam air limbah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Waktu Tinggal (hari) T1 T2 T3 Akumulasi Konsentrasi Logam Kadmium (Cd) dalam Air Limbah Konsentrasi Awal Logam Cd (ppm) 5 10 5 10 5 10 Akumulasi logam (ppm) KT1 KT2 KT3 3,34 7,40 2,82 6,62 3,40 6,84 3,39 7,51 2,91 7,32 3,46 7,40 4,06 6,76 2,93 7,07 3,54 7,42 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi akumulasi logam yang disebakan oleh adanya aliran limbah yang terus menerus masuk ke dalam reaktor proses. Aliran limbah yang terjadi menyebabkan konsentrasi awal limbah dalam reaktor proses terus berubah seiring waktu tinggal air limbah. Pengaruh akumulasi logam pada setiap kombinasi tanaman dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7. Gambar 5. 7 Pengaruh Akumulasi Logam Kadmium (Cd) terhadap Waktu Tinggal pada Kombinasi KT1 Gambar 6. Pengaruh Akumulasi Logam Kadmium (Cd) terhadap Waktu Tinggal pada Kombinasi KT2 Gambar 7. Pengaruh Akumulasi Logam Kadmium (Cd) terhadap Waktu Tinggal pada Kombinasi KT3 tanaman yang telah mencapai titik jenuh. Sistem aliran kontinyu yang menyebabkan terjadinya akumulasi logam dalam air limbah merupakan salah satu penyebab tanaman uji menjadi lebih cepat jenuh sehingga kemampuan tanaman dalam menyerap logam semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya logam berat Cd yang terus mengalir ke dalam reaktor proses sehingga menyebabkan konsentrasi logam Cd dalam air limbah akan terus meningkat walaupun tanaman telah melakukan proses fitoremediasi. 4. Hasil Pengamatan Morfologi Tanaman Pencemaran logam berat menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang diekspresikan dalam gangguan pertumbuhan. hingga tingkat komunitas tanaman. Menurut Fontes (1995), pencemaran menyebakan perubahan pada tingkatan biokimia sel kemudian diikuti perubahan fisiologi pada tingkat individu hingga tingkat komunitas tanaman. Kondisi Morfologi daun eceng gondok dan kayu apu selama proses fitoremediasi ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5: Tabel 4. Perubahan Morfologi Tanaman Selama Fitoremediasi Cd 5 ppm Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa pada hari ke-3 untuk semua kombinasi tanaman, akumulasi logam Cd menurun seiring dengan lamanya waktu tinggal tanaman dalam reaktor proses. Demikian pula pada hari ke-6 dimana masih terjadi penurunan akumulasi logam dalam air limbah untuk semua kombinasi kecuali pada kombinasi KT3 untuk konsentrasi 10 ppm. Akan tetapi, pada hari ke-9 perlakuan fitoremediasi, terjadi peningkatan akumulasi logam Cd dalam air limbah untuk semua kombinasi tanaman. Menurut Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003), tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan dan kayu apu (Pistia stratiotes) mampu menurunkan konsentrasi logam Cd dalam air limbah sampai waktu tinggal hari ke-10. Hal ini menunjukkan kondisi yang berbeda dimana pada penelitian ini di hari ke-9 perlakuan fitoremediasi telah terjadi peningkatan konsentrasi maupun akumulasi logam Cd dalam air limbah. Peningkatan akumulasi logam Cd dalam air limbah diduga disebabkan oleh Waktu tinggal (hari) T0 T1 T2 T3 8 Konsentrasi 5 ppm KT1 KT2 KT3 Tabel 5. Perubahan Morfologi Tanaman Selama Fitoremediasi Cd 10 ppm Waktu tinggal (hari) tanaman mengalami toksisitas logam Cd dari air limbah. Menurut Darmono (1995) klorosis adalah degenerasi klorofil (tidak terbentuk / kurang berkembangnya klorofil) sehingga daun menjadi kuning atau terjadi mozaik dengan warna campuran hijau, kuning dan hitam. Selain klorosis, gejala lain yang terjadi pada tanaman yaitu nekrosis. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organ hidup sehingga timbul bercak dan warna kecoklatan pada tepi dan ujung daun (Darmono, 1995). Pada hari ke-6, jumlah tanaman yang menguning dan layu semakin bertambah. Hal ini diakibatkan karena tanaman terpapar logam Cd dalam waktu yang semakin lama sehingga penghambatan sintetis klorofil juga semakin tinggi. Pada semua kombinasi, tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) lebih banyak yang mengalami gejala toksisitas dibandingkan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes). Kondisi tersebut menunjukkan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap air limbah mengandung logam berat Cd dibandingkan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes). Pada hari ke-9, tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) pada semua kombinasi semakin layu, bahkan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) pada konsentrasi 10 ppm memberikan respon negative terhadap logam Cd berupa kematian pada tanaman. Hal ini diakibatkan karena tanaman terpapar logam Cd dalam waktu yang semakin lama sehingga penghambatan sintesis klorofil juga semakin tinggi Perubahan kondisi fisik tanaman pada konsentrasi 10 ppm lebih besar daripada konsentrasi 5 ppm. Perubahan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan tanaman dalam beradaptasi pada kondisi tertentu. Pada konsentrasi 5 ppm, tanaman masih dapat beradaptasi dengan kadar logam berat Cd pada air limbah dibandingkan dengan konsentrasi 10 ppm, walaupun keduanya menimbulkan gejala toksisitas pada tanaman. 5. Mekanisme Fitoremediasi pada Tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dan Kayu Apu (Pistia stratiotes) Terjadinya perubahan fisik pada tanaman disebabkan adanya perpindahan Konsentrasi 5 ppm KT1 KT2 KT3 T0 T1 T2 T3 Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi fisik tanaman pada Tabel 4 dan 5 dapat dilihat adanya perubahan morfologi tanaman dari awal penelitian sampai pada hari ke-9, baik pada eceng gondok (Eichornia crassipes) maupun kayu apu ( Pistia stratiotes). Pada hari ke-0, tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) pada ketiga kombinasi terlihat berwarna hijau dan masih segar. Hal ini berlaku untuk semua variasi konsentrasi. Seiring bertambahnya waktu, dimana konsentrasi Cd dalam air limbah semakin menurun (Tabel 2), warna tanaman pun berubah terutama pada konsentrasi 10 ppm. Pada hari ke-3, tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) pada masing-masing kombinasi cenderung menguning dan layu sedangkan pada tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) terlihat lebih segar bila dibandingkan dengan kayu apu (Pistia stratiotes), walaupun ada beberapa perubahan warna daun menjadi kuning. Perubahan warna daun pada tanaman menunjukkan gejala klorosis yang diduga 9 logam dari limbah ke dalam tanaman, yaitu melalui mekanisme penyerapan dalam tanaman. Mekanisme fitoremediasi yang mungkin terjadi pada eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) adalah fitoekstraksi dan rhizofiltrasi. Fitoekstraksi adalah proses absorbsi (penyerapan) kontaminan berupa logam berat oleh akar dan diikuti dengan translokasi melalui xylem dan diakumulasi di vakuola sel batang dan daun (Choudary, 1998). Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman terlihat perubahan pada bagian batang dan daun baik pada tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) maupun pada tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes), dimana daun yang berwarna kuning dan layu. Selanjutnya, proses penting dalam fitoremediasi adalah rhizoflitrasi. Rhizofiltrasi adalah pengendapan zat kontaminan seperti logam berat oleh akar dengan bantuan zat pengkhelat (Lestari, 2011). Menurut Siswoyo (2006), tanaman mempunyai mekanisme tertentu untuk mencegah keracunan logam terhadap sel salah satunya dengan menimbun logam dalam organ tertentu seperti akar. Selanjutnya, Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa spesies tanaman yang tumbuh di lingkungan tercemar logam akan mengalami stress metal dengan membentuk zat fitokhelatin khususnya dibagian akar sebagai mekanisme toleransi yang penting. Fitokhelatin merupakan peptide kecil yang kaya asam amino sistein yang mengandung belerang. Atom belerang dalam sistem ini yang kan mengikat logam berat dari media tumbuh. Senyawa fitokhelatin yang terdapat pada akar tanaman berfungsi untuk mengikat unsur logam dan membawanya ke dalam sel melalui proses transport aktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin banyak penggunaan eceng gondok (Eichornia crassipes), maka tingkat penyerapan logam semakin meningkat yang berarti kemampuan menyerap kontaminan pada eceng gondok (Eichornia crassipes) lebih tinggi dibandingkan dengan kayu apu (Pistia statiotes). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003) bahwa dari tiga jenis tanaman air yang digunakan untuk fitoremediasi logam berat kadmium (Cd) yang paling efektif berturut-turut : eceng gondok, kayu apu dan kayambang. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Puspita, dkk (2011) yang menggunakan tanaman air sebagai agen fitoremediator logam berat Cr pada air limbah batik, dan hasil yang didapatkan bahwa diantara 3 tumbuhan air yang dicobakan, Eichornia crassipes merupakan tumbuhan yang paling mampu menurunkan kadar Cr air limbah batik diikuti Pistia stratiotes dan Hydrilla verticillata. Kemampuan menyerap logam yang lebih tinggi pada Eichornia crassipes dimungkinkan karena penyerapan yang terjadi dalam dua cara yaitu secara aktif dan pasif (Puspita.dkk, 2011). Penyerapan secara aktif melalui metabolisme tanaman dan secara pasif menggunakan gugus fungsional dalam jaringan tanaman (Gardea-Torresdey, dkk. 1998 dalam Mohamad, 2011). Penyerapan aktif tergantung pada anoin dan kation yang terdapat pada tumbuhan. Proses inilah yang melibatkan zat khelat yang terdapat pada akar sehingga ion logam dapat terserap. Eichornia crassipes akan mendepositkan logam berat ke dinding sel dalam vakuola dan berikatan dengan senyawa organik lainnya. Struktur spons yang dimiliki oleh Eichornia crassipes juga mampu menyerap unsur - unsur pencemar dalam air limbah (Puspita.dkk, 2011). Pada akar, tumbuhan ini mempunyai senyawa fitokelatin yang berfungsi untuk mengikat unsur logam dan membawanya ke dalam sel melalui peristiwa transport aktif. Selain logam berat terakumulasi pada akar, logam berat juga akan terakumulasi juga pada bagian jaringan tumbuhan lainnya terutama pucuk daun. Tingginya akumulasi logam di akar ini disebabkan tumbuhan menyerap unsur hara beserta logam yang ada dari air melalui akar. Akar berfungsi sebagai organ penyerap dan penyalur unsur-unsur hara ke bagian lain. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka akar akan banyak menyerap unsur hara sehingga akumulasi logam akan lebih tinggi di akar dibandingkan dengan batang dan daun. Proses penyerapan logam berat oleh kayu apu (Pistia stratiotes) juga terjadi pada bagian akar dan daun. Selain itu, penyerapan 10 pada kayu apu (Pistia stratiotes) terjadi karena proses difusi yaitu bergeraknya ion logam dari konsentrasi yang lebih tinggi (konsentrasi media) ke konsentrasi rendah yaitu dalam membran sel tanaman (Ulfin dan Widya, 2005). Kemampuan penyerapan Pistia stratiotes yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Eichornia crassipes dimungkingkan karena ukurannya yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Lidiawati (2009) bahwa tumbuhan yang berukuran lebih kecil memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mengolah kontaminan. kombinasi KT3 yang mempunyai waktu tinggal optimum adalah 3 hari. B. Saran Dari hasil analisa, penurunan konsentrasi Cd dengan system aliran kontinyu masih kurang optimal maka disarankan pada penelitian selanjutnya melakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui konsentrasi optimum yang dapat diserap oleh tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Untuk mengatasi kenaikan konsentrasi dalam reaktor proses sebaiknya dilakukan regenerasi tanaman pada waktu tinggal optimum tanaman. Selain itu, factor-faktor eksternal juga sebaiknya diperhatikan. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Dari hasil analisa penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Fitoremediasi dengan menggunakan kombinasi eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) cenderung mampu menurunkan konsentrasi Cd dalam air limbah dimana kombinasi KT1 (75EG : 25 KA) merupakan kombinasi dengan penurunan konsentrasi tertinggi yaitu konsentrasi Cd yang tertinggal setelah perlakuan fitoremediasi adalah sebesar 0,630 ppm (87,40%) untuk konsentasi awal 5 ppm sedangkan untuk konsentrasi awal 10 ppm yaitu sebesar 3,230 ppm (67,70%). 2. Besarnya konsentrasi awal logam yang ada dalam air limbah berpengaruh terhadap penyerapan logam Cd dimana pada konsentrasi tinggi (5 ppm-10 ppm) jumlah logam Cd dalam air limbah semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi awal logam. Penurunan konsentrasi logam Cd dalam air limbah umumnya terjadi sampai waktu tinggal hari ke-6 yang disebabkan oleh kemampuan tanaman uji dalam menyerap logam Cd terbatas. 3. Dengan menggunakan system aliran kontinyu, waktu tinggal optimum kombinasi tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) maupun kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menyerapa logam Cd adalah 6 hari untuk semua kombinasi kecuali DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 6989.16 : 2009, Cara Uji Kadmium (Cd) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala. Jakarta Choudary, I. M, 1998. Phenolic and other Constituent of fresh water Fern Salvinia molesta. Phytochemistry, 69: 1018-1023, Karachi Pakistan Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Hidup Makhluk Hidup. UIPress. Jakarta. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI-Press. Jakarta. Fontes, R.L.F and Cox, F.R. 1995. Effect of Sulfur Supply on Soybean Plants Exposed To Zinc Toxicity, Journal of Plant Nutrition.18,1893-1906. Indrasti, Nastiti S. dkk. Penyerapan Logam Pb dan Cd Oleh Eceng Gondok : Pengaruh Konsentrasi Logam dan Lama Waktu Kontak. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 16(1), 44-50. Kawano, S., Nakagawa, H., Okumura, Y., Tsujikawa, K., 1984. “A Mortality Study of Patients with Itai-Itai Disease”. Enviromental Research 40, 98-102 (1986). Lestari Sri, Slamet Santoso dan Sulastri A. 2011. Efektifitas Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) dalam Penyerapan Kadmium (Cd) pada Leachete TPA Gunung Tugel. Jurnal Molekul Vol. 6 No. 1. Fakultas Biologi, Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. 11 Mangkoedihardjo, S. dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta Mohamad, Erni. 2011. Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Tanah dengan Menggunakan Bayam Duri (Amaranthus spinosus L). KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo. Palar, H. 1994. Pencemaran & Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri. Puspita, UR, A.S. Siregar dan N.V. Hidayanti. 2011. Kemampuan Tumbuhan Air sebagai Agen Fitoremediator Logam Berat Kromium (Cr) yang terdapat pada Limbah Cair Industri Batik. Jurnal Penelitian Berkala Perikanan Terubuk, Vol. 39 No.1. Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Salisbury, FB dan CW. Ross. 1995. Fisiologi Tanaman. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Siswoyo, E. 2006. Fitoremediasi Logam Berat Khrom (Cr) Menggunakan Tanaman Kiapu (Pistia Stratiotes). Jurnal Teknik Lingkungan Edisi Khusus 1 : 291-300. Syahputra, Rudy. 2005. Fitoremediasi Logam Cu Dan Zn dengan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms). LOGIKA, Vol. 2, No. 2. Suryati Tuti dan Budhi Priyanto. 2003. Eliminasi Logam Berat Kadmium dalam Air Limbah Menggunakan Tanaman Air. J.Tek.Ling, P3TLBPPT .4(3) : 143-147. Susilaningsih, D. 1992. Pemanfaatan Tumbuhan Hydrilla verticilatta dan Eichornia crassipes sebagai Salah satu Usaha Pengendalian Pencemaran Logam Kromium (Cr) dari Limbah Pelapisan Logam. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Ulfin, I. 2001. Penurunan Kadar Cd dan Pb dalam Larutan dengan Kayu Apu : Pengaruh pH dan Jumlah Kayu Ulfin 12 Apu. Prosiding Senaki III. Kimia– FMIPA. ITS. Surabaya. I dan Widya W. 2005. Study Penyerapan Kromium Dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes, L). Akta Kimindo Vol. 1 : 41-48.