View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
FITOREMEDIASI LOGAM Cd MENGGUNAKAN KOMBINASI ECENG GONDOK DAN
KAYU APU DENGAN ALIRAN KONTINYU
Wa Ode Mahyatun1
D 121 10 257
Lawalenna Samang 2
Achmad Zubair 3
1
Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
2, 3
Staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Abstract
Water pollution by heavy metal can cause negative impact on environmental aspect. Cd gived as
heavy metal with high toxic properties, then to removal Cd from the water needs treatment method
called phytoremediation.
This study aims to analyze reduction of Cd consentration after phytoremediation treatment and
determine the most effective combination of water lettuce and water hyacinth, analyze the
influence of variation consentration and residence time, and analyze the influence of continous
flow to optimum time of plants combination to adsorbtion Cd.
The method of this study consist of three factors. Firstly, variation combination of plants used
were KT1 combination (75% water hyacinth and 25% water lettuce), KT2 combination (50%
water hyacinth and 50% water lettuce), KT3 combination (25% water hyacinth and 75% water
lettuce). Secondly, variation consentration of Cd with initial consentration 5 ppm and 10 ppm.
Thirdly, waste water residence time for 9 days.
The result show that KT1 combination has the best ability to reduce metals Cd in the waste water
were can decrease till 0,630 ppm from 5 ppm consentration and 3,230 ppm from 10 ppm
consentration, with long residence time 6 days. Level of Cd in the waste water be higher if the
more initial concentration of Cd and a continuous flow system cause the less optimum time of the
plants ability to adsorb Cd.
Key Words : Phytoremediation, Combination, Water hyacinth, Water lettuce, Cd
berpotensi
menimbulkan
tejadinya
pencemaran. Pencemaran air oleh logamlogam berat seperti timah hitam, kadmium,
raksa, kobalt, seng, arsen, besi dan senyawa
lainnya, semula menyebar dalam konsentrasi
kecil, akan tetapi pada proses selanjutnya
akan mengalami pemekatan, sehingga pada
konsentrasi tertentu dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan
(Darmono, 1995).
Salah satu logam berat yang berpotensi
merusak lingkungan pada beberapa kasus
adalah kadmium (Cd). Logam kadmium
merupakan salah satu jenis logam berat yang
banyak digunakan dalam berbagai kegiatan
industri kimia di Indonesia. Kadmium
dimanfaatkan dalam berbagai bidang
industri kimia tersebut karena sifat kadmium
yang lunak dan tahan korosi (Darmono,
Pendahuluan
Perkembangan industri semakin pesat
dari tahun ke tahun, hal ini ditandai dengan
semakin bertambahnya pabrik yang muncul
seperti pabrik pupuk, tekstil, plastik, besi,
baja, semen dan lain sebagainya. Pemakaian
dan pengolahan produk-produk dengan
menggunakan bahan kimia memang sudah
tidak bisa dihindarkan lagi dari aktivitas
produksi pabrik-pabrik yang kini tengah
banyak
berdiri
tersebut.
Besarnya
ketergantungan akan penggunaan bahan
kimia tersebut ternyata membawa implikasi
yang cukup serius yaitu pada masalah sisa
dari hasil produksi yang biasa disebut
sebagai limbah. Pembuangan limbah industri
yang dilakukan secara langsung akan dapat
menyebar ke air, udara dan tanah sehingga
1
2001). Kadmium (Cd) merupakan salah satu
jenis logam berat yang berbahaya karena
elemen ini beresiko tinggi terhadap
pembuluh darah, kadmium berpengaruh
terhadap manusia dalam jangka waktu
panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh
khususnya hati dan ginjal (Palar, 1994).
Salah satu contoh nyata kasus pencemaran
oleh kadmium yang telah menimbulkan
dampak negatif yaitu kasus yang dilaporkan
pertama kali di Jepang, timbulnya penyakit
“itai-itai” (Ouch-ouch) yang menyebabkan
penduduk terkena keracunan kronis akibat
logam berat Cd dan mengakibatkan 97%
dari 132 penduduk yang meninggal dunia
adalah
korban
itai-itai
disease
(Kawano et al, 1984).
Beberapa metode telah dilakukan untuk
menghilangkan limbah logam tersebut
dengan
berbagai
cara
misalnya
pengendapan, fitrasi, pertukaran ion dan
adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode
umum, karena memiliki konsep sederhana,
efesien dan juga ekonomis. Pada proses
adsorpsi, adsorben memegang peranan yang
paling penting. Telah banyak diteliti
berbagai macam kemampuan
bahan,
terutama bahan anorganik, sebagai adsorben
seperti zeolit, bentonit, dan sebagainya.
Namun metode ini memiliki kelemahan
karena proses ini rumit, memakan waktu dan
memerlukan tenaga terampil. Dewasa ini
telah dikembangkan metode adsorpsi
menggunakan biomassa tanaman, yang
dikenal sebagai metode fitoremediasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya diperoleh informasi tentang
adanya
kemampuan
tanaman
dalam
mengikat logam dan mengakumulasikan
dalam jaringan tanaman, baik secara aktif
melalui metabolisme tanaman maupun
secara pasif menggunakan gugus fungsional
dalam jaringan tanaman (Gardea-Torresdey,
dkk. 1998 dalam Mohamad, 2011).
Dalam penelitian ini, tanaman yang
akan digunakan adalah eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia
stratiotes). Pemilihan jenis tanaman ini
didasari oleh penelitian Suryati Tuti dan
Budhi Priyanti (2003) bahwa dari tiga jenis
tanaman air yang digunakan, kemampuan
untuk menurunkan konsentrasi Cd dari air
limbah yang paling efektif adalah eceng
gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu
(Pistia stratiotes).
Dengan melihat hal tersebut, diduga
penyerapan logam Cd yang ada dalam air
limbah akan bertambah dengan keberadaan
enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan
kayu apu (Pistia stratiotes) yang ditanam
dalam tempat yang sama.
Oleh karena itu, penelitian tentang
fitoremediasi logam berat Cd menggunakan
kombinasi eceng gondok (Eichhornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes)
perlu dilakukan untuk menganalisa besarnya
penurunan konsentrasi Cd dalam air limbah
setelah perlakuan fitoremediasi dengan
aliran kontinyu serta menentukan kombinasi
yang paling efektif dari tanaman eceng
gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu
(Pistia stratiotes), menganalisa pengaruh
variasi konsentrasi dan waktu tinggal
terhadap penyerapan logam Cd dengan
aliran kontinyu oleh kombinasi eceng
gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu
(Pistia stratiotes) dengan aliran kontinyu,
serta menganalisa pengaruh aliran kontinyu
terhadap waktu tinggal optimum tanaman
eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan
kayu apu (Pistia stratiotes)
dalam
penyerapan logam Cd.
Metode
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian
yang
akan
dilaksanakan adalah penelitian eksperimen,
yaitu mengadakan percobaan untuk melihat
pengaruh variabel yang diteliti. Penelitian
ini
dilaksanakan untuk
menganalisa
pengaruh
fitoremediasi
menggunakan
kombinasi eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes)
dalam penyerapan logam berat kadmium
(Cd) dengan aliran kontinyu.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli
2014 selama 1 bulan. Pengambilan sampel
dan analisis konsentrasi logam Cd dalam air
limbah dilakukan di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 3 faktor
yaitu variasi kombinasi tanaman eceng
gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu
(Pistia Stratiotes), konsentrasi logam Cd,
serta waktu tinggal.
1. Faktor I : Kombinasi Tanaman terdiri
dari:
2
KT0
KT1
= Kontrol (tanpa tanaman)
= Kombinasi antara 75% eceng
gondok dan 25% kayu apu (75
EG : 25 KA)
KT2 = Kombinasi antara 50% eceng
gondok dan 50% kayu apu (50
EG : 50 KA)
KT3 = Kombinasi antara 25% eceng
gondok dan 75% kayu apu (25
EG : 75 KA)
2. Faktor II : Konsentrasi logam Cd (KL)
terdiri dari :
KL0 = 5 ppm
KL1 = 10 ppm
3. Faktor III : Waktu pemaparan atau waktu
tinggal (T) terdiri dari:
T0 = 0 hari
T1 = 3 hari
T2 = 6 hari
T3 = 9 hari
E. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari
tujuh tahapan yaitu :
1. Studi Literatur
Studi literatur yang digunakan meliputi
teori - teori mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan fitoremediasi logam berat kadmium,
penggunaan eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes)
dalam fitoremediasi air limbah, system
aliran kontinyu, serta kajian terhadap
penelitian-penelitian terdahulu yang relevan.
Studi literatur yang digunakan berasal dari
jurnal ilmiah, buku teks, laporan tugas akhir,
tesis, penelitian terdahulu yang berkaitan
dan sebagainya.
2. Persiapan Bahan dan Alat
a. Penyediaan Bahan
Pada penelitian ini tanaman air yang
digunakan adalah eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes).
Tanaman
eceng
gondok
(Eichornia
crassipes)
dikumpulkan
dari
danau
Universitas Hasanuddin sedangkan kayu apu
(Pistia stratiotes) dikumpulkan dari areal
persawahan sekitar Laboratorium BPTP
Kab. Maros.
Kriteria tanaman air yang digunakan
adalah sebagai berikut : eceng gondok
(Eichornia crassipes), jumlah helai daun 4-6
helai, dan tinggi tanaman 10-15 cm.
Kemudian kayu apu (Pistia stratiotes),
jumlah helai daun 5-7 helai, tinggi tanaman
8-12 cm.
Air limbah yang digunakan merupakan
air limbah artificial. Air limbah artifisial
adalah air limbah yang dibuat dengan
melarutkan sejumlah logam pencemar ke
dalam air sehingga didapatkan konsentrasi
yang diinginkan.
Air yang digunakan dalam pembuatan
air limbah merupakan air sumur yang
diambil dari lingkungan Laboratorium BPTP
Kab. Maros. Sebelum digunakan sebagai
pelarut logam cadmium, air ini telah diukur
kadar kadmiumnya (Cd) terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil pengujian kadar Cd
yang terukur pada air yang digunakan adalah
0,001. Nilai tersebut sangat kecil sehingga
dianggap tidak berpengaruh besar dan layak
digunakan untuk pembuatan air limbah.
b. Alat Penelitian
Alat utama yang digunakan pada
penelitian ini adalah reaktor aliran kontinyu.
Alat ini dirangkai secara seri dengan
menggunakan reservoir dan bak plastik yang
dihubungkan dengan pipa diameter ½”. Pada
pipa, terdapat katup/valve yang berfungsi
untuk mengatur kecepatan aliran sehingga
diperoleh debit aliran yang diinginkan.
Pada penelitian ini dibutuhkan dua
buah bak reservoir untuk menampung dua
jenis konsentrasi yang berbeda. Tiap-tiap
bak reservoir terbuat dari plastik berwarna
hijau dengan volume sebesar 70 L yang
mudah ditemui di pasaran. Dari tiap-tiap
reservoir, air limbah dialirkan menuju bak
plastik yang mempunyai volume 40 L yang
berisi tanaman dengan volume basah yaitu ±
25 L. Kemudian air dari bak berisi tanaman
tersebut akan dialiran ke bak outlet.
Gambar 1.
Rangkaian Reaktor Aliran
Kontinyu
3. Aklimatisasi Tanaman
Aklimatisasi tanaman dilakukan selama
tujuh hari untuk mengondisikan tanaman air
yang digunakan agar dapat beradaptasi
dengan air limbah artificial logam Cd.
Kemampuan untuk beradaptasi dapat dilihat
3
dari layu atau tidaknya tanaman tersebut
selama masa aklimatisasi. Aklimatisasi
selama 1 minggu mengacu pada penelitian
Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003).
Setelah masa aklimatisasi selesai,
maka tanaman tersebut siap untuk
dipergunakan dalam penelitian.
4. Kalibrasi Reaktor Aliran Kontinyu
Sebelum diisi dengan air limbah
artificial,
sebelumnya
reaktor
aliran
kontinyu ini perlu dilakukan kalibrasi untuk
mendukung system yang akan digunakan
terhadap pengolahan air limbah. Tahap
kalibrasi ini dilakukan dengan menentukan
debit aliran yang akan digunakan pada
penelitian ini. Penentuan debit aliran
dilakukan dengan cara membuka katup air
pada bukaan tertentu dan menampung air
keluaran pada labu ukur selama waktu
tertentu, hingga diperoleh debit aliran yang
diinginkan.
5. Perlakuan Fitoremediasi
Setelah aklimatisasi selesai, maka
tanaman akan dipindahkan ke bak berisi air
limbah artificial dengan volume sebanyak 25
L untuk setiap perlakuan.
Variasi perlakuan dilakukan pada
konsentrasi logam yang digunakan yaitu 5
ppm dan 10 ppm. Pada masing-masing
konsentrasi logam, bak berisi tanaman
terdiri atas 4 perlakuan, tanpa tanaman
sebagai control, kombinasi KT1 (75 EG : 25
KA) dengan jumlah eceng gondok
(Eichornia crassipes) yang digunakan
adalah 562,5 gram dan kayu apu (Pistia
stratiotes) sebanyak 187,5 gram, kombinasi
KT2 (50 EG : 50 KA) dengan eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan kayu apu masingmasing 375 gram, serta kombinasi KT3 (25
EG : 75 KA) jumlah eceng gondok
(Eichornia crassipes) yang digunakan
adalah 187,5 gram dan jumlah kayu apu
(Pistia stratiotes) adalah 562,5 gram. Jumlah
tanaman yang digunakan pada setiap
kombinasi tanaman adalah sebanyak 750
gram.
Pada penelitian ini, untuk semua
reaktor proses menggunakan system aliran
kontinyu, terkecuali pada reaktor kontrol
yang menggunakan aliran diam. Sistem
aliran kontinyu yang digunakan dialirkan
dengan debit konstan yaitu ± 5,54 L/hari.
Perlakuan fitoremediasi dilakukan
selama 9 hari yang bertempat di green house
Lab. BPTP Kab. Maros. Penelitian ini
dilakukan di green house agar tanaman
eceng gondok (Eichornia crassipes) dan
kayu apu (Pistia stratiotes) menerima
cahaya matahari secara langsung.
6. Monitoring Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd)
Monitoring logam Cd dalam air limbah
dilakukan pada tiap perlakuan kombinasi
tanaman pada tiap konsentrasi. Pengamatan
dilakukan
selama
9
hari,
dengan
pengambilan sampel dilakukan setiap 3 hari
sekali. Sampel air limbah diambil sebanyak
50-100 ml dari masing-masing perlakuan
dengan menggunakan pipet. Selanjutnya,
kadar logam berat Cd dari sampel untuk
masing-masing perlakuan diukur dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorbtion
Spectofotometer). Cara pengujian kadar
logam
berat
kadmium
dilakukan
berdasarkan SNI 6989.16:2009.
7. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa deskriptif. Data
hasil pengukuran yang diperoleh dianalisis
dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
menggunakan perangkat lunak (software)
EXCEL.
Data-data yang dianalisa meliputi
pengamatan konsentrasi logam kadmium
(Cd) dalam air limbah, pengaruh variasi
konsentrasi dan waktu tinggal terhadap
konsentrasi logam kadmium (Cd) dalam air
limbah, dan pengaruh aliran kontinyu
terhadap waktu tinggal tanaman.
Hasil dan Pembahasan
A. Data Hasil Pengujian
1. Data Pengujian Awal Air Sumur
Tabel 1. Hasil Pengujian Air Sumur
No.
1
2.
Kode Contoh
Air awal
Konsentrasi Cd (ppm)
0,001
Data Pengujian Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air Limbah
Tabel 2. Konsentrasi Logam Kadmium (Cd)
dalam Air Limbah
Waktu
Tinggal
(hari
T0
T1
T2
T3
4
Konsentrasi
Logam Cd
(ppm)
5
10
5
10
5
10
5
10
Kombinasi Tanaman
KT0
KT1
KT2
KT3
4,918
9,959
4,840
9,840
4,918
9,198
4,794
9,979
4,918
9,918
1,670
4,790
0,630
3,230
1,790
3,683
4,959
9,959
1,770
5,020
0,819
4,630
1,914
4,794
4,918
9,877
3,120
3,520
0,852
4,136
2,078
4,835
sampai pada hari ke-6 untuk semua
kombinasi kecuali tanaman pada kombinasi
KT3 untuk konsentrasi awal 10 ppm. Pada
kombinasi KT3 dengan konsentrasi awal 10
ppm, tingkat penyerapan tanaman terhadap
logam Cd mengalami penurunan yang
ditunjukkan dengan adanya peningkatan
konsentrasi logam Cd dalam air limbah. Hal
ini dapat terjadi karena pada kombinasi ini
dengan presentase penggunaan kayu apu
(Pistia stratiotes) sebanyak 75% dan eceng
gondok (Eichornia crassipes) sebanyak
25%, dengan konsentrasi yang tinggi, akan
mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman
khususnya tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes) yang ditunjukkan dengan
menguningnya
daun
sehingga
memungkinkan tanaman ini tidak dapat
menyerap secara optimal.
Kemudian pada hari ke-9, terjadi
peningkatan konsentrasi logam Cd untuk
semua kombinasi. Peningkatan konsentrasi
logam Cd atau penurunan tingkat
penyerapan dapat terjadi karena tanaman
mengalami kejenuhan yang disebabkan
tanaman mencapai batas ambang nilai
akumulasi yang bisa dilakukan. Titik jenuh
adalah batas waktu maksimum yang dapat
ditolerir
tanaman
dalam
menyerap
kontaminan. Setelah melewati titik jenuh,
kemampuan tanaman dalam menyerap
logam berat menurun bahkan konsentrasi
logam berat dalam air limbah dapat
meningkat
karena
tanaman
dapat
melepaskan kembali logam yang telah
diserap. Kejenuhan tersebut diduga karena
tanaman telah menyerap sebagian besar
logam yang berada dalam air limbah dimana
semakin banyak logam yang terserap maka
akan menumpuk dalam jaringan tanaman
dan menyebabkan kejenuhan sehingga
penyerapan akan terhambat.
Dari semua perlakuan, penurunan
konsentrasi terbesar terjadi pada kombinasi
KT1 untuk semua variasi konsentrasi, yaitu
sebesar 0,630 ppm (87,40%) dari konsentasi
awal 5 ppm sedangkan untuk konsentrasi
awal 10 ppm yaitu sebesar 3,230 ppm
(67,70%). Tingkat penurunan konsentrasi
Cd yang signifikan pada kombinasi KT1
dikarenakan pada kombinasi tersebut
persentase penggunaan eceng gondok
(Eichornia crassipes) lebih banyak yaitu
sebanyak 75 % dibandingkan kayu apu
(Pistia stratiotes) yaitu sebanyak 25 %. Hal
B.
1.
Pembahasan
Pengamatan Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air Limbah
Kemampuan eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes)
dalam menyerap dan mengakumulasi logam
berat dapat dilihat dari besarnya total
konsentrasi Cd yang tertinggal dalam air
limbah.
Berdasarkan data hasil pengujian
konsentrasi (Cd) dalam air limbah (Tabel 2)
terlihat bahwa semua sampel air dari bak
yang berisi tanaman (reaktor proses) sampai
hari ke-9 menunjukkan konsentrasi Cd yang
lebih kecil dibandingkan sampel air dari bak
yang tidak diisi tanaman (bak kontrol),
diperkirakan bahwa tanaman telah menyerap
sebagian Cd dari air limbah artifisial. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi
Cd dalam bak kontrol berbeda nyata dengan
bak berisi tanaman, hal ini menunjukkan
bahwa tanaman telah nyata berpengaruh
dalam menurunkan konsentrasi Cd dalam air
limbah.
Konsentrasi Cd pada bak kontrol dan
reaktor proses menunjukkan adanya
penurunan. Walaupun terjadi fluktuasi nilai
konsentrasi Cd pada bak kontrol tetapi data
pengujian menunjukkan bahwa antara hari
ke-0 dan hari lainnya tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan, sehingga
dapat dikatakan konsentrasi hari ke-0 dan
hari lainnya adalah sama. Untuk bak berisi
tanaman, pengujian menunjukkan bahwa
antara hari ke-0 dan hari lainnya berbeda
secara nyata.
Pada hari ke-3 pengujian, konsentrasi
Cd menunjukkan penunurun untuk semua
kombinasi. Untuk konsentrasi awal 5 ppm
pada kombinasi KT1 menurun hingga 1,670
ppm, kombinasi KT2 menurun hingga 1,770
ppm dan kombinasi KT3 hingga 3,120 ppm.
Untuk konsentrasi awal 10 ppm di hari ke-3,
pada kombinasi KT1 hingga 4,790 ppm,
kombinasi KT2 sebesar 5,020 ppm dan
kombinasi KT3 sebesar 3,520 ppm.
Penurunan konsentrasi Cd diduga
disebabkan karena kemampuan tanaman
pada awal percobaan dalam menyerap logam
berat cenderung cukup tinggi. Penurunan
kandungan
Cd
dalam
air
limbah
mengindikasikan bahwa telah terjadi
permindahan logam dari air ke tanaman.
Selanjutnya, kadar logam berat Cd
pada air limbah cenderung semakin menurun
5
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suryati Tuti dan Budhi Priyanto (2003)
bahwa dari tiga jenis tanaman air yang
digunakan untuk fitoremediasi logam berat
kadmium (Cd) yang paling efektif berturutturut : eceng gondok, kayu apu dan
kayambang. Hasil yang sama juga
didapatkan dari penelitian yang dilakukan
oleh Puspita, dkk (2011) yang menggunakan
tanaman air sebagai agen fitoremediator
logam berat Cr pada air limbah batik, dan
hasil yang didapatkan bahwa diantara 3
tumbuhan air yang dicobakan, Eichornia
crassipes merupakan tumbuhan yang paling
mampu menurunkan kadar Cr air limbah
atik diikuti Pistia stratiotes dan Hydrilla
verticillata.
Secara umum, semua perlakuan
kombinasi tanaman mampu menurunkan
konsentrasi Cd dalam air limbah, walaupun
belum memenuhi baku mutu (0,1 ppm)
menurut Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No 03 tahun 2010.
2. Pengaruh Waktu Tinggal dan
Variasi
Konsentrasi
terhadap
Konsentrasi Logam Kadmium (Cd)
dalam Air Limbah
Konsentrasi awal logam digunakan
untuk melihat batas paparan logam sehingga
tanaman mampu menyerap secara maksimal.
Pada penelitian ini digunakan konsentrasi
awal logam Cd sebesar 5 dan 10 ppm
dengan waktu tinggal selama 3, 6 dan 9 hari.
Pengaruh waktu tinggal dan variasi
konsentrasi terhadap penurunan logam Cd
dalam air limbah pada masing-masing
konsentrasi ditunjukkan pada gambar di
bawah.
Gambar 2.
Gambar 3.
Pengaruh Waktu Tinggal
terhadap Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air
Limbah pada Kombinasi KT2
Gambar 4.
Pengaruh Waktu Tinggal
terhadap Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air
Limbah pada Kombinasi KT3
Gambar diatas memperlihatkan pada
waktu tinggal 3 hari telah terjadi penyerapan
logam Cd, akan tetapi penyerapan optimum
terjadi pada waktu tinggal 6 hari untuk
semua kombinasi tanaman kecuali pada
kombinasi KT3 dengan konsentrasi awal
logam Cd 10 ppm, dimana semakin lama
tanaman ditanam semakin besar pula logam
yang terserap oleh tanaman. Akan tetapi,
karena kemampuan tanaman uji dalam
menyerap logam Cd terbatas sehingga pada
waktu tinggal 9 hari terjadi peningkatan
konsentrasi logam Cd dalam air limbah.
Peningkatan konsentrasi logam Cd diduga
disebabkan karena tanaman semakin lama
terpapar logam Cd sehingga toksisitas logam
Cd pada tanaman semakin meningkat yang
kemudian akan mengakibatkan tingkat
penyerapan tanaman mengalami penurunan
setelah waktu tinggal 6 hari. Penurunan
tingkat penyerapan oleh tanaman diduga
terkait dengan kemampuan tanaman dalam
menyerap
logam berat
dan
dapat
memanfaatkannya untuk pertumbuhan.
Logam berat yang diberikan pada tanaman
dalam jumlah tertentu dapat membantu
Pengaruh Waktu Tinggal
terhadap Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air
Limbah pada Kombinasi
KT1
6
mempercepat pertumbuhan tanaman sebagai
suatu respon positif, namun pada tingkatan
tertentu
justru
dapat
menghambat
pertumbuhan tanaman bahkan kematian
tanaman sebagai bentuk respon negatif
tanaman (Mangkoedihardjo dan Samudro,
2010).
Selain waktu tinggal, konsentrasi
awal logam Cd juga memberikan pengaruh
terhadap penurunan logam Cd dalam air
limbah
pada
masing-masing
variasi
konsentrasi dimana pada umumnya jumlah
logam berat yang diserap oleh tanaman
sebanding dengan konsentrasi logam berat
yang ada di dalam air limbah. Semakin
tinggi konsentrasi logam, maka semakin
banyak logam yang dapat diserap oleh
tanaman. Konsentrasi logam dalam air
limbah juga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, dimana dengan meningkatnya
konsentrasi logam dalam air limbah
menyebabkan
pertumbuhan
tanaman
menjadi terhambat.
Dari hasil analisis pada gambar diatas
menunjukkan bahwa jumlah logam Cd
dalam air limbah semakin besar dengan
bertambahnya konsentrasi awal logam Cd.
Hal ini disebabkan karena dalam air limbah
pada konsentrasi awal 10 ppm mempunyai
kepadatan populasi ion yang lebih besar
dibandingkan pada konsentrasi awal 5 ppm.
Semakin tinggi jumlah ion Cd yang ada
dalam air limbah semakin tinggi pula
konsentrasi ion yang diserap oleh tanaman.
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh
Indrasti, Nastiti Siswi (2010) bahwa pada
konsentrasi tinggi (5 ppm - 10 ppm)
penyerapan oleh tanaman semakin menurun
dengan meningkatnya konsentrasi awal
logam sehingga menyebabkan jumlah logam
Cd dalam air limbah semakin besar dengan
bertambahnya konsentrasi awal logam.
Secara biologi proses penyerapan
unsur-unsur kimia oleh tanaman air
dilakukan lewat membran sel. Kation dari
unsur-unsur kimia tersebut terdapat di dalam
molekul air dan dikelilingi oleh molekul air
lainnya. Jadi jumlah ion yang berdifusi ke
rambut-rambut akar tergantung pada jumlah
molekul air yang berdifusi ke membran sel.
Semakin banyak molekul air yang diserap
oleh tanaman, berarti semakin banyak ionion logam tersebut yang masuk ke dalam
tubuh tanaman (Supradata, 1992 dalam
Syahputra. 2005).
3.
Pengaruh Aliran Kontinyu terhadap
Waktu Tinggal Tanaman
Reaktor
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah jenis one stage
kontinyu, yang terdiri dari tiga komponen
utama
yaitu
penampung
sementara
(reservoir), reaktor proses dan bak outlet.
Pada
tipe
aliran
kontinyu limbah
dimasukkan ke dalam reaktor proses secara
teratur dengan debit yang tetap pada satu
ujung dan keluar di ujung yang lain.
Pada aliran kontinyu, terjadi akumulasi
logam dalam air limbah. Hasil perhitungan
akumulasi konsentrasi logam Cd dalam air
limbah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Waktu
Tinggal
(hari)
T1
T2
T3
Akumulasi Konsentrasi Logam
Kadmium (Cd) dalam Air
Limbah
Konsentrasi
Awal Logam
Cd
(ppm)
5
10
5
10
5
10
Akumulasi logam
(ppm)
KT1
KT2
KT3
3,34
7,40
2,82
6,62
3,40
6,84
3,39
7,51
2,91
7,32
3,46
7,40
4,06
6,76
2,93
7,07
3,54
7,42
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
terjadi akumulasi logam yang disebakan
oleh adanya aliran limbah yang terus
menerus masuk ke dalam reaktor proses.
Aliran limbah yang terjadi menyebabkan
konsentrasi awal limbah dalam reaktor
proses terus berubah seiring waktu tinggal
air limbah.
Pengaruh akumulasi logam pada setiap
kombinasi tanaman dapat dilihat pada
Gambar 5, 6, dan 7.
Gambar 5.
7
Pengaruh Akumulasi Logam
Kadmium
(Cd)
terhadap
Waktu
Tinggal
pada
Kombinasi KT1
Gambar 6.
Pengaruh Akumulasi Logam
Kadmium
(Cd)
terhadap
Waktu
Tinggal
pada
Kombinasi KT2
Gambar 7.
Pengaruh Akumulasi Logam
Kadmium
(Cd)
terhadap
Waktu
Tinggal
pada
Kombinasi KT3
tanaman yang telah mencapai titik jenuh.
Sistem aliran kontinyu yang menyebabkan
terjadinya akumulasi logam dalam air
limbah merupakan salah satu penyebab
tanaman uji menjadi lebih cepat jenuh
sehingga kemampuan tanaman dalam
menyerap logam semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh adanya logam berat Cd
yang terus mengalir ke dalam reaktor proses
sehingga menyebabkan konsentrasi logam
Cd dalam air limbah akan terus meningkat
walaupun tanaman telah melakukan proses
fitoremediasi.
4. Hasil
Pengamatan
Morfologi
Tanaman
Pencemaran logam berat menyebabkan
kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman
yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan. hingga tingkat komunitas
tanaman.
Menurut
Fontes
(1995),
pencemaran menyebakan perubahan pada
tingkatan biokimia sel kemudian diikuti
perubahan fisiologi pada tingkat individu
hingga tingkat komunitas tanaman.
Kondisi Morfologi daun eceng gondok
dan kayu apu selama proses fitoremediasi
ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5:
Tabel 4. Perubahan Morfologi Tanaman
Selama Fitoremediasi Cd 5 ppm
Berdasarkan gambar diatas, terlihat
bahwa pada hari ke-3 untuk semua
kombinasi tanaman, akumulasi logam Cd
menurun seiring dengan lamanya waktu
tinggal tanaman dalam reaktor proses.
Demikian pula pada hari ke-6 dimana masih
terjadi penurunan akumulasi logam dalam
air limbah untuk semua kombinasi kecuali
pada kombinasi KT3 untuk konsentrasi 10
ppm. Akan tetapi, pada hari ke-9 perlakuan
fitoremediasi, terjadi peningkatan akumulasi
logam Cd dalam air limbah untuk semua
kombinasi tanaman.
Menurut Suryati Tuti dan Budhi
Priyanto (2003), tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan dan kayu apu
(Pistia stratiotes) mampu menurunkan
konsentrasi logam Cd dalam air limbah
sampai waktu tinggal hari ke-10. Hal ini
menunjukkan kondisi yang berbeda dimana
pada penelitian ini di hari ke-9 perlakuan
fitoremediasi telah terjadi peningkatan
konsentrasi maupun akumulasi logam Cd
dalam air limbah.
Peningkatan akumulasi logam Cd
dalam air limbah diduga disebabkan oleh
Waktu
tinggal
(hari)
T0
T1
T2
T3
8
Konsentrasi 5 ppm
KT1
KT2
KT3
Tabel 5. Perubahan Morfologi Tanaman
Selama Fitoremediasi Cd 10 ppm
Waktu
tinggal
(hari)
tanaman mengalami toksisitas logam Cd dari
air limbah. Menurut Darmono (1995)
klorosis adalah degenerasi klorofil (tidak
terbentuk / kurang berkembangnya klorofil)
sehingga daun menjadi kuning atau terjadi
mozaik dengan warna campuran hijau,
kuning dan hitam. Selain klorosis, gejala
lain yang terjadi pada tanaman yaitu
nekrosis. Nekrosis adalah kematian sel atau
jaringan pada organ hidup sehingga timbul
bercak dan warna kecoklatan pada tepi dan
ujung daun (Darmono, 1995).
Pada hari ke-6, jumlah tanaman yang
menguning dan layu semakin bertambah.
Hal ini diakibatkan karena tanaman terpapar
logam Cd dalam waktu yang semakin lama
sehingga penghambatan sintetis klorofil juga
semakin tinggi. Pada semua kombinasi,
tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) lebih
banyak yang mengalami gejala toksisitas
dibandingkan tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes). Kondisi tersebut
menunjukkan tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) mempunyai daya
adaptasi yang lebih besar terhadap air
limbah mengandung logam berat Cd
dibandingkan tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes).
Pada hari ke-9, tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia
stratiotes) pada semua kombinasi semakin
layu, bahkan tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes) pada konsentrasi 10 ppm
memberikan respon negative terhadap logam
Cd berupa kematian pada tanaman. Hal ini
diakibatkan karena tanaman terpapar logam
Cd dalam waktu yang semakin lama
sehingga penghambatan sintesis klorofil
juga semakin tinggi Perubahan kondisi fisik
tanaman pada konsentrasi 10 ppm lebih
besar daripada konsentrasi 5 ppm.
Perubahan tersebut erat kaitannya dengan
kemampuan tanaman dalam beradaptasi
pada kondisi tertentu. Pada konsentrasi 5
ppm, tanaman masih dapat beradaptasi
dengan kadar logam berat Cd pada air
limbah dibandingkan dengan konsentrasi 10
ppm, walaupun keduanya menimbulkan
gejala toksisitas pada tanaman.
5. Mekanisme Fitoremediasi pada
Tanaman Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dan Kayu Apu (Pistia
stratiotes)
Terjadinya perubahan fisik pada
tanaman disebabkan adanya perpindahan
Konsentrasi 5 ppm
KT1
KT2
KT3
T0
T1
T2
T3
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
kondisi fisik tanaman pada Tabel 4 dan 5
dapat dilihat adanya perubahan morfologi
tanaman dari awal penelitian sampai pada
hari ke-9, baik pada eceng gondok
(Eichornia crassipes) maupun kayu apu (
Pistia stratiotes).
Pada hari ke-0, tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia
stratiotes) pada ketiga kombinasi terlihat
berwarna hijau dan masih segar. Hal ini
berlaku untuk semua variasi konsentrasi.
Seiring bertambahnya waktu, dimana
konsentrasi Cd dalam air limbah semakin
menurun (Tabel 2), warna tanaman pun
berubah terutama pada konsentrasi 10 ppm.
Pada hari ke-3, tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes) pada masing-masing kombinasi
cenderung menguning dan layu sedangkan
pada tanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) terlihat lebih segar bila
dibandingkan dengan kayu apu (Pistia
stratiotes),
walaupun
ada
beberapa
perubahan warna daun menjadi kuning.
Perubahan warna daun pada tanaman
menunjukkan gejala klorosis yang diduga
9
logam dari limbah ke dalam tanaman, yaitu
melalui mekanisme penyerapan dalam
tanaman. Mekanisme fitoremediasi yang
mungkin terjadi pada eceng gondok
(Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia
stratiotes)
adalah
fitoekstraksi
dan
rhizofiltrasi.
Fitoekstraksi adalah proses absorbsi
(penyerapan) kontaminan berupa logam
berat oleh akar dan diikuti dengan
translokasi melalui xylem dan diakumulasi
di vakuola sel batang dan daun (Choudary,
1998). Berdasarkan hasil pengamatan pada
tanaman terlihat perubahan pada bagian
batang dan daun baik pada tanaman eceng
gondok (Eichornia crassipes) maupun pada
tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes),
dimana daun yang berwarna kuning dan
layu.
Selanjutnya, proses penting dalam
fitoremediasi
adalah
rhizoflitrasi.
Rhizofiltrasi adalah pengendapan zat
kontaminan seperti logam berat oleh akar
dengan bantuan zat pengkhelat (Lestari,
2011).
Menurut Siswoyo (2006), tanaman
mempunyai mekanisme tertentu untuk
mencegah keracunan logam terhadap sel
salah satunya dengan menimbun logam
dalam organ tertentu seperti akar.
Selanjutnya, Salisbury dan Ross (1995)
menyatakan bahwa spesies tanaman yang
tumbuh di lingkungan tercemar logam akan
mengalami stress metal dengan membentuk
zat fitokhelatin khususnya dibagian akar
sebagai mekanisme toleransi yang penting.
Fitokhelatin merupakan peptide kecil yang
kaya asam amino sistein yang mengandung
belerang. Atom belerang dalam sistem ini
yang kan mengikat logam berat dari media
tumbuh. Senyawa fitokhelatin yang terdapat
pada akar tanaman berfungsi untuk mengikat
unsur logam dan membawanya ke dalam sel
melalui proses transport aktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa semakin banyak penggunaan
eceng gondok (Eichornia crassipes), maka
tingkat
penyerapan
logam
semakin
meningkat yang berarti kemampuan
menyerap kontaminan pada eceng gondok
(Eichornia
crassipes)
lebih
tinggi
dibandingkan dengan kayu apu (Pistia
statiotes). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suryati Tuti dan Budhi
Priyanto (2003) bahwa dari tiga jenis
tanaman air yang digunakan untuk
fitoremediasi logam berat kadmium (Cd)
yang paling efektif berturut-turut : eceng
gondok, kayu apu dan kayambang. Hasil
yang sama juga didapatkan dari penelitian
yang dilakukan oleh Puspita, dkk (2011)
yang menggunakan tanaman air sebagai
agen fitoremediator logam berat Cr pada air
limbah batik, dan hasil yang didapatkan
bahwa diantara 3 tumbuhan air yang
dicobakan, Eichornia crassipes merupakan
tumbuhan yang paling mampu menurunkan
kadar Cr air limbah batik diikuti Pistia
stratiotes dan Hydrilla verticillata.
Kemampuan menyerap logam yang
lebih tinggi pada Eichornia crassipes
dimungkinkan karena penyerapan yang
terjadi dalam dua cara yaitu secara aktif dan
pasif (Puspita.dkk, 2011). Penyerapan secara
aktif melalui metabolisme tanaman dan
secara pasif menggunakan gugus fungsional
dalam jaringan tanaman (Gardea-Torresdey,
dkk. 1998 dalam Mohamad, 2011).
Penyerapan aktif tergantung pada anoin dan
kation yang terdapat pada tumbuhan. Proses
inilah yang melibatkan zat khelat yang
terdapat pada akar sehingga ion logam dapat
terserap.
Eichornia
crassipes
akan
mendepositkan logam berat ke dinding sel
dalam vakuola dan berikatan dengan
senyawa organik lainnya. Struktur spons
yang dimiliki oleh Eichornia crassipes juga
mampu menyerap unsur - unsur pencemar
dalam air limbah (Puspita.dkk, 2011).
Pada akar, tumbuhan ini mempunyai
senyawa fitokelatin yang berfungsi untuk
mengikat unsur logam dan membawanya ke
dalam sel melalui peristiwa transport aktif.
Selain logam berat terakumulasi pada akar,
logam berat juga akan terakumulasi juga
pada bagian jaringan tumbuhan lainnya
terutama pucuk daun.
Tingginya akumulasi logam di akar ini
disebabkan tumbuhan menyerap unsur hara
beserta logam yang ada dari air melalui akar.
Akar berfungsi sebagai organ penyerap dan
penyalur unsur-unsur hara ke bagian lain.
Sehubungan dengan fungsi tersebut maka
akar akan banyak menyerap unsur hara
sehingga akumulasi logam akan lebih tinggi
di akar dibandingkan dengan batang dan
daun.
Proses penyerapan logam berat oleh
kayu apu (Pistia stratiotes) juga terjadi pada
bagian akar dan daun. Selain itu, penyerapan
10
pada kayu apu (Pistia stratiotes) terjadi
karena proses difusi yaitu bergeraknya ion
logam dari konsentrasi yang lebih tinggi
(konsentrasi media) ke konsentrasi rendah
yaitu dalam membran sel tanaman (Ulfin
dan Widya, 2005).
Kemampuan
penyerapan
Pistia
stratiotes
yang
lebih
rendah
bila
dibandingkan dengan Eichornia crassipes
dimungkingkan karena ukurannya yang
lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lidiawati (2009) bahwa tumbuhan yang
berukuran lebih kecil memiliki kemampuan
yang kurang baik dalam mengolah
kontaminan.
kombinasi KT3 yang mempunyai
waktu tinggal optimum adalah 3 hari.
B.
Saran
Dari
hasil
analisa,
penurunan
konsentrasi Cd dengan system aliran
kontinyu masih kurang optimal maka
disarankan pada penelitian selanjutnya
melakukan uji pendahuluan terlebih dahulu
untuk mengetahui konsentrasi optimum
yang dapat diserap oleh tanaman eceng
gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu
(Pistia
stratiotes).
Untuk
mengatasi
kenaikan konsentrasi dalam reaktor proses
sebaiknya dilakukan regenerasi tanaman
pada waktu tinggal optimum tanaman.
Selain itu, factor-faktor eksternal juga
sebaiknya diperhatikan.
Kesimpulan dan Saran
A.
Kesimpulan
Dari hasil analisa penelitian yang telah
dilakukan
dapat
diambil
beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Fitoremediasi dengan menggunakan
kombinasi eceng gondok (Eichornia
crassipes) dan kayu apu (Pistia
stratiotes)
cenderung
mampu
menurunkan konsentrasi Cd dalam air
limbah dimana kombinasi KT1 (75EG :
25 KA) merupakan kombinasi dengan
penurunan konsentrasi tertinggi yaitu
konsentrasi Cd yang tertinggal setelah
perlakuan fitoremediasi adalah sebesar
0,630 ppm (87,40%) untuk konsentasi
awal 5 ppm sedangkan untuk
konsentrasi awal 10 ppm yaitu sebesar
3,230 ppm (67,70%).
2. Besarnya konsentrasi awal logam yang
ada dalam air limbah berpengaruh
terhadap penyerapan logam Cd dimana
pada konsentrasi tinggi (5 ppm-10
ppm) jumlah logam Cd dalam air
limbah
semakin
besar
dengan
bertambahnya konsentrasi awal logam.
Penurunan konsentrasi logam Cd
dalam air limbah umumnya terjadi
sampai waktu tinggal hari ke-6 yang
disebabkan oleh kemampuan tanaman
uji dalam menyerap logam Cd terbatas.
3. Dengan menggunakan system aliran
kontinyu, waktu tinggal optimum
kombinasi tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) maupun kayu
apu
(Pistia
stratiotes)
dalam
menyerapa logam Cd adalah 6 hari
untuk semua kombinasi kecuali
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI
6989.16 : 2009, Cara Uji Kadmium
(Cd)
secara
Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA)-nyala. Jakarta
Choudary, I. M, 1998. Phenolic and other
Constituent of fresh water Fern
Salvinia molesta. Phytochemistry,
69: 1018-1023, Karachi Pakistan
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem
Biologi Hidup Makhluk Hidup. UIPress. Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan
Pencemaran. UI-Press. Jakarta.
Fontes, R.L.F and Cox, F.R. 1995. Effect of
Sulfur Supply on Soybean Plants
Exposed To Zinc Toxicity, Journal
of Plant Nutrition.18,1893-1906.
Indrasti, Nastiti S. dkk. Penyerapan Logam
Pb dan Cd Oleh Eceng Gondok :
Pengaruh Konsentrasi Logam dan
Lama Waktu Kontak. J. Tek. Ind.
Pert. Vol. 16(1), 44-50.
Kawano, S., Nakagawa, H., Okumura, Y.,
Tsujikawa, K., 1984. “A Mortality
Study of Patients with Itai-Itai
Disease”. Enviromental Research 40,
98-102 (1986).
Lestari Sri, Slamet Santoso dan Sulastri A.
2011. Efektifitas Eceng Gondok
(Eichornia
Crassipes)
dalam
Penyerapan Kadmium (Cd) pada
Leachete TPA Gunung Tugel. Jurnal
Molekul Vol. 6 No. 1. Fakultas
Biologi,
Universitas
Jendral
Soedirman. Purwokerto.
11
Mangkoedihardjo, S. dan Samudro, G. 2010.
Fitoteknologi
Terapan.
Edisi
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Mohamad, Erni. 2011. Fitoremediasi Logam
Berat Kadmium (Cd) Pada Tanah
dengan Menggunakan Bayam Duri
(Amaranthus spinosus L). KimiaFakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Gorontalo.
Palar, H. 1994. Pencemaran & Toksikologi
Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 03
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Limbah bagi Kawasan Industri.
Puspita, UR, A.S. Siregar dan N.V. Hidayanti.
2011. Kemampuan Tumbuhan Air
sebagai Agen Fitoremediator Logam
Berat Kromium (Cr) yang terdapat
pada Limbah Cair Industri Batik.
Jurnal Penelitian Berkala Perikanan
Terubuk, Vol. 39 No.1. Himpunan
Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Riau.
Salisbury, FB dan CW. Ross. 1995. Fisiologi
Tanaman. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.
Siswoyo, E. 2006. Fitoremediasi Logam Berat
Khrom (Cr) Menggunakan Tanaman
Kiapu (Pistia Stratiotes). Jurnal
Teknik Lingkungan Edisi Khusus 1 :
291-300.
Syahputra, Rudy. 2005. Fitoremediasi Logam
Cu Dan Zn dengan Tanaman Eceng
Gondok (Eichhornia Crassipes
(Mart.) Solms). LOGIKA, Vol. 2,
No. 2.
Suryati Tuti dan Budhi Priyanto. 2003.
Eliminasi Logam Berat Kadmium
dalam Air Limbah Menggunakan
Tanaman Air. J.Tek.Ling, P3TLBPPT .4(3) : 143-147.
Susilaningsih, D. 1992. Pemanfaatan
Tumbuhan Hydrilla verticilatta dan
Eichornia crassipes sebagai Salah
satu
Usaha
Pengendalian
Pencemaran Logam Kromium (Cr)
dari Limbah Pelapisan Logam.
Skripsi.
Fakultas
Biologi,
Universitas Jendral Soedirman.
Purwokerto.
Ulfin, I. 2001. Penurunan Kadar Cd dan Pb
dalam Larutan dengan Kayu Apu :
Pengaruh pH dan Jumlah Kayu
Ulfin
12
Apu. Prosiding Senaki III. Kimia–
FMIPA. ITS. Surabaya.
I dan Widya W. 2005. Study
Penyerapan Kromium Dengan Kayu
Apu (Pistia stratiotes, L). Akta
Kimindo Vol. 1 : 41-48.
Download