Peraturan DPRD KOta POntianak Nomor 2 Tahun 2016 Tentang

advertisement
PIMPINAN DPRD KOTA PONTIANAK
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DPRD KOTA PONTIANAK
NOMOR 2 TAHUN 2016
TENTANG
TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
BADAN KEHORMATAN DPRD KOTA PONTIANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PIMPINAN DPRD KOTA PONTIANAK,
Menimbang
:
a. bahwa perkembangan ketatanegaraan dalam era
Indonesia baru merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari data proses reformasi dalam berbagai
aspek kehidupan kenegaraan yang antara lain,
ditentukan oleh kualitas kerja dan kinerja lembaga
legislatif yang memiliki komitmen politik, moralitas,
dan profesionalitas yang lebih tangguh dalam proses
pelaksanaan ketatanegaraan yang didasarkan pada
terciptanya
suatu
sistem
pengawasan
dan
keseimbangan antar lembaga daerah, sebagai upaya
untuk terwujudnya DPRD Kota Pontianak yang kuat,
produktif,
terpercaya,
dan
berwibawa
dalam
pelaksanaan
fungsi
legislasi,
anggaran,
dan
pengawasan;
b. bahwa Anggota DPRD Kota Pontianak merupakan
wakil rakyat yang mulia dan terhormat, serta
bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
negara, masyarakat, dan konstituennya dalam
melaksanakan tugas yang diamanatkan;
c. bahwa untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya,
Anggota DPRD Kota Pontianak telah menyusun suatu
Kode Etik yang berlaku secara internal, bersifat
mengikat serta wajib dipatuhi oleh setiap Anggota
DPRD Kota Pontianak dalam menjalankan tugasnya
selama di dalam ataupun di luar gedung demi menjaga
martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD
Kota Pontianak;
-2d. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan DPRD Kota Pontianak tentang
Tata Beracara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
Badan Kehormatan DPRD Kota Pontianak.
Mengingat
:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1953 Nomor 9, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah
Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong
dengan
mengubah
Undang-undang
Nomor
27
Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-undang
Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51, Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
Republik
Indonesia
Nomor 2756);
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tentang
Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4801) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas Undang-UNdang NOmor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189) ;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2012
Nomor
117,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara republiK Indonesia
Nomor 5679);
-36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4416), sebagaimana telah diubah terakhir
kalinya dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Dewan Perwakilan Rakyat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4712) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor
tentang Pedoman Penyusunan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
Republik
Indonesia
Tahun
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5104);
16 Tahun 2010
Tata Tertib Dewan
(Lembaran
Negara
2010
Nomor
22,
Republik Indonesia
8. Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Tata Tertib DPRD Kota Pontianak (Berita
Daerah Kota Pontianak Tahun 2014 Nomor 10);
9. Peraturan DPRD Kota Pontianak Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Kode Etik DPRD Kota Pontianak (Bertita
Daerah Kota Pontianak Tahun 2016 Nomor 1 ).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
DPRD
TENTANG
TATA
BERACARA
: PERATURAN
PELAKSANAAN
TUGAS
DAN
WEWENANG
BADAN
KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA
PONTIANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan DPRD ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggara urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam
sistem
dan
prinsip
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
-42. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Anggota DPRD Kota Pontianak yang selanjutnya disebut Anggota, adalah
wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguhsungguh memperhatikan kepentingan rakyat ;
5. Badan Kehormatan DPRD Kota Pontianak yang selanjutnya disebut sebagai
Badan Kehormatan, adalah alat kelengkapan DPRD Kota Pontianak yang
bersifat tetap sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan dan peraturan Tata Tertib DPRD Kota Pontianak;
6. Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Pontianak adalah peraturan yang
mengatur kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, dan tanggung
jawab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak beserta alat
kelengkapannya dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang
demokratis konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ;
7. Kode Etik DPRD Kota Pontianak, yang selanjutnya disebut Kode Etik,
adalah norma-norma moral yang ditujukan untuk menilai perilaku
dan/atau ucapan Anggota DPRD Kota Pontianak agar memenuhi kaidah
kepatutan, kewajiban dan larangan ;
8. Tata beracara adalah Aturan pelaksanaan tuntutan hak baik yang
mengandung pelanggaran maupun yang tidak mengandung pelanggaran
yang diajukan oleh pihak yang bekepentingan.
9. Pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar norma atau aturan
mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan
oleh Anggota ;
10. Pimpinan DPRD Kota Pontianak adalah terdiri atas seorang Ketua dan tiga
orang Wakil Ketua sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku ;
11. Pengaduan atau Pelaporan yang selanjutnya disebut dengan Pengaduan
adalah pemberitahuan yang dibuat secara tertulis disertai bukti-bukti awal
terhadap suatu tindakan dan/atau peristiwa yang patut diduga sebagai
suatu pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota ;
12. Pengadu adalah Pimpinan DPRD Kota Pontianak, Masyarakat baik secara
individual maupun kelompok, atau Pemilih ;
13. Teradu ialah Pimpinan DPRD, Pimpinan alat kelengkapan, atau Anggota
yang diadukan atau dilaporkan;
-514. Klarifikasi adalah proses pemeriksaan secara tatap muka dan langsung
untuk mengetahui kebenaran atas suatu dugaan pelanggaran tentang
kehadiran Anggota dan pelanggaran-pelanggaran lain yang merupakan
jenis pelanggaran kepatutan ;
15. Verifikasi adalah proses pemeriksaan silang kepada para pihak yang
mengetahui tentang dugaan pelanggaran, melalui tatap muka, alat bukti
lainnya,
atau
keterangan
yang
akan
menjelaskan
tentang
peristiwa/kejadian ;
16. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan
informasi
baik
berupa
bukti
maupun
kesaksian
atas
suatu
peristiwa/kejadian yang diduga sebagai dugaan pelanggaran, guna
menentukan pelanggaran tersebut terbukti atau tidak terbukti ;
BAB II
TUJUAN, TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN
Pasal 2
(1) Tujuan tata beracara Badan Kehormatan adalah untuk menegakkan tata
tertib dan kode etik anggota DPRD Kota Pontianak.
(2) Badan Kehormatan dibentuk oleh DPRD yang merupakan alat
kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan bertujuan menjaga serta
menegakan kehormatan dan keluhuran martabat DPRD sebagai Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah .
(3) Badan Kehormatan mempunyai tugas, fungsi, dan tujuan :
a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan terhadap
moral, kode Etik, dan /atau Peraturan Tata Tertib dalam rangka
menjaga martabat,kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD terhadap
Peraturan Tata Tertib dan/atau Kode Etik;
c. melakukan penyeledikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan
Pimpinan DPRD, Anggota DPRD, dan/atau masyarakat;
d. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas penyelidikan, verifikasi,
dan klarifikasi sebnagaimana dimaksud pada huruf c dalam rapat
paripurna DPRD;dan
e. merehabilitasi nama baik Anggota yang terbukti tak bersalah.
(4) Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Badan Kehormatan dapat meminta bantuan
kepada ahli independen.
-6Pasal 3
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Menerima surat dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan
dan/atau pemanggilan dan/atau penyidikan kepada Anggota DPRD atas
dugaan melakukan tindak pidana;
Meminta keterangan dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan
dan/atau pemanggilan dan/atau penyedikan kepada Anggota DPRD atas
dugaan melakukan tindak pidana;
Meminta keterangan dari Anggota DPRD yang diduga melakukan tindak
pidana;
Memberikan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis mengenai
pemanggilan dan permintaan keterangan dari pihak penegak hukum
kepada Anggota DPRD yang diduga melakukan tindak pidana;
Mendampingi penegak hukum dalam melakukan penggeledahan dan
penyitaan terhadap
Anggota DPRD yang diduga melakukan tindak
pidana.
Badan Kehormatan memberikan rekomendasi advokasi kepada pimpinan
DPRD bagi anggota DPRD yang terindikasi melakukan tindak pidana.
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas, Badan Kehormatan berwenang :
a. memanggil Anggota DPRD untuk memberikan penjelasan dan pembelaan
terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan
b. meminta keterangan pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang
terkait, termasuk untuk meminta dikumen atau bukti lain .
Pasal 5
(1)
Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi kepada Anggota DPRD yang
terbukti melanggar Kode Etik dan/atau Peraturan Tata Tertib
berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi oleh Badan
Kehormatan.
(2)
Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan tentang
Tata Tertib dan Kode Etik dapat dijatuhi sanksi berupa:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD;
d.pemberhentian sementara sebagai Anggota DPRD; atau
e.pemberhentian sebagai Anggota DPRD.
(3)
Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa
teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sebagai Pimpinan Alat
Kelengkapan DPRD atau pemberhentian sementara sebagai Anggota
DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Anggota DPRD yang
bersangkutan, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Partai Politik yang
bersangkutan.
-7(5)
Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi berupa
pemberhentian sebagai Anggota DPRD diproses sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan Verifikasi atas
Pengaduan terhadap Anggota DPRD karena:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undangundang;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai Anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. tidak menghadiri Rapat Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan
DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali
berturut-turut tanpa alasan yang sah dan jelas;
d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPRD sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau
e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undangundang tentang Pemerintahan Daerah, Tata Tertib dan Kode Etik.
(2)
Kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah kehadiran
fisik Anggota DPRD yang dibuktikan secara administratif melalui tanda
tangan daftar hadir.
(3)
Sekretariat Rapat Paripurna dan sekretariat alat kelengkapan DPRD
setelah rapat selesai, menyampaikan daftar kehadiran Anggota DPRD
kepada Badan Kehormatan
Pasal 7
(1)
(2)
(3)
Pelanggaran yang tidak memerlukan Pengaduan adalah pelanggaran yang
dilakukan oleh Anggota DPRD berupa:
a. ketidakhadiran dalam rapat DPRD yang menjadi kewajibannya;
b. tertangkap tangan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan;
c. dugaan pelanggaran Kode Etik dan Tata Tertib yang sudah tersiar di
beberapa media cetak dan/atau elektronik; dan
d. terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman lebih dari 5 (lima)
tahun penjara dan telah mendapatkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap (in kracht van gewisjde/final and binding).
Penanganan
pelanggaran
yang
tidak
memerlukan
Pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:
a. hasil Verifikasi terhadap pelanggaran yang tidak memerlukan
Pengaduan
b. usulan anggota Badan Kehormatan atau pimpinan Badan Kehormatan.
Rapat Badan Kehormatan memutuskan tindak lanjut terhadap
penanganan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) .
-8(4)
Badan Kehormatan menyampaikan pemberitahuan kepada Pimpinan
DPRD terhadap penanganan terhadap pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
BAB III
MATERI DAN TATA CARA PENGADUAN
Pasal 8
Badan Kehormatan melakukan tugas dan wewenangnya terhadap materi
pengaduan yang memenuhi syarat secara materiil dan administratif.
Pasal 9
Pengaduan atau pelaporan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
oleh Pengadu yang memuat:
a. Identitas Pengadu, meliputi :
Nama
Tempat/tanggal lahir/umur
Agama
Pekerjaan
Kewarganegaraan
Alamat lengkap
Nomor telepon/faksimili/telepon
seluler/email (bila ada) :
:
:
:
:
:
:
:
b. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan yang meliputi: tugas
dan wewenang Badan Kehormatan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan Peraturan Tata Tertib, kedudukan pengadu dan
keterkaitannya langsung dengan materi pengaduan, alasan pengaduan
harus diuraikan secara jelas dan rinci bahwa seorang Teradu telah patut
diduga melanggar ketentuan larangan, melanggar kewajiban, dan/atau
melanggar kepatutan, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,
Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Pontianak, atau Kode Etik DPRD Kota
Pontianak.
c. Pengaduan atau pelaporan harus disertai dengan alasan dan/atau alat
bukti lain yang mendukung pengaduan atau pelaporan tersebut.
d. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam pengaduan, yaitu:
mengabulkan pengaduan Pengadu, menyatakan bahwa perilaku Teradu
tidak sesuai dengan Kode Etik DPRD Kota Pontianak, Peraturan Tata Tertib
DPRD Kota Pontianak dan peraturan perundang-undangan lain, meminta
agar Teradu diberi sanksi sesuai ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD Kota Pontianak.
-9Pasal 10
Pengaduan yang diajukan wajib ditandatangani/cap jempol langsung oleh
pengadu dan dapat didampingi oleh pihak yang ditunjuk.
Pasal 11
Dalam hal absensi, sebagaimana diatur dalam Kode Etik, tidak diperlukan
pengaduan.
Pasal 12
Tata cara pengajuan pengaduan yaitu :
a.
b.
Pengaduan diajukan kepada Badan Kehormatan melalui Sekretariat .
Sekretariat wajib memeriksa kelengkapan administrasi dan alat bukti
yang mendukung pengaduan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
sekurang-kurangnya berupa:
1. Bukti diri Pengadu yaitu :
a) Surat resmi dengan logo DPRD dalam hal Pengadu adalah
Pimpinan DPRD ;
b) Foto copy identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk dalam hal
Pengadu adalah masyarakat perorangan warga negara Indonesia ;
c) Foto copy identitas diri berupa kartu anggota dalam hal Pengadu
adalah selaku pemilih.
c.
d.
e.
f.
2. bukti surat atau tulisan yang berkaitan dengan alasan pengaduan ;
3. bila diperlukan, pengadu dapat mengajukan daftar calon saksi disertai
pernyataan singkat tentang hal-hal yang akan diterangkan terkait
dengan alasan pengaduan, serta pernyataan bersedia menghadiri
persidangan, dalam hal ini, Pengadu bermaksud mengajukan saksi ;
4. daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang terkait
dengan alasan pengaduan.
apabila berkas pengaduan dinilai telah lengkap, berkas pengaduan
dinyatakan diterima oleh Sekretariat dengan memberikan Surat
Penerimaan Berkas Perkara kepada Pengadu ;
apabila berkas pengaduan belum lengkap, Sekretariat memberitahukan
kepada Pengadu tentang kelengkapan pengaduan yang harus dipenuhi,
dan Pengadu harus sudah melengkapinya dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Pemberitahuan
kekurang-lengkapan Berkas ;
apabila kelengkapan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak dipenuhi, maka Sekretariat menerbitkan surat yang menyatakan
bahwa pengaduan tersebut tidak diregistrasi dalam Buku Registrasi
Perkara Etik dan diberitahukan kepada Pengadu.
pengaduan diajukan tanpa dibebani biaya.
-10Pasal 13
(1) Badan Kehormatan wajib merahasiakan identitas pengadu.
(2) Apabila diperlukan, Badan Kehormatan dapat meminta kepada penegak
hukum untuk memberikan perlindungan keamanan kepada pengadu.
BAB IV
REGISTRASI PENGADUAN, PENJADWALANRAPAT DAN PANGGILAN SIDANG
Bagian Kesatu
Registrasi Pengaduan
Pasal 14
Pengaduan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Etik dan diberi nomor perkara.
Pasal 15
Badan Kehormatan menyampaikan salinan surat pengaduan kepada Teradu
dengan disertai nomor perkara, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari dengan surat resmi.
Pasal 16
(1)
(2)
Dalam hal pengaduan yang telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara
Etik dan dilakukan penarikan kembali oleh Pengadu, maka Sekretariat
menerbitkan Surat Pembatalan Registrasi atas pengaduan yang telah
diajukan Pengadu, dan diberitahukan kepada Pengadu disertai dengan
pengembalian berkas pengaduan jika diminta ;
Teradu dinyatakan tidak melakukan pelanggaran kode etik apabila terjadi
penarikan kembali, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Penjadwalan Rapat
Pasal 17
Sekretariat menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada
Pimpinan Badan Kehormatan untuk menetapkan jadwal pemeriksaan perkara
tersebut.
Pasal 18
Pimpinan Badan Kehormatan menetapkan hari sidang pertama dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.
-11Bagian Ketiga
Panggilan Sidang
Pasal 19
(1)
(2)
(3)
(4)
Badan Kehormatan menyampaikan panggilan kepada Teradu setelah
lewat 14 (empat belas) hari sejak salinan surat pengaduan disampaikan
kepada Teradu ;
Surat panggilan harus diterima oleh Teradu paling lambat 3 (tiga) hari
sebelum Sidang Badan Kehormatan yang ditentukan ;
Teradu harus datang/memenuhi panggilan sendiri dalam persidangan
yang dilakukan oleh Badan Kehormatan dan tidak dapat memberi kuasa
kepada orang lain ;
Dalam hal Teradu tidak memenuhi panggilan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), sampai 3 (tiga) kali, Badan Kehormatan dapat segera
membahas tanpa kehadiran Teradu.
BAB V
VERIVIKASI
Bagian kesatu
Sidang Verivikasi
Pasal 20
(1)
(2)
(3)
(4)
Pemeriksaan persidangan dilakukan dalam sidang Badan Kehormatan
yang bersifat tertutup.
Pemeriksaan persidangan dilakukan secara tertutup dan rahasia yang
dipimpin oleh Ketua Badan Kehormatan.
Dalam hal Ketua Badan Kehormatan berhalangan memimpin
pemeriksaan, maka pemeriksaan dipimpin oleh Wakil Ketua Badan
Kehormatan.
Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Badan Kehormatan berhalangan
memimpin pemeriksaan, maka pemeriksaan ditunda sampai dengan salah
seorang pimpinan Badan Kehormatan hadir.
Pasal 21
Badan Kehormatan wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari
Pengadu, Teradu, saksi atau Pihak Terkait.
-12Pasal 22
Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud Pasal 20 adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
pemeriksaan pokok-pokok pengaduan ;
pemeriksaan alat-alat bukti ;
mendengarkan keterangan Pengadu ;
mendengarkan keterangan Teradu ;
mendengarkan keterangan saksi ;
mendengarkan keterangan ahli ;
mendengarkan keterangan Pihak Terkait ;
pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan dan/atau
peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat
dijadikan petunjuk ;
pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik atau yang serupa
dengan itu.
Pasal 23
Dalam hal Pengadu mengajukan permohonan penarikan kembali di tengah
jalannya pemeriksaan persidangan, Rapat Badan Kehormatan dapat
mengambil keputusan penarikan kembali dan meminta kepada Sekretariat
untuk mencatat dalam Buku Registrasi Perkara Etik.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 24
(1)
(2)
(3)
Pembuktian dibebankan kepada Pengadu.
Apabila dipandang perlu, Badan Kehormatan dapat pula membebankan
pembuktian kepada Teradu.
Pengadu, Teradu, saksi dan Pihak Terkait dapat mengajukan bukti
sebaliknya.
Bagian Ketiga
Alat Bukti
Pasal 25
(1)
(2)
Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum, tidak dapat dijadikan sebagai alat
bukti yang sah ;
Badan Kehormatan menentukan sah atau tidak sahnya suatu alat bukti
dalam persidangan di Badan Kehormatan ;
-13(3)
Badan Kehormatan menilai alat-alat bukti yang diajukan dalam
pemeriksaan dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang
satu dan alat bukti yang lain.
Pasal 26
(1)
(2)
(3)
Pemeriksaan alat bukti surat atau tulisan dimulai dengan menanyakan
cara perolehannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum ;
Pemeriksaan alat bukti, surat atau tulisan yang berupa
foto copy
meliputi :
a. materi pengaduan ; dan
b. legalisasi dan/atau pencocokan dengan surat asliya.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi,
Ketua Sidang menyatakan sah dalam persidangan Badan Kehormatan.
Pasal 27
(1)
(2)
Saksi dapat diajukan oleh Pengadu, Teradu, Pihak Terkait atau dipanggil
atas perintah Badan Kehormatan.
Pemeriksaan saksi dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat
tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) saksi dan
kesediaannya diambil sumpah atau janji berdasarkan agamanya untuk
menerangkan apa yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri.
Bagian Keempat
Verivikasi terhadap Pimpinan dan/atau anggota badan kehormatan
Pasal 28
(1)
(2)
(3)
Ahli dapat diajukan oleh Pengadu, Teradu, Pihak Terkait atau dipanggil
atas perintah Badan Kehormatan.
Pemeriksaan ahli dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat
tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) dan Riwayat hidup
serta keahliannya, dan ditanyakan pula kesediaannya diambil sumpah
atau janji berdasarkan agamanya untuk menerangkan sesuai
keahliannya.
Keterangan ahli dapat dipertimbangkan oleh Badan Kehormatan bila tidak
memiliki kepentingan yang bersifat pribadi dengan Pengadu, Teradu,
Pihak Terkait dan kasus yang diadukan.
Pasal 29
Pemeriksaan terhadap pihak terkait dilakukan dengan mendengar keterangan
yang berkaitan dengan pokok pengaduan.
-14Pasal 30
Dalam hal diperlukan untuk memperoleh keyakinan dalam melakukan
pembuktian, Badan Kehormatan dapat melakukan penyelidikan di daerah dan
kelembagaan tertentu.
Bagian Kelima
Pembelaan
Pasal 31
(1)
(2)
(3)
Pengadu dapat mengemukakan alasan pembelaan berdasarkan alat bukti
di hadapan Sidang Badan Kehormatan ;
Teradu dapat mengemukakan alasan pembelaan berdasarkan alat bukti
di hadapan Sidang Badan Kehormatan.
Sidang Badan Kehormatan harus mempertimbangkan alasan pembelaan.
Pasal 32
(1)
(2)
(3)
Pengadu dapat didampingi oleh pihak yang ditunjuk ;
Teradu dapat didampingi oleh pihak yang ditunjuk ;
Pihak pendamping tidak mempunyai hak berbicara dalam persidangan
Badan Kehormatan.
Pasal 33
(1)
(2)
Sidang Badan Kehormatan dapat menerima atau menolak sebagian atau
keseluruhan alasan pembelaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ;
Sidang Badan Kehormatan memasukkan alasan pembelaan sebagaimana
dimaksud pasal31 ayat (3) ke dalam naskah Keputusan Badan
Kehormatan.
BAB VI
RAPAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 34
(1)
(2)
(3)
Rapat pengambilan keputusan Badan Kehormatan dilakukan secara
tertutup dan rahasia yang dipimpin oleh Ketua Badan Kehormatan.
Dalam hal Ketua Badan Kehormatan berhalangan memimpin sidang,
rapat pengambilan keputusan dipimpin oleh Wakil Ketua Badan
Kehormatan.
Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Badan Kehormatan berhalangan
memimpin sidang, rapat pengambilan keputusan ditunda sampai dengan
salah seorang pimpinan Badan Kehormatan hadir.
-15Pasal 35
Rapat pengambilan keputusan melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap :
a. risalah rapat atau transkrip pemeriksaan persidangan; dan
b. pendapat etik Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Kehormatan.
Pasal 36
Rapat pengambilan keputusan Badan Kehormatan mengambil keputusan
setelah menimbang :
a.
b.
c.
d.
e.
Asas-asas dalam Kode Etik ;
Fakta-fakta dalam hasil pemeriksaan persidangan ;
Fakta-fakta dalam pembuktian ;
Fakta-fakta dalam pembelaan ;dan
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, Peraturan
Tata Tertib DPRD serta Kode Etik.
BAB VII
KEPUTUSAN
Pasal 37
(1) Keputusan Badan Kehormatan sedapat mungkin diambil secara
musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal tidak dicapai mufakat maka pengambilan keputusan ditunda
paling lambat 3 (tiga) hari sampai rapat berikutnya.
(3) Setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh dan tidak dapat dicapai
mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(4) Dalam menghormati pendapat anggota Badan Kehormatan yang berbeda
terhadap keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pendapat
tersebut dapat dimuat dalam keputusan, kecuali anggota Badan
Kehormatan yang bersangkutan tidak menghendaki.
Pasal 38
Setiap keputusan Badan Kehormatan harus memuat :
1.
2.
3.
4.
5.
Kepala putusan berbunyi “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA” ;
Identitas Pengadu ;
Identitas Teradu ;
Ringkasan pengaduan ;
Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam pemeriksaan
persidangan ;
-16-
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam pembuktian ;
Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam pembelaan ;
Pertimbangan hukum yang menjadi dasar keputusan ;
Amar putusan ;
Pendapat etik yang berbeda dari anggota Badan Kehormatan ; dan
Hari dan tanggal keputusan, nama dan tanda tangan seluruh Pimpinan
dan Anggota Badan Kehormatan.
Pasal 39
Amar keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 angka 9 berbunyi :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Menyatakan pengaduan Pengadu tidak dapat diterima ;
Mengabulkan pengaduan Pengadu ;
Menyatakan pengaduan Pengadu ditolak ;
Menyatakan Teradu tidak terbukti melanggar Peraturan Tata Tertib dan
Kode Etik dan memperoleh Rehabilitasi ;
Menyatakan Teradu terbukti melanggar Peraturan Tata Tertib dan Kode
Etik, serta diberi sanksi.
Pasal 40
Keputusan Sidang Badan Kehormatan bersifat mengikat.
Pasal 41
Salinan keputusan Badan Kehormatan dikirimkan kepada Pengadu dan/atau
Teradu, serta tembusan kepada Pimpinan DPRD Kota Pontianak, dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan
dalam rapat pengambilan keputusan Badan Kehormatan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Peraturan DPRD ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-17Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
DPRD ini dengan Penempatannya dalam Berita Daerah Kota Pontianak.
Ditetapkan di Pontianak
pada tanggal 23 Mei 2016
KETUA DPRD KOTA PONTIANAK,
SATARUDIN
Diundangkan di Pontianak
pada tanggal 23 Mei 2016
SEKRETARIS DAERAH KOTA PONTIANAK,
MOCHAMAD AKIP
BERITA DAERAH KOTA PONTIANAK TAHUN 2016 NOMOR 2
Download
Study collections