TUGAS PEMIKIRAN FILSAFAT (Plato) Dosen Pengampu : Bpk Virgana., Disusun oleh : Anik Inayati Program Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2012 Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 1 BIODATA PENULIS Nama NIM Tempat Tanggal Lahir Tempat Kerja Lampung. No HP Email : Anik Inayati : 2011980002 : Kertomulyo, 11 Juli 1977 : Akper Dharma Wacana Metro, d/a Jl. Kenanga No. 3 Mulyojati 16 C Kota Metro : 081326446665 : [email protected] Jakarta, 9 Januari 2012 Mahasiswi, Anik Inayati Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Syukur Alhamduliilah atas petunjk dan Ridha Allah atas pertolongan Allah jualah, akhirnya Makalah ini dapat diselesaikan, namun penulis yakin banyak kesalahan dan kekeliruan, maka dari itu kritik dan serta saran yang konstruktif sangat diharapkan demi sempurnanya Makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan keharibaan Nabi kita Muhammad S.A.W, keluarga dan segenap sahabat-sahabatnya. Yang telah menunjukkan kepada kita kebenaran dan mutlak yaitu dengan hadirnya Agama Islam. Penulis juga tidak menutup mata bahwa makalah ini juga bisa terselesaikan berkat bantuan banyak pihak, maka dalam kesempatan ini kami ucapkan terimaksih yang tak terhingga kepada bapak Virgana dan rekan-rekan satu angkatan program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta angkatan 2011, sehingga penulis bias menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Jakarta, 9 Januari 2012 Penulis Anik Inayati Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Keahrifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan. Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang kita sebut “filosofis” dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang biasa disebut “ilmiah” dalam pengertian yang luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang, sampai batas-batas tertentu. Filsafat, sebagaimana yang disampaikan Bertrand Russell, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Semua pengetahuan yang definitif adalah termasuk sains, sedangkan semua dogma, yang melampaui pengetahuan definitif termasuk ke dalam teologi. Namun, di antara keduanya terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, wilayah tak bertuan ini adalah filsafat.Hampir semua persoalan yang sangat menarik bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa dijawab oleh sains, dan jawaban-jawaban yang meyakinkan dari para teolog tidak lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana pada abad-abad sebelumnya. Di antara seluruh filasuf, baik pada zaman kuno, pertengahan maupun modern, Plato dan Aristoteles adalah dua tokoh paling berpengaruh. Dengan demikian, dalam sejarah tentang pemikiran filsafat memang sangatlah perlu membicarakan pemikiran dari Plato. Tulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran singkat tentang Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 4 pemikiran Plato, khususnya ketika membicarakan tentang realitas yang sesungguhnya. Rujukan utama yang digunakan penyusun dalam penulisan makalah ini adalah buku “History of Western Philosophy and its Connection with Political and social Circumstances from the Earlies Times to the Present Day” karya Bertrand Russell, yang diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko, dkk dalam “Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang”. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran (yang asli). B. TUJUAN Tujuan Umum Mengenal dan memahami tentang filsafat Yunani Klasik yang dipelopori oleh Plato, yang mencakup tentang idea plato, etik plato, Negara, dan buah tangan yang dihasilkan oleh plato. Tujuan khusus penulisan makalah meliputi: 1. Mengetahui biografi Plato 2. Menganalisa Teori Pemikiran Plato: a. Teori Plato Tentang Ide dan Pengenalan b. Teori Plato Tentang Manusia c. Pemikiran Plato tentang Negara Dalam Ilmu Negara d. Filsafat Politik Menurut Plato 3. Menganalisa Idealimse Plato 4. Menganalisa Etika Plato Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 5 BAB II TINJAUAN TEORI A. BIOGRAFI PLATO Plato (427-347 SM) dilahirkan di lingkungan keluarga bangsawan kota Athena. Semenjak muda ia sangat mengagumi Socrates (470-399), seorang filsuf yang menentang ajaran para sofis, sehingga pemikiran Plato sangat dipengaruhi sosok yang di kemudian hari menjadi gurunya tersebut. Plato memiliki bakat yang sangat besar untuk menjadi pengarang, terbukti hingga saat ini setidaknya 24 dialog Plato dianggap sebagai kesusastraan dunia. Sebagaimana Socrates, Plato selalu mengadakan percakapan dengan warga Athena untuk menuliskan pikiran-pikirannya. Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan ia pun merupakan bangsawan. Ia keturunan bangsawan dikarenakan ayahnya yang bernama Ariston merupakan keturunan raja Athena dan raja Messenia, sedangkan ibunya juga mendukung kategori kebangsawanan Plato dikarenakan ibunya yang bernama Perictone memiliki hubungan baik dengan pembuat hukum yang juga seorang negarawan bernama Solon . Ketika Plato masih kecil, ayahnya meninggal, dan ibunya menikah dengan Pyrilampes, yang merupakan assosiasi dari perincles dari negarawan. Sebagai pria muda Plato memiliki ambisi politik, tapi ia menjadi kecewa oleh kepemimpinan politik di Athena. Dia akhirnya menjadi murid Socrates, menerima filosofi dasar dan gaya perdebatan dialektis: mengejar kebenaran melalui pertanyaan, jawaban, dan pertanyaan tambahan. Plato merupakan filsuf Yunani yang menghasilkan banyak karya, ada yang berupa karya sendiri mau pun karya yang dibuatkan oleh para muridnya. Cita-cita Plato dahulunya ingin menjadi seorang politikus, tetapi dikarenakan kejadian bahwa Socrates mati dihukum minum racun, pupus sudah cita-citanya. Plato mengurungkan niatnya menjadi seorang politikus dikarenakan Socrates itulah yang merupakan Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 6 gurunya selama 8 tahun (Hadiwijono, 38:2005). Salah satu pemikiran Plato yang terkenal ialah pandangannya mengenai realitas. Menurutnya realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia: dunia yang terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka bagi panca indra. Dunia pertama terdiri atas idea-idea dan dunia berikutnya ialah dunia jasmani. Pemikiran Plato tersebut bahkan berhasil mendamaikan pertentangan antara pemikiran Heraklitus dan Parmenides. Dalam 387 Akademi Plato didirikan di Athena, lembaga sering digambarkan sebagai universitas Eropa pertama. Hal ini memberikan kurikulum yang komprehensif, termasuk mata pelajaran seperti astronomi, biologi, matematika, teori politik, dan filsafat. Plato pergi ke Sisilia tahun 367 untuk guru penguasa baru dari Syracuse, Dionisius yang Muda, dalam seni aturan filosofis. Percobaan gagal. Plato membuat perjalanan lain ke Syracuse pada tahun 361, tapi sekali lagi pertunangannya dalam urusan Sisilia bertemu dengan sedikit keberhasilan. Tahun-tahun penutup hidupnya dihabiskan mengajar di Akademi dan menulis. Dia meninggal pada sekitar usia 80 di Athena pada 348 atau 347 SM. B. Teori Pemikiran Plato Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato. Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu “ide” atau “forma” bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu “ide” ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak “real”. Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari “ide”, Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 7 yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai berbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini. Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang “sesuatu”, yakni “sesuatu” yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus. Maka kita tiba pada kesimpulan bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri. Dari sini Plato membawa kita pada perbedaan antara dunia intelek dengan dunia inderawi. Plato berusaha menjelaskan perbedaan antara visi intelektual yang jelas dan visi persepsi inderawi yang kabur dengan jalan membandingkannya dengan indera penglihatan. Kita bisa melihat obyek dengan jelas ketika matahari menyinarinya; dalam cahaya temaram penglihatan kita kabur; dan dalam gelap gulita kita tidak dapat melihat sama sekali. Menurutnya, dunia ide-ide adalah apa yang kita lihat ketika obyek diterangi matahari, sedangkan dunia dimana segala sesuatu tidak abadi adalah dunia kabur karena temaramnya cahaya. Namun untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang dimaksudnya. Plato memberikan sebuah tamsil, Menurut tamsil tentang gua itu, mereka yang tidak memiliki pengetahuan filsafat bisa diibaratkan sebagai narapidana dalam gua, yang hanya bisa memandang ke satu arah karena tubuhnya terikat, sementara di belakangnya ada api yang menyala dan di depannya ada dinding gua. Mereka hanya dapat melihat bayang-bayang yang dipantulkan pada dinding gua oleh cahaya api. Mereka hanya bisa menganggap bayang-bayang itu sebagai kenyataan dan tidak dapat memiliki pengertian tentang benda-benda yang menjadi sumber bayangbayang. Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan filsafat, ia gambarkan sebagai seorang yang mampu keluar dari gua tersebut dan dapat melihat segala sesuatu yang nyata dan sadar bahwa sebelumnya ia tertipu oleh bayang-bayang. Namun ketika ia Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 8 kembali ke gua untuk memberitahukan kepada teman-temannya tentang dunia nyata, ia tidak dapat lagi melihat bayang-bayang secara jelas jika dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga di mata teman-temannya ia tampak menjadi lebih bodoh daripada sebelum ia bebas. Demikianlah pemikiran Plato mengenai realitas yang sebenarnya. Teori Plato tentang ide-ide tersebut, menurut penyusun, mengandung sekian kesalahan yang cukup jelas. Kendati demikian, pemikiran itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat, sebab inilah teori pertama yang menekankan masalah universal, yang dalam pelbagai bentuknya, masih bertahan hingga sekarang. Pemikiran Plato Tentang Mimesis yang berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan . Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah . Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut). Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 9 Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan . Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio . Ajaran Plato dapat dikategorikan menjadi tiga besar yaitu: ajaran tentang ide dan ajaran tentang pengenalan, dan ajaran tentang manusia. Ajaran-ajaran ini didapatkan dari buku-buku yang telah ditulisnya, serta buku berisi tentang dialog Plato yang disusun oleh orang lain atau bisa jadi oleh muridnya, 1. Tentang Ide dan Pengenalan Plato sebelumnya telah memberi solusi terhadap persoalan tentang sesuatu yang berubah dan sesuatu yang tetap. Persoalan ini merupakan perlawanan pemikiran antara Herakleitos dan Parmenides. Plato memberi solusi dengan mengemukakan gagasan bahwa ada sesuatu yang tetap dan ada pula yang berubah. Dari sini Plato sekaligus menyetujui pendapat keduanya serta menambahkan pendapat Parmenides bahwa sesuatu yang tetap kekal tidak berubah itu adalah ide atau “idea”. Menurut Plato ide merupakan sesuatu yang memimpin pemikiran manusia. Ide bukanlah hasil pemikiran subjektif, melainkan ide itu objektif. Ide lepas dari subjek yang berpikir. Meski pun tiap orang berbeda dengan orang yang lain, atau tidak ada orang yang persis sama meski pun ia anak kembar, tetap saja orang adalah manusia inilah idenya yang tak berubah itu. Adanya suatu pengamatan dan Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 10 pengungkapan yang serba bervariasi dan berubah itu merupakan pengungkapan atas ide yang tidak berubah. Orang bisa mengamati satu benda yang sama tetapi masing-masing orang punya pendapat lain. Plato memiliki pandangan lebih tentang hakikat atau esensi dari segala sesuatu dibandingkan dengan Socrates. Plato meneruskan pendapat Socrates bahwa hakikat segala sesuatu bukan hanya dapat diketahui melalui keumuman, melainkan hakikat dari segala sesuatu itu nyata dalam ide. Solusi pertentangan Herakleitos dan Parmenides, dikemukakan Plato dengan mengkategorikan dua macam dunia, yaitu dunia yang serba berubah, serba jamak, dan tiada hal yang sempurna, sifatnya inderawi. Lalu dunia ide, yang merupakan dunia tanpa perubahan, tanpa kejamakan dalam artian bahwa (yang baik hanya satu, yang adil hanya satu, dan sebagainya) dan bersifat kekal. Ide-ide di dunia hadir dalam benda yang kongkrit, semisal ide manusia ada pada tiap manusia, ide kucing ada pada tiap kucing. Benda-benda tersebut juga mengambil peran dan berpartisipasi dengan ide-idenya. Misalnya ada kucing sakti, kucing kampung, kucing peliharaan. Dalam contoh tersebut terdapat ide kucing, ide sakti, ide kampung, ide peliharaan. Ide tersebut berfungsi sebagai contoh benda-benda yang kita amati di dunia ini (Hadiwijono, 41:2005). Telah disinggung, bahwa di dalam dunia idea tiada kejamakan, dalam arti ini, bahwa “yang baik” hanya satu saja dan seterusnya, sehingga tiada bermacammacam “yang baik”. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dunia ide itu hanya terdiri dari satu ide saja, melainkan ada banyak ide. Oleh karena itu dilihat dari segi lain harus juga dikatakan bahwa ada bermacam-macam ide, ide manusia, binatang, dan lain-lainnya. Ide yang satu dihubungkan dengan ide yang lain, umpamanya seperti yang telah dikemukakan: ide bunga dikaitkan dengan ide bagus, ide api dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara ide-ide ini disebut koinonia (persekutuan). Di dalam dunia ide itu juga ada hierarki, umpamanya: ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk dan seterusnya. Segala ide itu jikalau disusun secara hierarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya, yang menyinari segala ide. 2. Tentang Manusia Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 11 Menurut Plato ada dua hal yang utama dalam manusia yaitu jiwa dan tubuh, keduanya merupakan kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang adikodrati, yang berasal dari dunia ide dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati (Hadiwijono, 43:2005). Tidak seperti Socrates yang menganggap bahwa jiwa merupakan satu asas tunggal, Plato memiliki pendapat bahwa jiwa memiliki tiga bagian yaitu: rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaan yang dapat mengendalikan kepada rasa yang lebih rendah seperti nafsu, kehendak yang dihubungkan dengan kegagahan, dan keinginan yang dihubungkan dengan nafsu (Delfgaauw, 25:1992). Plato percaya bahwa jiwa itu dipenjarakan di dalam tubuh, oleh karena itu jiwa harus dilepaskan dengan cara berusaha mendapatkan pengetahuan untuk melihat ide-ide. Plato juga percaya bahwa ada pra-eksistensi jiwa dan jiwa itu tidak dapat mati. Dalam tubuh jiwa terbelenggu dan untuk melepas jiwa dari tubuh hanya sedikit orang yang berhasil (mencapai pengetahuan dan mengalami ide-ide). Sikap yang selalu terpikat pada ke-tubuh-an kongkrit inilah yang membuat sulit. Ada sebuah mitos yang diuraikan oleh Plato sehingga dapat mudah memahami maksud Plato tentang jiwa dan tubuh. Manusia dilukiskan sebagai orang-orang tawanan yang berderet-deret dibelenggu di tengah-tengah sebuah gua, dengan muka mereka dihadapkan ke dinding gua, dan tubuh mereka membelakangi lubang masuk gua. Sementara di luar gua ada api unggun yang sinarnya sampai ke dalam gua dan di luar itu pula ada banyak orang yang lewat. Secara otomatis cahaya api unggun tadi membuat bayangan orang pada dinding gua, tentu saja para tawanan tadi melihat bayangan tadi. Para tawanan itu pun selama hidupnya hanya melihat bayangan, dan mereka menganggap bahwa itulah kenyataan hidup. Pada suatu hari seorang tawanan dilepaskan dan dibolehkan untuk melihat ke belakang ke luar gua. Akhirnya seorang tawanan itu tahu bahwa yang selama ini dilihat adalah bayangan belaka. Tawanan itu pun menyadari bahwa kenyataan yang baru saja dilihat ternyata jauh lebih indah dari pada bayangan. Lalu tawanan yang telah memiliki pengalaman dan menyadari bahwa kenyataan di luar lebih indah itu menceritakan kepada para tawanan lain. Tetapi reaksi mereka di luar dugaan, mereka tidak percaya dan membunuh tawanan yang bercerita. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 12 Begitu sulitnya untuk lepas dari belenggu tubuh, oleh karena itu paling tidak menurut Plato, orang harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan sebanyakbanyaknya tentang kenyataan dan ide-ide. Hal ini juga berarti Plato tidak menyuruh untuk lari dari dunia, tetapi hal yang sempurna tidak akan ada didapatkan di dunia ini. Oleh karenanya usaha untuk memperoleh hal yang terbaik di dunia manusia harus mendapat pendidikan. Pendidikan bukan hanya persoalan akal semata, tetapi juga memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarahkan diri pada akal demi mengatur nafsu-nafsu. 3. Pemikiran Plato tentang Negara Dalam Ilmu Negara Plato telah menulis dalam bukunya “Politieia” tentang bagaimanakah corak negara yang sebaiknya atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara yang ideal. Perlu diterangkan bahwa Ilmu Negara pada zaman Plato merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Oleh karena itu, Ilmu Negara diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masih merupakan Sosial moral dan differensiasi ilmu pengetahuan yang pada waktu itu belum ada. Segala soal yang berhubungan dengan negara kota atau polis tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan negara, tetapi hanya menggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal. Dalam uraiannya Plato menyamakan negara dengan manusia yang mempunyai tiga kemampuan jiwa, yaitu: (a) Kehendak, (b) Akal pikiran, (c) Perasaan Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa yang ada pada manusia tersebut maka di dalam negara juga terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai kemampuannya masing-masing. Golongan yang pertama disebut golongan yang memerintah, yang merupakan otaknya di dalam negara dengan mempergunakan akal pikirannya. Orang-orang yang mampu memerintah adalah orang yang mempunyai kemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi. Golongan kedua adalah golongan ksatria/prajurit dan bertugas menjaga keamanan negara jika diserang dari luar atau kalau keadaan di dalam negara mengalami kekacauan. Mereka hidup di dalam asrama-asrama dan menunggu perintah dari negara untuk tugas tersebut di atas. Golongan ini dapat disamakan dengan kemauan dari hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa yang Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 13 disamakan dengan perasaan manusia. Golongan ini termasuk golongan petani dan pedagang yang menghasilkan makanan untuk seluruh penduduk. Pada saat itu orang menganggap bahwa golongan ini termasuk golongan yang terendah dalam masyarakat. Jelas bahwa paham dari Plato hanya suatu angan-angan saja dan ia sadar bahwa negara semacam itu tidak mungkin terjadi di dalam kenyataan karena sifat manusia itu sendiri tidak sempurna. Selanjutnya ia menciptakan suatu bentuk negara yang maksimal dapat dicapai disebut sebagai negara hukum. Dalam negara hukum semua orang tunduk kepada hukum termasuk juga penguasa atau raja yang kadang-kadang dapat juga bertindak sewenang-wenang 4. Filsafat Politik Menurut Plato Berbicara tentang filsafat klsik maka sedikit atau banyak telah mengingatkan kita pada seorang Plato. Pemikiran dan karya-karya dalam bidang filsafat banyak mempengaruhi pemikiran politik pada umumnya (pemikran politik barat dan islam). Perkembangan keilmuan dan teknologi selalu membawa dampak pada perubahan dan pengembangan dari ilmu tersebut. Terkadang tidak jarang pemikiran seorang ahli hanya dapat bertahan beberapa tahun atau periode saja. Ketika datang ilmuan yang baru dengan metode yang baru maka ilmu yang telah dikembangkan sebelumnya menjadi tidak layak lagi dalam pengembangan berikutnya. Perlu dicatat bahwa pengembangan ilmu sosial untuk menjadi sebuah ilmu yang scientific berbeda dengan proses yang dimilki oleh ilmu alam. Pada dasarnya ilmu sosial disusun berdasarkan kespakatan sudut pandang tertentu dan metode yang berbeda pula. Alfred North whitehead mengatakan bahwa sejarah filsafat barat hanyalah merupakan rangkaian catatan kaki (footnote) dari Plato. Walaupun Plato bukan yang mengawali ilmu ini namun ia telah meberikan gagasan penting dari beberapa konsep tentang politik, Negara dan kekuasaan. Selain Plato ada juga Socrates yang menjadi guru sekaligus sahabat baginya. Kemudian muncul Aristoteles yang sedikit banyak mengkritik pemikiran Plato yang tidak lain adalah gurunya sendiri. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 14 C. Idealimse Plato Dalam pemikran filsafatnya Plato juga masih banyak dipengaruhi oleh para pemikir lain sebelumnya, terutama Socrates yang menjadi guru yang sangat dihormati dan diagungkan oleh Plato. “ the noblest an the wisest and most just2. Hal ini menujukan kecintaan Plato pada sang guru yang paling mulia dan bijaksana dan yang paling tulus. Sebenarnya seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajaranya tentang ide. Plato percaya bahwa dunia ini sebenarnya adalah dunia ide. Segala ssuatu dapat dilihat secara rasionalitas lewat panca indra. Palto meletakkan seluruh gagasannya adalah ide. Plato mencontohkan bahwa manusia, hewan, pohon, dan lain sebagainya akan mati dan berubah. Tetapi gagasan ide tentang manusia, hewan, dan pohon tersebut tindakan mati. Karena bagi Plato ide adalah realitas yang sebenranya atau keberadaan ada yang sebenarnya. Sehingga ide bukan hanya sekedar gagasan atau hanya sekedar gambaran yang ada dalam pikiran manusia. Ide bukanlah suatu yang subjektif yang tercipta oleh daya pikir manusia dan oleh sebab itu keberadaan ide lalu tergantung pada daya pikir manusia. Sebagaimana realitas yang sebenarnya. Bagi Plato ide adalah bersifat objektif, keberadaan ide tidak tergantung pada daya pikir manusia. Ide itu mandiri, sempurna, dan tidak berubah-ubah. Oleh kaeran itu filsafat politik Plato sering disebut filsafat idealism. Jika ide merupakn ralitas yang sebenranya, maka bagimana halnya dengan alam fisik yang dikenal manusia melalui panca indera?. Kenyataan menunjukan bahwa alam indar itu senantiasa berada dalam perubahan, tidak tetap dan tidak sempurna, tidak abadi, majemuk, dan puspa ragam. Kenyataan demikian menunjukan dunia indrawi bukan realitas yang sebenarnya. Dunia indrawi hanyalah bayangan dan gambaran yang tidak lengkap dan tidak sempurna dari dunia ide. Beraneka ragam kursi dalam dalam dunia indrwai adalah bayangan yang tidak lengkap dari kursi yang sempurna yang ada didunia ide. Kursi yang sempurna dalam dunia ide hanya ada satu, sedangkan yang ada dalam dunia indrawi adalah bermacam-macam. Karena sebagai bayangan atau gambaran yang tidak sempurna dari kursi yang ada dalam dunia ide. Bagimana manusia dapat mengetahui bahwa apa yang ada dalam dunia indrawi adalah gambar atau bayang dari apa yang ada dalam dunia ide?. Sebagi jawabannya, jiwa tampil sebagai penghubung antara dunia indrawi dan dunia ide. Sebelum jiwa Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 15 manusia terpenjara oleh tubuh ia berada dalam dunia ide dan oleh karena itu ia mengenal segala sesuatu yang ada di dunia ide. Sesudah jiwa masuk kedalam dunia indrawi dan terpenjara oleh tubuh, maka setiap kali ia mengamati benda-benda fisik yang berada di dunia indrawi ia akan teringan ide dari benda itu, yang asli dan sempurna yang ada didunia ide. Bagi Plato pengetahuan adalah ingatan. Mengetahui berarti mengingat. Upaya untuk memperoleh kepengatahuan berarti upaya kembali untuk memasuki dunia ide lewat ingatan. Dengan filsafat, manusia berupaya untuk kembali mengingat apa yang dahulu pernah diketahui dengan sempurna di dunia ide. D. Etika Plato Plato adalah termasuk tokoh filsafat yang mengutamakan etika. Dia merumuskan bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Sehingga untuk mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan manusia harus berupaya melalui etika. Namun demikian kesenangan hidup yang di maksud Plato adalah bukan kesenangan dengan memuaskna hawa nafsu selama hidup di dunia indrawi. Pada tataran ini Plato konsisten dengan ajarannaya tentang dua dunia, yaitu dunia indrawi dan dunia ide, dunia yang sebenarnya. Sehinggga kesenangan hidup harus diihat dari dua dunia tersebut. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Plato bahwa dunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Semua ide dengan indrawi yang baik atau ide kebaikan dan ide kebajikan sebagai ide yang tertinggi yang ada di dunia ide adalah realitas yang sebenarnya. Sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia indrawi hanyalah merupakan realitas bayangan. Jiwa manusia sebelum terpenjara oleh tubuh adalah berasal dari dunia ide. Oleh kareana itu sifat pengetahuan bagi Plato adalah sebuah upaya untuk kembali kedunia awal, duina ide dalam proses mengingat. Etika Plato jelas didasarkan pada pengetahuan, sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimilki lewat akal budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut sebagai etika rasional. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 16 BAB III PEMBAHASAN Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yang begitu. Pertama, sifat karyanya Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monumen bagi sang guru yang dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat. Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah selasai tetapi harus dimulai kembali. Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 17 dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Idea hadir di dalam benda, idea-idea berpartisipasi dalam kongkret, dan idea merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang adaada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama "Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos. Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu pasti. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 18 BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Dari pembahasan singkat mengenai pemikiran Plato, dapat kita simpulkan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara keduanya tentang realitas hakiki. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan) dalam diri seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, — konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta sebagainya. Page 19 Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Ini adalah persoalan ada (“being”) dan mengada (menjadi, “becoming”). Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Daftar Pustaka Bertrand Russell (2004), Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Ed II . Yogyakarta; Pustaka Pelajar (di terjemahkan dari “History of Western Philosophy and its Connection with Political and social Circumstances from the Earlies Times to the Present Day” oleh Sigit Jatmiko, dkk), Bertens, K (1979) . Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius Delfgaauw, Bernard (1992) Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Penerjemah: Soejono Soemargono. PT Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta. Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 20 Hadiwijono, Dr. Harun (2005). Sari Sejarah Filsafat Barat I. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Luxemberg, Jan Van dkk (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia Ravertz, Jerome R. (2007). Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pelajar Offset Teew. A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta Page 21