UMJ Plato (Anik Inayati)

advertisement
TUGAS
PEMIKIRAN FILSAFAT (Plato)
Dosen Pengampu : Bpk Virgana.,
Disusun oleh :
Anik Inayati
Program Magister Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Tahun 2012
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 1
BIODATA PENULIS
Nama
NIM
Tempat Tanggal Lahir
Tempat Kerja
Lampung.
No HP
Email
: Anik Inayati
: 2011980002
: Kertomulyo, 11 Juli 1977
: Akper Dharma Wacana Metro,
d/a Jl. Kenanga No. 3 Mulyojati 16 C Kota Metro
: 081326446665
: [email protected]
Jakarta, 9 Januari 2012
Mahasiswi,
Anik Inayati
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamduliilah atas petunjk dan Ridha Allah atas pertolongan Allah jualah, akhirnya
Makalah ini dapat diselesaikan, namun penulis yakin banyak kesalahan dan kekeliruan, maka
dari itu kritik dan serta saran yang konstruktif sangat diharapkan demi sempurnanya Makalah
ini.
Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan keharibaan Nabi kita Muhammad S.A.W,
keluarga dan segenap sahabat-sahabatnya. Yang telah menunjukkan kepada kita kebenaran
dan mutlak yaitu dengan hadirnya Agama Islam.
Penulis juga tidak menutup mata bahwa makalah ini juga bisa terselesaikan berkat bantuan
banyak pihak, maka dalam kesempatan ini kami ucapkan terimaksih yang tak terhingga
kepada bapak Virgana dan rekan-rekan satu angkatan program Magister Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta angkatan 2011, sehingga penulis bias menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
Jakarta, 9 Januari 2012
Penulis
Anik Inayati
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak
dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada
masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta
Keahrifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari
kata Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang
Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang kita sebut “filosofis” dihasilkan
oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis warisan; kedua,
semacam penelitian yang biasa disebut “ilmiah” dalam pengertian yang luas. Kedua
faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara
perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang,
sampai batas-batas tertentu. Filsafat, sebagaimana yang disampaikan Bertrand
Russell, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Semua
pengetahuan yang definitif adalah termasuk sains, sedangkan semua dogma, yang
melampaui pengetahuan definitif termasuk ke dalam teologi. Namun, di antara
keduanya terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun,
wilayah tak bertuan ini adalah filsafat.Hampir semua persoalan yang sangat menarik
bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa dijawab oleh sains, dan jawaban-jawaban
yang meyakinkan dari para teolog tidak lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana
pada abad-abad sebelumnya.
Di antara seluruh filasuf, baik pada zaman kuno, pertengahan maupun modern, Plato
dan Aristoteles adalah dua tokoh paling berpengaruh. Dengan demikian, dalam
sejarah tentang pemikiran filsafat memang sangatlah perlu membicarakan pemikiran
dari Plato. Tulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran singkat tentang
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 4
pemikiran Plato, khususnya ketika membicarakan tentang realitas yang sesungguhnya.
Rujukan utama yang digunakan penyusun dalam penulisan makalah ini adalah buku
“History of Western Philosophy and its Connection with Political and social
Circumstances from the Earlies Times to the Present Day” karya Bertrand Russell,
yang diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko, dkk dalam “Sejarah Filsafat Barat dan
Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang”. Plato
(427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru
Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran (yang asli).
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengenal dan memahami tentang filsafat Yunani Klasik yang dipelopori oleh Plato,
yang mencakup tentang idea plato, etik plato, Negara, dan buah tangan yang
dihasilkan oleh plato.
Tujuan khusus penulisan makalah meliputi:
1. Mengetahui biografi Plato
2. Menganalisa Teori Pemikiran Plato:
a. Teori Plato Tentang Ide dan Pengenalan
b. Teori Plato Tentang Manusia
c. Pemikiran Plato tentang Negara Dalam Ilmu Negara
d. Filsafat Politik Menurut Plato
3. Menganalisa Idealimse Plato
4. Menganalisa Etika Plato
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. BIOGRAFI PLATO
Plato (427-347 SM) dilahirkan di lingkungan keluarga bangsawan kota Athena.
Semenjak muda ia sangat mengagumi Socrates (470-399), seorang filsuf yang
menentang ajaran para sofis, sehingga pemikiran Plato sangat dipengaruhi sosok yang
di kemudian hari menjadi gurunya tersebut. Plato memiliki bakat yang sangat besar
untuk menjadi pengarang, terbukti hingga saat ini setidaknya 24 dialog Plato dianggap
sebagai kesusastraan dunia. Sebagaimana Socrates, Plato selalu mengadakan
percakapan dengan warga Athena untuk menuliskan pikiran-pikirannya. Plato
dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan ia pun merupakan bangsawan. Ia
keturunan bangsawan dikarenakan ayahnya yang bernama Ariston merupakan
keturunan raja Athena dan raja Messenia, sedangkan ibunya juga mendukung kategori
kebangsawanan Plato dikarenakan ibunya yang bernama Perictone memiliki
hubungan baik dengan pembuat hukum yang juga seorang negarawan bernama Solon
.
Ketika Plato masih kecil, ayahnya meninggal, dan ibunya menikah dengan
Pyrilampes, yang merupakan assosiasi dari perincles dari negarawan. Sebagai pria
muda Plato memiliki ambisi politik, tapi ia menjadi kecewa oleh kepemimpinan
politik di Athena. Dia akhirnya menjadi murid Socrates, menerima filosofi dasar dan
gaya perdebatan dialektis: mengejar kebenaran melalui pertanyaan, jawaban, dan
pertanyaan tambahan.
Plato merupakan filsuf Yunani yang menghasilkan banyak karya, ada yang berupa
karya sendiri mau pun karya yang dibuatkan oleh para muridnya. Cita-cita Plato
dahulunya ingin menjadi seorang politikus, tetapi dikarenakan kejadian bahwa
Socrates mati dihukum minum racun, pupus sudah cita-citanya. Plato mengurungkan
niatnya menjadi seorang politikus dikarenakan Socrates itulah yang merupakan
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 6
gurunya selama 8 tahun (Hadiwijono, 38:2005). Salah satu pemikiran Plato yang
terkenal ialah pandangannya mengenai realitas. Menurutnya realitas seluruhnya
terbagi atas dua dunia: dunia yang terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka
bagi panca indra. Dunia pertama terdiri atas idea-idea dan dunia berikutnya ialah
dunia jasmani. Pemikiran Plato tersebut bahkan berhasil mendamaikan pertentangan
antara pemikiran Heraklitus dan Parmenides.
Dalam 387 Akademi Plato didirikan di Athena, lembaga sering digambarkan sebagai
universitas Eropa pertama. Hal ini memberikan kurikulum yang komprehensif,
termasuk mata pelajaran seperti astronomi, biologi, matematika, teori politik, dan
filsafat. Plato pergi ke Sisilia tahun 367 untuk guru penguasa baru dari Syracuse,
Dionisius yang Muda, dalam seni aturan filosofis. Percobaan gagal. Plato membuat
perjalanan lain ke Syracuse pada tahun 361, tapi sekali lagi pertunangannya dalam
urusan Sisilia bertemu dengan sedikit keberhasilan. Tahun-tahun penutup hidupnya
dihabiskan mengajar di Akademi dan menulis. Dia meninggal pada sekitar usia 80 di
Athena pada 348 atau 347 SM.
B. Teori Pemikiran Plato
Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah teorinya tentang ide-ide, yang
merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga
kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi bersifat
metafisis. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil
mendamaikan pendapatnya Heraklitus dengan pendapatnya Permenides, menurut
Heraklitus segala sesuatu selalu berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi
hanya bagi dunia jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu
sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut
Plato.
Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama,
mereka tentunya juga memiliki satu “ide” atau “forma” bersama. Sebagai contoh,
meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada satu “ide” ranjang.
Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak “real”.
Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari “ide”,
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 7
yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai
ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh
pengetahuan, tetapi mengenai berbagai ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, yang
bisa
kita
peroleh
hanyalah
opini.
Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato adalah, bahwa orang yang
memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang “sesuatu”, yakni
“sesuatu” yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak ada. Oleh karena itu
pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis mustahil bisa keliru. Sedangkan
opini bisa saja keliru, sebab opini tidak mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab
ini mustahil dan tidak mungkin pula tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan.
Dengan begitu opini pastilah tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus.
Maka kita tiba pada kesimpulan bahwa opini adalah tentang dunia yang tampil pada
indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra-inderawi;
sebagai misal, opini berkaitan dengan benda-benda partikular yang indah, sementara
pengetahuan berkaitan dengan keindahan itu sendiri. Dari sini Plato membawa kita
pada perbedaan antara dunia intelek dengan dunia inderawi. Plato berusaha
menjelaskan perbedaan antara visi intelektual yang jelas dan visi persepsi inderawi
yang kabur dengan jalan membandingkannya dengan indera penglihatan. Kita bisa
melihat obyek dengan jelas ketika matahari menyinarinya; dalam cahaya temaram
penglihatan kita kabur; dan dalam gelap gulita kita tidak dapat melihat sama sekali.
Menurutnya, dunia ide-ide adalah apa yang kita lihat ketika obyek diterangi matahari,
sedangkan dunia dimana segala sesuatu tidak abadi adalah dunia kabur karena
temaramnya cahaya. Namun untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa
yang dimaksudnya. Plato memberikan sebuah tamsil, Menurut tamsil tentang gua itu,
mereka yang tidak memiliki pengetahuan filsafat bisa diibaratkan sebagai narapidana
dalam gua, yang hanya bisa memandang ke satu arah karena tubuhnya terikat,
sementara di belakangnya ada api yang menyala dan di depannya ada dinding gua.
Mereka hanya dapat melihat bayang-bayang yang dipantulkan pada dinding gua oleh
cahaya api. Mereka hanya bisa menganggap bayang-bayang itu sebagai kenyataan dan
tidak dapat memiliki pengertian tentang benda-benda yang menjadi sumber bayangbayang. Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan filsafat, ia gambarkan sebagai
seorang yang mampu keluar dari gua tersebut dan dapat melihat segala sesuatu yang
nyata dan sadar bahwa sebelumnya ia tertipu oleh bayang-bayang. Namun ketika ia
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 8
kembali ke gua untuk memberitahukan kepada teman-temannya tentang dunia nyata,
ia tidak dapat lagi melihat bayang-bayang secara jelas jika dibandingkan dengan
teman-temannya, sehingga di mata teman-temannya ia tampak menjadi lebih bodoh
daripada sebelum ia bebas. Demikianlah pemikiran Plato mengenai realitas yang
sebenarnya. Teori Plato tentang ide-ide tersebut, menurut penyusun, mengandung
sekian kesalahan yang cukup jelas. Kendati demikian, pemikiran itu pun
menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat, sebab inilah teori pertama yang
menekankan masalah universal, yang dalam pelbagai bentuknya, masih bertahan
hingga sekarang. Pemikiran Plato Tentang Mimesis yang berasal bahasa Yunani yang
berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai
pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya
untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan
Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal
filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan
kehidupan . Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh
pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana
pandangannya mengenai seni. Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap
suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan
dunia ideal yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat diketahui
melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Ide bagi
Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya ide mengenai bentuk
segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang
terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak
dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah . Berdasarkan
pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah
seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh.
Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap
seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan
meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang
dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang
kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia
menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut tidak akan
pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut).
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 9
Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau
penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya
mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra.
Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh
panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap
menjiplak
dari
jiplakan
.
Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah
menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang
lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin
mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan
pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada
secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah
dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena
cenderung menghimbau emosi, bukan rasio .
Ajaran Plato dapat dikategorikan menjadi tiga besar yaitu: ajaran tentang ide dan
ajaran tentang pengenalan, dan ajaran tentang manusia. Ajaran-ajaran ini didapatkan
dari buku-buku yang telah ditulisnya, serta buku berisi tentang dialog Plato yang
disusun oleh orang lain atau bisa jadi oleh muridnya,
1. Tentang Ide dan Pengenalan
Plato sebelumnya telah memberi solusi terhadap persoalan tentang sesuatu yang
berubah dan sesuatu yang tetap. Persoalan ini merupakan perlawanan pemikiran
antara Herakleitos dan Parmenides. Plato memberi solusi dengan mengemukakan
gagasan bahwa ada sesuatu yang tetap dan ada pula yang berubah. Dari sini Plato
sekaligus
menyetujui
pendapat
keduanya
serta
menambahkan
pendapat
Parmenides bahwa sesuatu yang tetap kekal tidak berubah itu adalah ide atau
“idea”.
Menurut Plato ide merupakan sesuatu yang memimpin pemikiran manusia. Ide
bukanlah hasil pemikiran subjektif, melainkan ide itu objektif. Ide lepas dari
subjek yang berpikir. Meski pun tiap orang berbeda dengan orang yang lain, atau
tidak ada orang yang persis sama meski pun ia anak kembar, tetap saja orang
adalah manusia inilah idenya yang tak berubah itu. Adanya suatu pengamatan dan
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 10
pengungkapan yang serba bervariasi dan berubah itu merupakan pengungkapan
atas ide yang tidak berubah. Orang bisa mengamati satu benda yang sama tetapi
masing-masing orang punya pendapat lain.
Plato memiliki pandangan lebih tentang hakikat atau esensi dari segala sesuatu
dibandingkan dengan Socrates. Plato meneruskan pendapat Socrates bahwa
hakikat segala sesuatu bukan hanya dapat diketahui melalui keumuman,
melainkan hakikat dari segala sesuatu itu nyata dalam ide. Solusi pertentangan
Herakleitos dan Parmenides, dikemukakan Plato dengan mengkategorikan dua
macam dunia, yaitu dunia yang serba berubah, serba jamak, dan tiada hal yang
sempurna, sifatnya inderawi. Lalu dunia ide, yang merupakan dunia tanpa
perubahan, tanpa kejamakan dalam artian bahwa (yang baik hanya satu, yang adil
hanya satu, dan sebagainya) dan bersifat kekal.
Ide-ide di dunia hadir dalam benda yang kongkrit, semisal ide manusia ada pada
tiap manusia, ide kucing ada pada tiap kucing. Benda-benda tersebut juga
mengambil peran dan berpartisipasi dengan ide-idenya. Misalnya ada kucing
sakti, kucing kampung, kucing peliharaan. Dalam contoh tersebut terdapat ide
kucing, ide sakti, ide kampung, ide peliharaan. Ide tersebut berfungsi sebagai
contoh benda-benda yang kita amati di dunia ini (Hadiwijono, 41:2005).
Telah disinggung, bahwa di dalam dunia idea tiada kejamakan, dalam arti ini,
bahwa “yang baik” hanya satu saja dan seterusnya, sehingga tiada bermacammacam “yang baik”. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dunia ide itu hanya terdiri
dari satu ide saja, melainkan ada banyak ide. Oleh karena itu dilihat dari segi lain
harus juga dikatakan bahwa ada bermacam-macam ide, ide manusia, binatang, dan
lain-lainnya. Ide yang satu dihubungkan dengan ide yang lain, umpamanya seperti
yang telah dikemukakan: ide bunga dikaitkan dengan ide bagus, ide api
dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara ide-ide ini
disebut koinonia (persekutuan). Di dalam dunia ide itu juga ada hierarki,
umpamanya: ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang,
termasuk ide makhluk dan seterusnya. Segala ide itu jikalau disusun secara
hierarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya, yang menyinari segala ide.
2. Tentang Manusia
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 11
Menurut Plato ada dua hal yang utama dalam manusia yaitu jiwa dan tubuh,
keduanya merupakan kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa
berada sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang adikodrati, yang berasal dari dunia ide
dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati (Hadiwijono, 43:2005). Tidak
seperti Socrates yang menganggap bahwa jiwa merupakan satu asas tunggal, Plato
memiliki pendapat bahwa jiwa memiliki tiga bagian yaitu: rasional yang
dihubungkan dengan kebijaksanaan yang dapat mengendalikan kepada rasa yang
lebih rendah seperti nafsu, kehendak yang dihubungkan dengan kegagahan, dan
keinginan yang dihubungkan dengan nafsu (Delfgaauw, 25:1992).
Plato percaya bahwa jiwa itu dipenjarakan di dalam tubuh, oleh karena itu jiwa
harus dilepaskan dengan cara berusaha mendapatkan pengetahuan untuk melihat
ide-ide. Plato juga percaya bahwa ada pra-eksistensi jiwa dan jiwa itu tidak dapat
mati. Dalam tubuh jiwa terbelenggu dan untuk melepas jiwa dari tubuh hanya
sedikit orang yang berhasil (mencapai pengetahuan dan mengalami ide-ide). Sikap
yang selalu terpikat pada ke-tubuh-an kongkrit inilah yang membuat sulit. Ada
sebuah mitos yang diuraikan oleh Plato sehingga dapat mudah memahami maksud
Plato tentang jiwa dan tubuh. Manusia dilukiskan sebagai orang-orang tawanan
yang berderet-deret dibelenggu di tengah-tengah sebuah gua, dengan muka
mereka dihadapkan ke dinding gua, dan tubuh mereka membelakangi lubang
masuk gua. Sementara di luar gua ada api unggun yang sinarnya sampai ke dalam
gua dan di luar itu pula ada banyak orang yang lewat. Secara otomatis cahaya api
unggun tadi membuat bayangan orang pada dinding gua, tentu saja para tawanan
tadi melihat bayangan tadi. Para tawanan itu pun selama hidupnya hanya melihat
bayangan, dan mereka menganggap bahwa itulah kenyataan hidup. Pada suatu
hari seorang tawanan dilepaskan dan dibolehkan untuk melihat ke belakang ke
luar gua. Akhirnya seorang tawanan itu tahu bahwa yang selama ini dilihat adalah
bayangan belaka. Tawanan itu pun menyadari bahwa kenyataan yang baru saja
dilihat ternyata jauh lebih indah dari pada bayangan. Lalu tawanan yang telah
memiliki pengalaman dan menyadari bahwa kenyataan di luar lebih indah itu
menceritakan kepada para tawanan lain. Tetapi reaksi mereka di luar dugaan,
mereka tidak percaya dan membunuh tawanan yang bercerita.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 12
Begitu sulitnya untuk lepas dari belenggu tubuh, oleh karena itu paling tidak
menurut Plato, orang harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan sebanyakbanyaknya tentang kenyataan dan ide-ide. Hal ini juga berarti Plato tidak
menyuruh untuk lari dari dunia, tetapi hal yang sempurna tidak akan ada
didapatkan di dunia ini. Oleh karenanya usaha untuk memperoleh hal yang terbaik
di dunia manusia harus mendapat pendidikan. Pendidikan bukan hanya persoalan
akal semata, tetapi juga memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih
tinggi, supaya mengarahkan diri pada akal demi mengatur nafsu-nafsu.
3. Pemikiran Plato tentang Negara Dalam Ilmu Negara
Plato telah menulis dalam bukunya “Politieia” tentang bagaimanakah corak
negara yang sebaiknya atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara
yang ideal. Perlu diterangkan bahwa Ilmu Negara pada zaman Plato merupakan
cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Oleh karena
itu, Ilmu Negara diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masih
merupakan Sosial moral dan differensiasi ilmu pengetahuan yang pada waktu itu
belum ada. Segala soal yang berhubungan dengan negara kota atau polis tidak
menjelaskan apa yang dimaksud dengan negara, tetapi hanya menggambarkan
negara-negara dalam bentuk ideal. Dalam uraiannya Plato menyamakan negara
dengan manusia yang mempunyai tiga kemampuan jiwa, yaitu: (a) Kehendak, (b)
Akal pikiran, (c) Perasaan
Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa yang ada pada manusia tersebut maka di
dalam negara juga terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai
kemampuannya masing-masing. Golongan yang pertama disebut golongan yang
memerintah, yang merupakan otaknya di dalam negara dengan mempergunakan
akal pikirannya. Orang-orang yang mampu memerintah adalah orang yang
mempunyai kemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi.
Golongan kedua adalah golongan ksatria/prajurit dan bertugas menjaga keamanan
negara jika diserang dari luar atau kalau keadaan di dalam negara mengalami
kekacauan. Mereka hidup di dalam asrama-asrama dan menunggu perintah dari
negara untuk tugas tersebut di atas. Golongan ini dapat disamakan dengan
kemauan dari hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa yang
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 13
disamakan dengan perasaan manusia. Golongan ini termasuk golongan petani dan
pedagang yang menghasilkan makanan untuk seluruh penduduk. Pada saat itu
orang menganggap bahwa golongan ini termasuk golongan yang terendah dalam
masyarakat.
Jelas bahwa paham dari Plato hanya suatu angan-angan saja dan ia sadar bahwa
negara semacam itu tidak mungkin terjadi di dalam kenyataan karena sifat
manusia itu sendiri tidak sempurna. Selanjutnya ia menciptakan suatu bentuk
negara yang maksimal dapat dicapai disebut sebagai negara hukum. Dalam negara
hukum semua orang tunduk kepada hukum termasuk juga penguasa atau raja yang
kadang-kadang dapat juga bertindak sewenang-wenang
4. Filsafat Politik Menurut Plato
Berbicara tentang filsafat klsik maka sedikit atau banyak telah mengingatkan kita
pada seorang Plato. Pemikiran dan karya-karya dalam bidang filsafat banyak
mempengaruhi pemikiran politik pada umumnya (pemikran politik barat dan
islam). Perkembangan keilmuan dan teknologi selalu membawa dampak pada
perubahan dan pengembangan dari ilmu tersebut. Terkadang tidak jarang
pemikiran seorang ahli hanya dapat bertahan beberapa tahun atau periode saja.
Ketika datang ilmuan yang baru dengan metode yang baru maka ilmu yang telah
dikembangkan sebelumnya menjadi tidak layak lagi dalam pengembangan
berikutnya. Perlu dicatat bahwa pengembangan ilmu sosial untuk menjadi sebuah
ilmu yang scientific berbeda dengan proses yang dimilki oleh ilmu alam. Pada
dasarnya ilmu sosial disusun berdasarkan kespakatan sudut pandang tertentu dan
metode yang berbeda pula.
Alfred North whitehead mengatakan bahwa sejarah filsafat barat hanyalah
merupakan rangkaian catatan kaki (footnote) dari Plato. Walaupun Plato bukan
yang mengawali ilmu ini namun ia telah meberikan gagasan penting dari beberapa
konsep tentang politik, Negara dan kekuasaan. Selain Plato ada juga Socrates
yang menjadi guru sekaligus sahabat baginya. Kemudian muncul Aristoteles yang
sedikit banyak mengkritik pemikiran Plato yang tidak lain adalah gurunya sendiri.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 14
C. Idealimse Plato
Dalam pemikran filsafatnya Plato juga masih banyak dipengaruhi oleh para pemikir
lain sebelumnya, terutama Socrates yang menjadi guru yang sangat dihormati dan
diagungkan oleh Plato. “ the noblest an the wisest and most just2. Hal ini menujukan
kecintaan Plato pada sang guru yang paling mulia dan bijaksana dan yang paling
tulus. Sebenarnya seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajaranya tentang ide. Plato
percaya bahwa dunia ini sebenarnya adalah dunia ide. Segala ssuatu dapat dilihat
secara rasionalitas lewat panca indra. Palto meletakkan seluruh gagasannya adalah
ide. Plato mencontohkan bahwa manusia, hewan, pohon, dan lain sebagainya akan
mati dan berubah. Tetapi gagasan ide tentang manusia, hewan, dan pohon tersebut
tindakan mati. Karena bagi Plato ide adalah realitas yang sebenranya atau keberadaan
ada yang sebenarnya. Sehingga ide bukan hanya sekedar gagasan atau hanya sekedar
gambaran yang ada dalam pikiran manusia. Ide bukanlah suatu yang subjektif yang
tercipta oleh daya pikir manusia dan oleh sebab itu keberadaan ide lalu tergantung
pada daya pikir manusia. Sebagaimana realitas yang sebenarnya. Bagi Plato ide
adalah bersifat objektif, keberadaan ide tidak tergantung pada daya pikir manusia. Ide
itu mandiri, sempurna, dan tidak berubah-ubah. Oleh kaeran itu filsafat politik Plato
sering disebut filsafat idealism.
Jika ide merupakn ralitas yang sebenranya, maka bagimana halnya dengan alam fisik
yang dikenal manusia melalui panca indera?. Kenyataan menunjukan bahwa alam
indar itu senantiasa berada dalam perubahan, tidak tetap dan tidak sempurna, tidak
abadi, majemuk, dan puspa ragam. Kenyataan demikian menunjukan dunia indrawi
bukan realitas yang sebenarnya. Dunia indrawi hanyalah bayangan dan gambaran
yang tidak lengkap dan tidak sempurna dari dunia ide. Beraneka ragam kursi dalam
dalam dunia indrwai adalah bayangan yang tidak lengkap dari kursi yang sempurna
yang ada didunia ide. Kursi yang sempurna dalam dunia ide hanya ada satu,
sedangkan yang ada dalam dunia indrawi adalah bermacam-macam. Karena sebagai
bayangan atau gambaran yang tidak sempurna dari kursi yang ada dalam dunia ide.
Bagimana manusia dapat mengetahui bahwa apa yang ada dalam dunia indrawi
adalah gambar atau bayang dari apa yang ada dalam dunia ide?. Sebagi jawabannya,
jiwa tampil sebagai penghubung antara dunia indrawi dan dunia ide. Sebelum jiwa
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 15
manusia terpenjara oleh tubuh ia berada dalam dunia ide dan oleh karena itu ia
mengenal segala sesuatu yang ada di dunia ide. Sesudah jiwa masuk kedalam dunia
indrawi dan terpenjara oleh tubuh, maka setiap kali ia mengamati benda-benda fisik
yang berada di dunia indrawi ia akan teringan ide dari benda itu, yang asli dan
sempurna yang ada didunia ide. Bagi Plato pengetahuan adalah ingatan. Mengetahui
berarti mengingat. Upaya untuk memperoleh kepengatahuan berarti upaya kembali
untuk memasuki dunia ide lewat ingatan. Dengan filsafat, manusia berupaya untuk
kembali mengingat apa yang dahulu pernah diketahui dengan sempurna di dunia ide.
D. Etika Plato
Plato adalah termasuk tokoh filsafat yang mengutamakan etika. Dia merumuskan
bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Sehingga
untuk mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan manusia harus berupaya melalui
etika. Namun demikian kesenangan hidup yang di maksud Plato adalah bukan
kesenangan dengan memuaskna hawa nafsu selama hidup di dunia indrawi. Pada
tataran ini Plato konsisten dengan ajarannaya tentang dua dunia, yaitu dunia indrawi
dan dunia ide, dunia yang sebenarnya. Sehinggga kesenangan hidup harus diihat dari
dua dunia tersebut.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Plato bahwa dunia yang sebenarnya adalah
dunia ide. Semua ide dengan indrawi yang baik atau ide kebaikan dan ide kebajikan
sebagai ide yang tertinggi yang ada di dunia ide adalah realitas yang sebenarnya.
Sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia indrawi hanyalah merupakan realitas
bayangan. Jiwa manusia sebelum terpenjara oleh tubuh adalah berasal dari dunia ide.
Oleh kareana itu sifat pengetahuan bagi Plato adalah sebuah upaya untuk kembali
kedunia awal, duina ide dalam proses mengingat. Etika Plato jelas didasarkan pada
pengetahuan, sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimilki lewat akal
budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut sebagai etika rasional.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 16
BAB III
PEMBAHASAN
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang
dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih
yang begitu. Pertama, sifat karyanya Socratik --Socrates berperan sentral-- dan diketahui
bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di
Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monumen bagi sang guru
yang dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat. Menurutya,
filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup,
yang tidak pernah selasai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut
Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang selalu berubah dan dunia idea yang
tidak pernah berubah. Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 17
dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea tersebut. Idea-idea berhubungan
dengan dunia melalui tiga cara; Idea hadir di dalam benda, idea-idea berpartisipasi dalam
kongkret, dan idea merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret.
Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan
tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio
ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan
demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda
disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai
dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar
filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang adaada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan
dunia idea tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu
baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa
sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra
eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut
berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap
idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini
bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki
jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian
tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan
ilmiah. Sekolahnya diberi nama "Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan
yang bernama Akademos. Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu pasti.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 18
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan singkat mengenai pemikiran Plato, dapat kita simpulkan adanya
perbedaan yang cukup mendasar antara keduanya tentang realitas hakiki. Plato ada
pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif,
bawaan) dalam diri seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari
dunia idea, — konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut
Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam
hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki
sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan,
dan
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
sebagainya.
Page 19
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana
mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah
keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Ini adalah
persoalan ada (“being”) dan mengada (menjadi, “becoming”).
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak
masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya
menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan
ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi
sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain.
Daftar Pustaka
Bertrand Russell (2004), Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik
Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Ed II . Yogyakarta; Pustaka Pelajar (di terjemahkan dari
“History of Western Philosophy and its Connection with Political and social Circumstances
from the Earlies Times to the Present Day” oleh Sigit Jatmiko, dkk),
Bertens, K (1979) . Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Delfgaauw, Bernard (1992) Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Penerjemah: Soejono
Soemargono. PT Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta.
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 20
Hadiwijono, Dr. Harun (2005). Sari Sejarah Filsafat Barat I. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Luxemberg, Jan Van dkk (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia
Ravertz, Jerome R. (2007). Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta:
Pelajar Offset
Teew. A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Dosen: Dr. H. Virgana, MA, UMJ Jakarta
Page 21
Download