TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA Minggu 13 EMULSIFIER Dalam suatu emulsi, biasanya terdiri lebih dari satu emulsifying agent karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi. Selain memiliki gugus polar dan non-polar dalam satu molekulnya, suatu emulsifying agent memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan tegangan permukaan. Dengan turunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan sebaliknya meningkatkan daya adesi. Gaya kohesi adalah . Gaya adesi adalah JENIS EMULSIFIER 1. Acacia Gum • Acacia gum (gum arab) merupakan emulsifier yang berasal dari tanaman. • Acacia gum banyak digunakan pada emulsi obat-obatan, terutama untuk jenis emulsi oil in-water (O/W). • Salah satu sifatnya adalah lengket sehingga sama sekali tidak baik bila acacia gum digunakan untuk pembuatan emulsi kosmetik yang dioleskan seperti lotion dan krim. 2. Agar-agar • Ciri khas dari agar-agar ini adalah bahwa ia dapat menyerap air dalam jumlah yang banyak. • Agar-agar mulai menjadi gel pada suhu 40°C dan akan kembali meleleh apabila dipanaskan. • Agar-agar banyak juga digunakan pada pembuatan emulsi obat-obatan dan makanan. • Agar-agar berasal dari tumbuhan yaitu tanaman rumput laut. 3. Karbohidrat • Karbohidrat bukan merupakan emulsifier yang baik. Karbohidrat digunakan karena kemampuannya dapat menurunkan tegangan antar muka. • Contoh : dekstrin. 4. Kolesterol • Kolesterol merupakan jenis emulsifying agent untuk emulsi jenis water in oil (W/O). 5. Kuning Telur • Kuning telur (egg yolk) digunakan sebagai emulsifying agent dalam makanan terutama dalam pembuatan kue, roti, mayonaise, dan lain-lain. 6. Gelatin • Gelatin memiliki sifat yang mirip dengan agaragar hanya saja gelatin lebih cepat menjadi gel dibandingkan dengan agar-agar. • Biasanya gelatin digunakan untuk produk makanan dan produk kosmetik. 7. Lesitin • Lesitin atau phospholipids banyak terdapat pada biji-bijian dan digunakan untuk jenis emulsi O/W. 8. Pektin • Emulsi yang dihasilkan dari pektin berpenampakan kasar. Pektin berasal dari buah-buahan. • Penggunaannya sebaiknya dikombinasikan dengan emulsifier lain. Kombinasi pektin dengan acacia gum hasilnya akan jauh lebih baik. 9. Polihidrik Alkohol Esters dan Eter Esters • Polihidrik alkohol esters dan eter esters yang berbentuk cair banyak digunakan pada industri-industri tekstil, kertas, kosmetik, dan ada pula yang dapat dimakan. • Sedangkan yang berbentuk padat banyak digunakan untuk pembuatan pasta dan krim. • Kelebihan dari emulsifler jenis ini adalah dapat digunakan dalam air sadah karena tidak akan terpengaruh oleh kalsium. • Contoh emulsifier jenis ini adalah gliseril mono stearat, gliseril manitol, oleat, dan lainlain. 10. Sabun a. Sabun alkali b. Metalic soap c. Sabun yang merupakan gabungan dari asam lemak dan grup amino 11. Solid Emulsifiers (emulsifying agent bentuk padat) • Kebanyakan dari solid emulsifier memberikan emulsi yang agak kasar yang bersifat sementara. • Salah satu contoh solid emulsifiers adalah bentonit. 11. Sulfated dan Sulfonated Emulsifier • Perbedaan yang mendasar dari kedua jenis emulsifying agent ini adalah bahwa sulfated emulsifier terdiri dari belerang (sulfur) dimana karbon disambungkan dengan sulfur oleh oksigen. • Pada sulfonated emulsifier, sulfur langsung disambungkan dengan karbon. • Minyak sulfated bila dilakukan proses sulfanifikasi akan efektif dalam media yang bersifat asam lemah. 12. Pelarut Hidrotropik • Pelarut hidrotropik memiliki rumus umum RSO3M. • M merupakan natrium, potassium, kalsium, lithium, atau grup amonium sementara R adalah rantai paraffin atau kelompok aromatik. • Beberapa contoh pelarut hidrotropik adalah sodium kerosen sulfonat, kalsium silen sulfonat, kalsium lignin sulfonat, dan lain-lain. PEMILIHAN EMULSIFIER • Untuk menentukan jenis dan jumlah emulsifier yang harus ditambahkan pada sistem emulsi, dapat dilakukan melalui cara coba-coba dengan memperhatikan sifat emulsifier dan emulsi tersebut. • Dalam pemilihan emulsifier dilihat jenis emulsi yang akan dibuat apakah termasuk pada jenis W/O atau O/W. • Emulsifier memiliki ukuran hidrofil lipofil balance (HLB). Ukuran ini yang dapat menentukan apakan suatu jenis emulsifier cocok untuk jenis emulsi W/O atau O/W. PEMILIHAN EMULSIFIER YANG AMAN 1. Produk tersebut dikeluarkan oleh FDA (Food and Drugs Administration) 2. Harus memiliki fungsi yang khas dalam memproduksi produk yang diinginkan 3. Secara kimia bersifat stabil, karena emulsifier dengan sendirinya akan memiliki muatan 4. Tidak bereaksi 5. Tidak berbau 6. Tidak berasa dan berwama. Tabel Kisaran HLB Emulsifier Kisaran Penggunaan 4 -6 7 -9 8 - 18 13 – 15 15 – 18 Emulsi W/O Bahan pembasah Emulsi O/W Detergent Bahan pelarut Konsep keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB = Hydrophile-Lipophile Balance). Nilai ini menghitung keseimbangan karakteristik hidrofolik-lipofilik dan molekul emulsifier dengan skala numerik (Ford, 1976). Nilai HLB untuk emulsifier non ionik dapat dihitung dari komposisi teoritis (berat molekul) atau dengan data analitis seperti bilangan penyabunan dan bilangan asam. Nilai HLB ini berkisar antara 1 sampai 40, dimana angka yang lebih rendah pada umumnya menunjukkan kelarutan dalam minyak dan angka yang lebih tinggi menunjukkan kelarutan dalam air. Tabel. Kebutuhan HLB untuk Emulsifikasi Minyak yang Umum digunakan dalam Aplikasi Pangan Nilai HLB Senyawa Nilai HLB Asam Laurat 16 Minyak Mineral, aromatik 12 Asam Linoleat 16 Minyak Mineral, parafin 10 Asam oleat 17 Mineral spirits 14 Asam Risinoleat 16 Minyak Sawit 7-10 Beeswax 9 Lilin Parafin 10 Minyak Jarak 14 Minyak Lobak 9 Lemak kakao 6 Minyak Safflower 7 Senyawa Minyak Jagung 8 -10 Minyak Kedelai 6 Minyak Biji Kapas 5-6 Gemuk 6 Lemak Babi 5 Minyak Menhaden 12 Minyak Kacang terhidrogenasi 6-7 Contoh Emulsifier dalam Formula Susu Coklat Sodium Alginate Irish Moss Gula Coklat Susu 0,8 lb 0,7 lb 44 lb 8,8 lb 96 gal Cold Cream Gliseril monostearate Beeswax Spermacati Mineral oil Gliserine Air Maldex Parfum 12% 3% 3% 30% 8% 43.5% 0.1% 0,4% Beberapa Metode yang Digunakan dalam Pemilihan dan Klasifikasi Emulsifier. 1. Metode Griffin 2. Metode Davies 3. Metode Greenwald 4. Metode Huebner 5. Metode Schott 1. Metode Griffin Griffin menemukan bahwa nilai HLB dari campuran dua atau lebih emulsifier merupakan fungsi penjumlahan. Nilai HLB campuran sama dengan jumlah nilai HLB masing-masing emulsifier dikalikan fraksi beratnya di dalam campuran tersebut. HLB = xi(HLB) Persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan nilai HLB dari suatu bahan yang tidak diketahui nilai HLB-nya, yaitu dengan jalan mencampurkan bahan tersebut dengan bahan lain yang nilai HLB-nya telah diketahui. Nilai HLB ester-ester asam lemak alkohol polihidrat (tipe sorbitan monoester), dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut: HLB = 20(1-S/A) dimana : S = bilangan penyabunan ester A = bilangan asam Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: HLB = 20(IMh/Mw) dimana : Mh = berat gugus hidrofobik Mw = berat molekul Nilai HLB Perkiraan untuk Beberapa Jenis Emulsifier Emulsifier Sifat Perkiraan HLB Anionik TEA oleat Natrium oleat Kalsium oleat Kationik 12 18 20 Atlas G-251 Nonionik 25 - 35 Asam oleat Span 85 Span 80 Span 60 Span 20 Tween 81 Tween 60 Tween 80 Tween 20 Sumber : Moroi (1992) ~1 1,8 4,3 4,7 8,6 10,0 14,9 15,0 16,7 Ester-ester asam lemak (jenis Tween) kebanyakan tidak mempunyai data bilangan penyabunan. Nilai HLB-nya dihitung dengan rumus : HLB = (E+P)/5 dimana : E = persen berat oksietilen P = persen berat polihidrik alkohol Jika gugus hidrofilik hanya mengandung polioksietilena, maka persamaan tersebut disederhanakan menjadi: HLB = E/5 Griffin mengusulkan skala HLB emulsifier antara 1 (sangat lipofilik) sampai dengan 40 (sangat hidrofilik). Nilai HLB ditetapkan dengan cara menentukan proporsi kombinasi emulsifier yang berbeda yang dibutuhkan untuk membuat emulsi minyak/air yang paling baik; dalam hal ini 75 % emulsi digunakan untuk menentukan nilai HLB dari setiap surfaktan. Atlas Chemical Industries (sekarang ICI America) merekomendasikan bahwa rangkaian sembilan jenis tes emulsi awal dilakukan untuk mendapatkan nilai HLB proksimat, yang kemudian ditingkatkan dengan emulsi selanjutnya. Metode ini hanya dilakukan untuk surfaktan nonionik. Nilai HLB yang diperoleh dengan cara tersebut berkisar antara 1 (paling lipofilik) sampai 20 (paling hidrofilik) (Moroi, 1992). Jika suatu produk 100% hidrofilik, maka nilai HLBnya adalah 20. Nilai HLB pada dasarnya merupakan indikasi persentase berat dari bagian hidrofilik molekul emulsifier nonionik (Kamel, 1991). Menurut Yeshajahu (1985), perubahan dari lipofilik ke hidrofilik, pada skala HLB ini, terjadi pada nilai HLB 10. Tabel. Nilai HLB Emulsifier Hasil Perhitungan HLB = (Hm/Tm)X20 Hm = bagian molekul hidrofilik Tm = berat molekul total Persentase Gugus HLB = H/5 H = bagian hidrofilik Hidrofilik Lipofilik Nilai HLB 0 100 0 10 90 2 20 80 4 Sifat dalam air Tidak terdispersi HLB = 20 {1-(Sv/Av)} Sv = bilangan penyabunan Av = bilangan asam Aplikasi 1 3 Antifoaming agents 6 7 9 Emulsifier W/O 30 70 6 Dispersi rendah 40 60 8 Keruh 50 50 10 Keruh, stabil 60 40 12 70 30 14 Transparan, jernih 13 15 80 20 16 90 10 18 Larutan koloidal jernih 18 100 0 20 Sumber : Schuster (l981) di dalam Yeshajahu (1985) 8 Wetting agents Emul sifier O/W Deterjen 18 Bahan pelarut 2. Metode Davies Davies menghitung nilai HLB dengan menetapkan HLB kontribusi jumlah gugus untuk setiap gugus fungsional dalam suatu molekul setelah mempelajari laju koalesensi relatif droplet minyak dalam air dan air dalam minyak yang telah distabilkan. Persamaan Davies yang dapat diaplikasikan juga untuk surfaktan anionik adalah sebagai berikut : HLB = (jumlah gugus hidrofilik) - ( jumlah gugus hidrofobik) + 7 Metode Davies dapat digunakan jika struktur dan proporsi komponen-komponen di dalam surfaktan diketahui. Kerugian terbesar dari metode tersebut adalah kenyataan bahwa kontribusi gugus hidrofilik pada polaritas molekul surfaktan cenderung menurun dengan meningkatnya ukuran molekul (Moroi, 1992). Tabel. Jumlah Gugus HLB untuk Gugus Hidrofilik dan Hidrofobik Hidrofilik Jumlah gugus -SO4Na 38,7 -COOK 21,1 COONa 19,1 SO3Na 11,0 N (amina tersier) 9,4 Ester (bebas) 2,4 -COOH 2,1 -OH (bebas) 1,9 -O- 1,3 -OH (cincin sorbitan) 0,5 -CH- 0,475 -CH2- 0,475 -CH3 0,475 =CH- 0,475 -CF2- 0,870 Sumber : Moroi (1992) 3. Metode Greenwald Greenwald dan kawan-kawan mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan koefisien distribusi cairan-cairan dan surfaktan di dalam air dan isooktana (Moroi,1992). 4. Metode Huebner Pada tahun 1962, Huebner memperkenalkan metode kuantifikasi yang disebut indeks polaritas (PI=Polarity Index) yang diharapkan dapat menggantikan nilai HLB. Indeks ini diketahui mempunyai hubungan linear dengan nilai HLB. Indeks polaritas diperoleh dari jumlah karbon bersama-sama dengan metanol, ketika metanol dan hidrokarbon normal dipisahkan dengan kromatografi gas dengan surfaktan sebagai fase stasioner. Rumus Huebner untuk indeks polaritas ini yaitu : PI = 100 log(nc – 4,7) + 60 dimana : nc = jumlah atom karbon dalam alkana standar yang memiliki waktu retensi yang sama dengan metanol (diperoleh dari grafik antara waktu retensi hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dalam hidrokarbon); 4,7 = faktor yang diperoleh secara statistik 60 = nilai yang dibutuhkan untuk membuat indeks menjadi positif. 4. Metode Schott Schott mengembangkan konsep penentuan parameter kelarutan (solubility parameter) yaitu sifat molekul surfaktan yang dapat dihitung dari kontribusi aditif gugus fungsionalnya dan memperkenalkan parameter kelarutan keseluruhan, yang diperoleh dari tiga komponen: 0 = (2D + 2P + 2H)1/2 dimana : D = gaya dispersi P = gaya dipol-dipol H = gaya ikatan hidrogen TERIMA KASIH