evaluasi peresepan kasus pediatri di bangsal anak

advertisement
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
EVALUASI PERESEPAN KASUS PEDIATRI DI BANGSAL ANAK
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA YANG MENERIMA
RESEP RACIKAN PERIODE JULI 2007
(Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Amanda Marselin
NIM : 048114022
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup”
(Yohanes 14 : 6)
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan kasih
sayang-Nya
Kedua orang tuaku atas semua kasih sayang, doa, perjuangan,
dan pengorbanannya
Almamaterku
v
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Prakata
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)” ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang
mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
2. Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam
proses penyusunan skripsi.
3. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta
memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan
skripsi ini.
vi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen
penguji serta memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan
data untuk penelitian ini.
6. Ibu Wiwin beserta semua perawat yang bertugas di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan selama proses pengambilan data
penelitian ini.
7. Kepala dan staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data
penelitian.
8. Ayahanda Benny Heimbach dan Ibunda Cecilia Linggawati yang telah
membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan kasih sayang,
perhatian, pengorbanan serta doa yang tulus sepanjang hidup penulis.
9. Adikku tersayang Rinaldo yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
10. Mas Agus yang dengan setia menemani penulis, selalu memberikan doa dan
dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Wiwid, Octav, Pipit, Reni, Made, Rina, Atin, Retry, atas persahabatan,
kekompakan dan dukungannya selama ini.
12. Novi atas kebersamaan, bantuan, dan semangat selama menjalani kuliah dan
penyusunan skripsi ini. Kita memang selalu senasib.
13. Wida, Sisca, Anna, Rissa, Nur, Henny, Bosco, Limdra, Rosa, Sisil dan semua
teman-teman kelas FKK 2004 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.
14. Tata dan Erline atas kerjasama, dukungan dan semangat kepada penulis
selama proses penyusunan skripsi ini.
vii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
15. Mbak Dhian, Mas Yoyok, Mas Rinto, Mas Andri, Amrih, Galuh, Desta, Meta,
Angger, Mbak Dita, Clara, Mas Dita, semua teman-teman Mudika Gonzaga
yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Mas Badrun
terima kasih terjemahannya.
16. Mbak Etty, Mbak Anis, dan Elina atas dukungan dan doa kepada penulis.
Mbak Etty terima kasih jawaban tugasnya.
17. Mbak Tatik yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.
18. Kak Rosa yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima
kasih pinjaman bukunya.
19. Mbak Isye, Mas Ardi, dan si kecil Grace yang selalu memberikan dukungan
dan doa untuk penulis.
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia
ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 29 Januari 2008
Penulis
viii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
INTISARI
Pasien pediatri merupakan kelompok pasien yang rentan terhadap
terjadinya adverse drug reaction (ADR). Kelompok pasien pediatri sulit
menerima bentuk sediaan obat padat sehingga harus digerus atau diracik. Proses
peracikan dapat mengakibatkan perubahan sifat dan terjadinya interaksi obat.
Gangguan sistem saluran cerna merupakan kasus yang banyak terjadi di bangsal
anak RS Bethesda Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang penggunaan resep
racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien, mengetahui profil
kasus meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama, mengetahui pola
peresepan racikan dan non racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak
terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang
menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran
cerna). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Seluruh kasus yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Kasus
terbanyak berumur 1 bulan-2 tahun (50,5%), jenis kelamin terbanyak laki-laki
(59,6%), jumlah racikan terbanyak yang diterima sebanyak satu jenis racikan
(54,4%). Golongan obat non racikan yang digunakan antara lain obat antiinfeksi,
kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran cerna, obat
gangguan saluran nafas, obat gangguan sistem saraf pusat, serta nutrisi dan darah.
Jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis drug
related problem yang terjadi, yaitu: interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa
indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah
sebanyak 11 kasus. Kasus terbanyak menjalani rawat inap selama 3-5 hari.
Sebagian besar kasus pulang dengan kondisi klinis yang membaik.
Kata kunci : pasien pediatri, resep racikan, saluran cerna, DRP
x
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Pediatric patient are a group of patient who is susceptible toward adverse
drug reaction (ADR). Group of pediatric patient have difficulty to accept a kind of
solid dosage form then it must be grind or compound. The process of compound
can cause characteristic change and drug interaction. Gastrointestinal system
disorder is a case that often happens at pediatric ward Bethesda Hospital
Yogyakarta.
The objective of this study is to identify the medical doctors,
pharmacists, nurses, and patient parents background for the using of compound
prescription, to identify the case profiles such as age, gender, and main diagnosis,
to identify the prescription pattern of compound and non compound prescription,
and to identify the rationally and the effect of therapy on pediatric cases in
pediatric ward of Bethesda Hospital Yogyakarta that receive compound
prescription on July 2007 period (case studies of gastrointestinal system disorder).
This research includes the kind of non experimental research plan descriptive
evaluative research which have prospective characteristic.
All case which accepts compound prescription is 99 cases. The most
frequency case between 1 month-2 year (50.5%), the most gender is male
(59.6%), the amount of most prescription accepted as many as one prescription
type (54.4%). Group of non prescription medicine that utilize are anti infection,
corticosteroid, antihistamine, analgesic, gastrointestinal system disorder medicine,
respiratory disorder medicine, central nervous system disorder medicine, also
nutrition and blood medicine.
The total of gastrointestinal system disorder case is 32 cases. The type of
drug related problem that happen which is drug interaction 24 cases, unnecessary
drug therapy 31 cases, dosage too high 2 case, and dosage too low 11 cases. The
most cases undergo stay overnight treatment for 3-5 days. Mostly, the cases return
home with good clinical condition.
Key word: pediatric patient, compound prescription, gastrointestinal, DRP
xi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
PRAKATA............................................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ ix
INTISARI............................................................................................................... x
ABSTRACT............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ............... xix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1. Permasalahan ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ......................................................... ............... 4
3. Manfaat penelitian.......................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum ................................................................................. 5
2. Tujuan khusus ................................................................................ 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Peresepan Kelompok Anak .................................................................. 6
B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna .................................................. 8
C. Drug Related Problems (DRPs) .......................................................... 9
1. Definisi dan jenis ........................................................................... 9
2. Interaksi obat.................................................................................. 11
D. Diare Akut............................................................................................ 12
1. Definisi........................................................................................... 12
2. Epidemiologi .................................................................................. 12
3. Etiologi........................................................................................... 12
xii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
4. Patofisiologi ................................................................................... 13
5. Manifestasi klinik........................................................................... 14
6. Langkah pencegahan ..................................................................... 15
E. Diare Disentri ....................................................................................... 15
1. Definisi........................................................................................... 15
2. Epidemiologi .................................................................................. 16
3. Etiologi........................................................................................... 16
4. Patofisiologi ................................................................................... 16
5. Manifestasi klinik........................................................................... 17
F. Penatalaksanaan Terapi........................................................................ 17
1. Tujuan terapi .................................................................................. 17
2. Sasaran terapi ................................................................................. 17
3. Terapi ............................................................................................. 18
G. Keterangan Empiris.............................................................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 20
B. Definisi Operasional ............................................................................ 20
C. Subyek Penelitian................................................................................. 23
D. Bahan Penelitian................................................................................... 23
E. Lokasi Penelitian.................................................................................. 23
F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 24
1. Tahap orientasi ............................................................................... 24
2. Tahap pengambilan data ................................................................ 24
3. Tahap penyelesaian data ................................................................ 25
G. Tata Cara Analisis Hasil....................................................................... 25
H. Kesulitan penelitian.............................................................................. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan........................................ 28
1. Dokter............................................................................................. 28
2. Apoteker......................................................................................... 29
3. Perawat........................................................................................... 30
xiii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
4. Orang tua pasien............................................................................. 31
B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan ......................... 31
1. Berdasarkan kelompok umur ......................................................... 32
2. Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 33
3. Berdasarkan diagnosis utama......................................................... 33
C. Pola Peresepan Kasus yang Menerima Resep Racikan........................ 35
1. Jenis resep racikan ......................................................................... 35
2. Kelas terapi obat non racikan......................................................... 38
a) Antiinfeksi................................................................................ 38
b) Kortikosteroid .......................................................................... 39
c) Antihistamin............................................................................. 40
d) Analgesik ................................................................................. 40
e) Obat gangguan saluran nafas ................................................... 41
f) Obat gangguan saluran cerna ................................................... 42
g) Obat gangguan sistem saraf pusat ............................................ 42
h) Obat nutrisi dan darah .............................................................. 43
D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi ............................. 44
1. Drug related problem (DRP) ......................................................... 44
2. Dampak terapi ................................................................................ 57
E. Rangkuman pembahasan...................................................................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 61
B. Saran..................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 63
LAMPIRAN........................................................................................................... 65
BIOGRAFI............................................................................................................. 106
xiv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I
Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs)............................ 10
Tabel II
Tingkat signifikansi interaksi obat ....................................................... 11
Tabel III Terapi cairan untuk pengobatan dehidrasi ........................................... 18
Tabel IV Pengelompokkan umur kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ................................. 32
Tabel V
Pengelompokkan jenis kelamin kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 33
Tabel VI Pengelompokkan diagnosis utama kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 34
Tabel VII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima satu jenis racikan periode Juli 2007 ........................... 35
Tabel VIII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima dua jenis racikan periode Juli 2007 ............................ 36
Tabel IX Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima tiga jenis racikan periode Juli 2007............................ 37
Tabel X
Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima empat jenis racikan periode Juli 2007 ........................ 38
Tabel XI Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 39
Tabel XII Golongan dan jenis obat kortikosteroid pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 40
xv
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel XIII
Golongan dan jenis obat antihistamin pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .............................. 40
Tabel XIV Golongan dan jenis obat analgesik pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 41
Tabel XV
Golongan dan jenis obat gangguan saluran nafas
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 41
Tabel XVI Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 42
Tabel XVII Golongan dan jenis obat gangguan sistem saraf pusat
pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 43
Tabel XVIII Golongan dan jenis obat nutrisi dan darah pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 43
Tabel XIX Kelompok kasus DRP dosis terlalu rendah pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 45
Tabel XX
Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 46
Tabel XXI Kelompok kasus DRP interaksi obat pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 48
xvi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel XXII
Kelompok kasus DRP dosis terlalu tinggi pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 49
Tabel XXIII
Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 50
Tabel XXIV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 51
Tabel XXV
Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 52
Tabel XXVI Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli2007 ........................... 53
Tabel XXVII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 54
Tabel XXVIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 55
xvii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Tabel XXIX Contoh kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 56
Tabel XXX
Kondisi keluar pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 57
xviii
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Anatomi saluran cerna.................................................................... 8
Gambar 2
Persentase jenis resep racikan kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 37
Gambar 3
Jumlah kasus DRP pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007
dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 57
Gambar 4
Lama rawat inap kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007
dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 58
xix
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data rekam medis kasus pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 65
Lampiran 2
Rangkuman hasil wawancara dengan Apoteker Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta................................................ 97
Lampiran 3
Rangkuman hasil wawancara dengan Orang Tua Pasien
Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 98
Lampiran 4
Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat yang bertugas
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 100
Lampiran 5
Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter yang bertugas
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 101
Lampiran 6
Daftar nama obat yang digunakan pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 102
Lampiran 7
Pemeriksaan feses rutin pada kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima
resep racikan periode Juli 2007...................................................... 104
Lampiran 8
Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima
Resep Racikan Periode Juli 2007................................................... 105
xx
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien pediatri adalah salah satu kelompok populasi yang rentan terhadap
adverse drug reaction (ADR). Suatu penelitian di beberapa rumah sakit di USA
menunjukkan sejumlah pasien pediatri harus menjalani rawat inap karena ADR
penggunaan obat meskipun persentasenya tidak sebesar kejadian pada orang tua
(Mitchell, Lacouture, Sheehan, Kaufman, dan Shapiro, 1988). Penelitian lain
menyebutkan efek samping akibat penggunaan obat pada anak di bawah 2 tahun
menimbulkan tingkat kematian yang cukup besar (Moore, Weiss, Kaplan, dan
Blaidel, 2002).
Pada pasien pediatri umumnya sulit menerima bentuk sediaan obat padat
sehingga bentuk sediaan obat padat tersebut baik dalam sediaan tunggal maupun
campuran digerus menjadi bentuk serbuk (puyer). Sebagian besar obat hasil
racikan yang digunakan di rumah sakit di Indonesia tidak dilakukan pengujian
baik kualitatif maupun kuantitatif, sehingga belum ada jaminan keamanan dan
khasiat penggunaannya. Dari sisi farmasetik obat jadi merupakan produk akhir
yang berarti tidak layak untuk direformulasikan kembali terlebih bila dicampur
dengan obat jadi lainnya.
Dalam proses peracikan juga dapat terjadi interaksi obat yang
mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia dan klinis dari obat tersebut.
Perubahan sifat fisika yang dapat terjadi ialah stabilitas sediaan, sedangkan untuk
1
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
2
mengetahui perubahan sifat kimia dapat dilakukan dengan pengujian
kadar zat aktif dalam sediaan racikan tersebut. Selain itu, juga muncul masalah
dalam hal khasiat dan keamanan obat, misalnya timbulnya efek toksik obat,
berkurangnya dosis obat, dan lainnya.
Gangguan sistem saluran cerna terutama diare merupakan salah satu
penyakit yang banyak diderita oleh pasien pediatri. Di negara berkembang, diare
adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak. Faktor yang
mempengaruhi meliputi sanitasi yang buruk, nutrisi yang buruk dan banyak
terjadi pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 1,3 milyar peristiwa
terjadi setiap tahun dan 4 juta kematian disebabkan diare di negara-negara tersebut
(Spruill dan Wade, 2005).
Pada tahun 2006, jumlah penderita diare di Indonesia mencapai 26.000
jiwa, sedangkan Oktober tahun 2007 sudah mencapai 23.000 jiwa, sebagian besar
penderita diare tersebut adalah anak-anak (Anonim, 2007). Banyak pasien anak
yang mengalami diare dan dirawat di rumah sakit karena keparahan diare yang
dialami juga disertai dengan dehidrasi.
Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit. Rumah Sakit
Bethesda merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000
versi 2001 dan merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini memiliki 8 orang apoteker dan telah
mulai menjalankan kegiatan farmasi klinis.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
3
Sediaan racikan juga banyak digunakan dalam pengobatan gangguan
sistem saluran cerna pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta untuk beberapa indikasi sesuai kondisi pasien. Melihat
fenomena tersebut muncul pertanyaan mengenai kerasionalan terapinya terkait
kemungkinan terjadinya drug related problems (DRPs) dan dampak terapi yang
dialami pasien, untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai evaluasi peresepan obat
racikan pada pasien tersebut.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Apakah alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan sediaan
racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien pada kasus
pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda?
b. Seperti apakah profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin,
dan diagnosis utama?
c. Seperti apakah pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis
obat racikan maupun non racikan?
d. Seperti apakah kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus
pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan
periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan
hasil penelusuran pustaka?
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian
Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) belum pernah dilakukan. Penelitian yang
terkait dengan masalah peresepan pada anak telah dilakukan oleh beberapa
peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini:
a. Evaluasi Peresepan Obat Bagi Penderita Gastroenteritis Akut Anak di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada Tahun 1998 (Pati, 2000)
b. Pola Peresepan Diare Akut pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Desember tahun 2002 (Lestari, 2004)
c. Pola Pengobatan Penyakit Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember Tahun 2004 (Adesispanti,
2006)
Penelitian tersebut berbeda pada hal tujuan penelitian, waktu penelitian,
dan sifat pengambilan data. Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin melihat
dan melakukan evaluasi peresepan resep racikan yang dihubungkan dengan
adanya drug related problems (DRPs) berdasarkan hasil penelusuran pustaka
dengan sifat pengambilan data yang prospektif.
3. Manfaat penelitian
Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumber
informasi mengenai penggunaan resep racikan pada pasien pediatri di Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta. Manfaat praktis penelitian ini, diharapkan dapat
digunakan sebagai evaluasi dan bahan pertimbangan dalam pemilihan terapi untuk
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
5
pasien pediatri, khususnya dalam penggunaan resep racikan demi meningkatkan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji peresepan obat pada
kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep
racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna).
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan sediaan
racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
b. Mengetahui profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang
menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin dan
diagnosis utama.
c. Mengetahui pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis
racikan maupun non racikan.
d. Mengetahui kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode
Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil
penelusuran pustaka.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Peresepan Kelompok Anak
Menurut The British Paediatric Association (BPA), kelompok anak
dibagi dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi sebagai
berikut: 1) neonatus adalah awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi
tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam
kandungan), 2) bayi adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun, 3) anak-anak adalah usia
2 tahun sampai 12 tahun, dengan subseksi bahwa anak usia di bawah 6 tahun
memerlukan bentuk sediaan yang sesuai, 4) remaja 12 sampai 18 tahun (Prest,
2003).
Menurut Ridwan (2007), berdasarkan tumbuh kembangnya umur pada
anak-anak dapat dikelompokkan menjadi:
1. masa neonatal (0-4 minggu sesudah lahir)
2. masa bayi (1 bulan-2 tahun)
3. masa pra sekolah (2-6 tahun)
4. masa sekolah (6-12 tahun)
5. masa remaja (12-18 tahun)
Kelompok anak mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian
medication error. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal tersebut termasuk
penentuan regimen dosis obat yang terkait dengan berat badan pasien anak,
ketersediaan obat-obatan dalam bentuk sirup atau yang sesuai untuk anak,
6
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
7
hambatan komunikasi dengan pasien anak, kegagalan pemberian obat sesuai
dengan aturan pakainya, fungsi fisiologi yang belum optimal terkait dengan
adverse drug reaction (ADR) yang kemungkinan muncul dalam proses
farmakokinetikanya seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar (Kaushal, Jaggi, Walsh,
Fortescue, dan Bates 2004).
Dosis pada anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis dewasa karena
anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil. Dosis anak harus ditetapkan
dengan seksama merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan
rumus. Pemilihan bentuk sediaan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu rute
pemberian yang diinginkan, usia anak, ketersediaan bentuk sediaan, pengobatan
lain yang sedang dijalani dan kondisi penyakit. Rute pemberian secara oral cukup
mudah dilakukan dengan bentuk sediaan cair untuk anak yang kurang dari 6
tahun. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan tablet. Pemberian tablet
dengan menggerus harus dipertimbangkan apakah akan merusak tujuan formulasi
bentuk sediaannya, misalnya, sustained release atau tablet salut tidak tepat apabila
digerus untuk dibuat puyer atau racikan (Prest, 2003).
Rute pemberian pada pasien anak dapat melalui oral, rektal, inhalasi,
kulit (topikal), dan intramuskular. Sebagian besar obat pada anak diberikan
melalui rute pemberian oral, meskipun dapat menimbulkan muntah. Bentuk
sediaan oral yang digunakan ialah tablet, kapsul, dan sirup. Sebagian besar anak
yang berusia 4 tahun ke atas dapat menelan tablet yang berukuran kecil, namun
sulit untuk kapsul yang berukuran besar. Tablet dapat dihancurkan menggunakan
dua buah sendok dan serbuknya dicampur dengan minuman atau makanan. Tablet
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
8
sustained release tidak boleh dihancurkan, tetapi untuk beberapa kapsul dapat
dikeluarkan isinya dan dicampur dengan cairan tanpa gula seperti tablet yang
dihancurkan (Barnes, Craft, George, Milner, 1987).
B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna
Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari:
mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Seluruh saluran
pencernaan dibatasi oleh selaput lendir (membran mukosa). Dalam proses
pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat yang dapat diserap dan
digunakan oleh sel-sel dalam tubuh (Pearce, 2002).
Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Wakefield, 2005)
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
9
Proses pencernaan dimulai dari mulut, dalam mulut makanan dikunyah
untuk dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim
amilase dan ptialin. Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke
lambung melalui esofagus. Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang
terdiri dari asam hidroklorida dan pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pilorus
membuka dan menutup secara refleks.
Makanan yang sudah setengah cair (cimus) melewati pilorus masuk ke
dalam usus dua belas jari. Di dalam usus, cimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari
getah pankreas dan empedu. Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan
lemak dibentuk menjadi suatu emulsi cimus dengan garam kolat untuk
memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus besar bagian air dalam cimus
dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan melalui dubur sebagai tinja
(Heaton dan Lewis, 1997).
C. Drug Related Problems (DRPs)
1. Definisi dan jenis
Drug related problems (DRPs) merupakan masalah-masalah yang tidak
diinginkan yang dialami pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat sehingga
dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi. Identifikasi DRPs merupakan
perhatian dari penilaian dan keputusan akhir yang dibuat dalam tahap proses
patient care. Diketahui ada tujuh jenis DRPs yang dapat disebabkan oleh obat
yang harus dicarikan solusinya dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical
care (Strand, Morley, dan Cipolle, 1998).
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
10
Tabel I. Penyebab-penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Strand et al., 1998)
No
1.
Jenis DRPs
Ada obat tanpa indikasi
(unnecessary drug therapy)
2.
Butuh tambahan obat
(need for additional drug
therapy)
3.
Pemilihan obat yang salah
(wrong drug)
4.
Dosis terlalu rendah
(dosage too low)
5.
Efek samping dan interaksi
obat
(adverse drug reaction)
6.
Dosis terlalu tinggi
(dosage too high)
7.
Kepatuhan pasien
(compliance)
Kemungkinan penyebab DRPs
Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu
Terapi dengan dosis toksik
Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat
menggunakan terapi tunggal
Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat)
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat
digantikan dengan yang lebih aman
Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol,
dan merokok
Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan
obat baru
Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terusmenerus
Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang
baru atau terapi profilaksis
Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi
Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif
Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut
Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman
Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut
Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten
Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang
baru
Kombinasi obat yang salah
Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon
pada pasien
Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi
yang diharapkan
Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik
profilaksis untuk operasi
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang
sesuai untuk pasien
Obat diberikan terlalu cepat
Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat
Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut
Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau
makanan
Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta
pergeseran tempat ikatan
Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat
Dosis terlalu tinggi
Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang
diharapkan
Dosis obat dinaikkan terlalu cepat
Akumulasi obat karena terapi jangka panjang
Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang
sesuai untuk pasien
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error
Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan
sengaja maupun karena tidak mengerti
Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya
Jenis DRPs ada obat tanpa indikasi dan butuh obat tambahan merupakan
DRPs yang berhubungan dengan indikasi. Pemilihan obat yang salah dan dosis
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
11
pemberian yang terlalu rendah berhubungan dengan masalah keefektifan. Efek
samping dan interaksi obat serta dosis pemberian yang terlalu tinggi berhubungan
dengan masalah keamanan, sedangkan jenis DRPs yang terakhir berhubungan
dengan masalah kepatuhan pasien (Strand et al., 1998).
2. Interaksi obat
Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan pustaka yang digunakan
berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut:
Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2001)
Tingkat Signifikansi
1
2
3
4
5
Keparahan
Berat (major)
Sedang (moderate)
Ringan (minor)
Berat/Sedang (major/moderate)
Ringan (minor)
Tidak ada
Laporan
Terbukti
Terbukti
Terbukti
Mungkin terjadi
Mungkin terjadi
Tidak mungkin terjadi
Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan
tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat
yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek
interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang
berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2001).
Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai resiko dan
manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat
mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat
(major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat
kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari
tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa
butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
12
pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek
yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara
signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001).
D. Diare Akut
1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan
karena dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah karena infeksi
rotavirus. Diare menyebabkan gangguan gizi dan kematian (Soenarto et. al.,
2004).
2. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah umum
di berbagai negara. Tingkat kematian karena diare pada usia anak masih sangat
tinggi, mencapai 5 juta balita per tahun di dunia. Sebanyak 80% di antara
kematian tersebut, terjadi sebelum menginjak usia 2 tahun. Diare yang disebabkan
virus lebih banyak terjadi dibandingkan diare akibat bakteri. Salah satu virus
penyebab diare, yaitu rotavirus yang sebagian besar dialami bayi usia 6-24 bulan
(Anonim, 2007).
3. Etiologi
Diare akut dapat disebabkan oleh beberapa agen penginfeksi seperti
virus, bakteri, dan parasit (Entamoeba histolytica). Penyebab terbanyak pada
kasus diare ialah rotavirus. Jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare akut
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
13
antara lain Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Clostridium perfingens,
Staphylococcus, dan beberapa jenis bakteri lainnya (Anonim, 1997).
4. Patofisiologi
Diare akut infeksi dapat diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan
invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri
dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada pemeriksaan feses rutin secara
makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear. Diare non inflamasi disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Zein, Sagala, dan
Ginting, 2004).
Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium
(Zein et al., 2004).
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transpor elektrolit baik absorbsi
yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat
toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam
empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
14
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik (Zein et al., 2004).
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan
motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini
terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus
(Zein et al., 2004).
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Zein et al.,
2004).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus (Zein et al., 2004).
5. Manifestasi klinik
Diare dapat disertai dengan kejang, nyeri perut, kembung, dan mual.
Selain itu, tergantung dari penyebabnya, penderita juga dapat mengalami demam
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
15
atau tinja yang berdarah. Anak-anak harus dibawa ke dokter bila menunjukkan
gejala-gejala sebagai berikut: tinja mengandung nanah dan darah atau tinja
berwarna hitam, suhu badan di atas 38°C, setelah 24 jam tidak ada perbaikan, dan
menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (Anonim, 2004).
Gejala umum dehidrasi antara lain: haus, frekuensi buang air kecil
menurun, kulit kering, fatigue, urin berwarna gelap. Gejala dehidrasi pada anakanak di antaranya, lidah dan mulut kering, jika menangis tidak mengeluarkan air
mata, popok yang digunakan tidak basah selama 3 jam atau lebih, perut, mata dan
pipi cekung, demam tinggi, lesu atau mudah marah, kulit tidak kembali rata jika
ditekan dan kemudian dilepaskan (Anonim, 2004).
6. Langkah pencegahan
Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia (2004), yang termasuk langkah pencegahan antara lain
mengajarkan pola makan yang benar, mengandung cukup serat, pemberian cairan
yang cukup, dan melatih berdefekasi yang benar. Toilet training mulai diajarkan
sejak usia 1 tahun dan dikatakan gagal apabila pada usia 3 tahun anak belum dapat
buang air besar dengan benar.
E. Diare Disentri
1. Definisi
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di usus yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:
sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, mencret, serta tinja mengandung darah dan
lendir (Simanjuntak, 1991).
2. Epidemiologi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
16
Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di
Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun (1974–1984) angka kejadian disentri
berkisar antara 19,3-42%. Di Indonesia dilaporkan dari hasil survei evaluasi tahun
1989–1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15%. Proporsi penderita
diare dengan disentri di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5-15 % (Anonim,
2000).
3. Etiologi
Penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonela, Compylobacter
jejui, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat ummunya
disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh
Shigella flexneri, Salmonella, dan EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli). Infeksi ini
menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada
daerah dengan sanitasi dan kondisi lingkungan perorangan yang buruk (Anonim,
2000).
4. Patofisiologi
Shigella
menghasilkan
sekelompok
eksotoksin
yang
dinamakan
shigatoksin (ST) kelompok toksin ini mempunyai 3 efek: neurotoksik, sitotoksik,
dan enterotoksik. Beberapa bakteri enterik lain menghasilkan toksin dengan efek
yang sama, dinamakan shiga like toksin (sit). Toksin ini mempunyai dua unit,
yaitu unit fungsional, yang menimbulkan kerusakan, dan unit pengikat yang
menentukan afinitas toksin terhadap reseptor tertentu. Perbedaan unit inilah yang
menetapkan bentuk komplikasi yang terjadi. Infeksi Shigella dysentery dan
flexneri telah dibuktikan menurunkan imunitas, antara lain disebabkan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
17
peningkatan aktifitas sel T suppressor dan penekanan kemampuan fagositosis
makrofag (Anonim, 2000).
5. Manifestasi klinik
Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian pada hari
kedua atau ketiga akan muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, kemudian
akan mengalami sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus disertai hilangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, biasanya pada
sebagian besar penderita akan mengalami penurunan volume diarenya dan
mungkin feses hanya berupa darah dan lendir. Disentri dapat menimbulkan
dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun kejadiannya
lebih jarang jika dibandingkan dengan diare akut. Komplikasi disentri dapat
terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik (Anonim, 2000).
F. Penatalaksanaan Terapi
1. Tujuan terapi
a. meringankan gejala
b. mengobati penyebab diare
c. menangani gangguan sekunder yang dapat menyebabkan diare
2. Sasaran terapi
a. gejala
b. penyebab diare
3. Terapi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
18
Menurut Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda (1997), dasar
pengobatan diare terdiri dari:
1) pemberian cairan, baik untuk pencegahan dehidrasi maupun untuk
pengobatan dehidrasi
2) pemberian makanan (refeeding) yang adekuat secepat mungkin
3) pemberian obat-obatan berupa antibiotika sesuai dengan penyebabnya.
Obat-obat antispasmodik (HCl papaverin, loperamid, ekstrak beladona,
dan lain-lain) dapat digunakan untuk pengobatan gejala yang dialami.
Penggunaan obat pengeras tinja serta karbon adsorbent (norit, kaolin,
pektin, dan lainnya) tidak dibenarkan untuk diberikan.
Pemberian terapi cairan dan elektrolit untuk pengobatan dehidrasi dapar
dilihat pada tabel III.
Tabel III. Terapi Cairan untuk Pengobatan Dehidrasi (Standar Pelayanan Medis
Rumah Sakit Bethesda, 1997)
Derajat
dehidrasi
Umur
Jenis cairan
Dosis (ml/kg BB)
Ringan
Sedang
Semua umur
Semua umur
Oralit per os
Oralit per os
Ringer Laktat
intra vena
Bayi (0-1 tahun),
Anak <2 tahun
Ringer Laktat
intra vena
50
100
30 (10-12
tetes/kgBB/menit)
kemudian
10 (3-10 tetes/kgBB/menit)
Berat
Oralit per os
Anak >2 tahun
Ringer Laktat
intra vena
Oralit per os
kemudian
ad libitum atau ± 125
ml/kgBB/hari
100
kemudian
100 ml/kgBB/hari
Lama
pemberian
(jam)
4
4
1
7
16
4
20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
19
Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia (2004), terapi yang direkomendasikan untuk pengobatan diare
sebagai berikut:
1) tidak boleh diberikan obat antidiare
2) antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Pilihan antibiotik yang dapat
diberikan adalah kotrimoksazol, amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji
sensitivitas
3) antiparasit yang dapat diberikan ialah metronidazol
G. Keterangan Empiris
Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli
2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dapat meningkatkan
kerasionalan penggunaan resep racikan pada terapi kasus pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli
2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) merupakan jenis penelitian
non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan
terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature),
tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2007).
Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari
lembar catatan medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan
dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan
dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengamati keadaan kasus selama
mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan melihat lembar catatan mediknya.
B. Definisi Operasional
1. Kasus adalah kasus pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta dan mendapatkan resep racikan pada periode Juli
2007.
20
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
21
2. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,
diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium,
lama perawatan, dan lembar resume kasus pediatri yang menerima resep
racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli
2007.
3. Resep racikan adalah resep dengan komposisi campuran dua obat atau lebih
yang disiapkan/diproduksi/diracik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda.
4. Alasan pemilihan dan atau penggunaan resep racikan dideskripsikan
berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bertugas di Klinik Anak,
apoteker rawat inap, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep
racikan periode Juli 2007.
5. Jenis obat yang dikaji peresepannya dalam penelitian ini ialah jenis racikan
dan jenis non racikan dengan menggunakan nama generik serta nama dagang
untuk obat kombinasi.
6. Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat racikan yang meliputi jenis
racikan, maupun obat non racikan, yang meliputi kelas terapi, penggolongan
obat, dan jenis obat pada kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007.
7. Evaluasi kerasionalan terapi yang dilihat dalam penelitian ini adalah
kesesuaian terapi yang diberikan dan kemungkinan terjadinya drug related
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
22
problem (DRP) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran
cerna berdasarkan standar terapi dan hasil penelusuran pustaka.
8. Jenis DRP yang dapat diamati dalam penelitian ini, yaitu interaksi obat, terjadi
efek samping, obat tanpa indikasi, butuh obat tambahan, salah obat, dosis
terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, sedangkan kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat tidak dapat diamati.
9. Standar terapi yang digunakan ialah Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit
Bethesda dan Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI).
10. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information
Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006).
11. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat
dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non
racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2001).
12. Penggolongan obat berdasarkan golongan obat yang ada pada sumber
referensi British National Formulary 52 (Anonim, 2006).
13. Dampak terapi pada penelitian ini dievaluasi berdasarkan lama perawatan di
bangsal dan kondisi saat keluar dari rumah sakit (mengalami kesembuhan,
efek samping, terjadi komplikasi, bertambah parah atau meninggal) pada
kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna.
14. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada
periode Juli 2007 yang dimulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 4 Agustus
2007.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
23
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta dan menerima resep racikan periode Juli 2007. Pada
kajian kerasionalan terapi subyek penelitian dibatasi hanya kasus dengan
diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Berdasarkan data yang
didapatkan, jumlah subyek penelitian untuk permasalahan latar belakang
pemilihan dan atau penggunaan resep racikan, profil kasus, dan pola peresepan
sebanyak 99 kasus. Pada permasalahan kerasionalan dan dampak terapi jumlah
subyek penelitian sebanyak 32 kasus.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik kasus
pediatri yang menerima resep racikan dan dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan
apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker,
perawat, dan orang tua pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar
belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak yang
Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem
Saluran Cerna) dilakukan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
24
F. Tata Cara Penelitian
Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi,
tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
1. Tahap orientasi
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari informasi mengenai
penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta. Tujuan tahap ini juga untuk mencari teknis pengambilan
data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas yang ada di bangsal anak
tersebut. Orientasi dilakukan selama satu minggu.
2. Tahap pengambilan data
a. Pengumpulan data
Pada proses ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi
secara prospektif selama periode waktu satu bulan. Pengumpulan data ini
dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus melalui lembar catatan medis
kasus. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan,
riwayat penyakit, anamnesis, diagnosis, obat yang diberikan, dan data
laboratorium serta keterangan kesembuhan kasus.
b. Tahap wawancara
Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter yang bertugas di
Klinik Anak, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien. Data hasil
wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk membantu mendeskripsikan
latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
25
3. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa
keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal
pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan
kepada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang
menerima resep racikan. Data tersebut digunakan untuk identifikasi drug related
problem (DRP) yang mungkin terjadi.
b. Evaluasi data
Penggolongan jenis obat non racikan yang digunakan pada kasus
berdasarkan referensi dari British National Formulary 52 (2006). Evaluasi
penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda dilakukan dengan mengidentifikasi kasus DRP (drug related problem)
yang terjadi berdasarkan pembanding standar yang bersumber dari Standar
Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Drug Information Handbook
(Lacy et.al., 2006), dan Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). Evaluasi dilakukan
secara kasus per kasus.
G. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar:
a. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak
masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-≤12
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
26
tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun), dihitung dengan cara menghitung
jumlah kasus pada tiap kelompok umur dibagi jumlah keseluruhan kasus yang
dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
b. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah
kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
c. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus
setiap jenis penyakit kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang
dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
d. Persentase jenis resep racikan yang digunakan dihitung dengan cara
menjumlahkan berapa kali jenis resep racikan digunakan pada setiap kasus,
dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan
kemudian dikalikan 100%.
e. Golongan obat non racikan yang digunakan dihitung berdasarkan jumlah
kasus yang menggunakan jenis obat tertentu dibagi jumlah seluruh pasien
yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.
f. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan
berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus dibagi jumlah
keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian
dikalikan 100%.
g. Evaluasi dampak terapi dilakukan dengan membandingkan persentase dampak
terapi yang terjadi dari penggunaan resep racikan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
27
H. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti menemui
beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman penulis dalam membaca
tulisan dokter maupun perawat yang ada pada lembar catatan medis dan terkadang
peneliti tidak mengerti beberapa istilah atau adanya lokal terminologi yang ditulis
pada lembar catatan medis tersebut. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan
bertanya pada perawat yang bertugas jaga di bangsal anak pada saat itu.
Peneliti juga mengalami kesulitan dalam proses evaluasi data, yaitu
adanya data yang tidak lengkap pada lembar catatan medis. Ada kemungkinan
dokter maupun perawat tidak mencantumkan beberapa catatan klinis kasus ke
dalam lembar catatan medis. Salah satu catatan klinis yang tidak dituliskan secara
lengkap ialah diagnosis pasien, terkadang hanya ada satu diagnosis yang tertulis
pada lembar catatan medis, sedangkan kasus mengalami diagnosis lain yang tidak
dituliskan dalam lembar catatan medis kasus tersebut. Proses evaluasi peresepan
hanya berdasarkan catatan yang terdapat pada lembar catatan medis kasus
tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan
1. Dokter
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada dokter anak yang
bertugas di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ada beberapa hal penting mengenai
penggunaan resep racikan untuk pasien pediatri. Dasar pertimbangan penggunaan
resep racikan, antara lain ketepatan dosis dapat disesuaikan dengan berat badan
dan kondisi pasien, dan lebih efisien untuk pasien yang membutuhkan beberapa
jenis obat sehingga lebih mudah dalam pemberian serta nyaman bagi pasien.
Alasan lain adalah resep racikan lebih murah jika dibandingkan bentuk sediaan
sirup untuk anak-anak.
Prinsip jumlah obat yang diracik dibuat seminimal mungkin dan sesuai
kebutuhan pasien. Penentuan dosis obat dalam resep racikan berdasarkan umur
dan berat badan pasien. Obat yang berbeda aturan dosis dan aturan pakainya tidak
dicampur menjadi satu racikan. Sediaan racikan hanya terdiri dari obat yang
aturan pakainya sama. Dari pihak dokter ketika meresepkan obat untuk diracik
sudah mempertimbangkan interaksi obat yang mungkin terjadi, dan terkadang ada
pemberitahuan dari bagian instalasi farmasi kepada dokter jika ada interaksi obat
maupun penggantian obat.
Pemberian resep racikan oleh dokter ditujukan untuk mendapatkan dosis
yang sesuai dan tepat untuk anak-anak, hal ini dikarenakan masih kurangnya
28
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
29
bentuk sediaan obat yang khusus untuk anak-anak. Menurut penulis, sebaiknya
pemberian resep racikan dilakukan hanya dilakukan pada pasien anak yang benarbenar membutuhkan sesuai dengan kondisinya, jika pasien sudah mampu
menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik tanpa digerus maka resep
racikan tidak perlu diberikan atau diberikan dalam bentuk sediaan sirup. Jumlah
obat yang diresepkan dalam bentuk racikan juga harus diperhatikan karena
semakin banyak obat yang diracik menjadi satu maka kemungkinan terjadinya
interaksi juga semakin besar.
2. Apoteker
Instalasi Farmasi merupakan bagian yang melakukan proses peracikan
untuk obat racikan yang diresepkan oleh dokter, karena itu apoteker bertanggung
jawab mengawasi semua hal yang berkaitan dengan proses peracikan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker yang bertugas di instalasi rawat
inap, dalam proses peracikan sudah dipertimbangkan adanya interaksi obat dalam
resep racikan, baik interaksi antar komponen dalam satu jenis racikan maupun
interaksi antar obat yang diracik dengan obat non racikan yang ada dalam resep
tersebut. Apoteker akan memberitahu dokter jika terjadi interaksi obat dalam
racikan atau jika ada penggantian obat dengan zat aktif yang sama.
Menurut apoteker, sebaiknya resep racikan tidak ada karena bentuk
sediaan obat yang sudah jadi tidak boleh direformulasi. Hal ini berhubungan
dengan ketepatan dosis dan kebersihan saat proses peracikan. Sebaiknya industri
farmasi dapat menambah jenis produk khusus untuk anak-anak baik untuk bentuk
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
30
sediaan oral maupun parenteral untuk memudahkan peresepan obat pada anakanak.
Pemberian informasi mengenai penggunaan obat untuk pasien yang
dirawat di bangsal termasuk di Bangsal Anak belum dapat dilakukan langsung
oleh apoteker tetapi disampaikan melalui perawat. Hal ini disebabkan jumlah
apoteker yang ada belum mencukupi untuk berkeliling ke bangsal.
Resep untuk pasien anak harus mendapat perhatian yang lebih karena
kelompok pasien anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap
terjadinya adverse drug reactions (ADR) terutama jika mendapat resep racikan.
Apoteker sebagai penanggungjawab terhadap kegiatan di Instalasi Farmasi harus
dapat menjalin komunikasi yang baik dengan dokter sebagai penulis resep dan
dengan perawat sebagai petugas yang memberikan obat kepada pasien yang
menjalani rawat inap di bangsal agar terapi yang diberikan tepat dan sesuai
dengan kondisi pasien.
3. Perawat
Perawat bertanggung jawab memberikan obat langsung kepada pasien.
Cara meminumkan obat racikan oleh perawat kepada pasien di bangsal anak
biasanya dicampurkan dengan air putih, air teh, gula, madu atau sirup tergantung
kebiasaan pasien sehingga mudah dalam pemberian. Jika saat meminum obat
racikan pasien mengalami muntah maka obat diberikan lagi, tetapi ada juga
perawat yang tidak memberikan lagi karena menganggap sudah ada obat yang
masuk.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
31
4. Orang Tua Pasien
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pasien, bentuk sediaan
obat yang dapat diterima oleh pasien anak-anak antara lain sirup, racikan dan
tablet. Sirup merupakan bentuk sediaan obat yang paling disukai oleh pasien
anak-anak. Dari tiga belas responden, tujuh orang pasien anak pernah mengalami
muntah saat minum obat racikan, dan enam orang pasien anak tidak pernah
mengalami muntah. Bagi sebagian besar orang tua pasien tidak bermasalah
dengan adanya resep racikan.
Orang tua pasien juga perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai
obat yang diberikan pada anak mereka karena orang tua juga berperan dalam
proses terapi tersebut. Informasi yang diberikan dapat berupa keterangan dosis,
indikasi, aturan dan cara pemakaian, serta keterangan lain dari obat yang
diberikan. Pada pasien anak sering mengalami muntah saat meminum resep
racikan karena rasanya yang pahit, maka orang tua pasien juga perlu diberikan
informasi hal yang boleh dilakukan jika hal tersebut terjadi.
B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan
Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi persentase kasus pasien
pediatri berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan indikasi.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
32
1. Berdasarkan kelompok umur
Umur kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak dikelompokkan
menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak
masa sekolah (>6 tahun-≤12 tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun).
Tabel IV. Pengelompokkan Umur Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Umur
1 bulan – 2 tahun
> 2 tahun – 6 tahun
> 6 tahun – 12 tahun
> 12 tahun – 18 tahun
Jumlah kasus (n = 99)
50
36
12
1
Persentase (%)
50,5
36,4
12,1
1,0
Dari data didapatkan, yang paling banyak menerima resep racikan adalah
adalah kasus dengan kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan yang kedua adalah
kelompok umur >2-6 tahun. Berdasarkan pustaka yang didapatkan anak usia 4
tahun ke atas sudah dapat menelan tablet yang berukuran kecil. Dalam pustaka
lain juga menyebutkan bentuk sediaan obat cair diberikan untuk anak berumur di
bawah 6 tahun, sedangkan anak dengan umur 6 tahun ke atas dapat diberikan
tablet. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan bahwa kelompok umur kasus
yang banyak menerima resep racikan ialah kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan
kelompok umur >2-6 tahun, karena pada kelompok umur tersebut masih sulit
menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik. Semakin bertambah umur anak
maka akan semakin mudah untuk menerima bentuk sediaan padat secara oral.
Kelompok umur kasus yang paling sedikit menerima resep racikan ialah
kelompok remaja yang berumur lebih dari 12 tahun, hal ini disebabkan pada
kelompok umur ini sudah dapat menerima atau menelan bentuk sediaan obat padat
dengan baik sehingga dokter jarang meresepkan obat racikan untuk kelompok
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
33
umur tersebut. Rata-rata umur kasus yang menerima resep racikan di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda pada periode Juli 2007 ialah 2,9±2,9 tahun (rata-rata
± SD), yaitu rentang umur antara 0–5,8 tahun.
2. Berdasarkan jenis kelamin
Masing-masing kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep
racikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki
dan kelompok perempuan. Kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak yang
menerima resep racikan paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59,6%,
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 40,4%. Pada penelitian ini
tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan penggunaan resep racikan.
Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perbedaan penggunaan resep racikan, baik
alasan, jenis racikan maupun dosis yang digunakan pada kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan. Jenis kelamin kasus pediatri dalam penelitian ini digunakan
untuk menggambarkan kondisi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007.
Tabel V. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah kasus (n = 99)
59
40
Persentase (%)
59,6
40,4
3. Berdasarkan diagnosis utama
Kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dapat dibagi
menjadi lima kelompok besar, yaitu kasus dengan satu diagnosis utama, kasus
dengan dua diagnosis utama, kasus dengan empat diagnosis utama, dan kasus
tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pediatri di Bangsal Anak
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
34
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 99
kasus. Penggunaan resep racikan paling banyak untuk diagnosis utama gangguan
saluran cerna, dan yang kedua untuk diagnosis utama gangguan saluran nafas.
Kasus dengan satu diagnosis utama yang mengalami gangguan saluran cerna
sebanyak 30 kasus, dan kasus yang mengalami gangguan saluran nafas sebanyak
15 kasus.
Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli
2007
No.
Diagnosis Utama
Dengan satu diagnosis
Gangguan saluran nafas
1.
ISPA
2.
Tonsilitis kronis
3.
Asma
4.
Bronkitis
5.
Bronkiolitis
6.
Pneumonia
Gangguan saluran cerna
7.
Diare akut
8.
Diare disentriform
9.
Stomatitis
Lain-lain
10.
Febris
11.
Kejang demam
12.
Epilepsi
13.
Dengue fever
14.
Infeksi virus tidak khas
15.
Infeksi non spesifik
16.
Infeksi Saluran Kencing (ISK)
17.
Obs. trauma capitis
Dengan dua diagnosis
18.
ISPA + Gastroenteritis akut (GEA)
19.
Bronkitis + GEA
20.
Bronkitis asmatis + CP
21.
Pneumonia + asmatis
22.
PKTB + Dengue fever
23.
Kejang demam + GEA
24.
Sefalgia + GEA
Dengan empat diagnosis
25.
Bronkitis + GEA dehidrasi + DHF + kejang
Tanpa diagnosis
JUMLAH
Jumlah kasus
Persentase (%)
1
1
1
7
1
4
1,0
1,0
1,0
7,1
1,0
4,0
20
9
1
20,0
9,1
1,0
5
2
1
4
11
1
2
1
5,1
2,0
1,0
4,0
11,1
1,0
2,0
1,0
1
1
1
1
1
1
1
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1
19
99
1,0
19,2
100
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
35
C. Pola Peresepan Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan
1. Jenis resep racikan
Resep racikan yang diterima pada kasus pediatri di Bangsal Anak
dikelompokkan menurut jumlah dan jenis resep racikan yang diresepkan. Jumlah
kasus paling banyak menerima satu jenis racikan, yaitu sebanyak 54 kasus,
dengan jenis resep racikan yang paling banyak adalah parasetamol dan
fenobarbital sebanyak 39 kasus. Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata
setiap kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda menerima satu
sampai dua jenis racikan (rata-rata ± SD = 1,6 ± 0,8).
Tabel VII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Satu Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah
Presentase
No.
Jenis Racikan
kasus
(%)
1.
Parasetamol + Fenobarbital
39
39,4
2.
Siproheptadin + Vitamin B
3
3,0
3.
Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom2
2,0
Na-Sulfonat+ Vitamin K
4.
Ketotifen + Siproheptadin
1
1,0
5.
Parasetamol + Metilprednisolon + Kodein
1
1,0
®
6.
1
1,0
Polimiksin + Strocain + Fenobarbital
7.
Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1
1
1,0
8.
Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan + CTM
1
1,0
9.
Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan +
1
1,0
Eritromisin
10. Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl +
1
1,0
Salbutamol
11. Aminofilin + Ambroksol
1
1,0
12. Kotrimoksazol + Metronidazol
1
1,0
13. Kanamisin + Tanalbin®
1
1,0
JUMLAH
54
54,5
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
36
Tabel VIII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Dua Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah
Persentase
No.
Jenis Racikan
kasus
(%)
Parasetamol + Fenobarbital
1.
1
1,0
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
Parasetamol + Fenobarbital
2.
2
2,0
Siproheptadin + Ko-enzim B12
Parasetamol + Fenobarbital
3.
6
6,1
Polimiksin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
4.
1
1,0
Ketotifen + Setirizin + Prokaterol HCl
Parasetamol + Fenobarbital
5.
1
1,0
Ketotifen + Siproheptadin + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
6.
1
1,0
Kotrimoksazol + Ketotifen + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
7.
11
11,1
Ketotifen + Siproheptadin
Parasetamol + Fenobarbital
8.
1
1,0
Parasetamol + Diazepam
Parasetamol + Fenobarbital
9.
1
1,0
Sefiksim + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
10.
1
1,0
Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
11.
1
1,0
Eritromisin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin
B1
Parasetamol + Fenobarbital
12.
1
1,0
Salbutamol + Metilprednisolon + Pseudoefedrin
+ Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
13.
1
1,0
Salbutamol + Metilprednisolon +
Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
14.
1
1,0
Isoniazid + Rifampisin
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
15.
1
1,0
Kanamisin + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
16.
1
1,0
Ketotifen + Mebhidrolina Napadisilat
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
17.
1
1,0
Sefadroksil + Dimenhidrinat
Ketotifen + Setirizin
18.
2
2,0
Siproheptadin + Ko-enzim B12
JUMLAH
35
35,4
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
37
Tabel IX. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Tiga Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah
Persentase
No.
Jenis Racikan
kasus
(%)
Parasetamol + Fenobarbital
1. Polimiksin + Vitamin B1
1
1,0
Ranitidin + Vitamin B1
Parasetamol + Fenobarbital
Polimiksin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin
2.
1
1,0
B1
Ketotifen + Setirizin + Pseudoefedrin
Parasetamol + Fenoberbital
3. Polimiksin + Vitamin B1
1
1,0
Ketotifen + Setirizin
Parasetamol + Fenobarbital
4. Ketotifen + Setirizin
1
1,0
Prokaterol-HCl + Ambroksol
Parasetamol + Fenobarbital
5. Ketotifen + Siproheptadin
1
1,0
Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl
Parasetamol + Diazepam
6. Parasetamol + Fenobarbital
1
1,0
Ketotifen + Siproheptadin
JUMLAH
6
6,1
Persentase Jenis Resep Racikan
1 jenis resep
racikan
4.00%
6.00%
35.20%
2 jenis resep
racikan
54.40%
3 jenis resep
racikan
4 jenis resep
racikan
Gambar 2. Persentase Jenis Resep Racikan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
38
Tabel X. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Empat Jenis Racikan
Periode Juli 2007
Jumlah
Persentase
No.
Jenis Racikan
kasus
(%)
Parasetamol + Fenobarbital
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
1
1,0
1.
Aminofilin + Deksametason + Prokaterol-HCl
Sy.Thimii + Mebhidrolina Napadisilat +
Ketotifen + Terbutalin Sulfat
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
2. Kotrimoksazol + Metoklopramid
1
1,0
Methicol + Curcuma + Dimenhidrinat
Metronidazol + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
3. Sy.Thimii + Deksametason + Salbutamol
1
1,0
Aminofilin + Prokaterol-HCl
Metronidazol + Kotrimoksazol + Tanalbin
Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K
Diphantoin + Fenobarbital
4. Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin
1
1,0
sulfat
Kodein + Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen +
Terbutalin sulfat
JUMLAH
4
4,0
2. Kelas terapi obat non racikan
a. Antiinfeksi
Kelas terapi antiinfeksi digunakan pada kasus yang mengalami infeksi
untuk membasmi mikroba penyebab infeksi. Golongan obat antiinfeksi yang
paling banyak digunakan adalah sefotaksim. Mekanisme kerja sefotaksim dengan
menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan antiinfeksi haruslah hatihati dan dengan dosis yang tepat karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi
mikroba terhadap obat antiinfeksi tersebut.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
39
Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No.
Golongan Antiinfeksi
Antibakteri
1.
Beta Laktam
Penisilin
Sefalosporin (generasi 2)
Sefalosporin (generasi 3)
2.
3.
Kombinasi
Makrolid
Aminoglikosida
4.
5.
Derivat Sulfonamid
Lain-lain
Polimiksin
Antifungi
6.
Imidazol
Polien
Antiprotozoa
7.
Amubasid
Anthelmintik
8.
Anthelmintik
Jenis Obat
Amoksisilin trihidrat
Amoksisilin & asam
klavulanat
Sefaklor
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidim
Sefiksim
Sulperason®
Spiramisin
Gentamisin
Streptomisin
Amikasin sulfat
Kanamisin
Kotrimoksazol
Jumlah
Persentase
(%)
1
4
1,0
4,0
2
34
4
3
2
1
1
1
1
8
1
9
2,0
34,3
4,0
3,0
2,0
1,0
1,0
1,0
1,0
8,1
1,0
9,1
Kolistin
2
2,0
Ketokonazol
Nistatin
Mikonazol
4
2
1
4,0
2,0
1,0
Metronidazol
1
1,0
Pirantel pamoat
2
2,0
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid sangat efektif digunakan untuk mengobati inflamasi yang
terjadi pada saluran nafas terutama untuk penyakit asma. Pemberian
kortikosteroid dapat secara oral maupun inhalasi. Selain pada gangguan saluran
nafas, kortikosteroid juga digunakan untuk antiinflamasi pada saluran cerna.
Banyaknya penggunaan kortikosteroid pada kasus pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dikarenakan sebagian besar kasus yang
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
40
dirawat mengalami gangguan saluran cerna dan gangguan saluran nafas. Jenis
kortikosteroid yang paling banyak digunakan adalah deksametason.
Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Kortikosteroid pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No
1.
Golongan Obat
Kortikosteroid
Jenis Obat
Deksametason
Fluktikason propionat
Metil prednisolon
Jumlah
60
3
1
Persentase (%)
60,1
3,0
1,0
c. Antihistamin
Antihistamin yang digunakan antara lain antihistamin sedatif sebanyak
23,2% dan antihistamin non sedatif sebanyak 3,0%. Jenis obat antihistamin sedatif
yang digunakan ialah difenhidramin dan ketotifen, sedangkan antihistamin non
sedatif yang digunakan adalah setirizin dan desloratadin. Penggunaan obat
antihistamin dengan indikasi untuk mengobati jika pasien mengalami alergi
terutama pada pasien yang mengalami gangguan sistem saluran nafas yang sangat
sensitif terhadap terjadinya alergi.
Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Antihistamin pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode
Juli 2007
No.
1.
Golongan Obat
Antihistamin non sedatif
2.
Antihistamin sedatif
Jenis Obat
Setirizin
Desloratadin
Difenhidramin
Ketotifen
Jumlah
2
1
22
1
Persentase (%)
2,0
1,0
22,2
1,0
d. Analgesik
Analgesik yang digunakan berupa golongan analgesik non opioid karena
juga memiliki indikasi sebagai antipiretik (penurun panas). Penurun panas
digunakan karena sebagian besar kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak
Rumah Sakit Bethesda mengalami demam. Hal ini dikarenakan demam
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
41
merupakan salah satu gejala umum pada berbagai penyakit dan dapat sebagai
tanda adanya infeksi. Jenis analgesik non opioid yang paling banyak digunakan
adalah Xylomidon® untuk kasus yang mengalami demam tinggi. Parasetamol
merupakan analgesik antipiretik yang cukup aman digunakan pada anak-anak.
Tabel XIV. Golongan dan Jenis Obat Analgesik pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak RS Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
No.
1.
Golongan Obat
Analgesik non opioid
Jenis Obat
Xylomidon®
Parasetamol
Ketoprofen
Jumlah
22
7
1
Persentase (%)
22,2
7,1
1,0
e. Obat gangguan saluran nafas
Tabel XV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Nafas pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No.
1.
Golongan Obat
Ekspektoran
2.
3.
Mukolitik
Antitusif
4.
Nasal dekongestan
5.
Agonis adrenoseptor
6.
7.
Teofilin
Kombinasi
Jenis Obat
Noscapin
Allerzin exp®
Ventolin exp®
Bromheksin
Prokaterol
Kodein
Rhinofed®
Actifed®
Salbutamol
Fartholin®
Aminofilin
Combivent®
Comtusi®
Jumlah
7
4
4
2
5
1
1
1
11
1
14
5
1
Persentase (%)
7,1
4,0
4,0
2,0
5,1
1,0
1,0
1,0
11,1
1,0
14,1
5,1
1,0
Kasus pediatri yang menggunakan obat gangguan saluran cerna sebanyak
57 kasus. Obat gangguan saluran nafas digunakan pada kasus pediatri yang
mengalami batuk, pilek, sesak nafas, asthma, dan gangguan sistem saluran nafas
lainnya. Jenis obat gangguan saluran nafas yang paling banyak digunakan ialah
aminofilin.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
42
f. Obat gangguan saluran cerna
Obat gangguan saluran cerna merupakan obat non racikan yang paling
banyak digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 95 kasus. Jenis obat gangguan
saluran cerna yang paling banyak digunakan ialah Lacto B®. Lacto B®
merupakan makanan pelengkap berupa serbuk yang mengandung Lactobacillus
dan Bifidobacteria untuk membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan
bayi dan mencegah terjadinya diare. Konsep probiotik seperti pada Lacto B®
dapat mempersingkat lama diare dan mengurangi frekuensi diare.
Tabel XVI. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Cerna pada Kasus Pediatri
di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No.
Golongan Obat
1.
2.
Antidiare
Antasida
3.
4.
5.
6.
Antagonis reseptor H2
Khelator
Laksatif
Antimual dan vertigo
7.
8.
Antimuskarinik
Lain-lain
Jenis Obat
Dioktahedrol smektil
Polycrol®
Strocain®
Ranitidin
Sukralfat
Bisakodil
Domperidon
Metoklopramid
Hiosin butilbromida
Lacto B® (probiotik)
Tanalbin®
Prolacta®
Jumlah
3
1
1
2
2
3
33
5
1
41
2
1
Persentase
(%)
3,0
1,0
1,0
2,0
2,0
3,0
33,3
5,1
1,0
41,4
2,0
1,0
g. Obat gangguan sistem saraf pusat
Obat gangguan sistem saraf sebagian besar digunakan untuk pasien yang
mengalami kejang sebagai antikejang juga untuk mengobati gangguan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat yang lain, seperti nyeri kepala dan
migrain. Jenis obat gangguan sistem saraf pusat yang paling banyak digunakan
ialah fenitoin.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
43
Tabel XVII. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem Saraf Pusat pada Kasus
Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep
Racikan Periode Juli 2007
No.
Golongan Obat
1.
Antiepilepsi
2.
3.
Antipsikotik
Aktivator serebral
Jenis Obat
Jumlah
Fenobarbital
Fenitoin
Diazepam
Karbamazepin
Klonazepam
Okskarbazepin
Asam Valproat
Klorpromazin
Co-dergokrina mesilat
2
7
1
2
2
1
1
4
1
Persentase
(%)
2,0
7,1
1,0
2,0
2,0
1,0
1,0
4,0
1,0
h. Obat nutrisi dan darah
Tabel XVIII. Golongan dan Jenis Obat Nutrisi dan Darah pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
No.
1.
Golongan Obat
Antianemia
2.
Cairan dan elektrolit
3.
4.
Hepatoprotektor
Immunomodulator
5.
6.
Mineral
Multivitamin
7.
Nutrisi parental
8.
Penambah nafsu makan
9.
Vitamin
10.
Hemostatik
Jenis Obat
Ferlin®
Maltiron®
Kalium klorida
Sodium bikarbonat
Oralit
Curliv plus®
Imboost®
Stimuno®
Osteocare syr®
Lyvit®
Divens®
Glostrum®
MV syr®
Supradyn®
Aminofusin®
Asam amino
Curmunos®
Curvit CL®
Neurobion®
Tiamin
Alinamin F®
Karbamazokrom Nasulfonat
Jumlah
2
2
4
2
1
2
13
1
1
6
3
1
1
1
12
1
13
1
5
4
1
8
Persentase (%)
2,0
2,0
4,0
2,0
1,0
2,0
13,1
1,0
1,0
6,1
3,0
1,0
1,0
1,0
12,1
1,0
13,1
1,0
5,1
4,0
1,0
8,1
Obat nutrisi dan darah yang paling banyak digunakan ialah golongan
immunomodulator dan golongan penambah nafsu makan. Immunomodulator
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
44
digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang mengalami
penurunan karena anak tersebut sedang sakit. Peningkatan sistem kekebalan tubuh
dapat membantu mempercepat terjadinya kesembuhan.
Penambah nafsu makan perlu diberikan karena biasanya pada anak-anak
yang sedang sakit nafsu makannya berkurang sehingga diperlukan nutrisi untuk
membantu meningkatkan nafsu makan. Obat nutrisi dan darah digunakan sebagai
terapi pendukung untuk membantu proses penyembuhan pada pasien.
D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi
1. Drug related problem (DRP)
Proses evaluasi kerasionalan terapi pada kasus di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dilakukan dengan
mengidentifikasi drug related problem (DRP) yang terjadi berdasarkan hasil
penelusuran pustaka. Pada penelitian ini hanya mengkaji DRP yang terjadi pada
kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Dari data
didapatkan ada 32 kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna,
antara lain diare akut sebanyak 20 kasus, diare disentriform sebanyak 9 kasus,
stomatitis sebanyak 1 kasus, kejang demam dan gastroenteritis akut (GEA)
sebanyak 1 kasus, serta sefalgia dan GEA sebanyak 1 kasus.
Dari 32 kasus pediatri dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna
ada yang hanya mengalami satu jenis DRP, namun ada juga yang mengalami lebih
dari satu jenis DRP. Hasil identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
45
sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi
sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus.
Tabel XIX. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus
3, 15, 21,
25, 28, 29,
31, 32
Jenis Obat
Parasetamol
17, 20
Kanamisin
25
Kotrimoksazol
Penilaian
Penggunaan parasetamol pada pasien
tidak tepat karena dosis yang
diberikan kurang dari dosis yang
seharusnya diberikan, yaitu 10-15
mg/kgBB. Kasus 25 menerima dosis
8 mg/kgBB. Kasus 15 dan 31
menerima dosis 8,5-9 mg/kgBB.
Kasus 3, 21, 28, 29, 31, 32 menerima
dosis 9-9,5 mg/kgBB.
Penggunaan kanamisin tidak tepat
karena dosis oral yang diberikan
kurang dari dosis yang seharusnya
diberikan, yaitu 50 mg/kgBB/hari.
Kasus 17 menerima dosis 35
mg/kgBB/hari, sedangkan kasus 20
hanya
menerima
dosis
30,6
mg/kgBB/hari.
Penggunaan kotrimoksazol tidak
tepat karena dosis yang diberikan
kurang dari dosis yang seharusnya
diberikan, yaitu 8-12 mg/kgBB/hari.
Kasus hanya menerima dosis 3
mg/kgBB/hari.
Rekomendasi
Dosis
parasetamol
dinaikkan
sesuai
dengan dosis yang
seharusnya diberikan
pada kasus.
Dosis
kanamisin
dinaikkan
sesuai
dengan dosis yang
seharusnya diberikan
pada kasus.
Dosis kotrimoksazol
dinaikkan
sesuai
dengan dosis yang
seharusnya diberikan
pada kasus.
Jenis obat yang menjadi penyebab DRP dosis terlalu rendah ialah
kotrimoksazol, kanamisin, dan parasetamol. Dosis obat yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan konsentrasi obat dalam darah berkurang sehingga menyebabkan
obat tidak dapat mencapai efek terapi yang diharapkan. Pada antibiotika
kotrimoksazol mengakibatkan obat tidak dapat membunuh bakteri penyebab
infeksi sehingga memiliki resiko terjadinya resistensi. Pemberian kanamisin
secara per oral dengan tujuan untuk mendapatkan efek lokal di saluran
pencernaan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
46
Tabel XX. Kelompok Kasus DRP Obat Tanpa Indikasi pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus
1, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 11, 12,
13, 14, 15,
16, 18, 19,
23, 24, 25,
26, 27, 28,
29, 31, 32
2, 21, 22
Jenis Obat
Fenobarbital
Penilaian
Pemberian fenobarbital tidak
tepat karena pada kondisi
klinis kasus tidak terjadi
kejang
sehingga
tidak
membutuhkan obat tersebut.
Rekomendasi
Fenobarbital tidak perlu
digunakan karena pasien
tidak membutuhkannya.
KarbazokromNa-sulfonat dan
Vitamin K
Pemberian kedua obat tersebut
tidak tepat karena kondisi
kasus
tidak
mengalami
perdarahan sehingga tidak
membutuhkan obat tersebut.
Pemberian obat tersebut tidak
tepat karena kondisi kasus
tidak membutuhkan obat
tersebut.
Pemberian setirizin tidak tepat
karena kondisi kasus tidak
membutuhkan obat tersebut.
®
Pemberian obat Rhinofed
tidak tepat karena kondisi
kasus
tidak
mengalami
keluhan
pilek
yang
membutuhkan obat tersebut.
Pemberian obat tersebut tidak
tepat karena kondisi kasus
tidak membutuhkan obat
tersebut.
Pemberian
racikan
obat
tersebut tidak tepat karena
kondisi
pasien
tidak
membutuhkan obat tersebut.
Pemberian obat noscapin tidak
tepat karena kondisi kasus
tidak
mengalami
batuk
berdahak yang membutuhkan
obat tersebut.
Pemberian obat antibiotika
kotrimoksazol,
polimiksin,
dan sefotaksim tidak tepat
karena ada penggunaan jumlah
antibiotika yang berlebihan.
Karbazokrom-Na-sulfonat
dan Vitamin K tidak perlu
digunakan.
3, 10, 30
Siproheptadin
9
Setirizin
16
Rhinofed
20
Klorpromasin
24
Ketotifen,
Siproheptadin,
dan Setirizin
30
Noscapin
31
Kotrimoksazol,
Polimiksin, dan
Sefotaksim
®
Siproheptadin tidak perlu
digunakan.
Setirizin
tidak
digunakan.
®
Rhinofed
digunakan.
tidak
perlu
perlu
Klorpromasin tidak perlu
digunakan.
Ketotifen, siproheptadin,
dan setirizin tidak perlu
digunakan.
Noscapin tidak
digunakan.
perlu
Hanya perlu diberikan
satu jenis antibiotika saja
yang dipilih dari ketiga
antibiotika tersebut, atau
dilakukan
pemeriksaan
kultur untuk mengetahui
antibiotika yang sesuai
sehingga tidak terjadi
pemberian
antibiotika
yang berlebihan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
47
Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi ialah penggunaan obat yang
tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga pasien tidak membutuhkan obat
tersebut. Jenis obat yang termasuk kasus DRP obat tanpa indikasi ialah
fenobarbital, noscapin, Rhinofed®, karbazokrom-Na-sulfonat dan vitamin K, serta
siproheptadin, ketotifen, dan setirizin. Pemberian jumlah antibiotika berlebihan
yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme terhadap
antibiotika tersebut juga merupakan kasus DRP obat tanpa indikasi.
Kasus DRP interaksi obat merupakan DRP yang bersifat potensial,
artinya DRP tersebut berpotensi terjadi, namun belum terjadi pada kasus. Obat
yang menjadi penyebab DRP interaksi obat ialah parasetamol dan fenobarbital.
Interaksi antara parasetamol dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4
dengan onset lambat, artinya interaksi kedua obat tersebut terjadi setelah beberapa
hari atau bulan dengan tingkat keparahan yang sedang (moderate). Efek dari
interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan efek hepatotoksik dan penurunan
efek terapi parasetamol akibat adanya terapi fenobarbital secara bersamaan.
Sebagian besar kasus yang dirawat di Bangsal Anak RS Bethesda menerima jenis
racikan parasetamol dan fenobarbital, karena itu perlu diperhatikan penggunaan
jenis racikan tersebut.
Obat lain yang akan terjadi interaksi jika diberikan bersamaan ialah
deksametason dan golongan obat antasida dengan tingkat signifikansi 5 dan onset
lambat serta tingkat keparahan kecil (minor). Efek dari interaksi kedua obat
tersebut akan menurunkan efek terapi deksametason, namun mekanismenya
belum diketahui.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
48
Tabel XXI. Kelompok Kasus DRP Interaksi Obat pada Kasus Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus
1, 3, 4, 6, 7, 8,
11, 12, 13, 14,
15, 16, 18, 19,
23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 31,
32
Jenis Obat
Parasetamol dan
Fenobarbital
Penilaian
Parasetamol berinteraksi dengan
fenobarbital
dengan
tingkat
signifikansi 4. Fenobarbital akan
meningkatkan sifat hepatotoksik
parasetamol.
Efek
terapi
parasetamol juga akan berkurang
dengan adanya fenobarbital.
Rekomendasi
Jenis racikan parasetamol
dan fenobarbital sebaiknya
tidak
diberikan
karena
keduanya
mengalami
interaksi. Pada kasus yang
mengalami demam cukup
diberikan parasetamol saja.
2
Deksametason
dan antasida
Deksametason akan berinteraksi
dengan antasida mengakibatkan
menurunnya efek farmakologi
deksametason dengan tingkat
signifikansi 5.
13
Polimiksin dan
amikasin sulfat
15
Fenitoin
dan
Fenobarbital
Polimiksin dan amikasin sulfat
jika diberikan bersama dapat
terjadi interaksi dengan tingkat
signifikansi 4. Interaksi dapat
meningkatkan resiko terjadinya
paralisis saluran nafas dan
gangguan ginjal.
Pemberian obat fenitoin akan
meningkatkan konsentrasi plasma
fenobarbital
sehingga
dapat
menimbulkan peningkatan resiko
terjadinya efek samping. Interaksi
kedua obat tersebut terjadi dengan
tingkat signifikansi 4.
Deksametason masih dapat
diberikan bersama antasida
dengan cara mengatur selang
waktu pemberian dari kedua
obat tersebut karena tingkat
signifikansi rendah, yaitu 5.
Dilakukan monitoring pada
saluran
nafas
dan
pemeriksaan fungsi ginjal,
namun sebaiknya antibiotika
polimiksin dan amikasin
sulfat
tidak
diberikan
bersamaan.
Dilakukan
monitoring
terhadap konsentrasi plasma
fenobarbital.
Sebaiknya
digunakan salah satu di
antara fenobarbital atau
fenitoin sebagai antikejang.
15
Parasetamol dan
Fenitoin
27
Fenobarbital dan
Asam valproat
Pemberian
parasetamol
dan
fenitoin secara bersamaan akan
meningkatkan potensi terjadinya
hepatotoksik dan menurunkan
efek
terapetik
parasetamol.
Interaksi ini terjadi dengan tingkat
signifikansi 2.
Interaksi antara asam valproat dan
fenobarbital memiliki tingkat
signifikansi 2. Asam valproat
akan menurunkan metabolisme
hepatik fenobarbital sehingga
konsentrasi plasma fenobarbital
akan
meningkat
hal
ini
mengakibatkan efek farmakologi
dan efek sampingnya juga
meningkat.
Parasetamol tidak diberikan
bersamaan dengan fenitoin.
Fenobarbital tidak diberikan
bersamaan dengan asam
valproat.
Fenobarbital dan asam valproat jika diberikan bersamaan akan terjadi
interaksi dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan
sedang (moderate). Interaksi kedua obat tersebut mengakibatkan peningkatan
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
49
kadar plasma fenobarbital sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan
efek samping fenobarbital.
Obat lain yang mengalami interaksi jika digunakan bersama ialah
parasetamol dan fenitoin dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta
tingkat keparahan sedang (moderate). Efek dari interaksinya adalah peningkatan
potensi hepatotoksik dan penurunan efek terapi dari parasetamol akibat adanya
pemberian fenitoin.
Pemberian antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat yang bersamaan
dapat menyebabkan interaksi obat dengan tingkat signifikansi 4 dan onset cepat
serta tingkat keparahan tinggi (major). Interaksi antara kedua obat tersebut
menimbulkan peningkatan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan
fungsi ginjal.
Interaksi antara fenitoin dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4
dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang (moderate). Efek yang
ditimbulkan dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan kadar serum
fenoarbital dengan adanya terapi fenitoin.
Tabel XXII. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus
6, 26
Jenis Obat
Parasetamol
Penilaian
Penggunaan parasetamol pada
pasien tidak tepat dosis karena
dosis yang diberikan melebihi
dosis yang seharusnya diberikan,
yaitu 10-15 mg/kgBB. Kasus 6
mendapat dosis 36 mg/kgBB,
sedangkan kasus 26 mendapat
dosis 16,7 mg/kgBB.
Rekomendasi
Menurunkan dosis
parasetamol sesuai
dengan dosis yang
seharusnya diberikan
pada pasien.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
50
Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat terjadi efek samping yang tidak
diinginkan atau dapat menimbulkan ketoksikan. Parasetamol dosis tinggi dapat
menyebabkan efek toksik pada hepar (hepatotoksik).
Tabel XXIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 30*
Subyektif
An. HM, nomor RM 01902995, berat badan 10 kg; umur 1 tahun 4 bulan 18 hari
dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret.
Diagnosis utama : diare cair akut
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Tanggal periksa
Nilai normal
31/07/07
13,20
12,00-18,00
43,0
36,0-49,0
11,03
4,10-13,00
185,0
140,0-440,0
0,9
0,0-0,1
12,2
0,0-9,0
2,5
0,0-8,0
Berkisar antara 36-36,5
Berkisar antara 120-124
Berkisar antara 22-24
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan siproheptadin ¼ tab + ko-enzim vitamin B12 ½ tab
1x1 (oral); Lacto B® 2x1 (oral); Imboost force® 2x1 cth (oral); noscapin drop 2x1cth
(oral); sefotaksim 3x150 mg (i.v); infus KAEN 3A
Penilaian
Pemberian obat siproheptadin dan noscapin pada pasien kurang tepat karena kondisi
pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat
tanpa indikasi.
Rekomendasi
Siproheptadin dan noscapin tidak perlu diberikan pada pasien.
*DRP yang sama terjadi pada kasus 5, 9, 10, 21, 22
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
51
Tabel XXIV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 1*
Subyektif
An. DH, nomor RM 00806793, berat badan 6,9 kg; umur 4 bulan dirawat di RS selama
5 hari karena keluhan sejak 4 hari mencret, badan lemas, muntah.
Diagnosis utama : GEA (gastroenteritis akut)
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Tanggal periksa
Nilai normal
01/07/2007
12,5
14,50-22,50
38,7
45,0-67,0
6,85
13,00-38,00
333
100,0-400,0
1,0
0,0-4,0
6,0
3,0-16,0
1,2
0,0-3,0
Berkisar antara 36,2-37,7
Berkisar antara 124-130
Berkisar antara 20-24
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 75 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral);
Lacto B® 2x1 (oral); kotrimoksazol 2x1/2cth (oral); dan infus KAEN 3B
Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.
Rekomendasi
Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
*DRP yang sama terjadi pada kasus 2, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 23, 24, 27
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
52
Tabel XXV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama
Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 16
Subyektif
An. OS, nomor RM 01903004, berat badan 8,7 kg; umur 11 bulan 9 hari dirawat di RS
selama 4 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, badan lemas.
Diagnosis utama : gastroenteritis akut (GEA) dengan dehidrasi
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Tanggal periksa
Nilai normal
16/07/2007
12,90
12,00-18,00
40,5
36,0-49,0
7,11
4,10-13,00
315,0
140,0-440,0
6,0
0,0-0,1
10,5
0,0-9,0
5,5
0,0-8,0
Berkisar antara 36,4-37,4
Berkisar antara 112-128
Berkisar antara 20-22
Hasil pemeriksaan kultur:
19/07/07
Biakan: Cedecea netteri
Antibiotika yang sensitif: kloramfenikol, streptomisin, asam nalidiksat, tetrasiklin,
amikasin, sefepim, meropenem, dan sulperason
Antibiotika yang resisten: kotrimoksazol, ampisilin, gentamisin, penisillin G,
eritromisin, kanamisin, sefotiam, seftriakson, cefoperazon, dan ofloksasin.
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 100 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral);
kotrimoksazol 2x1/2 cth (oral); Lacto B® 2x1 (oral); KCl 3x125 mg (oral); Glostrum®
2x1cth (oral); Rhinofed® 3x1/2 cth (oral); mikonazol (oles mulut); infus KAEN 3B
Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital dan Rhinofed® pada pasien kurang tepat karena kondisi
pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu:
obat tanpa indikasi.
c. Pemberian antibiotika kotrimoksazol tidak sesuai dengan hasil kultur.
Kotrimoksazol termasuk antibiotika yang resisten untuk jenis bakteri Cedecea
netteri, namun pada kasus ini antibiotika kotrimoksazol tepat diberikan pada pasien
karena merupakan salah satu antibiotika pilihan untuk kasus GEA. Bakteri Cedecea
netteri tersebut kemungkinan merupakan kontaminan di laboratorium mikrobiologi
tempat pemeriksaan kultur dilakukan.
Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Obat Rhinofed® tidak perlu diberikan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
53
Tabel XXVI. Contoh Kasus DRP Pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 25*
Subyektif
An. DAP, nomor RM 01903363, berat badan 19 kg; umur 4 tahun 4 bulan 15 hari
dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, dan batuk
Diagnosis utama : GEA dehidrasi
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Antidengue Ig G
Antidengue Ig M
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
25/07/07
9,90
30,0
5,34
182,0
0,4
5,4
0,4
Tanggal periksa
26/07/07 27/07/07
10,30
31,9
36,0
167,0
negatif
negatif
Berkisar antara 36-38,5
Berkisar antara 120-128
24
250,0
Nilai normal
12,00-18,00
36,0-49,0
4,10-13,00
140,0-440,0
0,0-0,1
0,0-9,0
0,0-8,0
negatif
negatif
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral);
kotrimoksazol 2x1½ cth (oral); deksametason 3x0,5cc (inj); infus KAEN 3B
Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat
tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.
c. Pemberian obat parasetamol dan antibiotika kotrimoksazol tidak tepat karena dosis
yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis
parasetamol seharusnya 10-15 mg/kgBB, yaitu 190-285 mg; sedangkan dosis
kotrimoksazol seharusnya 8-12 mg/kgBB/hari, yaitu 152-228 mg/hari. Pasien
mendapat dosis parasetamol 150 mg, sedangkan dosis kotrimoksazol 120 mg/hari.
DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah.
Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Menaikkan dosis obat parasetamol menjadi 190-285 mg dan antibiotika
kotrimoksazol menjadi 152-228 mg.
*DRP juga terjadi pada kasus 3, 15, 28, 29, 31, 32
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
54
Tabel XXVII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan
Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 26*
Subyektif
An. JA, nomor RM 01903349, berat badan 9 kg; umur 1 tahun 0 bulan 22 hari dirawat
di RS selama 5 hari karena keluhan muntah dan diare.
Diagnosis utama : diare cair akut
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Tanggal periksa
Nilai normal
26/07/07
12,80
12,00-18,00
41,1
36,0-49,0
8,12
4,10-13,00
386,0
140,0-440,0
0,5
0,0-0,1
13,4
0,0-9,0
0,0
0,0-8,0
Berkisar antara 36,4-37
Berkisar antara 118-124
Berkisar antara 20-24
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral);
Lacto B® 2x1 (oral); domperidon 3x1cth (oral); infus KAEN 3B
Penilaian
a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua
obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat
hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan
adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat.
b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan
obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi.
c. Dosis parasetamol terlalu tinggi, seharusnya dosis yang diberikan 10-15
mg/kgBB, yaitu 90-135 mg. Pada kasus mendapat dosis 150 mg. DRP yang
terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu tinggi.
Rekomendasi
a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja.
b. Dosis parasetamol diturunkan menjadi 90-135 mg.
*DRP yang sama terjadi pada kasus 6
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
55
Tabel XXVIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 17
Subyektif
An. RF, nomor RM 00406568, berat badan 6,4 kg; umur 2 bulan 23 hari dirawat di RS
selama 6 hari karena keluhan mencret.
Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Nilai normal
Tanggal periksa
18/07/2007
10,20
14,50-22,50
31,4
45,0-67,0
8,03
13,00-38,00
310,0
100,0-400,0
0,4
0,0-4,0
7,5
3,0-16,0
1,7
0,0-3,0
Berkisar antara 36,8-37,2
Berkisar antara 120-128
Berkisar antara 20-24
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan metronidazol + kotrimoksazol 3x1 (oral); Tanalbin®
3x1 (oral); kanamisin 3x75 mg (oral); amikasin 2x50 mg (inj); infus KAEN 3A
Penilaian
Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari
dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral
seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 320 mg/hari. Pasien mendapat dosis kanamisin
225 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah.
Rekomendasi
Menaikkan dosis kanamisin menjadi 320 mg/hari.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
56
Tabel XXIX. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
Kasus 20
Subyektif
An. GL, nomor RM 00806464, berat badan 9,8 kg; umur 1 tahun 2 bulan 18 hari
dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret, muntah dan panas.
Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi
Obyektif
Parameter
Hb (gr%)
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Basofil (%)
Monosit (%)
Eosinofil (%)
Suhu (oC)
Nadi (kali/menit)
Nafas (kali/menit)
Nilai normal
Tanggal periksa
21/07/2007
12,70
12,00-18,,00
39,9
36,0-49,0
10,96
4,10-13,00
20,30
140,0-440,0
2,3
0,0-0,1
13,0
0,0-9,0
0,3
0,0-8,0
Berkisar antara 36,2-37
Berkisar antara 120-124
Berkisar antara 20-28
Penatalaksanaan
Pasien mendapatkan obat racikan kanamisin 100 mg + Tanalbin® 150 mg 3x1 (oral);
Lacto B® 2x1 (oral); domperidon 2x1cth (oral); KCl 2x10cc mg (dalam infus);
klorpromasin 5 mg (inj); amikasin 2x75 mg (inj); infus KAEN 3A
Penilaian
a. Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang
dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral
seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 490 mg/hari. Pasien mendapat dosis
kanamisin 300 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu
rendah.
b. Pemberian obat klorpromasin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien
tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat
tanpa indikasi.
Rekomendasi
a. Menaikkan dosis kanamisin menjadi 490 mg/hari.
b. Obat klorpromasin tidak perlu diberikan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
57
Jumlah DRP pada Kasus Pediatri dengan Diagnosis
Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna
11
2
obat tanpa indikasi
31
interaksi obat
dosis terlalu rendah
dosis terlalu tinggi
24
Gambar 3. Jumlah Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna
2. Dampak terapi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar
kasus pediatri dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna yang
menerima terapi dengan resep racikan pulang dengan kondisi keluar sembuh dan
membaik. Sebagian besar kasus pulang atas persetujuan dari dokter yang
merawatnya, dan harus melakukan kontrol dalam jangka waktu beberapa hari
setelah rawat inap, biasanya 3 hari atau sesuai pesan dokter saat pulang. Kasus
dengan kondisi keluar perbaikan yang terjadi pada 1 kasus, pulang karena
menolak perawatan dilanjutkan. Dampak terapi berdasarkan dari kondisi keluar
dapat dilihat pada tabel XXX.
Tabel XXX. Kondisi Keluar pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama
Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007
No.
Kondisi Keluar
Jumlah (kasus)
1.
Sembuh
31
2.
Perbaikan
1
58
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan
sistem saluran cerna periode Juli 2007 umumnya menjalani rawat inap antara 3-5
hari sebelum diijinkan pulang, akan tetapi ada yang menjalani rawat inap lebih
dari jangka waktu tersebut. Sebagian besar kasus pediatri dengan diagnosis utama
gangguan saluran cerna menderita diare akut yang biasanya terjadi kurang dari
satu minggu, sehingga kasus akan menjalani dalam jangka waktu tersebut sebelum
diijinkan pulang setelah kondisinya membaik. Rata-rata kasus pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan
diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani rawat
inap selama antara 3,3 hari-5,7 hari (rata-rata ± SD = 4,5 ± 1,2).
Lama Rawat Inap Kas us Pe diatri Gangguan Sis te m
Saluran Ce rna
3
1
1
8
3 hari
4 hari
5 hari
6 hari
10
7 hari
9
8 hari
Gambar 4. Lama Rawat Inap Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan
Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna
E. Rangkuman Pembahasan
Dokter
memberikan
resep
racikan
dengan
pertimbangan
untuk
mendapatkan dosis yang tepat dan sesuai untuk kasus pediatri berdasarkan umur
dan berat badan masing-masing pasien pediatri. Apoteker bertanggung jawab
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
59
mengevaluasi resep racikan yang ditulis oleh dokter, dan jika terjadi interaksi obat
atau kesalahan lain harus memberitahu dokter tersebut. Perawat yang bertugas
memberikan resep racikan maupun obat lain langsung kepada pasien sehingga
harus memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai resep racikan dan
obat-obat lain tersebut. Dokter, apoteker, dan perawat perlu menjalin komunikasi
yang baik agar terapi yang diberikan pada pasien dapat berhasil dengan baik.
Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
yang menerima resep racikan periode Juli 2007, berdasarkan data yang diperoleh
ada 99 kasus. Kelompok umur kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 1
bulan-2 tahun. Berdasarkan diagnosis utama, paling banyak penggunaan resep
racikan untuk gangguan saluran cerna, dan yang kedua untuk gangguan saluran
nafas.
Berdasarkan jumlah jenis racikan yang diterima oleh masing-masing
kasus, didapatkan data jumlah kasus yang menerima satu jenis racikan sebanyak
54 kasus, kasus yang menerima dua jenis racikan sebanyak 35 kasus, kasus yang
menerima tiga jenis racikan sebanyak 6 kasus, dan kasus yang menerima empat
jenis racikan sebanyak 4 kasus. Jenis racikan yang paling banyak digunakan ialah
parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat non racikan yang digunakan pada
kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang
menerima resep racikan periode Juli 2007 antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid,
antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran
cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta golongan obat nutrisi dan darah.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
60
Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah kasus dengan gangguan
sistem saluran cerna sebanyak 32 kasus. Kajian kerasionalan terapi pada kasus
dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna berdasarkan analisis DRP yang
terjadi didapatkan hasil, jumlah kasus yang mengalami DRP sebanyak 32 kasus,
baik hanya mengalami satu jenis DRP atau lebih. Hasil identifikasi DRP yang
terjadi berdasarkan hasil penelusuran pustaka meliputi interaksi obat sebanyak 24
kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2
kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus.
Sebagian besar kasus pediatri pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama
gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani masa rawat inap antara
3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik. Dampak terapi yang dialami
kasus berdasarkan kondisi keluarnya ialah sembuh sebanyak 31 kasus, dan
perbaikan 1 kasus. Pada kasus dengan kondisi keluar sembuh, kasus pulang atas
persetujuan dokter, namun untuk kasus dengan kondisi keluar perbaikan yang
terjadi pada 1 kasus, pulang karena menolak rawat inap dilanjutkan.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian evaluasi peresepan pada pasien pediatri di
Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna), maka dapat
diambil beberapa kesimpulan:
1. Dokter memberikan resep racikan dengan pertimbangan untuk mendapatkan
dosis yang sesuai bagi pasien pediatri. Apoteker sudah mempertimbangkan
terjadinya interaksi obat dalam resep racikan. Perawat dan orang tua pasien
tidak bermasalah dengan adanya resep racikan.
2. Kelompok umur kasus paling banyak yaitu kelompok umur 1 bulan-2 tahun
sebanyak 50,5%, jumlah kasus terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 59,6%. Kasus paling banyak mengalami satu diagnosis utama
sebanyak 72 kasus.
3. Kasus paling banyak menerima satu jenis racikan sebanyak 54 kasus, dengan
jenis racikan paling banyak parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat
non racikan yang digunakan antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid,
antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran
cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta obat nutrisi dan darah.
4. Identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat
tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan
61
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
62
dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Sebagian besar kasus menjalani masa
rawat inap antara 3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini :
1. Perlu adanya perhatian dari pihak industri farmasi untuk menambah
pembuatan jenis obat dalam bentuk sediaan obat yang sesuai dengan dosis
untuk anak-anak.
2. Perlu diadakan penelitian mengenai perbandingan farmakoekonomi antara
penggunaan resep racikan dan resep non racikan.
3. Perlu adanya perhatian dan evaluasi mengenai obat antidiare dalam standar
terapi Rumah Sakit Bethesda untuk pasien pediatri.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, 46-49,
Yogyakarta
Anonim, 2000, Tatalaksana Penderita Diare, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, http://www.pppl.depkes.go.id/pedomantatalaksanadiare.pdf,
diakses pada tanggal 03 Januari 2008
Anonim, 2004, Diare, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
http://www.pom-obat.go.id/v2.0/articles.php?id=7, diakses pada tanggal
19 November 2007
Anonim, 2006, British National Formulary 52, BMJ Publishing Group, Great
Britain
Anonim, 2007, Diare Masih Jadi Pembunuh, http://www.pikiranrakyat.com
/cetak/2007/112007/11/0205.htm, diakses pada tanggal 19 November
2007
Barnes, N. D., Craft, A. W., George, P., and Milner, A. D., 1987, The Prescribing
Process, dalam Rylance, G., Drugs for Children, 13-14, WHO,
Copenhagen
Heaton, and Lewis, 1997, Scandinavian Journal of Gastroenterology 32 (9): 920924
Kaushal, R., Jaggi, T., Walsh, K., Fortescue, E.B., and Bates, D.W., 2004,
Pediatric Medication Errors: What Do We Know? What Gaps Remain?,
Ambulatory Pediatrics, Vol. 4, number 1, 73-81
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio
Mitchell, A.A., Lacouture, P.G., Sheehan, J.E., Kaufman R.E., and Shapiro S.,
Adverse Drug Reactions in Children Leading to Hospital Admission, J
Pediatr 1988;82:24-29, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal
19 Februari 2007
Moore, T.J., Weiss,SR., Kaplan S., and Blaidel, C.J., Reported Adverse Drug
Events in Infants and Children under 2 Years of Age, J Pediatr
2002;110:53, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal 18
Februari 2007
63
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
64
Pearce, E. C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, 176, Gramedia,
Jakarta
Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, 10-11, CV Rajawali, Jakarta
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat Pada Anak–Anak, dalam: Aslam, M., Tan,
C.K., Prayitno, A. (Eds), Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional
dan Penghargaan Pilihan Pasien, 191– 99, Gramedia, Jakarta
Ridwan,
A.,
2007,
Tumbuh
Kembang
Anak,
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/tumbuh-kembang-anak, diakses
pada tanggal 19 November 2007
Simanjuntak, C. H., 1991, Epidemiologi Disentri,
http://www.kalbe.co.id/files/08EpidemiologiDisentri.html, diakses pada
tanggal 03 Januari 2007
Soenarto, S. S., Jufrie, M., Oswari, H., Rosalina, I., Arief, S., Sayuti, Y., et. al.,
2004, Gastroenterologi, dalam Poesponegoro, H. D., Hadinegoro, S. R.
S., (Eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 47-52, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta
Spruill, W. J., and Wade, W. E., Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel
Syndrome, dalam DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R.,
Wells, B. G., Posey., L. M. (Eds), Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach, 679, McGraw-Hill, USA
Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle R.J., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 82-83, McGraw-Hill Co., New York
Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, 2, 7, 176, 367, 369, 646, 958,
Facts&Comparison, Wolters Kluwer, St. Louis
Wakefield,
A.,
2005,
Health
Topics
Content,
http://www.healthsystem.virginia.edu, diakses pada tanggal 15 Oktober
2007
Zein, U., Sagala, K. H., dan Ginting, J., 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri,
Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara,
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf,
diakses pada tanggal 19 November 2007
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
Kasus 17
Riwayat Terapi
Data Pasien Pemeriksaan
Nomor
RM:
00406568
Reg:
07071813
Anamnese
sejak kemarin mencret,
cair 4x, pagi
ini 2x
JK : L
Umur: 0th
2bl 23hr
BB:
6,4 kg
Tgl masuk:
18/07/07
pk 07:29
Tgl keluar:
23/07/07
Kontrol :
Diagnosis
D.utama:
diare akutdehidrasi
D.sekunder:
Komplikasi:
D.keluar:
sembuh
Nama Obat
Perawatan di Bangsal
Dosis&CP
obat dari periksa
dr.Purnomo tgl 17/07/07
terus
Inf.KAEN 3A
Tanda Vital
Suhu (ºC)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
36,9
18-Jul
Hasil Laboratorium
Hb
Hct (%)
AL (ribu/mmk)
AT (ribu/mmk)
Eritrosit (juta/mmk)
Eosinofil (%)
Monosit (%)
Basofil (%)
Nilai Normal
14,50-22,50
45,0-67,0
13,00-38,00
100,0-400,0
4,00-8,60
0,0-3,0
3,0-16,0
0,0-4,0
19-Jul
Tanggal Pemeriksaan
20-Jul
21-Jul
22-Jul
23-Jul
36,8
124
24
37
120
24
22-Jul
√
√
23-Jul
-
10,20
31,4
8,03
310,0
3,72
1,7
7,5
0,4
Obat dibawa pulang :
Pemeriksaan Mikrobiologi:
Tanggal : 21/07/2007
Periksa : kultur, sensitifitas, angka kuman
Bahan : feses
Biakan : Kluyvera cryocrescens
Tanda Vital
Suhu (ºC)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Uji kepekaan kuman
Nama Obat
Dosis & CP
Antibiotika sensitif :
asam nalidiksat, gentamisin, kanamisin, amikin, metronidazol+kotrimoksazol 3x1 (oral)
cerodolan, rochepin, maxipime, cefoperason
tanalbin
3x1 (oral)
meronem, sulperason
ketokonazol
1x1 (oral)
kanamisin
3x75mg (oral)
mikasin
Inf.KAEN 3A (infus)
2x50mg (inj)
36,9
120
20
37
124
22
37,2
124
24
37
128
24
18-Jul
√
√
√
-
19-Jul
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
1600
1150
450
1400
1150
BLPL
Tanggal Pemberian
20-Jul
21-Jul
√
√
√
√
√
√
√
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
Rangkuman Hasil Wawancara dengan Apoteker Rawat Inap Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta
No.
Pertanyaan
1.
Apakah
Anda
memperhatikan
adanya :
- interaksi
- stabilitas
- dosis (besar, lama dan frekuensi
pemberian, obat harus habis atau
tidak habis)
antar masing-masing komponen dari
obat racikan yang diresepkan oleh
Dokter?
2.
Jika dalam resep ada obat racikan
dan
non
racikan
yang
penggunaannya
tidak
rasional,
apakah Anda memberitahukannya
kepada Dokter tersebut?
3.
Jika dalam resep ada obat yang tidak
tersedia, apakah Anda mengganti
obat tersebut dengan obat lain yang
zat aktifnya sama? Apakah Anda
memberitahu
Dokter
tentang
penggantian obat tersebut?
4.
Bagaimana pemberian informasi
tentang penggunaan obat untuk
pasien yang dirawat di bangsal
anak? Apa saja informasi yang
diberikan?
5.
Masalah-masalah apa saja yang
Anda hadapi yang berhubungan
dengan resep racikan di bangsal
anak?
97
Jawaban
Melihat inkompatibilitas dari efek
farmasetika. Untuk signa karena
sudah terbiasa maka secara
otomatis akan tahu, jika berbeda
baru dicari tahu sebabnya.
Kelemahannya tidak semua bisa
terkontrol.
Kalau dokter tersebut bisa diajak
berkomunikasi maka ditelpon,
namun jika dokter tersebut sulit
untuk
diajak
berkomunikasi
dibiarkan saja.
Ya,
berusaha
memakai
formularium yang ada.
Apoteker belum keliling ke
bangsal
karena
keterbatasan
jumlah
apoteker.
Informasi
melalui perawat.
Resep racikan sebaiknya tidak ada.
Industri farmasi membuat sediaan
obat yang khusus untuk anak-anak,
baik
sediaan
oral
maupun
parenteral.
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
98
Rangkuman Hasil Wawancara dengan Orang Tua Pasien Pediatri di Bangsal
Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan
Periode Juli 2007
1. Bentuk sediaan obat apa saja yang dapat diterima dan disukai oleh anak
Ibu/Bapak? (misal tablet, sirup, dll)
Pasien
Pasien A
Pasien B
Pasien C
Pasien D
Pasien E
Pasien F
Pasien G
Pasien H
Pasien I
Pasien J
Pasien K
Pasien L
Pasien M
Jawaban
Racikan, sirup
Tablet
Sirup dan tablet seperti vitamin
Puyer lebih mudah daripada sirup
Tidak ada bentuk sediaan yang disukai
Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet
Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet
Sirup, kalau racikan dicampur dengan sirup
Semua bentuk sediaan bisa
Sirup
Sirup yang manis, kalau racikan diberi madu
Semua bentuk sediaan bisa
Puyer dan sirup
2. Sediaan racikan memiliki rasa pahit. Pernakah anak Ibu/Bapak mengalami
muntah saat menggunakan sediaan racikan? Bagaimana cara
pengatasannya? (misal memberikan satu lagi sediaan racikan untuk
mengganti obat yang dimuntahkan)
Pasien
Pasien A
Pasien B
Pasien C
Pasien D
Pasien E
Pasien F
Pasien G
Pasien H
Pasien I
Pasien J
Pasien K
Pasien L
Pasien M
Jawaban
Pernah satu kali dan diberikan lagi
Tidak pernah
Pernah dan diberikan lagi
Tidak pernah
Pernah dan diberikan lagi
Tidak pernah
Tidak pernah
Pernah dan diberikan lagi dengan selang beberapa saat
Pernah, jika muntahnya banyak diberikan lagi
Tidak pernah
Pernah dan diberikan lagi
Tidak pernah
Pernah satu kali dan diberikan lagi
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
3. Apakah bagi Ibu/Bapak bermasalah dengan adanya obat racikan?
Pasien
Pasien A
Pasien B
Pasien C
Pasien D
Pasien E
Pasien F
Pasien G
Pasien H
Pasien I
Pasien J
Pasien K
Pasien L
Pasien M
Jawaban
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah tapi cukup membantu
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah, percaya pada dokter
Tidak bermasalah karena anak mudah minumnya
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah, namun anak susah minumya
Tidak bermasalah
Tidak bermasalah
99
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
100
Rangkuman Hasil Wawancara dengan Perawat yang Bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
No.
Pertanyaan
1.
Informasi
apa
sajakah yang Anda
dapatkan
dari
Apoteker pada saat
pengambilan obat?
2.
Bagaimana
pengalaman Anda
dalam memberikan
obat racikan kepada
pasien anak?
3.
Apabila ada pasien
yang muntah pada
saat diberi obat
racikan, apa yang
Anda lakukan dan
bagaimana
cara
mengatasinya?
Perawat A
Yang
mengambil
pramurukti
bukan perawat,
tetapi sudah ada
labelnya.
Kalau anak yang
sudah
besar
mudah
pemberiannya.
Kalau
susah
lewat samping
(miring)
biar
tidak
muntah.
Minumnya
pakai air putih
atau air teh.
Obat diberikan
lagi tapi dengan
selang
waktu
beberapa saat.
Perawat B
Tidak diberi informasi.
Jawaban
Perawat C
Perawat D
Tidak
diberi Obat langsung diberikan,
informasi, sudah tidak diberi informasi. Jika
ada etiket.
tidak tahu baru bertanya dan
diberi informasi.
Perawat E
Biasanya
tidak
diberi
informasi. Obat langsung
diberikan.
Tergantung
anaknya,
yang takut atau nangis
pemberian jadi susah.
Minumnya pakai air
putih.
Kalau
sulit
minum dipaksa.
Minumnya
dicampur
air
putih,
kadang
diberi teh, madu,
gula, tergantung
kebiasaan pasien
di rumah.
Anak-anak tidak suka pahit,
kebanyakan susah jadi agak
dipaksa.
Sulit karena pahit. Kalau
orang tua bisa membantu
lebih mudah. Harus sedikit
dipaksa. Minumnya dicampur
air putih, atau dicampur
sirup.
Obat diberikan lagi tapi
dengan selang waktu
beberapa saat.
Bisa
dilihat
rekasinya, misal
penurun panas,
saat diberikan
muntah.
Jika
masih
panas
diberikan
lagi
tapi
kalau
antibiotik tidak
diulang.
Kalau muntah waktu itu
juga langsung diberikan
lagi. Kalau muntah selang
beberapa
waktu
tidak
diberikan lagi.
Langsung diberikan lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
101
Rangkuman Hasil Wawancara dengan Dokter yang Bertugas di Klinik Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
No
1.
2.
3.
4.
5.
Pertanyaan
Apa dasar pertimbangan
atau
alasan
dokter
memberikan obat dalam
bentuk racikan untuk
pasien anak?
Menurut pendapat dokter
dalam 1 sediaan racikan
maksimal terdiri dari
berapa jenis obat?
Apakah
dasar
pertimbangan
dokter
dalam menentukan dosis
obat dari setiap jenis obat
dalam sediaan racikan?
Jika dalam 1 sediaan
racikan terdapat 2 jenis
obat
yang
berbeda
regimen dosisnya/aturan
pemakaiannya,
aturan
pakai manakah yang
digunakan/dipilih umtuk
sediaan racikan tersebut
dan apa alasan dokter
memilih
aturan
pemakaian tersebut?
Apakah
dokter
mempertimbangkan
terjadinya interaksi obat
sewaktu
meresepkan
sediaan racikan?
Dokter A
Kalau racikan dokter
sudah tahu dosisnya
(mg/kgBB)
dan
berdasarkan diagnosa.
Tergantung tujuannya,
tidak ada maksimal dan
minimal.
Prinsip
seminimal mungkin.
Berat badan
Jawaban
Dokter B
Dokter C
Dosis tepat (sesuai berat Agar pas dengan dosis
badan
dan
kondisi untuk anak-anak. Racikan
penyakit).
lebih murah dibanding
sirup.
Dokter D
Lebih efisien
Sesuai kebutuhan
Maksimal 3 jenis obat
Tergantung
penyakit
kondisi
Berat badan, kondisi atau
keadaan berat ringan
penyakit,
kesulitan
minum obat
Umur dan berat badan
Berat badan
Dipisah
Dipisah
Dipisah
Dipisah
Pasti,
kalau
ada
interaksi cari yang lain.
Ya
Kadang. Jika ada interaksi
farmasi lapor lalu obat
diganti.
Ya. Ada beberapa
obat yang tidak bisa
dicampur.
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
102
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
102
Daftar Nama Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak
Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Antiinfeksi
No.
Golongan obat
01. Beta laktam
02.
03.
Makrolid
Aminoglikosida
04.
Derivat Sulfonamid
05.
06.
Polimiksin
Antifungi
07.
08.
Amubasid
Anthelmintik
Jenis obat
amoksisilin
amoksisilin dan asam
klavulanat
sefaklor
sefiksim
sefotaksim
seftazidim
spiramisin
gentamisin
amikasin sulfat
kotrimoksazol
kolistin
mkonazol
nistatin
metronidazol
pirantel pamoat
Nama obat
Yekamox ®
Clavamox®
Cloracef®
Cefspan®
Claforan®
Ceftum®
Fortum®
Spiradan®
Pyogenta®
Mikasin®
Ottoprim®
Bactricid®
Yekaprim®
Colistine®
Dactarin oral gel®
Mycostatin®
Flagyl®
Combantrin®
Kortikosteroid
No.
01.
Golongan obat
Kortikosteroid
Jenis obat
deksametason
flutikason propionat
Nama obat
Kalmetason®
Indexon®
Flixotide®
Antihistamin
No.
Golongan obat
01. Antihistamin sedatif
02.
Antihistamin non sedatif
Jenis obat
difenhidramin
ketotifen
desloratadin
Nama obat
Delladrill®
Profilas®
Aerius®
Jenis obat
parasetamol
ketoprofen
Nama obat
Sanmol®
Profenid®
Analgesik
No.
Golongan obat
01. Analgesik non-opioid
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
103
Obat gangguan saluran nafas
No.
Golongan obat
01. Ekspektoran
02. Mukolitik
Jenis obat
noscapin
bromheksin
03.
04.
prokaterol HCl
salbutamol
Antitusif
Agonis adrenoseptor
Nama obat
Mercotin®
Mucosulven®
Bisolvon®
Meptin®
Ventolin exp®
Fartholin®
Obat gangguan saluran cerna
No.
01.
02.
03.
04.
05.
Golongan obat
Antidiare
Antagonis reseptor H2
Khelator
Laksatif
Antimual dan vertigo
06.
Antimuskarinik
Jenis obat
dioktahedrol smektil
ranitidin
sukralfat
bisakodil
domperidon
metoklopramid
hiosin butilbromida
Nama obat
Smecta®
Rantin®
Inpepsa®
Dulcolax®
Vometa®
Primperan®
Buscopan plus®
Obat gangguan sistem saraf pusat
No.
Golongan obat
01. Antiepilepsi
02.
Antimigrain
Jenis obat
Fenitoin
Diazepam
Klonazepam
Okskarbazepin
Asam valproat
Co-dergokrina mesilat
Nama obat
Dilantin®
Stesolid®
Rivotril®
Trileptal®
Depakene®
Xepadergin®
Jenis obat
Karbazokrom Na-sulfonat
Nama obat
Adona®
Obat darah
No.
Golongan obat
01. Hemostatik
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
104
Pemeriksaan Feses Rutin pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit
Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Ascaris
Ankilostoma
Trikhiuris
Axyuris
Sel eritrosit
Sel leukosit
Sel epitel
Histolitika
Amoeba coli
Kista
Sisa makanan
Serat daging
Granula amilum
Granul lemak
Sisa tumbuhan
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
105
Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah
Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007
Bahan
: feses
Permintaan periksa
: kultur, sensitivitas test, angka kuman
Biakan
:
Uji kepekaan obat
Kotrimoksazol
Kloramfenikol
Ampisilin
Streptomisin
Asam nalidiksat
Tetrasiklin
Gentamisin
Penisillin G
Eritromisin
Kanamisin
Amikin
Ceradolan
Fortum
Rochepin
Tequin
Tarivid
Maxipime
Ceftum
Cravit
Cefoperason
Meronem
Zyvox
Sulperason
PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN
MERUPAKAN TINDAKAN
TINDAKAN TIDAK
TIDAK TERPUJI
TERPUJI
106
BIOGRAFI PENULIS
Amanda Marselin merupakan anak pertama dari
pasangan Benny Heimbach dan Cecilia Linggawati,
lahir di Cilacap pada tanggal 02 Mei 1986.
Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak
Maria Immaculata Cilacap pada tahun 1990-1992.
Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar
Xaverius 4 Palembang pada tahun 1992-1996 dan Sekolah Dasar Santo Yoseph I
Denpasar pada tahun 1996-1998. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Pertama Santo Yoseph Denpasar pada tahun 1998-2001. Kemudian
naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menegah Umum Stella Duce 2 Yogyakarta
pada tahun 2001-2004. Selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
menyelesaikan masa studi pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi Asisten
Praktikum Bioanalisis (2007).
Download