PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI EVALUASI PERESEPAN KASUS PEDIATRI DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA YANG MENERIMA RESEP RACIKAN PERIODE JULI 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Amanda Marselin NIM : 048114022 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yohanes 14 : 6) Kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan kasih sayang-Nya Kedua orang tuaku atas semua kasih sayang, doa, perjuangan, dan pengorbanannya Almamaterku v PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Prakata Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda. 2. Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi. 3. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini. 4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini. vi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian ini. 6. Ibu Wiwin beserta semua perawat yang bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan selama proses pengambilan data penelitian ini. 7. Kepala dan staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data penelitian. 8. Ayahanda Benny Heimbach dan Ibunda Cecilia Linggawati yang telah membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan kasih sayang, perhatian, pengorbanan serta doa yang tulus sepanjang hidup penulis. 9. Adikku tersayang Rinaldo yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 10. Mas Agus yang dengan setia menemani penulis, selalu memberikan doa dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini. 11. Wiwid, Octav, Pipit, Reni, Made, Rina, Atin, Retry, atas persahabatan, kekompakan dan dukungannya selama ini. 12. Novi atas kebersamaan, bantuan, dan semangat selama menjalani kuliah dan penyusunan skripsi ini. Kita memang selalu senasib. 13. Wida, Sisca, Anna, Rissa, Nur, Henny, Bosco, Limdra, Rosa, Sisil dan semua teman-teman kelas FKK 2004 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 14. Tata dan Erline atas kerjasama, dukungan dan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. vii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15. Mbak Dhian, Mas Yoyok, Mas Rinto, Mas Andri, Amrih, Galuh, Desta, Meta, Angger, Mbak Dita, Clara, Mas Dita, semua teman-teman Mudika Gonzaga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Mas Badrun terima kasih terjemahannya. 16. Mbak Etty, Mbak Anis, dan Elina atas dukungan dan doa kepada penulis. Mbak Etty terima kasih jawaban tugasnya. 17. Mbak Tatik yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis. 18. Kak Rosa yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima kasih pinjaman bukunya. 19. Mbak Isye, Mas Ardi, dan si kecil Grace yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis. 20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 29 Januari 2008 Penulis viii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI INTISARI Pasien pediatri merupakan kelompok pasien yang rentan terhadap terjadinya adverse drug reaction (ADR). Kelompok pasien pediatri sulit menerima bentuk sediaan obat padat sehingga harus digerus atau diracik. Proses peracikan dapat mengakibatkan perubahan sifat dan terjadinya interaksi obat. Gangguan sistem saluran cerna merupakan kasus yang banyak terjadi di bangsal anak RS Bethesda Yogyakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang penggunaan resep racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien, mengetahui profil kasus meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama, mengetahui pola peresepan racikan dan non racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Seluruh kasus yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Kasus terbanyak berumur 1 bulan-2 tahun (50,5%), jenis kelamin terbanyak laki-laki (59,6%), jumlah racikan terbanyak yang diterima sebanyak satu jenis racikan (54,4%). Golongan obat non racikan yang digunakan antara lain obat antiinfeksi, kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran cerna, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan sistem saraf pusat, serta nutrisi dan darah. Jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis drug related problem yang terjadi, yaitu: interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Kasus terbanyak menjalani rawat inap selama 3-5 hari. Sebagian besar kasus pulang dengan kondisi klinis yang membaik. Kata kunci : pasien pediatri, resep racikan, saluran cerna, DRP x PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ABSTRACT Pediatric patient are a group of patient who is susceptible toward adverse drug reaction (ADR). Group of pediatric patient have difficulty to accept a kind of solid dosage form then it must be grind or compound. The process of compound can cause characteristic change and drug interaction. Gastrointestinal system disorder is a case that often happens at pediatric ward Bethesda Hospital Yogyakarta. The objective of this study is to identify the medical doctors, pharmacists, nurses, and patient parents background for the using of compound prescription, to identify the case profiles such as age, gender, and main diagnosis, to identify the prescription pattern of compound and non compound prescription, and to identify the rationally and the effect of therapy on pediatric cases in pediatric ward of Bethesda Hospital Yogyakarta that receive compound prescription on July 2007 period (case studies of gastrointestinal system disorder). This research includes the kind of non experimental research plan descriptive evaluative research which have prospective characteristic. All case which accepts compound prescription is 99 cases. The most frequency case between 1 month-2 year (50.5%), the most gender is male (59.6%), the amount of most prescription accepted as many as one prescription type (54.4%). Group of non prescription medicine that utilize are anti infection, corticosteroid, antihistamine, analgesic, gastrointestinal system disorder medicine, respiratory disorder medicine, central nervous system disorder medicine, also nutrition and blood medicine. The total of gastrointestinal system disorder case is 32 cases. The type of drug related problem that happen which is drug interaction 24 cases, unnecessary drug therapy 31 cases, dosage too high 2 case, and dosage too low 11 cases. The most cases undergo stay overnight treatment for 3-5 days. Mostly, the cases return home with good clinical condition. Key word: pediatric patient, compound prescription, gastrointestinal, DRP xi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v PRAKATA............................................................................................................. vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ ix INTISARI............................................................................................................... x ABSTRACT............................................................................................................. xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ............... xix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1. Permasalahan ................................................................................. 3 2. Keaslian penelitian ......................................................... ............... 4 3. Manfaat penelitian.......................................................................... 4 B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum ................................................................................. 5 2. Tujuan khusus ................................................................................ 5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Peresepan Kelompok Anak .................................................................. 6 B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna .................................................. 8 C. Drug Related Problems (DRPs) .......................................................... 9 1. Definisi dan jenis ........................................................................... 9 2. Interaksi obat.................................................................................. 11 D. Diare Akut............................................................................................ 12 1. Definisi........................................................................................... 12 2. Epidemiologi .................................................................................. 12 3. Etiologi........................................................................................... 12 xii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4. Patofisiologi ................................................................................... 13 5. Manifestasi klinik........................................................................... 14 6. Langkah pencegahan ..................................................................... 15 E. Diare Disentri ....................................................................................... 15 1. Definisi........................................................................................... 15 2. Epidemiologi .................................................................................. 16 3. Etiologi........................................................................................... 16 4. Patofisiologi ................................................................................... 16 5. Manifestasi klinik........................................................................... 17 F. Penatalaksanaan Terapi........................................................................ 17 1. Tujuan terapi .................................................................................. 17 2. Sasaran terapi ................................................................................. 17 3. Terapi ............................................................................................. 18 G. Keterangan Empiris.............................................................................. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 20 B. Definisi Operasional ............................................................................ 20 C. Subyek Penelitian................................................................................. 23 D. Bahan Penelitian................................................................................... 23 E. Lokasi Penelitian.................................................................................. 23 F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 24 1. Tahap orientasi ............................................................................... 24 2. Tahap pengambilan data ................................................................ 24 3. Tahap penyelesaian data ................................................................ 25 G. Tata Cara Analisis Hasil....................................................................... 25 H. Kesulitan penelitian.............................................................................. 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan........................................ 28 1. Dokter............................................................................................. 28 2. Apoteker......................................................................................... 29 3. Perawat........................................................................................... 30 xiii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4. Orang tua pasien............................................................................. 31 B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan ......................... 31 1. Berdasarkan kelompok umur ......................................................... 32 2. Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 33 3. Berdasarkan diagnosis utama......................................................... 33 C. Pola Peresepan Kasus yang Menerima Resep Racikan........................ 35 1. Jenis resep racikan ......................................................................... 35 2. Kelas terapi obat non racikan......................................................... 38 a) Antiinfeksi................................................................................ 38 b) Kortikosteroid .......................................................................... 39 c) Antihistamin............................................................................. 40 d) Analgesik ................................................................................. 40 e) Obat gangguan saluran nafas ................................................... 41 f) Obat gangguan saluran cerna ................................................... 42 g) Obat gangguan sistem saraf pusat ............................................ 42 h) Obat nutrisi dan darah .............................................................. 43 D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi ............................. 44 1. Drug related problem (DRP) ......................................................... 44 2. Dampak terapi ................................................................................ 57 E. Rangkuman pembahasan...................................................................... 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 61 B. Saran..................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 63 LAMPIRAN........................................................................................................... 65 BIOGRAFI............................................................................................................. 106 xiv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs)............................ 10 Tabel II Tingkat signifikansi interaksi obat ....................................................... 11 Tabel III Terapi cairan untuk pengobatan dehidrasi ........................................... 18 Tabel IV Pengelompokkan umur kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ................................. 32 Tabel V Pengelompokkan jenis kelamin kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 33 Tabel VI Pengelompokkan diagnosis utama kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 34 Tabel VII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima satu jenis racikan periode Juli 2007 ........................... 35 Tabel VIII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima dua jenis racikan periode Juli 2007 ............................ 36 Tabel IX Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima tiga jenis racikan periode Juli 2007............................ 37 Tabel X Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima empat jenis racikan periode Juli 2007 ........................ 38 Tabel XI Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 39 Tabel XII Golongan dan jenis obat kortikosteroid pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .................................. 40 xv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Tabel XIII Golongan dan jenis obat antihistamin pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 .............................. 40 Tabel XIV Golongan dan jenis obat analgesik pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 41 Tabel XV Golongan dan jenis obat gangguan saluran nafas pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 41 Tabel XVI Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 42 Tabel XVII Golongan dan jenis obat gangguan sistem saraf pusat pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ........... 43 Tabel XVIII Golongan dan jenis obat nutrisi dan darah pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................... 43 Tabel XIX Kelompok kasus DRP dosis terlalu rendah pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 45 Tabel XX Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 46 Tabel XXI Kelompok kasus DRP interaksi obat pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ............................. 48 xvi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Tabel XXII Kelompok kasus DRP dosis terlalu tinggi pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 49 Tabel XXIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 50 Tabel XXIV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 51 Tabel XXV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 52 Tabel XXVI Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli2007 ........................... 53 Tabel XXVII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 54 Tabel XXVIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 55 xvii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Tabel XXIX Contoh kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 56 Tabel XXX Kondisi keluar pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 .......................... 57 xviii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Anatomi saluran cerna.................................................................... 8 Gambar 2 Persentase jenis resep racikan kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 37 Gambar 3 Jumlah kasus DRP pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 57 Gambar 4 Lama rawat inap kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ............... 58 xix PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data rekam medis kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007...................................................... 65 Lampiran 2 Rangkuman hasil wawancara dengan Apoteker Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta................................................ 97 Lampiran 3 Rangkuman hasil wawancara dengan Orang Tua Pasien Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ............................ 98 Lampiran 4 Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat yang bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 100 Lampiran 5 Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter yang bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta .................... 101 Lampiran 6 Daftar nama obat yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007...................................................... 102 Lampiran 7 Pemeriksaan feses rutin pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007...................................................... 104 Lampiran 8 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007................................................... 105 xx PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien pediatri adalah salah satu kelompok populasi yang rentan terhadap adverse drug reaction (ADR). Suatu penelitian di beberapa rumah sakit di USA menunjukkan sejumlah pasien pediatri harus menjalani rawat inap karena ADR penggunaan obat meskipun persentasenya tidak sebesar kejadian pada orang tua (Mitchell, Lacouture, Sheehan, Kaufman, dan Shapiro, 1988). Penelitian lain menyebutkan efek samping akibat penggunaan obat pada anak di bawah 2 tahun menimbulkan tingkat kematian yang cukup besar (Moore, Weiss, Kaplan, dan Blaidel, 2002). Pada pasien pediatri umumnya sulit menerima bentuk sediaan obat padat sehingga bentuk sediaan obat padat tersebut baik dalam sediaan tunggal maupun campuran digerus menjadi bentuk serbuk (puyer). Sebagian besar obat hasil racikan yang digunakan di rumah sakit di Indonesia tidak dilakukan pengujian baik kualitatif maupun kuantitatif, sehingga belum ada jaminan keamanan dan khasiat penggunaannya. Dari sisi farmasetik obat jadi merupakan produk akhir yang berarti tidak layak untuk direformulasikan kembali terlebih bila dicampur dengan obat jadi lainnya. Dalam proses peracikan juga dapat terjadi interaksi obat yang mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia dan klinis dari obat tersebut. Perubahan sifat fisika yang dapat terjadi ialah stabilitas sediaan, sedangkan untuk 1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2 mengetahui perubahan sifat kimia dapat dilakukan dengan pengujian kadar zat aktif dalam sediaan racikan tersebut. Selain itu, juga muncul masalah dalam hal khasiat dan keamanan obat, misalnya timbulnya efek toksik obat, berkurangnya dosis obat, dan lainnya. Gangguan sistem saluran cerna terutama diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh pasien pediatri. Di negara berkembang, diare adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak. Faktor yang mempengaruhi meliputi sanitasi yang buruk, nutrisi yang buruk dan banyak terjadi pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 1,3 milyar peristiwa terjadi setiap tahun dan 4 juta kematian disebabkan diare di negara-negara tersebut (Spruill dan Wade, 2005). Pada tahun 2006, jumlah penderita diare di Indonesia mencapai 26.000 jiwa, sedangkan Oktober tahun 2007 sudah mencapai 23.000 jiwa, sebagian besar penderita diare tersebut adalah anak-anak (Anonim, 2007). Banyak pasien anak yang mengalami diare dan dirawat di rumah sakit karena keparahan diare yang dialami juga disertai dengan dehidrasi. Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit. Rumah Sakit Bethesda merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini memiliki 8 orang apoteker dan telah mulai menjalankan kegiatan farmasi klinis. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3 Sediaan racikan juga banyak digunakan dalam pengobatan gangguan sistem saluran cerna pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta untuk beberapa indikasi sesuai kondisi pasien. Melihat fenomena tersebut muncul pertanyaan mengenai kerasionalan terapinya terkait kemungkinan terjadinya drug related problems (DRPs) dan dampak terapi yang dialami pasien, untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai evaluasi peresepan obat racikan pada pasien tersebut. 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan sediaan racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda? b. Seperti apakah profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama? c. Seperti apakah pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis obat racikan maupun non racikan? d. Seperti apakah kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil penelusuran pustaka? PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4 2. Keaslian penelitian Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait dengan masalah peresepan pada anak telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini: a. Evaluasi Peresepan Obat Bagi Penderita Gastroenteritis Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada Tahun 1998 (Pati, 2000) b. Pola Peresepan Diare Akut pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Desember tahun 2002 (Lestari, 2004) c. Pola Pengobatan Penyakit Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember Tahun 2004 (Adesispanti, 2006) Penelitian tersebut berbeda pada hal tujuan penelitian, waktu penelitian, dan sifat pengambilan data. Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin melihat dan melakukan evaluasi peresepan resep racikan yang dihubungkan dengan adanya drug related problems (DRPs) berdasarkan hasil penelusuran pustaka dengan sifat pengambilan data yang prospektif. 3. Manfaat penelitian Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai penggunaan resep racikan pada pasien pediatri di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Manfaat praktis penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan pertimbangan dalam pemilihan terapi untuk PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 5 pasien pediatri, khususnya dalam penggunaan resep racikan demi meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji peresepan obat pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna). 2. Tujuan khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan sediaan racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. b. Mengetahui profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin dan diagnosis utama. c. Mengetahui pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis racikan maupun non racikan. d. Mengetahui kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil penelusuran pustaka. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Peresepan Kelompok Anak Menurut The British Paediatric Association (BPA), kelompok anak dibagi dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi sebagai berikut: 1) neonatus adalah awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan), 2) bayi adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun, 3) anak-anak adalah usia 2 tahun sampai 12 tahun, dengan subseksi bahwa anak usia di bawah 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai, 4) remaja 12 sampai 18 tahun (Prest, 2003). Menurut Ridwan (2007), berdasarkan tumbuh kembangnya umur pada anak-anak dapat dikelompokkan menjadi: 1. masa neonatal (0-4 minggu sesudah lahir) 2. masa bayi (1 bulan-2 tahun) 3. masa pra sekolah (2-6 tahun) 4. masa sekolah (6-12 tahun) 5. masa remaja (12-18 tahun) Kelompok anak mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian medication error. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal tersebut termasuk penentuan regimen dosis obat yang terkait dengan berat badan pasien anak, ketersediaan obat-obatan dalam bentuk sirup atau yang sesuai untuk anak, 6 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7 hambatan komunikasi dengan pasien anak, kegagalan pemberian obat sesuai dengan aturan pakainya, fungsi fisiologi yang belum optimal terkait dengan adverse drug reaction (ADR) yang kemungkinan muncul dalam proses farmakokinetikanya seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar (Kaushal, Jaggi, Walsh, Fortescue, dan Bates 2004). Dosis pada anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis dewasa karena anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil. Dosis anak harus ditetapkan dengan seksama merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan rumus. Pemilihan bentuk sediaan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu rute pemberian yang diinginkan, usia anak, ketersediaan bentuk sediaan, pengobatan lain yang sedang dijalani dan kondisi penyakit. Rute pemberian secara oral cukup mudah dilakukan dengan bentuk sediaan cair untuk anak yang kurang dari 6 tahun. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan tablet. Pemberian tablet dengan menggerus harus dipertimbangkan apakah akan merusak tujuan formulasi bentuk sediaannya, misalnya, sustained release atau tablet salut tidak tepat apabila digerus untuk dibuat puyer atau racikan (Prest, 2003). Rute pemberian pada pasien anak dapat melalui oral, rektal, inhalasi, kulit (topikal), dan intramuskular. Sebagian besar obat pada anak diberikan melalui rute pemberian oral, meskipun dapat menimbulkan muntah. Bentuk sediaan oral yang digunakan ialah tablet, kapsul, dan sirup. Sebagian besar anak yang berusia 4 tahun ke atas dapat menelan tablet yang berukuran kecil, namun sulit untuk kapsul yang berukuran besar. Tablet dapat dihancurkan menggunakan dua buah sendok dan serbuknya dicampur dengan minuman atau makanan. Tablet PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8 sustained release tidak boleh dihancurkan, tetapi untuk beberapa kapsul dapat dikeluarkan isinya dan dicampur dengan cairan tanpa gula seperti tablet yang dihancurkan (Barnes, Craft, George, Milner, 1987). B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Seluruh saluran pencernaan dibatasi oleh selaput lendir (membran mukosa). Dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat yang dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel dalam tubuh (Pearce, 2002). Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Wakefield, 2005) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 9 Proses pencernaan dimulai dari mulut, dalam mulut makanan dikunyah untuk dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim amilase dan ptialin. Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke lambung melalui esofagus. Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang terdiri dari asam hidroklorida dan pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pilorus membuka dan menutup secara refleks. Makanan yang sudah setengah cair (cimus) melewati pilorus masuk ke dalam usus dua belas jari. Di dalam usus, cimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari getah pankreas dan empedu. Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan lemak dibentuk menjadi suatu emulsi cimus dengan garam kolat untuk memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus besar bagian air dalam cimus dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan melalui dubur sebagai tinja (Heaton dan Lewis, 1997). C. Drug Related Problems (DRPs) 1. Definisi dan jenis Drug related problems (DRPs) merupakan masalah-masalah yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat sehingga dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi. Identifikasi DRPs merupakan perhatian dari penilaian dan keputusan akhir yang dibuat dalam tahap proses patient care. Diketahui ada tujuh jenis DRPs yang dapat disebabkan oleh obat yang harus dicarikan solusinya dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical care (Strand, Morley, dan Cipolle, 1998). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 10 Tabel I. Penyebab-penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Strand et al., 1998) No 1. Jenis DRPs Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) 2. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy) 3. Pemilihan obat yang salah (wrong drug) 4. Dosis terlalu rendah (dosage too low) 5. Efek samping dan interaksi obat (adverse drug reaction) 6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high) 7. Kepatuhan pasien (compliance) Kemungkinan penyebab DRPs Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat menggunakan terapi tunggal Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat) Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, dan merokok Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan obat baru Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terusmenerus Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru atau terapi profilaksis Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru Kombinasi obat yang salah Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon pada pasien Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi yang diharapkan Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik profilaksis untuk operasi Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien Obat diberikan terlalu cepat Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau makanan Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta pergeseran tempat ikatan Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat Dosis terlalu tinggi Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang diharapkan Dosis obat dinaikkan terlalu cepat Akumulasi obat karena terapi jangka panjang Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan sengaja maupun karena tidak mengerti Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya Jenis DRPs ada obat tanpa indikasi dan butuh obat tambahan merupakan DRPs yang berhubungan dengan indikasi. Pemilihan obat yang salah dan dosis PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 11 pemberian yang terlalu rendah berhubungan dengan masalah keefektifan. Efek samping dan interaksi obat serta dosis pemberian yang terlalu tinggi berhubungan dengan masalah keamanan, sedangkan jenis DRPs yang terakhir berhubungan dengan masalah kepatuhan pasien (Strand et al., 1998). 2. Interaksi obat Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan pustaka yang digunakan berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut: Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2001) Tingkat Signifikansi 1 2 3 4 5 Keparahan Berat (major) Sedang (moderate) Ringan (minor) Berat/Sedang (major/moderate) Ringan (minor) Tidak ada Laporan Terbukti Terbukti Terbukti Mungkin terjadi Mungkin terjadi Tidak mungkin terjadi Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2001). Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai resiko dan manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat (major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 12 pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001). D. Diare Akut 1. Definisi Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah karena infeksi rotavirus. Diare menyebabkan gangguan gizi dan kematian (Soenarto et. al., 2004). 2. Epidemiologi Diare akut merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah umum di berbagai negara. Tingkat kematian karena diare pada usia anak masih sangat tinggi, mencapai 5 juta balita per tahun di dunia. Sebanyak 80% di antara kematian tersebut, terjadi sebelum menginjak usia 2 tahun. Diare yang disebabkan virus lebih banyak terjadi dibandingkan diare akibat bakteri. Salah satu virus penyebab diare, yaitu rotavirus yang sebagian besar dialami bayi usia 6-24 bulan (Anonim, 2007). 3. Etiologi Diare akut dapat disebabkan oleh beberapa agen penginfeksi seperti virus, bakteri, dan parasit (Entamoeba histolytica). Penyebab terbanyak pada kasus diare ialah rotavirus. Jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare akut PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13 antara lain Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Clostridium perfingens, Staphylococcus, dan beberapa jenis bakteri lainnya (Anonim, 1997). 4. Patofisiologi Diare akut infeksi dapat diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada pemeriksaan feses rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Diare non inflamasi disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Zein, Sagala, dan Ginting, 2004). Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Zein et al., 2004). Diare sekretorik bila terjadi gangguan transpor elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14 intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Zein et al., 2004). Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus (Zein et al., 2004). Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Zein et al., 2004). Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein et al., 2004). 5. Manifestasi klinik Diare dapat disertai dengan kejang, nyeri perut, kembung, dan mual. Selain itu, tergantung dari penyebabnya, penderita juga dapat mengalami demam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15 atau tinja yang berdarah. Anak-anak harus dibawa ke dokter bila menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: tinja mengandung nanah dan darah atau tinja berwarna hitam, suhu badan di atas 38°C, setelah 24 jam tidak ada perbaikan, dan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (Anonim, 2004). Gejala umum dehidrasi antara lain: haus, frekuensi buang air kecil menurun, kulit kering, fatigue, urin berwarna gelap. Gejala dehidrasi pada anakanak di antaranya, lidah dan mulut kering, jika menangis tidak mengeluarkan air mata, popok yang digunakan tidak basah selama 3 jam atau lebih, perut, mata dan pipi cekung, demam tinggi, lesu atau mudah marah, kulit tidak kembali rata jika ditekan dan kemudian dilepaskan (Anonim, 2004). 6. Langkah pencegahan Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004), yang termasuk langkah pencegahan antara lain mengajarkan pola makan yang benar, mengandung cukup serat, pemberian cairan yang cukup, dan melatih berdefekasi yang benar. Toilet training mulai diajarkan sejak usia 1 tahun dan dikatakan gagal apabila pada usia 3 tahun anak belum dapat buang air besar dengan benar. E. Diare Disentri 1. Definisi Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di usus yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, mencret, serta tinja mengandung darah dan lendir (Simanjuntak, 1991). 2. Epidemiologi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 16 Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun (1974–1984) angka kejadian disentri berkisar antara 19,3-42%. Di Indonesia dilaporkan dari hasil survei evaluasi tahun 1989–1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15%. Proporsi penderita diare dengan disentri di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5-15 % (Anonim, 2000). 3. Etiologi Penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonela, Compylobacter jejui, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat ummunya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella, dan EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli). Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan kondisi lingkungan perorangan yang buruk (Anonim, 2000). 4. Patofisiologi Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoksin (ST) kelompok toksin ini mempunyai 3 efek: neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik. Beberapa bakteri enterik lain menghasilkan toksin dengan efek yang sama, dinamakan shiga like toksin (sit). Toksin ini mempunyai dua unit, yaitu unit fungsional, yang menimbulkan kerusakan, dan unit pengikat yang menentukan afinitas toksin terhadap reseptor tertentu. Perbedaan unit inilah yang menetapkan bentuk komplikasi yang terjadi. Infeksi Shigella dysentery dan flexneri telah dibuktikan menurunkan imunitas, antara lain disebabkan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 17 peningkatan aktifitas sel T suppressor dan penekanan kemampuan fagositosis makrofag (Anonim, 2000). 5. Manifestasi klinik Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga akan muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, kemudian akan mengalami sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, biasanya pada sebagian besar penderita akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah dan lendir. Disentri dapat menimbulkan dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare akut. Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik (Anonim, 2000). F. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan terapi a. meringankan gejala b. mengobati penyebab diare c. menangani gangguan sekunder yang dapat menyebabkan diare 2. Sasaran terapi a. gejala b. penyebab diare 3. Terapi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 18 Menurut Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda (1997), dasar pengobatan diare terdiri dari: 1) pemberian cairan, baik untuk pencegahan dehidrasi maupun untuk pengobatan dehidrasi 2) pemberian makanan (refeeding) yang adekuat secepat mungkin 3) pemberian obat-obatan berupa antibiotika sesuai dengan penyebabnya. Obat-obat antispasmodik (HCl papaverin, loperamid, ekstrak beladona, dan lain-lain) dapat digunakan untuk pengobatan gejala yang dialami. Penggunaan obat pengeras tinja serta karbon adsorbent (norit, kaolin, pektin, dan lainnya) tidak dibenarkan untuk diberikan. Pemberian terapi cairan dan elektrolit untuk pengobatan dehidrasi dapar dilihat pada tabel III. Tabel III. Terapi Cairan untuk Pengobatan Dehidrasi (Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, 1997) Derajat dehidrasi Umur Jenis cairan Dosis (ml/kg BB) Ringan Sedang Semua umur Semua umur Oralit per os Oralit per os Ringer Laktat intra vena Bayi (0-1 tahun), Anak <2 tahun Ringer Laktat intra vena 50 100 30 (10-12 tetes/kgBB/menit) kemudian 10 (3-10 tetes/kgBB/menit) Berat Oralit per os Anak >2 tahun Ringer Laktat intra vena Oralit per os kemudian ad libitum atau ± 125 ml/kgBB/hari 100 kemudian 100 ml/kgBB/hari Lama pemberian (jam) 4 4 1 7 16 4 20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 19 Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004), terapi yang direkomendasikan untuk pengobatan diare sebagai berikut: 1) tidak boleh diberikan obat antidiare 2) antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Pilihan antibiotik yang dapat diberikan adalah kotrimoksazol, amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji sensitivitas 3) antiparasit yang dapat diberikan ialah metronidazol G. Keterangan Empiris Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan resep racikan pada terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2007). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari lembar catatan medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengamati keadaan kasus selama mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan melihat lembar catatan mediknya. B. Definisi Operasional 1. Kasus adalah kasus pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dan mendapatkan resep racikan pada periode Juli 2007. 20 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 21 2. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat, diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume kasus pediatri yang menerima resep racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007. 3. Resep racikan adalah resep dengan komposisi campuran dua obat atau lebih yang disiapkan/diproduksi/diracik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda. 4. Alasan pemilihan dan atau penggunaan resep racikan dideskripsikan berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bertugas di Klinik Anak, apoteker rawat inap, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007. 5. Jenis obat yang dikaji peresepannya dalam penelitian ini ialah jenis racikan dan jenis non racikan dengan menggunakan nama generik serta nama dagang untuk obat kombinasi. 6. Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat racikan yang meliputi jenis racikan, maupun obat non racikan, yang meliputi kelas terapi, penggolongan obat, dan jenis obat pada kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007. 7. Evaluasi kerasionalan terapi yang dilihat dalam penelitian ini adalah kesesuaian terapi yang diberikan dan kemungkinan terjadinya drug related PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 22 problem (DRP) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna berdasarkan standar terapi dan hasil penelusuran pustaka. 8. Jenis DRP yang dapat diamati dalam penelitian ini, yaitu interaksi obat, terjadi efek samping, obat tanpa indikasi, butuh obat tambahan, salah obat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, sedangkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat tidak dapat diamati. 9. Standar terapi yang digunakan ialah Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda dan Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 10. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006). 11. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). 12. Penggolongan obat berdasarkan golongan obat yang ada pada sumber referensi British National Formulary 52 (Anonim, 2006). 13. Dampak terapi pada penelitian ini dievaluasi berdasarkan lama perawatan di bangsal dan kondisi saat keluar dari rumah sakit (mengalami kesembuhan, efek samping, terjadi komplikasi, bertambah parah atau meninggal) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. 14. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada periode Juli 2007 yang dimulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 4 Agustus 2007. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 23 C. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dan menerima resep racikan periode Juli 2007. Pada kajian kerasionalan terapi subyek penelitian dibatasi hanya kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah subyek penelitian untuk permasalahan latar belakang pemilihan dan atau penggunaan resep racikan, profil kasus, dan pola peresepan sebanyak 99 kasus. Pada permasalahan kerasionalan dan dampak terapi jumlah subyek penelitian sebanyak 32 kasus. D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik kasus pediatri yang menerima resep racikan dan dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan. E. Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dilakukan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 24 F. Tata Cara Penelitian Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data. 1. Tahap orientasi Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari informasi mengenai penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Tujuan tahap ini juga untuk mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas yang ada di bangsal anak tersebut. Orientasi dilakukan selama satu minggu. 2. Tahap pengambilan data a. Pengumpulan data Pada proses ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi secara prospektif selama periode waktu satu bulan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus melalui lembar catatan medis kasus. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan, riwayat penyakit, anamnesis, diagnosis, obat yang diberikan, dan data laboratorium serta keterangan kesembuhan kasus. b. Tahap wawancara Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter yang bertugas di Klinik Anak, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk membantu mendeskripsikan latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 25 3. Tahap penyelesaian data a. Pengolahan data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan kepada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan. Data tersebut digunakan untuk identifikasi drug related problem (DRP) yang mungkin terjadi. b. Evaluasi data Penggolongan jenis obat non racikan yang digunakan pada kasus berdasarkan referensi dari British National Formulary 52 (2006). Evaluasi penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda dilakukan dengan mengidentifikasi kasus DRP (drug related problem) yang terjadi berdasarkan pembanding standar yang bersumber dari Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Drug Information Handbook (Lacy et.al., 2006), dan Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). Evaluasi dilakukan secara kasus per kasus. G. Tata Cara Analisis Hasil Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar: a. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-≤12 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 26 tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun), dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. b. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. c. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus setiap jenis penyakit kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. d. Persentase jenis resep racikan yang digunakan dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kali jenis resep racikan digunakan pada setiap kasus, dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. e. Golongan obat non racikan yang digunakan dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan jenis obat tertentu dibagi jumlah seluruh pasien yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. f. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. g. Evaluasi dampak terapi dilakukan dengan membandingkan persentase dampak terapi yang terjadi dari penggunaan resep racikan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 27 H. Kesulitan Penelitian Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti menemui beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman penulis dalam membaca tulisan dokter maupun perawat yang ada pada lembar catatan medis dan terkadang peneliti tidak mengerti beberapa istilah atau adanya lokal terminologi yang ditulis pada lembar catatan medis tersebut. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya pada perawat yang bertugas jaga di bangsal anak pada saat itu. Peneliti juga mengalami kesulitan dalam proses evaluasi data, yaitu adanya data yang tidak lengkap pada lembar catatan medis. Ada kemungkinan dokter maupun perawat tidak mencantumkan beberapa catatan klinis kasus ke dalam lembar catatan medis. Salah satu catatan klinis yang tidak dituliskan secara lengkap ialah diagnosis pasien, terkadang hanya ada satu diagnosis yang tertulis pada lembar catatan medis, sedangkan kasus mengalami diagnosis lain yang tidak dituliskan dalam lembar catatan medis kasus tersebut. Proses evaluasi peresepan hanya berdasarkan catatan yang terdapat pada lembar catatan medis kasus tersebut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan 1. Dokter Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada dokter anak yang bertugas di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ada beberapa hal penting mengenai penggunaan resep racikan untuk pasien pediatri. Dasar pertimbangan penggunaan resep racikan, antara lain ketepatan dosis dapat disesuaikan dengan berat badan dan kondisi pasien, dan lebih efisien untuk pasien yang membutuhkan beberapa jenis obat sehingga lebih mudah dalam pemberian serta nyaman bagi pasien. Alasan lain adalah resep racikan lebih murah jika dibandingkan bentuk sediaan sirup untuk anak-anak. Prinsip jumlah obat yang diracik dibuat seminimal mungkin dan sesuai kebutuhan pasien. Penentuan dosis obat dalam resep racikan berdasarkan umur dan berat badan pasien. Obat yang berbeda aturan dosis dan aturan pakainya tidak dicampur menjadi satu racikan. Sediaan racikan hanya terdiri dari obat yang aturan pakainya sama. Dari pihak dokter ketika meresepkan obat untuk diracik sudah mempertimbangkan interaksi obat yang mungkin terjadi, dan terkadang ada pemberitahuan dari bagian instalasi farmasi kepada dokter jika ada interaksi obat maupun penggantian obat. Pemberian resep racikan oleh dokter ditujukan untuk mendapatkan dosis yang sesuai dan tepat untuk anak-anak, hal ini dikarenakan masih kurangnya 28 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 29 bentuk sediaan obat yang khusus untuk anak-anak. Menurut penulis, sebaiknya pemberian resep racikan dilakukan hanya dilakukan pada pasien anak yang benarbenar membutuhkan sesuai dengan kondisinya, jika pasien sudah mampu menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik tanpa digerus maka resep racikan tidak perlu diberikan atau diberikan dalam bentuk sediaan sirup. Jumlah obat yang diresepkan dalam bentuk racikan juga harus diperhatikan karena semakin banyak obat yang diracik menjadi satu maka kemungkinan terjadinya interaksi juga semakin besar. 2. Apoteker Instalasi Farmasi merupakan bagian yang melakukan proses peracikan untuk obat racikan yang diresepkan oleh dokter, karena itu apoteker bertanggung jawab mengawasi semua hal yang berkaitan dengan proses peracikan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker yang bertugas di instalasi rawat inap, dalam proses peracikan sudah dipertimbangkan adanya interaksi obat dalam resep racikan, baik interaksi antar komponen dalam satu jenis racikan maupun interaksi antar obat yang diracik dengan obat non racikan yang ada dalam resep tersebut. Apoteker akan memberitahu dokter jika terjadi interaksi obat dalam racikan atau jika ada penggantian obat dengan zat aktif yang sama. Menurut apoteker, sebaiknya resep racikan tidak ada karena bentuk sediaan obat yang sudah jadi tidak boleh direformulasi. Hal ini berhubungan dengan ketepatan dosis dan kebersihan saat proses peracikan. Sebaiknya industri farmasi dapat menambah jenis produk khusus untuk anak-anak baik untuk bentuk PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 30 sediaan oral maupun parenteral untuk memudahkan peresepan obat pada anakanak. Pemberian informasi mengenai penggunaan obat untuk pasien yang dirawat di bangsal termasuk di Bangsal Anak belum dapat dilakukan langsung oleh apoteker tetapi disampaikan melalui perawat. Hal ini disebabkan jumlah apoteker yang ada belum mencukupi untuk berkeliling ke bangsal. Resep untuk pasien anak harus mendapat perhatian yang lebih karena kelompok pasien anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap terjadinya adverse drug reactions (ADR) terutama jika mendapat resep racikan. Apoteker sebagai penanggungjawab terhadap kegiatan di Instalasi Farmasi harus dapat menjalin komunikasi yang baik dengan dokter sebagai penulis resep dan dengan perawat sebagai petugas yang memberikan obat kepada pasien yang menjalani rawat inap di bangsal agar terapi yang diberikan tepat dan sesuai dengan kondisi pasien. 3. Perawat Perawat bertanggung jawab memberikan obat langsung kepada pasien. Cara meminumkan obat racikan oleh perawat kepada pasien di bangsal anak biasanya dicampurkan dengan air putih, air teh, gula, madu atau sirup tergantung kebiasaan pasien sehingga mudah dalam pemberian. Jika saat meminum obat racikan pasien mengalami muntah maka obat diberikan lagi, tetapi ada juga perawat yang tidak memberikan lagi karena menganggap sudah ada obat yang masuk. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 31 4. Orang Tua Pasien Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pasien, bentuk sediaan obat yang dapat diterima oleh pasien anak-anak antara lain sirup, racikan dan tablet. Sirup merupakan bentuk sediaan obat yang paling disukai oleh pasien anak-anak. Dari tiga belas responden, tujuh orang pasien anak pernah mengalami muntah saat minum obat racikan, dan enam orang pasien anak tidak pernah mengalami muntah. Bagi sebagian besar orang tua pasien tidak bermasalah dengan adanya resep racikan. Orang tua pasien juga perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai obat yang diberikan pada anak mereka karena orang tua juga berperan dalam proses terapi tersebut. Informasi yang diberikan dapat berupa keterangan dosis, indikasi, aturan dan cara pemakaian, serta keterangan lain dari obat yang diberikan. Pada pasien anak sering mengalami muntah saat meminum resep racikan karena rasanya yang pahit, maka orang tua pasien juga perlu diberikan informasi hal yang boleh dilakukan jika hal tersebut terjadi. B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi persentase kasus pasien pediatri berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan indikasi. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 32 1. Berdasarkan kelompok umur Umur kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-≤12 tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun). Tabel IV. Pengelompokkan Umur Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 Umur 1 bulan – 2 tahun > 2 tahun – 6 tahun > 6 tahun – 12 tahun > 12 tahun – 18 tahun Jumlah kasus (n = 99) 50 36 12 1 Persentase (%) 50,5 36,4 12,1 1,0 Dari data didapatkan, yang paling banyak menerima resep racikan adalah adalah kasus dengan kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan yang kedua adalah kelompok umur >2-6 tahun. Berdasarkan pustaka yang didapatkan anak usia 4 tahun ke atas sudah dapat menelan tablet yang berukuran kecil. Dalam pustaka lain juga menyebutkan bentuk sediaan obat cair diberikan untuk anak berumur di bawah 6 tahun, sedangkan anak dengan umur 6 tahun ke atas dapat diberikan tablet. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan bahwa kelompok umur kasus yang banyak menerima resep racikan ialah kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan kelompok umur >2-6 tahun, karena pada kelompok umur tersebut masih sulit menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik. Semakin bertambah umur anak maka akan semakin mudah untuk menerima bentuk sediaan padat secara oral. Kelompok umur kasus yang paling sedikit menerima resep racikan ialah kelompok remaja yang berumur lebih dari 12 tahun, hal ini disebabkan pada kelompok umur ini sudah dapat menerima atau menelan bentuk sediaan obat padat dengan baik sehingga dokter jarang meresepkan obat racikan untuk kelompok PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 33 umur tersebut. Rata-rata umur kasus yang menerima resep racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda pada periode Juli 2007 ialah 2,9±2,9 tahun (rata-rata ± SD), yaitu rentang umur antara 0–5,8 tahun. 2. Berdasarkan jenis kelamin Masing-masing kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak yang menerima resep racikan paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59,6%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 40,4%. Pada penelitian ini tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan penggunaan resep racikan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perbedaan penggunaan resep racikan, baik alasan, jenis racikan maupun dosis yang digunakan pada kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Jenis kelamin kasus pediatri dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan kondisi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007. Tabel V. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah kasus (n = 99) 59 40 Persentase (%) 59,6 40,4 3. Berdasarkan diagnosis utama Kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, yaitu kasus dengan satu diagnosis utama, kasus dengan dua diagnosis utama, kasus dengan empat diagnosis utama, dan kasus tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pediatri di Bangsal Anak PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 34 Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Penggunaan resep racikan paling banyak untuk diagnosis utama gangguan saluran cerna, dan yang kedua untuk diagnosis utama gangguan saluran nafas. Kasus dengan satu diagnosis utama yang mengalami gangguan saluran cerna sebanyak 30 kasus, dan kasus yang mengalami gangguan saluran nafas sebanyak 15 kasus. Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. Diagnosis Utama Dengan satu diagnosis Gangguan saluran nafas 1. ISPA 2. Tonsilitis kronis 3. Asma 4. Bronkitis 5. Bronkiolitis 6. Pneumonia Gangguan saluran cerna 7. Diare akut 8. Diare disentriform 9. Stomatitis Lain-lain 10. Febris 11. Kejang demam 12. Epilepsi 13. Dengue fever 14. Infeksi virus tidak khas 15. Infeksi non spesifik 16. Infeksi Saluran Kencing (ISK) 17. Obs. trauma capitis Dengan dua diagnosis 18. ISPA + Gastroenteritis akut (GEA) 19. Bronkitis + GEA 20. Bronkitis asmatis + CP 21. Pneumonia + asmatis 22. PKTB + Dengue fever 23. Kejang demam + GEA 24. Sefalgia + GEA Dengan empat diagnosis 25. Bronkitis + GEA dehidrasi + DHF + kejang Tanpa diagnosis JUMLAH Jumlah kasus Persentase (%) 1 1 1 7 1 4 1,0 1,0 1,0 7,1 1,0 4,0 20 9 1 20,0 9,1 1,0 5 2 1 4 11 1 2 1 5,1 2,0 1,0 4,0 11,1 1,0 2,0 1,0 1 1 1 1 1 1 1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1 19 99 1,0 19,2 100 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 35 C. Pola Peresepan Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan 1. Jenis resep racikan Resep racikan yang diterima pada kasus pediatri di Bangsal Anak dikelompokkan menurut jumlah dan jenis resep racikan yang diresepkan. Jumlah kasus paling banyak menerima satu jenis racikan, yaitu sebanyak 54 kasus, dengan jenis resep racikan yang paling banyak adalah parasetamol dan fenobarbital sebanyak 39 kasus. Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata setiap kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda menerima satu sampai dua jenis racikan (rata-rata ± SD = 1,6 ± 0,8). Tabel VII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Satu Jenis Racikan Periode Juli 2007 Jumlah Presentase No. Jenis Racikan kasus (%) 1. Parasetamol + Fenobarbital 39 39,4 2. Siproheptadin + Vitamin B 3 3,0 3. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom2 2,0 Na-Sulfonat+ Vitamin K 4. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0 5. Parasetamol + Metilprednisolon + Kodein 1 1,0 ® 6. 1 1,0 Polimiksin + Strocain + Fenobarbital 7. Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1 1 1,0 8. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan + CTM 1 1,0 9. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan + 1 1,0 Eritromisin 10. Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl + 1 1,0 Salbutamol 11. Aminofilin + Ambroksol 1 1,0 12. Kotrimoksazol + Metronidazol 1 1,0 13. Kanamisin + Tanalbin® 1 1,0 JUMLAH 54 54,5 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 36 Tabel VIII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Dua Jenis Racikan Periode Juli 2007 Jumlah Persentase No. Jenis Racikan kasus (%) Parasetamol + Fenobarbital 1. 1 1,0 Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K Parasetamol + Fenobarbital 2. 2 2,0 Siproheptadin + Ko-enzim B12 Parasetamol + Fenobarbital 3. 6 6,1 Polimiksin + Vitamin B1 Parasetamol + Fenobarbital 4. 1 1,0 Ketotifen + Setirizin + Prokaterol HCl Parasetamol + Fenobarbital 5. 1 1,0 Ketotifen + Siproheptadin + Setirizin Parasetamol + Fenobarbital 6. 1 1,0 Kotrimoksazol + Ketotifen + Setirizin Parasetamol + Fenobarbital 7. 11 11,1 Ketotifen + Siproheptadin Parasetamol + Fenobarbital 8. 1 1,0 Parasetamol + Diazepam Parasetamol + Fenobarbital 9. 1 1,0 Sefiksim + Vitamin B1 Parasetamol + Fenobarbital 10. 1 1,0 Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1 Parasetamol + Fenobarbital 11. 1 1,0 Eritromisin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin B1 Parasetamol + Fenobarbital 12. 1 1,0 Salbutamol + Metilprednisolon + Pseudoefedrin + Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol Parasetamol + Fenobarbital 13. 1 1,0 Salbutamol + Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol Parasetamol + Fenobarbital 14. 1 1,0 Isoniazid + Rifampisin Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 15. 1 1,0 Kanamisin + Tanalbin Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 16. 1 1,0 Ketotifen + Mebhidrolina Napadisilat Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 17. 1 1,0 Sefadroksil + Dimenhidrinat Ketotifen + Setirizin 18. 2 2,0 Siproheptadin + Ko-enzim B12 JUMLAH 35 35,4 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 37 Tabel IX. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Tiga Jenis Racikan Periode Juli 2007 Jumlah Persentase No. Jenis Racikan kasus (%) Parasetamol + Fenobarbital 1. Polimiksin + Vitamin B1 1 1,0 Ranitidin + Vitamin B1 Parasetamol + Fenobarbital Polimiksin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin 2. 1 1,0 B1 Ketotifen + Setirizin + Pseudoefedrin Parasetamol + Fenoberbital 3. Polimiksin + Vitamin B1 1 1,0 Ketotifen + Setirizin Parasetamol + Fenobarbital 4. Ketotifen + Setirizin 1 1,0 Prokaterol-HCl + Ambroksol Parasetamol + Fenobarbital 5. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0 Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl Parasetamol + Diazepam 6. Parasetamol + Fenobarbital 1 1,0 Ketotifen + Siproheptadin JUMLAH 6 6,1 Persentase Jenis Resep Racikan 1 jenis resep racikan 4.00% 6.00% 35.20% 2 jenis resep racikan 54.40% 3 jenis resep racikan 4 jenis resep racikan Gambar 2. Persentase Jenis Resep Racikan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 38 Tabel X. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Empat Jenis Racikan Periode Juli 2007 Jumlah Persentase No. Jenis Racikan kasus (%) Parasetamol + Fenobarbital Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 1 1,0 1. Aminofilin + Deksametason + Prokaterol-HCl Sy.Thimii + Mebhidrolina Napadisilat + Ketotifen + Terbutalin Sulfat Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 2. Kotrimoksazol + Metoklopramid 1 1,0 Methicol + Curcuma + Dimenhidrinat Metronidazol + Tanalbin Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K 3. Sy.Thimii + Deksametason + Salbutamol 1 1,0 Aminofilin + Prokaterol-HCl Metronidazol + Kotrimoksazol + Tanalbin Parasetamol + Deksametason + KarbazokromNa-Sulfonat + Vitamin K Diphantoin + Fenobarbital 4. Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin 1 1,0 sulfat Kodein + Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat JUMLAH 4 4,0 2. Kelas terapi obat non racikan a. Antiinfeksi Kelas terapi antiinfeksi digunakan pada kasus yang mengalami infeksi untuk membasmi mikroba penyebab infeksi. Golongan obat antiinfeksi yang paling banyak digunakan adalah sefotaksim. Mekanisme kerja sefotaksim dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan antiinfeksi haruslah hatihati dan dengan dosis yang tepat karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroba terhadap obat antiinfeksi tersebut. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 39 Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. Golongan Antiinfeksi Antibakteri 1. Beta Laktam Penisilin Sefalosporin (generasi 2) Sefalosporin (generasi 3) 2. 3. Kombinasi Makrolid Aminoglikosida 4. 5. Derivat Sulfonamid Lain-lain Polimiksin Antifungi 6. Imidazol Polien Antiprotozoa 7. Amubasid Anthelmintik 8. Anthelmintik Jenis Obat Amoksisilin trihidrat Amoksisilin & asam klavulanat Sefaklor Sefotaksim Seftriakson Seftazidim Sefiksim Sulperason® Spiramisin Gentamisin Streptomisin Amikasin sulfat Kanamisin Kotrimoksazol Jumlah Persentase (%) 1 4 1,0 4,0 2 34 4 3 2 1 1 1 1 8 1 9 2,0 34,3 4,0 3,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 8,1 1,0 9,1 Kolistin 2 2,0 Ketokonazol Nistatin Mikonazol 4 2 1 4,0 2,0 1,0 Metronidazol 1 1,0 Pirantel pamoat 2 2,0 b. Kortikosteroid Kortikosteroid sangat efektif digunakan untuk mengobati inflamasi yang terjadi pada saluran nafas terutama untuk penyakit asma. Pemberian kortikosteroid dapat secara oral maupun inhalasi. Selain pada gangguan saluran nafas, kortikosteroid juga digunakan untuk antiinflamasi pada saluran cerna. Banyaknya penggunaan kortikosteroid pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dikarenakan sebagian besar kasus yang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 40 dirawat mengalami gangguan saluran cerna dan gangguan saluran nafas. Jenis kortikosteroid yang paling banyak digunakan adalah deksametason. Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Kortikosteroid pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No 1. Golongan Obat Kortikosteroid Jenis Obat Deksametason Fluktikason propionat Metil prednisolon Jumlah 60 3 1 Persentase (%) 60,1 3,0 1,0 c. Antihistamin Antihistamin yang digunakan antara lain antihistamin sedatif sebanyak 23,2% dan antihistamin non sedatif sebanyak 3,0%. Jenis obat antihistamin sedatif yang digunakan ialah difenhidramin dan ketotifen, sedangkan antihistamin non sedatif yang digunakan adalah setirizin dan desloratadin. Penggunaan obat antihistamin dengan indikasi untuk mengobati jika pasien mengalami alergi terutama pada pasien yang mengalami gangguan sistem saluran nafas yang sangat sensitif terhadap terjadinya alergi. Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Antihistamin pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. 1. Golongan Obat Antihistamin non sedatif 2. Antihistamin sedatif Jenis Obat Setirizin Desloratadin Difenhidramin Ketotifen Jumlah 2 1 22 1 Persentase (%) 2,0 1,0 22,2 1,0 d. Analgesik Analgesik yang digunakan berupa golongan analgesik non opioid karena juga memiliki indikasi sebagai antipiretik (penurun panas). Penurun panas digunakan karena sebagian besar kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Bethesda mengalami demam. Hal ini dikarenakan demam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 41 merupakan salah satu gejala umum pada berbagai penyakit dan dapat sebagai tanda adanya infeksi. Jenis analgesik non opioid yang paling banyak digunakan adalah Xylomidon® untuk kasus yang mengalami demam tinggi. Parasetamol merupakan analgesik antipiretik yang cukup aman digunakan pada anak-anak. Tabel XIV. Golongan dan Jenis Obat Analgesik pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak RS Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. 1. Golongan Obat Analgesik non opioid Jenis Obat Xylomidon® Parasetamol Ketoprofen Jumlah 22 7 1 Persentase (%) 22,2 7,1 1,0 e. Obat gangguan saluran nafas Tabel XV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Nafas pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. 1. Golongan Obat Ekspektoran 2. 3. Mukolitik Antitusif 4. Nasal dekongestan 5. Agonis adrenoseptor 6. 7. Teofilin Kombinasi Jenis Obat Noscapin Allerzin exp® Ventolin exp® Bromheksin Prokaterol Kodein Rhinofed® Actifed® Salbutamol Fartholin® Aminofilin Combivent® Comtusi® Jumlah 7 4 4 2 5 1 1 1 11 1 14 5 1 Persentase (%) 7,1 4,0 4,0 2,0 5,1 1,0 1,0 1,0 11,1 1,0 14,1 5,1 1,0 Kasus pediatri yang menggunakan obat gangguan saluran cerna sebanyak 57 kasus. Obat gangguan saluran nafas digunakan pada kasus pediatri yang mengalami batuk, pilek, sesak nafas, asthma, dan gangguan sistem saluran nafas lainnya. Jenis obat gangguan saluran nafas yang paling banyak digunakan ialah aminofilin. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 42 f. Obat gangguan saluran cerna Obat gangguan saluran cerna merupakan obat non racikan yang paling banyak digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 95 kasus. Jenis obat gangguan saluran cerna yang paling banyak digunakan ialah Lacto B®. Lacto B® merupakan makanan pelengkap berupa serbuk yang mengandung Lactobacillus dan Bifidobacteria untuk membantu memperkuat dan memperbaiki pencernaan bayi dan mencegah terjadinya diare. Konsep probiotik seperti pada Lacto B® dapat mempersingkat lama diare dan mengurangi frekuensi diare. Tabel XVI. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Cerna pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. Golongan Obat 1. 2. Antidiare Antasida 3. 4. 5. 6. Antagonis reseptor H2 Khelator Laksatif Antimual dan vertigo 7. 8. Antimuskarinik Lain-lain Jenis Obat Dioktahedrol smektil Polycrol® Strocain® Ranitidin Sukralfat Bisakodil Domperidon Metoklopramid Hiosin butilbromida Lacto B® (probiotik) Tanalbin® Prolacta® Jumlah 3 1 1 2 2 3 33 5 1 41 2 1 Persentase (%) 3,0 1,0 1,0 2,0 2,0 3,0 33,3 5,1 1,0 41,4 2,0 1,0 g. Obat gangguan sistem saraf pusat Obat gangguan sistem saraf sebagian besar digunakan untuk pasien yang mengalami kejang sebagai antikejang juga untuk mengobati gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat yang lain, seperti nyeri kepala dan migrain. Jenis obat gangguan sistem saraf pusat yang paling banyak digunakan ialah fenitoin. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 43 Tabel XVII. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem Saraf Pusat pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. Golongan Obat 1. Antiepilepsi 2. 3. Antipsikotik Aktivator serebral Jenis Obat Jumlah Fenobarbital Fenitoin Diazepam Karbamazepin Klonazepam Okskarbazepin Asam Valproat Klorpromazin Co-dergokrina mesilat 2 7 1 2 2 1 1 4 1 Persentase (%) 2,0 7,1 1,0 2,0 2,0 1,0 1,0 4,0 1,0 h. Obat nutrisi dan darah Tabel XVIII. Golongan dan Jenis Obat Nutrisi dan Darah pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 No. 1. Golongan Obat Antianemia 2. Cairan dan elektrolit 3. 4. Hepatoprotektor Immunomodulator 5. 6. Mineral Multivitamin 7. Nutrisi parental 8. Penambah nafsu makan 9. Vitamin 10. Hemostatik Jenis Obat Ferlin® Maltiron® Kalium klorida Sodium bikarbonat Oralit Curliv plus® Imboost® Stimuno® Osteocare syr® Lyvit® Divens® Glostrum® MV syr® Supradyn® Aminofusin® Asam amino Curmunos® Curvit CL® Neurobion® Tiamin Alinamin F® Karbamazokrom Nasulfonat Jumlah 2 2 4 2 1 2 13 1 1 6 3 1 1 1 12 1 13 1 5 4 1 8 Persentase (%) 2,0 2,0 4,0 2,0 1,0 2,0 13,1 1,0 1,0 6,1 3,0 1,0 1,0 1,0 12,1 1,0 13,1 1,0 5,1 4,0 1,0 8,1 Obat nutrisi dan darah yang paling banyak digunakan ialah golongan immunomodulator dan golongan penambah nafsu makan. Immunomodulator PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 44 digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang mengalami penurunan karena anak tersebut sedang sakit. Peningkatan sistem kekebalan tubuh dapat membantu mempercepat terjadinya kesembuhan. Penambah nafsu makan perlu diberikan karena biasanya pada anak-anak yang sedang sakit nafsu makannya berkurang sehingga diperlukan nutrisi untuk membantu meningkatkan nafsu makan. Obat nutrisi dan darah digunakan sebagai terapi pendukung untuk membantu proses penyembuhan pada pasien. D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi 1. Drug related problem (DRP) Proses evaluasi kerasionalan terapi pada kasus di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dilakukan dengan mengidentifikasi drug related problem (DRP) yang terjadi berdasarkan hasil penelusuran pustaka. Pada penelitian ini hanya mengkaji DRP yang terjadi pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Dari data didapatkan ada 32 kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna, antara lain diare akut sebanyak 20 kasus, diare disentriform sebanyak 9 kasus, stomatitis sebanyak 1 kasus, kejang demam dan gastroenteritis akut (GEA) sebanyak 1 kasus, serta sefalgia dan GEA sebanyak 1 kasus. Dari 32 kasus pediatri dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna ada yang hanya mengalami satu jenis DRP, namun ada juga yang mengalami lebih dari satu jenis DRP. Hasil identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 45 sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Tabel XIX. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 3, 15, 21, 25, 28, 29, 31, 32 Jenis Obat Parasetamol 17, 20 Kanamisin 25 Kotrimoksazol Penilaian Penggunaan parasetamol pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 10-15 mg/kgBB. Kasus 25 menerima dosis 8 mg/kgBB. Kasus 15 dan 31 menerima dosis 8,5-9 mg/kgBB. Kasus 3, 21, 28, 29, 31, 32 menerima dosis 9-9,5 mg/kgBB. Penggunaan kanamisin tidak tepat karena dosis oral yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 50 mg/kgBB/hari. Kasus 17 menerima dosis 35 mg/kgBB/hari, sedangkan kasus 20 hanya menerima dosis 30,6 mg/kgBB/hari. Penggunaan kotrimoksazol tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 8-12 mg/kgBB/hari. Kasus hanya menerima dosis 3 mg/kgBB/hari. Rekomendasi Dosis parasetamol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. Dosis kanamisin dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. Dosis kotrimoksazol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. Jenis obat yang menjadi penyebab DRP dosis terlalu rendah ialah kotrimoksazol, kanamisin, dan parasetamol. Dosis obat yang terlalu rendah dapat mengakibatkan konsentrasi obat dalam darah berkurang sehingga menyebabkan obat tidak dapat mencapai efek terapi yang diharapkan. Pada antibiotika kotrimoksazol mengakibatkan obat tidak dapat membunuh bakteri penyebab infeksi sehingga memiliki resiko terjadinya resistensi. Pemberian kanamisin secara per oral dengan tujuan untuk mendapatkan efek lokal di saluran pencernaan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 46 Tabel XX. Kelompok Kasus DRP Obat Tanpa Indikasi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32 2, 21, 22 Jenis Obat Fenobarbital Penilaian Pemberian fenobarbital tidak tepat karena pada kondisi klinis kasus tidak terjadi kejang sehingga tidak membutuhkan obat tersebut. Rekomendasi Fenobarbital tidak perlu digunakan karena pasien tidak membutuhkannya. KarbazokromNa-sulfonat dan Vitamin K Pemberian kedua obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami perdarahan sehingga tidak membutuhkan obat tersebut. Pemberian obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. Pemberian setirizin tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. ® Pemberian obat Rhinofed tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami keluhan pilek yang membutuhkan obat tersebut. Pemberian obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. Pemberian racikan obat tersebut tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. Pemberian obat noscapin tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami batuk berdahak yang membutuhkan obat tersebut. Pemberian obat antibiotika kotrimoksazol, polimiksin, dan sefotaksim tidak tepat karena ada penggunaan jumlah antibiotika yang berlebihan. Karbazokrom-Na-sulfonat dan Vitamin K tidak perlu digunakan. 3, 10, 30 Siproheptadin 9 Setirizin 16 Rhinofed 20 Klorpromasin 24 Ketotifen, Siproheptadin, dan Setirizin 30 Noscapin 31 Kotrimoksazol, Polimiksin, dan Sefotaksim ® Siproheptadin tidak perlu digunakan. Setirizin tidak digunakan. ® Rhinofed digunakan. tidak perlu perlu Klorpromasin tidak perlu digunakan. Ketotifen, siproheptadin, dan setirizin tidak perlu digunakan. Noscapin tidak digunakan. perlu Hanya perlu diberikan satu jenis antibiotika saja yang dipilih dari ketiga antibiotika tersebut, atau dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui antibiotika yang sesuai sehingga tidak terjadi pemberian antibiotika yang berlebihan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 47 Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi ialah penggunaan obat yang tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga pasien tidak membutuhkan obat tersebut. Jenis obat yang termasuk kasus DRP obat tanpa indikasi ialah fenobarbital, noscapin, Rhinofed®, karbazokrom-Na-sulfonat dan vitamin K, serta siproheptadin, ketotifen, dan setirizin. Pemberian jumlah antibiotika berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika tersebut juga merupakan kasus DRP obat tanpa indikasi. Kasus DRP interaksi obat merupakan DRP yang bersifat potensial, artinya DRP tersebut berpotensi terjadi, namun belum terjadi pada kasus. Obat yang menjadi penyebab DRP interaksi obat ialah parasetamol dan fenobarbital. Interaksi antara parasetamol dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4 dengan onset lambat, artinya interaksi kedua obat tersebut terjadi setelah beberapa hari atau bulan dengan tingkat keparahan yang sedang (moderate). Efek dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan efek hepatotoksik dan penurunan efek terapi parasetamol akibat adanya terapi fenobarbital secara bersamaan. Sebagian besar kasus yang dirawat di Bangsal Anak RS Bethesda menerima jenis racikan parasetamol dan fenobarbital, karena itu perlu diperhatikan penggunaan jenis racikan tersebut. Obat lain yang akan terjadi interaksi jika diberikan bersamaan ialah deksametason dan golongan obat antasida dengan tingkat signifikansi 5 dan onset lambat serta tingkat keparahan kecil (minor). Efek dari interaksi kedua obat tersebut akan menurunkan efek terapi deksametason, namun mekanismenya belum diketahui. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 48 Tabel XXI. Kelompok Kasus DRP Interaksi Obat pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 1, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32 Jenis Obat Parasetamol dan Fenobarbital Penilaian Parasetamol berinteraksi dengan fenobarbital dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. Rekomendasi Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital sebaiknya tidak diberikan karena keduanya mengalami interaksi. Pada kasus yang mengalami demam cukup diberikan parasetamol saja. 2 Deksametason dan antasida Deksametason akan berinteraksi dengan antasida mengakibatkan menurunnya efek farmakologi deksametason dengan tingkat signifikansi 5. 13 Polimiksin dan amikasin sulfat 15 Fenitoin dan Fenobarbital Polimiksin dan amikasin sulfat jika diberikan bersama dapat terjadi interaksi dengan tingkat signifikansi 4. Interaksi dapat meningkatkan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan ginjal. Pemberian obat fenitoin akan meningkatkan konsentrasi plasma fenobarbital sehingga dapat menimbulkan peningkatan resiko terjadinya efek samping. Interaksi kedua obat tersebut terjadi dengan tingkat signifikansi 4. Deksametason masih dapat diberikan bersama antasida dengan cara mengatur selang waktu pemberian dari kedua obat tersebut karena tingkat signifikansi rendah, yaitu 5. Dilakukan monitoring pada saluran nafas dan pemeriksaan fungsi ginjal, namun sebaiknya antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat tidak diberikan bersamaan. Dilakukan monitoring terhadap konsentrasi plasma fenobarbital. Sebaiknya digunakan salah satu di antara fenobarbital atau fenitoin sebagai antikejang. 15 Parasetamol dan Fenitoin 27 Fenobarbital dan Asam valproat Pemberian parasetamol dan fenitoin secara bersamaan akan meningkatkan potensi terjadinya hepatotoksik dan menurunkan efek terapetik parasetamol. Interaksi ini terjadi dengan tingkat signifikansi 2. Interaksi antara asam valproat dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 2. Asam valproat akan menurunkan metabolisme hepatik fenobarbital sehingga konsentrasi plasma fenobarbital akan meningkat hal ini mengakibatkan efek farmakologi dan efek sampingnya juga meningkat. Parasetamol tidak diberikan bersamaan dengan fenitoin. Fenobarbital tidak diberikan bersamaan dengan asam valproat. Fenobarbital dan asam valproat jika diberikan bersamaan akan terjadi interaksi dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang (moderate). Interaksi kedua obat tersebut mengakibatkan peningkatan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 49 kadar plasma fenobarbital sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan efek samping fenobarbital. Obat lain yang mengalami interaksi jika digunakan bersama ialah parasetamol dan fenitoin dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang (moderate). Efek dari interaksinya adalah peningkatan potensi hepatotoksik dan penurunan efek terapi dari parasetamol akibat adanya pemberian fenitoin. Pemberian antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat yang bersamaan dapat menyebabkan interaksi obat dengan tingkat signifikansi 4 dan onset cepat serta tingkat keparahan tinggi (major). Interaksi antara kedua obat tersebut menimbulkan peningkatan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan fungsi ginjal. Interaksi antara fenitoin dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang (moderate). Efek yang ditimbulkan dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan kadar serum fenoarbital dengan adanya terapi fenitoin. Tabel XXII. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 6, 26 Jenis Obat Parasetamol Penilaian Penggunaan parasetamol pada pasien tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan melebihi dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 10-15 mg/kgBB. Kasus 6 mendapat dosis 36 mg/kgBB, sedangkan kasus 26 mendapat dosis 16,7 mg/kgBB. Rekomendasi Menurunkan dosis parasetamol sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 50 Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan ketoksikan. Parasetamol dosis tinggi dapat menyebabkan efek toksik pada hepar (hepatotoksik). Tabel XXIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 30* Subyektif An. HM, nomor RM 01902995, berat badan 10 kg; umur 1 tahun 4 bulan 18 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret. Diagnosis utama : diare cair akut Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Tanggal periksa Nilai normal 31/07/07 13,20 12,00-18,00 43,0 36,0-49,0 11,03 4,10-13,00 185,0 140,0-440,0 0,9 0,0-0,1 12,2 0,0-9,0 2,5 0,0-8,0 Berkisar antara 36-36,5 Berkisar antara 120-124 Berkisar antara 22-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan siproheptadin ¼ tab + ko-enzim vitamin B12 ½ tab 1x1 (oral); Lacto B® 2x1 (oral); Imboost force® 2x1 cth (oral); noscapin drop 2x1cth (oral); sefotaksim 3x150 mg (i.v); infus KAEN 3A Penilaian Pemberian obat siproheptadin dan noscapin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. Rekomendasi Siproheptadin dan noscapin tidak perlu diberikan pada pasien. *DRP yang sama terjadi pada kasus 5, 9, 10, 21, 22 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 51 Tabel XXIV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 1* Subyektif An. DH, nomor RM 00806793, berat badan 6,9 kg; umur 4 bulan dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan sejak 4 hari mencret, badan lemas, muntah. Diagnosis utama : GEA (gastroenteritis akut) Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Tanggal periksa Nilai normal 01/07/2007 12,5 14,50-22,50 38,7 45,0-67,0 6,85 13,00-38,00 333 100,0-400,0 1,0 0,0-4,0 6,0 3,0-16,0 1,2 0,0-3,0 Berkisar antara 36,2-37,7 Berkisar antara 124-130 Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 75 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral); Lacto B® 2x1 (oral); kotrimoksazol 2x1/2cth (oral); dan infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. Rekomendasi Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. *DRP yang sama terjadi pada kasus 2, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 23, 24, 27 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 52 Tabel XXV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 16 Subyektif An. OS, nomor RM 01903004, berat badan 8,7 kg; umur 11 bulan 9 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, badan lemas. Diagnosis utama : gastroenteritis akut (GEA) dengan dehidrasi Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Tanggal periksa Nilai normal 16/07/2007 12,90 12,00-18,00 40,5 36,0-49,0 7,11 4,10-13,00 315,0 140,0-440,0 6,0 0,0-0,1 10,5 0,0-9,0 5,5 0,0-8,0 Berkisar antara 36,4-37,4 Berkisar antara 112-128 Berkisar antara 20-22 Hasil pemeriksaan kultur: 19/07/07 Biakan: Cedecea netteri Antibiotika yang sensitif: kloramfenikol, streptomisin, asam nalidiksat, tetrasiklin, amikasin, sefepim, meropenem, dan sulperason Antibiotika yang resisten: kotrimoksazol, ampisilin, gentamisin, penisillin G, eritromisin, kanamisin, sefotiam, seftriakson, cefoperazon, dan ofloksasin. Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 100 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 (oral); kotrimoksazol 2x1/2 cth (oral); Lacto B® 2x1 (oral); KCl 3x125 mg (oral); Glostrum® 2x1cth (oral); Rhinofed® 3x1/2 cth (oral); mikonazol (oles mulut); infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital dan Rhinofed® pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. c. Pemberian antibiotika kotrimoksazol tidak sesuai dengan hasil kultur. Kotrimoksazol termasuk antibiotika yang resisten untuk jenis bakteri Cedecea netteri, namun pada kasus ini antibiotika kotrimoksazol tepat diberikan pada pasien karena merupakan salah satu antibiotika pilihan untuk kasus GEA. Bakteri Cedecea netteri tersebut kemungkinan merupakan kontaminan di laboratorium mikrobiologi tempat pemeriksaan kultur dilakukan. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Obat Rhinofed® tidak perlu diberikan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 53 Tabel XXVI. Contoh Kasus DRP Pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 25* Subyektif An. DAP, nomor RM 01903363, berat badan 19 kg; umur 4 tahun 4 bulan 15 hari dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, dan batuk Diagnosis utama : GEA dehidrasi Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Antidengue Ig G Antidengue Ig M Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) 25/07/07 9,90 30,0 5,34 182,0 0,4 5,4 0,4 Tanggal periksa 26/07/07 27/07/07 10,30 31,9 36,0 167,0 negatif negatif Berkisar antara 36-38,5 Berkisar antara 120-128 24 250,0 Nilai normal 12,00-18,00 36,0-49,0 4,10-13,00 140,0-440,0 0,0-0,1 0,0-9,0 0,0-8,0 negatif negatif Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral); kotrimoksazol 2x1½ cth (oral); deksametason 3x0,5cc (inj); infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. c. Pemberian obat parasetamol dan antibiotika kotrimoksazol tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis parasetamol seharusnya 10-15 mg/kgBB, yaitu 190-285 mg; sedangkan dosis kotrimoksazol seharusnya 8-12 mg/kgBB/hari, yaitu 152-228 mg/hari. Pasien mendapat dosis parasetamol 150 mg, sedangkan dosis kotrimoksazol 120 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Menaikkan dosis obat parasetamol menjadi 190-285 mg dan antibiotika kotrimoksazol menjadi 152-228 mg. *DRP juga terjadi pada kasus 3, 15, 28, 29, 31, 32 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 54 Tabel XXVII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 26* Subyektif An. JA, nomor RM 01903349, berat badan 9 kg; umur 1 tahun 0 bulan 22 hari dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan muntah dan diare. Diagnosis utama : diare cair akut Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Tanggal periksa Nilai normal 26/07/07 12,80 12,00-18,00 41,1 36,0-49,0 8,12 4,10-13,00 386,0 140,0-440,0 0,5 0,0-0,1 13,4 0,0-9,0 0,0 0,0-8,0 Berkisar antara 36,4-37 Berkisar antara 118-124 Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 (oral); Lacto B® 2x1 (oral); domperidon 3x1cth (oral); infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. c. Dosis parasetamol terlalu tinggi, seharusnya dosis yang diberikan 10-15 mg/kgBB, yaitu 90-135 mg. Pada kasus mendapat dosis 150 mg. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu tinggi. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Dosis parasetamol diturunkan menjadi 90-135 mg. *DRP yang sama terjadi pada kasus 6 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 55 Tabel XXVIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 17 Subyektif An. RF, nomor RM 00406568, berat badan 6,4 kg; umur 2 bulan 23 hari dirawat di RS selama 6 hari karena keluhan mencret. Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Nilai normal Tanggal periksa 18/07/2007 10,20 14,50-22,50 31,4 45,0-67,0 8,03 13,00-38,00 310,0 100,0-400,0 0,4 0,0-4,0 7,5 3,0-16,0 1,7 0,0-3,0 Berkisar antara 36,8-37,2 Berkisar antara 120-128 Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan metronidazol + kotrimoksazol 3x1 (oral); Tanalbin® 3x1 (oral); kanamisin 3x75 mg (oral); amikasin 2x50 mg (inj); infus KAEN 3A Penilaian Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 320 mg/hari. Pasien mendapat dosis kanamisin 225 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah. Rekomendasi Menaikkan dosis kanamisin menjadi 320 mg/hari. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 56 Tabel XXIX. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 20 Subyektif An. GL, nomor RM 00806464, berat badan 9,8 kg; umur 1 tahun 2 bulan 18 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret, muntah dan panas. Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi Obyektif Parameter Hb (gr%) Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Basofil (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Suhu (oC) Nadi (kali/menit) Nafas (kali/menit) Nilai normal Tanggal periksa 21/07/2007 12,70 12,00-18,,00 39,9 36,0-49,0 10,96 4,10-13,00 20,30 140,0-440,0 2,3 0,0-0,1 13,0 0,0-9,0 0,3 0,0-8,0 Berkisar antara 36,2-37 Berkisar antara 120-124 Berkisar antara 20-28 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan kanamisin 100 mg + Tanalbin® 150 mg 3x1 (oral); Lacto B® 2x1 (oral); domperidon 2x1cth (oral); KCl 2x10cc mg (dalam infus); klorpromasin 5 mg (inj); amikasin 2x75 mg (inj); infus KAEN 3A Penilaian a. Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral seharusnya 50 mg/kgBB/hari, yaitu 490 mg/hari. Pasien mendapat dosis kanamisin 300 mg/hari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah. b. Pemberian obat klorpromasin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. Rekomendasi a. Menaikkan dosis kanamisin menjadi 490 mg/hari. b. Obat klorpromasin tidak perlu diberikan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 57 Jumlah DRP pada Kasus Pediatri dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna 11 2 obat tanpa indikasi 31 interaksi obat dosis terlalu rendah dosis terlalu tinggi 24 Gambar 3. Jumlah Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna 2. Dampak terapi Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar kasus pediatri dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna yang menerima terapi dengan resep racikan pulang dengan kondisi keluar sembuh dan membaik. Sebagian besar kasus pulang atas persetujuan dari dokter yang merawatnya, dan harus melakukan kontrol dalam jangka waktu beberapa hari setelah rawat inap, biasanya 3 hari atau sesuai pesan dokter saat pulang. Kasus dengan kondisi keluar perbaikan yang terjadi pada 1 kasus, pulang karena menolak perawatan dilanjutkan. Dampak terapi berdasarkan dari kondisi keluar dapat dilihat pada tabel XXX. Tabel XXX. Kondisi Keluar pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 No. Kondisi Keluar Jumlah (kasus) 1. Sembuh 31 2. Perbaikan 1 58 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 umumnya menjalani rawat inap antara 3-5 hari sebelum diijinkan pulang, akan tetapi ada yang menjalani rawat inap lebih dari jangka waktu tersebut. Sebagian besar kasus pediatri dengan diagnosis utama gangguan saluran cerna menderita diare akut yang biasanya terjadi kurang dari satu minggu, sehingga kasus akan menjalani dalam jangka waktu tersebut sebelum diijinkan pulang setelah kondisinya membaik. Rata-rata kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani rawat inap selama antara 3,3 hari-5,7 hari (rata-rata ± SD = 4,5 ± 1,2). Lama Rawat Inap Kas us Pe diatri Gangguan Sis te m Saluran Ce rna 3 1 1 8 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 10 7 hari 9 8 hari Gambar 4. Lama Rawat Inap Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna E. Rangkuman Pembahasan Dokter memberikan resep racikan dengan pertimbangan untuk mendapatkan dosis yang tepat dan sesuai untuk kasus pediatri berdasarkan umur dan berat badan masing-masing pasien pediatri. Apoteker bertanggung jawab PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 59 mengevaluasi resep racikan yang ditulis oleh dokter, dan jika terjadi interaksi obat atau kesalahan lain harus memberitahu dokter tersebut. Perawat yang bertugas memberikan resep racikan maupun obat lain langsung kepada pasien sehingga harus memperoleh informasi yang jelas dan benar mengenai resep racikan dan obat-obat lain tersebut. Dokter, apoteker, dan perawat perlu menjalin komunikasi yang baik agar terapi yang diberikan pada pasien dapat berhasil dengan baik. Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007, berdasarkan data yang diperoleh ada 99 kasus. Kelompok umur kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 1 bulan-2 tahun. Berdasarkan diagnosis utama, paling banyak penggunaan resep racikan untuk gangguan saluran cerna, dan yang kedua untuk gangguan saluran nafas. Berdasarkan jumlah jenis racikan yang diterima oleh masing-masing kasus, didapatkan data jumlah kasus yang menerima satu jenis racikan sebanyak 54 kasus, kasus yang menerima dua jenis racikan sebanyak 35 kasus, kasus yang menerima tiga jenis racikan sebanyak 6 kasus, dan kasus yang menerima empat jenis racikan sebanyak 4 kasus. Jenis racikan yang paling banyak digunakan ialah parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat non racikan yang digunakan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta golongan obat nutrisi dan darah. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 60 Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah kasus dengan gangguan sistem saluran cerna sebanyak 32 kasus. Kajian kerasionalan terapi pada kasus dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna berdasarkan analisis DRP yang terjadi didapatkan hasil, jumlah kasus yang mengalami DRP sebanyak 32 kasus, baik hanya mengalami satu jenis DRP atau lebih. Hasil identifikasi DRP yang terjadi berdasarkan hasil penelusuran pustaka meliputi interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Sebagian besar kasus pediatri pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 menjalani masa rawat inap antara 3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik. Dampak terapi yang dialami kasus berdasarkan kondisi keluarnya ialah sembuh sebanyak 31 kasus, dan perbaikan 1 kasus. Pada kasus dengan kondisi keluar sembuh, kasus pulang atas persetujuan dokter, namun untuk kasus dengan kondisi keluar perbaikan yang terjadi pada 1 kasus, pulang karena menolak rawat inap dilanjutkan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian evaluasi peresepan pada pasien pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna), maka dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Dokter memberikan resep racikan dengan pertimbangan untuk mendapatkan dosis yang sesuai bagi pasien pediatri. Apoteker sudah mempertimbangkan terjadinya interaksi obat dalam resep racikan. Perawat dan orang tua pasien tidak bermasalah dengan adanya resep racikan. 2. Kelompok umur kasus paling banyak yaitu kelompok umur 1 bulan-2 tahun sebanyak 50,5%, jumlah kasus terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 59,6%. Kasus paling banyak mengalami satu diagnosis utama sebanyak 72 kasus. 3. Kasus paling banyak menerima satu jenis racikan sebanyak 54 kasus, dengan jenis racikan paling banyak parasetamol dan fenobarbital. Kelas terapi obat non racikan yang digunakan antara lain, antiinfeksi, kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan saluran cerna, obat gangguan sistem saraf pusat, serta obat nutrisi dan darah. 4. Identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan 61 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 62 dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Sebagian besar kasus menjalani masa rawat inap antara 3-5 hari dan pulang dalam kondisi yang membaik. B. Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini : 1. Perlu adanya perhatian dari pihak industri farmasi untuk menambah pembuatan jenis obat dalam bentuk sediaan obat yang sesuai dengan dosis untuk anak-anak. 2. Perlu diadakan penelitian mengenai perbandingan farmakoekonomi antara penggunaan resep racikan dan resep non racikan. 3. Perlu adanya perhatian dan evaluasi mengenai obat antidiare dalam standar terapi Rumah Sakit Bethesda untuk pasien pediatri. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1997, Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, 46-49, Yogyakarta Anonim, 2000, Tatalaksana Penderita Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, http://www.pppl.depkes.go.id/pedomantatalaksanadiare.pdf, diakses pada tanggal 03 Januari 2008 Anonim, 2004, Diare, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, http://www.pom-obat.go.id/v2.0/articles.php?id=7, diakses pada tanggal 19 November 2007 Anonim, 2006, British National Formulary 52, BMJ Publishing Group, Great Britain Anonim, 2007, Diare Masih Jadi Pembunuh, http://www.pikiranrakyat.com /cetak/2007/112007/11/0205.htm, diakses pada tanggal 19 November 2007 Barnes, N. D., Craft, A. W., George, P., and Milner, A. D., 1987, The Prescribing Process, dalam Rylance, G., Drugs for Children, 13-14, WHO, Copenhagen Heaton, and Lewis, 1997, Scandinavian Journal of Gastroenterology 32 (9): 920924 Kaushal, R., Jaggi, T., Walsh, K., Fortescue, E.B., and Bates, D.W., 2004, Pediatric Medication Errors: What Do We Know? What Gaps Remain?, Ambulatory Pediatrics, Vol. 4, number 1, 73-81 Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio Mitchell, A.A., Lacouture, P.G., Sheehan, J.E., Kaufman R.E., and Shapiro S., Adverse Drug Reactions in Children Leading to Hospital Admission, J Pediatr 1988;82:24-29, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal 19 Februari 2007 Moore, T.J., Weiss,SR., Kaplan S., and Blaidel, C.J., Reported Adverse Drug Events in Infants and Children under 2 Years of Age, J Pediatr 2002;110:53, http://www.pediatrics.org, diakses pada tanggal 18 Februari 2007 63 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 64 Pearce, E. C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, 176, Gramedia, Jakarta Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, 10-11, CV Rajawali, Jakarta Prest, M., 2003, Penggunaan Obat Pada Anak–Anak, dalam: Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A. (Eds), Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 191– 99, Gramedia, Jakarta Ridwan, A., 2007, Tumbuh Kembang Anak, http://ridwanamiruddin.wordpress.com/tumbuh-kembang-anak, diakses pada tanggal 19 November 2007 Simanjuntak, C. H., 1991, Epidemiologi Disentri, http://www.kalbe.co.id/files/08EpidemiologiDisentri.html, diakses pada tanggal 03 Januari 2007 Soenarto, S. S., Jufrie, M., Oswari, H., Rosalina, I., Arief, S., Sayuti, Y., et. al., 2004, Gastroenterologi, dalam Poesponegoro, H. D., Hadinegoro, S. R. S., (Eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 47-52, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta Spruill, W. J., and Wade, W. E., Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel Syndrome, dalam DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey., L. M. (Eds), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 679, McGraw-Hill, USA Strand, L.M., Morley, P.C., and Cipolle R.J., 1998, Pharmaceutical Care Practice, 82-83, McGraw-Hill Co., New York Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, 2, 7, 176, 367, 369, 646, 958, Facts&Comparison, Wolters Kluwer, St. Louis Wakefield, A., 2005, Health Topics Content, http://www.healthsystem.virginia.edu, diakses pada tanggal 15 Oktober 2007 Zein, U., Sagala, K. H., dan Ginting, J., 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara, http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf, diakses pada tanggal 19 November 2007 PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT Kasus 17 Riwayat Terapi Data Pasien Pemeriksaan Nomor RM: 00406568 Reg: 07071813 Anamnese sejak kemarin mencret, cair 4x, pagi ini 2x JK : L Umur: 0th 2bl 23hr BB: 6,4 kg Tgl masuk: 18/07/07 pk 07:29 Tgl keluar: 23/07/07 Kontrol : Diagnosis D.utama: diare akutdehidrasi D.sekunder: Komplikasi: D.keluar: sembuh Nama Obat Perawatan di Bangsal Dosis&CP obat dari periksa dr.Purnomo tgl 17/07/07 terus Inf.KAEN 3A Tanda Vital Suhu (ºC) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) 36,9 18-Jul Hasil Laboratorium Hb Hct (%) AL (ribu/mmk) AT (ribu/mmk) Eritrosit (juta/mmk) Eosinofil (%) Monosit (%) Basofil (%) Nilai Normal 14,50-22,50 45,0-67,0 13,00-38,00 100,0-400,0 4,00-8,60 0,0-3,0 3,0-16,0 0,0-4,0 19-Jul Tanggal Pemeriksaan 20-Jul 21-Jul 22-Jul 23-Jul 36,8 124 24 37 120 24 22-Jul √ √ 23-Jul - 10,20 31,4 8,03 310,0 3,72 1,7 7,5 0,4 Obat dibawa pulang : Pemeriksaan Mikrobiologi: Tanggal : 21/07/2007 Periksa : kultur, sensitifitas, angka kuman Bahan : feses Biakan : Kluyvera cryocrescens Tanda Vital Suhu (ºC) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Uji kepekaan kuman Nama Obat Dosis & CP Antibiotika sensitif : asam nalidiksat, gentamisin, kanamisin, amikin, metronidazol+kotrimoksazol 3x1 (oral) cerodolan, rochepin, maxipime, cefoperason tanalbin 3x1 (oral) meronem, sulperason ketokonazol 1x1 (oral) kanamisin 3x75mg (oral) mikasin Inf.KAEN 3A (infus) 2x50mg (inj) 36,9 120 20 37 124 22 37,2 124 24 37 128 24 18-Jul √ √ √ - 19-Jul √ √ √ - √ √ √ √ √ √ 1600 1150 450 1400 1150 BLPL Tanggal Pemberian 20-Jul 21-Jul √ √ √ √ √ √ √ PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Rangkuman Hasil Wawancara dengan Apoteker Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta No. Pertanyaan 1. Apakah Anda memperhatikan adanya : - interaksi - stabilitas - dosis (besar, lama dan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis) antar masing-masing komponen dari obat racikan yang diresepkan oleh Dokter? 2. Jika dalam resep ada obat racikan dan non racikan yang penggunaannya tidak rasional, apakah Anda memberitahukannya kepada Dokter tersebut? 3. Jika dalam resep ada obat yang tidak tersedia, apakah Anda mengganti obat tersebut dengan obat lain yang zat aktifnya sama? Apakah Anda memberitahu Dokter tentang penggantian obat tersebut? 4. Bagaimana pemberian informasi tentang penggunaan obat untuk pasien yang dirawat di bangsal anak? Apa saja informasi yang diberikan? 5. Masalah-masalah apa saja yang Anda hadapi yang berhubungan dengan resep racikan di bangsal anak? 97 Jawaban Melihat inkompatibilitas dari efek farmasetika. Untuk signa karena sudah terbiasa maka secara otomatis akan tahu, jika berbeda baru dicari tahu sebabnya. Kelemahannya tidak semua bisa terkontrol. Kalau dokter tersebut bisa diajak berkomunikasi maka ditelpon, namun jika dokter tersebut sulit untuk diajak berkomunikasi dibiarkan saja. Ya, berusaha memakai formularium yang ada. Apoteker belum keliling ke bangsal karena keterbatasan jumlah apoteker. Informasi melalui perawat. Resep racikan sebaiknya tidak ada. Industri farmasi membuat sediaan obat yang khusus untuk anak-anak, baik sediaan oral maupun parenteral. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 98 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Orang Tua Pasien Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 1. Bentuk sediaan obat apa saja yang dapat diterima dan disukai oleh anak Ibu/Bapak? (misal tablet, sirup, dll) Pasien Pasien A Pasien B Pasien C Pasien D Pasien E Pasien F Pasien G Pasien H Pasien I Pasien J Pasien K Pasien L Pasien M Jawaban Racikan, sirup Tablet Sirup dan tablet seperti vitamin Puyer lebih mudah daripada sirup Tidak ada bentuk sediaan yang disukai Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet Semua bentuk sediaan bisa kecuali tablet Sirup, kalau racikan dicampur dengan sirup Semua bentuk sediaan bisa Sirup Sirup yang manis, kalau racikan diberi madu Semua bentuk sediaan bisa Puyer dan sirup 2. Sediaan racikan memiliki rasa pahit. Pernakah anak Ibu/Bapak mengalami muntah saat menggunakan sediaan racikan? Bagaimana cara pengatasannya? (misal memberikan satu lagi sediaan racikan untuk mengganti obat yang dimuntahkan) Pasien Pasien A Pasien B Pasien C Pasien D Pasien E Pasien F Pasien G Pasien H Pasien I Pasien J Pasien K Pasien L Pasien M Jawaban Pernah satu kali dan diberikan lagi Tidak pernah Pernah dan diberikan lagi Tidak pernah Pernah dan diberikan lagi Tidak pernah Tidak pernah Pernah dan diberikan lagi dengan selang beberapa saat Pernah, jika muntahnya banyak diberikan lagi Tidak pernah Pernah dan diberikan lagi Tidak pernah Pernah satu kali dan diberikan lagi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3. Apakah bagi Ibu/Bapak bermasalah dengan adanya obat racikan? Pasien Pasien A Pasien B Pasien C Pasien D Pasien E Pasien F Pasien G Pasien H Pasien I Pasien J Pasien K Pasien L Pasien M Jawaban Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah tapi cukup membantu Tidak bermasalah Tidak bermasalah, percaya pada dokter Tidak bermasalah karena anak mudah minumnya Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah Tidak bermasalah, namun anak susah minumya Tidak bermasalah Tidak bermasalah 99 PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 100 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Perawat yang Bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta No. Pertanyaan 1. Informasi apa sajakah yang Anda dapatkan dari Apoteker pada saat pengambilan obat? 2. Bagaimana pengalaman Anda dalam memberikan obat racikan kepada pasien anak? 3. Apabila ada pasien yang muntah pada saat diberi obat racikan, apa yang Anda lakukan dan bagaimana cara mengatasinya? Perawat A Yang mengambil pramurukti bukan perawat, tetapi sudah ada labelnya. Kalau anak yang sudah besar mudah pemberiannya. Kalau susah lewat samping (miring) biar tidak muntah. Minumnya pakai air putih atau air teh. Obat diberikan lagi tapi dengan selang waktu beberapa saat. Perawat B Tidak diberi informasi. Jawaban Perawat C Perawat D Tidak diberi Obat langsung diberikan, informasi, sudah tidak diberi informasi. Jika ada etiket. tidak tahu baru bertanya dan diberi informasi. Perawat E Biasanya tidak diberi informasi. Obat langsung diberikan. Tergantung anaknya, yang takut atau nangis pemberian jadi susah. Minumnya pakai air putih. Kalau sulit minum dipaksa. Minumnya dicampur air putih, kadang diberi teh, madu, gula, tergantung kebiasaan pasien di rumah. Anak-anak tidak suka pahit, kebanyakan susah jadi agak dipaksa. Sulit karena pahit. Kalau orang tua bisa membantu lebih mudah. Harus sedikit dipaksa. Minumnya dicampur air putih, atau dicampur sirup. Obat diberikan lagi tapi dengan selang waktu beberapa saat. Bisa dilihat rekasinya, misal penurun panas, saat diberikan muntah. Jika masih panas diberikan lagi tapi kalau antibiotik tidak diulang. Kalau muntah waktu itu juga langsung diberikan lagi. Kalau muntah selang beberapa waktu tidak diberikan lagi. Langsung diberikan lagi. PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 101 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Dokter yang Bertugas di Klinik Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta No 1. 2. 3. 4. 5. Pertanyaan Apa dasar pertimbangan atau alasan dokter memberikan obat dalam bentuk racikan untuk pasien anak? Menurut pendapat dokter dalam 1 sediaan racikan maksimal terdiri dari berapa jenis obat? Apakah dasar pertimbangan dokter dalam menentukan dosis obat dari setiap jenis obat dalam sediaan racikan? Jika dalam 1 sediaan racikan terdapat 2 jenis obat yang berbeda regimen dosisnya/aturan pemakaiannya, aturan pakai manakah yang digunakan/dipilih umtuk sediaan racikan tersebut dan apa alasan dokter memilih aturan pemakaian tersebut? Apakah dokter mempertimbangkan terjadinya interaksi obat sewaktu meresepkan sediaan racikan? Dokter A Kalau racikan dokter sudah tahu dosisnya (mg/kgBB) dan berdasarkan diagnosa. Tergantung tujuannya, tidak ada maksimal dan minimal. Prinsip seminimal mungkin. Berat badan Jawaban Dokter B Dokter C Dosis tepat (sesuai berat Agar pas dengan dosis badan dan kondisi untuk anak-anak. Racikan penyakit). lebih murah dibanding sirup. Dokter D Lebih efisien Sesuai kebutuhan Maksimal 3 jenis obat Tergantung penyakit kondisi Berat badan, kondisi atau keadaan berat ringan penyakit, kesulitan minum obat Umur dan berat badan Berat badan Dipisah Dipisah Dipisah Dipisah Pasti, kalau ada interaksi cari yang lain. Ya Kadang. Jika ada interaksi farmasi lapor lalu obat diganti. Ya. Ada beberapa obat yang tidak bisa dicampur. PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 102 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 102 Daftar Nama Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 Antiinfeksi No. Golongan obat 01. Beta laktam 02. 03. Makrolid Aminoglikosida 04. Derivat Sulfonamid 05. 06. Polimiksin Antifungi 07. 08. Amubasid Anthelmintik Jenis obat amoksisilin amoksisilin dan asam klavulanat sefaklor sefiksim sefotaksim seftazidim spiramisin gentamisin amikasin sulfat kotrimoksazol kolistin mkonazol nistatin metronidazol pirantel pamoat Nama obat Yekamox ® Clavamox® Cloracef® Cefspan® Claforan® Ceftum® Fortum® Spiradan® Pyogenta® Mikasin® Ottoprim® Bactricid® Yekaprim® Colistine® Dactarin oral gel® Mycostatin® Flagyl® Combantrin® Kortikosteroid No. 01. Golongan obat Kortikosteroid Jenis obat deksametason flutikason propionat Nama obat Kalmetason® Indexon® Flixotide® Antihistamin No. Golongan obat 01. Antihistamin sedatif 02. Antihistamin non sedatif Jenis obat difenhidramin ketotifen desloratadin Nama obat Delladrill® Profilas® Aerius® Jenis obat parasetamol ketoprofen Nama obat Sanmol® Profenid® Analgesik No. Golongan obat 01. Analgesik non-opioid PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 103 Obat gangguan saluran nafas No. Golongan obat 01. Ekspektoran 02. Mukolitik Jenis obat noscapin bromheksin 03. 04. prokaterol HCl salbutamol Antitusif Agonis adrenoseptor Nama obat Mercotin® Mucosulven® Bisolvon® Meptin® Ventolin exp® Fartholin® Obat gangguan saluran cerna No. 01. 02. 03. 04. 05. Golongan obat Antidiare Antagonis reseptor H2 Khelator Laksatif Antimual dan vertigo 06. Antimuskarinik Jenis obat dioktahedrol smektil ranitidin sukralfat bisakodil domperidon metoklopramid hiosin butilbromida Nama obat Smecta® Rantin® Inpepsa® Dulcolax® Vometa® Primperan® Buscopan plus® Obat gangguan sistem saraf pusat No. Golongan obat 01. Antiepilepsi 02. Antimigrain Jenis obat Fenitoin Diazepam Klonazepam Okskarbazepin Asam valproat Co-dergokrina mesilat Nama obat Dilantin® Stesolid® Rivotril® Trileptal® Depakene® Xepadergin® Jenis obat Karbazokrom Na-sulfonat Nama obat Adona® Obat darah No. Golongan obat 01. Hemostatik PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 104 Pemeriksaan Feses Rutin pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 Ascaris Ankilostoma Trikhiuris Axyuris Sel eritrosit Sel leukosit Sel epitel Histolitika Amoeba coli Kista Sisa makanan Serat daging Granula amilum Granul lemak Sisa tumbuhan Normal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 105 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 Bahan : feses Permintaan periksa : kultur, sensitivitas test, angka kuman Biakan : Uji kepekaan obat Kotrimoksazol Kloramfenikol Ampisilin Streptomisin Asam nalidiksat Tetrasiklin Gentamisin Penisillin G Eritromisin Kanamisin Amikin Ceradolan Fortum Rochepin Tequin Tarivid Maxipime Ceftum Cravit Cefoperason Meronem Zyvox Sulperason PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 106 BIOGRAFI PENULIS Amanda Marselin merupakan anak pertama dari pasangan Benny Heimbach dan Cecilia Linggawati, lahir di Cilacap pada tanggal 02 Mei 1986. Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Maria Immaculata Cilacap pada tahun 1990-1992. Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius 4 Palembang pada tahun 1992-1996 dan Sekolah Dasar Santo Yoseph I Denpasar pada tahun 1996-1998. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Santo Yoseph Denpasar pada tahun 1998-2001. Kemudian naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menegah Umum Stella Duce 2 Yogyakarta pada tahun 2001-2004. Selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Bioanalisis (2007).