BAB 15

advertisement
BAB 16. PENGANTAR MIKOLOGI
Ukuran fungi dapat makro maupun mikroskopis. Fungi makroskopis seperti
musroom, puffball, dan morel merupakan fungi yang dapat dimakan, sehingga ditanam
secara komersial. Fungi mikroskopis merupakan fungi yang memiliki keanekaragaman
luas dan memiliki arti penting secara ekonomi (negatif). Fungi mikroskopis sering
merupakan parasit tanaman ekonomi, berkontribusi terhadap alergi, dan patogen
oportunis manusia dan hewan.
Fungi adalah mikroba eukariota. Kapang primitif seperti kapang air dan kapang
roti memproduksi filamen senositik (filamen multinukleus tanpa septa). Sedangkan
kapang lebih maju memiliki filamen bersepta (uninukleus maupun multinukleus). Septa
masih menyediakan pori untuk komunikasi sitoplasma antarsel (termasuk migrasi
nukleus). Banyak fungi berbentuk sel tunggal yang disebut khamir. Beberapa fungi
patogen oportunis memiliki bentuk dimorfis, yaitu secara alami berbentuk miselia, tetapi
dapat berbentuk khamir ketika menjadi patogen atau sebaliknya (Gambar 16.1).
Gambar 16.1 Dimorfisme pada Candida albicans, yaitu bentuk khamir (YMC) dan hifa
sejati (H). Sel khamir dapat memproduksi pseudohifa (Ph) dan tunas (DYC), sedangkan
hifa membentuk germ tube (GT).
Fungi memperoleh sumber karbon dari substansi organik baik dari material hidup
(parasit) maupun mati (saprofit) secara absorbsi. Molekul sederhana seperti gula dan
asam amino dapat langsung terdifusi ke dalam sel. Makromolekul harus disederhanakan
oleh enzim hidrolisis sebelum terserap ke dalam sel (Gambar 16.2).
Gambar 16.2 mekanisme digesti nutrien secara absorbsi oleh fungi
STRUKTUR SELULER
Dinding Sel
Dinding sel fungi kaku dan merupakan struktur terstratifikasi terdiri atas
mikrofibril khitin terbenam dalam matriks polisakarida, protein, lipid, garam anorganik,
dan pigmen. Khitin adalah polimer N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) yang tersambung via
ikatan 1-4. Khitin diproduksi di sitosol. Monomer GlcNAc berasal dari uridin difosfat
GlcNAc.
Polisakarida utama matriks dinding sel adalah glukan nonselulosa seperti
glikogen, mannan (polimer manosa), khitosan (polimer glukosamin), dan galaktan
(polimer galaktosa). Sejumlah kecil fukosa, rhamnosa, xilosa, dan asam uronat terdapat
dalam matriks dinding sel. Glukan pada fungi adalah polimer glukosa yang terikat secara
konfigurasi , baik 1-3 maupun 1-6. Dinding sel hifa Paracoccidioides brasiliensis
terdiri atas khitin dan -glukan berlapis tunggal setebal 80—150 nm. Sedangkan tebal
dinding sel khamir 200—600 nm dengan 3 lapis khitin dan -glukan.
Banyak fungi, khususnya khamir, memiliki peptidomannan mudah larut sebagai
komponen terluar matriks dinding sel. Mannan, galaktomannan, dan rhamnomannan
bertanggungjawab terhadap respons imun sel inang terhadap khamir dan kapang.
Cryptococcus neoformans menghasilkan kapsula polisakarida yang terdiri atas 3
polimer, yaitu glukoronoxilomannan, galaktoxilomannan, dan mannoprotein.
Berdasarkan proporsi residu xilosa dan glukoronat, C. neoformans dapat dibedakan
menjadi 4 kelompok antigenik, yaitu A, B, C, dan D. Kapsula ini antifagositik dan
berperan sebagai faktor virulensi dan penghindar deteksi sistem imun.
Selain khitin, glukan, dan mannan, dinding sel mengandung lipid, protein,
khitosan, asam fosfatase, -amilase, protease, melanin, ion anorganik (PO43-, Ca2+,
Mg2+). Bagian terluar dinding sel dermatofita berisi glikoprotein yang memicu
hipersensitifitas kutan. Tabel 16.1 menunjukkan hubungan komponen dinding sel
dengan kelompok taksonomi.
Tabel 16.1 Komponen utama dinding sel pada beberapa kelompok fungi
Komponen Utama
Kelompok Taksonomi
Contoh
Khitin-Khitosan
Zygomycetes
Rhizopus arrizus
Khitin-Glukan
Ascomycetes (miselia)
Basidiomycetes (miselia)
Fungi Imperfecti
Pseudallescheria boydii
Schizophyllum commune
Phialophora verrucosa
Glukomannan
Ascomycetes (khamir)
Fungi Imperfecti (khamir)
Saccharomyces cerevisiae
Candida albicans
Khitin-Mannan
Basidiomycetes (khamir)
Filobasidiella neoformans
Membran Plasma
Membran plasma jamur mirip dengan mebran plasma mammalia, tetapi fungi
memiliki sterol nonpolar, yaitu ergosterol daripada kolesterol pada mammalia. Membran
plasma mengatur keluar-masuk material secara selektif permeabel. Membran sterol
memberikan fungsi secara struktural, modulasi fluiditas, dan kontrol fisiologis.
Komponen utama membran plasma adalah lipid, protein, dan sedikit karbohidrat.
Lipid merupakan struktur lapisan ganda plasma membran dan biasanya berupa
fosfolipid dan sfingolipid. Bagian hidrofilik menghadap ke luar, sedangkan bagian
hidrofobik terbenam di dalam. Protein tersebar di seluruh lapisan ganda lipid. Protein
integral menembus lapisan ganda lipid, sedangkan protein tepi terbenam (tetapi tidak
menembus) lapisan ganda lipid. Struktur lipoprotein ini memberikan pembatas efektif
bagi berbagai molekul. Molekul menembus membran melalui mekanisme difusi dan
transport aktif. Molekul ergosterol merupakan sasaran agen antifungi. Beberapa agen
antifungi mengintervensi sintesis ergosterol. Penghambatan sintesis ergosterol dapat
mengubah permeabilitas membran, sehingga menghamabat pertumbuhan.
Penghambatan sintesis ergosterol juga menghambat aktivasi khitin sintase zimogen. Hal
ini mengakibatkan produksi khitin berlebih, sehingga menghasilkan pertumbuhan
abnormal.
Mikrotubulus
Fungi memiliki mikrotubulus yang berupa protein mikrotubulin. Protein tubulin
terdiri atas dimer 2 subunit protein. Mikrotubulus merupakan struktur silinder berlubang
panjang (long hollow cylinder) dengan diameter 25 nm. Mikrotubulus bertanggung jawab
terhadap pergerakan kromosom, nukleus, badan Golgi, dan organela lainnya.
Mikrotubulus merupakan komponen prinsipil benang spindel yang membantu
pergerakan kromosom selama meiosis dan mitosis. Ketika sel terpapar agen
antimikrotubulus, maka pergerakan nukleus, mitokondria, vakuola, dan apikal vesikel
terganggu. Griseofulvin yang digunakan untuk mengatasi infeksi dermatofit, mengikat
protein terasosiasi mikrotubulus yang terlibat dalam asembling dimer tubulin. Dengan
mengintervensi polimerisasi tubulin, griseofulvin menghentikan mitosis pada metafase.
Nukleus fungi terbungkus oleh amplop nuklear dan berisi kromatin dan
nukleolus. Bentuk, ukuran, dan jumlah nukleus fungi bervariasi. Material genetik pada
fungi tersebar di nukleus (80—99%) dan mitokondria (1—20%). Pada beberapa isolat
Saccharomyces cerevisiae 5% material genetik berada dalam plasmid.
STRUKTUR MAKRO
Fungi Filamentus vs Bakteri Filamentus
Fungi, seperti bakteri merupakan dekomposer penting dan parasit baik pada
manusia, hewan, dan tumbuhan. Kedua kelompok mikroba ini dapat saling berkompetisi
pada habitat sama untuk memperebutkan sumber makanan. Mekanisme kompetisi
biasanya dengan pengeluaran substansi antimikroba dan toksin. Penisinin dan nistatin
merupakan agen antimikroba yang diproduksi masing-masing oleh fungi Penicillium
chrysogenum dan bakteri Streptomyces noursei.
Terdapat kemiripan morfologi fungi filamentus (kapang) dan bakteri filamentus
(actinomycetes) dan ini membuat dugaan bahwa kedua kelompok berhubungan
filogenetik. Perbedaan mendasar keduanya adalah organisasi DNA dan model
reproduksi. Organisasi DNA actinomycetes adalah tanpa membran nukleus, sedangkan
kapang dengan membran nukleus. Model reproduksi actinomycetes adalah pembelahan
biner, sedangkan kapang memiliki struktur sel khusus reproduksi aseksual (konidia) dan
seksual (askosposa, zigospora, atau basidiospora).
Gambar 16.3 Pertumbuhan apikal hifa kapang (kiri) dan pertunasan khamir (kanan)
Morfologi Hifa dan Khamir
Pertumbuhan hifa terjadi dengan pemanjangan ujung (Gambar 16.3). Studi
ultrastruktural menunjukkan bahwa terdapat organisasi sempurna organela dan elemen
sitoskeletal dalam pertumbuhan apikal. Bentuk zimogen khitin sintase terdeteksi pada
mikrovesikel yang disebut khitosom. Khitosom berasal dari badan Golgi atau secara
independen terbentuk di sitoplasma. Aktivasi khitin sintase terjadi pada fusi khitosem
dan membran plasma. Pembentukan fibril khitin terjadi di daerah interaksi zimogen
khitin.
Pertunasan pada khamir Saccharomyces cerevisiae dikatalis oleh enzim
polisakarida sintase (khitin sintase dan 1-3glukan sintase) yang tersebar takmerata
pada membran plasma (Gambar 16.3). Pertunasan khamir menunjukkan bahwa
aktivitas sintase terjadi pada daerah di mana dinding sel sedang tumbuh.
Reproduksi
Reproduksi seksual pada fungi dicirikan dengan fusi 2 nukleus haploid
(kariogami) diikuti pembelahan meiosis nukleus diploid (Gambar 16.4). pada beberapa
kasus spora seksual dihasilkan oleh fusi 2 nukleus berbeda ukuran dan status
reproduktif. Secara normal plasmogami (fusi 2 protoplasma hifa) diikuti dengan segera
kariogami. Pada beberapa anggota basidiomycetes kedua kejadian terpisah agak lama.
Setelah berfusi terjadi pertumbuhan dan pembelahan sel.
Gambar 16.4 Siklus hidup S. cerevesiae (A) dan pembentukan basidiospra (B)
Filobasidiella neoformans (anamorf:Cryptococcus neoformans) yang meliputi
pembentukan sel dikarion (1 dan 2), kariogami (3), meiosis (4 dan 5), pembentukan
basidiospora (6), dan mitosis dan proliferasi basidiospora.
Fungi bereproduksi aseksual melalui pertunasan yang sederhana, pembentukan
blastik konidia dari hifa terspesialisasi, fragmentasi hifa, dan konversi elemen hifa
(Gambar 16.5). Terlepas dari ketiadaan meiosis delama siklus hidup pada fungi
imperfect, rekombinasi properti hereditas dan variasi genetik dapat terjadi melalui
mekanisme yang disebut paraseksualitas (Gambar 16.6). Kejadian utama pada proses
paraseksualitas meliputi produksi nukleus diploid pada heterokariotik miselia, produksi
miselium haploid dari plasmogami dan kariogami, perbanyakan nukleus diploid bersama
dengan nukleus haploid pada miselia heterokariotik, pindah silang, dan haploidisasi
nukleus diploid. Beberapa fungi mampu melakukan reproduksi seksual dan paraseksual.
Gambar 16.5 Reproduksi aseksual pada fungi konidial. Perkembangan konidia dari hifa
melalui mekanisme hifa (A), hifa terspesialisasi yang disebut fialid (B), fragmentasi hifa
(C), konversi hifa apikal yang menghasilkan propagul (D), dan konversi hifa interkalar
yang menghasilkan klamidospora (E)
Gambar 16.6 Proses siklus paraseksual (rekombinasi genetik tanpa meiosis). Tahapan
paraseksual dimulai dari konjugasi hifa (1), sehingga menghasilkan heterokariosis hifa
(2). Terjadi kariogami sehingga menghasilkan nukleus diploid (3). Nukleus diploid
bermitosis dan melakukan segregasi (4). Pada proses mitosis dapat terjadi pindah
silang, sehingga akan dihasilakn sel rekombinan.
KLASIFIKASI
Fungi diklasifikasikan berdasarkan kemampuan bereproduksi seksual, aseksual,
atau kombinasi keduanya (Tabel 16.3). Struktur reproduktif aseksual sering disebut
anamorf merupakan. Karena berdasarkan bentuk morfologi aseksual, maka sistem
klasifikasi fungi tidak mencerminkan hubungan filogenetik. Struktur reproduktif seksual
disebut juga teleomorf, yaitu askospora, basidiospora, oospora, dan zigospora. Kriteria
struktur reproduktif mencerminkan hubungan filogenetik. Terminologi holomorf
digunakan untuk mendiskripsikan fungi secara keseluruhan, yaitu terdiri atas teleomorf
dan anamorf.
Blastomyces dermatitidis merupakan nama anamorf dan memiliki nama teleomor
yaitu Ajellomyces dermetitidis. Struktur anamorf, yaitu hifa & konidia sel tunggal (pada
suhu 25C) dan sel khamur bertunas (pada suhu 35C). Struktur teleomorf, yaitu badan
buah (disebut gimnoteka) berisi askospora. Jika menyebut nama B. dermetitidis maka
merujuk pada struktur anamorf. Jika menyebut A. dematitidis, maka merujuk pada
struktur teleomorf. Namun jika holomorf, maka nama yang benar adalah A. dermatiridis
karena menunjukkan hubungan filogenetik.
Tabel 16.3 Klasifikasi fungi
Filum
Struktur Seksual
Chytridiomycota
Oospora
Zygomycota
Zigospora
Ascomycota
Ascospora
Basidiomycota
Basidiospora
Fungi Imperfect
Tidak diketahui
Struktur Aseksual
Spora dan konidia
Spora dan konidia
Konidia
Konidia
Konidia
PATOGENESIS FUNGI
Fungi berkembang dan berkoloni pada manusia dengan berbagai mekanisme.
Kemampuan tumbuh pada suhu 37C merupakan hal penting. Fungi dermatofit
memproduksi keratinase yang mampu mendigesti keratin kulit, kuku, dan rambut
manusia. Bentuk dimorfisme menjadikan fungi berbentuk kapang (di alam) dan khamir di
jaringan inang. Bentuk khamir ini bersifat patogenik. Sebaliknya Candida albicans
memiliki bentuk alami sel khamir, tetapi bentuk patogenik adalah filamentus (Tabel
16.2). Fungi dapat tersebar lokal seperti fungi dermatofit pada kulit jaringan subkutan.
Fungi dapat tersebar luas, dimulai pada infeksi saluran pernafasan dan menyebar ke
organ lainnya. Penyebaran fungi melalui makrofag (fungi dapat tumbuh di makrofag
tanpa terfagosit) maupun non-makrofag. Reaksi patogenesis fungi biasanya berupa
reaksi alergi.
Faktor Inang
Resistensi manusia terhadap serangan fungi berdasar pada berbagai
mekanisme protektif terhadap masuknya fungi. Asam lemak takjenuh rantai panjang
merupakan komponen penghambat pertumbuhan fungi di kulit, kompetisi pH dengan
bakteri flora normal, laju regenerasi sel epitel, dan kondisi kering startum korneum.
Permukaan tubuh seperti saluran pernafasan, pencernaan, dan vagina yang diisi oleh
membran mukosa (lapisan sel epitel) bersilia dan mengeluarkan substansi antimikroba,
dengan cepat akan mengusir mikroba termasuk fungi.
Status imunologis inang merupakan faktor penting dalam menentukan
pertumbuhan fungi patogen. Imunitas termediasi sel merupakan sistem pertahanan iang
penting dalam mengontrol infeksi fungi. Hal ini karena pasien dengan sistem imun
termediasi sel lemah menunjukkan penderitaan infeksi fungi lebih lama dibandingkan
dengan pasien sistem imun humoral lemah.
Faktor Fungi
Infeksi Superfisial Fungi
Infeksi superfisial terjadi pada lapisan terluar, yaitu stratum korneum kulit
(Phaeoannellomyces werneckii [syn. Exophiala werneckii] dan M. furfur), kutikula rambut
(Trichosporon beigelii dan Piedraia hortae). Infeksi ini biasanya menghasilkan
permasalahan kulit (kosmetik) yang jarang memancing respons imun, kecuali infeksi M.
furfur. Fungi biasanya merupakan patogen oportunis, yaitu mikroba yang berubah
menjadi, jika kondisi sistem imun inang mengalami penurunan.
Infeksi Fungi dermatofit
Fungi dermatofit dapat berkoloni di kulit, rambut, dan kuku. Fungi ini memiliki
properti invasif lebih tinggi daripada fungi penginfeksi superfisial. Fungi ini
menghasilkan berbagai penyakit dari yang ringan (kulit bersisik) sampai peradangan.
Studi lanjut menunjukkan bahwa potensi patogenesis fungi ini bergantung pada jenis
parasit, species inang, status imunologis inang, jenis pakaian, jenis alas kaki. Perlukaan
merupakan awal infeksi fungi ini. Fungi ini mampu masuk di sela-sela jaringan kulit yang
rusak dan berkoloni. Namun sistem imun termediasi sel (transferin) dapat menahan
invasi fungi pada perlukaan.
Tabel 16.2 Bentuk dimorfis beberapa fungi penting secara medis
Kelompok
Penyakit
Morfologi
Species
In vivo
In vitro
Fungi hitam KromoCladosporium
Coklat, ddg
Konidia sel
blastomikosis
carrionii
tebal, sel
tunggal
muriform
berantai
cabang
Fungi hitam KromoFonseca
Coklat, ddg
Konidia sel
blastomikosis
pedrosol
tebal,
tunggal
sel muriform
berserial
Fungi hitam KromoExophiala
Sel mirip
Konidia sel
blastomikosi
jeanselmei
khamir,
tunggal dg
hialin-coklat, apikal spt bola
bersepta
Fungi hitam Faeohipomikosis Microsporum
Hifa scaly
Makro dan
canis
eritematous, mikrokonidia
artrokonidia
sekitar
rambut
Fungi
Tinea capitis
Trichophyton
Hifa scaly
Ukuran
dermatofit
tonsurans
eritematous, konidoa
artrokonidia
bervariasi
dalam
rambut
Fungi
Tinea corporis
Microsporum
Hifa stratum
Makro dan
dermatofit
gypseum
corneum
mikrokonidia
Fungi
Tinea corporis & Trichophyton
Hifa stratum
Makro dan
Habitat
Tanaman
berkayu
Tanaman
berkayu
Tanaman
berkayu
Hewan
Manusia
Tanah
Manusia &
dermatofit pedis
Fungi
Tinea corporis &
dermatofit pedis
Fungi
Tinea cruris
dermatofit
Kapang
Blastomikosis
dimorfis
Fungi
dimorfis
Kokidiomikosis
Fungi
dimorfis
Sporotrikosis
Fungi
oportunis
Aspergilosis
Fungi
oportunis
Aspergilosis
Fungi
oportunis
Zigomikosis
Fungi
oportunis
Zigomikosis
Khamir
oportunis
Kandidiasis
Khamir
oportunis
Kandidiasis
Khamir
oportunis
Kriptiokokosis
Khamir
oportunis
Pityriasis
versicolor
mentagrophytes corneum
mikrokonidia
hewan
Trichophyton
Hifa stratum
Makro dan
Manusia
rubrum
corneum
mikrokonidia
Epidermophyton Hifa stratum
Konidia bentuk Manusia
flocosum
corneum
club
Blastomyces
Khamir bulat- Konidia sel
Belum
dermatitidis
oval
tunggal kecil,
diketahui
bulat, & halus pasti
Coccidioides
Sferula berisi Artrokonidia
Tanah
immitis
endospora
bentuk barrel
sel tunggal
Sporothrix
Khamir bentuk Konidia
Tanaman
schencii
bulat-oval
berkembang
berkayu
dr konidiofor
dan hifa
Aspergillus
Hifa septa
Rantai konidia Tanaman
flavus
bercabang
dari fialid
lapuk/mati
dikotom
& tanah
Aspergillus
Hifa septa
Rantai konidia Tanaman
fumigatus
bercabang
dari fialid
lapuk/mati
dikotom
& tanah
Absidia
Hifa septa
Sporaiofor
Tanaman
corymbifera
bercabang
bercabang,
lapuk/mati
rhizoid acak,
& tanah
sporangia
Rhizopus
Hifa septa
Sporaiofor tdk Tanaman
arrhizus
bercabang
bercabang,
lapuk/mati
rhizoid oposit, & tanah
sporangia
Candida albicans Khamir oval, Khamir oval
Pencernaan
pseudohifa,
bertunas,
manusia &
hifa septa
pseudohifa,
rongga
hifa septa
mulut
Candida
Khamir oval, Khamir oval
Kulit
tropicalis
pseudohifa,
bertunas,
manusia
hifa septa
pseudohifa,
hifa septa
Cryptococcus
Khamir bulat, Khamir bulat
Buah,
neoformans
blastokonidia dengan
tanaman,
dg kapsula
kapsula
feces
atau tidak
merpati
Malassezla furfur Khamir oval
Khamir oval dg Startum
lipofilik, hifa
tunas unipolar korneum
truncate
manusia
pendek
KLASIFIKASI MIKOSIS
Infeksi fungi atau mikosis dapat menghasilkan berbagai penyakit pada manusia.
Mikosis bervariasi dari infeksi superfisial lapisan luar sampai infeksi pada organ dalam
(otak, jantung, paru, hati, dan ginjal). Karena sebaian besar fungi patogen adalah
patogen oportunis, maka status imunologis pasien sangat menentukan terjadinya
mikosis.
Infeksi fungi dapat diklasifikasi berdasarkan letak infeksi, jalur ekuisisi, dan jenis
virulensi. Berdasarkan letak infeksi, maka mikosis dibedakan menjadi mikosis
superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan, dan mikosis dalam. Mikosis superfisial
adalah infeksi fungi pada lapisan permukaan kulit. Mikosis kutan dan subkutan adalah
infeksi fungi pada lapisan kutan dan subkutan kulit. Mikosis dalam adalah infeksi fungi
pada organ dalam seperti otak, jantung, hati, dan ginjal (Gambar 16.7). gerbang masuk
mikosis dalam adalah saluran pernafasan dan pencernaan.
Gambar 16.7 Mikosis berdasarkan letak infeksi
Mikosis Superfisial dan Mikosis Kutan
Mikosis superfisial termasuk infeksi fungi Piedra hortae, Trichosporon beigeii,
Malassezia furfur, dan Phaeoannellomyces wereckii yang menghasilkan penyakit piedra
hitam, piedra putih, pityriasis versicolor dan tinea nigra. Penyakit-penyakit ini dicirikan
dengan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi kuliy leher, pundak, dada, dan punggung.
Piedra hortae dan Trichosporon beigeii biasanya menyerang kulit dan menghasilkan
nodul (piedra) hitam dan putih.
Mikosis kutan dapat dibedakan menjadi dermatofitosis atau dermatomikosis.
Dermatofitosis merupakan mikosis oleh genera Epidermophyton, Microsporum, dan
Trichophyton. Dermatomikosis adalah infeksi fungi genus lainnya, biasanya oleh
Candida spp. Dermatofitosis oleh masing-masing genus memiliki daerah infeksi spesifik.
Epidermophyton floccosum hanya menginfeksi kulit dan kuku. Microsporum spp.
Menginfeksi rambut dan kulit. Trichophyton spp. Menginfeksi rambut, kulit, dan kuku.
Mikosis Subkutan
Terdapat 3 tipe mikosis subkutan, yaitu kromoblastomikosis, misetoma, dan
sporotrikosis. Kromoblastomikosis merupakan mikosis subkutan yang dicirikan dengan
lesi verrucoid kulit (biasanya terjadi di ekstremitas bawah), analisis histologi
memunculkan sel muriform yang menjadi ciri infeksi ini. Kromoblastomikosis tidak
pernah menginfeksi lapisan dalam seperti otot, tulang, dan tendon. Misetoma
merupakan infeksi subkutan yang dapat merusak otot, tulang, dan tendon.
Kromoblastomikosis disebabkan oleh Fonsecaea pedrosoi, Fonsecaea compacta,
Cladosporium carionii, and Phialophora verrucosa. Misetoma disebabkan oleh
Pseudallescheria boydii dan Nocardia brasiliensis. Sporotrikosis merupakan infeksi fungi
Sporothrix schenckii. Fungi ini biasanya menginfeksi jaringan subkutan di daerah melalui
perlukaan. Sporotrikosis dapat menyebar melalui saluran limfatik.
Mikosis Dalam
Mikosis dalam disebabkan oleh fungi patogen dan fungi patogen oportunis. Fungi
patogen merupakan fungi yang secara alami dapat menginfeksi inang, sedangkan fungi
patogen oportunistik hanya dapat menginfeksi inang jika sistem imun inang terkompromi
(misalnya pasien kanker, transplantasi organ, pembedahan, dan AIDS). Gerbang masuk
fungi patogen ini biasanya melalui saluran pernafasan, sedangkan fungi patogen
oportunis melalui saluran pernafasan dan pencernaan atau peralatan medis
intravaskuler inang.
Fungi patogen sestemik termasuk Coccidioides immitis, Histoplasma
capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Paracoccidioides brasiliensis. Fungi patogen
oportunis termasuk Cryptococcus neoformans, Candida spp., Aspergillus spp.,
Penicillium marneffei, the Zygomycetes, Trichosporon beigelii, dan Fusarium spp.
Dimorfisme Fungi Patogen
Dimorfisme fungi merupakan konversi morfologi dan fisiologi dari satu fenotip ke
fenotip lainnya akibat perubahan kondisi lingkungan (Tabel 16.2). berbagai faktor
lingkungan inang yang memicu dimorfisme, adalah asam amino, suhu, karbohidrat,
elemen trace. Dimorfisme fungi patogen S. shcenckii adalah perubahan bentuk
hifa/kapang menjadi bentuk khamir dalam jaringan (Gambar 16.8).
Gambar 16.8 Diagram dimorfisme beberapa genus fungi patogen
Mikosis Dalam Primer
Kebanyakan mikosis dalam primer merupakan infeksi selama perjalanan di
daerah endemik fungi patogen. Artrokonidoa C. immitis dapat terhirup dan berubah
menjadi sferula dalam paru. Kebanyakan kasus kokidiomikosis menghasilkan infeksi
ringan pada pasien yang menghirup artrokonidia, tetapi pada pasien yang terinfeksi paru
sebelumnya, kokidiomikosis dapat menyebar ke otak, tulang, dan tempat lainnya.
Histoplasmosis merupakan infeksi primer paru akibat menghirup konidia
Histoplasma capsatum. Bentuk H. Capsatum berubah menjadi khamir (blastokonidia) di
dalam paru. Penyebaran blastokonidia dapat mencapai nodus limfatikus, limpa, hati,
sumsum tulang, dan otak. Histoplasmosis dicirikan dengan pertumbuhan intrasel fungi
patogen dalam makrofag.
Mikosis Oportunis
Kandidiasis
Kandidiasis disebabkan oleh C. albicans dan Candida spp. lainnya. Kandidiasis
dapat dibedakan menjadi kandidiasis superfisial dan kandidiasis dalam. Kandidiasis
superfisial melibatkan infeksi permukaan mukosa dan epidermal pada rongga mulut,
farinx, esofagus, usus, kantong kemih, dan vagina. Saluran pencernaan dan kateter
intravaskular merupakan gerbang masuk Candida, sehingga menghasilkan kandidiasis
dalam (viseral). Kandidiasis dalam meliputi organ ginjal, hati, limfa, otak, mata, jantung,
dan organ lainnya.
Aspergilosis
Aspergilosis disebabkan oleh fungi patogen oprtunis Aspergillus spp. Fungi ini
masuk ke paru dan menyebar ke organ lainnya seperti otang, ginjal, hati, jantung, dan
tulang. Selain saluran pernafasan, gerbang masuk aspergilosis adalah perlukaan kulit.
Penurunan kuantitas neutrofil sirkuler merupakan faktor kunci resiko perkembangan
aspergilosis invasif.
Zigomikosis
Zigomikosis disebabkan oleh Rhizopus, Rhizomukor, Absidia, Mucor, atau
anggota Zigomycetes lainnya. Sindrom rhinoserebral yang terjadi pada pasien diabetes
dan ketoasidosis, neutropenia, dan kortikosteroid merupakan faktor utama zigomikosis.
Zigomycetes dan Aspergillus mempunyai kecenderungan menginvasi peredaran darah.
KONTROL MIKOSIS
Kontrol mikosis termasuk pencegahan dan perlakuan. Pencegahan meliputi
pencegahan terhadap kondisi lingkungan yang konduktif bagi pertumbuhan fungi.
Mempertahankan lingkungan bebas spora di rumah sakit dapat menurunkan infeksi
nosokomial jamur. Pada pasien terkompromi imun yang menerima perlakuan yang
dapat menurunkan sistem imun, perlu mendapat agen antifungi. Agen antifungi biasanya
berisi substansi penghambat biosintesis ergosterol, seperti azol, alilamin, dan morfolin.
Agen antifungal adalag 5-fluorositosin (menghambat sintesis DNA dan RNA),
griseofulvin (menghambat mitosis).
Download