MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KESALEHAN SOSIAL Fakultas Program Studi Ekonomi Penerbit FE Manajemen Tatap Muka 08 Abstract Dalam perkuliahan Islam Kode MK Disusun Oleh MK90002 Dr. Saepudin S.Ag M.Si Kompetensi mengkaji materi kesalehan sosial didalamnya dibahas tentang: 1. Saling Menyayangi 2. Beramal Shaleh 3. Saling Menghormati Pada akhir perkuliahan mahasiswa diupayakan dapat: 1. Menjelaskan pengertian kesalehan sosial Islam 2. Menjelaskan arti pentingnya saling menyayangi 3. Menjelaskan indicator beramal Shaleh 4. Menyebutkan indicator saling ini 2 4. Implementasi dalam kehidupan sehari-hari menghormati 5. Dapat mengimplementasi 5. Berlaku Adil kesalehan sosial Islam dalam 6. Menjaga Persaudaraan kehidupan sehari-hari 7. Berani Membela 8. 6. Dapat berlaku Adil Kebenaran 7. Dapat menjaga persaudaraan Tolong Menolong 8. Berani Membela Kebenaran 9. Tolong Menolong KESALEHAN SOSIAL Pekuliahan ke 7 dilaksankan di kampus dengan tatap muka. Dalam pekulihan tersebut dilakukan dengan ceramah, presentasi, diskusi dan Tanya jawab dengan btema kesalehan sosial Islam. Dalam mengkaji materi perkuliahan masih diperlakukan sebagai penyaji dan sekaligus pembahas, dimana semua aktif melakukan kegiatan duskusi dan Tanya jawab. Materi yang dibahas adalak akhlak Islami meliputi: 9. Saling Menyayangi 10. Beramal Shaleh 11. Saling Menghormati 12. Implementasi dalam kehidupan sehari-hari 13. Berlaku Adil 14. Menjaga Persaudaraan 15. Berani Membela Kebenaran 16. Tolong Menolong 2016 2 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3 KESALEHAN SOSIAL A. Latar Belakang Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, atau hubungan personal, interpesonal dan masyarakat secara Agung dan Luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian, yang mengikat semua aspek manusia. Karena islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu sifatnya fitnah, kedamaian, akan hadir, jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan memposisikan dirinya sebagai mahluk ciptaan tuhan yang bukan saja unik tapi juga sempurna. Namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan, seiring fitnah, maka janji tuhan azab dan keinahan akan datang. Tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki ahlak. Jika seseorang sudah memahami ahlak maka akan menghasilkan kebiasaan hidup yang baik. Persoalan dalam tulisnnya ini adalah bagaimana pengertian kesalehan sosiali dan apa saja sifat yang harus dimiliki dalam kesalehan sosiali? Tujuan penulis dalam makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh seperti apa pandangan islam terhadap kesalehan sosialI. B. Pengertian Kesalehan Kesalehan adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa banyak pertimbangan atau pemikiran. Maka jika sifat itu melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. Kesalehan dalam bahasa Indonesia lebih mendekati dengan arti budi pekerti. Yang penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif dan negative. Jadi, kesalehan sosiali adalah suatu perilaku atau suatu perangai yang baik dalam pandangan Islam. Baik akhlak kepada Allah SWT. juga akhlak kepada manusia. C. Indikator Kesalehan sosial Berikut ini adalah 8 kesalehan sosiali, yang harus dimengerti dan dijalankan oleh pribadi islami, sehingga perilaku dan adatnya sesuai dengan kaidah agama: 2016 3 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4 1.Saling Menyayangi Sebagaimana syair yang mengatakan, “mawaddatuhu taduumu likulli haulin, wa hal kullun mawaddatuhu taduumu”, kasih sayangnya (manusia) selalu kekal untuk segala hal yang menakutkan, dan apakah setiap orang itu kasih sayangnya selalu kekal. Makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri. Rasulullah saw. bersabda, “Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah” Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi). Dalam hadis tersebut kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah saw. bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi.” Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih,” jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia).” (H.R. Ath-Thabrani). Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq r.a. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, “Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu.” Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan. Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya. 2. Cinta kepada Allah Di antara manusia banyak yang cinta dan mencintai Allah, tapi lebih banyak yang mencintai dunia. Mencintai Allah adalah fardu bagi kaum Muslimin dan Muslimat yang bukan sekadar dikata saja. Dan jika kita benar-benar mencintai Allah secara kesungguhan hati, maka proses “rasa kasih sayang” untuk makhluk ciptaan-Nya akan terbentuk dalam hati kita. Selain itu, jati diri kita sebagai seorang Muslim akan tampak lebih kokoh serta mampu 2016 4 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5 menjalani syariat-syariat Islam yang diridai dan di berkahi oleh Allah SWT. Cinta kepada Allah adalah hal yang utama, sebagai jalan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya. Cinta kepada Allah hendaklah melebihi cinta kepada segala yang maujud yang selain Allah. Mencintai Allah berarti juga mencintai Rasul-Nya, yakni mengikuti segala petunjuk Rasul dengan sepenuhpenuhnya. Firman Allah SWT, “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran [3]:31). Ketahuilah, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal. 3.Saling Menghormati Ihtiram artinya saling menghargai atau saling hormat menghormati kepada sesama manusia. Saling harga menghargai adalah satu sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai wujud dari Akhlaqul mahmudah. Islam sangat menekankan pada dua dimensi nilai yang harus selalu diwujudkan yaitu akhlaq yang terpuji dan ‘aqidah atau keimanan yang benar, dua-duanya harus seiring sejalan.Aqidah yang benar akan membuahkan akhlaq yang baik. Akhlaq yang baik harus berakar pada aqidah yang benar. Salah satu sifat yang mesti diwujuddkan dalam kehidupan sehari-hari ialah saling menghargai kepada sesama manusia dengan berlaku sopan, tawadhu, tasamuh, muru’ah (menjaga harga diri), pemaaf, menepati janji, berlaku ‘adil dan lain sebagainya. Perhatikan sabda Rasulullah : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia“ (HR .Ahmad dan Baihaqi) Dalam pergaulan sehari-hari kita dituntut untuk menampakkan akhlaq yang mulia dalam tutur kata dan perilaku dan bahkan menjadi syarat kesempurnaan Iman seorang mukmin, Rasulullah bersabda: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaqnya. Dan orang-orang yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi). Orang pandai mengatakan : “ Al-Islam mahjubun bil muslimin” artinya bahwa Islam itu terhijab oleh ( perilaku ) kaum muslimin. Banyak kaum muslimin yang kurang perhatian terhadap perilakunya, terutama dalam pergaulan saling hormat menghormati kepada sesamanya, sehingga timbul kesan terhadap citra baik Islam seolah-olah Islam tidak mengatur sopan santun. Harga menghargai ditengah pergaulan hidup, setiap muslim punya tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan mewujudkan citra baik Islam dengan menampakkan tutur 2016 5 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6 kata, sikap dan tingkah laku, cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus daripada orang lain. Ihtiram menjadi hal yang sangat essensi ditengah-tengah pergaulan antar sesama lebihlebih dalam tata pegaulan antar sesama muslim. 4. Implementasi Dalam Pergaulan 1. Kepada kedua orang tua Allah berfirman : “Dan ( Allah ) Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak-mu dengan sebaikbaiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “AH” dan janganlah kamu membentak dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra : 23 ). Ayat ini menunjukan bahwa orang yang paling berhak mendapatkan rasa hormat adalah orang tua, dosa besar bila rasa hormat ini diabaikan. 2. Kepada sesama. Firman Allah : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia ( karena sombong ) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman : 18 ). Sombong ditandai dengan dua sifat yang menonjol : bathrul haq wa ghantun nas, menolak haq ( kebenaran ) dan menghina manusia. Kedzaliman dan pelanggaran terhadap hak-hak asasi seseorang besumber pada rasa angkuh, tidak menghormati orang lain. Allah melarang perbuatan mengabaikan Ihtiram, karena pebuatan itu akan melahirkan pelanggaran yang serius. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barang siapa yang tidak belas kasihan kepada yang lebih kecil dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua maka ia bukan dari golongan kami.” ( HR. Bukhari dari Ibnu Umar ra ). Jadi jelas kesombongan, angkuh, tidak sayang kepada yang kecil (lemah ) dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua ( besar ), bukan watak orang-orang beriman. 3. Hormat kepada yang lebih tua. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang muda menghormati pada orang tua karena tuanya ( usianya ), melainkan Allah akan 2016 6 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 7 membalas dengan penghormatan orang yang menghormatinya pula dia karena usiaya kelak.” ( HR. Tirmidzi dari Anas ra ). Hadits ini memerintahkan kepada kita agar berlaku tawadhu dan ihtiram ( menghargai ) kepada orang tua atau yang dituakan. 4. Baik kepada tetangga hormat kepada tamu. Dalam merealisir “Ihtiram“ dalam pergaulan juga meliputi tetangga dan tamu, Rasulullah bersabda : “Barang siapa iman kepada Allah dan hari akihirat, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya dan barang sipa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia menghormati tamunya.” ( HR. Asy-Syaukhani / Bukhari-Muslim ). Ini juga merupakan dua aplikasi wujud kebenaran iman yang benar, dengan kata lain bahwa setiap seorang mukmin punya tanggung jawab untuk : Bersikap dan berperilaku baik terhadap tetangga, sikap Ihtiram ( saling menghormati ) menimbulkan pergaulan yang sehat dan kehidupan yang tentram. Sebaliknya berbuat atau berperangai buruk terhadap tetangga akan memperburuk pula terhadap pergaulan di masyarakat. Berlaku Ihtiram terhadap tamu artinya sebagai tuan rumah harus menghargai dan menghormati tamu siapa pun orangnya. Dan sebagai tamu pun harus menghormati tuan rumah dengan berlaku sopan. 4.Berlaku Adil Adil atau keadilan adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita semua. Imam al-Mawardi (salah seorang ulama pengikut madzhab Imam asy-Syafi’i) berkata, dalam kitab beliau yang berjudul Adab ad-Dunya wa ad-Diin, “Sesungguhnya di antara perkara yang dapat membuat baik keadaan dunia ini adalah keadilan yang menyeluruh dan mencakup semua sisi kehidupan. Keadilan akan mengajak manusia untuk berbuat baik terhadap sesama, membangkitkan semangat untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Dengan keadilan, dunia akan dipenuhi dengan kemakmuran, harta benda akan berkembang dan bertambah banyak, penguasa akan merasa aman dan pemerintahannya akan berumur panjang. Tidak ada sesuatu yang lebih cepat menghancurkan dunia dan merusak serta mengotori hati-hati manusia daripada kezhaliman yang merupakan lawan dari keadilan.” Adil adalah memutuskan perkara sesuai dengan ketentuan Allah Ta’ala dalam alQuran dan ketentuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam as-Sunnah, bukan hanya sekedar bergantung kepada akal manusia semata. Dengan pengertian ini dapat kita katakan 2016 7 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 8 bahwa hukum Allah memberikan kepada anak laki-laki sebanyak dua bagian anak perempuan dalam masalah pembagian harta warisan adalah hukum yang adil. Begitu pula hukum Allah membolehkan poligami dan mengharamkan poliandri dalam masalah pernikahan adalah hukum yang adil. Adil juga didefinisikan sebagai sikap pertengahan antara meremehkan dan berlebihlebihan dalam suatu perkara. Adil merupakan salah satu sifat dari sifat Allah Ta’ala, sebagaimana adil juga merupakan salah satu sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Maka siapakah yang dapat berbuat adil jika Allah dan rasulNya (dianggap) tidak berbuat adil?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Seorang muslim memandang keadilan secara umum adalah termasuk kewajiban yang paling utama dan pasti, sebab Allah Ta’ala memerintahkan setiap muslim untuk berlaku adil di dalam firmanNya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat.” (QS. an-Nahl: 90) Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia mencintai orang-orang yang senantiasa berbuat adil dalam firmanNya, “Dan berlaku adillah; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Hujurat: 9) Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berbuat adil di dalam perkataan dan di dalam menetapkan hukum. Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)” (QS. al-An’am: 152) “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS.an-Nisa’: 58) Oleh karena itu, seorang muslim yang baik akan selalu berusaha untuk dapat berbuat adil dalam perkataan maupun dalam perkara hukum. Ia akan senantiasa berbuat adil dalam segala urusannya sampai keadilan menjadi akhlak yang tidak terpisahkan darinya. Ia akan menjauhi segala macam bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kezhaliman dan penyelewengan. Ia menjadi orang yang adil yang tidak condong kepada hawa nafsu, syahwat dan fitnah dunia. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan ridha dan kecintaan Allah Ta’ala serta kemuliaan dan kenikmatan dariNya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah disediakan bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya di sisi kanan (Allah) Yang Maha Pemurah, Maha Agung lagi Maha Tinggi –dan kedua tanganNya adalah kanan-. Mereka adalah orang yang adil 2016 8 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 9 dalam menetapkan hukum, adil terhadap keluarga dan adil dalam kekuasaan.” (HR. Muslim [1827]) Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naunganNya pada (hari kiamat), hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah, …” (HR. al-Al-Bukhari [660]) 5. Menjaga Persaudaraan “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.” (QS. An Nisa: 1) “Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam adalah salah satu aspek yang vital dan sangat ditekankan di dalam ajaran agama Islam. Begitu banyak anjuran dan perintah yang menyerukan untuk mengeratkan ikatan persaudaraan antar sesama umat Islam, dan banyak pula larangan untuk memutuskan tali persaudaraan di dalam Islam. Semua itu telah disampaikan di dalam ajaran agama Islam, baik melalui firman Allah swt di dalam Al Quran maupun melalui sabda Rasulullah saw di dalam Al Hadits. Rasulullah saw sendiri yang merupakan seorang manusia pilihan telah menunjukkan bagaimana seharusnya umat Islam senantiasa menjaga hubungan persaudaraannya. Melalui sabdanya, beliau telah begitu banyak mengingatkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga keutuhan persaudaraanya di dalam Islam, karena Islam adalah agama yang mengharamkan umatnya untuk memutuskan tali persaudaraan atau silaturahmi, terutama dengan saudara yang berada dalam satu naungan agama Islam. Dari Abdullah bin Abi Aufa ra. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami.” Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Kemudian lelaki itu pergi dalam waktu yang tidak lama, setelah itu ia pun datang dan duduk kembali. Kemudian, Rasulullah saw pun bertanya kepadanya,“Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, “Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, “Untuk apa kamu datang, tidak seperti biasanya kamu 2016 9 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 10 datang kemari.” Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini). Maka Rasulullah saw pun bersabda kepadanya, “Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi.” Apa yang telah terjadi dalam riwayat tersebut di atas tentunya sangat sesuai sekali dengan firman Allah swt berikut: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujuraat: 10) Mempererat persaudaraan Islam juga merupakan salah satu bentuk penegakan power Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena umat Islam yang satu dengan yang lain itu ibarat sebuah bangunan yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Jika ada kekurangan dari saudaranya, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk senantiasa melengkapi atau menjaganya, bukan justru membuang atau memutuskannya. Umat muslim yang satu dengan yang lain ibarat satu tubuh yang jika salah satu anggota badannya mengalami sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya pula. Di sinilah kekuatan Islam akan terbentuk melalui sebuah hubungan persaudaraan yang kuat. “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim) Rasulullah juga pernah bersabda, “Tidak ada satu kebaikan pun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahmi, dan tidak ada satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahmi.” Dalam sebuah riwayat lain, dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasullah saw bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturahmi. (HR. Mutafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain, Rasulullah saw pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga”. Rasulullah menjawab; “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi”. (HR. Bukhari). 2016 10 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 11 Dalil-dalil di atas telah menjelaskan betapa pentingnya arti dari sebuah persaudaraan Islam. Demikian penting dan vitalnya fungsi memperkuat persaudaraan Islam, hingga Rasulullah sawpun tidak mau mengakui orang yang tidak memiliki kepedualian terhadap urusan saudaranya sebagai umatnya, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya yang artinya: Dari Hudzaifah Bin Yaman ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan termasuk golongan mereka.”. (HR. At Tabrani) Setelah kita mengetahui urgensi dari sebuah persaudaraan di dalam Islam, mulai saat ini marilah kita mulai untuk senantiasa menyambung, mempererat, dan menjaga ikatan silaturahmi kita di jalan Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk dalam rangka menyambung, mempererat dan menjaga tali persaudaraan Islam, di antaranya adalah: 1. Ungkapakan Rasa Cinta Anda Mengungkapkan rasa cinta yang selama ini dikenal di kalangan muda-mudi hanyalah sebatas menyatakan rasa cintanya kepada kekasihnya saja. Namun, Islam yang mengandung ajaran tertinggi memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar itu. Mengungkapkan rasa cinta ternyata juga sangat dibutuhkan dalam rangka mempererat persaudaraan dengan sesama umat Islam. Hal ini sebagaimana telah dianjurkan oleh Rasulullah saw dalam sabda-sabda beliau. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang mencintai saudaranya, hendaklah dia mengatakan cinta kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) Dalam riwayat yang lain, Anas ra. mengatakan bahwa seseorang berada di sisi Rasulullah saw, lalu salah seorang sahabat melewatinya. Orang yang berada di sisi Rasulullah saw tersebut mengatakan, “Aku mencintai dia, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah saw bersabda, “Apakah kamu sudah memberitahukan dia?” Orang itu menjawab, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Beritahukan kepadanya.” Lalu orang tersebut memberitahukannya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Kemudian orang yang dicintai itu menjawab, “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Abu Dawud) 2. Tunjukkan Wajah Bahagia Berjumpa dengan seseorang yang memiliki wajah berseri-seri tentunya akan menorehkan kenangan tersendiri. Wajah yang dengan senyum, penuh semangat dan tidak 2016 11 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 12 menunjukkan rona sendu akan menimbulkan kerinduan bagi saudaranya. Bisa saja dengan wajah berseri yang telah kita tunjukkan itu akan memberikan semangat positif bagi saudara yang kita jumpai. Dengan demikian, akan timbullah kerinduan untuk selalu ingin bertemu dan melihat wajah berseri itu. Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu meremehkan kebaikan apapun, walaupun sekadar bertemu saudaramu dengan wajah ceria.” (HR. Muslim) 3. Berjabat Tangan Berjabat tangan adalah salah satu bentuk sentuhan fisik yang dapat menyentuh hati kedua pihak yang melakukannnya jika dilakukan dengan niat tulus dan penuh semangat karena Allah swt. Genggamlah tangan saudaramu dengan erat dan hangat, hingga semangat dalam jabat tangan itu dapat meresap dalam sanubari. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada dua orang muslim yang berjumpa lalu berjabat tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Dawud) 4. Saling Berkunjung Selain dapat mempererat tali persaudaraan di dalam Islam, saling kunjungmengunjungi adalah salah satu cara yang akan membawa kita untuk memperoleh cinta dari Allah swt. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah saw berikut: Nabi Muhammad saw bersabda, “Allah swt. berfirman, ‘Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, keduanya saling berkunjung karena Aku, dan saling memberi karena Aku’.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’) 5. Memberikan Ucapan Selamat Tak dapat dipungkiri lagi bahwa perhatian adalah salah satu bentuk tindakan yang sangat efektif untuk mempererat sebuah hubungan. Dan salah satu cara untuk menunjukkan perhatian kepada saudara kita adalah dengan mengucapkan selamat kepadanya manakala ia mendapatkan sebuah kesuksesan. Persaudaraan di dalam Islam dapat saja menjadi kendur hanya karena sifat saling acuh dan tidak peduli satu sama lain. Dalam hal ini, Rasulullah saw telah bersabda, dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa bertemu saudaranya dengan membawa sesuatu yang dapat menggembirakannya, pasti Allah akan menggembirakannya pada hari kiamat.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Shagir) 6. Saling Memberi Hadiah 2016 12 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 13 Hadits marfu’ dari Anas bahwa, “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena hadiah itu dapat mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati.” (Thabrani) Masih dalam hadits marfu’ Thabrani juga telah meriwayatkan, dari Aisyah ra. bahwa, “Biasakanlah kamu saling memberi hadiah, niscaya kamu akan saling mencintai.” Kedua hadits di atas meskipun tergolong dalam hadits marfu’, namun memiliki makna yang sangat positif dan sangat mendukung perintah-perintah untuk mempererat persaudaraan di dalam Islam sebagaimana telah di sampaikan di dalam Al Quran dan Al Hadits. 7. Saling Membantu Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim) Merujuk pada hadits di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa sesungguhnya membantu saudara kita yang tengah mengalami kesulitan atau musibah, pada dasarnya adalah untuk membantu diri kita sendiri kelak. Karena barang siapa memudahkan orang lain yang sedang mengalami kesusahan, makan Allah swt akan memudahkan kesulitannya di akhirat kelak. Barang siapa menutup aib saudaranya, maka Allah swt lah yang kelak akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Sungguh, mempererat hubungan persaudaraan Islam adaladah salah satu amal sholeh yang tiada terkira nilainya. Melalui hubungan persaudaraan Islam yang kuat, berarti kita telah membantu untuk menegakkan power di dalam tubuh Islam, sebagaimana di ketahui bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Semakin kuat hubungan persaudaraan Islam yang kita jalin, maka semakin kokoh pula bangunan Islam yang akan berdiri. Dan tentunya, telah kita ketahui melalui dalil-dalil di atas bahwa begitu banyak imbalan yang akan kita dapatkan sebagai balasan atas perjuangan kita untuk mengikat Ukhuwah Islamiyah. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa mendapatkan balasan kebaikan dari Allah swt karena telah menjaga hubungan persaudaraan di dalam Islam. Amin. 2016 13 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 14 6.Berani Membela Kebenaran “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al Ahzab: 70). Menyuarakan kebenaran bagi sebagian orang merupakan hal yang sulit. Bagaimana tidak, di tengah masyarakat yang amburadul seperti ini, menyuarakan kebenaran adalah sama halnya dengan mengenggam bara api. Digenggam tangan terbakar, dilepas api menjalar. Sangat dilematis. Tapi itulah yang harus kita suarakan. Menyuruh seseorang berbuat baik lebih mudah dilakukan ketimbang melarang seseorang berbuat jahat. Sebutan aneh, kerap dilekatkan terhadap orang-orang yang berusaha menyuarakan kebenaran. Di kantor-kantor atau instansi lainnya, baik pemerintah maupun swasta misalnya, budaya korupsi sudah sedemikian mengakar sehingga seolah-olah sulit untuk dihempaskan. Ibaratnya semua orang telah menganggap perbuatan tersebut sah-sah saja karena sudah saling tahu antara atasan dan bawahan. Ketika ada orang yang berani menegur atau mencegah mereka berbuat korupsi, ramai-ramai para pelaku mencap aneh dan sok alim kepada orang tersebut. Hal ini tentu saja berbeda jauh dengan kehidupan para sahabat Rasul yang senantiasa melindungi diri dari berbuat dosa, sekecil apa pun dosa itu. Kondisi masyarakat yang serba bebas dalam berbuat dan berprilaku, memang menjadi tantangan tersendiri bagi kita untuk menguji keimanan. Amar ma’ruf nahyi munkar harus senantiasa ditegakkan. Dan ini membutuhkan keberanian kita dalam menyuarakan kebenaran. Kerusakan masyarakat telah nampak ketika individu-individunya tidak lagi mempedulikan perkara halal atau haram dalam perbuatannya. Yang ada dalam benaknya adalah menyenangkan atau tidak, merugikan atau menguntungkan. Sama sekali telah mengesampingkan aspek hukum. Hal ini diperparah pula dengan sikap sebagian tokoh intelektual yang notabene mengerti hukum yang cenderung diam menyaksikan kerusakan yang tengah berlangsung di masyarakatnya. Malah ada juga yang ternyata semakin memperburuk suasana dengan melontarkan penyataan yang membingungkan umat. Semboyan “Qulil haqqa walau kaana muron.” (Katakan kebenaran itu meski terasa pahit), nampaknya perlu diupgrade lagi sehingga kita merasa berani menyampaikan kebenaran. Meski risiko yang bakal dihadapi adalah kepahitan dan kesulitan hidup. Dan saat ini justeru waktu yang tepat untuk menyampaikan kebenaran, di tengah masyarakat yang amburadul. Menyuarakan tak dibatasi oleh ruang dan waktu, di manapun dan kapan pun. Oleh siapa saja, tak peduli apakah ia pejabat, rakyat, orang kaya, kaum miskin, ulama, termasuk kita semua sebagai seorang muslim yang terbebani kewajiban melakukan ‘amar 2016 14 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 15 ma’ruf nahyi munkar. Dari Abi Said Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu telah berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; bila ia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan kalau tidak mampu maka dengan hatinya (menolak kemunkaran tersebut), dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim) Sebenarnya, usaha meredam laju kerusakan sudah mulai tampak, meski cahayanya kalah pamor dengan kemunkaran itu sendiri. Paling tidak sudah ada tanda-tanda kesadaran dalam diri sebagian umat untuk berusaha bangkit dari keterpurukan ini. Berbagai cara coba ditempuh untuk menutupi kerusakan yang terjadi akhir-akhir ini. Syiar-syiar Islam mulai semarak meski baru berupa letupan-letupan kecil. Setidaknya, hal itu merupakan awal munculnya kesadaran umat akan islamnya itu sendiri dan langkah berikutnya adalah berusaha membela kebenaran dari ajaran-ajaran Islam. Tentu saja, agar suara kebenaran lebih kelihatan bertenaga, poin-poin yang disampaikan harus betul-betul yang tengah ngetren di masyarakat dan berusaha memberikan solusi-solusi jitu dari berbagai permasalahan kehidupan mereka. Harus dihilangkan perasaan ragu dan takut, bahwa kita akan diberangus bila dianggap terlalu berani menyampaikan kebenaran Islam apa adanya. Karena risiko menyampaikan kebenaran memang demikian, apalagi dalam situasi dan kondisi yang seperti sekarang ini, ketika masyarakat dan negara mengabaikan aspek hukum. Rasulullah SAW., menyatakan: “Penghulu para syuhada adalah hamzah, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang dzalim, lalu memerintahkannya (berbuat ma’ruf) dan mencegahnya (berbuat munkar). Lalu penguasa itu membunuhnya.” (HR. Hakim dari Jabir) Kebenaran harus senantiasa eksis di bumi ini, meski untuk itu kita harus mengorbankan segalanya yang kita miliki termasuk harta dan nyawa. Allah memberikan pujian bagi orang yang melakukannya, seperti dalam hadits di atas, juga dengan firman-Nya: “Mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104). “Kalian adalah sebaik-baik umat.” (QS. Ali Imron: 110). 7. Tolong Menolong Allah SWT berfirman di dalam Al Quran“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (Al Maidah: 2). “Makna umum ayat ini berdasarkan redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari 2016 15 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 16 terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa dan permusuhan. Dua hadits untuk memperkuat dan menjelaskan ayat ini, yaitu: Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam Ahmad). Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun, baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad). 8.Musyawarah Kata ( ) ىروشSyûrâ terambil dari kata ( ةرواش- م شاورة- ) شورى ( إ س ت شاورidajnem (ة Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna mengambi dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam Lisanul ‘Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat ( ترشayas (ال ع سل mengeluarkan madu dari wadahnya. Berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah adalah upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain, pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya. Musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Sedangkan menurut istilah fiqh adalah meminta pendapat orang lain atau umat mengenai suatu urusan. Kata musyawarah juga umum diartikan dengan perundingan atau tukar pikiran. Perundingan itu jua disebut musyawarah, karena masing-masing orang yang berunding dimintai atau diharapkan mengeluarkan atau mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah yang di bicarakan dalam perundingan itu. 2016 16 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 17 Musyawarah merupakan salah satu hal yang amat penting bagi kehidupan insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Islam memandang penting peranan musyawarah bagi kehidupan umat manusia, antara lain dapat dilihat dari perhatian al-Qur’an dan Hadis yang memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam memecah berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ayat terkait musyawarah : 1. Surat Al-Baqarah ayat 233: َََ ْ ِن َما َ َ ْر ت ََر َ ََ َاو َر َا ِصفَا َ َجا ِ اَ مِ ْف ِن َما َوتَش َ ِ َم ِ ْر َ َ َراََا Artinya: “Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan antara mereka. Maka tidak ada dosa atas keduanya”. (QS. Al-Baqarah: 233) 2. Surat Ali ‘Imran ayat 159: اوِ ِل ْفتَ لَ ِن ْب َولَ ْو ِْ ْفتَ َ غ َ َِ ًّ َ ْف ِن ْب َ َا َ َََُ مْتَ َوا ْست َ ْْ ُِ َمِ َما َرِْ َم َا مِ ر ِ َْ َ َ ْال ِ َل َ ْفََُلوا مِ ْر َِ ْولِنَ َا َ ْْ َ ْر لَ ِن ْب َوشَا ِو ْر ِر ْب ِِ اْ ْم ِر َمِشَا َاو ِِِ لل ْال ِمت ََو ِ كْ َِ ر َ َََْ َ َت ََو َْ ْل َ َ اوِ ِإ َر Artinya: “Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 159) 2016 17 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 18 Daftar Pustaka Agustian A.g. 2001. ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Arga. Jakarta. Al-Hufiy, A.M. 2000. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. Pustaka Setia. Bandung. Al-Sya'rani, A A. 2004. 99 Akhlak Sufi: Meniti jalan surga bersama orangMizan Media Utama. Bandung. orang suci. Departemen Agama. 1971. Al-Quran dan terjemahannya. Departemen Agama. Jakarta. Sanusi A. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani Press. Jakarta. 2016 18 Pendidikan Agama Islam Dr. Saepudin, S.Ag.,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id