BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu dasar dari Ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu, matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari.
Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dipertegas oleh
Suherman dkk, (2003: 61) bahwa: ”Matematika yang dipelajari melalui
pendidikan formal (matematika sekolah) mempunyai peranan penting bagi siswa
sebagai bakal pengetahuan untuk membentuk sikap serta pola pikirnya”.
Pembelajaran
Matematika
adalah
salah
satu
faktor
yang
sangat
mempengaruhi siswa dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Karena
matematika merupakan bidang studi yang selalu digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, dari mulai pengukuran, aljabar, geometri dan materi yang lainnya
yang tidak terlepas dari kehidupan siswa. Sehingga untuk memudahkan
menyampaikan suatu pokok materi seorang pengajar harus mampu membangun
pembelajaran matematika yang sesuai dengan pengalaman siswa sendiri.
Menurut hasil wawancara dengan guru pamong bahwa dalam proses
pembelajaran matematika, sering kali siswa kesulitan dalam mengerjakan soalsoal komunikasi sehingga menjadi tidak semangat dan dirasakan sulit. Begitupun
hasil sebuah wawancara oleh penulis terhadap pengajar matematika di SMPN 17
Bandung, beliau mengatakan bahwa memang peserta didik itu sulit mengerjakan
soal matematika yang berbentuk cerita.
2
Di bawah ini, beberapa contoh soal komunikasi yang yang diberikan guru
terhadap salah satu kelas di sekolah tersebut:
Pada suatu lapangan yang berbentuk persegi panjang, terdapat empat orang anak
yang sedang mengadakan lomba lari. Lintasan yang ditempuh berbentuk garis
lurus. Sudut-sudut lapangan dinamakan sudut P,Q,R dan S. Semua anak mulai lari
dari titik P dan berakhir di titik yang berbeda-beda pada waktu yang telah
ditentukan. Arif berlari satu putaran penuh dan berakhir di titik asal yaitu di titik
P, Sasha di titik tengah QR, Tiara di titik R dan Ikhsan di titik tengah PS.
a. Gambarlah rute lari keempat anak tersebut!
b. Jika panjang lapangan adalah 18 m dan lebarnya 12 m, berapa km jarak
yang telah ditempuh Arif?
Dalam soal ini siswa dituntut untuk mampu menggambarkan rute dan
menghitung keliling persegi panjang. Sebagian siswa mampu mengerjakan soal
tapi masih kurang tepat dalam menjawab soal tersebut, yaitu dalam hal siswa
masih merasa kesulitan ketika mereka mengilustrasikan soal cerita kedalam
bentuk gambar serta ada sebagian siswa yang mampu mengilustrasikannya
kedalam bentuk gambar, tetapi mereka masih kesulitan ketika menghubungkan
gambar ke dalam konsep rumus keliling persegi panjang.
Dalam soal cerita, peserta didik ditekankan untuk mampu menerjemahkan
bahasa sehari-hari ke dalam bahasa/ekspresi matematika. Selain itu, beliau
mengatakan bahwa siswa seringkali kesulitan dalam menghubungkan benda nyata
dan menjelaskan ide matematika kedalam bentuk gambar atau sebagainya. Maka
jelas peranan pengajar sangatlah penting agar dapat membimbing peserta didik
dalam belajar, terutama dalam kemampuan komunikasi matematis yang memang
menjadi dasar matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Kemampuan komunikasi dan interaksi sosial yang baik akan menjadi bekal
siswa dalam menjalani proses pembelajaran matematika. Salah satu upaya untuk
3
memudahkan dan mengaktifkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
proses
pembelajaran
matematika adalah dengan
melakukan pendekatan
pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran matematika diupayakan
dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
mengkomunikasikan berbagai ide dan gagasan mereka dalam bahasa matematis,
menyatakan masalah dalam bentuk matematika dan mengaplikasikan konsepkonsep yang ada dalam matematika ke dalam kehidupan sehari-hari (Juariah,
2008: 8).
Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang relevan, misalnya
pendekatan pembelajaran yang telah dikembangkan yaitu pendekatan Realistic
Mathematic Education atau pembelajaran matematika realistik. Matematika
realistik yang ditujukan dalam hal ini yaitu matematika dengan menempatkan
realitas dan pengalaman peserta didik sebagai pondasi awal pembelajaran. Dalam
pendekatan Realistic Mathematic Education diharapkan terjadi urutan dari “situasi
nyata” → “model dari situasi itu” → “model ke arah formal”.
Skematis proses pengembangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1
(Sutawidjaja, 2011: 6.8)
Real Word
Mathematization
Mathematization
In Applications
And Reflection
Abstraction
and
Formalization
Gambar 1.1 Skematis Konseptual
4
Melalui pendekatan Realistic Mathematic Education, pengajar menekankan
dari dunia nyata, sehingga memungkinkan siswa untuk lebih mengenal dunianya.
Hal tersebut dipertegas oleh Sutawidjaja A., Afgani D. J. (2011: 6.7)
pembelajaran matematika realistik bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa.
Salah satu pembelajaran yang dimulai dari benda konkret atau permasalahan
kontekstual.
Proses pendidikan yang dilakukan pada dasarnya mengajarkan dua
pengetahuan atau keterampilan, yaitu yang tergolong sebagai Hard Skills dan Soft
Skills. Hars Skills adalah pengetahuan atau keterampila dalam bidang-bidang
akademis yang bersifap obyektif, seperti matematika, ilmu pengetahuan sosial dan
alam, sedangkan Soft Skills adalah pengetahuan atau keterampilan dalam bidangbidang non akademis atau yang bersifat subyektif seperti kumpulan karakter
kepribadian, kebiasaan pribadi, keramahan, komunikasi, bahasa, dan optimisme
seseorang yang menjadi ciri dalam bersosialisasi.
Adapun realita dalam dunia pendidikan, Soft Skills dalam pembelajaran
seharusnya diutamakan, dalam arti pengajar seharusnya memberikan kepada siswa
muatan-muatan Soft Skills, tetapi tidak hanya kepada siswa, pendidikan Soft Skills
juga seharusnya dimulai dari pengajar. (Abdullah 2013: 3).
Setiap orang tentunya telah memiliki Soft Skills dalam mempelajari
matematika walaupun berbeda-beda. Agar Soft Skills dapat digunakan dengan
baik, seyogyanya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui
pelaksanaa proses pembelajaran Abdullah (2013: 3). Pendidikan Soft Skills dapat
diterapkan melalui mata pelajaran yang sudah ada termasuk pada pelajara
matematika.
5
Adapun materi yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu materi bangun
ruang sisi datar, karena dengan bangun ruang sisi datar siswa dapat mengetahui
benda konkrit dan dengan mudah pula mengaitkan kedalam masalah kontekstual
yang ada dalam kehidupan sehari-hari, misalnya seperti bak mandi, kotak kapur,
dan sebagainya yang merupakan gambaran siswa dalam mempelajari bangun
ruang. Sehingga kemampuan komunikasi siswa terhadap materi mengenai bangun
ruang harus lebih ditingkatkan.
Materi bangun ruang merupakan materi yang berkontribusi dengan
menggunakan Metode pendekatan Realistic Mathematic Education berbasis Soft
Skills. Hal ini dikarenakan materi bangun ruang dapat dengan mudah dikaitkan
dalam bentuk permasalah kontekstual atau permasalahan yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari siswa SMP. Dalam bentuk soal, materi bangun ruang pun
dipandang dapat mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa karena
materi bangun ruang ini, dapat dengan mudah membuat soal yang berbentuk soal
cerita yang kontekstual dengan kehidupan nyata, dan selain itu, materi bangun
ruang ini dapat dengan mudah memenuhi beberapa indikator yang diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan
uraian
pernyataan
tersebut,
penerapan
pendekatan
pembelajaran Realistic Mathematic Education sebagai suatu upaya pendekatan
dalam proses pembelajaran yang relevan dengan permasalahan siswa, akan lebih
baik dengan memanfaatkan Softs Skills untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Karena itu, untuk mewujudkan siswa yang tidak
hanya memiliki Hard Skills yang baik, tetapi juga memiliki Soft Skills yanag baik
6
pula dalam pembelajaran matematika. Maka diharapkan menerapkan nuansa Soft
Skills dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Realistic Mathematic Education. Selain itu, dapat dirasakan betapa pentingnya
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP dalam proses pembelajaran
matematika sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan
jelas dan tepat. yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa SMP. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan judul:
“Penerapan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Berbasis Soft
Skills Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah
yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
gambaran
proses
pembelajaran
matematika
siswa
yang
menggunakan pendekatan RME berbasis Soft?
2.
Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara
yang menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran
konvensional berdasarkan tingkat Pengetahuan Awal Matematika (PAM)
dengan kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah?
3.
Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan RME berbasis Soft Skills?
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini, adalah untuk memperoleh gambaran
mengenai hal-hal berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran matematika siswa yang
menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills.
2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara
yang menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran
konvensional berdasarkan tingkat Pengetahuan Awal Matematika (PAM)
dengan kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah.
3. Untuk
mengetahui
sikap
siswa
terhadap
pembelajaran
matematika
menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Siswa
a. Dengan menerapkan pendekatan RME berbasis Soft Skills diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi siswa untuk semangat dalam belajar matematika.
b. Diharapkan mampu membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran
matematika yang nantinya berdampak untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa, sehingga dapat menerapkan ke dalam
kehidupan sehari-hari.
8
c. Dengan menerapkan pendekatan RME berbasis Soft Skills yang berbasis Soft
Skills diharapakan dapat menumbuhkembangkan karakter siswa pada saat
proses pembelajaran, seperti kemauan belajar, sikap jujur, kerja keras dan
lain-lain.
2.
Bagi Guru
a.
Diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan mengenai
penggunaan pendekatan pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan
kualitas kemampuan matematis siswa.
b.
Diharapkan pengajar dapat mengembangkan Soft Skills, baik siswa ataupun
pengajar itu sendiri.
3.
Bagi Peneliti
a.
Penelitian ini dapat menambah informasi atau pengetahuan peneliti tentang
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan RME berbasis Soft Skills.
b.
Sebagai sarana pengembangan diri peneliti.
4.
Bagi Peneliti lain
a.
Sebagai acuan untuk peneliti lain atau pada penelitian sejenisnya dalam
pendidikan matematika.
b.
Sebagai bahan pertimbangan bila ingin mengkaji lebih mendalam lagi
berkenaan dengan pengembangan pembelajaran menggunakan
metode
pendekatan RME utuk mengukur kemampuan matematis siswa yang lainnya
pada pokok bahasan yang lainnya pula.
9
E. Batasan Masalah
Untuk lebih mengarahkan pada rumusan masalah maka perlu kiranya dalam
pembahasan dibatasi sebagai berikut:
1.
Metode
pembelajaran
penelitian
ini
dibatasi
dengan
menggunakan
pendekatan RME berbasis Soft Skills.
2.
Pokok bahasan yang dijadikan dalam penelitian ini adalah bangun ruang.
3.
Aspek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan komunikasi
matematis.
4.
Subjek yang diteliti adalah siswa SMPN 17 Bandung kelas VIII semester
genap.
F. Definisi Operasional
1.
Pendekatan RME merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman
siswa dalam pembelajaran. Adapun langkah-langkah pembelajarannya yaitu
mengkondisikan siswa, mengajukan masalah kontekstual, membimbing siswa
untuk menyelesaikan masalah kontekstual, meminta siswa menyajikan
penyelesaian,
membandingkan
serta
mendiskusikan
jawaban,
dan
menyimpulkan.
2.
Penerapan Soft Skills di dalam proses pembelajaran adalah penanaman adanya
nilai-nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai
karakter, dan menerapkan nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari
melalui proses pembelajaran di dalam kelas. Pada umumnya kegiatan
pembelajaran, selain menjadikan siswa menguasai materi yang dipelajari,
10
tetapi juga dirancang untuk menjadikan siswa mengenal, menyadari atau
peduli, dan menerapkan nilai-nilai terhadap perilaku siswa.
3.
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyampaikan sesuatu yang dapat ditunjukan melalui dialog atau hubungan
yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terdapat pengalihan pesan. Pesan
yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa,
misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
4.
Pembelajaran
konvensional
(pembelajaran
klasikal)
adalah
model
pembelajaran yang biasa dilakukan guru sehari-hari yang diawali dengan guru
menjelaskan
materi
pelajaran,
memberi
contoh
soal
dan
cara
menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian
guru memberi soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan.
G. Kerangka Pemikiran
Bangun ruang merupakan salah satu materi ajar yang dipelajari di kelas VIII
semester genap. Ruang lingkup pembahasan pokok ini, mencakup suatu masalah
yang berhubungan dalam kehidupan sehari-hari dan mengonstruksikannya dalam
bentuk gambar dan model matematika lainnya, dan aplikasinya mudah ditemukan
dalam kehidupan nyata. Sehingga pada materi bangun ruang dapat digunakan
dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Salah satu pengembangan pembelajaran matematika kontekstual adalah
pendekatan RME. RME adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan dan menerapkannya
11
dalam kehidupan nyata. RME merupakan teori pembelajaran yang dikembangkan
di Belanda oleh Freudhenthal.
Dalam pendekatan RME masalah matematika tidak secara otomatis menjadi
konteks hanya dengan menyusunnya dalam bentuk cerita situasi, hal yang paling
penting dari suatu konteks adalah konteks harus memunculkan proses
matematisasi (Van den Heuvel Panhuizen). Berkaitan terhadap pandangan
Freudhenthal,
Dalam pendekatan RME digunakan istilah matematisasi yaitu proses
mematematikakan dunia nyata, hal ini dilakukan karena pendekatan ini lebih
mengutamakan proses dari pada hasil. De Lange membagi matematisasi menjadi
dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam prinsipprinsip RME ada yang disebut proses matematisasi horizontal dapat dicapai
melalui kegiatan-kegiatan berikut (Wijaya, 2012:43):
a)
b)
c)
d)
e)
Identifikasi matematika dalam sustu konteks umum
Skematisasi
Formulasi dan visualisasi masalah dalam berbagai cara
Pencarian keteraturan dan hubungan
Transfer masalah nyata ke dalam model matematika
Sedangkan proses matematisasi vertical terjadi melalui serangkaian kegiatan
sekaligus tahapan berikut (Wijaya, 2012:43):
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Representasi suatu relasi ke dalam suatu rumus atau aturan
Pembuktian keteraturan
Penyesuaian dan pengembangan model matematika
Penggunaan model matematika yang bervariasi
Pengombinasian dan pengintegrasian model matematika
Perumusan suatu konsep matematika baru
Generalisasi
12
Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas, dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan RME, perlu memperhatikan kelima karakteristiknya.
Menurut Treffer (Wijaya, 2012: 21) dalam pendekatan RME merumuskan lima
karakteristik, yaitu sebagai berikut:
a) Penggunaan konteks
Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk
melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa
tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari
permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk
mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa
digunakan.
b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam
melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika
tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Karakteristik ke tiga dari pendidikan Matematika Realistik ini tidak
hanya bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep
matematika, tetapi juga sekaligus untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas siswa.
d) Interaktivitas
Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika
siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.
Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat
dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara
simultan.
e) Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun
banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Melalui
keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bias
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan).
Dengan memperhatikan karakteristik dari pendekatan PMRI yang di
uraikan, berikut adalah sintak pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
PMRI (Suharta, 2001) pada table 1.1:
13
Tabel 1.1
Sintak Penerapan Pendekatan PMRI
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
Guru memberikan siswa masalah kontekstual.
Siswa secara sendiri atau kelompok kecil
mengerjakan masalah dengan strategi-strategi
informal.
Guru merespon secara positif jawaban siswa.
Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan
strategi siswa yang paling efektif.
Guru mengarahkan siswa pada beberapa
masalah kontekstual dan selanjutnya meminta
siswa
mengerjakan
masalah
dengan
menggunakan pengalaman mereka.
Guru mengelilingi siswa sambil memberikan
bantuan seperlunya.
Guru mengenalkan istilah konsep.
Guru memberikan tugas di rumah, yaitu
mengerjakan soal atau membuat masalah cerita
beserta jawabannya yang sesuai dengan
matematika formal.
Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok
menyelesaikan masalah tersebut.
Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis.
Melalui diskusi kelas, jawaban siswa
dikonfrontasikan.
Siswa merumuskan bentuk matematika formal.
Siswa mengerjakan tugas
menyerahkannya kepada guru.
rumah
dan
Pada prinsipnya pembelajaran Pendekatan RME berbasis Soft Skills didasari
dari pemikiran bahwa dalam proses pembelajaran, guru membantu siswa untuk
menemukan makna dengan cara membuat keterkaitan antara apa yang dipelajari
disekolah dengan cara menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Untuk
pemanfaatan potensi Soft Skills siswa selama proses pembelaaran dapat membantu
membuat suasana kelas. Di sinilah peranan penting penggunaan pendekatan RME
berbasis Soft Skills siswa di kelas matematika.
Menurut Gardner (Wijaya, 2012: 29) melalui sebuah teori kecerdasan yang
dia kembangkan, menekankan pentingnya kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Kemampuan
komunikasi
merupakan
inti
dari
suatu
kecerdasa
intrapersonal. Maka kegiatan pembelajaran harusnya mampu mengembangkan
kemampuan komunikasi siswa. Karena dengan ini, siswa dapat menghubungkan
matematika dengan kehidupan sederhana, sehingga pembelajaran matematika
14
lebih berguna dan bermakna. Begitu juga hal ini sangat penting bagi siswa, karena
dengan
kemampuan
komunikasi
matematis,
siswa
dapat
langsung
mengaplikasikan pengetahuan matematikanya ke dalam kehidupan sehari-hari
yang konkrit.
Komunikasi merupakan bagian esensial dari matematika. Oleh sebab itu,
kemampuan komunikasi matematika perlu dimiliki siswa dan harus ditingkatkan.
Untuk melihat kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika yaitu
dilihat dari indikator kemampuan komunikasi dalam matematika. Berdasarkan
analisis terhadap berbagai tulisan, Sumarmo (2013: 5) menyatakan beberapa
indikator komunikasi matematis meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut:
Indikator kemampuan komunikasi matematika yang, komunikasi
matematis meliputi kemampuan siswa:
1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika;
2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau
tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika;
4) mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika;
5) membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan
yang relevan; dan
6) membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi
dan generalisasi.
Pada penelitian yang akan dilakukan penulis, indikator yang diambil hanya
tiga, yaitu: (1). menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika, (2). menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau
tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3). menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa matematika.
Maka dari itu untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran
15
konvensional, dalam penelitian ini diambil tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen
dengan menerapkan pembelajaran pendekatan RME berbasis Soft Skills
berkelompok, pendekatan RME berbasis Soft Skills berpasangan dan satu kelas
lagi sebagai kelas kontrol. Penelitian ini dengan mengembangkan materi tentang
kubus dan balok, karena materi ini dengan mudah dikaitkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran
pendekatan
RME
berbasis
Soft
Skills
berkelompok
maksudnya adalah dalam pelaksanaan pembelajaran siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok yang terdiri atas 5-6 orang. Adapun pembelajaran
pendekatan
RME
berbasis
Soft
Skills
berpasangan dalam
pelaksanaan
pembelajaran siswa berpasangan 2 orang.
Dari uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
dituliskan dalam Gambar 1.2 sebagai berikut:
Pembelajaran Matematika
Kelas Kontrol
Model pembelajaran
konvensional
Kelas Eksperimen
Pendekatan RME
Berbasis Soft Skills
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa,
dengan Indikator:
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke
dalam ide matematika.
2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan
atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik dan
aljabar.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa
matematika.
Gambar 1.2 Kerangka Berpikir
16
H. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: “Terdapat
perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Menggunakan
Pendekatan RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran Konvensional berdasarkan
tingkat Pengetahuan Awal Matematika (PAM) yang kategorinya Tinggi, Sedang,
dan Rendah.”
I. Langkah-langkah Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Sekolah yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah SMPN 17 Bandung.
Pertimbangan
memilih lokasi tersebut karena hasil studi pendahuluan,
menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dari tiap kelas itu
heterogen, adapun kemampuan komunikasi dari tiap siswa masih banyak yang
belum mampu atau rendahnya kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk ide matematis. Selain itu,
pembelajaran matematika yang sering digunakan disekolah itu sebagian besar
masih menggunakan proses pembelajaran konvensiona.
2.
Sumber Data
a.
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 17 Bandung, yang
terdiri dari 14 kelas. Dari kelas VIII-A sampai VIII-N semester genap, tahun
ajaran 2014/2015.
17
b.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-K, dan VIII-M teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Probability Sampling yaitu dengan
Simple Random. Jadi tidak mengambil sampel secara individual tetapi dalam
bentuk kelas. Alasannya karena apabila pengambilan sampel secara individu tidak
akan mendapatkan izin dari pihak sekolah, karena penelitian ini dilakukan pada
pertengahan semester jadi sampel diambil dari kelas-kelas yang sudah ada.
Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik cluster ini adalah dengan memilih
secara acak kelas-kelas yang dibutuhkan untuk penelitian yang diperkirakan sama
kondisinya (homogen). Dalam penelitian ini dibutuhkan satu kelas control dan
satu kelas eksperimen, maka langsung diambil kelas yang akan dijadikan kelas
penelitian. Selanjutnya yang menjadi kelas eksperimen adalah kelas VIII-M yakni
kelas dengan menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills dan yang
menjadi kelas kontrol adalah kelas VIII-K yakni kelas dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional.
3.
Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa, guru,
dan proses pembelajaran, sedangkan data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari
nilai hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan setelah
mendapatkan perlakuan.
18
4.
Metode dan Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan adalah Quasi Experimental Design.
Bentuk desainnya yaitu Nonequivalent Control Group Design. Dalam penelitian
ini terdapat dua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa pada
kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran matematis dengan pendekatan
Realistic Mathematic Education berbasis Soft Skills, sedangkan siswa pada kelas
kontrol mendapatkan pembelajaran matematis dengan model konvensional.
Dalam sesain ini dilakukan Pretest dan Posttest. Tujuan dilaksanakan Pretest
adalah untuk mengetahui kemampuan komunikas matematis siswa sebelum
diberikan perlakuan. Sedangkan tujuan dilaksanakannya Posttest adalah untuk
melihat kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan perlakuan.
Adapun desain penelitiannya digambarkan pada tabel 1.2 (Ruseffendi, 2010:53):
Tabel 1.2
Nonequivalent (Pretest dan Posttest) Control Group Design
O
X
O
O
O
Keterangan:
O
= tes (pretest dan posttest)
X
= treatment atau perlakuan dengan model pembelajaran Advance
Organizer.
------ = subjek tidak dipilih secara acak
Untuk mengukur sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran yang
diberikan RME berbasis Soft Skills. Sebelum diberikan perlakuan RME berbasis
Soft Skills, siswa dikelompokkan berdasarkan Tes PAM (tinggi, sedang, rendah).
Secara skematik desain penelitian ini tersaji pada tabel:
19
Tabel 1.3
Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas, Terikat, dan Kontrol
(Pengetahuan Awal Matematika)
Pembelajaran Matematika
PAM Siswa
Eksperimen
(Realistic Mathematic Education
berbasis Soft Skills)
Kontrol
(Pemb. Konvensional)
Tinggi
RME Berbasis SS-T
K-T
Sedang
RME Berbasis SS -S
K-S
Rendah
RME Berbasis SS -R
K-R
Total
RME Berbasis SS
K
Keterangan:
1. RME-T adalah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic
Education Berbasis Soft Skills pada siswa dengan PAM tinggi
2. RME -S adalah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic
Education Berbasis Soft Skills pada siswa dengan PAM sedang
3. RME-R adalah pembelajaran dengan Realistic Mathematic Education
pada siswa dengan PAM rendah
4. K-T adalah pembelajaran matematika secara konvensional pada siswa
dengan PAM tinggi
5. K-S adalah pembelajaran matematika secara konvensional pada siswa
dengan PAM sedang
6. K-R adalah pembelajaran matematika secara konvensional pada siswa
dengan PAM rendah
Untuk lebih jelasnya, peneliti sajikan gambar alur penelitian sebagai
berikut:
20
Uji Instrumen (tes)
Kelompok Siswa
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Pretest
Pretest
Pendekatan Realistic Mathematic
Education Berbasis Soft Skills
Pembelajaran konvensional
Posttest
1.
2.
3.
Posttest
Lembar observasi aktivitas
siswa dan guru
Lembar skala sikap
Lembar Kerja Siswa
Pengumpulan Data
Analisis Data
Simpulan
Gambar 1.3 Alur Penelitian
5.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari Tes yang berupa Pretest dan Posttest dan
Non tes yang berupa lembar observasi dan skala sikap.
a. Lembar Observasi
Adapun instrumen observasi, dipakai untuk mengamati aktivitas siswa, guru
dalam proses pembelajaran dengan pendekatan RME berbasis Soft Skills pada
pokok bahasan bangun ruang. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi
aktivitas siswa, aktivitas guru dalam aktivitas pembelajaran. Untuk lembar
21
observasi aktivitas siswa yang akan menjadi observernya adalah rekan peneliti.
Sedangkan untuk lembar observasi aktifitas guru dan aktivitas pembelajaran yang
akan menjadi observernya guru pamong atau guru mata pelajaran matematika di
SMP Negeri 17 Bandung.
b. Tes
Tes ini dilaksanakan sebanyak tiga kali yakni Tes PAM diberikan kepada
siswa pada saat sebelum diberikannya pretest. Tes ini bertujuan untuk
mengelompokkan siswa dalam kategori PAM (tinggi, sedang, rendah), sebelum
mendapatkan perlakuan (Pretest) dan setelah mendapat perlakuan (Posttest).
Tujuan dilakukan Pretest diantaranya untuk mengetahui kemampuan komunikasi
matematis siswa sebelum diberikan perlakuan. Sementara itu tujuan Posttest
adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa
setelah diberikan perlakuan pada ketiga kelas yang dijadikan sampel penelitian.
Soal-soal yang digunakan dalam Preetest dan Posttest merupakan soal-soal
yang telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru matematika di
sekolah. Agar dapat mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, maka
soal-soal yang digunakan dalam Pretest dan Posttest ini disesuaikan dengan
indikator komunikasi matematis pada penelitian ini.
Soal Pretest dan Posttest ini terdiri dari 4 soal uraian dengan kriteria soal
yang digunakan yaitu untuk butir soal nomor 1, soal mudah (skor maksimal 8)
dengan ranah kognitifnya C1 dan indikator kemampuan komunikasi matematisnya
adalah Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika, untuk soal nomor 2, soal sedang (skor maksimal 16) dengan ranah
kognitifnya C2 dan indikator kemampuan komunikasi matematisnya adalah
22
Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika,
untuk soal nomor 3, soal sedang (skor maksimal 16) dengan ranah kognitifnya C2
dan indikator kemampuan komunikasi matematisnya adalah Menjelaskan idea,
situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan gambar, grafik dan
aljabar dan untuk soal nomor 4, soal sukar (skor maksimal 20) dengan ranah
kognitifnya C2 dan indikator kemampuan komunikasi matematisnya adalah
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Adapun
materinya meliputi Jenis-jenis bangun ruang sisi datar antara lain kubus dan
balok, luas bangun kubus dan balok dan volume bangun kubus dan balok.
Materi bangun ruang sisi datar yang disampaikan disesuaikan dengan waktu
penelitian yang dilaksanakan.
Untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi matematis siswa, digunakan
sebuah panduan penskoran seperti yang terdapat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4
Rubrik Skoring Komunikasi Matematika
SKOR 0
 Jawaban
salah tanpa
ada alasan
 Tidak
ada
jawaban
SKOR 1
Jawaban
salah
tetapi ada alasan
SKOR 2
Jawaban
hampir
benar:
 Kesimpulan tidak
ada
 Rumus
benar
kesimpulan salah
 Jawaban
benar
alasan salah
SKOR 3
Jawaban
benar
alasan
tidak
lengkap, jawaban
minimal
SKOR 4
Jawaban
benar disertai
alasan tepat
(Susilawati, 2012: 207)
c.
Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tertulis
mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran di kelas eksperimen, dan yang
menjadi objeknya adalah siswa dan pelaksanaannya di akhir proses pembelajaran
setelah mereka melaksanakan tes akhir (Posttes). Penelitian ini menggunakan
23
skala sikap model Likert dengan metode apriori yaitu angket model skala sikap
dihitung skor tiap item sesuai jawaban responden. Angket terdiri dari 25
pernyataan, 13 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif.
Setiap pernyataan dilengkapi dengan empat pilihan jawaban, yaitu
SS(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).
Adapun jawaban N (netral) tidak digunakan, ini dimaksudkan agar mendorong
siswa untuk melakukan pilihan jawaban.
Skala sikap yang disusun terbagi menjadi tiga komponen sikap, yaitu sikap
Terhadap Pembelajaran Matematika terdiri atas 7 pernyataan, sikap Terhadap
pembelajaran matematika dengan metode pendekatan RME besbasis Soft Skills
terdiri dari 10 pernyataan dan terhadap tes yang digunakan 8 pernyataan. Tiap
pernyataan memiliki bobot nilai yang telah ditentukan. Adapun pemberian bobot
nilai untuk setiap pernyataan akan digambarkan dalam tabel 1.5 berikut:
Tabel 1.5 Skor Pernyataan Sikap
Pernyataan Positif
Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Bobot
4
3
2
1
Pernyataan Negatif
Pernyataan
Bobot
Sangat Setuju
1
Setuju
2
Tidak Setuju
3
Sangat Tidak Setuju
4
Sebelum dilakukan penyebaran skala sikap kepada siswa, agar perangkat
skala sikap ini memenuhi persyaratan yang baik, maka terlebih dahulu dosen
pembimbing diminta untuk memvaliditasi isi setiap itemnya.
Di bawah ini merupakan indikator skala sikap siswa, meliputi:
1) Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
a.
Menunjukkan kesukaan siswa terhadap pembelajaran.
b.
Menunjukkan kesungguhan mengikuti proses belajar mengajar.
24
2) Terhadap pembelajaran matematika dengan metode pendekatan RME
besbasis Soft Skills
a.
Menunjukkan minat siswa terhadap metode pendekatan RME besbasis Soft
Skills.
b.
Menunjukkan persetujuan pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran
menggunakan metode pendekatan RME besbasis Soft Skills
c.
Menunjukkan persetujuan pada pemahaman konsep dengan metode
pendekatan RME besbasis Soft Skills.
3) Terhadap soal-soal komunikasi matematis
a.
Menunjukan manfaat menguasai dan menyelesaikan persoalan komunikasi
matematis.
b.
Menunjukkan
kesukaan
terhadap
penyelesaian
soal-soal
komunikasi
matematis.
c.
Menunjukkan minat dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk komunikasi
matematis.
6.
Analisis Instrumen Penelitian
a. Observasi
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen observasi yaitu lembar
observasi aktivitas siswa, aktivitas guru, dalam proses pembelajaran dilakukan uji
validitas konstruk terlebih dahulu, yaitu dengan mengkonsultasikan kepada dosen
pembimbing.
b. Tes
Sebelum dipergunakan dalam penelitian, instrumen tes ini terlebih dahulu
diujicobakan, untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat
25
kesukaran soal tersebut. Adapun langkah-langkah menganalisis hasil uji coba
instrumen yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan validitas dengan menggunakan rumus korelasi Product-Moment
angka kasar, yaitu :
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2 }{ 𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2 }
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
𝑋
= Skor total butir soal
𝑌
= Skor total tiap siswa uji coba
𝑁
= Banyaknya siswa uji coba
∑ 𝑋𝑌 = Jumlah perkalian 𝑋𝑌
Arikunto (2012: 87 )
Adapun kriteria validitas dapat dilihat pada tabel 1.6
Tabel 1.6
Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas
Koefisien Korelasi
0,000 <𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,200
Interprestasi
Sangat Rendah
0,200 <𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,400
Rendah
0,400 <𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,600
Cukup
0,600 <𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,800
Tinggi
0,800 <𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,000
Sangat Tinggi
Guilford (Suherman,2003:112)
2) Menentukan reliabilitas Guilford dengan rumus:
2
𝑟11
∑ 𝑆𝑖
𝑛
=(
) (1 −
)
𝑛−1
𝑆𝑡 2
Keterangan:
𝑟11 = Reliabilitas yang dicari
n
= Banyaknya butir soal
1
= Bilangan Konstan
26
𝑆𝑖 2
𝑆𝑡 2
= Jumlah varian Skor tiap item
= Varians skor total
Rumus untuk mencari varians adalah :
𝑠2 =
(∑ 𝑋)2
𝑛
𝑛
∑ 𝑋2 −
Adapun kriteria reliabilitas dapat dilihat pada tabel 1.7
Tabel 1.7
Kriteria Reliabilitas Guilford Soal
Koefisien Korelasi
Derajat Reliabilitas
𝑟11 ≤ 0,20
Sangat Rendah
0,20 < 𝑟11 ≤ 0,40
Rendah
0,40 < 𝑟11 ≤ 0,70
Sedang
0,70 < 𝑟11 ≤ 0,90
Tinggi
Sangat Tinggi
0,90 < 𝑟11 ≤ 1,00
(Suherman,2003: 139)
3) Uji Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda dari tiap butir soal, maka haruslah
digunakan rumus :
𝐷𝑃 =
̅𝐴 − 𝑋
̅𝐵
𝑋
𝑆𝑀𝐼
Keterangan:
𝐷𝑃 = Indeks daya pembeda
̅ 𝐴 = Rata-rata siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
𝑋
̅ 𝐵 = Rata-rata siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
𝑋
𝑆𝑀𝐼 = Skor maksimum ideal tiap soal
Klasifikasi intrepretasi untuk daya pembeda dari tiap butir soal diperoleh
hasil yang dinyatakan sesuai dengan Tabel 1.8 sebagai berikut:
27
Tabel 1.8
Kriteria Daya Pembeda
Angka DP
Interprestasi
DP ≤ 0,00
Sangat Jelek
0,00 < 𝐷𝑃 ≤ 0,20
Jelek
0,20 < 𝐷𝑃 ≤ 0,40
Cukup
0,40 < 𝐷𝑃 ≤ 0,70
Baik
0,70 < 𝐷𝑃 ≤ 1,00
Baik Sekali
(Suherman,2003: 161)
4) Uji Indeks Kesukaran
Untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal digunakan rumus
berikut:
𝑋̅
𝐼𝐾 =
𝑆𝑀𝐼
Keterangan:
IK
= Indeks kesukaran
̅
𝑋
= Rata-rata skor tiap soal
SMI
= Skor maksimal ideal tiap soal
Adapun klasifikasi tingkat kesukaran setiap butir soal uji coba diperoleh
hasil yang disajikan pada Tabel 1.9 sebagai berikut :
Tabel 1.9
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Angka IK
Klasifikasi
IK = 0,00
Terlalu Sukar
0,00 < IK  0,30
Sukar
0,30 < IK  0,70
Sedang
0,70 < IK < 1,00
IK = 1,00
Mudah
Terlalu Mudah
(Suherman, 2003: 170)
Untuk melihat hasil analisis tiap butir uji coba soal secara menyeluruh dapat
dilihat pada Tabel 1.10 sebagai berikut:
28
Tabel 1.10
Ringkasan Analisis Hasil Uji Coba Soal
N
o
1
A
2
A
3
A
4
A
1
B
2
B
3
B
4
B
Validitas
Nilai
0,487
0,934
13
0,761
6
0,808
0,817
0,743
0,830
0,845
Kriteria
Tinggi
Sangat
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sangat
Sangat
Tinggi
Daya Beda
Nilai
0,242
0,742
6
0,194
6
0,220
9
0,210
6
0,203
5
0,217
9
0,197
1
Tinggi
Kriteria
Cukup
Baik
Jelek
Sekali
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Jelek
Indeks
Kesukaran
Kriter
Nilai
ia
0,6066
Seda
0,5478
Seda
ng
0,4173
Seda
ng
0,2721
Sukar
ng
0,7632
Muda
0,3651
Seda
h
0,3454
Seda
ng
0,375
Seda
ng
4
ng
Tingkat
Kesukar
an
Muda
Prediks
i Sedan
Guru
h
Sedan
g
Sukar
g
Muda
Sedan
h
Sedan
g
Sedan
g
g
Ket
Revisi
Layak
Dibua
Layak
ng
Layak
Layak
Layak
Dibua
ng
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka beberapa soal bisa dipakai sebagai
soal Pretest dan Posttest. Peneliti mengambil soal nomor 1B, 2B, 3B, dan 4A
karena dari reliabilitas sudah termasuk kriteria sedang, validitas item per soalnya
mulai dari tinggi dan sangat tinggi, daya pembedanya cukup dan tingkat
kesukaran seluruh soal sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Jadi soal yang
dipilah layak untuk digunakan.
c. Skala sikap
Sebelum dipergunakan dalam penelitian, instrumen sakala sikap ini terlebih
dahulu diuji coba, untuk mengetahui validitas item skala sikap yang akan
digunakan. Setiap pernyataan dilengkapi dengan empat pilihan pernyataan, yaitu
sikap SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak
Setuju). Peneliti tidak akan menggunakan jawaban N (Netral) untuk menghindari
jawaban aman dan mendorong untuk keberpihakan.
7.
Teknik Pengumpulan Data
Setelah menentukan subjek yang akan digunakan dalam penelitian maka
langkah-langkah dalam teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 1.11 berikut ini:
29
Tabel 1.11
Teknik Pengumpulan Data
No.
1
2
3
4
8.
Sumber Data
Jenis Data
Aktivitas Guru dan Siswa
selama
pembelajaran
matematika
Pengetahuan Awal Matematika
(PAM)
Hasil Belajar pada aspek
kemampuan
komunikasi
matematis siswa
Sikap
siswa
terhadap
pembelajaran
matematika
dengan pendekatan Realistic
Mathematic
Education
Berbasis Soft Skills
Teknik
Instrumen
Pengumpulan Data yang Dipakai
Guru dan
Siswa
Observasi
Lembar
observasi
Siswa
Tes PAM
Tes PAM
Siswa
Pretest dan posttest
Tes uraian
Siswa
Skala Sikap
Lembar Skala
Sikap
Analisis Data Penelitian
a. Analisis Data Untuk Menjawab Rumusan Masalah Nomor 1.
Untuk menjawab rumusan masalah nomor 1, yaitu tentang gambaran proses
pembelajaran menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills maka digunakan
pendeskripsian pelaksanaan pembelajaran secara umum dengan menganalisis
lembar observasi. Lembar observasi ini terdiri dari dua jenis, yakni lembar
observasi aktivitas siswa dan aktivitas guru.
Lembar observasi dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menghitung jumlah skor keterlaksanaan yang telah diperoleh guru dan siswa
2) Mengubah jumlah skor untuk setiap pertemuan yang telah diperolehmenjadi
nilai presentase dengan rumus:
Persentase 
Jumlah AktivitasSiswa Dalam KBM
100%
Jumlah Seluruh Siswa  SMI
Untuk tahap selanjutnya nilai dari presentase aktivitas setiap pertemuan ini
menjadi sebuah tolak ukur untuk mengambil kesimpulan aktivitas pembelajaran
30
matematika pada guru dan siswa mengalami peningkatan atau penurunan. Dengan
kriteria penilaian sebagai berikut:
Kriteria Penilaian:
Baik
= 2.45 – 3.0 (81.7% - 100%)
Cukup = 1.45 - 2.44 (48.3% - 81.3%)
Kurang = 0.00 - 1.44 (0% - 48%)
(Jihad, 2006: 32)
b. Analisis Data Untuk Menjawab Rumusan Masalah Nomor 2
Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, yaitu tentang perbedaan
kemampuan komunikasi matematis siswa antara yang menggunakan pendekatan
RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran konvensional berdasarkan tingkat
Pengetahuan Awal Matematika (PAM) dengan kategori Tinggi, Sedang, dan
Rendah. Pengelompokkan dapat dilakukan dengan cara berikut:
Ranking Atas
Mean + 1 SD
Ranking Tengah
Mean – 1 SD
Ranking Bawah
Adapun analisis data yang dilakukan adalah Analisis Of Varian (ANOVA)
dua jalur dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Merumuskan Hipotesis
Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji Anova maka diperlukan
hipotesis bahwa:
𝐻0 : ì1 = ì2 dan 𝐻1 : ì1 ≠ ì2
Keterangan:
31
ì1 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan RME berbasis Soft Skills.
ì2 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2) Menguji Normalitas Data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya suatu
distribusi data, pengujian normalitas ini adalah uji normalitas gain ternormalisasi
dari kelompok yang menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills dan
kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional berdasarkan kategori
hasil tes PAM dengan menggunakan Software SPSS 16. Adapun kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas (sig) < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.

Jika nilai probabilitas (sig) > 0,05 maka data berdistribusi normal.
(Kariadinata, 2011:110-112)
3) Menguji homogenitas variansi
a. Menguji homogenitas variansi dari skor siswa berdasarkan Pengetahuan
Awal Matematika-PAM (Siswa berkemampuan tinggi, sedang dan
rendah) dengan rumus berikut:
-
Variansi skor siswa dengan PAM-Tinggi, Sedang dan Rendah
∑(𝑥𝑖 − 𝑋̅)2
𝑉=
𝑛−1
Keterangan:
𝑉
= Variansi skor siswa dengan PAM siswa tinggi, sedang
dan rendah
32
̅
𝑥
𝑥𝑖
𝑛
-
= skor rata-rata dari masing-masing kelompok PAM siswa
= skor ujian
= jumlah siswa pada masing-masing kelompok PAM siswa
Variansi gabungan skor siswa berdasarkan PAM
𝑉𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 =
∑(𝑛1 − 1)𝑉1
∑(𝑛1 − 1)
Keterangan:
𝑉𝑖 = Variansi skor siswa dengan PAM siswa tinggi, sedang dan
rendah
𝑛𝑖 = jumlah siswa pada masing-masing kelompok PAM siswa
-
Menghitung Nilai B (Bartlett), dengan rumus
𝐵 = 𝑙𝑜𝑔𝑉𝑔 ∑( 𝑛𝑖 − 1)
Keterangan:
𝑉𝑔 = Variansi gabungan skor siswa
𝑛𝑖 = jumlah siswa pada masing-masing kelompok PAM siswa
-
Menghitung 𝑥2 , dengan rumus:
𝑥2 = ln 10 {𝐵 − ∑( 𝑛𝑖 − 1)𝑙𝑜𝑔𝑉𝑖 }
Keterangan:
𝑉𝑖 = Variansi skor siswa berdasarkan PAM tinggi, sedang,
dan rendah
𝑛𝑖 = jumlah siswa pada masing-masing kelompok PAM siswa
-
Menghitung Nilai 𝑥2 dari table
-
Menentukan Homogenitas
Jika 𝑥2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka variannya homogen.Tapi, jika
sebaliknya, yaitu 𝑥2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑥2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka variannya tidak homogen.
(Kariadinata, 2011:169-174)
b. Menguji homogenitas variansi dari skor siswa pada pembelajaran dengan
pendekatan RME berbasis Soft Skills dan pembelajaran konvensional.
33
-
Menentukan variansi tiap kelompok dengan rumus:
𝑆2 =
∑(𝑋 − ̅
𝑥)2
𝑛𝑖 − 1
Menghitung nilai F d Keterangan
𝑆2 = Variansi skor siswa dari masing-masing kelompok
pendekatan pembelajaran
̅
𝑥 = Skor rata-rata dari masing-masing kelompok pendekatan
pembelajaran
𝑋 = Skor ujian
𝑛𝑖 = Jumlah siswa pada masing-masing kelompok pendekatan
pembelajaran
-
Menghitung F hitung dengan rumus:
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑐𝑖𝑙
-
Mencari derajat kebebasan dengan rumus: db = n – 1
-
Menentukan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
-
Menentukan kriteria homogenitas
Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua variansi yang diuji adalah
homogen, namun jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua variansi yang
diuji tidak homogen.
(Kariadinata, 2011:67)
c. Menguji homogenitas variansi dari pasangan

Skor siswa pada pendekatan pembelajaran RME berbasis Soft Skills
– siswa kemampuan tinggi

Skor siswa pada pendekatan pembelajaran RME berbasis Soft Skills
– siswa kemampuan sedang

Skor siswa pada pendekatan pembelajaran RME berbasis Soft Skills
– siswa kemampuan rendah
34

Skor siswa pada Pembl. Konvensional – siswa kemampuan tinggi

Skor siswa pada Pembl.Konvensional – siswa kemampuan sedang

Skor siswa pada Pembl.Konvensional – siswa kemampuan rendah
-
Variansi skor siswa dengan variansi pasangan
𝑉=
∑(𝑥𝑖 − 𝑋̅)2
𝑛−1
𝑉 = Variansi skor siswa dari masing-masing pasangan
pendekatan pembelajaran dengan PAM siswa
̅
𝑥 = Skor rata-rata dari masing-masing pasangan pendekatan
pembelajaran dengan PAM siswa
𝑋 = Skor ujian
𝑛 = Jumlah siswa pada masing-masing pasangan pendekatan
pembelajaran dengan PAM siswa
-
Variansi gabungan
𝑉𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 =
∑(𝑛1 − 1)𝑉1
∑(𝑛1 − 1)
Keterangan:
𝑉𝑖 = Variansi skor siswa dari masing-masing pasangan
pendekatan pembelajaran dengan PAM siswa
𝑛𝑖 = Jumlah siswa pada masing-masing pasangan pendekatan
pembelajaran dengan PAM siswa
-
Menghitung Nilai B (Bartlett), dengan rumus
𝐵 = 𝑙𝑜𝑔𝑉𝑔 ∑( 𝑛𝑖 − 1)
Keterangan:
𝑉𝑔 = Variansi gabungan skor siswa dari semua pasangan
pendekatan l pembelajaran dan PAM
𝑛𝑖 = Jumlah siswa pada masing-masing pasangan pendekatan
pembelajaran dengan PAM siswa
-
Menghitung 𝑥2 , dengan rumus:
𝑥2 = ln 10 {𝐵 − ∑( 𝑛𝑖 − 1)𝑙𝑜𝑔𝑉𝑖 }
35
𝑉𝑖 = Variansi skor siswa dari masing-masing pasangan
pendekatan pembelajaran dengan PAM siswa
𝑛𝑖 = jumlah siswa pada masing-masing pasangan pendekatan
pembelajaran dengan PAM siswa
-
Menghitung Nilai 𝑥2 dari tabel
-
Menentukan Homogenitas
Jika 𝑥2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka variannya homogen.Tapi, jika
sebaliknya, yaitu 𝑥2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑥2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka variannya tidak homogen.
(Kariadinata, 2011:169-174)
4) Analisys Of Variance (ANOVA) dua Jalur
Jika data berdistribusi normal dan varians homogen, dilanjutkan dengan
menguji ANOVA dua jalur dengan melakukan langkah-langkah berikut:

a. Merumuskan Hipotesis
b. Membuat Tabel Statistik deskriptif
c. Melakukan perhitungan anova dua jalur dengan langkah:
Menghitung jumlah kuadrat Total dari kelompok A (PAM Siswa) dan
kelompok B (Model Pembelajaran) dengan rumus:
𝐽𝐾𝑇 = ∑ 𝑋2𝑇 −
(∑ 𝑋𝑇 )2
𝑁𝑇
Keterangan:
∑ 𝑋2𝑇 = jumlah kuadrat skor dari seluruh sampel
∑ 𝑋𝑇 = jumlah skor dari seluruh sampel
𝑁𝑇 = jumlah siswa pada seluruh sampel

Menghitung jumlah kuadrat antar kelompok (Kelompok A / B), dengan
rumus:
2
𝐽𝐾𝐴/𝐵 = ∑ (
Keterangan:
(∑ 𝑋𝐴/𝐵 )
𝑁𝐴/𝐵
−
(∑ 𝑋𝑇 )2
𝑁𝑇
)
36
2
(∑ 𝑋𝐴/𝐵 )
∑ 𝑋𝑇
𝑁𝑇

= jumlah kuadrat dari masing-masing nilai kelompok PAM
dan kelompok Model Pembelajaran
= jumlah nilai dari seluruh sampel
= jumlah siswa pada seluruh sampel
Menghitung jumlah kuadrat interaksi dari kelompok A dan B, dengan rumus:
𝐽𝐾𝐴𝐵 = [∑
(∑ 𝑋𝐴𝐵 )2
𝑁𝐴𝐵
]−
(∑ 𝑋𝑇 )2
𝑁𝑇
− 𝐽𝐾𝐴 − 𝐽𝐾𝐵
Keterangan:
(∑ 𝑋𝐴𝐵 )2
= jumlah kuadrat skor dari masing-masing kelompok PAM
pada setiap model pembelajaran.
𝑁𝐴𝐵
= jumlah siswa dari masing-masing kelompok PAM pada
setiap model pembelajaran.
∑ 𝑋𝑇
= jumlah nilai dari seluruh sampel
𝑁𝑇
= jumlah siswa pada seluruh sampel
𝐽𝐾𝐴
= jumlah kuadrat Total dari kelompok PAM Siswa
𝐽𝐾𝐵
= jumlah kuadrat Total dari kelompok model pembelajaran

Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok, dengan rumus:
𝐽𝐾𝑑 = 𝐽𝐾𝑇 − 𝐽𝐾𝐴 − 𝐽𝐾𝐵 − 𝐽𝐾𝐴𝐵
Keterangan:
𝐽𝐾𝑇 = jumlah kuadrat Total dari seluruh sampel
𝐽𝐾𝐴 =jumlah kuadrat Total dari kelompok PAM Siswa
𝐽𝐾𝐵 = jumlah kuadrat Total dari kelompok model pembelajaran
𝐽𝐾𝐴𝐵 = jumlah kuadrat antar kelompok (kelompok PAM dan kelompok
model pembelajaran

Menghitung derajat kebebasan dengan rumus:
𝑑𝑏𝐴 = 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 − 1
𝑑𝑏𝐵 = 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 − 1
𝑑𝑏𝐴𝐵 = 𝑑𝑏𝐴 𝑥 𝑑𝑏𝐵
𝑑𝑏𝑑 = 𝑁𝑇 − (𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 x 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚)
Keterangan:
𝑑𝑏𝐴 = derajat kebebasan kelompok PAM siswa
𝑑𝑏𝐵 = derajat kebebasan kelompok model pembelajaran
37
𝑑𝑏𝐴𝐵 = derajat kebebasan antar kelompok (kelompok PAM dan
kelompok model pembelajaran
𝑑𝑏𝑑 =derajat kebebasan inter kelompok (kelompok PAM dan kelompok
model pembelajaran)
𝑁𝑇 = jumlah siswa pada seluruh sampel

Menghitung Rata-rata kuadrat kelompok dengan rumus:
𝐽𝐾
Rata-rata kuadrat kelompok A
𝑅𝐾𝐴 = 𝑑𝑏𝐴
Rata-rata kuadrat kelompok B
𝑅𝐾𝐵 = 𝑑𝑏𝐵
𝐴
𝐽𝐾
𝐵
𝐽𝐾
Rata-rata kuadrat kelompok A dan B 𝑅𝐾𝐴𝐵 = 𝑑𝑏𝐴𝐵
𝐴𝐵
Rata-rata kuadrat dalam kelompok

𝐽𝐾
𝑅𝐾𝑑 = 𝑑𝑏𝑑
𝑑
Keterangan:
𝐽𝐾𝐴 = jumlah kuadrat Total dari kelompok PAM Siswa
𝐽𝐾𝐵 = jumlah kuadrat Total dari kelompok model pembelajaran
𝐽𝐾𝐴𝐵 = jumlah kuadrat antar kelompok (kelompok PAM dan
kelompok model pembelajaran
𝐽𝐾𝑑 = jumlah kuadrat dalam kelompok (kelompok PAM dan
kelompok model pembelajaran
𝑑𝑏𝐴 = derajat kebebasan kelompok PAM siswa
𝑑𝑏𝐵 = derajat kebebasan kelompok model pembelajaran
𝑑𝑏𝐴𝐵 = derajat kebebasan antar kelompok (kelompok
PAM dan kelompok model pembelajaran
𝑑𝑏𝑑 = derajat kebebasan inter kelompok (kelompok PAM dan
kelompok model pembelajaran
Menghitung nilai Fhitung dengan rumus:
𝐹𝐴 =
𝑅𝐾𝐴
𝑅𝐾𝑑
𝑅𝐾𝐵
𝑅𝐾𝑑
𝑅𝐾𝐴𝐵
𝐹𝐴𝐵 =
𝑅𝐾𝑑
𝐹𝐵 =
Keterangan:
𝐹𝐴 = Fhitungkelompok PAM
𝐹𝐵 = Fhitungkelompok model pembelajaran
𝐹𝐴𝐵 =Fhitungantar kelompok (kelompok PAM
pembelajaran
𝑅𝐾𝐴 = Rata-rata kuadrat kelompok PAM siswa
dan
kelompok
model
38


𝑅𝐾𝐵 = Rata-rata kuadrat kelompok model pembelajaran
𝑅𝐾𝐴𝐵 = Rata-rata kuadrat kelompok PAM siswa dan kelompok model
pembelajaran
𝑅𝐾𝑑 = Rata-rata kuadrat dalam kelompok
Menentukan nilai F dari Tabel dengan taraf signifikansi 1%
Membuat tabel perolehan ANOVA
Tabel 1.12
ANOVA
Jumlah Kuadrat
(JK)
𝐽𝐾𝐴
𝐽𝐾𝐵
Derajat
Kebebasan (db)
𝑑𝑏𝐴
𝑑𝑏𝐵
Rerata Kuadrat
(RK)
𝑅𝐾 জ
𝑅𝐾𝐵
𝐹𝐴
𝐹𝐵
A interaksi B (AB)
𝐽𝐾𝐴𝐵
𝑑𝑏𝐴𝐵
𝑅𝐾𝐴𝐵
𝐹𝐴𝐵
Kelompok dalam (d)
Total (T)
𝐽𝐾𝑑
𝐽𝐾𝑇
𝑑𝑏𝑑
𝑅𝐾𝑑
Sumber Variansi (SV)
Kelompok PAM siswa (A)
Kelompok Pembelajaran (B)
F
(Kariadinata, 2011:192)

Menguji hipotesis
Adapun kriteria dari pengujian hipotesis tersebut adalah jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima
c. Analisis Data Untuk Menjawab Rumusan Masalah Nomor 3.
Untuk menjawab rumusan masalah yang keempat, yaitu tentang sikap siswa
terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan RME berbasis Soft Skills
berkelompok dan pendekatan RME berbasis Soft Skills berpasangan. Langkah
selanjutnya adalah menghitung rerata skor subjek, jika nilainya lebih besar
daripada tiga (rerata skor untuk jawaban netral) maka subjek tersebut memiliki
respon positif terhadap pembelajaran yang diterapkan, jika reratanya kurang dari
tiga maka subjek tersebut memiliki respon negatif terhadap pembelajaran yang
diterapkan, dan jika reratanya sama dengan tiga maka subjek tersebut bersifat
netral.
39
Untuk melihat presentase subjek yang memiliki respon positif terhadap
pembelajaran yang diterapkan, dihitung berdasar kriteria Kuntjaraningrat
(Lismayanti, 2008: 57) sebagai berikut;
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 =
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛
𝑥 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Download