AKTIFITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL

advertisement
AKTIFITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA SEL
LESTARI TUMOR YAC-1 DAN HeLa SECARA IN VITRO
ESTHER JULIANA STEPHANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Aktivitas Antiproliferasi
Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Pada Sel Lestari
Tumor YAC-1 dan HeLa Secara In Vitro” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, September 2009
Esther Juliana Stephani
NIM B04051158
ABSTRACT
ESTHER JULIANA STEPHANI. The Activity of Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb.) Ethanol Extract on Antiproliferation of YAC-1 and HeLa
Cell Lines In Vitro. Under direction by BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTO.
The aim of this research is to observed the antiproliferation activity of
temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) 70% ethanol extract on YAC-1
(lymphoma in mouse) and HeLa (cancer in human cervix) cell lines in vitro. Cells
were cultivated in tissue culture plate in 3 replicates. The concentrations of
extract were 0 (negative control), 15, 30, 45, 60 and 75 ppm. After 4 days
incubation at 370C 5% CO2, cells were harvested and total cells were counted
using a haemocytometer Neubauer with Trypan blue dye. The results showed that
temulawak ethanol-70% extract had an antiproliferation activities on YAC-1 and
HeLa cell lines. The best result was achieved at the dose of 75 ppm with
antiproliferation activity reached for 70% on YAC-1 cell line and 37.41% on
HeLa cell line. We concluded that temulawak ethanol extract has a potential as an
antitumor agent.
Keywords : Curcuma xanthorriza, extract, antiproliferation, YAC-1, HeLa, in
vitro
ABSTRAK
ESTHER JULIANA STEPHANI. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza.Roxb) Pada Sel Lestari Tumor YAC-1
dan HeLa Secara In Vitro. Di bawah bimbingan BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya aktivitas ekstrak etanol70% temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) dalam penghambatan proliferasi sel
lestari tumor YAC-1 dan HeLa secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan
menanam sel lestari tumor YAC-1 (tumor limfoma mencit) dan Hela (sel kanker
serviks manusia) pada tissue culture plate sebanyak 3 kali ulangan. Konsentrasi
ekstrak yang digunakan adalah 0 (kontrol negatif), 15, 30, 45, 60 dan 75 ppm.
Pemanenan dilakukan setelah 4 hari diinkubasi pada 370C 5% C02 dan
penghitungan sel dilakukan dengan pewarnaan Trypan blue pada hemositometer
Neubauer. Hasil penelitian menunjukan adanya aktivitas antiproliferasi ekstrak
etanol temulawak pada kedua sel lestari tumor. Konsentrasi ekstrak yang
memberikan hasil paling baik pada sel tumor YAC-1 adalah 75 ppm dengan
aktivitas antiproliferasi sebesar 70%. Pada sel tumor HeLa, konsentrasi ekstrak
etanol temulawak yang memberikan hasil paling baik adalah 75 ppm dengan
aktivitas antiproliferasi sebesar 37.41%. Hasil tersebut menunjukkan potensi
temulawak sebagai tanaman yang memiliki aktivitas sebagai antitumor.
Kata kunci : temulawak, ekstrak, antiproliferasi, YAC-1, HeLa, in vitro
AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL
TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) PADA SEL
LESTARI TUMOR YAC-1 DAN HeLa SECARA IN VITRO
ESTHER JULIANA STEPHANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul
Nama
NRP
: Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb.) Pada Sel Lestari Tumor YAC-1 dan HeLa
Secara In Vitro
: Esther Juliana Stephani
: B04051158
Menyetujui
Drh. Bambang P.Priosoeryanto, MS Ph.D
NIP : 19600228 198601 1 001
Mengetahui
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini
NIP. 19621205 198703 2 001
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkatNya sehingga penulis
telah menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Penelitian ini berjudul ”Aktivitas
Antiproliferasi Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada Sel
Lestari Tumor YAC-1 dan HeLa secara in vitro”. Penyelesaian penelitian dan
penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis
ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Januar dan Ibu
Syenny, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil. Selain itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
2. Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai pembimbing akademik.
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan Bagian Patologi dan Farmasi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB.
5. Keluarga besar di Jakarta, Manado, Medan dan Belanda atas doa dan
dukungannya.
6.
Bachtiar “slebor” Yulianto atas perhatian, kasih sayang serta dukungan baik
moril maupun materiil.
7. Teman seperjuangan penelitian, Apid, Listia, Cha-cha, Lince, Ajeng, Dine,
Maryam, Reni, Dimas atas dukungannya terhadap penelitian penulis.
8. Teman angkatan Goblet 42, Lissa, Ronald, Muning, Hage, Iga, Mencit, Afu,
Angga, Cipie, Firda, Mieke, Reky serta teman-teman lainnya yang telah
banyak mendoakan dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman satu kost, Inggie, Novi, Bagus dan Dika.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat di kemudian hari bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2009
Esther Juliana Stephani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 25 Juli 1987. Penulis
merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Januar W. Silitonga dan Ibu
Syenny Soemyarsono.
Pada umur 5 tahun, penulis memasuki jenjang Taman Kanak-kanak
Martha, Bekasi. Tahun 1999 penulis lulus dari SDK Pamardi Yuwana Bhakti,
Bekasi, kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTPK Pamardi Yuwana
Bhakti, Bekasi. Di kota yang berbeda, selanjutnya penulis melanjutkan studi di
SMUK 7 BPK PENABUR JAKARTA dan lulus tahun 2005. Tahun 2005 penulis
diterima sebagai mahasiswa program sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setahun kemudian penulis
masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah melalui seleksi Tingkat
Persiapan Bersama.
Tahun 2005-2006 penulis bergabung dalam anggota komisi pelayanan
anak Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Tahun 2006-2007 penulis
bergabung sebagai anggota Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa
Akuatik (HKSA) IPB. Pada tahun 2007-2008 penulis merupakan anggota divisi
pendidikan Himpro HKSA FKH IPB. Selain itu penulis juga aktif pada berbagai
kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian.................................................................................... 2
Manfaat Penelitian.................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tumor .....................................................................................................
Etimologi Tumor ....................................................................................
Penggolongan Tumor .............................................................................
Pengobatan Tumor..................................................................................
Sel Lestari Tumor ...................................................................................
Sel Lestari Tumor YAC – 1 ..........................................................
Sel Lestari tumor HeLa .................................................................
Kultur Jaringan .......................................................................................
Tanaman Temulawak .............................................................................
Klasifikasi .....................................................................................
Deskripsi .......................................................................................
Manfaat .........................................................................................
Komposisi .....................................................................................
4
4
5
7
7
7
8
8
9
10
10
11
12
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu...................................................................................
Bahan dan Alat .......................................................................................
Metodologi .............................................................................................
Persiapan Media dan Penanaman Sel............................................
Pemanenan dan Penghitungan Sel ................................................
Analisis Data ..........................................................................................
14
14
14
14
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktifitas Antiproliferasi Pada Sel Lestari Tumor YAC-1 ......................
Aktifitas Antiproliferasi Pada Sel Lestari Tumor HeLa.........................
Perbandingan Aktifitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor
YAC-1 dan HeLa....................................................................................
Mekanisme Penghambatan Sel Tumor oleh Ekstrak Etanol
Temulawak .............................................................................................
17
18
19
19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan............................................................................................. 23
Saran ....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24
LAMPIRAN..................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perbedaan tumor jinak dan ganas ................................................................. 6
2 Klasifikasi tumor........................................................................................... 6
3 Komposisi rimpang temulawak .................................................................... 12
4 Komposisi pati temulawak............................................................................ 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman Temulawak.................................................................................... 10
2 Sel Tumor...................................................................................................... 16
3 Presentase sel tumor YAC-1 pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol
Temulawak.................................................................................................... 17
4 Presentase sel tumor HeLa pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol
Temulawak.................................................................................................... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis ragam jumlah sel tumor YAC-1 pada berbagai konsentrasi
Ekstrak etanol temulawak .............................................................................. 28
2 Hasil analisis ragam jumlah sel tumor HeLa pada berbagai konsentrasi
Ekstrak etanol temulawak .............................................................................. 28
3 Uji ANOVA dan uji Duncan (P<0,05) sel YAC-1 ....................................... 29
4 Uji ANOVA dan uji Duncan (P<0,05) sel HeLa .......................................... 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumor atau yang dikenal dengan neoplasia dapat didefinisikan sebagai
sel yang mengalami gangguan pertumbuhan yang tidak normal, tidak terkontrol,
serta tidak tergantung kepada jaringan di dekatnya. Neoplasia yang paling penting
adalah kanker yang merupakan pertumbuhan tumor ganas atau neoplasia
malignan (Spector dan Spector 1993). Penyebab dari tumor itu sendiri sangatlah
kompleks,
terkait
dengan
terpaparnya
agen
karsinogenik,
kokarsinogen
lingkungan, dan predisposisi pada inang (Priosoeryanto et al. 2002).
Tumor ganas atau yang dikenal dengan kanker saat ini telah menjadi
salah satu sumber penyebab kematian utama di dunia. Terlebih menurut WHO
pada tahun 1997, bahwa jumlah penderita kanker dunia mulai meningkat secara
signifikan, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan terutama di
negara-negara berkembang. Berdasarkan hal diatas, kanker merupakan masalah
yang penting yang harus diatasi. Namun saat ini belum ada metode pengobatan
yang efektif dan pasti untuk melawan kanker. Banyak terapi yang sudah dilakukan
untuk menekan kasus penyakit ini secara temporer tetapi pada akhirnya hampir
seluruh penderita kanker berakhir dengan kematian (Imazumi 1982).
Ada berbagai
macam
pengobatan penyakit
tumor, diantaranya
merupakan kombinasi antara operasi (pembedahan), radiasi, imunoterapi, kimia
(kemoterapi), dan lain-lain. Pengobatan secara kimia atau disebut kemoterapi
paling sering dilakukan karena merupakan pendekatan terapi yang paling efektif
bersifat sistemik. Dengan adanya kemoterapi dapat meringankan gejala penyakit,
memperpanjang hidup dan bahkan menyembuhkan (Theilen dan Madewell 1987).
Namun kemoterapi dapat menimbulkan efek samping meningkatnya keganasan
tumor yang diakibatkan oleh obat-obatan yang digunakan memiliki efek sitosidal
dimana efek ini tidak hanya merusak sel tumor, tetapi juga menyebabkan
kerusakan pada sel-sel normal lainnya (Abdillah 2006 ).
Banyak negara yang sedang berkembang tidak mempunyai cukup
fasilitas dan tenaga ahli untuk melakukan terapi sinar atau pembedahan, sehingga
banyak yang beralih dengan pengobatan alternatif yang efektif, namun tetap aman
bagi tubuh. Salah satu yang dikenal adalah temulawak yang banyak digunakan
untuk obat atau bahan obat.
Temulawak merupakan komponen penyusun hampir setiap jenis obat
tradisional yang dibuat di Indonesia. Temulawak dalam obat tradisional Indonesia
digunakan sebagai simplisia tunggal atau merupakan salah satu komponen dari
sutau ramuan. Dalam konteks penggunaan tradisional, temulawak digunakan
sebagai obat untuk mengatasi penyakit tertentu atau digunakan sebagai penguat
daya tahan tubuh.
Banyak
penelitian
yang
dilakukan
oleh
para
ilmuwan
untuk
membuktikan khasiat temulawak. Khasiat temulawak yang sudah diketahui antara
lain
sebagai
antianthelmintik,
antianalgesik,
antibakteri/jamur
seperti
Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol violaceum,
antidiabetik, antihepatotoksik, antiinflamasi, antioksidan , antitumor, dan lan-lain.
Khasiat yang didapatkan dari penggunaan temulawak ini disebabkan oleh adanya
kandungan kimia aktif yang terdapat didalam temulawak antara lain kurkuminoid
yang terdiri atas kurkumin, desmetoksikurkumin, xanthorhizol dan minyak atsiri
dan lain-lain (Anonim 2009a).
Berbagai jenis senyawa kimia telah dapat diisolasi dari berbagai jenis
tanaman. Beberapa dari senyawa kimia alami tersebut memiliki aktivitas biologik.
WHO mencatat bahwa terdapat 119 jenis bahan aktif obat modern merupakan
hasil pengembangan dari senyawa yang terdapat pada tanaman obat. Menurut Liu
et al. 2007, kurkumin yang juga merupakan salah satu kandungan dalam
temulawak telah diteliti mampu menghambat proliferasi sel kanker melalui
mekanisme menginduksi apoptosis. Hal ini yang mendasari penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan khasiat dari temulawak yaitu kemungkinan adanya
aktivitas antitumor.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiproliferasi ekstrak
etanol temulawak terhadap pertumbuhan sel lestari tumor YAC-1 dan HeLa
secara in vitro.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui potensi temulawak sebagai
bahan yang bersifat antitumor sehingga dapat dikembangkan menjadi obat
antitumor yang aman dan efektif.
TINJAUAN PUSTAKA
Tumor
Tumor atau neoplasia adalah suatu pertumbuhan jaringan yang ditandai
dengan proliferasi abnormal dari suatu sel dan pertumbuhan yang berlebih serta
tidak terkoordinasi (Anonim 2009d). Sel tumor adalah sel yang memiliki banyak
karakteristik bentuk dan perkembangan jaringan yang istimewa jika dibandingkan
dengan sel normal (Priosoeryanto et al. 2002). Istilah tumor dahulu digunakan
untuk menjelaskan adanya suatu massa atau pembengkakan, sekarang ini istilah
tersebut disamakan dengan neoplasia (Cheville 2006).
Etiologi Tumor
Tumor merupakan salah satu kasus penyakit penting yang harus
dipecahkan dalam dunia kedokteran. Tumor atau neoplasia pada umumnya
muncul pertama kali sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami, secara klinis
terlihat sebagai suatu massa yang diam di dalam jaringan. (Cheville 2006).
Penyebab tumor sangat kompleks, hal ini berkaitan dengan paparan agen
karsinogen,
kokarsinogen
lingkungan,
dan
faktor
predisposisi
inang
(Priosoeryanto et al. 2002).
Penyebab tumor dapat dibedakan menjadi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi usia, diet, dan hormon. Usia merupakan faktor
dominan pada kasus tumor dan kanker. Kejadian neoplasia ini meningkat seiring
dengan bertambahnya usia pada berbagai spesies. Makanan berlemak dan
berkolesterol dapat menjadi pemicu terjadinya tumor. Pada tikus, tumor dapat
timbul akibat aflaktoksin yang terdapat pada pakan karena pemberian pakan
dengan lemak yang tinggi tetapi kurang akan metionin dan kolin. Hormon seperti
estrogen, testosteron, androgen dan hormon pertumbuhan dapat menginduksi
terjadinya tumor (Cheville 2006).
Faktor ekstrinsik dapat berasal dari lingkungan seperti agen biologik, agen
fisik, dan agen kimia. Agen biologik contohnya virus, parasit, dan bakteri.
Kelompok virus yang menyebabkan tumor dibedakan menjadi virus DNA dan
virus RNA. Virus DNA meliputi Papillomavirus, Herpesvirus, Hepadnavirus,
Adenovirus sedangkan virus RNA hanya satu tipe yaitu Retrovirus. Adapun
parasit yang dapat menyebabkan timbulnya tumor antara lain Spirocirca lupi,
cacing pada anjing menyebabkan lesi granuloma pada esofagus dan berkembang
menjadi sarkoma. Bakteri seperti Helicobacter hepaticus, Helicobacter mustelae,
dan Helicobacter pylori juga dapat menginduksi terjadinya karsinoma pada
saluran pencernaan. Menurut Warshawsky dan Landolph (2006), agen fisik
meliputi radiasi ionisasi (sinar X, radium, uranium) dan radiasi nonionisasi (sinar
UV). Tumor dapat juga diinduksi secara iatrogenik, misalnya melalui
transplantasi organ. Agen kimia meliputi senyawa organik dan senyawa
inorganik. Contoh senyawa organik diantaranya hidrokarbon aromatik polisiklik,
amina, amina aromatik, bifenil, hidrokarbon klorinasi, eter, dan lain-lain.
Senyawa inorganik meliputi logam berat dan metaloid, seperti timbal, nikel,
mangan, kromium, kadmium, arsen, merkuri dan sebagainya.
Penggolongan Tumor
Tumor digolongkan berdasarkan sifatnya yaitu tumor jinak (benign) dan
ganas (malignant). Tumor jinak pada dasarnya tidak dapat muncul kembali atau
tidak menyebar ke bagian lain dari suatu tubuh. Tumor jinak cenderung
berkembang lebih lambat daripada tumor ganas (Myers 2006). Tumor jinak
merupakan suatu massa yang tidak memperlihatkan sifat-sifat yang berkaitan
dengan tumor yang bersifat ganas atau kanker. Tumor yang jinak akan berbeda
dari tumor ganas dalam beberapa cara. Pertama, tumor yang jinak tidak akan
menyerang jaringan sekitarnya dan tidak merusak kesatuan struktural dari organ.
Pada tumor ganas terjadi sebaliknya, tumor ini akan menyerang jaringan di daerah
pertumbuhannya dan menyebar atau metastasis ke limfonodus dan berbagai organ
disekitarnya (Tatum 2009). Tumor jinak digolongkan berdasarkan penampilan
histologi. Tumor jinak diberi nama dengan akhiran oma pada setiap sel asalnya
sedangkan tumor ganas diberi akhiran karsinoma untuk sel yang berasal dari
derivat epitel dan akhiran sarkoma pada sel yang berasal dari mesodermal.
(Cheville 2006).
Tabel 1 Perbedaaan tumor jinak dan tumor ganas
Tumor jinak (benign)
Tumor ganas (malignant)
Pertumbuhan lambat
Pertumbuhan cepat
Ekspansif tapi terbatas
Invasif dan infiltratif
Membentuk kapsul
Tidak membentuk kapsul
Tidak bermetastasis
Metastasis
Terdiferensiasi
Anaplastik
Sedikit menunjukkan mitosis
Banyak menunjukkan mitosis
(Sumber: Cheville 2006)
Tabel 2 Klasifikasi tumor
Jaringan asal
Jinak
Ganas
Epitel
Adenoma
Karsinoma
Papiloma
Naevus berpigmen
Melanoma malignan
Fibroma
Fibrosarkoma
Miksoma
Miksosarkoma
Otot polos
Leiomioma
Leiomiosarkoma
Otot skelet
Rabdomioma
Rabdomiosarkoma
Kartilago
Khondroma
Khondrosarkoma
Lemak
Lipoma
Liposarkoma
Tulang
Osteoma
Osteosarkoma
Pembuluh darah
Angioma
Angiosarkoma
Jaringan limfoid
Limfoma
Malignan limfoma
Jaringan hemopoietik
-
Leukemia
Mesotel
-
Mesotelioma
Meningen
Meningioma
-
Sel glia SSP
-
Glioma
Selubung saraf
Neurofibroma
Neurofibrosarkoma
Mesenkim
Jaringan pengikat
(Sumber: Spector dan Spector 1993)
Pengobatan tumor
Beberapa cara pengobatan tumor tergantung pada jenis tumor, apakah
termasuk kedalam tumor jinak atau tumor ganas serta lokasi terjadinya tumor.
Apabila tumor jinak atau tidak berpotensi menyebar dan terjadi di daerah yang
aman dimana tidak akan memberikan efek pada organ, biasanya tidak dilakukan
operasi. Pengobaan tumor ganas dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
operasi, radiasi, kemoterapi, dan kombinasi dari cara tersebut. Sebagai contoh,
limfoma jarang ditangani dengan operasi, biasanya lebih sering digunakan cara
kemoterapi dan radiasi (Dugdale 2008).
Sel Lestari Tumor
Sel lestari tumor adalah sel yang berasal dari tumor atau jaringannya yang
sudah dibiakkan secara berkala, ditumbuhkembangkan dan dipelihara serta
disimpan dalam nitrogen cair. Keistimewaan dari sel lestari ini adalah sifatnya
yang immortal karena dapat hidup pada kondisi media yang minimal (Suindra
2005).
Sel Lestari Tumor YAC-1
Sel lestari YAC-1 berasal dari sel tumor limfoma dari seekor tikus,
mengikat enam serotipe dari kelompok Coxsackievirus B (CVB). Sel ini
dihasilkan oleh virus yang bersifat infeksius. Setiap CVB bersaing untuk reseptor
yang sama pada sel YAC-1. Kompleks reseptor virus dengan CVB3 dapat
diisolasi dari membran plasma YAC-1 yang dilarutkan dengan deterjen. Reseptor
sel YAC-1 menyerupai reseptor sel HeLa. YAC-1 merupakan limfoma yang
diinduksi pada tikus dengan cara menginokulasi virus Moloney leukemia. Medium
untuk pertumbuhan sel YAC-1 adalah RPMI-1640 ditambah dengan FBS 10%
(Hsu dan Crowell 1989).
Sel Lestari Tumor HeLa
Sel lestari HeLa diisolasi dari tubuh seorang wanita penderita kanker leher
rahim (serviks) bernama Henrietta Lacks dan dibudidayakan di laboratorium oleh
George Otto Gey untuk membuat sebuah sel abadi untuk penelitian medis. Nama
“HeLa” didapatkan dengan menggunakan dua huruf pertama Henrietta Lacks. Sel
HeLa awalnya dibudidayakan karena rata-rata perkembangbiakan besar, secara
abnormal cepat bahkan jika dibandingkan dengan sel kanker lainnya. HeLa
bersifat imortal yang tidak dapat mati karena tua dan dapat membelah secara tidak
terbatas selama memenuhi kondisi dasar bagi sel untuk tetap hidup masih ada.
Strain-strain baru dari sel HeLa telah dikembangkan dalam berbagai macam
kultur sel, tapi semua sel HeLa berasal dari keturunan yang sama. Sel HeLa telah
mengalami transformasi akibat infeksi human papillomavirus 18 (HPV 18) dan
berbeda dengan sel leher rahim yang normal. Sel kanker leher rahim yang
diinfeksi HPV diketahui mengeekspresikan 2 onkogen, yaitu E6 dan E7. Protein
E6 dan E7 terbukti dapat menyebabkan sifat imortal pada kultur primer keratinosit
manusia, namun sel yang imortal ini tidak bersifat tumorigenik hingga suatu
proses genetik terjadi. Jadi, viral onkogen tersebut tidak secara langsung
menginduksi pembentukan tumor, tetapi menginduksi serangkaian proses yang
pada akhirnya dapat menyebabkan sifat kanker (Rosita et al. 2009). Sel HeLa
digunakan Jonas Salk pada tahun 1954 untuk pembuatan vaksin polio. Sel HeLa
terus digunakan untuk penelitian kanker, AIDS, ketahanan manusia terhadap
gravitasi 0, pengaruh radiasi dan pemetaan gen (Anonim 2009).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara biakan jaringan atau sel
dimaksudkan untuk memperlajari sifat sel hewan di luar tubuhnya. Dalam kultur
sel yang harus dilakukan adalah menciptakan suasana atau keadaan lingkungan in
vitro yang menyerupai keadaan dalam lingkungan mulanya di alam tubuh (in
vivo). Kultur jaringan dikatakan in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam kaca")
karena jaringan dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca
atau material tembus pandang lainnya. Kultur jaringan secara teoretis dapat
dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan maupun hewan (termasuk
manusia) namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi media tertentu
(Anonim 2008).
Menurut Butter (2004), teknik kultur jaringan sebagai berikut :

Cell line diambil dari tangki N2 yang terdapat dalam ampul

thawing terlebih dahulu supaya menjadi cair karena selama di dalam
tangki N2 selama kriopreservasi suhunya -196˚C, dengan cara digosok-
gosok menggunakan tangan

sentrifuse dengan 1000 rpm selama 5 menit pada suhu 4˚C sehingga
terdapat endapan (pelet cell), setelah itu dibuang cairan supernatannya

getarkan ampul bisa dengan hanya dijentikkan oleh jari supaya
menyebar

penambahan 1 ml medium, kemudian dihomogenkan dengan vortex

ambil larutan sel
108 dengan pipet aid untuk disimpan di tabung
sentrifuse 15 mL

tambahkan 5 mL medium

menghitung kepadatan sel dengan mikroskop dengan mengambil
larutan sel 0,9 mL ditambahkan 0,1 mL Trypan Blue menggunakan
mikropipet untuk dihomogenkan di plate 96 lubang dengan cara hisap
dan tiup

ambil campuran sel yang sudah diwarnai tersebut kemudian
disemprotkan ke hemositometer untuk dihitung jumlah selnya dengan
cara seperti penghitungan sel darah

untuk uji proliferasi dilakukan pada plate 24 lubang kemudian di
inkubasi pada O2 inkubator 37˚C, 5% CO2 dan dapat dipanen selnya
setelah 3-4 hari
Tanaman Temulawak
Tanaman Temulawak dikenal di berbagai daerah dengan nama koneng
gede (Sunda) atau temulabah (Madura) merupakan tanaman asli Indonesia
(Ketaren 1988). Tanaman ini memang biasanya digunakan sebagai bahan jamu
tradisionil dan punya banyak khasiat bagi kesehatan (Anonim, 2009c).
Klasifikasi Temulawak
Menurut Tjitrosoepomo (2004), klasifikasi temulawak sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Gambar 1 Tanaman temulawak (kiri) dan rimpang temulawak (kanan)
(Sumber: www.geocities.com)
Deskripsi temulawak
Temulawak termasuk dalam keluarga Zingibereaceae banyak ditemukan di
hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan
sekitar permukiman, terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya
mudah berkembang menjadi besar. Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan
herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat
mencapai 2 meter. Daunnya lebar dan pada setiap helaian dihubungkan dengan
pelapah dan tangkai daun yang agak panjang. Temulawak mempunyai bunga yang
berbentuk unik (bergerombol) dan berwarna kuning tua. Rimpang temulawak
sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari
rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuningkuningan. Daerah tumbuhnya selain di dataran rendah juga dapat tumbuh baik
sampai pada ketinggian tanah 1.500 meter di atas permukaan laut (Kunia 2006).
Manfaat temulawak
Manfaat temulawak untuk kesehatan, sebenarnya telah lama diketahui
secara empiris dan pengalaman turun-menurun dari nenek moyang (Arnita 2009).
Banyaknya ragam manfaat temulawak baik untuk obat tradisional maupun
fitofarmaka karena rimpangnya mengandung protein, pati, zat warna kuning
kurkuminoid dan minyak atsiri. Di Indonesia satu-satunya bagian yang
dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini
mengandung 48-59,64% zat tepung, 1,6-2,2% kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak
atsiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat
lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu
makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker dan
anti mikroba (Anonim 2008b).
Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan
senyawa kimia antara lain berupa minyak terbang (anetol, pinen, felandren,
dipenten, fenchon, metilchavikol, anisaldehida, asam anisat, kamfer) dan minyak
lemak (Anonim 2009b). Temulawak mengandung minyak atsiri seperti limonina
yang
mengharumkan
sedangkan
kandungan
flavonoida-nya
berkhasiat
menyembuhkan radang. Minyak atsiri juga dapat digunakan untuk membunuh
mikroba.
Temulawak juga dikenal sebagai obat fitofarmaka yang bermanfaat untuk
mengobati penyakit saluran pencernaan, kelainan hati, kandung empedu,
pankreas, usus halus, tekanan darah tinggi, kontraksi usus, TBC, sariawan dan
dapat dipergunakan sebagai tonikum. Secara tradisional, banyak digunakan untuk
mengobati diare, disentri, wasir, bengkak karena infeksi, eksim, cacar, jerawat,
sakit kuning, sembelit, kurang nafsu makan, kejang-kejang, radang lambung,
kencing darah, ayan dan kurang darah (Raharjo dan Rostiana 2005).
Komposisi temulawak
Tabel 3 Komposisi rimpang temulawak
Komposisi Rimpang
Kadar (%)
Zat warna kuning kurkumin
1,55
Minyak atsiri
4,90
Pati
58,24
Protein
2,90
Lemak (fixed oil)
12,10
Serat kasar
4,20
Abu
4,92
Mineral (N, P, K, Na)
4,29
(Sumber: Ketaren 1988)
Bagian yang berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang
mengandung berbagai komponen kimia di antaranya zat kuning kurkumin,
protein, pati dan minyak atsiri. Fraksi pati merupakan komponen terbesar dalam
rimpang temulawak. Pati berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena
mengandung sedikit kurkuminoid serta memiliki sifat mudah dicerna sehingga
dapat digunakan sebagai bahan campuran makanan bayi maupun untuk pengental
sirup.
Kurkuminoid merupakan komponen yang dapat memberi warna kuning
dan zat ini digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan kosmetik.
Fraksi kurkuminoid yang terdapat pada temulawak terdiri dari dua komponen,
yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin (Sembiring et al. 2006). Kurkuminoid
berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, meningkatkan
sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri
serta dapat mencegah terjadinya pelemakan dalam sel-sel hati dan sebagai
antioksidan penangkal senyawa-senyawa radikal yang berbahaya (Anonim
2009b).
Minyak atsiri mengandung senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal
dan xanthorrhizol (Hadipoentyanti dan Sitti 2007). Xanthorrhizol salah satu
komponen minyak atsiri pada percobaan in vitro berkhasiat mengobati kanker
payudara, paru-paru, ovarium dan sebagai anti bakteri serta mencegah rusaknya
email gigi (Anonim 2009). Kandungan xanthorrhizol dalam temulawak sebanyak
21 persen. Kelebihan senyawa xanthorrhizol antara lain tidak berwarna, tidak
berbau, tidak volatil (menguap), tahan panas dan keasaman. Kekurangannya,
senyawa ini rasanya sangat pahit. Xanthorrhizol telah diuji pada berbagai aktivitas
farmakologi termasuk aktivitas antioksidan dan antiinflamatori. Senyawa ini juga
mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel tumor payudara dengan cara
menginduksi terjadinya apoptosis (Cheah et al. 2006).
Tabel 4 Komposisi pati temulawak
Komposisi
Kadar
Abu
0.37 %
Protein
1.52 %
Lemak
1.35 %
Serat kasar
0.80 %
Karbohidrat
79.96 %
Kurkuminoid
15.00 bpj
Kalium
11.45 bpj
Natrium
6.38 bpj
Kalsium
19.07 bpj
Magnesium
12.72 bpj
Besi
6.68 bpj
Mangan
0.82 bpj
Kadmium
0.02 bpj
(Sumber: Sidik 1985)
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian
ini
dilakukan
di
Laboratorium
Kultur
Jaringan
dan
Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu
penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Januari 2009
sampai Juli 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel lestari tumor YAC1 dan HeLa, ekstrak etanol 70% temulawak, Dulbecco’s Modified Eagle’s
Medium dan Ham’s Nutrient Mixture F-12 (DMEM/F-12), fetal calf serum (FCS)
10%, 100 IU/ml penisilin, 100 µg/ml streptomisin, polietilen glikol dan trypan
blue.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tissue culture plate
24 well, tissue culture plate 96 well, pipet aid, mikropipet, inkubator 370C (5%
CO2), bunsen, laminar air flow, vortex, hemositometer Neubauer, cover slip dan
mikroskop cahaya.
Metodologi
Metode penelitian yang dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Priosoeryanto et al. (1995).
Persiapan media dan Penanaman Sel
Media yang digunakan dalam kultur jaringan adalah DMEM/F-12 yang
ditambahkan antibiotik (penisilin 100 IU/ml dan streptomisin 100 µg/ml) dan FCS
10%. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol temulawak yang diperoleh
dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Konsentrasi ekstrak
ditetapkan sebesar 15%, 30%, 45%, 60% dan 75% yaitu dengan menimbang 0,15
gr, 0,30 gr, 0,45 gr, 0,60 gr dan 0,75 gr untuk setiap konsentrasi dan masingmasing dilarutkan dengan propilen glikol sebanyak 1 ml lalu dilakukan
pengenceran bertingkat. Campuran tersebut pada pengenceran bertingkat terakhir
ditambah DMEM/F-12 sehingga konsentrasi terakhir larutan menjadi 15 ppm, 30
ppm, 45 ppm, 60 ppm dan 75 ppm. Dosis ekstrak yang digunakan adalah 15 ppm,
30 ppm, 45 ppm, 60 ppm dan 75 ppm sebagaimana telah ditentukan sebelumnya
menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Sel lestari tumor YAC-1 dan HeLa dalam bentuk suspensi dicairkan
terlebih dahulu (thawing) dengan cara digosok-gosokkan di antara kedua telapak
tangan. Setelah cair, suspensi sel tersebut disentrifuge lalu bagian supernatan
dibuang sehingga didapat endapan sel pada bagian bawah tabung. Endapan sel
ditambahkan medium sebanyak 3 ml kemudian dihomogenkan dengan vortex.
Penanaman tiap sel dilakukan dalam dua buah tissue culture plate 24 well yang
berisi medium penumbuh dengan 5 konsentrasi ekstrak (15 ppm, 30 ppm, 45 ppm,
60 ppm dan 75 ppm) dan tidak ditambahkan ekstrak (kontrol negatif). Suspensi
sel diberikan dalam jumlah yang sama dalam setiap lubang yaitu 100 µl dengan
kepadatan 105 sel. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Volume total cairan
dalam satu lubang adalah 1 ml, volume ekstrak yang dimasukkan sebanyak 100 µl
dan sisanya yaitu medium penumbuh yang ditambahkan antibiotik dan serum.
Suspensi sel lestari tumor ditumbuhkan dengan menginkubasikannya dalam
inkubator 370C, 5% CO2 selama 3-4 hari.
Pemanenan dan Penghitungan sel
Pemanenan sel lestari tumor dilakukan kira-kira setelah 4 hari. Sel dalam
sumur 24 lubang kemudian digoyang-goyangkan membentuk huruf S agar sel
dalam media terhomogenkan. Setelah homogen, dari setiap lubang diambil 90 µl
suspensi sel tumor yang dimasukkan ke dalam tissue culture plate 96 well,
kemudian diberi pewarna Trypan blue sebanyak 10 μl. Setelah homogen, suspensi
diteteskan pada hemositometer Neubauer dan dilakukan penghitungan jumlah sel
dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 200x.
Hasil penghitungan dikonversikan ke dalam jumlah sel per ml suspensi
dengan menggunakan rumus :
Jumlah sel/ml = Jumlah sel yang dihitung x faktor volume
Jumlah sel/ml = Jumlah sel yang dihitung x 105
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase aktivitas pertumbuhan
dan penghambatan sel tumor adalah sebagai berikut :
Jumlah rataan sel perlakuan
% aktivitas pertumbuhan
=
x 100%
Jumlah rataan sel kontrol negatif
% aktivitas penghambatan
= 100% - (% aktivitas pertumbuhan)
Gambar 2 Sel tumor pada kamar hitung hemositometer Neubauer dengan
pewarnaan trypan blue (bar = 40 µm).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik analisis
sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk
melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kelompok perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor YAC-1
Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak pada sel lestari tumor
YAC-1 terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Berdasarkan
Gambar
3,
semakin
meningkat
konsentrasi
ekstrak
maka
persentase
penghambatan pertumbuhan jumlah sel tumor YAC-1 juga meningkat.
Gambar 3. Persentase sel tumor YAC-1 pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol
temulawak. Huruf a,b dan c menunjukkan hasil uji Duncan dan huruf
yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf nyata 5%
Uji statistik dilakukan terhadap setiap perlakuan dengan menggunakan
analisis sidik ragam ANOVA yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Lampiran 1 memperlihatkan bahwa F Hitung lebih besar daripada F Tabel
(p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol temulawak
berpengaruh terhadap jumlah sel tumor YAC-1. Hasil analisis sidik ragam
ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan untuk melihat
perbedaan yang nyata diantara setiap kelompok perlakuan.
Hasil uji Duncan (Gambar 3) menunjukkan bahwa pada konsentrasi 15
ppm dan 30 ppm sudah memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol
negatif. Konsentrasi yang memberikan persentase aktivitas penghambatan terbesar
diperoleh pada konsentrasi 75 ppm yaitu sebesar 70% yang didapat dengan cara
menghitung rataan jumlah sel tumor yang tumbuh pada masing-masing
konsentrasi dibagi dengan rataan jumlah sel tumor yang tumbuh pada kontrol
negatif.
Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor HeLa
Persentase aktivitas penghambatan sel tumor HeLa meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol temulawak. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi tidak tertutup kemungkinan bahwa aktivitas antiproliferasi akan
semakin meningkat, menurun atau tetap stabil. Peningkatan persentase aktivitas
penghambatan sel tumor HeLa dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Persentase penghambatan sel tumor HeLa pada berbagai konsentrasi
ekstrak etanol temulawak. Huruf a,b,dan c menunjukkan hasil uji
Duncan dan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada
taraf nyata 5%.
Uji statistik dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA
yang hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 2. Lampiran 2 memperlihatkan bahwa
F Hitung yang didapat lebih besar daripada F Tabel. Hasil ini menunjukkan
bahwa adanya pengaruh dari pemberian ekstrak etanol temulawak terhadap
jumlah sel tumor HeLa. Hasil uji ANOVA dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
melihat adanya perbedaan nyata diantara setiap kelompok perlakuan yang
ditunjukkan pada Gambar 4.
Uji Duncan (Gambar 4) memperlihatkan bahwa persentase penghambatan
pada konsentrasi 15 ppm, 30 ppm dan 45 ppm berbeda tidak nyata dengan kontrol
negatif namun pada konsentrasi 60 ppm sudah menunjukkan hasil yang berbeda
nyata dengan kontrol negatif. Konsentrasi yang memberikan persentase aktivitas
penghambatan terbesar yaitu pada konsentrasi 75 ppm dengan persentase sebesar
37.41%.
Perbandingan Aktivitas Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor YAC-1 dan
HeLa
Pemberian ekstrak etanol temulawak mampu menghambat pertumbuhan
sel lestari tumor baik YAC-1 maupun HeLa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan persentase penghambatan sel tumor seiring dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak yang diberikan. Persentase aktivitas penghambatan sel YAC-1
pada masing-masing konsentrasi lebih besar dibandingkan dengan persentase
aktivitas penghambatan sel HeLa. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
kepekaan yang berbeda dari masing-masing sel. Sel YAC-1 memiliki sifat tumor
jinak sedangkan sel HeLa memiliki sifat tumor ganas dimana tumor ini sudah
mengalami metastasis.
Mekanisme Penghambatan Sel Tumor oleh Ekstrak Etanol Temulawak
Temulawak memiliki komponen aktif utama yaitu kurkuminoid dan
minyak atsiri (Ketaren 1988). Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning
kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada
rimpang bersifat antibakteri, antikanker, antitumor, dan antiradang, antioksidan
dan hipokolestremik (Parahita, 2007). Selain kurkuminoid, adapun minyak atsiri
terdiri
dari
kamfer,
mirsen,
xanthorizol,
β-kurkumin,
arkurkurmin,
isofuranogermakren dan p-toluil metil karbinol (Purseglove et al. 1981). Dalam
rimpang temulawak, xanthorizol biasanya bergabung dengan kurkumin yang
merupakan penyebab khasiat temulawak (Ketaren 1988). Kurkumin [1,7bis(hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-di-one] dikenal sebagai bahan
alam yang memiliki aktivitas biologis, diekstraksi dari rizoma tanaman jenis
kurkuma (Curcuma) berupa zat warna kuning (Meiyanto 1999).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2008) menjelaskan bahwa
ekstrak etanol temulawak memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan sel
lestari tumor MCA-B1 (sel tumor epulis akantomatosis oral anjing) dan sel lestari
tumor MCM-B2 (sel tumor kelenjar mamaria anjing). Hal ini ditunjukkan dengan
persentase aktivitas antiproliferasi tertinggi terdapat pada sel MCA-B1 sebesar
70% pada konsentrasi 75 ppm dan pada sel MCM-B2 sebesar75.4% pada
konsentrasi 75 ppm.
Menurut Aggarwal et al. (2002), kurkumin dapat menghambat proliferasi
dari berbagai jenis sel tumor. Kurkumin menghambat pertumbuhan dari sel HL60, sel leukemia pada manusia, tergantung dosis dan waktu perlakuan. Kurkumin
menghambat proliferasi melalui mekanisme menginduksi apoptosis melalui jalur
mitokondria yang melibatkan aktivasi caspase-8, BID cleavage, pelepasan
sitokrom c dan caspase-3. Kuo et al. (1996) dalam penelitiannya juga mengatakan
bahwa kurkumin menginduksi kematian sel diperantarai oleh ROS (Reactive
Oxygen Species). Selain itu, kurkumin dapat menurunkan jumlah protein
antiapoptosis Bcl-2 yang berperan penting dalam tahap awal penggertak kematian
sel.
Kurkumin juga dapat menghambat induksi dari sintesa nitrat oksida dalam
makrofag yang teraktivasi. Kurkumin menunjukkan kemampuan antitumor
dengan mengurangi jumlah nitrat oksida atau iNOS (inducible nitric oxide
synthase) yang diketahui merupakan salah satu inisiasi terjadinya tumor. NFkappaB terlibat didalam induksi iNOS, menyebabkan stres oksidatif, yang
merupakan salah satu inisiasi terjadinya tumor. Dalam hal ini kurkumin bekerja
mencegah fosforilasi dan degradasi dari inhibitor kappaBalpha melalui
mekanisme menghalangi aktivasi NF-kappaB dimana hasilnya akan mengurangi
transkripsi gen iNOS (Thangapazham et al.2006).
Menurut Meiyanto (1999), sebagai antikanker, pertama-tama kurkumin
dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai anti-inflamasi yaitu sebagai inhibitor enzim
cyclooxygenase (COX), enzim yang mengkatalisis sintesis prostanoid dari asam
arakidonat. Ada dua jenis COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 memiliki peran
yang sangat penting dalam menjaga proses-proses fisiologis pada berbagai
jaringan atau organ. COX-1 secara konstitutif diekspresi secara nyata oleh hampir
seluruh jaringan tubuh mamalia sedangkan COX-2 hanya sebagian saja dan dalam
level yang rendah atau tidak terdeteksi. Level ekspresi COX-1 pada umumnya
konstan dan hanya akan ada kenaikan sedikit bila ada stimulasi dari faktor
pertumbuhan atau selama masa deferensiasi. Sementara itu, COX-2 biasanya akan
diekspresi lebih banyak karena adanya rangsang dari mitogen, sitokin dan tumor
promoter yang bisa diakibatkan oleh adanya kerusakan sel atau bentuk stress sel
lainnya.
Efek antiinflamasi dari kurkumin dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai
inhibitor COX-2 karena jaringan yang mengalami inflamasi, ekspresi COX-2 nya
akan meningkat yang mengakibatkan overproduksi prostanoid termasuk di
dalamnya adalah prostaglandin (PG). Pada sel-sel kanker, over-ekspresi COX-2
yang berakibat pada overproduksi prostanoid akan menyebabkan peningkatan
proliferasi dan mencegah apoptosis. Peningkatan proliferasi sel terjadi karena
adanya aktivasi beberapa onkogen yang terlibat dalam signal mitogenik seperti
Ras. Sedangkan inhibisi terhadap proses apoptosis merupakan akibat dari adanya
overekspresi bcl-2. Dengan adanya COX inhibitor dalam hal ini kurkumin maka
overproduksi prostanoid akan dicegah dan akan mengurangi efek inflamasi
(misalnya rasa nyeri) dan pada sel kanker hal ini akan mencegah proliferasi dan
memacu apoptosis. Pada jalur ini proses apoptosis dipacu karena adanya
akumulasi asam arakidonat akibat adanya inhibitor COX. Akumulasi asam
arakidonat akan mengaktifkan enzim sphingomyelinase yang mengkatalisis
pembentukan seramid dari sphingomyelin. Seramid ini akan memacu proses
apoptosis (Meiyanto 1999).
Kurkumin dapat menghambat perkembangbiakan sel kanker melalui
berbagai jalan. Kurkumin dilaporkan mampu menghambat aktivasi Protein kinase
C (PKC) karena perlakuan dengan phorbol ester. Protein ini mempunyai peran
yang vital dalam proses awal pembelahan sel yaitu berperan dalam aktivasi Raf
melalui proses fosforilasi. Fosforilasi Raf akan memacu proses pembelahan sel
(mitosis) melalui serangkaian reaksi yang terjadi di dalam sel. Aktivasi PKC
umumnya terjadi pada fase promosi dalam perkembangan sel kanker dan bisa
menyebabkan transformasi sel ke arah malignan. Dengan terhambatnya PKC
berarti telah menghambat satu tahap dalam proses perkembangbiakan sel
(proliferasi sel) sehingga bahan tersebut berpotensi sebagai antikanker atau lebih
tepatnya sebagai bahan kemopreventif.
Menurut
Thangapazham
et
al.(2006),
kurkumin
dapat
menekan
transformasi seluler, proliferasi, invasi, angiogenesis dan metastasis melalui suatu
mekanisme yang belum dimengerti secara penuh. Kurkumin diketahui dapat
menekan tumor necrosis factor (TNF) yang menginduksi nuclear factor- B (NFB). NF- B mengatur beberapa gen yang berperan dalam proliferasi sel (COX-2,
cyclin-D1, dan c-myc), antiapoptosis [inhibitor of apoptosis protein (IAP)1, IAP2,
X-chromosome-linked IAP, Bcl-2, TNF receptor-associated factor 1 dan lain-lain]
dan metastasis (vascular endothelial growth factor, matrix metalloproteinase-9
dan intercellular adhesion molecule-1). Dengan adanya penghambatan terhadap
aktivasi NF- B, maka ekspresi gen yang diatur oleh NF- B tersebut juga
terhambat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail et al.(2005) menjelaskan bahwa
xanthorrizol, komponen sesquiterpen dalam temulawak, dapat meningkatkan
apoptosis pada sel HeLa yang dievaluasi menggunakan uji TUNEL (terminal
deoxynucleotidyl transferase dUTP nick end labeling) dan morfologi inti dengan
pewarnaan Hoechst 33258. Xanthorrizol mempengaruhi ekspresi dari protein
antiapoptosis (Bcl-2) dan onkoprotein viral yaitu E6 dan E7 yang dihasilkan oleh
virus HPV (Human Papillomavirus). Oleh karena itu, xanthorrizol merupakan
senyawa yang berfungsi sebagai antiproliferatif dan antikanker melalui
mekanismenya dalam menginduksi apoptosis pada p53 dan Bax dalam sel kanker
serviks HeLa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap
pertumbuhan sel lestari tumor YAC-1 dan HeLa. Aktivitas antiproliferasi tertinggi
diperoleh pada konsentrasi ekstrak 75 ppm, yaitu sebesar 70% pada sel lestari
tumor YAC-1 dan pada konsentrasi ekstrak 75 ppm, yaitu sebesar 37.41% pada
sel lestari tumor HeLa.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai aktivitas antipoliferasi ekstrak
temulawak terhadap sel lestari tumor lainnya secara in vitro pada konsentrasi yang
lebih besar untuk mengetahui dosis yang efektif dan optimal. Perlu dilakukan
penelitian lanjutan berupa uji toksisitas secara in vivo dan mekanisme aksi
komponen aktif temulawak yang dapat menghambat pertumbuhan sel tumor
dalam upaya penemuan obat antitumor yang lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah A. 2006. Aktivitas antiproliferasi ekstrak air daun sisik naga (Pyrrosia
nummularifolia (Sw.) Ching) terhadap sel lestari tumor HeLa secara in
vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Anto RJ, Mukhopadhyay A, Denning K, Aggarwal BB.2002. Curcumin
(diferuloylmethane) induces apoptosis through activation of caspase-8,
BID cleava.Carcinogenesis 23: 143-50
Anonim. 2008a. Kultur Jaringan. hError! Hyperlink reference not valid.l. [9
Juli 2009]
Anonim. 2008b. Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza. Roxb). http://
www.warintek.ristek. go.id/pertanian/temulawak.pdf [20 Juni 2009]
Anonim.
2009a.
Manfaat
dan
Khasiat
Temulawak.
http://iklanbarisinternetgratis.com/ manfaat-dan khasiat-temulawak.html.
[28 Juli 2009]
Anonim. 2009b.Temulawak Mampu Membunuh Bakteri Penyebab Penyakit Gigi
dan Hambat Sel Kanker. http://www.abaherbal.com/ index.php? option=
com_content&view=article&catid=16%3Atemulawak&id=78%3Atemula
wak- mampu-membunuh-bakteri-penyebab-penyakit- gigi-dan-hambat-selkanker&Itemid=40 [29 Juli 2009]
Anonim. 2009c.Khasiat Temulawak.http://www.abaherbal.com/index.php?opt
ion=com_content&view=article&catid=16%3Atemulawak&id=41%3Akh
asiat temulawak&Itemid=40 [29 Juli 2009]
Anonim. 2009d.Tumor dan Definisinya. http://obatkankeralami.wordpress.com/
2009/01/17/ tumor-definisinya/ [13 Maret 2009]
Arnita.2006.Dari Empiris Sampai Uji Klinis.Majalah Farmasi 6(4):72
Butter, M. 2004. Animal Cell Culture and Technology. Second Edition. Bios
Scientific Publisher: London
Cheah YH, Azimahtol HL, Abdullah NR. 2006. Xanthorrhizol exhibits
antiproliferative activity on MCF-7 breast cancer cells via apoptosis
induction. Anticancer Res. 26:4527-4534.
Cheville, NF.2006.Introduction to veterinary pathology.USA: Blackwell
Publishing.
Dugdale, DC.2008. Tumor. http://health.nytimes.com/health/guides/index.html.
[13 Juli 2009]
Hadipoentyanti, E dan Sitti FS.2007.Respon Temulawak (Curcuma Xanthorriza
Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap
Pemupukan.Jurnal Littri. 13(3):106-110.
Hsu KH, Crowell RL.1989.Characterization of a YAC-1 mouse cell receptor for
group B coxsackieviruses.J Virol 63(7):3105-3108
Imaizumi T. 1982. Cancer and Field. Tokyo: Saikon Publishing Co., Ltd.
Ismail N, Pihie AH, Nallapan M.2005. Xanthorrizol induces apoptosis via the up
regulation of bax and p53 in HeLa cells [abstrak]. Di dalam: Anticancer
Res25(3B):2221-7
Ketaren S. 1988. Penentuan komponen utama minyak atsiri temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxburg). [Tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Kunia, K.2006.Temulawak Ginsengnya Indonesia. http://abaherbal.com/index.
php?option =com_content &task=view&id=29 [26 Februari 2009]
Kuo ML, Huang TS, Lin JK.1996.Curcumin an antioxidant and antitumor
promoter,induces apoptosis in human leukemia cell.Biochim Biophys Acta
1317:95-100
Liu E, Wu J, Cao W, Zhang J, Liu W, Jiang X, Zhang X.2007. Curcumin induces
G2/M cell cycle arrest in a p53-dependent manner and upregulates ING4
expression in human glioma.J.Neuro-Oncology.85(3):230-270
Meiyanto E. 1999. Kurkumin sebagai Obat Kanker: menelusuri mekanisme
aksinya.http://groups.yahoo.com/group/FarmasiNet/messages/278?xm=1&
m=e&1=1 [10 Juli 2009]
Myers,D.2006.BenignTumor.http://coloncancer.about.com/od/glossaries/g/Benign
_Tumor.htm. [10 Juli 2009]
Parahita, L. 2007. Tanaman Obat Indonesia. http://multiply.com/ Curcuma_
xanthorrhiza_Temulawak_Morfologi_Anatomi_dan_Fisiologi.htm. [ 28
Februari 2009]
Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K.1995. Antiproliferation
and colony-forming inhibiton activities of recombinant feline interferon
(rFeIFN) on various cells in vitro. Canadian J. Vet. Res. 59:67-69
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Tateyama
S.2002.Morphological characteristics of in vitro cultured cell derived from
tumor in domestic animals. Hayati 9(4): 49-54
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Yamaguchi R, Uchida K,
Tateyama S.2002.Ultrastructural study of In Vitro tumor-cultured cells in
domestic animals. Hayati 9(4):105-108
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robins SRJ. 1981. Spices. Vol 2. London:
Longman.
Raharjo, M dan Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatika.
Rosita AT, Wijayanti TR, Widayanti E, Hermawan A, Maryani R.2009.Sel Hela.
http://ccrc.farmasi .ugm.ac.id/?page_id=243 [20 Juli 2009]
Sari R. 2008. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak pada sel lestari
tumor MCM-B1 dan MCM-B2 secara in vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Sembiring B, Ma’mun, Ginting EI.2006. Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama
Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorriza
Roxb.).Bul.Littro.17(2):53-58
Sidik. 1985. Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza). Jakarta:Yayasan
Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam.
Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Soetjipto
NS, Harsoyo, Amelia Hana, Pudji Astuti, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Suindra.2005.Efektivitas ekstrak kloroform biji blustru (Luffa cylindrica) terhadap
aktivitas penghambatan sel lestari tumor MCM-B2 dan HeLa secara in
vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Tatum, M.2003.What is a Benign Tumor. http://www.wisegeek.com/what-is-abenign-tumor.htm [10 Juli 2009]
Thangapazham RL, Sharma A, Maheshwari RK.2006.Multiple molecular targets
in cancer chemoprevention by curcumin.AAPS Journal. 8(3): E443-E449
Theilen GH, Madewell BR. 1987. Veterinary Cancer Medicine. Ed ke-2.
Philadelphia : Lea & Febiger.
Tjitrosoepomo G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Warshawsky D, Landolph JR. 2006. Molecular Carcinogenesis and the Molecular
Biology of Human Cancer. New York: Taylor & Francis Group.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil analisis ragam jumlah sel tumor YAC-1 pada berbagai
konsentrasi ekstrak temulawak
Sumber
DB
Jumlah
Kuadrat
FHitung
FTabel
Keragaman
Kuadrat
Tengah
5%
1%
Konsentrasi
Galat
5
9
8510,833
1529.167
Total
14
10040.000
1702.167
169.907
10.018*
3.48
6.08
Ket:*) Perlakuan pemberian ekstrak etanol temulawak berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah sel tumor YAC-1 pada taraf nyata 5%.
Lampiran 2. Hasil analisis ragam jumlah sel tumor HeLa pada berbagai
konsentrasi ekstrak temulawak
Sumber
Keragaman
DB
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
FHitung
Konsentrasi
Galat
5
8
2363,604
353,040
472,721
44,130
10.712*
Total
13
2716,644
FTabel
5%
3.89
1%
6.63
Ket:*) Perlakuan pemberian ekstrak etanol temulawak berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah sel tumor HeLa pada taraf nyata 5%.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: penghambatan Sel YAC1
Source
Corrected Model
Intercept
ket
Type III Sum
of Squares
8510,833(a)
df
5
Mean Square
1702,167
24173,611
1
24173,611
142,275
,000
8510,833
5
1702,167
10,018
,002
169,907
Error
1529,167
9
Total
30575,000
15
F
10,018
Sig.
,002
Corrected Total
10040,000
14
a R Squared = ,848 (Adjusted R Squared = ,763)
penghambatan Sel YAC1
Duncan
konsentrasi ekstrak
temulawak
kontrol
N
Subset
1
3
2
,0000
3
1
15 ppm
3
28,3333
30 ppm
3
35,0000
45 ppm
2
45,0000
60 ppm
2
67,5000
75 ppm
2
70,0000
Sig.
45,0000
1,000
,213
,075
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 169,907.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,400.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels
are not guaranteed.
c Alpha = ,05.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Persentase Penghambatan Sel Hela
Source
Corrected Model
Type III Sum
of Squares
2363,604(a)
df
5
Mean Square
472,721
F
10,712
Sig.
,002
Intercept
3202,469
1
3202,469
72,569
,000
ket
2363,604
5
472,721
10,712
,002
Error
353,040
8
44,130
Total
5552,399
14
Corrected Total
2716,644
13
a R Squared = ,870 (Adjusted R Squared = ,789)
Persentase Penghambatan Sel Hela
Duncan
konsentrasi ekstrak
temulawak
kontrol
N
Subset
3
2
,0000
15 ppm
2
3,8500
30 ppm
2
8,3950
45 ppm
3
14,4267
60 ppm
2
75 ppm
2
Sig.
1
3
1
14,4267
28,3250
28,3250
37,4150
,063
,057
,185
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 44,130.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,250.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels
are not guaranteed.
c Alpha = ,05.
Download