pengantar psikologi industri dan organisasi

advertisement
BUKU AJAR
PSIKOLOGI INDUSTRI
Oleh :
Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknik
Universitas Wijaya Putra
2009
KATA PENGANTAR
Buku ajar Psikologi Industri ini berisi teori, konsep psikologi dalam
industri serta persoalan aspek psikologi di bidang industri umumnya.
Program kuliah direncanakan menggunakan pendekatan student center
learning dimana mahasiswa harus aktif mencari bahan-bahan sendiri
melalui text book maupun melalui online reading yang direkomendasikan.
Mudah-mudahan buku ajar Psikologi Industri ini dapat membantu
menambah bahan belajar bagi mahasiswa teknik industri. Terima kasih
kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ajar
ini. Demi penyempurnaan buku ajar ini, kami mengharapkan kepada
semua pihak untuk dapat memberikan masukan dan saran.
Penyusun
Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri
Psikologi Industri
BAB 1
PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini, Anda akan dapat memahami pengantar psikologi
industri.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat:
a. Mengetahui dan memahami sejarah dan latar belakang psikologi
b. Mengetahui dan memahami pengertian dari ilmu psikologi
c. Mengetahui dan memahami pengertian ilmu psikologi industri
d. Mengetahui dan persoalan pokok psikologi industri
3. Pengantar Psikologi Industri
Organisasi adalah alat yang digunakan orang-orang secara individu maupun
kelompok untuk mencapai beberapa tujuan. Organisasi menggabungkan pengetahuan
kolektif, nilai dan visi orang-orang yang secara sadar (dan kadang tidak sadar)
berusaha untuk memperoleh sesuatu yang mereka inginkan. Organisasi juga dapat
dikatakan sebagai respon dan alat menciptakan keuntungan yang memenuhi
beberapa kebutuhan manusia. Beberapa organisasi baru bermuculan ketika beberapa
teknologi baru tersedia, sebagai contoh organisasi perusahaan.
Perusahaan adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen manusia, bahanbahan mentah dan mesin-mesin. Produktivitas suatu perusahaan sangat ditentukan
oleh bagaimana interaksi antara ketiga komponen tersebut. Namun faktor manusianya
tetap sebagai penentu terhadap segala produktivitas.
Suatu bentuk usaha tanpa manusia, tidak mungkin ada dan tidak dapat
dibayangkan. Bagaimanapun sederhana ataupun kompleksnya suatu bentuk usaha,
manusia yang menjadi intinya. Karena dalam dunia kerja yang semakin kompetitif dan
memiliki banyak tuntutan, para manajer tidak hanya mengandalkan keterampilan
teknis mereka saja, namun dibutuhkan suatu keterampilan teknis di dalam menangani
orang dengan baik, bagaimana suatu pemimpin dan manajer mempertahankan kinerja
yang tinggi dari tenaga kerja dan memperhatikan fasilitas yang memuaskan bagi
konsumen.
Program Studi Teknik Industri UWP
1
Psikologi Industri
Untuk menyikapi tuntutan dan permasalahan yang ada di dalam dunia industri dan
organisasi
(perusahaan),
saran-saran
psikologis
sangat
dibutuhkan,
guna
mendapatkan pemikiran yang semakin realistis dan maju. Karena psikologi di dalam
dunia industri dan organisasi mampu menangani masalah-masalah manusia dan
masalah antar manusia secara profesional.
Perusahaan
Komponen:
Mesin-mesin
Bahan-bahan mentah
Manusia
Profuktivitas
Pemimpin dan Manajer:
1 Menangani manusia dengan baik
2 Mempertahankan kinerja yang tinggi dari tenaga kerja
3 Memperhatikan fasilitas yang bagi konsumen
memuaskan
Saran-saran Psikologis:
Mendapatkan pemikiran yang semakin realistis
dan maju. Karena mampu menangani masalahmasalah manusia dan masalah antar manusia
secara profesional.
Adapun ruang lingkup psikologi dalam industri dan organisasi meliputi, studi
mengenai tingkah laku tenaga kerja (sebagai komponen) dalam interaksinya dengan
organisasi perusahaan (sistemnya) di mana ia menjadi anggotanya. Manusia dipelajari
berperan sebagai calon tenaga kerja dan tenaga kerja. Psikologi dalam industri dan
organisasi juga mempelajari permaslahan tingkah laku sebagai komponen di luar
sistem organisasi permasalahan yang berinteraksi dengan sistem perusahaan
tersebut. Dalam hal ini manusia di pelajari tidak hanya berperan sebagai calon tenaga
kerja dan tenaga kerja, tetapi juga berperan sebagai konsumen.
4. Sejarah dan Latar Belakang Tingkah Laku Organisasi
Tingkah laku manusia pada dasarnya adalah cermin yang paling sederhana dari
motivasi sederhana mereka. Setiap manusia memiliki cita-cita tentang dirinya sendiri,
mau jadi apa dan di mana tempat dia hidup dan bekerja. Secara keseluruhan, tingkah
Program Studi Teknik Industri UWP
2
Psikologi Industri
lakunya dituntun oleh keinginan untuk mewujudkan diri sendiri sesuai dengan apa
yang diharapkan. Dalam suatu organisasi (industri), misalnya perusahaan dapat
menjadi tekanan bagi seseorang bila keadaan menuntut darinya untuk bertindak
berlawanan dengan apa yang dianggapnya sebagai kepentingan sendiri.
Tingkah laku organisasi sampai pada abad ke-19 (Kartono, 2002) yang disebut
sebagai periode Palaeoteknik (palaio = tua, abad yang banyak menggunakan unsur
batubara, besi dan mesin uap; merupakan periode awal tumbuhnya industri dengan
metode kerja yang tua) sangat memprihatinkan. Manusia dianggap sebagai “gerigi”
bagi mesin industri, tidak ubahnya dengan sebuah “mur” dari mesin pabrik; atau
dianggap sebagai satu “nomor” dalam sistem perangkatan, dengan mendapatkan gaji
sangat minim. Berpuluh-puluh ribu wanita dan anak di bawah umur diperas tenaganya
untuk bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh tenaga murah dengan mendapatkan
perlakuan yang sangat kejam dan tidak manusiawi. Kaum lemah dieksploitir sampai
batas optimum tanpa rasa belas kasihan.
Kaum buruh dianggap sebagai social animal yang terpaksa dan dipaksa bekerja,
kalau dia tidak mau mati. Pada masa itu harga manusia lebih murah dari pada mesinmesin pabrik. Di sisi lain para buruh harus mampu menyesuaikan diri terhadap
tuntutan pabrik dan kondisi dari mesin-mesin kalau mereka ingin tetap bertahan hidup.
Fungsi buruh pada saat itu ialah memproduksi barang. Semakin banyak dia
menghasilkan produk kerja, semakin unggul atributnya. Sedangkan tujuan utama dari
pabrik dan perusahaan ialah memprodusir hasil yang sebanyak-banyaknya, dengan
mengeluarkan ongkos yang seminimal mungkin tanpa memperhatikan kondisi sosial
para buruh.
Pada tahun 1879, Wilhelm Wundt menciptakan suatu laboratorium khusus untuk
penelitian terhadap tingkah laku manusia. Kemudian penelitian-penelitian tentang
tingkah laku manusia, pada awal abad ke-20 berkembang kepada penelitian tentang
tingkah laku dalam organisasi. Salah satunya adalah Frederick Winslow Taylor.
Taylor adalah salah seorang sarjana teknik, pelopor gerakan scientific
management, mencari cara-cara yang paling efisien untuk melakukan pekerjaan, dan
menciptakan alat mekanik yang disesuaikan dengan struktur faal badan dan anggota
badan manusia. Sejak saat itu para sarjana teknik industri bersama-sama para sarjana
psikologi eksperimen menggarap objek penelitian yang baru, yaitu kesesuaian dan
penyesuaian dari lingkungan kerja fisik, peralatan kerja dan proses kerja dengan
keterbatasan kemampuan fisik dan psikis dari manusia sebagai tenaga kerja. Dengan
Program Studi Teknik Industri UWP
3
Psikologi Industri
bekerja sama dengan para sarjana teknik, para sarjana psikologi memberi keterangan
tentang kapasitas dan keterbatasan manusia dalam menggunakan peralatan canggih.
Pada abad ke-20 kondisi sosial yang sangat buruk sudah banyak berubah.
Tingkah laku organisasi menjadi lebih baik. Di dalam perkembangan selanjutnya
psikologi (dalam Kartono, 2002) melakukan ekspansi dalam dunia industri diantaranya
ditujukan pada pemenuhan kebutuhan manusia dan pemberian kesejahteraan umum
yang lebih banyak. Kondisi ini memungkinkan para pekerja pabrik tidak lagi dianggap
sebagai “roda gigi” dalam sistem permesinan.
5. Pengertian Ilmu Psikologi
Ditinjau dari segi bahasa, istilah psikologi berasal dari “psyche” yang diartikan
“jiwa” dan “logos” yang berarti “ilmu” atau “ilmu pengetahuan”. Karena itu psikologi
sering diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat ilmu jiwa.
Sementara ahli ada yang kurang sependapat bahwa psikologi diartikan dengan ilmu
jiwa.
Gerungan (dalam Bimo, 2004) menjelaskan penggunaan kedua istilah tersebut,
sebagai berikut:
a. Ilmu jiwa merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan dikenal tiap-tiap
orang, sehingga penggunaan ilmu jiwa dapat digunakan karena artinya yang luas
dan sudah lazim dipahami orang. Sedangkan kata psikologi merupakan suatu
istilah “ilmu pengetahuan” suatu istilah yang scientific, ilmu jiwa yang bercorak
ilmiah tertentu.
b. Ilmu jiwa digunakan dalam istilah yang lebih luas daripada istilah psikologi. Ilmu
jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi juga segala
khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu sendiri. Psikologi meliputi ilmu
pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metodemetode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya dan dimufakati sarjana-sarjana
psikologi pada zaman sekarang. Istilah ilmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa
pada umumnya, sedangkan istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah
menurut norma-norma ilmiah yang modern.
Sudut pandang yang diberikan oleh Gerungan dapat dipahami bahwa ada segi
perbedaan antara ilmu jiwa dan psikologi. Psikologi merupakan ilmu jiwa yang ilmiah,
yang scientific. Artinya dalam mempelajari psikologi harus dari sudut ilmu, psikologi
sebagai suatu science. Psikologi sebagai suatu ilmu, merupakan pengetahuan yang
diperoleh dengan penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang
Program Studi Teknik Industri UWP
4
Psikologi Industri
dijalankan secara terencana, sistematis, terkontrol dan dalam psikologi dilakukan
berdasarkan data empiris.
Pengertian psikologi menurut Menurut Woodworth dan Marquish (dalam
Anoraga dan Suyati, 1995): Psychology can be defined as the science of the activities
of the individual. The word “activity” is used here in very broad sense. It includes not
only motor activities like walking and speaking, but also cognitive (knowledge getting)
activities like seeing, hearing, remembering and thinking, and emotional activities like
laughing and crying, and feeling or sad.
Psikologi dalam sudut pandang Woodworth dan Marquish menggambarkan
bahwa psikologi mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Aktivitas-aktivitas (dalam
pengertian lain tingkah laku) yang dapat dipelajari tidak hanya aktivitas motorik seperti
berjalan dan berbicara, tetapi juga aktivitas kognitif seperti melihat, mendengar, dan
berfikir. Dan aktivitas emosional seperti tertawa dan menangis, perasaan dan
bersedih.
Berdasarkan uraian pengertian dari psikologi di atas, dapat difahami bahwa
psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Meskipun jiwa tidak nampak,
tetapi dapat dipelajari melalui observasi terhadap tingkah laku atau aktivitas-aktivitas
yang merupakan manifestasi dari kehidupan jiwa. Misalnya orang yang sedang
menggerutu, adalah pertanda bahwa orang itu sedang tidak senang dalam hatinya;
orang yang nampaknya terburu-terburu dapat difahami bahwa ada sesuatu yang harus
segera dilakukan.
6. Pengertian Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi
Ilmu psikologi industri dan organisasi (I/O) menurut Munsterberg (dalam Berry
1998) adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja.
Munandar (2001) memberikan pengertian yang lebih rinci bahwa ilmu psikologi I/O
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga
kerja dan sebagai konsumen, baik secara perorangan maupun secara kelompok,
dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk
kepentingan dan kemanfaatan bersama.
Tingkah laku I/O di pusatkan pada tingkah laku ‘terbuka’, yang secara langsung
dapat diamati. Sedangkan tingkah laku yang tertutup dapat disimpulkan melalui
ungkapannya ke dalam tingkah laku terbuka. Sebagai contoh, tenaga kerja yang
Program Studi Teknik Industri UWP
5
Psikologi Industri
senang dengan pekerjaannya akan memperlihatkan berbagai macam tingkah laku
yang mencerminkan kesenangannya, meskipun sibuk dalam menjalankan tugasnya,
wajahnya tetap nampak cerah, dalam jam istirahat berbicara tentang pekerjaannya
dengan rekannya, tidak menunggu jam pulang kerja. Apabila ditanya tentang
pekerjaannya ia menjawab dengan gairah semua pertanyaan. Melalui observasi dari
perilakunya yang terbuka dapat ditafsirkan perilakunya yang tertutup.
Tingkah laku manusia dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai
konsumen di pelajari di dalam lingkungan kerjanya. Dalam pengertian ini manusia
dipelajari di dalam interaksinya dengan pekerjaannya, dengan lingkungan kerja
fisiknya dengan lingkungan sosialnya di pekerjaan. Apabila sebagai tenaga kerja
manusia menjadi anggota organisasi industrinya, maka sebagai konsumen manusia
menjadi pengguna (user) dari produk atau jasa dari organisasi perusahaan.
Sedangkan tingkah laku manusia dipelajari secara perorangan maupun secara
kelompok, dengan asumsi bahwa dalam suatu organisasi industri terdapat berbagai
unit kerja. Unit kerja yang besar (divisi) terdiri dari unit kerja yang lebih kecil yang
masing-masing terdiri dari unit-unit kerja yang lebih kecil lagi dan seterusnya. Dalam
hal ini yang dipelajari sejauh mana dampak satu kelompok atau unit kerja terhadap
tingkah laku tenaga kerja dan sebaliknya. Juga dipelajari sejauh mana struktur, pola
dan jenis organisasi mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerjanya, terhadap
sekelompok tenaga kerja, dan terhadap seorang tenaga kerja. Dalam hal konsumen,
masalah yang dipelajari seperti, sejauh mana ada reaksi yang sama dari kelompok
konsumen dengan ciri-ciri tertentu terhadap iklan suatu produk.
Setelah mempelajari tingkah laku manusia dalam dunia kerja, baik tingkah laku
tenaga kerja dan konsumen; secara perorangan maupun secara kelompok maka
berdasarkan temuan-temuannya dapat dikembangkan teori, aturan-aturan atau
hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kembali ke dalam kegiatankegiatan industri dan organisasi untuk kepentingan tenaga kerja, konsumen dan
organisasinya dan untuk menguji ketepatannya.
7. Persoalan Pokok Psikologi Industri dan Organisasi
Pada
mulanya,
tujuan
utama
dari penerapan
psikologi adalah
untuk
mempromosikan kegunaan ilmu psikologi dasar dalam menyelesaikan problemproblem kerja. Dewasa ini, tema psikologi I/O yang dideskripsikan oleh Muensterberg
(dalam Berry, 1998) diartikan sebagai studi perilaku dalam dunia kerja. Dengan kata
lain psikologi I/O hampir sebesar keseluruhan ruang lingkup psikologi itu sendiri,
Program Studi Teknik Industri UWP
6
Psikologi Industri
karena situasi kerja juga hampir sebesar kehidupan itu sendiri. Orang-orang
cenderung menghabiskan sedikitnya sepertiga waktunya dalam sehari untuk bekerja.
Hampir seluruh aktivitas hidup bergerak di dunia kerja, sama seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang di rumah atau sekolah.
Persoalan pokok dalam psikologi I/O menyertakan variasi tingkah laku yang
terjadi dalam setting kerja. Kita semua belajar tentang bagaimana komposisi kerja itu
sendiri, dan garis produksi sampai manajemen eksekutif. Kita mencari cara
bagaimana memperbaiki proses seleksi orang untuk jenis pekerjaan tertentu. Kita
dapat mendisain dan mengevaluasi program pelatihan, pengembangan karir, dan
konselling kerja. Kita juga menaruh perhatian terhadap motivasi kerja, hadiah bagi
kualitas kerja dan kepuasan kerja. Problem-problem kerja itu sendiri dapat berupa
penyalah gunaan alkohol, stress kerja, serta pelecahan seksual yang sangat
membutuhkan solusi dari psikologi I/O. Melalui penerapan psikologi I/O, Kita juga
berusaha untuk memahami dan memperbaiki kepemimpinan dan supervisi. Dan Kita
juga mengembangkan kondisi kerja yang mampu mengakomodasi pekerja-pekerja
individual.
Namun di dalam pembahasan modul-modul yang akan kita pelajari ruang
lingkup persoalan pokok psikologi I/O dalam setting kerja akan kita batasi terkait
dengan permasalahan: motivasi dan kepuasan kerja; stres dalam pekerjaan;
kepemimpinan; gaya, aktivitas dan keterampilan kepemimpinan; dinamika kelompok
dan tim;
konflik dan keterampilan negosiasi; teknologi komunikasi dan proses
interpersonal; dan psikologi konsumen.
Motivasi dan Kepuasan Kerja (2)
Stres dalam Pekerjaan
Kepemimpinan
Gaya, Aktivitas dan Keterampilan Kepemimpinan
Dinamika Kelompok dan Tim
Konflik Organisasi (2)
Tingkah Laku
Organisasi
Keterampilan Negosiasi
Teknologi Komunikasi dan Proses Interpersonal (2)
Psikologi Konsumen (2)
Program Studi Teknik Industri UWP
7
Psikologi Industri
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
As’ad, M. 1996. Psikologi Industri. Jakarta: Universitas Terbuka.
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational
Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Bimo, W. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Program Studi Teknik Industri UWP
8
Psikologi Industri
BAB 2
MOTIVASI KERJA
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat menghayati pentingnya
peranan motivasi dan kepuasan kerja.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat:
a.
Mengetahui pengertian motivasi
b.
Mengetahui teori-teori motivasi
c.
Mengetahui pengertian kepuasan kerja
d.
Mengetahui teori-teori kepuasan kerja
e.
Memahami pentingnya kepuasan kerja bagi organisasi
f.
Memahami hubungan motivasi dan kepuasan kerja
g.
Memahami pentingnya pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja bagi
manajer.
3. Pengertian Motivasi
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan
dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses
motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan
insentif (tujuan).
Gambar-1 The Basic Motivation Process
NEEDS
DRIVES
INCENTIVES
Gambar-1 The Basic Motivation Process
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
Program Studi Teknik Industri UWP
9
Psikologi Industri
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan
prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja,
kemampuan dan peluang. Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja
dapat di rumuskan sebagai berikut:
Prestasi Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada
motivasi kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya
atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di
mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif,
cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.
4. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi.
Teori yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan
dengan apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih
berkaitan dengan bagaimana proses motivasi berlangsung. Sehingga dalam
modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori dari teori motivasi
isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori
dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu:
teori penguatan, teori tujuan, teori expectacy, dan teori equity. Kedelapan teori
ini akan memberikan kontribusi tentang motivasi kerja.
5. Teori Motivasi Isi
5.1
Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan
ekstrinsic factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan
kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat “need
Program Studi Teknik Industri UWP
10
Psikologi Industri
hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia.
Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan
dalam lima tingkatan sebagai berikut:
a. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air,
dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat
primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak
dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
b. Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa
aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila
kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu membutuhkan
keamanan jiwanya ketika bekerja.
c. Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial,
sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan
bekerja
b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa
dirinya penting
c. Kebutuhan untuk dapat berprestasi
d. Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
e. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi faktor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan
prestasi; dan faktor eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan, dan
perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap
dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi
kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
d. Self
Actualization.
Kebutuhan
akan
aktualisasi
diri,
termasuk
kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan
mencukupi diri sendiri.
Program Studi Teknik Industri UWP
pada tingkatan ini, contohnya karyawan
11
Psikologi Industri
cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama
kali adalah kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan
keamanan, sosial dan kebutuhan penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah
kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap kebutuhan dalam tata tingkat
tersebut harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika kebutuhan telah
terpuaskan, maka kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan
berikutnya dalam hirarki selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam
dunia kerja, orang sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan
paling rendah yang belum terpuaskan.
6.
Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth
needs, yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi
dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
a.
Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan
substansi material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
b.
Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan
untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap
penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal dari esteem
(penghargaan) dari Maslow.
c.
Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhankebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk
bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Program Studi Teknik Industri UWP
12
Psikologi Industri
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG,
dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi
terhalang, akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat
lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan
akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak
uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong
pada suatu kemunduran yang lebih rendah.
7. Teori Dua Faktor
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor
motivator dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang
berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan,
yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi,
dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor motivator. Dinamakan
sebagai faktor motivator, karena masing-masing diasosiasikan dengan usaha
yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang
bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada kepuasan. Oleh karena itu
Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan
memasukkan motivator ke dalam pekerjaan individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam
keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi
dan kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi
kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien.
Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih baik
menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan
enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya
dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja
dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk
satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job
content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk
Program Studi Teknik Industri UWP
13
Psikologi Industri
dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan dan hygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
8. Teori Motivasi Berprestasi
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga
macam motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
a. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk
mencapai sukses.
b. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
c. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab
antar pribadi.
Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut
munculnya sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila
individu tersebut tingkah lakunya didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah
lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut:
Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang
tinggi akan nampak sebagai berikut:
a. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif
b. Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya
c. Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm perbuatannya. Dengan
Memilih resiko yang sedang berarti masih ada peluang untuk berprestasi
yang lebih tinggi
d. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
e. Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang tinggi
akan nampak sebagai berikut:
a. Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak
diminta
b. Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi di
mana ia berada
c. Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise
d. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok
atau organisasi
f. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat
Program Studi Teknik Industri UWP
14
Psikologi Industri
akan nampak sebagai berikut:
a. Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya, daripada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan
itu
b. Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama
orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif
c. Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
d. Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi
tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke
tujuan dengan kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi,
punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe
seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah orang lain.
Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif.
Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang
akrab. Kebutuhan-kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul sangat
dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik.
9. Teori Motivasi Proses
9.1 Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori
ini memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan.
Keadaan lingkungan yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku.
Jewell dan Siegall (1998) menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan, yaitu
melalui tiga prinsip:
a. Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan
penghargaan
b. Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang
memberikan hukuman
c. Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai
hasil yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.
Rangsangan
(Situasi kerja)
pekerjaan A di
perusahaan B
dengan
kondisi C
Tanggapan
Perilaku
(dari karyawan)
Hasil
Penghargaan
Usaha yang terus
berlangsung
Hukuman
Usaha yang
berkurang
Netral
Usaha akan sama
sekali hilang
(dari lingkungan)
Usaha yg
menghasilkan
prestasi kerja
tingkat tinggi
Program Studi Teknik Industri UWP
15
Psikologi Industri
Gambar-3 Model Penguatan dari Motivasi Kerja
10. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke
berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan
merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan
karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan
dihabiskan.
Lebih tepatnya teori penetapan tujuan mengenal bahwa tujuan yang
khusus dan sulit menghantar kepada kinerja yang lebih tinggi. Menurut Berry
(1998) lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi
karyawan, yaitu: (1) tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus
diselesaikan dalam satu jam), (2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan
menengah sampai tinggi, (3) karyawan harus menerima tujuan itu, (4)
karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan tersebut, (5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih
baik dari pada tujuan yang ditentukan begitu saja.
11. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pertama kali dikemukakan oleh Heider (dalam As’ad, 2004). Pendekatan
teori harapan mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut:
P=MxA
P = performance, M = motivation dan A = ability. Konsep ini akhirnya
sangat populer sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Di
antara berbagai variasi terdapat beberapa model yang dapat Kita kaji
diantaranya:
12. Model Vroomian
Model harapan dari Vroom tentang motivasi dan ability. Menurut model ini
Performance kerja seseorang (p) merupakan fungsi dari interaksi perkalian
antara motivasi (M) dan ability (kecapakan= K). Sehingga rumusannya adalah:
P = f (M x K)
Perkalian di atas memiliki makna bahwa jika seseorang rendah pada
Program Studi Teknik Industri UWP
16
Psikologi Industri
salah komponennya maka prestasi kerjanya pasti akan rendah. Dengan kata
lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini
dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah pula, atau kemampuannya
tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan) yang
rendah.
Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu motivasi dari karyawan
Vroom (dalam Berry, 1998) menentukan perkalian ketiga komponen sebagai
berikut:
M = (V x I x E)
Expectancy (E = harapan) adalah pengharapan keberhasilan pada suatu
tugas. Instrumentality (I = alat) dan Valence (V = nilai-nilai) adalah respon
terhadap outcome, seperti perasaan positif, netral dan negatif.
Dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya.
Setiap orang memiliki sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat ia capai
sebagai akibat dari prestasi kerja yang ia berikan. Akibat-akibat ini jelas akan
memiliki nilai (valence) yang berbeda-beda bagi setiap individu, di mana
nilainya bisa positif maupun negatif.
Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai harapanharapan
terhadap
produktivitas
setiap
tenaga
kerjanya,
misalnya
mengharapkan prestasi kerja yang optimal. Apabila seorang tenaga kerja dapat
berprestasi kerja sesuai dnegan yang diharapkan oleh perusahaan, seberapa
jauh sasaran pribadi karyawan tersebut dapat dipenuhi? Dengan kata lain,
sejauh mana atau sebesar bagaimanakan dapat diharapkan oleh tenaga kerja
bahwa prestasinya akan memberikan akibat-akibat yang diharapkan. Dalam
hal ini kemungkinan tercapainya sasaran-sasaran pribadi satu persatu melalui
tercapainya produktivitas yang diharapkan oleh perusahaan ini, dinamakan
oleh Vroom sebagai instrumentality
Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi merupakan outputnya seseorang
tenaga kerja, sejauh mana kemungkinan yang dirasakan oleh tenaga kerja
bahwa tenaga yang akan diberikan dan usaha yang akan dilakukan dapat
membuahkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan
Program Studi Teknik Industri UWP
17
Psikologi Industri
dari dia?
Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan
jika ia menduga bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan
merasakan akibat-akibat yang ia harapkan, maka ia akan memiliki motivasi
yang tinggi untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan merasa yakin bahwa ia
tidak dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki
motivasi yang tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi
dari apa yang diharapkan. Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha
yang dihasilkan kurang dari apa yang diharapkan.
13. Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga
komponen sebagai berikut:
Performance = Effort x Ability x Role Perception.
Performance merupakan hasil interaksi perkalian dari effort, ability dan
role perception. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan karyawan
dalam situasi tertentu. Ability adalah karakteristik individual seperti intelegensi,
manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk
berbuat dan sifatnya relatif stabil. Sedangkan role perception adalah
kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan pandangan
evaluator atau atasan langsung tentang job requirementnya. Dalam model
Lawler dan Porter diketahui bahwa performance merupakan hasil interaksi
perkalian antara effort (motivasi), ability dan role perception.
Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori di atas dapat
disimpulkan bahwa pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan
motivasi karyawan.
14. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan dari Adam
menunjukkan bagaimana
upah dapat
memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya
Program Studi Teknik Industri UWP
18
Psikologi Industri
dengan orang lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi
tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial
dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka merasa
dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan
perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan
memberikan motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
a.
Orang berusaha menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi
keadilan
b.
Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan
ketegangan
yang
memotivasi
orang
untuk
menguranginya
atau
menghilangkannya
c.
Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar memotivasinya
untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
d.
Orang akan mempersepsikan ketidak yang tidak menyenangkan
(misalnya menerima gaji yang terlalu sedikit) lebih cepat daripada
ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji yang terlalu
besar)
Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas
suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang
dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas,
sekantor maupun tempat lain.
Menurut teori ini elemen-elemen dari teori equity ada tiga, yaitu: input, out
comes, comparison person, dan equity – inequity. Input; yaitu berbagai hal
yang dibawa dalam kerja seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan. Input
dengan demikian berarti segala sesuatu yang berharga yang dirasakan
karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Output; yaitu apa yang
diperoleh dari kerja seperti gaji, fasilitas, jabatan. Output berarti segala sesuatu
yang berharga , yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya.
Dan comparison person; orang lain sebagai tempat pembanding, sebagai
contoh, karyawan dengan pendidikan sama, jabatan sama tetapi gaji yang
Program Studi Teknik Industri UWP
19
Psikologi Industri
diterima berbeda.
Comparison persons bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama,
atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A = B
seimbang. Sedangkan individu akan merasa tidak adil jika A > B, di mana salah
satu untung. Sebagai contoh, sekretaris seorang kepala bagian merasa bahwa
berdasarkan kesibukannya sehari-hari ia bekerja jauh lebih keras (sampai
harus lembur) daripada sekretaris dari kepala bagian lain, sehingga
mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar dari rekannya. Ia akan
merasa tidak adil jika ternyata gaji yang ia terima sama besarnya dengan gaji
yang diterima oleh rekannya.
Menurut Howell & Dipboye (dalam Munandar, 2001) jika terjadi persepsi
tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan
tindakan-tindakan berikut:
a. Bertindak
mengubah
masukannya,
menambah
atau
mengurangi
upayanya untuk bekerja
b. Bertindak
untuk
mengubah
hasil-keluarannya,
ditingkatkan
atau
diturunkan
c. Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya
sendiri, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan
hasil keluarannya sendiri
d. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau hasil
keluarannya
e. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan
f. Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang
lain dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk
dibandingkan
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Program Studi Teknik Industri UWP
20
Psikologi Industri
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Program Studi Teknik Industri UWP
21
Psikologi Industri
BAB 3
KEPUASAN KERJA
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini, Anda akan dapat memahami kepuasan kerja
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat:
a. Mengetahui dan memahami pengertian kepuasan kerja
b. Mengetahui dan memahami teori-teori kepuasan kerja
c. Mengetahui dan memahami pengertian ilmu psikologi industri dan
organisasi pentingnya kepuasan kerja bagi organisasi
d. Mengetahui dan memahami hubungan motivasi dan kepuasan kerja
e. Mengetahui dan memahami pentingnya pengetahuan motivasi dan
kepuasan kerja bagi manajer
3. Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya
perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin
tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan sebaliknya.
Adapun batasan atau pengertian kepuasan kerja sangat bervariasi.
Namun demikian di dalam pemberiaan batasan yang bervariasi pada dasarnya
tidak ada perbedaan yng prinsip di dalamnya.
Kepuasan kerja menurut Berry (1998) adalah reaksi individu terhadap
pengalaman kerja. Pengertian yang mendukung diajukan oleh Jewell dan
Siegall (1998) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang timbul berdasarkan
penilaian terhadap situasi kerja.
Kepuasan kerja dikatakan sebagai sikap kerja adalah konsekuensi
berfikir, perasaan dan perilaku beberapa aspek pekerjaan. Kepuasan kerja
Program Studi Teknik Industri UWP
22
Psikologi Industri
menggambarkan hubungan afektif dan komponen emosi. Ketika pengaruh
positif disebut dengan kepuasan kerja dan jika negatif disebut dengan
ketidakpuasan kerja.
Kemudian Vroom memberikan pengertian kepuasan kerja sebagai
refleksi dari job attitude yang bernilai positif:. Hoppeck (dalam As’ad, 2004)
menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan
pada suatu perusahaan di new Hope Pensylvania USA bahwa kepuasan kerja
adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Berdasarkan batasan-batasan pengertian mengenai kepuasan kerja di
atas, dapat disimpulkan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan.
Konsep kepuasan kerja melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia
dengan lingkungan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dalam batasan
ini meliputi perbedaan individu (individual differences) maupun situasi
lingkungan pekerjaan. Di sisi lain, perasaan orang terhadap pekerjaan juga
merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan.
4.
Teori-teori Kepuasan Kerja
4.1 Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan
pertimbangan dua hal: 1) pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang
diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima, dan 2) pentingnya
apa yang diinginkan bagi individu. Menurut Locke seseorang individu akan
merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung
bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara
keinginan-keinginan dan hasilnya
Kepuasan kerja adalah tercapainya apa yang diinginkan, kadarnya terkait
dengan keinginan dan intensitas atas apa yang mereka butuhkan, yaitu
tergantung pada penilaian individu terhadap aspek kerja dan adanya
kesesuaian antara faktor yang diinginkan dan diterima. Individu akan merasa
puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya
Program Studi Teknik Industri UWP
23
Psikologi Industri
terhadap kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Contohnya, karyawan menganggap peluang untuk maju lebih penting dari
aspek-aspek pekerjaan yang lain, yaitu penghargaan, dengan demikian maka
kemajuan bagi karyawan tersebut dapat dinilai tinggi akan kepuasannya
daripada penghargaan. Sedangkan ketidakpuasan kerja dapat terjadi ketika
terdapat pertentangan akan kepentingannya, yaitu ketidaksesuaian antara
pendapatan dengan keinginan. Contohnya, banyak karyawan mendapatkan
gaji yang tidak sesuai menjadi tidak puas, atau ruang kerja terlalu panas.
5. Model dari Kepuasan Bidang (Facet Satisfaction)
Lawler (dalam Berry, 1998) mendiskusikan masalah kepuasan kerja
berkaitan dengan teori keadilan Adam. Tujuan utama dari model kepuasan
bidang adalah untuk memprediksi kepuasan dengan perbedaan dari beberapa
bidang pekerjaan.
Kepuasan pada bidang tertentu dari pekerjaan adalah ketika seorang
karyawan menerima “sama” atas apa yang diharapkan. Ketidakpuasan adalah
ketika dia mendapatkan “kurang” dari apa yang diharapkan. Namun, jika
individu mempersepsikan jumlah yang ia terima sebagai “lebih besar” daripada
yang sepatutnya ia terima, ia akan merasa salah dan tidak adil.
Harapan dari apa yang harus diterima tergantung dari bagaimana orang
mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan dan bagaimana
mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan
pembanding bagi mereka. Sedangkan untuk persepsi atas apa yang
seharusnya diterima dari pekerjaan juga ditentukan oleh pertimbangan
keadilan, khususnya yang secara aktual dari sejumlah pendapatan yang ia
terima dibandingkan dengan sejumlah pendapatan dari orang lain
Skill
Experince
Training
Effort
Age
Seniority
Education
Company loyalty
Past performace
Present
performance
Level
Difficulty
Program Studi
Timespan
Amount of
responsibility
Perceived personal
Job inputs
Perceived inputs and
outcomes of referent
other
a
Perceived
Amount that
Should be received
Perceived job
characteristics
Teknik
Industri UWP
24
Psikologi Industri
a=b  satisfaction
a>b  dissatisfaction
a<b guilt, inequity,
discomfort
Gambar-1, in facet theory, Satisfaction with an aspect of the job is determined by comparisons of what is
espected with who, is received on the job. Several variabels relating to the person and relevant others determine these
expectations and perceptions and perceptions. Satisfaction results when what an employee receives is the same as
what he or she expects. Dissatisfaction results when he or she gets less than expected.
Gambar-1, Model Kepuasan Bidang
6. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Landy mengamati kepuasan dari suatu perubahan kerja sepanjang waktu
meskipun pekerjaan itu sendiri tidak berubah. Teori ini menekankan bahwa
individu ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional. Teori proses
bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak
memberikan
kemaslahatan.
Kepuasan
dan
ketidakpuasan
memacu
mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi
yang bertentangan atau berlawanan. Dalam suatu hipotesis dinyatakan bahwa
emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli, akan terus
ada dalam jangka waktu yang lebih lama.
Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada
pekerjaan, mereka merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang (yang
lebih lemah). Setelah beberapa saat rasa senang menurun dan dapat menurun
sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke
normal. Hal ini dapat terjadi karena emosi tidak-senang (emosi yang
berlawanan) berlangsung lebih lama.
Berdsarkan asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar
dari waktu ke waktu, akibatnya adalah pengukuran kepuasan kerja perlu
Program Studi Teknik Industri UWP
25
Psikologi Industri
dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.
7. Pentingnya Kepuasan Kerja bagi Organisasi
Kepuasan kerja (dalam Berry 1998) memiliki implikasi yang sangat
penting untuk kesuksesan organisasi (perusahaan). Organisasi dengan
karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif daripada organisasi
dengan karyawan yang kurang puas. Karyawan yang tidak puas lebih besar
kemungkinan tidak bekerja. Ketidakpuasan kerja memastikan karyawan untuk
dapat menarik diri dari pekerjaan. Sebaliknya, kepuasan kerja akan mendorong
kehadiran.
Berdasarkan penelitian yang dikutip dalam Robert (2003) diketahui bahwa
di Chicago, pekerja dengan skor kepuasan kerja yang tinggi mempunyai
kehadiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka dengan tingkat kepuasan
lebih rendah. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih mungkin berbicara
positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan jauh melebihi harapan
yang normal dalam pekerjaan mereka. Karyawan yang lebih puas lebih bangga
melebihi tugas mereka sehingga mereka mampu memberikan hal yang positif
bagi organisasi. Hal ini tentunya sangat menguntungkan organisasi terutama
dalam bidang produktivitas.
Menurut As’ad (2004) organisasi yang menginginkan memperhitungkan
tentang produktivitas kerja karyawan, maka masalah kepuasan kerja yang
harus diperhitungkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja merupakan hal yang penting bagi organisasi karena kepuasan kerja
merupakan variabel yang melihat pada tingkah laku yang produktif bukan
sebaliknya yaitu adanya ketidakhadiran karyawan, stress, pemberhentian dan
perilaku negatif lainnya.
8. Hubungan Motivasi dan Kepuasan Kerja
Motivasi dan kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Herzberg (dalam Munandar, 2001) motivasi
kerja menimbulkan kepuasan kerja. Hal ini dapat diketahui diantaranya melalui
ciri-ciri pekerjaan tertentu (contohnya, besarnya tanggung jawab yang dihayati
Program Studi Teknik Industri UWP
26
Psikologi Industri
pada pekerjaan) menimbulkan motivasi yang tinggi yang menghasilkan
kepuasan kerja yang tinggi. Hasil penelitian ini diperkuat dengan teori
pengharapan dari Porter dan Lawler.
Porter-Lawler (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) mengembangkan model
motivasi harapan dari Vroom dan diketahui terdapat hubungan timbal balik
antara motivasi dan kepuasan kerja. Hubungan antara motivasi dan kepuasan
kerja dapat dilihat melalui prediksi sebagai berikut:
value of
reward
abilities
and traits
performance
(Accomplishmen
t)
effort
Perceived
effortï‚®rewa
rd
probability
Perceived
Equitable
rewards
intrinsic
rewards
Satisfaction
exstrinsic
rewards
Role
Perceptions
Source: LW Porter and Lawler III, Managerial Attitudes and Performance (New York: McGraw-Hill/Irwin, 1968),
p.165 (dalam Kreitner & Kinicki, 2004)
Gambar 2. Porter and Lawler’s Expectancy Model
Motivasi (effort), kemampuan, dan persepsi peran, menghasilkan prestasi
kerja (performance) dan memperoleh imbalan baik intrinsik (contohnya, pilihan,
kompetensi, dan kemajuan) atau ekstrinsik (gaji dan pengakuan dari publik)
(intrinsic reward or extrinsic reward). Imbalan dinilai apakah adil (perceived
equitable reward), hasilnya menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. nilai
dari imbalan yan diperoleh (value of reward) dan probabilitas memperoleh
imbalan
dengan
upaya
tertentu
(perceived
effort-reward
probability)
menentukan besarnya motivasi yang akan menghasilkan prestasi kerja dan
seterusnya. Dalam Lawler dan Porter, kepuasan kerja menentuan tinggi
rendahnya motivasi. Motivasi menentukan tinggi rendahnya prestasi kerja.
Prestasi kerja menghasilkan imbalan (dinilai adil atau tidak) yang menentukan
tinggi rendahnya kepuasan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan
hasil dari perbedaan antara imbalan yang dianggap pantas (yang diharapkan)
dengan imbalan yang diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa motivasi dan
Program Studi Teknik Industri UWP
27
Psikologi Industri
kepuasan kerja memiliki hubungan positif. Bahkan memiliki hubungan timbal
balik. Karena, kepuasan kerja juga merupakan hasil dari prestasi yang
berkaitan dengan motivasi kerja.
9. Pentingnya Pengetahuan Motivasi dan Kepuasan Kerja bagi Manajer
Pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja penting bagi manajer. Karena
motivasi dan kepuasan kerja mempengaruhi sikap karyawan di dalam bekerja,
sehingga manajer mampu memanajemen organisasi dengan sukses. Kreitner
dan Kinicki (2004) menunjukkan seberapa pentingnya implikasi manajer
berdasarkan 1000 dari beberapa penelitian yang telah diuji korelasinya.
Diantaranya adalah korelasi antara kepuasan kerja dengan beberapa variabel
organisasi termasuk di dalamnya adalah motivasi.
Secara potensial manajer dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan
kerja dari karyawan melalui berbagai usaha. Sesuai dengan meta analisis dari
9 penelitian dan 1,739 pekerja dinyatakan bahwa motivasi memiliki hubungan
yang positif dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja dengan
pengawasan juga memiliki korelasi signifikan dengan motivasi manajer.
Disisi lain pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja bagi manajer dalam
upaya untuk dapat menekan tingkat ketidakhadiran dari para karyawan.
Ketidakhadiran disebabkan tidak adanya kepuasan kerja yang dapat
mempengaruhi motivasi atau sebaliknya. Dengan meningkatkan kepuasan
kerja akan menimbulkan motivasi di dalam berkerja, sehingga manajer mampu
menekan ketidakhadiran karyawan. Karena ketidakhadiran sangat merugikan
perusahaan.
Pengetahuan motivasi dan kepuasan kerja juga penting bagi manajer,
untuk menghindari stress atau tekanan yang diderita karyawan. Stress, akan
berhubungan dengan ketidakhadiran, pergantian karyawan dan sebagainya.
Kondisi ini juga dapat merugikan organisasi (perusahaan). Oleh karena itu
diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak dari stress dengan
meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja akan memberikan motivasi
tersendiri bagi prestasi karyawan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan motivasi dan
Program Studi Teknik Industri UWP
28
Psikologi Industri
kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diperhatikan
manajer. Karena motivasi dan kepuasan kerja yang tidak diperhatikan dan
dipenuhi oleh manajer akan berdampak pada sikap-sikap dari karyawan.
Karyawan yang puas dan berkomitmen karena memiliki motivasi di dalam
bekerja, menginginkan melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan sikap
kerja yang positif. Mereka tentunya akan menghindari ketidakhadiran,
perpindahan, stress dan sikap-sikap negatif lainnya, terutama di antara
karyawan yang produktif.
REFERENSI
As’ad, M. 2004 Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Berry, M.L.1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell, & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks
kelompok Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
29
Psikologi Industri
BAB 4
STRES DALAM BEKERJA
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan stres
dalam pekerjaan
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca bab ini Anda dapat:
a. Mengetahui dan memahami pengertian stres
b. Mengetahui dan memahami respon individu terhadap stres
c. Mengetahui dan memahami penyebab stres kerja
d. Mengetahui dan memahami akibat stres kerja
e. Mengetahui dan memahami cara mengatasi stres dalam lingkungan
kerja
3.
Pengertian Stres
Hans Selye (dalam Berry, 1998) mendefinisikan stres sebagai tanggapan
atau reaksi fisiologis dan psikologis seseorang terhadap stressor. Selye
mengatakan bahwa stres adalah reaksi pertahanan secara umum yang
dilakukan tubuh terhadap stressor. Reaksi ini muncul akibat adanya
kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi baik yang berhubungan dengan
lingkungan atau tujuan-tujuan personal. Selye menyusun konsep tentang
proses stres secara fisiologis. Dasar-dasar fisiologis terjadinya stres adalah
adanya pergerakkan hormon tertentu dan mekanisme sistem syaraf. Akibatnya
stres dapat merubah susunan pokok yang dimiliki seseorang. Contohnya,
karyawan yang terserang hatinya karena stres maka dapat mengakibatkan
serangan jantung, dan jika perutnya yang sensitif, dapat mengakibatkan
penyakit maag.
Adapun yang dimaksud dengan stressor adalah kondisi yang mendahului
dan membawa. Beberapa situasi, peristiwa, atau objek yang menuntut badan
dan menyebabkan reaksi fisiologis adalah stressor. Stressors dapat fisik,
Program Studi Teknik Industri UWP
30
Psikologi Industri
seperti udara; dapat social, seperti interaksi interpersonal. Stress yang
berlangsung sepanjang masa akan menunjukkan konsekuensi atau hasil
stress. Perpanjangan stress dapat mengarah kepada gangguan kesehatan fisik
dan psikologis. Contoh, hasil stress meliputi ulcers (lambung), gila, dan
burnout. Burnout adalah pola identifikasi di dalam perilaku dari individu-individu
tertentu yang menyebabkan kelelahan. Ketegangan (strain) adalah hasil stress.
Ketegangan adalah tanda fisiologis, psikologis atau perilaku dari kesehatan
yang memburuk.
Physical and Social Environment
Personal Makuup
Stressor
Result
Stress Reaction
Physiological and Behavioral
Responses
Stres
Breakdown of Physical and
Psychological Health
Gambar-1. Gambaran Reaksi Stres. Stres adalah keadaan fisiologis yang dihasilkan di dalam
tubuh seseorang karena adanya stimuli. Stres akan berdampak kepada kesehatan.
Pandangan Selye mendapatkan kritik dari sejumlah peneliti lain. Stres
menurut mereka tidak dipandang hanya sebagai suatu jawaban. Stres harus
dilihat sebagai fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi orang tidak
sama terhadap situasi stres yang sama. Setiap orang memiliki peta kognitif dari
lingkungannya.
dilingkungannya
Setiap
benda,
mempynyai
benda
maknanya
mati
atau
hidup,
masing-masing.
yang
Karena
ada
itu
rangsangan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan itu sendiri tidak
membangkitkan stres, tetapi individu itu sendiri harus mempersepsikannya
sebagai situasi yang penuh stres.
Selye membedakan dua bentuk stres, yaitu distress, yang merupakan
reaksi seseorang terhadap kejadian-kejadian negatif. Eustres merupakan
reaksi seseorang terhadap kejadian-kejadian positif. Kedua reaksi ini
merupakan stres fisologis. Lebih lanjut Selye menjelaskan bahwa stres bukan
sekedar ketegangan syaraf, melainkan dapat memiliki konsekuensi positif.
Stres juga bukan sesuatu yang harus dihindari karena tidak adanya stres sama
Program Studi Teknik Industri UWP
31
Psikologi Industri
sekali adalah kematian.
4. Respon Individu Terhadap Stres
Respon individu terhadap stres individual differences. Respon individu
terhadap stres tidak sama. Untuk dapat mengetahui bagaimana respon individu
terhadap stres, kita dapat meninjau beberapa model teoritis dari stres berikut
ini:
Model-Model Teoritis dari Stres
Syndrome Adaptasi Umum dari Selye (Selye’s General Adaptation
Syndrom)
Dalam model Stres dari Selye, Stres adalah reaksi pertahanan umum
badanterhadap
suatu
stressor.
Pokok
dasar
fisiologi
stress
adalah
perpanjangan pergerakkan dari hormone tertentu dan mekanisme system saraf
pusat. Dampak dari stress sangat tergantung pada susunan sifat dasar atau
pergerakkan badan individu. Sebagai contoh, seseorang memiliki kerentanan
pada hati, maka dimungkinkan akan terserang jantungnya, sedangkan
seseorang yang memiliki sensitivitas pada perut akan cenderung terkena
lambung.
Syndrome adaptasi umum adalah suatu konsep di mana Selye
menggunakan untuk menggambarkan stress. Syndrome adaptasi umum terdiri
dari kurang lebih tiga tahap: (1) reaksi awal ‘alarm’/tanda bahaya (the initial
alarm reaction), (2) tahap perlawanan (the resistence phase), (3) tahap
peredaan (the exhaustion phase). Pada pertama, yaitu tahap alarm, organisme
berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannya dan mulai
menghayatinya sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat bertahan lama.
Organisme masuk ketahap ke dua, tahap resistence (perlawanan). Organisme
memobilisasi sumber-sumber supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika
tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian mulai
habis dan organisme mencapai tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion
(kehabisan tenaga).
Adapun uraian secara sederhana menurut (Berry, 1999) mengenai
sindrom adaptasi umum dari Selye adalah sebagai berikut:
Program Studi Teknik Industri UWP
32
Psikologi Industri
Selama tahap alarm (alarm stage), terjadi pengerahan badanmelalui
bermacam-macam hormone dan perubahan system saraf pusat. Sebagai
contoh, level adrenalin dan hati dan yang berhubungan dengan pernafasan
rata-rata meningkat. Pada poin ini, setiap individu dapat mengatasi stressor
melalui reaksi melawan atau lari (fight or flight reaction). Alarm stage adalah
respon yang sehat terhadap situasi yang menuntut. Jika stress dapat dikurangi,
badan akan kembali kepada keadaan normal. Akan tetapi jika stress
berkembang ketahap berikutnya, kemungkinan besar memiliki konsekuensi
yang lebih serius. Selama tahap perlawanan (resistence stage), beberapa
tanda-tanda sederhana memberi kesan bahwa badan mulai kembali lagi
kepada keadaan normal. Sebagai contoh, hati dan pernafasan memiliki
kemunduran. Tetapi tanda lainnya adalah badan masih dalam keadaan
mempertahanan diri. Dalam kondisi ini tingkat hormonal tetap tinggi. Akhirnya,
jika stress terus belangsung, individu masuk ketahap peredaan (exhaustion
stage). Munandar (2001) memperjelas bahwa jika exposure (paparan)
terhadap
pembangkit
stress
berkesinambung
dan
badan
mampu
menyesuaiakan, maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah
yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stress (tahap
resistence). Tetapi jika paparan terhadap stress berlanjut, maka mekanisme
pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak
sesuai dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sepatutnya.
Pada tahap peredaan (exhaustion stage), seseorang sudah mengalami
kelelahan yang tinggi di dalam mengadakan perlawanan terhadap stress
akhirnya menyerah (proses secara jasmani mulai menurun), dan terjadi sakit.
Jika stress berlanjut individu akan meninggal.
Model Peristiwa Tekanan Kehidupan (the stressful life events model)
Holmes dan Rahe (dalam Berry, 1999) sependapat dengan Selye bahwa
peristiwa
kehidupan
dapat
memiliki
efek
fisik.
Peneliti
menunjukkan
seperangkat peristiwa kehidupan yang menyebabkan reaksi stress. Holmes
dan Rahe mengatakan bahwa suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
seseorang
dapat
menyebabkan
stres.
Model
ini
secara
singkat
mengumpamakan bahwa suatu reaksi stress terjadi sewaktu-waktu/kapan saja
Program Studi Teknik Industri UWP
33
Psikologi Industri
ketika pengalaman individu terkadang membutuhkan respon penyesuaian atau
perilaku coping (penanggulangan). Peristiwa yang dapat menyebabkan stres
dapat
positif
dan negatif
dengan melibatkan aspek-aspek
kehidupan
seseorang, seperti keluarga dan pekerjaan.
Rahe dan kawan-kawan menggambarkan proses hidup yang dapat
menyebabkan stres terjadi. Mereka mengidentifikasi antara stressor dan dasar
penyebab sakit fisik. Sebagaimana di gambarkan pada gambar-2, respon
individu dengan proses penahan/penyangga (buffering) dan penyaringan
(filtering). Pengalaman masa lalu adalah filter pertama yang dapat menambah
atau mengurangi dampak dari peristiwa yang penuh dengan tekanan. Jika
suatu peristiwa sama dengan peristiwa masa lalu yang berbahaya, kemudian
individu mempersepsi peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam. Kedua,
defense mechanisms atau pertahanan diri. Defense mechanisms menangkis
beberapa kejadian yang penuh dengan stress. Filter ketiga adalah reaksi
fisiologis. Di sini, peristiwa kehidupan akan di ubah ke dalam respon-respon
fisiologis. Filter terakhir adalah coping. Filter terakhir menentukan apakah
individu
berusaha
untuk
coping
(mengatasi)
dan/atau
apakah
akan
menghasilkan gejala-gejala sakit.
Gambar-2. Cara menganalisa proses stres. Cara ini meliputi penahan/penyangga dan penyaringan dari
peristiwa masa lalu. Garis menggambarkan seperangkat peristiwa yang dibebankan individu pada masa lalu. Garis
batas/pembatas, merupakan peristiwa stres yang hebat.
Dengan demikian respon
individu terhadap stres tergantung dari
bagimana ia mempersepsi dan menyikapi kejadian yang dialaminya dan
tentunya tidak terlepas dari peristiwa dan pengalaman masa lalu. Respon
individu akan baik ketika individu mampu melakukan mekanisme pertahanan
Program Studi Teknik Industri UWP
34
Psikologi Industri
diri dan melakukan coping atau ia berusaha untuk dapat mengatasi
permasalahannya sehingga tidak berakibat pada munculnya penyakit, karena
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan stres sangat berperan atas munculnya
penyakit. Kejadian-kejadian yang dimaksud dapat berupa kejadian sosial juga
kejadian interpersonal termasuk perbedaan aspek kehidupan seseorang.
Dalam rangkaian model ini, Holmes dan kawan-kawannya menemukan
social readjustmen rating scale. Holmes dan Rahe meyakini bahwa peristiwa
kehidupan yang penuh dengan tekanan menyebabkan sakit; oleh karena itu
penyakit yang individu miliki sebelumnya perlu diketahui. Peristiwa kehidupan
baik social ataupun interpersonal akan berbeda-beda pada setiap individu
5. Teori Kesesuaian Lingkungan Dengan Individu (person-environment
fit theory)
Teori Kesesuaian Lingkungan – Individu dikembangkan oleh Frech dan
kawan-kawannya pada tahun 1970 pada penelitian bagaimana lingkungan
social mempengaruhi penyesuaian social individu dan kesehatan fisik dan
mental. Teori ini secara spesifik berorientasi kepada stress kerja. Proporsi
central teori ini adalah sumber dan tuntutan lingkungan kerja yang tidak sesuai
dengan kebutuhan, tujuan dan kemampuan karyawan. Ketika tuntutan kerja
tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan individu, individu akan
menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang pada akhirnya mengarah pada
sakit. Tujuan utama model ini adalah mengidentifikasi macam-macam kondisi
yang memungkinkan menghasilkan ketegangan.
Terdapat empat dasar konsep di dalam teori ini: stress organisasi,
ketegangan, coping dan dukungan social. Stress organisasi didefinisikan
sebagai kondisi yang secara potensial mengancam pekerjaan (atau stressor).
Kondisi stress kerja yang penting meliputi kompleksitas pekerjaan, beban kerja,
ambiguitas peran, dan rendahnya kemampuan. Kondisi demikian bagi individu
bukanlah masalah yang sederhana bagi lingkungan kerja mereka. Individu
berinteraksi dengan lingkungan. Persepsi individu terhadap kondisi stress dan
perluasan terhadap perasaan secara personal mampu mempertemukan
tuntutan yang penting untuk dipertimbangkan. Ketegangan adalah suatu
Program Studi Teknik Industri UWP
35
Psikologi Industri
respon yang tidak sehat yang dibuat individu. Respon fisiologis, seperti
tekanan darah tinggi, atau karakteristik perilaku, seperti penggunaan drug,
adalah bukti ketegangan. Ketegangan terjadi karena hasil stress yang lama
dan reaksi dari stress langsung. Coping adalah pertahanan melawan stress.
Baik mekanisme coping fisiologis dan perilaku keduanya digunakan. Fisiologis
normal respon fight—or--- flight dapat menjadi rekasi yang tepat atau tidak
tepat, tergantung pada stressor. Contoh, seseorang tidak bisa selalu coping
dengan menyerang atau melarikan dari sesuatu yang mengancam. Di dalam
situasi social seperti kerja, respon ini seringkali tidak tepat, dan energi yang
tersedia harus selalu dapat dicegah. Jadi, rintangan dari respon fight-or-flight
dapat secara actual sebagai suatu usaha untuk coping (mengatasi) tekanan
social. Dukungan social, dukungan emosional datang dari interaksi social,
sebagai penahan stress dan ketegangan.
6. Model Facet/Bidang Dari Rangkaian Stres Kerja (a facet model of job
stress sequence)
Beehr dan Newman (dalam Berry, 1999), mengembangkan suatu model
untuk mengidentifikasi dan menyusun seluruh bidang atau komponen dari
stress kerja. Model bidang memasukkan lebih dari 150 variabel yang sudah
diteliti atau dinyatakan yang dinyatakan oleh peneliti berkaitan dengan stress.
Variabel-variabel ini dikategorikan kedalam beberapa kelompok atau bidang
berbeda, yaitu:
(1) Personal facet meliputi beberapa karakteristik yang memiliki dampak
pada bagaimana pengalaman stress individu. Contohnya kepribadian dan fisik
yang sehat. Karakter pribadi/individu dapat mempengaruhi interaksi dengan
lingkungan melalui variabel personal facet. (2) Process facet yang meliputi
persepsi dan evaluasi kognitif dari situasi yang penuh stress. (3) Environmental
facet berkaitan terhadap lingkungan kerja dan meliputi tuntutan peran kerja,
seperti
peran
yang
berlebih;
karakteristik
organisasi,
seperti
ukuran
perusahaan; dan tuntutan eksternal, seperti pelanggan. Antara individu dan
organisasi memiliki konsekuensi terhadap hasil dari proses interaksi individu
dan lingkungan. (4) Human consequences meliputi dampak dari fungsi
Program Studi Teknik Industri UWP
36
Psikologi Industri
psikologis, seperti kecemasan; dampak dari kesehatan fisik, seperti gangguan
lambung atau usus besar; dan dampak dari perilaku yang terbuka seperti
penggunaan drug dan agresi. (5) Organizational consequences dari stress
meliputi
seperti
efek
dari
ketidakhadiran,
pergantian,
dan
hilangnya
produktivitas. (6) Adaptive responses, mengikuti konsekuensi, menunjukkan
bermacam-macam usaha untuk menangani stress. Sebagai contoh, karyawan
akan membuat respon adaptif dengan mencari dukungan social; organisasi
dapat membuat respon adaptif dengan merubah jadwal kerja; dan bagian
ketiga
dapat
membuat
respon
adaptif
dengan
menawarkan
perlakuan/pengobatan.
Beehr dan Newman menambahkan element waktu untuk stress bidang ini
untuk menunjukkan bahwa stress adalah serangakaian proses interaksi dalam
jangka waktu yang panjang. Pertama, berawal dari pengalaman stress yang
dirasakan, dan stress langsung memiliki konsekuensi manusia (human
consequences). Individu membuat beberapa respon adaptif permulaan (initial)
yang bertujuan untuk mengurangi stress. Jika sepanjang waktu, respon
permulaan tidak sukses, konsekuensi selanjutnya bagi individu dan organisasi
akan terjadi. Kemudian, individu akan membuat respon adaptasi kedua.
Karena problem stress sekarang semakin jelas terhadap organisasi, respon
adaptasi organisasi dimulai juga. Sekali lagi, jika waktu tidak menunjukkan
respon adaptif yang sukses, kemudian serangkaian konsekuensi manusia dan
organisasi akan terjadi. Ini akan mempengaruhi kesehatan individu dan
organisasi. Konsekuensi diikuti dengan respon adaptif dalam waktu yang
panjang, seperti yang secara relative permanent stres program manajemen.
Pada gilirannya, respon adaptif akan memiliki dampak pada potensial stress
individu di masa yang akan datang.
Time Facet
Human
Consequences
Facet
Personal
Facet
Adaptive
Responses
Facet
Proces
Facet
Environmental
Facet
Program Studi Teknik Industri UWP
Organizational
Consequences
Facet
37
Psikologi Industri
Gambar-3. Model bidang umum stres dari Beehr dan Newman. Lebih dari 150 variabel diidentifikasi berkaitan
dengan stres. Dalam model ini, variabel-variabel dikategorikan ke dalam beberapa bidang yang berbeda di dalam
menyusun proses stres
Time
Personal
Characteristics
Intial Human
Consequesces
Time
Intial Personal
Adaptive
Response
Secondary
Human
Consequences
Secondary Personal
Adaptive
Response
Long-term
Human
Consequences
Stress
Processes
Environmental
Characteristics
Long-term
Adaptive
Responses
Initial
Organizational
Consequences
Secondary
Organizational
Consequences
Intial Organizational
Adaptive
Response
Long-term
Organizational
Consequences
7. Pandangan Umum Respon Individu Terhadap Stres
Model-model teori yang telah dijelaskan di atas adalah sangat penting
dan saling melengkapi untuk mengetahui corak respon individu di dalam
menghadapi stres. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat digabungkan.
Pertama, interaksi individu dengan lingkungan. Peristiwa hidup dapat
menyebabkan stres tergantung bagaimana individu meresponnya. Apakah
individu akan merespon peristiwa hidup yang penuh stres, hal itu tergantung
pada pengalaman masa lalunya, kepribadiannya dan cara pandangnya
terhadap peristiwa itu. Kedua, stres sebagai fenomena fisiologis. Respon
fisiologis tergantung pada : a) apakah individu menerima kondisi-kondisi yang
mengancam atau tidak, b) cara mengatasinya tergantung pada karakteristik
fisiologis individu, c) tergantung pada kerentanan sistem-sistem atau organ-
Program Studi Teknik Industri UWP
38
Psikologi Industri
organ fisiologis.
Berdasarkan uraian di atas saya mengikuti pendapat dari Newman dan
diskusi mengenai stres dalam perspektif dan disainnya. Pertama, interaksi
individu-lingkungan menentukan apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan
(stres) terjadi atau tidak. Lingkungan terdiri dari kondisi fisik dan sosial.
Variabel personal meliputi persepsi dan kognisi, belajar dari apa yang terjadi
melalui pengalaman dan kepribadian. Variabel ini juga memperhitungkan
beberapa perbedaan bagaimana individu memperhitungkan situasi yang
mengancam.
Gambar-4 berikut ini respon fisiologis berkaitan dengan situasi yang
penuh dengan tekanan dengan garis double untuk menekankan bahwa respon
berkaitan dengan peristiwa yang penuh dengan tekanan. Respon fisiologis
dapat mengarah ke dalam beberapa arah: coping, stres berhubungan dengan
sakit, dan gangguan perilaku. Tanpa usaha coping, sakit dan gangguan
perilaku dimungkinkan; meskipun mechanisms coping, sudah dilakukan.
Perception
Persinality
Past Experince
Behavior
Disturbance
Person
Stressful
Event
Physiological
Response
Physical
Lilness
Environment
No Stressful
Event
Copping
Physical
Conditions
Social Conditions
Gambar-5 di atas, mengenai perspektif umum mengenai stres. Interaksi individu-lingkungan menentukan
apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan terjadi atau tidak. Respon fisiologis berkaitan dengan peristiwa yang
penuh dengan tekanan dengan doble line untuk menekankan hubungan antara konsep ini. Peristiwa yang penuh
dengan tekanan/proses respon dapat menghasilkan coping, sakit dan /atau gangguan perilaku.
8.
Penyebab Stres Kerja (Stressors)
Stressor yang Bersifat Fisik Akibat dari kebisingan
Kebisingan diartikan sebagai suara-suara yang tidak diinginkan dan tidak
Program Studi Teknik Industri UWP
39
Psikologi Industri
menyenagkan. Kebisingan ini juga dianggap sebagai penyebab stres oleh
para peneliti, karena akibat-akibat fisiologis yang ditimbulkannya, seperti
kardiovaskular, reaksi-reaksi pencernaan dan endokrin. Dampak lainnya
dapat
menimbulkan
gangguan
sementara
atau
tetap
pada
alat
pendengaran, juga dapat menyebabkan stres karena dibutuhkannya
peningkatan akan kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis karyawan.
Kondisi ini rentan terhadap kecelakaan bagi karyawan, karena mereka tidak
mendengar suara-suara peringatan.
Tekanan stres
Temperatur/suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah berpotensi menjadi
penyebab stres kerja. Temperatur atau suhu yang panas lebih berpotensial
daripada temperatur yang dingin. Karena temperatur yang rendah bisa
diatasi dengan memakai pakaian, lebih sulit melindungi tubuh dari
temperatur/suhu yang sangat tinggi. Pekerjaan tertentu yang dilakukan
dilingkungan yang bersuhu panas, seperti karyawan yang bekerja di pabrik
industri dengan suara-suara peralatan, atau perataran yang panas
menyebabkan
tingginya
temperatur
ruangan
selama
pekerjaan
berlangsung. Tekanan stres juga dapat terjadi ketika para pekerja memakai
pakaian pelindung untuk melindungi diri mereka dari bahan-bahan kimia.
Faktor Sosial Psikologis
Crowding (keramaian) dan cramping (kejang)
Sumber penyebab stres kerja terkadang adalah orang lain atau aspek
lingkungan sosial. Pengaturan lingkungan kerja yang kurang baik sehinga
lingkungan kerja menjadi ramai membuat seseorang harus bekerja
ditempat yang ramai. Interaksi dengan rekan-rekan kerja terkadang juga
kurang baik sehingga mengganggu tugas pekerjaan dan ini menyebabkan
ketidaknyamanan dan pekerja menjadi ramai (crowding) dan kejang
(cramping). Crowding merupakan masalah-masalah psikologis yang
berasal dari proses kelompok yaitu ketika ruangan kerja kecil dan
karyawannya banyak atau ramai. Sedangkan cramping muncul ketika ruang
Program Studi Teknik Industri UWP
40
Psikologi Industri
gerak sangat terbatas untuk ukuran tubuh, sedangkan ruangan kerja penuh
dengan peralatan dan kotak-kotak barang.
Tempat penampungan dan migrasi
Stres dapat disebabkan karena adanya perpindahan tempat kerja antar
perusahaan, antar wilayah atau bahkan antar negara. Karena, karyawan
harus dapat menyesuaikan diri lagi dengan pekerjaan dan lingkungan baru
dan dapat juga dikarenakan kurangnya keterampilan tentang pekerjaan
yang diembannya. Tempat penampungan juga seringkali menyebabkan
stres karena banyaknya masalah-masalah kesehatan yang terjadi.
Job Stressor
Job stressor adalah stres yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri,
seperti tuntutan peran dan beratnya beban kerja.
Beban berat yang berlebihan (work overload)
Beban kerja yang berlebihan dan beban kerja yang kurang diklasifikasikan
dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja yang berlebihan (work
overload)
kuantitatif
adalah
menumpuknya
pekerjaan
yang
harus
diselesaikan. Faktor yang dapat menimbulkan beban berlebih kuantitatif
adalah desakan waktu. Setiap tugas yang diemban individu dalam
lingkungan kerja diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara
cepat dan cermat. Waktu merupakan salah satu ukuran efisiensi. Waktu
dalam suatu waktu dapat meningkatkan motivasi (sesuai dengan deadline)
dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, desakan waktu
menyebabkan timbulnya banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi
kesehatan individu berkurang. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk
beban berlebih kuantitatif. Desakan waktu yang dirasakan individu menjadi
destruktif.
Beban kerja yang berlebihan (work overload) kualitatif muncul ketika
pekerjaan itu sangat sulit. Pekerjaan yang dilakukan individu beralih pada
pekerjaan yang menitik beratkan penggunaan otak.
Program Studi Teknik Industri UWP
41
Psikologi Industri
Beban kerja yang kurang kuantitatif adalah terlalu sedikitnya pekerjaan.
Kondisi ini dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada
pekerjaan yang sederhana, di mana banyak terjadi pengulangan gerak
akan menimbulkan kejemuan, dan rasa monoton. Kejemuan dikarenakan
pekerjaan yang terlalu sedikit untuk dilakukan. Sedangkan beban kerja
yang kurang kualitatif adalah pekerjaan yang terlalu mudah. Individu dalam
hal ini tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang
diperolehnya atau mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh.
Kondisi ini dapat menimbulkan kejenuhan dan gangguan dalam hal
perhatian.
Beban terlalu sedikit
karena kurangnya stimulasi akan
menyebabkan rendahnya motivasi kerja. karyawan akan merasa bahwa dia
tidak ada kemajuan dan merasa tidak berguna.
9. Peran ganda dan konflik peran
Peran ganda terjadi ketika tugas kerja tidak jelas, yaitu ketika seorang
karyawan tidak tahu apa yang diharapkan oleh perusahaan dari kinerjanya.
Konflik peran terjadi ketika tugas atau aspek lain dari pekerjaan tidak cocok.
Contohnya, karyawan dituntut untuk teliti dan kreatif sementara pada waktu
yang sama ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan. Peran ganda dan
konflik peran ini dapat berakibat secara psikologis, contohnya ketegangan
kerja, kecemasan dan frustasi.
Perbedaan kognitif dan kepribadian
Corak kognitif dan kepribadian mungkin dapat menyebabkan seseorang
mengalami
stres.
Bagaimana
seseorang
mengartikan
keadaan
itu
tergantung pada kepribadiannya. Jika seseorang memiliki kepribadian
selalu berperasaan negatif yang menyebabkan munculnya emosi negatif,
ini akan merubah respon seseorang terhadap penyebab stres (stressor)
pekerjaan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ciri-ciri kepribadian
seseorang dapat mencegah penyebab stres kerja.
Person
Stressful
Event
No Stressful
Program Studi Teknik Industri
UWP
Event
Environment
Physical Conditions
Noise
Physiological
Response
Behavioral
Disturbance
Physical
Lilness
Coping
42
Psikologi Industri
Gambar-6. Stressors lingkungan dapat mempengaruhi karyawan. Stressors ini dapat fisik, temporal
sosiopsikologis, dan/atau berkaitan dengan kondisi kerja
10. Akibat Stres Kerja
Akibat stres mencakup gangguan perilaku psychosomatic atau perubahan
fisik seperti, sakit fisik, emosional, gangguan psikologis dan lain-lain.
Sakit Fisik dan Gangguan Perilaku
Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan sakit fisik karena tubuh
tidak mampu menolak datangnya penyakit. Misalnya, badan kedinginan
atau terserang flu, lambung luka (ulcer), penyakit jantung. Stres juga dapat
menyebabkan
gangguan
perilaku
dan
emosi.
Misalnya
depresi,
kecemasan, penyalahgunaan drug dan alkohol, dan problem pelaksanaan
kerja misalnya menurunnya produktivitas dan burnout.
Robbins lebih lanjut menjelaskan adanya gejala perilaku dikaitkan dengan
perubahan di dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya
karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya
merokok, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur, penyalahgunaan drug
dan alkohol, dan masalah pelaksanaan kerja misalnya menurunnya
produktivitas dan burnout.
Job burnout.
Program Studi Teknik Industri UWP
43
Psikologi Industri
Job burnout dapat dikatakan sebagai respon terhadap kondisi-kondisi kerja
yang penuh stres. Menurut Pipes dan Aronson (dalam Berry, 1998) burnout
adalah perilaku yang ditunjukkan seseorang yang bekerja dalam situasi
yang menegangkan dan penuh emosional. Seperti kelelahan emosional,
perasaan memiliki kemampuan yang rendah dan depersonalisasi. Burnout
adalah kelelahan emosional dalam merespon penyebab stres (stressor).
Job burnout lebih mungkin terjadi dalam lingkungan kerja seperi perawat,
terapis, pekerja sosial dan guru
Person
Personality characteristics
Type A or type B behavior pattern
Cognitive/perceptual style
Social power and influence
Gender, race, and culture
Behavior
Disturbance
Stressful
Life event
Environment
Physiological
Response
No Stressful
Life event
Physical
Lilness
Coping
Gambar-7. Tipe hasil stres. Catatan gangguan perilaku dan sakit karyawan yang dapat berkembang ketika
mereka berusaha untuk tetap bertahan dengan kondisi yang penuh dengan tekanan.
Psychosomatic Dsiorders and Associated Illnesses
Psychosomatic Dsiorders Symptoms, Illnesses
Skin disorders
Musculoskeletal disorders
Respiratory disorders
Cardiovaskular disorders
Castrointestinal disorders
Ezcema, hives
Muscle cramps, tention headache
Bronchial
asthma,
hyperventiliation
syndrom
Hypertension, heart attack, migraine
headache
Peptic ulcer, chronic gastritis
11. Strategi Mengatasi stres kerja
Kita belajar bagaimana mengatasi stress yang kita alami secara efektif.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kondisi kerja, mengurangi stress
kerja, dan membantu individu untuk lebih efektif di dalam mencegah dan
Program Studi Teknik Industri UWP
44
Psikologi Industri
mengatasi stress.
Strategi individu untuk coping meliputi modifikasi perilaku dan kognitif
untuk membantu individu belajar cara baru di dalam memahami kondisi yang
ada. Individu yang efektif di dalam coping stress seringkali mengatakan bahwa
mereka melakukan dengan mencoba mendapatkan perspektif yang baru di
dalam situasi. Strategi coping juga meliputi aktivitas yang di disain untuk
mengontrol
reaksi
fisiologis
dan
emosional.
Relaxation,
meditation,
biofeedback, dan latihan fisik. Strategi coping lainnya meliputi interaksi social --membantu mendapatkan dukungan emosional dari orang lain. Beberapa
aktivitas ini dapat digunakan di dalam kerja. Banyak intervensi stress kerja
ditujukan untuk membantu karyawan di dalam mengembangkan kapasitas diri
mereka di dalam melawan stress.
Mengurangi Stres Kerja
Strategi menghadapi stres kerja menurut Berry (1998) pertama adalah
menolak penyebab stres kerja (stressor dalam lingkungan kerja), seperti
stressor konflik peran dan peran ganda, agar tidak terjadi harus dilakukan
analisis job dan training karyawan.
Meminta Dukungan Sosial
Meminta dukungan sosial dengan cara membicarakan masalah kita
kepada orang-orang yang ada dilingkungan kita, seperti teman, keluarga,
ataupun
supervisor.
Meminta
dukungan
sosial
dilakukan
agar
dapat
memperoleh informasi dan petunjuk yang spesifik untuk penyaluran dengan
suatu situasi yang penuh dengan tekanan atau mencegah stres. Individu juga
mendapatkan dukungan emosional dan peningkatan semangat. Nampaknya,
perempuan menurut Berry lebih mampu memberikan dukungan sosial daripada
laki-laki.
Beberapa penelitian mempertimbangkan apakah yang terjadi ketika
individu tidak memiliki dukungan sosial. Tidak adanya dukungan sosial
ditemukan menyebabkan kurangnya dukungan kerja berkaitan dengan
kontribusi terhadap perkembangan ketegangan psikologis dan job burnout.
Program Studi Teknik Industri UWP
45
Psikologi Industri
Oleh karena itu dukungan sosial terutama dukungan supervisor dibutuhkan.
Program Manajemen Stres
Strategi lain di dalam mengatasi stres dapat juga dilakukan dengan
melakukan program manajeman stres yang merupakan kegiatan-kegiatan yang
dapat mengontrol reaksi emosional fisiologis. Adapun teknik-teknik program
manajemen stres adalah relaksasi, dan meningkatkan kesadaran diri. seperti
meditasi, biofeedback (cara mengontrol perasaan diri sendiri, seperti
kekhawatiran, kegugupan, dengan bantuan alat-alat elektris tertentu untuk
mengatur denyut jantung, tekanan kegugupan, untuk mengatur denyut jantung,
tekanan darah dan sebagainya) dan olah raga. Juga dengan melakukan
interaksi sosial dengan orang lain, sehingga kita memperoleh bantuan dan
dukungan dari orang tersebut.
No
Stressful
Event
Person
Stressful
Event
Physiologica
l
Response
Environmen
t
Physical lilness
Psychosomatic
dissorders
Infectious
disease
Coping
Behavior disturbance
Drug and alcohol use
Depression and other
ernotional disturbence
Work performance
problems
Job burnout
Gambar-8. Strategi Menghadapi Stres Kerja Menurut. Berry (1998)
12. Pendekatan Organisasional
Sedangkan strategi menghadapi stres dalam pendekatan organisasional
menurut
Robbins
(2003)
dengan
memperhatikan
faktor-faktor
yang
menyebabkan stres terutama di dalam tugas dan peran, dan struktur
Program Studi Teknik Industri UWP
46
Psikologi Industri
organisasi—dikendalikan oleh manajemen, untuk dapat dimodifikasi dan di
ubah. Selanjutnya strategi yang mungkin untuk dapat dilakukan adalah
perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penetapan
tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, dan peningkatan
keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi, dan penegakan program
kesejahteraan korporasi.
Kesimpulannya bahwa coping terhadap stres kerja dapat dimulai dengan
penghilangan atau pemindahan stressors. Meliputi, perubahan lokasi kerja atau
disain kerja. Banyak program manajemen stres diorientasikan untuk membantu
karyawan secara individu belajar bagaimana mengatasi stres. Dukungan sosial
dapat membantu karyawan mengatasi stres, karena dukungan sosial
memberikan informasi dan membantu di dalam memecahkan masalah, dengan
pengertian lain adanya dukungan sosial dan pengobaran semangat Selain
bentuk coping di atas, Robbins menambahkan bentuk lain dalam coping
dengan pendekatan organisasional.
13. Referensi
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
47
Psikologi Industri
BAB 5
KEPEMIMPINAN
1.
Tujuan Instruksional Umum
Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat mengetahui seluk
beluk mengenai kepemimpinan.
2.
Tujuan Instruksional khusus
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat:
a. Mengetahui dan memahami latar belakang studi kepemimpinan
b. Mengetahui dan memahami teori kepemimpinan dasar
c. Mengetahui dan memahami teori kepemimpinan modern, serta mampu
mengaplikasikannya dalam industri dan organisasi
3.
Latar Belakang Studi Kepemimpinan
Menurut Chester Barnard (dalam Rasimin, 2004) latar belakang atau
pendekatan awal studi kepemimpinan dalam organisasi:
a. Koordinasi aktivitas dan sistem yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan organisasi.
b. Membawa orang-orang dalam organisasi dan menjamin kerja sama
mereka.
c. Menentukan sasaran dan tujuan perusahaan
3.1 Teori Kepemimpinan Dasar
Menurut Kartono (2002) teori kepemimpinan dasar, yaitu: teori genetis,
teori sosial, dan teori ekologis atau sintesis. Teori genetis menjelaskan bahwa
pemimpin itu tidak dibuat tetapi seseorang muncul sebagai pemimpin karena
bakat-bakatnya yang luar biasa. Seorang menjadi pemimpin karena memang
ditakdirkan menjadi pemimpin bagaimanapun juga situasinya.
Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin itu harus disiapkan dan
dibentuk, tidak terlahirkan dan dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Untuk
menjadi
pemimpin,
setiap orang
Program Studi Teknik Industri UWP
dapat
melakukannya
melalui
usaha
48
Psikologi Industri
penyiapan, pendidikan dan latihan secara intensional. Sedangkan teori
ekologis merupakan gabungan dari kedua teori genetis dan teori sosial, yang
menjelaskan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak
lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini
sempat
dikembangkan
melalui
pengalaman-pengalaman
dan
usaha
pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan lingkungan atau ekologisnya.
3.2
Teori Kepemimpinan
3.2.1 Teori Karakter
Adalah suatu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik
atau sifat-sifat yang khas yang dihubungkan dengan keberhasilan seorang
pemimpin.
Karakteristik
yang
dapat
diperhatikan
seperti
intelegensia,
kepribadian, karakter fisik, kemampuan pengawasan dan sebagainya.
Intelegensia, seorang pemimpin lebih cerdas dari pengikut. Namun
perbedaan intelegensia dapat menimbulkan masalah antara pemimpin dan
pengikut. Kelebihan kecerdasan pemimpin mampu membuat kepemimpinan
lebih efektif.
Kepribadian, seorang pemimpin memiliki sifat siaga, integritas pribadi,
percaya diri, dan penuh inisiatif. Pada prinsipnya ada kepribadian tertentu yang
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin.
Karakteristik fisik, seorang pemimpin dapat terlihat dari karakteristik fisik.
Dengan pengertian lain menganggap sifat-sifat fisik membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin (penampilan). Akan tetapi anggapan ini
menimbulkan diskusi yang cukup tajam. Kenyataan banyak menunjukkan sulit
melihat efektifitas pemimpin dari penampilan fisik.
Kemampuan pengawasan. Ghiselli (dalam Rasimin, 2004) menemukan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengawasan dengan
tingkat hirarki. Krikpatrick dan Locke menambahkan bahwa pemimpin tidak
harus memiliki intelegensi yang tinggi akan tetapi harus memiliki “hal-hal yang
tepat atau karakter/sifat untuk menjadi efektif.
Adapun hal lain yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin
adalah: ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran, kepercayaan diri,
Program Studi Teknik Industri UWP
49
Psikologi Industri
sosiabilitas, pengetahuan dan stabilitas emosi.
Alasan teori ciri kurang tepat di dalam menerangkan efektifitas
kepemimpinan. Karena mengabaikan pengikut, kurang mampu menjelaskan
pentingnya ciri, dan mengabaikan faktor situasional.
Hasil ringkasan Stogdill terhadap penelitian karakteristik selama 70 tahun
sebagai berikut:
a. Pemimpin mempunyai rasa tanggungjawab yang kuat dan keinginan
menyelesaikan tugas.
b. Keras hati dalam mencapai tujuan.
c. Suka berpetualang dalam menyelesaikan masalah.
d. Dorongan berinisiatif dalam situasi sosial.
e. Rasa percaya diri dan memiliki identitas pribadi.
f. Kemauan menerima konsekwensi atas keputusan dan tindakan yang
dilakukan.
g. Kesiapan menerima tekanan.
h. Kemauan memberi toleransi terhadap frustrasi dan penundaan.
i.
Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain.
j.
Kapasitas membuat struktur sistem interaksi sosial sesuai dengan
tujuan yang dikehendaki.
3.2.2
Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan
bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Dalam
teori perilaku terdapat dua pendekatan yaitu: job centered dan employee
centered.
Job centered adalah pemimpin yang berpusat pada pekerjaan, yang
mengawasi secara ketat dan memperhatikan kerja orang lain. Sedangkan
employee centered adalah memperhatikan hubungan dengan karyawan,
memperhatikan kepuasan pengikut.
STUDI OHIO STATE UNIVERSITY
Dalam penelitian OHIO state university diketahui bahwa terdapat dua
faktor kepemimpinan:
Program Studi Teknik Industri UWP
50
Psikologi Industri
a. Membentuk struktur, yaitu perilaku pemimpin dalam membentuk
hubungan dalam kelompok komunikasi, cara kerja yang jelas.
b. Konsiderasi, menunjukkan persahabatan, saling percaya, menghargai
dan menciptakan kehangatan antara pemimpin dan pengikut.
3.2.3 Kepemimpinan Kontingensi
Kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Menurut Fiedler
prestasi kerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari
kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi suatu situasi tertentu. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu
hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh :
a. Kepemimpinan yang efektif terletak pada “belajar menjadi pemimpin
yang baik”
b. Penolakan terhadap pemikiran “satu jalan yang terbaik”.
c. Perilaku pemimpin yang sesuai tergantung pada karakteristik tertentu
dari pemimpin, situasi yang dihadapi dan bawahan (mereka yang
dipimpin).
d. Dasar teori kontingensi ialah perilaku pemimpin berubah sesuai dengan
keadaan tertentu
Terdapat dua hal pertimbangan penting:
a. Sampai sejauh mana situasi memberikan pemimpin kekuatan dan
pengaruh yang diperlukan agar efektif
b. Sampai sejauh mana pemimpin dapat meramalkan efek dari gaya
pemimpin pada perilaku atau prestasi pengikut
Efektifitas kepemimpinan menurut Fiedler tergantung pada interaksi
antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang mendukung, sebagai berikut:
a. Struktur kebutuhan pemimpin; apakah motivasi pada pencapaian tugas
atau hubungan antar pribadi.
b. Kendali situasi pemimpin, yaitu keyakinan pemimpin bahwa tugas bisa
diselesaikan. Kendali situasi adalah fungsi dari; hubungan pemimpinanggota (tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek bawahan
terhadap pemimpin mereka), struktur tugas (tingkat di mana penugasan
Program Studi Teknik Industri UWP
51
Psikologi Industri
pekerjaan diprosedurkan yakni terstruktur atau tidak terstruktur), dan
kekuasaan jabatan (tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin
mempunyai variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat,
mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikan gaji).
c. Interaksi antara struktur kebutuhan pemimpin dengan kendali situasi.
Fiedler mengevaluasi situasi dalam ketiga variabel kemungkinan
tersebut (hubungan pemimin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan
jabatan). Hubungan pemimpin-anggota baik atau buruk, struktur tugas
tinggi atau rendah, kekuasaan jabatan kuat atau lemah. Fiedler
menyatakan bahwa makin baik hubungan pemimpin-anggota, makin
terstruktur pekerjaan itu, dan makin kuat kekuasaan posisi, makin
banyak kendali atau pengaruh yang dimiliki pemimpin itu.
4. Teori Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership Theory)
Teori kepemimpinan situasional, dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard. Teori ini berusaha memberikan pemahaman kepada pemimpin
tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat
kematangan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa
bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan.
Tingkat kematangan dari para bawahan menentukan gaya efektif dari
pemimpin.
Dengan
demikian
konsep
dari
teori
kepemimpinan
situasional
menekankan bahwa seorang pemimpin hendaknya menganalisa secara cermat
tingkat kematangan anggota di dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya
anggota yang sudah bisa memotivasi dirinya sendiri akan sangat sesuai bila ia
dipimpin dengan cara delegasi. Artinya ia dipercaya penuh mengerjakan tugastugasnya secara mandiri tanpa perlu adanya pengawasan melekat. Jadi dalam
hal ini pemimpinlah yang harus menyesuaikan dirinya dengan tuntutan situasi.
5. Teori Atribusi Kepemimpinan
Atribusi
adalah suatu kesimpulan
yang
dibuat
seseorang untuk
menerangkan mengapa orang lain melakukan suatu perbuatan. Penyebab
Program Studi Teknik Industri UWP
52
Psikologi Industri
yang dibangun biasanya adalah disposisi pada orang yang bersangkutan. Teori
atribusi adalah usaha untuk meneruskan bagaimana suatu sebab menimbulkan
perilaku tertentu.
Dengan demikian kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat
orang mengenai individu-individu lain. Teori ini mencoba melihat dari hubungan
sebab akibat. Bila ada suatu kejadian mencoba menghubungkannya dengan
sesuatu.
Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan, kepemimpinan adalah sekedar
suatu atribusi yang dibuat orang mengenai individu yang lain. Andaikata
sebuah organisasi mempunyai kinerja yang sangat positip atau negatip orang
cenderung memberikan penilaian terhadap kinerja tersebut lepas dari situasi
kondisi yang dihadapi.
6. Teori Kepemimpinan Karismatik
Merupakan perpanjangan dari teori atribusi. Dalam teori ini para pengikut
menghubungkan kemampuan pemimpin yang luar biasa dikaitkan dengan
kinerja organisasi. Pemimpin karismatik adalah pemimpin dengan kekuatan
pribadinya mampu memberikan pengaruh yang luar biasa pada para pengikut.
Menurut J,A.Conger dan R.N.Kanungo karakteristik pemimpin yang
karismatik adalah sebagai berikut:
a. Percaya diri.
b. Mempunyai visi. Artinya memiliki tujuan yang ideal, memiliki masa
depan yang lebih baik dari pada status quo.Semakin jauh disparitas
antara tujuan ideal denga status quo maka akan semakin karisma sang
pemimpin
c. Kemampuan untuk megungkap visi dengan gamblang, artinya mampu
memperjelas visi dengan kata-kata yang mudah dipahami orang lain.
d. Keyakinan kuat tentang visi.
e. Perilaku yang sering diluar aturan.
f. Diyakini sebagai agen perubahan.
g. Kepekaan terhadap lingkungan
Kepemimpinan karismatik kemungkinan tidak selalu diperlukan untuk
Program Studi Teknik Industri UWP
53
Psikologi Industri
mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Melainkan ketika tugas dari
pengikut memiliki suatu komponen ideologis atau bila lingkungan melibatkan
satu tingkat stres dan ketidakpastian yang tinggi. Sebagai contoh, ia selalu
tampil lebih besar dalam politik, agama, ketika perang atau perusahaan bisnis
memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru atau menghadapi suatu
krisis yang mengancam kehidupannya.
7. Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin berinteraksi dengan bawahan melalui proses transaksi. Teori
yang telah diuraikan sebelumnya seperti studi Ohio, model Fiedler merupakan
model pemimpin transaksional. Pemimpin jenis ini memandu atau memotivasi
pengikut mereka ke arah tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas
peran dan tugas.
8. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin
transformasional
adalah
pemimpin
yang
memberikan
pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang
memiliki kharisma.
Pengaruh pemimpin dapat merubah perilaku bawahannya, menjadi orang
yang merasa mampu dan berupaya mencapai prestasi tinggi
Kepemimpinan transformasional dapat mengilhami pengikut untuk lebih
mementingkan kepentingan-diri mereka sendiri demi kebaikan organisasi, dan
yang dapat memberikan efek sangat baik dan luar biasa pada diri pengikutnya.
Mereka mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan
dari pengikut individual; mereka mengubah kesadaran para pengikut akan
persoalan-persoalan
menggairahkan,
dengan
cara-cara
membangkitkan dan
baru;
mengilhami
dan
mereka
para pengikut
mampu
untuk
mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai tujuan kelompok.
Teori kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak dapat
dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan penyelesaian
pekerjaan. Kepemimpinan transformasional di bangun di atas puncak
Program Studi Teknik Industri UWP
54
Psikologi Industri
kepemimpinan transaksional. Di sisi lain kepemimpinan transformasional lebih
daripada
karisma.
Pemimpin
transformasional
akan
berusaha
untuk
menanamkan dalam diri pengikut kemampuan untuk mempertanyakan tidak
hanya pandangan yang sudah mapan melainkan juga pandangan yang
ditetapkan oleh pemimpin.
REFERENSI
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Rasimin. B.S. 2004. Teori Kepemimpinan. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
55
Psikologi Industri
BAB 6
GAYA, AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN
1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Pengertian mengenai pemimpin banyak sekali, yaitu sebanyak pribadi
yang meminati masalah pemimpin. Namun diantara pengertian yang dapat Kita
fahami sebagai berikut:
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan
kelebihan—khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang--, sehingga dia
mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pengertian ini
menggambarkan bahwa seorang pemimpin adalah, mereka yang memiliki
kelebihan,
sehingga
ia
memiliki
kekuasaan
dan
kewibawaan
untuk
menggerakkan, mengarahkan dan membimbing bawahan. Serta mendapatkan
pengakuan dan dukungan dari bawahannya, dan mampu menggerakkan
bawahan ke arah pencapaian tujuan tertentu.
Henry Pratt Fairchild mendefinisikan pemimpin dalam pengertian yang
lebih luas, adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah
laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol
usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (dalam
Kartono, 2002; 2005).
Menurut Bass (dalam Yudhawati, 2005) pemimpin merupakan orang yang
memiliki suatu program dan berprilaku secara bersama-sama dengan anggota
kelompoknya dengan mengaplikasikan cara atau gaya tertentu, sehingga gaya
kepemimpinan memiliki peranan sebagai kekuatan yang dinamik yang
mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam menetapkan
tujuan yang akan dicapai.
Berdasarkan beberapa pengertian pemimpin dapat ditarik kesimpulan
bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus yang dapat
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama
mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
Adapun pengertian kepemimpinan menurut Oedway Tead dalam bukunya
Program Studi Teknik Industri UWP
56
Psikologi Industri
The
Art
of
Leadership
menyatakan
kepemimpinan
adalah
kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Menurut George R.Terry dalam bukunya Principle of Management
memberikan pengertian kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi
orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Sedangkan menurut Howard H.Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public
Administration menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa pada kepimpinan terdapat unsur-unsur:
a. Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
b. Kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain,
untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok
2.
Gaya Kepemimpinan
2.1 Gaya Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership Styles)
Gaya kepemimpinan karismatik menurut Luthans (1992) terdiri atas tiga
tipe perilaku, yang secara singkat hubungan pimipinan dan bawahan diuraikan
pada tabel berikut ini:
Gaya
Kepemimpina
Pemaknaan
n Karismatik
Envisioning
Membangun gambaran ke
depan---atau keinginan ke
depan ---di mana karyawan
dapat mengidentifikasi dan
merasakan kebahagiaan.
Energizing
Secara
langsung
membangkitkan
energi,
memotivasi perilaku karyawan
dalam organisasi
Enabling
Secara psikologis membantu
Program Studi Teknik Industri UWP
Contoh
3. Mengartikulasikan
visi.
4. Mensetting
(menetapkan)
harapan
yang
besar
5. Menunjukkan
kegembiraan
personal
dan
kepercayaan.
6. Mencari,
menemukan dan
mendapatkan
kesuksesan.
7. Memberikan
57
Psikologi Industri
karyawan
bertindak
atau
berprestasi untuk mencapai
tujuan yang menantang
dukungan.
8. Memberikan
empati
Sedangkan Robbins (2003) merinci menjadi empat proses cara atau gaya
kepemimpinan karismatik di dalam mempengaruhi bawahannya. Pertama,
proses itu dimulai saat pemimpin mengutarakan dengan jelas suatu visi yang
menarik. Visi ini memberikan suatu kesinambungan bagi para pengikut dengan
menautkan masa kini dengan masa depan yang lebih bak bagi organisasi itu.
Kedua, kemudian pemimpin mengkomunikasikan harapan dan kinerja yang
tinggi dan mengungkapkan keyakinan bahwa para pengikutnya dapat
mencapai pengharapan itu. Hal ini akan dapat meningkatkan harga diri dan
kepercayaan diri para pengikut. Ketiga, kemudian pemimpin menghantarkan,
lewat kata dan tindakan, suatu perangkat baru dari nilai-nilai dan dengan
perilakunya menunjukkan suatu contoh untuk ditiru para pengikutnya. Dan
keempat, pemimpin karismatik melakukan pengorbanan diri dan terlibat dalam
perilaku yang tidak konvensional untuk memperlihatkan keberanian dan
keyakinan mengenai visi itu.
3.
Gaya Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan
transaksional
menurut
Bass
merupakan
sebuah
pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Dalam pengertian
bahwa secara essensial, kepemimpinan transaksional mengembangkan
pertukaran dengan pengikut-pengikutnya mengenai apa yang pengikutpengikutnya ingin terima jika mereka melakukan sesuatu yang benar, atau
salah.
Dinamika dari suatu quid pro quo (saya akan melakukan sesuatu untuk
kamu jika kamu melakukan sesuatu untuk saya) mendominasi pertukaran
transaksional. Tugas pemimpin atau peran pemimpin adalah menjelaskan
tugas-tugas yang diperlukan dan memberikan imbalan yang terpenuhi (hater
dan Bass dalam Burn, 2004). Teori kepemimpinan transaksional menyatakan
bahwa peran seorang pemimpin adalah menyediakan apa yang pengikut
butuhkan untuk dapat berprestasi secara efektif dan mencapai tujuan (House,
Program Studi Teknik Industri UWP
58
Psikologi Industri
Woycke & Fodor dalam Burn, 2004). Kepemimpinan transaksional tidak secara
khusus inspirasional meskipun terfokus pada melakukan pekerjaan
Adapun gaya kepemimpinan transaksional meliputi empat perilaku
sebagai berikut:
a.
Contingent reward
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menjelaskan pekerjaan yang
perlu dijelaskan. Pemimpin menggunakan penghargaan atau intensif untuk
mencapai hasil yang diharapkan.
b. Passive management by exception
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menggunakan koreksi atau
hukuman sebagai tanggapan bahwa pekerjaan dan penyimpangan tidak dapat
diterima jika tidak sesuai dengan standar yang ditentukan.
c. Active management by exception
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin secara aktif memantau
pekerjaan yang dilakukan dan menggunakan metode memperbaiki atau
mengoreksi untuk memastikan bahwa pekerjaan sesuai dengan standar.
d. Laissez faire leadership
Pemimpin tidak tertarik dan “lepas tangan” terhadap para pekerja dan
pekerjaannya.
Pemimpin
mengabaikan
kebutuhan
orang
lain,
tidak
menanggapi persoalan dan memantau pelaksanaan pekerjaan.
Gaya kepemimpinan transaksional ini mempengaruhi orang lain dengan
menukar pekerjaannya dengan gaji tetapi tidak membangun arti dari kerja dan
menghambat kreativitas. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan komitmen
kerja karyawan. Artinya bahwa praktik gaya kepemimpinan transaksional
hanya menjadi dasar bagi tumbuhnya komitmen bawahan, tetapi tidak mampu
meningkatkan komitmen bawahan
4.
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Konsep kepemimpinan transformasional menurut Burn (dalam Yudhawati,
2005) dikembangkan melalui landasan teori tata tingkat kebutuhan dari
Maslow. Burn menjelaskan konsep keterkaitan antara konsep kepemimpinan
Program Studi Teknik Industri UWP
59
Psikologi Industri
transformasional dan transaksional dengan teori tata tingkat kebutuhan
bawahan yang lebih rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman dan
kebutuhan akan penghargaan akan dapat terpenuhi dengan baik melalui gaya
kepemimpinan transaksional. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri menurut Killer (dalam
Yudhawati,
2005)
hanya
dimungkinkan
melalui
gaya
kepemimpinan
transformasional.
Kepemimpinan transformasional dapat diidentifikasi melalui dampaknya
terhadap sikap, nilai, asumsi dan komitmennya sedemikian rupa sehingga
selaras dengan organisasinya maka diyakini bahwa karyawan memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi pada pemimpinnya. Menurut Howell dan Merenda
(dalam Yudhawati, 2005) dalam kepemimpinan transformasional keberhasilan
organisasi sebagian besar akan bergantung pada sikap, nilai dan keterampilan
pemimpin. Pemimpin transformasional yang efektif akan menunjukkan sifatsifat sebagai berikut: (a) melihat diri sendiri sebagai agen perubahan, (b)
pengambil resiko yang berhati-hati, (c) memiliki kepercayaan kepada karyawan
dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan karyawan, (d) mampu membimbing
karyawan, (e) fleksibel dan terbuka terhadap pengalaman, (c) memiliki
kemampuan kognitif, disiplin dan mampu menganalisa masalah secara hatihati dan (d) memiliki visi.
Menurut Bass empat ciri yang dimiliki seorang pemimpin sehingga
memiliki kualitas transformasional adalah sebagai berikut:
a.
Pemimpin tersebut memiliki kharisma yang diakui oleh pengikutnya
Menurut Poper dan Zakkai (dalam Yudhawati, 2005) pemahaman akan
kepemimpinan karismatik tidak terlepas dari pengertian karisma. Karisma
merupakan kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi karyawan
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi. Karyawan mempercayai
pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan dan tujuan
yang dianggap benar. Oleh karena itu pemimpin yang memiliki karisma
akan lebih mudah mempengaruhi dan mengarahkan karyawan agar
bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh pemimpin untuk
keberhasilan organisasi.
Program Studi Teknik Industri UWP
60
Psikologi Industri
b.
Inspirasional
Motivasi
inspirasional
didefinisikan
sebagai
sejauhmana
seorang
pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan
simbol-simbol yang memfokuskan pada usaha-usaha bawahan dan
memadukan perilaku-perilaku yang sesuai. Pemimpin yang inspirasional
menurut Bass didefinisikan sebagai sejauhmana seorang pemimpin
mampu mengkomunikasikan suatu visi yang menarik dan berwawasan ke
depan.
Pemimpin
transformasional
memotivasi
dan
menginspirasi
karyawan dengan jalan mengkomunikasikan harapan dan tantangan kerja
secara jelas serta mengekspresikan tujuan-tujuan penting. Pemimpin juga
membangkitkan semangat kerjasama tim atau kelompok, antusiasime dan
optimisme pada karyawan.
c.
Perhatian individual
Pemimpin transformasional memberikan perhatian pada kebutuhan setiap
individu untuk berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak selaku
pelatih atau penasehat. Pemimpin menghargai dan menerima perbedaan
individual dalam hal kebutuhan dan minat. Ia selalu berusaha berinteraksi
dan berkomunikasi secara individual dengan karyawan. Menurut Yukl
(dalam Yudhawati, 2005) perhatian yang diindividualisasikan termasuk
memberi dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalamanpengalaman tentang pengembangan kepada pengikut. Berbagai tugas
didelegasikan sebagai cara mengembangkan kemampuan karyawan.
Tugas yang didelegasikan akan dipantau untuk memastikan apakah
karyawan membutuhkan arahan atau dukungan untuk menilai kinerja
yang dicapainya.
d.
Stimulasi intelektual
Ini merupakan kemampuan pemimpin untuk menstimulasi pemikiran atau
ide-ide dari bawahannya. Pemimpin meningkatkan kesadaran para
pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut
untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru.
Menurut
Bass
melalui
stimulasi
intelektual,
pemimpin
berupaya
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan
Program Studi Teknik Industri UWP
61
Psikologi Industri
kreativitas karyawan dalam menghadapi dan memecahkan masalah
berdasarkan pemikiran, imajinasi, keyakinan dan nilai-nilai.
Keempat syarat tersebut akan saling melengkapi, namun tidak harus
semuanya dimiliki oleh seorang pemimpin transformasional. Semakin banyak
kualitas yang dimiliki akan semakin kuat pengaruhnya sebagai pemimpin
transformasional. Sifatnya kontinuum dan merupakan satu tingkatan di atas
kepemimpinan transaksional.
5.
Hersey and Blanchard’s Life-Cycle, or Situasional, Approach
Hersey dan Blanchard (dalam Luthans, 1992), mengidentifikasikan dua
gaya kepemimpinan:
a. Gaya tugas (task style); pemimpin mengatur dan membagi tugas
bawahan; pemimpin menjelaskan tugas-tugas pada masing-masing
bawahan yang harus dilakukan dan kapan, di mana dan bagaimana
bawahan melakukannya.
b. Gaya relasi (relationship style); pemimpin terbuka, memiliki relasi
dengan anggota kelompok, dan terdapat komunikasi terbuka, dukungan
psikologis dan emosional.
Hersey dan Blanchard memasukkan kematangan pengikut di dalam
modelnya. Tingkat kematangan berkaitan dengan:
a. Job maturity
b. Psychological maturity
Adapun pemetaan kematangan anak buah, berdasarkan empat kategori
kematangan, yaitu:
a. Tak Mampu dan Tak Mau (M1)
Termasuk pengikut pasif
b. Tak Mampu, tetapi Mau (M2)
Termasuk pengikut pasif
c. Mampu, tetapi Tak Mau (M3)
Termasuk pengikut aktif
d. Mampu dan Mau (M4)
Termasuk pengikut aktif
Program Studi Teknik Industri UWP
62
Psikologi Industri
Kunci kepemimpinan yang efektif dalam model ini disesuaikan terhadap
situasi dengan gaya kepemimpinan yang tepat, sehingga dapat disimpulkan
empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu:
a. Telling style; tugas tinggi, gaya relasi tinggi dan efektif, ketika pengikut
memiliki tingkat kematangan rendah.
b. Selling style; tugas tinggi, gaya relasi rendah dan efektif ketika pengikut
memiliki kematangan sebagian rendah.
c. Participating style; tugas rendah, gaya relasi tinggi dan efektif ketika
pengikut sebagian memiliki kematangan yang tinggi.
d. Delegating style; tugas rendah, gaya relasi rendah dan efektif ketika
pengikut memiliki kematangan tingkat tinggi.
Berdasarkan kriteria dasar kepemimpinan, diketahui bahwa tingkat
kematangan (maturity level) dari para bawahan menentukan gaya efektif dari
pemimpin. Gaya pemimpin berubah-ubah tergantung dari tingkat pekerjaan
dan kematangan psikologis dari para pengikutnya.
Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa tingkat kematangan dari para
bawahan tidak tetap. Bawahan yang tidak dewasa berubah untuk menjadi lebih
dewasa. Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah membantu bawahan
untuk meningkatkan tingkat kematangannya. Pemimpin harus menyesuaikan
dirinya terhadap situasi tidak hanya pasif tetapi juga secara aktif.
6.
Aktivitas dan Peran Pemimpin
Luthans (1992) membagi aktivitas dan peran pemimpin menjadi empat,
yaitu:
a. Communication: aktivitas ini terdiri dari informasi yang terus berubah
dan proses pekerjaan di dalam menulis. Perilaku yang dapat diamati
berupa menjawab perosedur pertanyaan, menerima dan menyebarkan
permintaan informasi, menyampaikan hasil pertemuan (meeting),
memberi dan menerima informasi rutin baik melalui telepon, email,
membaca laporan, menulis laporan/memo/surat, laporan keuangan rutin
dan pemegang buku dan kas.
b. Traditional Management: aktivitas ini terdiri dari perencanaan, membuat
Program Studi Teknik Industri UWP
63
Psikologi Industri
keputusan dan mengontrol. Perilaku yang dapat diamati meliputi
penempatan tujuan dan sasaran, membagi tugas yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tujuan, membuat jadwal karyawan, menangani tugastugas, instruksi-instruksi rutin, menegaskan permasalahan, menangani
masalah dari hari ke hari, memutuskan apa yang harus dilakukan,
mengembangkan prosedur baru, inspeksi kerja, berkeliling untuk
menginfeksi kerja, memantau data kinerja, memenuhi kesejahteraan
karyawan.
c. Human Resource Management: aktivitas ini terdiri atas beberapa
kategori; memotivasi/reinforcement, disiplin/punnishment, management
konflik, susunan kepegawaian, dan pelatihan/pengembangan. Karena
hal ini tidak secara umum dapat diamati, kategori disiplin/punnishment
yang dapat dianalisa. Pengamatan perilaku untuk aktivitas ini meliputi
memberikan
penghargaan
atau
imbalan,
meminta
masukan,
memberikan feedback positif, memotivasi, menangani konflik, meninjau
aplikasi
(surat
memenuhi apa
lamaran),
melakukan
yang dibutuhkan,
wawancara
pada
orientasi karyawan,
aplikasi,
mengatur
pelatihan, menjelaskan tugas-tugas, melakukan pelatihan, memberikan
saran, dan mengamati tugas karyawan.
d. Networking: aktivitas ini terdiri dari sosialisasi/politik dan interaksi
dengan lingkungan luar. Perilaku yang dapat diamati diasosiasikan
dengan perilaku yang meliputu relasi-network “percakapan”; bercanda,
diskusi rumor, kabar angin, komplein, keluhan; politik, berlaku adil
terhadap
pelanggan,
supliyer
dan
yang
membantu
pekerjaan;
memperhatikan pertemuan diluar organisasi; dan melakukan dalam
tugas-tugas tertentu.
Tabel-1, Aktivitas Managerial dan Deskripsi Perilaku Berdasarkan Pengamatan
Realitas Manager
Aktivitas Managerial dan Deskripsi Perilaku Berdasarkan Pengamatan Lepas dari Realitas Manager
1. Planning/Conditioning
a. Penetapan tujuan dan sasaran
b. Membagi tugas-tugas yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tujuan
Program Studi Teknik Industri UWP
7.
Monitoring/Controlling Performance
a. Inspeksi kerja
b. Keliling dan mengecek
c. Monitoring data kinerja (contoh, prin komputer,
64
Psikologi Industri
2.
3.
4.
5.
6.
c. Membuat jadwal karyawan, waktu kerja
d. Menangani tugas-tugas dan memberikan instruksi rutin
e. Koordinasi aktivitas dari masing-masing bawahan,
agar pekerjaan dapat berjalan lancar
f. Mengatur kerja
Staffing
a. Mengembangkan deskripsi kerja untuk posisi awal
b. Meninjau ulang aplikasi (surat lamaran)
c. Mewawancarai pelamar
d. Mendengarkan
e. Berhubungan dengan aplikasi untuk menginformasikan
mereka apakah mereka mendapat upah atau tidak
f. “Memenuhi” apa yang dibutuhkan
Training/Development
a. Orientasi karyawan, menyusun seminat untuk
pelatihan, dsb.
b. Menjelaskan peraturan, kewajiban, deskripsi kerja
c. Melatih, menasehati, mengaktifkan karyawan melalui
tugas
d. Membantu bawahan dengan rencana pengembangan
personal.
Decision Making/Problem Solving
a. Menyelesaikan masalah
b. Memilih antara 2 atau lebih alternatif atau strategi
c. Menangani dari hari kehari masalah yang muncul
d. Mempertimbangkan penjualan; menganalisa mnanfaat
harga
e. Memutuskan apa yang harus dilakukan
f. Mengembangkan prosedur baru untuk meningkatkan
efisiensi
Processing Paperwork
a. Memproses mail
b. Membaca laporan di dalam box
c. Menulis laporan, memo, surat, dsb
d. Melaporkan rutinitas keuangan dan pemegang buku
e. Tugas-tugas umum
Exchanging Routine Information
a. Menjawab rutinitas pertanyaan prosedural
b. Menerima dn membutuhkan informasi
c. Menyampaikan hasil pertemuan
d. Memberi atau menerima informasi rutin melalui
telefon
e. Pertemuan staff dari informasi-informasi alamiah
(memperbaharui status, kebijakan baru perusahaan,
dsb)
produksi, laporan keuangan)
d. Memenuhi kebutuhan karyawan
8. Motivating/Reinforcing
a. Mengalokasikan imbalan/penghargaan
organisasi secara formal
b. Meminta masukan, partisipasi
c. Menyampaikan penghargaan, pujian
d. Memberikan kredit yang seharusnya
e. Mendengarkan saran
f. Memberikan umpan balik pada kinerja yang
positif
g. Meningkatkan tantangan kerja
h. Memberikan tanggung jawab dan wewenang
i. Membiarkan bawahan menentukan bagaimana
mereka harus bekerja
j. Mengedepankan kelompok yang superior, dan
mendukung bawahan
9. Disciplining/Punishing
a. Membuat aturan dan kebijakan
b. Gangguan
c. Penurunan pangkat, pemecatan, pemberhatian
sementara
d. Menegur dan memperhatikan organisasi
e. “Menegur/membentuk” bawahan, mengkritik
f. Memberikan feedback pada kinerja yang
negatif.
10. Interacting with Outsiders
a. Public relations
b. Pelanggan
c. Kontak dengan supliyer, dan penjaja
d. Pertemuan luar
e. Melakukan komunikasi
11. Managing Conflict
a. Mengatur konflik interpersonal antara bawahan
dengan lainnya
b. Menarik kepada otoritas yang lbih tinggi untuk
memecahkan perselisihan
c. Melakukan negosiasi
d. Mencoba untuk bekerjasama atau mufakat
antara fihak yang berkonflik
e. Mengusahakan untuk mengatasi konflik antara
bawahan dan diri sendiri
12. Socializing/Politicking
a. Relasi percakap yang tidak terkait dengan
masalah kerja (contoh, keluarga, urusan
personal)
b. Informasl “sambil bercanda”
c. Diskusi rumors, kabar angin, grapevine
d. Komplein, keluhan orang yang mengalami
kegagalan
e. Politik
Sumber; diadaptasi Fred Luthans dan Diane Lee Lockwood, “Toward on Observation System for Measuring Leader
Behavior in Natural Setting,” dalam J.G.Hunt, D.Hosking, C.Schriesmein, dan R.Stewart (eds), Leaders and Managers, Pergamon
Press, New York, 1984
Program Studi Teknik Industri UWP
65
Psikologi Industri
7.
Keterampilan Pemimpin
Pemimpin, di dalam menghadapi dan menangani organisasi yang
semakin kompetitif, maka ia harus:
Mengatur dan melatih karyawan untuk menjadi top-prioritas. Sebagai
contoh, Jepang menempatkan pelatihan sebagai prioritas tinggi dengan alasan
untuk kesuksesan yang besar. Begitu pula dengan negara Amerika
mementingkan pelatihan. Pelatihan berguna untuk dapat meningkatkan diri
mereka sendiri dan menjadikan perusahan lebih kompetitif.
Merancang ulang kerja adalah cara lain teknik kepemimpinan penting
untuk dapat diimplementasikan. Pendekatan ini berusaha mengatur kerja
yang kompleks, dari meningkatnya kerja dengan membangun tanggung jawab
yang lebih, yang baru-baru ini terpusat pada identifikasi karakteristik, variasi,
signifikansi otonomi dan mengidentifikasikan feedback. Yang terpenting adalah
ketika karyawan menerima karakteristik dari pekerjaan mereka, mereka
memiliki kualitas kerja yang tinggi. Pemimpin harus memberikan perhatian
khusus terhadap otonomi dan karakteristik feedback dari kerja mereka.
Otonomi meliputi memberikan wewenang kepada bawahan untuk membuat
keputusan dan memecahkan masalah. Memberikan perhatian selama bekerja
dapat berupa feedback pada beberapa pekerjaan, tetapi pemimpin juga harus
memberikan feedback langsung untuk karyawan.
Pendekatan perilaku pemimpin kepada bawahan. Pendekatan perilaku ini
dapat berupa memberikan penghargaan atau imbalan nonfinansial.
Praktek Meningkatkan Kepemimpinan
1. Share dengan para pengikut akan pencapaian suatu tujuan
2. Komunikasi harapan prestasi kerja yang tinggi dan membangun
kepercayaan diri kepada pengikut untuk mempertemukan harapan,
mengatakan sebagai contoh, “saya memiliki kepercayaan diri setiap hari
yang jika kamu menggunakan kreatifitas dan keterampilan kamu kamu
akan sukses dalam tantangan tugas.”
3. Bekerja untuk memiliki suatu kapasitas, memiliki suara yang menarik
hati
Program Studi Teknik Industri UWP
66
Psikologi Industri
Yukl menambahkan Bass dan Avolio bahwa untuk menjadi pemimpin
yang transformasional maka:
1. Memberi semangat bicara dengan tujuan meningkatkan optimis dan
antusiasme besar dan mengingatkan pengikut akan visi
2. Membangun/memebesarkan
hati/menganjurkan
kretivitas
dan
intellegent penyelesaian masalah bagi pengikutnya
3. Memberikan perhatian personal kepada seluruh anggota
4. Memberikan feedback dalam cara cara yang mudah untuk menerima,
memahami, dan menggunakan untuk perkembangan personal:
5. Memberi kuasa/wewenang individu untuk meningkatkan visi dengan
meminta mereka menentukan cara terbaik untuk mencapai objektif,
mengurangi birokrasi paksaan/ketidakleluasaan, dan menyediakan
sumber yang memadai
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
Burn, S.M. 2004. Groups Theory and Practice Shawn. Thompson Wadsworth:
Australia, Canada, Mexico, Singapore, Span, United Kingdom, United
States.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan
Abnormal Itu?. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
67
Psikologi Industri
Yudhawati,
D.
2005.
Hubungan
persepsi
Gaya
Kepemimpinan
Transformasional, Transaksional dan Komitmen Organisasional dengan
Mutu Pelayanan Pramuniaga Matahari Departemen Store Magelang.
Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada
Program Studi Teknik Industri UWP
68
Psikologi Industri
BAB 7
DINAMIKA KELOMPOK DAN TIM KERJA
1.
Tujuan Instruksional Umum
Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mengetahui dan
memahami dinamika kelompok dan tim dalam dunia kerja.
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan untuk:
a. Mengetahui jenis-jenis kelompok
b. Mengetahui dinamika kelompok formal
c. Mengetahui dinamika kelompok informal
d. Memahami peran tim dalam dunia kerja
3.
Jenis-jenis Kelompok
Kelompok menurut Kartono (2005) adalah kumpulan yang terdiri dari dua
atau lebih individu, dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti
serta nilai bagi orang lain, dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Pada
setiap anggota kelompok tersebut selalu kita dapati aksi-aksi dan rekasi yang
timbal balik. Jadi ada dinamika kelompok.
Kelompok secara struktural menurut Munandar (2001) dapat dibedakan
ke dalam dua jenis, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok
formal adalah kelompok yang dibentuk oleh manajer untuk membantu
organisasi di dalam mencapai tujuan. Sedangkan kelompok informal
didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terbentuk berdasarkan tujuan
persahabatan. Kelompok formal dan kelompok informal memiliki subklasifikasi.
Kelompok formal terdiri atas kelompok komando dan kelompok tugas.
Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasinya, terdiri dari atasan
dan bawahan. Dan kelompok tugas adalah kelompok yang terdiri dari para
karyawan yang bekerja bersama untuk dapat menyelesaikan tugas tertentu.
Sedangkan kelompok informal terdiri atas kelompok kepentingan dan
persahabatan. Kelompok kepentingan adalah individu-individu bersatu karena
Program Studi Teknik Industri UWP
69
Psikologi Industri
memiliki kepentingan bersama. Dan kelompok persahabatan adalah individuindividu membentuk kelompok karena memiliki kesamaan.
Komando
Formal
Tugas
Kelompok
Kepentingan
Informal
Persahabatan
Gambar-1, Bagan Jenis-jenis Kelompok
4.
Dinamika Kelompok Formal
Kelompok formal atau organisasi formal yang disebut sebagai kelompok
sekunder, merupakan bentuk hierarki resmi, seperti telah ditentukan di atas
kertas. Maka menjadi kewajiban para pemimpin ialah untuk memahami
bagaimana fungsi dan beroperasinya kelompok formal tersebut dalam
kenyataan dan praktiknya.
Ciri-ciri kahas organisasi formal ialah: (1) bersifat impersonal, (2)
kedudukan setiap individu berdasarkan fungsi masing-masing di dalam satu
sistem hierarki, dengan tugas pekerjaan masing-masing, (3) relasinya
berlandaskan alasan-alasan idiil, dan (4) suasana kerja dan komunikasi
berlandaskan pada kompetisi/persaingan.
Peran individu di dalam kelompok formal diatur sesuai dengan hierarki
kekuasaan. Kekuasaan hierarkis akan didelegasikan secara bertingkat-tingkat,
sehingga peran individu di dalam kelompok formal dapat dijalankan dengan
sangat baik ketika ia memiliki iklim yang bersahabat, dan ada iklim saling
bertukar pendapat secara terbuka.
Pada kelompok formal orang melakukan usaha kooperatif mencapai
tujuan/sasaran bersama,
dibantu
macam-macam sumber dan sarana.
Berlangsunglah satu kerja sama, disertai kegiatan memimpin-dipimpin,
ketertiban, pengaturan atau regulasi, pembagaian tugas pekerjaan, dan tata
kerja yang teratur.
Program Studi Teknik Industri UWP
70
Psikologi Industri
Kelompok formal secara ringkas memiliki pengorganisasian yang menjalin
semua relasi di antara semua kegiatan kerja, pemanfaatan tenaga manusia,
dan kesatuan-kesatuan alat-alat serta mesin, dengan tugas dan otoritas
sendiri-sendiri.
Maka
tugas
pokok
upaya
kelompok
formal
atau
pengorganisasian formal meliputi:
a.
Menentukan kelompok/unit-unit kerja
b.
Membagi tugas-tugas kerja
c.
Menentukan tingkat otoritas, yaitu kewibawaan dan kekuasaan untuk
bisa bertindak secara bertanggung jawab.
Maka dengan sistem pembagian kerja dan tugas-tugas khusus atau
spesialisasi, dicapai keterampilan/kemahiran teknis tinggi, penghematan waktu,
dan maksimaliasi kecepatan kerja. Tersusunlah kemudian hierarki kerja
dengan segala kompleksitasnya, yaitu berupa unit-unit kerja sebagai
segmen/bagian dari satau totalitas yang bisa dikuasai dan diperintah secara
langsung.
Kemudian
pengorganisasian
dan
berlangsunglah
relasi
pengadministrasian
kerja
yang
yang
dibutuhkan
baik
dari
bagi
satu
kelompok formal.
5.
Dinamika Kelompok Informal
Kelompok informal atau organisasi informal yang dikenal dengan
kelompok primer adalah sistem interelasi manusiawi berdasarkan rasa suka
dan tidak suka, dengan iklim psikis yang intim, kontak muka berhadapan muka
serta moral tinggi.
Ciri-ciri khas kelompok informal meliputi: (1) terintegrasi dengan baik, (2)
kelompok informal menjadi bagian dari kelompok formal, (3) setiap anggota
kelompok mengadakan interrelasi yang kuat dengan komunikasi yang akrab,
(4) terdapat iklim psikis “suka dan tidak suka” atau “iklim acuh dan tidak acuh”,
dan (5) memiliki keterikatan afeksi yang baik.
Peran individu di dalam kelompok informal menurut Luthans (1992),
terkait dengan pola norma-norma yang dikembangkan; dalam pengertian lain,
terkait dengan aturan-aturan yang ada di dalam organisasi. Peran individu
dapat dijalankan dengan sangat baik ketika ia memiliki harapan besar dapat
Program Studi Teknik Industri UWP
71
Psikologi Industri
menyesuaikan diri sesuai dengan norma-norma yang telah dibangun.
Pada umumnya, kelompok informal di dalam organisasi memberikan
tekanan pada setiap anggotanya agar menjalankan tugas kewajibannya
sebaik-baiknya, dan memberikan partisipasi yang layak pada organisasi. Hal ini
dilakukan untuk menghindari promosi atau kerja yang tidak wajar dan tidak
dapat ditolerir dan dianggap sebagai tidak loyal terhadap kelompok. Setiap
anggota akan dibela oleh kawan-kawan sekelompoknya atas dasar solidaritas
dan loyalitas kelompok, bila dirugikan oleh atasan atau anggota kelompok
lainnya. Dengan demikian aturan dan semua norma kelompok memiliki relasi
dengan interest organisasi sekaligus terkait dengan kepentingan individual dari
para anggota kelompok.
Sukses pemimpin itu tidak hanya diukur dari keberhasilannya dalam
menggerakkan individu-individu untuk berbuat saja, akan tetapi terutama sekali
pada kemampuannya untuk menggerakkan kelompok sebagai totalitas. Karena
itu salah satu tugas pemimpin ialah memperhatikan dinamika kelompok, yang
memiliki emosi, afeksi, sentimen, semangat, jiwa dan kepribadian yang khas
unik.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hendaknya seorang pemimpin
dapat membedakan antara gerombolan liar (mob, massa) dengan kelompok
informal. Di dalam massa gerombolan liar atau mob tidak terdapat interrelasi
pribadi/personal. Setiap individu sifatnya anonim---tidak dikenal, tanpa nama---,
dan hilang lenyap dalam arus massa. Setiap anggota dari mob/massa tidak
dikenal, dan tidak mengenal satu sama lain. Mereka tidak memiliki loyalitas,
dan tidak diikat oleh kelompok. sedang dalam kelompok informal terdapat
kontrol sosial yang ketat.
Massa/mob tidak memiliki tujuan sosial, dan tidak punya suatu fungsi;
sehingga tingkah laku masing-masing individu tidak bisa dipastikan oleh
fungsinya. Mereka juga tidak dapat dikendalikan oleh kontrol bersama, karena
tidak adanya relasi personal. Menurut Faturochman (1997) ciri-ciri psikologis
massa adalah: irrasional, emosional, mudah tersugesti, lebih berani mengambil
resiko, dan immoral. Lebih lanjut Faturochman menjelaskan bahwa sebabsebab terjadi kondisi-kondisi di atas adalah karena mereka merasa kehilangan
Program Studi Teknik Industri UWP
72
Psikologi Industri
identitas dirinya. Dalam suasana berkelompok, orang-orang merasa bahwa
tanggung jawab pribadi terhadap suatu hal berpindah menjadi tanggung jawab
kelompok. Keadaan seperti ini di sebut sebagai kekacauan tanggung jawab
(diffusion of responsibilit). Oleh karena perpindahan tanggung jawab tersebut,
orang-orang lebih berani berbuat nekat dan melanggar norma-norma sosial.
Adapun dampak dari massa mob atau gerombolan liar ini sifatnya murni
menular, menjalar, atau terinfeksi secara emosional.
Kelompok informal di dalam organisasi ---perusahaan, kesatuan dan
sebagainya ---bukan gerombolan liar atau massa. Kelompok-kelompok ini
bukannya asosiasi-asosiasi sosial temporer. Akan tetapi merupakan asosiasiasosiasi yang relatif permanen sifatnya; mempunyai ideologi, emosi-emosi
kuat, dan tujuan yang jelas. Juga memiliki struktur yang definitif jelas. Jumlah
anggotanya terbatas, tidak banyak seperti dalam massa. Setiap orang dalam
kelompok informal mengetahui tugasnya, sifat dan kebiasaan masing-masing;
jadi tidak anonim sifatnya. Setiap individu punya fungsi tertentu, dan menjalin
interelasi akrab dengan anggota lainnya. Sehingga terdapat moral kelompok
yang cukup tinggi dan kontrol sosial yang ketat.
Eksistensi kelompok informal pada intinya bertopang pada kebutuhan
untuk mencapai kepuasaan sosial, dan asas pilihan pribadi. Dalam kelompok
informal dengan asosiasi intim, terdapat semacam fusi dari banyak individu,
berwujud satu kesatuan totalitas kekamian dengan pemilikan unsur identifikasi
dan simpati yang kuat. Maka perasaan individu lebur menyatu dengan emosiemosi kawan-kawan kelompoknya.
Kelompok informal tidak dapat diharapkan munculnya kesatuan yang
mutlak serasi dan saling mencinta. Sebab kelompok-kelompok informal ini
merupakan unitas-unitas yang selalu terdifirensiasi dan kompetitif sifatnya, di
mana terdapat unsur penonjolan diri dan sentimen-sentimen pribadi. Namun
semua emosi dan sentimen tersebut diperlunak dan “disosialisir” oleh rasa
simpati dan jiwa kelompok yang hampir utuh sifatnya, berkat adanya bimbingan
pemimpin.
Lalu muncullah disiplin dan jiwa/semangat kelompok. Ambisi-ambisi
pribadi biasanya berupa ambisi “dalam kerangkan jiwa kelompok”. Pada
Program Studi Teknik Industri UWP
73
Psikologi Industri
umumnya pribadi mematuhi norma-norma kelompoknya.
Struktur
dari
kelompok-kelompok,
tidak
statis;
justru
perubahan
merupakan jaringan kekuatan yang sangat dinamis yang bisa berubah-ubah.
Sebabnya antara lain adalah:
a.
Seorang atau beberapa orang anggota bisa meninggalkan kelompoknya,
dan digantikan oleh orang-orang lain.
b.
Mungkin terjadi peristiwa-peristiwa tertentu yang menimpa kelompok atau
para anggotanya, sehingga hal tersebut dapat mengubah struktur dan
prestise kelompok
6.
Dengan terjadinya perubahan tugas, struktur kelompok akan ikut
berubah. Lalu muncul mekanisme kerja baru dan figur pemimpin yang
baru, sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi yang khusus.
6.
Tim Dalam Dunia Kerja
Tim menurut Katzenbach dan Smith (dalam Kreitner & Kinicki, 2004)
adalah sejumlah kecil orang dengan keterampilan-keterampilan yang saling
melengkapi dan menganggap bahwa mereka sama-sama bertanggung jawab
terhadap tujuan, sasaran kinerja, dan pendekatan bersama. Tim di dalam dunia
kerja memiliki komitmen bersama. Tim kerja diciptakan untuk berbagai maskud
yang lebih efisien di dalam menghadapi tantangan yang berbeda.
Secara umum tim kerja terdiri dari empat jenis, yaitu:
a. Tim penasihat. Tim penasihat diciptakan untuk memperluas basis
informasi bagi keputusan-keputusan manajerial. Tim penasihat
cenderung
memiliki
tingkat
spesialisasi
teknis
yang
rendah.
Koordinasi juga rendah karena tim penasihat sebagian besar bekerja
sendiri.
b. Tim produksi. Tim bertanggung jawab untuk menjalankan operasioperasi harian. Melakukan pelatihan yang minimal untuk tugas-tugas
yang rutin, dan memiliki tingkat spesialisasi teknis yang rendah.
Namun, koordinasi khususnya tinggi karena arus kerja dari satu tim
ke tim yang lain.
c. Tim proyek. Proyek-proyek membutuhkan pemecahan masalah yang
Program Studi Teknik Industri UWP
74
Psikologi Industri
kreatif, dan seringkali melibatkan aplikasi dari pengetahuan khusus.
d. Tim tindakan. Tim tindakan memiliki spesialisasi tinggi yang
dikombinasikan dengan koordinasi yang tinggi pula.
Selain empat jenis tim di atas, yaitu bekerja melalui tatap muka, terdapat
tim yang bekerja
menggunakan teknologi komputer, yaitu tim virtual. Tim
virtual adalah sebuah kelompok tugas yang tersebar secara fisik yang
menjalankan
usahanya
melalui
teknologi
informasi
modern.
Menurut
pendukungnya tim virtual sangat fleksibel dan efisien karena didorong oleh
informasi dan keterampilan. Akan tetapi sisi negatifnya adalah kurangnya
interaksi tatap muka dapat memperlemah kepercayaan, komunikasi dan
akuntabilitas.
Terdapat tiga faktor utama yang membedakan tim virtual dari tatap muka,
yaitu (1) kemangkiran paraverbal dan nonverbal, (2) konteks batas sosial, dan
(3) bakat yang datang dan tingkat hambatan.
Adapun kriteria efektivitas tim kerja, yaitu: kinerja dan kelangsungan
hidup. Kinerja berarti keberterimaan output (hasil/informasi) bagi para
konsumen di dalam atau di luar organisasi yang menerima produk, jasa,
informasi, keputusan, atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan tim (seperti
presentasi atau kompetisi). Sementara yang sedang berjalan terkait dengan
pemuasan kebutuhan dan harapan orang-orang luar seperti klien, konsumen,
dan penggemar.
Untuk kriteria kelangsungan hidup tim, di definisikan sebagai kepuasan
anggota tim dan berlanjutnya keinginan untuk berkontribusi. Apakah anggota
tim menjadi lebih baik atau lebih buruk karena telah menyumbang pada upaya
tim? Sebuah kerja tim tidak benar-benar efektif jika ia berhasil menyelesaikan
pekerjaan namun merusak dirinya sendiri selama dalam proses atau
menimbulkan habisnya kekuatan fisik, emosional maupun motivasi dari setiap
kelompok.
Model
ekologis
organisasional
menggambarkan
mereka.
Model
ekologi
tim
kerja
di
menekankan
dalam
bahwa
lingkungan
tim
kerja
membutuhkan sebuah sistem dukungan kehidupan organisasional. Terdapat
enam variabel penting dalam konteks organisasional. Tim kerja memiliki
Program Studi Teknik Industri UWP
75
Psikologi Industri
peluang yang jauh lebih besar untuk menjadi efektif jika tim diasuh dan
difasilitasi oleh organisasi. Tujuan tim harus sesuai dengan strategi organisasi.
Demikian
juga,
partisipasi
dan
otonomi
tim
membutuhkan
budaya
organisasional yang menghargai proses-proses tersebut. Anggota tim juga
membutuhkan peralatan teknologi dan pelatihan. Kerja tim perlu diperkuat
dengan sistem pemberian penghargaan organisasional. Tidak demikian halnya
jka pemberdayaan dan bonus dikaitkan semata-mata dengan output individual.
Sedangkan berkaitan dengan proses-proses internal dari tim kerja,
terdapat lima faktor penting yang merupakan karakteristik tim efektif yang
diperluas yang dapat bermanfaat dalam mengevaluasi tim tugas di dalam
pekerjaan.
Model Ekologis dari Efektivitas Tim Kerja
Konteks Organisasi
-Budaya
-Sistem penghargaan
-Strategi
-Struktur
-Teknologi
-Dukungan
Administrasi/ pelatihan
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Tim Kerja
Komposisi anggota
Dinamika antar pribadi
Tujuan
Sumber daya
Koordinasi dengan unit
kerja lain
Kriteria Efektivitas Tim:
1. Kinerja:
Hasil tim memenuhi harapan pengguna
2. Kelangsungan hidup
-Anggota puas dengan pengalaman kelompok
-Anggota berkeinginaan untuk meneruskan
kontribusi pada upaya tim
REFERENSI
Faturochman. 1997. Diktat Psikologi Sosial. Vol 1. Tidak Diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Program Studi Teknik Industri UWP
76
Psikologi Industri
Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan
Abnormal Itu? Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Munandar , A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
77
Psikologi Industri
BAB 8
KONFLIK (bagian 1)
1.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini, Anda diharapkan dapat mengetahui dan
memahami berbagai konflik.
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah selesai mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu untuk:
a. Mengetahui dan memahami konflik intraindividu
b. Mengetahui dan memahami konflik interpersonal
c. Mengetahui dan memahami konflik yang terjadi antar kelompok
d. Mengetahui dan memahami konflik organisasi
3.
Konflik Intraindividu
Konflik (dalam Multahada, 2002) dapat terjadi karena adanya dua motif
atau lebih yang muncul pada saat bersamaan yang sama-sama ingin
dipuaskan tetapi individu tidak mampu melakukannya, sehingga ia harus
memilih motif mana yang harus dipuaskan terlebih dahulu dan motif mana yang
harus ditunda. Konflik intraindividu adalah konflik yang terjadi di dalam diri
individu diantaranya adalah:
4.
Frustasi
Frustasi adalah keadaan emosional yang timbul manakala terdapat
kebutuhan yang terhalangi sebelum seseorang mencapai tujuan yang
diinginkan. Halangan atau rintangan yang menyebabkan frustasi karena faktor:
(1) pribadi, yaitu berasal dari keterbatasan individu sendiri, seperti cacat tubuh,
ketidakmampuan tertentu yang dapat menghambat usaha individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. (2) lingkungan, yaitu berasal dari luar
individu. Ini bisa terjadi pada lingkungan fisik dan sosial. Dan (3) konflik, yaitu
terjadi jika seseorang harus memilih diantara dua atau beberapa tujuan,
kehendak, motif dan tindakan.
Program Studi Teknik Industri UWP
78
Psikologi Industri
Frustasi merupakan keadaan emosional yang dapat berdampak negatif
atau positif. Keadaan negatif dapat terjadi ketika seseorang tidak mampu
mengendalikan
kepribadiannya.
Mereka
seringkali
melakukan
defense
mechanisms, diantaranya melalui: denial, proyeksi, displacement, withdrawl,
agresi dan sebagainya. Kondisi ini merupakan suatu kondisi yang tidak sehat.
Namun, tidak sedikit individu mampu mengarahkan frustasi ke arah yang
positif. Mereka tidak mereaksi frustasi dengan cara defensive tradisional,
melainkan menjadikan frustasi dapat meningkatkan kinerja dan organisasi. Ia
dapat
lebih
keras
mengatasi
halangan.
Dengan
melakukan
defense
mechanisme diantaranya melalui: mobilisasi dan penambahan aktivitas, berfikir
secara mendalam, resignation (tawakal, pasrah pada Tuhan), kompensasi dan
sebagainya.
Need
Drive
(deficiency)
Barrier
(deficiency with direction)
Frustastion
(-) Defense Mechanisms
(1) agression
(2) Withdrawl
(3) denial
(4) proyeksi
(5) displacement
Goal
Incentive
(1) Pribadi
(2) Lingkungan
Fisik
Sosial
(3) Konflik
(reduction of
the drives and
Fulfils deficencies)
(+) Defense Mechanisms
(1) mobilisasi dan penambahan aktivias
(2) berfikir secara mendalam
(3) resignation
(4) kompensasi
Gambar 1 . Model Sederhana Frustasi
5.
Konflik Tujuan
Konflik tujuan dapat terjadi ketika individu dihadapkan dengan suatu
kompetisi baik positif dan negatif atau dua atau bahkan lebih untuk mencapai
suatu tujuan. Konflik tujuan adalah konflik yang umum terjadi.
Secara umum, konflik tujuan terdiri atas: approach-approach conflict,
approach-avoidance conflict dan avoidance-avoidance conflict
Program Studi Teknik Industri UWP
79
Psikologi Industri
6.
Approach-approach Conflict
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang
kesemuanya memiliki nilai positif dan individu harus memilih diantara motifmotif tersebut.
Approach-approach conflict dapat dianalisa dengan teori disonansi
kognitif. Disonansi merupakan keadaan psikologis yang tidak aman karena
ketidakseimbangan kesadaran atau pengertian yang terjadi karena individu
menghadapi dua atau lebih alternatif keputusan. Menurut teori ini, disonansi
yang terjadi secara aktif dapat diatasi individu melalui motivasi yang tinggi
dengan
menghindari situasi dan
informasi
yang dimungkinkan dapat
meningkatnya konflik.
7.
Avoidance-avoidance Conflict
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang
kesemuanya mempunyai nilai negatif.
Avoidance-avoidance conflict biasanya mudah untuk diatasi. Individu
dihadapkan dengan dua tujuan negatif, di mana ia harus memilih atau dengan
mudah ia meninggalkannya. Jika hal ini dapat dilakukan maka konflik dengan
cepat dapat teratasi.
8.
Approach-avoidance Conflict
Konflik ini timbul apabila individu mengahadapi obyek yang mengandung
nilai positif sekaligus negatif.
Konflik tujuan ini sangat relevan untuk menganalisa perilaku organisasi.
Umumnya tujuan organisasi memiliki aspek positif dan negatif. Kondisi ini
dapat menimbulkan konflik berupa kecemasan. Konflik tipe approachavoidance conflict seringkali diatasi dengan cara yang sama sebagaimana
dissonance cognitive.
Program Studi Teknik Industri UWP
80
Psikologi Industri
9.
Konflik Peran dan Ambiguitas
Konflik peran dapat diartikan dengan konflik dari dalam dan tekanan yang
dihasilkannya biasanya karena peran tidak sesuai dengan harapan sosial dari
luar. Konflik peran memiliki tiga tipe:
a.
The person and the role; konflik dapat terjadi antara kepribadian individu
dan harapan dari peran.
b.
Intrarole; konflik dapat terjadi karena harapan yang kontradiksi mengenai
bagaimana suatu peran cenderung untuk dapat dijalankan
c.
Interrole; konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan syarat-syarat
dari dua atau lebih peran yang harus dijalankan dalam waktu yang
bersamaan.
Dalam organisasi, beberapa situasi dan tingkatan yang dialami individu
mungkin saja mengalami beberapa tipe konflik. Konflik peran dan ambiguitas
ada---mereka melakukannya, dan nampak tidak dapat menghindarkan—karena
ketidakmampuan di dalam mendefinisikan secara cermat letak dan tanggung
jawab di dalam berperan. Sehingga ambiguitas dapat menimbulkan suatu
percekcokan yang mengakibatkan suatu konflik peran di dalam diri individu.
10.
Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi ketika dua orang atau
lebih individu berinteraksi dengan orang lain. Dalam sudut pandang Kreitner
(2004) konflik ini dapat terjadi karena adanya konflik pribadi. Konflik pribadi
adalah pertentangan antar pribadi yang di dasarkan pada ketidaksukaan dan
ketidaksepakatan
yang
sifatnya
pribadi.
Untuk
menganalisa
konflik
interpersonal Kita dapat mengamati Transaksional Analisis (TA) dan the Johari
Window
11. Transaksional Analisis (TA)
Transaksional Analisis (TA) memberikan perhatian pada tiga wilayah,
yaitu: ego state, transaction, strokes and games. Namun dalam modul ini
hanya menyinggung ego state dan transaction between ego.
Program Studi Teknik Industri UWP
81
Psikologi Industri
Ego States. Ego memainkan peranan penting di dalam model
psikoanalisa
Freudian.
Dalam
struktur
kepribadian
manusia,
ego
merepresentasikan realita, dan ego secara rasional berusaha menerima id
impulsive (id menurut kata hati) dan kesadaran dari superego. TA
menggunakan latar belakang teori psikoanalisa sebagai latar belakang untuk
mengidentifikasi tiga keadaan penting ego: anak, orang dewasa, dan orangtua.
Tiga keadaan ego sesuai dengan id (anak), ego (orang dewasa) dan superego
(orangtua) dari konsep Freudian. Tiga keadaan ego lebih detail sebagai
berikut:
a.
Child (C) ego state (keadaan ego anak-anak). Keadaan di mana individu
bertindak seperti anak kecil yaitu impulsive (sesuai kata hati). Keadaan
anak dikarakteristikkan tunduk, patuh, menyesuaikan diri (sesuai dengan
tugas anak) atau tidak patuh, emosional, bergembira, atau memberontak.
Dalam kasus lain keadaan anak dikarakteristikkan dengan perilaku tidak
matang.
b.
Adult (A) ego state (keadaan ego orang dewasa). Dalam keadaan ini
seseorang
bertindak
seperti
kematangan
orang
dewasa.
Ketika
menghadapi masalah, ia dapat menyelesaikan masalah secara rasional.
Dia
mengumpulkan
informasi,
menganalisa
secara
hati-hati,
menggeneralisir alternatif, dan membuat pilihan logika. Dalam keadaan
dewasa individu tidak melakukan impulsive dan mendominasi. Dia
dikarakteristikkan dengan keterbukaan dan objekstif.
c.
Parent (P) ego state (keadaan ego orangtua). Individu bertindak seperti
dominasi orangtua. Individu dapat terlalu overprotective dan menyayangi
atau keras dan kritis. Keadaan orangtua dikarakteristikkan dengan standar
membangun dan mengatur orang lain. Mereka cenderung berbicara
lembut kepada orang lain dan memperlakukan orang lain seperti anak
kecil.
12.
Transactions Between Ego States.
Transaksi antara dua ego akan menjelaskan bahwa individu secara
Program Studi Teknik Industri UWP
82
Psikologi Industri
umum membangun tiga keadaan ego. Di mana satu keadaan ego mungkin
dapat mendominasi keadaan ego yang lain. Transaksi antara keadaan ego dari
TA dikasifikasikan sebagai berikut:
a.
Complementary transactions. Terdapat tiga gambar yang memungkinkan
terjadi transaksi yang saling melengkapi. Sebagaimana ditunjukkan
bahwa kesesuaian transaksi dapat terjadi jika pesan dikirim atau
perilaku dibangun oleh keadaan ego individu diterima tepat dan
diharapkan direspon dari keadaan ego individu lainnya. sebagai contoh
terdapat dua orang berinteraksi, yaitu bos (atasan) dan bawahan.
Gambar-1 menunjukkan interaksi antara atasan dalam keadaan
orangtua
dan
bawahan
dalam keadaan
anak
kecil.
Gambar-2
menunjukkan interaksi antara atasan dan bawahan dalam cara orang
dewasa. Sedangkan gambar-3, bawahan dalam keadaan orangtua, dan
bos dalam keadaan anak kecil. Meskipun jarang terjadi dibandingkan
dengan dua kasus di atas.
Berdasarkan gambar di atas, dapat difahami bahwa transaksi orang
dewasa dengan orang dewasa (adult-to-adult) adalah lebih efektif untuk
relasi interpersonal di dalam organisasi.
a.
Crossed transactions. Crossed transactions dapat terjadi ketika
pesan disampaikan atau perilaku dibangun oleh individu yang
memiliki keadaan ego yang direaksi bertentangan, tidak diharapkan.
Dalam hal ini bos mengancam bawahan seperti anak kecil, tetapi
bawahan berusaha merespon dengan cara orang dewasa. Crossed
transactions
adalah
sumber
konflik
interpersonal
di
dalam
organisasi. Hasilnya dapat menyakiti perasaan dan frustasi pada
Program Studi Teknik Industri UWP
83
Psikologi Industri
sebagian orang dan kemungkinan memiliki disfungsi organisasi.
b.
Ulterior transactions. Transaksi ini sangat kompleks. Transaksaksi
ini sangat halus tetapi seperti crossed transactions. Ulterior
transaction umumnya dapat merusak relasi interpersonal. Ulterior
transactions seringkali meliputi dua ego dalam satu individu.
Individu dalam suatu keadaan sebagai orang dewasa, namun di
dalam keadaan yang lain sebagai orangtua.
13.
The Johari Window
The Johari Window dikembangkan oleh Luft dan harry Ingham (kemudian
dinamakan Johari). Model ini secara khusus menganalisa konflik interpersonal.
1
2
Open Self
Hidden Self
3
4
Blind Self
Undiscovered
Self
Open self. Interaksi dalam bentuk ini adalah individu mengetahui tentang
dirinya dan orang lain. Secara umum terbuka dan terdapat kecocokan. Pada
tipe ini kecendrungan untuk berkonflik interpersonal sangat kecil dalam situasi
ini.
Hidden self. Dalam situasi ini individu memahami dirinya tetapi dia tidak
memahami orang lain. Hasilnya bahwa individu tertutup terhadap orang lain
karena takut akan adanya reaksi dari orang lain. Individu dapat menjaga
perasaannya atau sikap rahasia dan tidak akan terbuka terhadap orang lain.
Terdapat potensi konflik interpersonal dalam situasi ini.
Blind self. Dalam situasi ini individu mengetahui tentang orang lain tetapi tidak
mengetahui dirinya. Individu dimungkinkan secara tidak sengaja menganggu
orang lain. Sebagaimana hidden self, terdapat potensi konflik interpersonal
Program Studi Teknik Industri UWP
84
Psikologi Industri
dalam situasi ini.
Undiscovered self. Dalam situasi ini konflik interpersonal sangat besar
kemungkinan terjadinya. Individu tidak mengetahui dirinya dan orang lain. Di
sisi lain, terdapat banyak kesalahfahaman, dan konflik interpersonal seringkali
terjadi.
14.
Konflik Interkelompok
Konflik di antara kelompok kerja, tim dan departemen adalah ancaman
yang umum terjadi dalam daya saing organisasional. Menurut Kreitner dan
Kinicki (2004) anteseden yang dapat menimbulkan konflik interkelompok
berawal dari adanya kekompakkan (cohesiveness)—sebuah “perasaan kekami-an” yang mengikat anggota kelompok dapat menjadi hal yang baik atau
buruk. Kadar kekompakkan tertentu dapat mengubah sekelompok menjadi tim
yang baik. Namun tingkat kekompakkan yang terlalu banyak dapat melahirkan
pikiran kelompok karena keinginan untuk bergaul dengan baik sehingga
menghilangkan pemikiran yang kritis. Sedangkan anteseden lainnya menurut
Kertonegoro (1995) dikarenakan saling tergantung, perbedaan tujuan dan
perbedaan persepsi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip dalam Kreitner dan Kinicki
(2004) diketahui bahwa dalam suatu kelompok ketika diketahui adanya
kekompakkan yang meningkat, maka diketahui perubahan-perubahan:
a.
Anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri sebagai
sekumpulan individu unik, sementara mereka memandang anggotaanggota kelompok lain sebagai “sejenis”
b.
Anggota-anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri
benar secara positif dan bermoral, sementara mereka memandang
anggota-anggota kelompok lain secara negatif dan tidak bermoral
c.
Anggota di dalam kelompok memandang orang-orang yang ada di luar
sebagai ancaman
d.
Anggota-anggota di dalam kelompok membesar-besarkan perbedaanperbedaan antara kelompok mereka dengan kelompok lain. Khususnya
berkaitan dengan realitas yang menyimpang.
Program Studi Teknik Industri UWP
85
Psikologi Industri
Perubahan-perubahan yang dialami di dalam kelompok menyebabkan
perubahan antar kelompok, sebagai berikut:
a.
Persepsi terganggu
b.
Terdapat stereotif negatif
c.
Komunikasi menurun
Luthans (1992) menawarkan strategi yang dapat dilakukan ketika
menghadapi konflik interkelompok (yang juga dapat diterapkan ketika
menghadapi konflik interpersonal), adalah:
a.
Avoidance
(menghindari).
menghindari
konflik
Strategi
muncul
ini
berusaha
kepermukaan.
untuk
Contohnya,
penghindaran dapat dilakukan dengan mengabaikan konflik atau
memberikan solusi.
b.
Defusion
(menenangkan).
Strategi
ini
berusaha
untuk
menonaktifkan konflik dan mendinginkan emosi dan permusuhan
yang terjadi di dalam kelompok. Contohnya, dengan mencoba
“mendamaikan” dengan menekan hal-hal penting yang dapat
menyebabkan konflik atau membangun tujuan yang dibutuhkan
untuk kerja sama bagi kelompok yang berkonflik untuk
diselesaikan.
c.
Containment (penahanan). Agar konflik tidak langsung muncul
kepermukaan, maka perlu dilakukan diskusi bagaimana mereka
mencari penyelesaian masalah. Cara tepat yang dapat dilakukan
untuk dapat menahan konflik adalah melalui diskusi
d.
Konfrontasi. Setelah berakhirnya penghindaran (avoidance),
seluruh masalah dibawa secara terbuka, dan kelompok yang
berkonflik secara langsung mengkonfrontasikan permasalahanpermasalahan
masing-masing
dan
berusaha
untuk
meningkatkan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak.
REFERENSI
Kertonegoro, S. 1995. Perilaku Organisasional. Jakarta: Yayasan Tenaga kerja
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Program Studi Teknik Industri UWP
86
Psikologi Industri
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Multahada, E. 2002. Diktat Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Program Studi Teknik Industri UWP
87
Psikologi Industri
BAB 9
KONFLIK (Bagian 2)
1.
Pengertian Konflik Organisasi
Konflik organisasi adalah konflik yang terjadi karena adanya pebedaan
antara dua atau lebih anggota kelompok dalam situasi organisasi yang muncul
dari kenyataan: (1) harus membagi sumber daya yang langka, dan (2)
perbedaan status, pandangan dan nilai-nilai.
Konflik intraindividual, interpersonal dan intergroup semuanya tidak lepas
dari konflik organisasi. Semua tipe konflik terdapat di dalam ruang organisasi.
Sumber konflik organisasi adalah: pembagian sumber daya tidak jelas,
perbedaan tujuan, interdependensi aktivitas kerja, perbedaan nilai atau
pandangan, dan gaya hidup individu dan kekaburan dalam organisasi
(kepribadian individu, tanggung jawab kerja tidak jelas, komunikasi tidak jelas).
2.
Pandangan Mengenai Konflik Organisasi
Pandangan mengenai konflik dapat Kita tinjau melalui:
a. Pandangan tradisional
b. Pandangan behvioral
c. Pandangan interaksionis
d. Pandangan Tradisional
Konflik dalam pandangan tradisional dipandang buruk. Konflik dipandang
negatif, destruktif dan merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan, demi
kerukunan dan harmoni hidup.
Bentuk tingkah laku manusia sepanjang hidupnya, sebagian besar
merupakan bentuk penyesuaian tingkah laku terhadap orang lain, dan
menghindari konflik serta perselisihan. Keluarga, sekolah, dan agama selaku
lembaga sosial selalu menekankan adaptasi diri (penyesuaian diri), prinsip anti
konflik, dan kerukunan. Ringkasnya, bagi masyarakat tradisional, konflik
mengandung pengertian negatif, karena mengandung unsur ketidaksesuaian,
pertentangan, perselisihan dan permusuhan yang harus diberantas dari muka
bumi. Dengan demikian dapat difahami bahwa konflik dalam pandangan
Program Studi Teknik Industri UWP
88
Psikologi Industri
tradisional ini dapat dicegah.
Konflik dalam organisasi dapat terjadi disebabkan: (1) kesalahan
mendisain/mengelola, dan (2) pengacau dari luar/dalam. Robbins (2003)
menjelaskan lebih lanjut bahwa konflik disebabkan sebagai suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan
kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan.
Pandangan tradisional melihat prestasi optimal organisasi dengan tidak
menghendaki adanya konflik. Dengan demikian tugas manajemen adalah
melenyapkan konflik karena pandangan tradisional melihat akibat konflik
sebagai suatu yang dapat mengacaukan organisasi, dan menghambat
optimalisasi kerja.
Karena semua konflik harus dilenyapkan atau dihindari, maka Kita
sekedar perlu mengarahkan perhatian pada penyebab konflik dan mengkoreksi
salah-fungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi. Meskipun
cara ini dianggap standar usang, namun penelitian sekarang membuktikan
bahwa pendekatan terhadap pengurangan konflik menghasilkan kinerja
kelompok yang tinggi. Evaluasi situasi konflik dengan standar usang ini masih
banyak dilakukan dewan redaksi.
a.
Pandangan Behavioral
Konflik dalam pandangan behavioral merupakan suatu hal yang wajar dan
dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik tidak terelakkan, maka
kaum behavioris menganjurkan penerimaan konflik.
Konflik bersumber dari perbedaan-perbedaan kodrati masing-masing
individu
dan
kelompok.
penghapusan
terhadap
perbedaan,
berarti:
Penghapusan terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok itu sendiri.
Pandangan behavioral merasionalisir konflik sebagai suatu yang tidak dapat
disingkirkan, bahkan ada kalanya konflik membawa manfaat pada kinerja
kelompok.
b.
Pandangan Interaksionis
Konflik dalam pandangan interaksionis diyakini bukan hanya sebagai
Program Studi Teknik Industri UWP
89
Psikologi Industri
sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu
untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif.
Padangan interaksionis melihat prestasi optimal memerlukan konflik
tingkat moderat. Kaum interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa
kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung apatis, dan
tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Apabila hal itu
ekstrim sifatnya, dapat menyebabkan kematian dan kebangkrutan organisasi.
Oleh karena itu sumbangan utama dari pendekatan interaksionis mendorong
pemimpin
kelompok
untuk
mempertahankan
suatu
tingkat
minimum
berkelanjutan dari konflik---cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis diri
dan kreatif. Karena konflik bisa memperkokoh fundamen organisasi, dan dapat
melancarkan fungsi organisasi (badan, lembaga, jawatan) berkat adanya
introspeksi, refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi. Jadi konflik
merupakan wujud yang positif, konstruktif, dan fungsional sifatnya.
Pada masa sekarang orang meyakini adanya relasi antara konflik yang
konstruktif dengan suksesnya organisasi. Tanpa konflik, tidak akan banyak kita
dapati tantangan, dan tidak terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk
mawas kembali, tidak ada koreksi;selanjutnya organisasi akan mengalami
stagnasi total. Selalu bersikap setuju dan “menuhunkan” semua keputusan
walaupun salah dan tidak cocok, tanpa mengadakan oposisi dan koreksi,
semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya otokrasi, kemacetan,
uniformitas, kebekuan mental, indolensi psikis (kemalasan psikis) dan
apatisme.
Sebaliknya konflik pada batas-batas yang wajar mencerminkan adanya
demokrasi, kebinekaan, perbedaan, keragaman, perkembangan, pertumbuhan,
progres, aktualisasi diri dan transendensi-diri. Karena itu konflik menjadi hal
yang sangat essensial bagi pertumbuhan dan suksesnya lembaga serta
organisasi.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, organisasi pasti
mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab pemimpin yang paling
utama adalah memandu secara bijaksana dan efisien unit-unit organisasi di
tengah badai-badai perubahan sebagai akibat dari mekanisasi, industrialisasi
Program Studi Teknik Industri UWP
90
Psikologi Industri
dan modernisasi. Dan semua perubahan pasti berlangsung melalui benturan
dan konflik-konflik dari unsur-unsur yang bertentangan, elemen yang
tradisional kontra elemen yang interaksionis. Maka interaksi dari benturanbenturan tadi akan membuahkan, situasi interaksionis serta perubahanperubahan.
Tugas utama pemimpin modern bukan menciptakan harmoni/keselarasan
yang statis dalam perusahaan, akan tetapi untuk mencapai sasaran organisasi
atau sasaran bersama secara efektif. Oleh karena itu, eliminasi atau peniadaan
konflik-konlik dalam organisasi yang serba kompleks, merupakan usaha yang
tidak realistis.
Leonardo Rico dalam bukunya Organizational Conflict menyatakan
sebagai berikut mengenai konflik:
“The individuals or groups who are most vocal in advocating harmony and
happiness in an environment devoid of conflict, may only be protecting their vested
interest in the status quo”.
(individu-individu dan kelompok-kelompok yang paling nyaring menganjurkan
harmoni dan kebahagiaan dalam lingkungan penuh konflik, mereka ini cuma
berkeinginan melindungi kepentingan sendiri dalam status quo).
Jadi,
pemimpin-pemimpin
yang
berbuat
sedemikian
itu
cuma
berkepentingan dengan usaha melindungi kepentingan sendiri, serta usaha
mempertahankan status quo.
Banyak
organisasi
dan
lembaga
menjadi
mundur
dan
indolent
(lamban/malas) disebabkan oleh apatis dan rasa puas terhadap diri sendiri;
dan bukan disebabkan terlalu banyak konflik. Para pemimpin yang gagal,
selalu bersikeras menolak berlangsungnya perubahan-perubahan. Pada
hakekatnya mereka itu adalah pemimpin-pemimpin yang enggan dan “malasmalas” menghadapi tantangan konflik-konflik. Mereka merasa lebih aman
dengan menghindari konflik-konflik yang dianggap mengandung resiko dan
bahaya. Sebab untuk menanggapi perubahan dan kemajuan, diperlukan jiwa
yang dinamis, agar orang berani menghadapi tantangan dan konflik-konflik
demi kemajuan organisasi. Dengan demikian maka konflik harus dilihat
sebagai unsur yang positif.
Program Studi Teknik Industri UWP
91
Psikologi Industri
3.
Sifat-sifat Konflik Organisasi
Pandangan tinteraksionis tidak berpendapat bahwa semua konflik adalah
baik.
Menurut sifatnya konflik terbagi atas konflik fungsional dan konflik
disfungsional.
Konflik fungsional dalam pandangan kaum interaksionis
dikatakan sebagai beberapa konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
memperbaiki kinerjanya. Sedangkan konflik disfungsional atau konflik destruktif
adalah konflik yang merintangi kinerja kelompok.
Konflik fungsional berkaitan dengan pertentangan antar kelompok yang
terjadi bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi. Konflik
memperbaiki
kualitas
keputusan,
merangsang
kreativitas
dan
inovasi,
mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok,
menyediakan
disampaikan
saluran
dan
yang
menjadi
ketegangan
dapat
sarana
masalah-masalah
diredakan,
dan
memupuk
dapat
suatu
lingkungan evaluasi-diri dan perubahan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa konflik tidak hanya
membantu tetapi juga merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk
menumbuhkan adanya kreativitas. Kelompok-kelompok yang anggotanya
dengan kepentingan yang berlainan cenderung menghasilkan pemecahan
dengan kualitas yang lebih tinggi terhadap berbagai masalah daripada
kelompok yang homogen (Robbins, 2003). Hal ini mendorong kita untuk
meramalkan bahwa keanekaragaman budaya yang meningkat dari angkatan
kerja
seharusnya
memberikan
manfaat
kepada
organisasi.
Penelitian
menunjukkan bahwa heterogenitas di antara anggota kelompok dan kelompok
dan
organisasi
dapat
meningkatkan
kreativitas,
memperbaiki
kualitas
keputusan, dan mempermudah perubahan dengan meningkatkan keluwesan
anggota. Di sisi lain hasil penelitian proses pengambilan keputusan kelompok
juga telah mengarahkan teori pada suatu kesimpulan bahwa konflik dapat
menghasilkan banyak manfaat positif bagi organisasi jika dikelola dengan baik.
Konflik fungsional dapat mengarah pada penemuan cara yang lebih efektif
untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan, sehingga
organisasi dapat hidup terus dan berkembang.
Konflik adalah suatu penangkal bagi pikiran kelompok. Konflik tidak
Program Studi Teknik Industri UWP
92
Psikologi Industri
membiarkan kelompok itu secara pasif menerima begitu saja keputusankeputusan yang mungkin saja didasarkan pada pengandaian yang lemah,
pertimbangan yang tidak memadai dari alternatif-alternatif yang relevan, atau
cacat-cacat lain. Konflik menantang status quo dan karenanya meneruskan
lebih jauh penciptakan gagasan baru, menggalakkan penilaian-ulang terhadap
tujuan dari kegiatan kelompok, dan meningkatkan probabilitas bahwa kelompok
itu akan tanggap terhadap perubahan.
Pada tingkat individu, konflik yang terjadi dapat menciptakan sejumlah
akibat yang diinginkan. Dalam batas-batas tertentu, konflik dapat menimbulkan
adanya ketegangan yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Penyaluran
dari ketegangan tersebut dapat menimbulkan adanya prestasi kerja dan
kepuasan yang tinggi. Akan tetapi untuk memberikan hasil yang diinginkan,
bagaimanapun juga konflik harus dibatasi atau memiliki intensitas yang tepat.
Jika tidak maka akan terjadi konsekuensi yang disfungsional.
Konflik disfungsional dapat terjadi karena konsekuensi destruktif dari
konflik kinerja kelompok atau organisasi. Konflik disfungsional berkaitan
dengan pertentangan antar kelompok yang merusak atau menghalangi
pencapaian tujuan organisasi atau kelompok. Sebagian organisasi dapat
menangani dan mengelola konflik yang terjadi sehingga memiliki dampak
fungsional. Akan tetapi, sebagian besar organisasi mengalami konflik pada
tingkat yang lebih besar dari yang diinginkan (yang fungsional), dan prestasi
akan membaik jika konflik yang terjadi dapat dikurangi. Jika konflik yang terjadi
begitu parah, maka prestasi organisasi mulai merosot.
Ringkasnya oposisi yang tidak terkendali membiakkan ketidakpuasan,
yang bertindak menghilangkan ikatan kebersamaaan, dan akhirnya mendorong
ke penghancuran organisasi. Konflik disfungsional yang dapat mengurangi
keefektifan dapat terjadi diantaranya karena penghambatan komunikasi,
pengurangan kepaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan kelompok
terhadap keunggulan pertikaian antara anggota-anggota. Ekstremnya, konflik
dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam
kelangsungan hidup kelompok tersebut.
Suatu cara yang umum dilakukan dalam organisasi-organisasi yang
Program Studi Teknik Industri UWP
93
Psikologi Industri
dengan sukses menciptakan konflik fungsional adalah bahwa
mereka
menghargai
perbedaan
pendapat
dan
menghukum
penghindar konflik. Namun tantangan bagi para manajer adalah bila
mereka mendengar berita yang tidak ingin didengar. Berita itu dapat
mendidihkan darah mereka atau meruntuhkan harapan mereka,
tetapi mereka tidak memperhatikannya. Mereka harus belajar
menerima kabar buruk tanpa tersentak. Tidak ada semburan katakata marah, tidak ada sarkasme bibir mengatup, tidak ada mata
yang melotot, tidak ada kertakan gigi. Sebaliknya manajer
seharusnya mengemukakan pertanyaan yang tenang bahkan
lembut.
4.
Metode Pengelolaan Konflik
Metode pengelolaan konflik menurut Rasimin (2002) dapat dilakukan
dengan:
a.
Dirangsang
b.
Dikurangi/ditekan
c.
Diselesaikan
Metode untuk merangsang konflik:
a.
Minta bantuan orang luar
b.
Menyimpang dari peraturan
c.
Menata kembali organisasi
d.
Mendorong persaingan
e.
Pemilihan manajer yang tepat
Kartono (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menstimulasi konflik
ialah
komunikasi
diputuskan
atau
dikacaukan.
Misalnya
memutuskan
komunikasi antara pemimpin dan anak buah dengan jalan pemimpin pura-pura
bersikap acuh tak acuh terhadap satu seksi dan komunikasi sengaja
disimpangkan,
bagian-bagian
atau
seksi-seksi
tertentu
sengaja
dilampaui/bypassed; tidak memberikan informasi-informasi yang diperlukan;
sedangkan seksi lainnya terlalu banyak ditimbuni dengan tugas-tugas.
Program Studi Teknik Industri UWP
94
Psikologi Industri
Kurang
atau
tidak
adanya
komunikasi
menimbulkan
perasaan
ditinggalkan atau gepasserd, merasa disudutkan, merasa tidak pasti, tidak
aman, cemas, dan selalu tegang. Semua kejadian itu merangsang timbulnya
konflik antar-individu dan antar kelompok.
Selanjutnya desas-desus yang tidak jelas juga dapat menimbulkan
kejutan dan kekecutan hati, disertai rasa tegang dan bingung. Teknik lain untuk
menggugah
dan
“mengembangkan”
konflik
ialah:
mengacau
struktur
organisasi.
Struktur organisasi sengaja diawut-awut dan ditukarbalikkan mengganti
pemimpin, memindah pegwai dan buruh serta anak buah, memecah seksiseksi yang seharusnya tidak perlu, untuk kemudian diadudombakan. Oleh
tindakan tersebut terjadi kekacauan, karena pemegang-pemegang pemimpin
dinilai tidak “becus”. Selanjutnya anak buah menjadi gelisah dan cemas;
sehingga situasi jadi eksposif, dan banyak terjadi konflik. Khususnya bila
ditambah dengan hasutan-hasutan dna usaha memecah belah untuk melawan
atasan
Teknik lainnya ialah menempatkan orang-orang yang neorotis ringan dan
mempunyai banyak masalah batin menjadi tenaga pemimpin. Mereka akan
memproyeksikan kekacauan batin sendiri pada lingkungannya sehingga pasti
menstimulasi banyak konflik.
Metode mengurangi konflik:
-
Memberi informasi yang menyenangkan kepada pihak yang
bersaing
-
Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan
Metode menyelesaikan konflik:
-
Kekuasaan;
-
Paksaan
-
Pelunakan
-
Penghindaran
-
Penentuan melalui suara mayoritas.
-
Kompromi
-
Penyelesaian masalah terpadu;
Program Studi Teknik Industri UWP
95
Psikologi Industri
-
Konsensus
-
Konfrontasi
-
Menggunakan tujuan yang lebih penting atau lebih tinggi.
REFERENSI
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan
Abnormal itu?. Jakarta: Rajawali Pers.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Rasimin, B.S. 2002. Konflik Organisasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia.
BAB 10
KETERAMPILAN NEGOSIASI
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca modul ini, Anda diharapkan dapat mengetahui dan
memahami keterampilan negosiasi.
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca modul ini, Anda diharapkan dapat:
a. Mengetahui dan memahami pengertian negosiasi
b. Mengetahui dan memahami tipe negosiasi dasar
c. Mengetahui dan memahami perilaku negosiasi
d. Mengetahui dan memahami trend di dalam bernegosiasi
3.
Pengertian Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih,
yang pada awalnya memiliki pemikiran berbeda hingga akhirnya mencapai
kesepakatan. Idealnya, negosiasi akan menghasilkan kesepakatan yang
bijaksana dan akan meningkatkan relationship di antara kedua belah pihak.
Program Studi Teknik Industri UWP
96
Psikologi Industri
4.
Dua Tipe Negosiasi Dasar
Para ahli negosiasi membedakan antara dua tipe negosiasi, yaitu:
a.
Negosiasi Distributif
Negosiasi distributif adalah suatu negosiasi yang berusaha untuk
membagi sejumlah tetap sumber daya, di mana terdapat situasi kalah-menang.
Hakikat negosiasi distributif adalah mengenai siapa mendapat seberapa besar
bagian dari suatu kue yang tetap. Contoh, dalam perundingan tenaga-kerjamanajemen mengenai gaji. Umumnya, wakil tenaga kerja datang ke meja
bernegosiasi dengan tekad memperoleh sebanyak mungkin uang dari tangan
manajemen.
Ketika bernegosiasi
masing-masing pihak
memperlakukan
sebagai lawan yang harus ditaklukkan.
Rentang aspirasi Pihak
A
Rentang
Rentang aspirasi Pihak B
Penyelesaian
Titik sasaran
Titik sasaran
Pihak A
Titik tolakan
Pihak A
Titik tolakan
Pihak B
Gambar-1. Wilayah Negosiasi Distributif
Pihak B
Gambar di atas menunjukkan bahwa masing-masing pihak yang
bernegosiasi memiliki titik penolakan (resistence point), yang menandai hasil
terendah yang dapat diterima-baik-di bawah titik negosiasi dihentikan dan
penyelesaian yang kurang menguntungkan itu ditolak. Bidang antara kedua titik
ini merupakan rentang aspirasi masing-masing pihak. Selama terdapat
tumpang tindih antara rentang aspirasi A dan aspirasi B, ada rentang
penyelesaian di mana aspirasi masing-masing pihak dapat dipertemukan.
Negosiasi distributif, memfokuskan pada upaya memaksa lawannya untuk
menyetujui titik sasaran spesifik atau sedekat mungkin dengan titik tersebut.
Contohnya adalah meyakinkan lawan mengenai mustahilnya mencapai titik
sasaran lawan (yang meminta negosiasi) dan keuntungan dari menerima suatu
penyelesaian di dekat titik sasaran Kita; kemukakan bahwa sasaran Kita adil,
sedangkan sasaran lawan Kita tidak; dan upayakan agar lawan Kita merasa
dermawan secara emosional terhadap Kita dan karenanya menerima suatu
Program Studi Teknik Industri UWP
97
Psikologi Industri
hasil yang mendekati titik sasaran Kita.
b.
Negosiasi Integratif
Negosiasi
integratif
adalah
negosiasi
yang
mengusahakan
satu
penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan yang
saling menguntungkan. Penyelesaian negosiasi integratif adalah menangmenang.
Negosiasi integratif di dalam perilaku intraorganisasi menurut Kreitner dan
Kinicki (2004) memberi keuntungan. Karena dapat membina hubungan jangkapanjang dan mempermudah kerja sama di masa mendatang. Negosiasi
integratif mengikat para negotiator dan memungkinkan masing-masing untuk
meninggalkan tempat bernegosiasi dengan perasaan mendapat kemenangan.
Sedangkan untuk negosiasi distributif meninggalkan satu pihak sebagai kalah.
Negosiasi ini memberikan ruang perpecahan apabila individu-individu berada
dalam suatu kerja sama yang terus berjalan.
Gambar-2. Negosiasi Distributif lawan Integratif
Ciri-ciri Negosasi
Sumber daya tersedia
Motivasi primer
Kepentingan primer
Fokus pada hubungan
Negosiasi Distributif
Negosiasi Integratif
Jumlah sumber daya Jumlah sumber daya
untuk dapat dibagi tetap untuk dapat dibagi
sesuai dengan pihak
yang bernegosiasi
Saya menang, Anda
kalah
Saya menang-Anda
menang
Saling berlawanan
Saling cocok atau
sama dan sebaliknya
Jangka pendek
Jangka panjang
Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) langkah-langkah negosiasi sebagai berikut:
Secara Terpisah:
Secara Bersama:
1. Mengklarifikasi kepentingan
ï‚· Mengidentifikasi
kebutuhan
terlihat dan yang tidak terlihat
yang ï‚· Mendiskusikan kebutuhan sendiri
ï‚· Menemukan dasar bersama (common
ground) untuk suatu negosiasi
2. Mengidentifikasikan pilihan-pilihan
Program Studi Teknik Industri UWP
98
Psikologi Industri
elemen-elemen ï‚· Menciptakan pasar nilai dengan
nilai (misalnya properti, uang, perilaku,
mendiskusikan elemen-elemen nilai
hak-hak, resiko)
yang sifatnya personal
ï‚· Mengidentifikasikan
3. Mendesain paket-paket kesepakatan alternatif
ï‚· Memadukan
dan
menyesuaikan
elemen-elemen nilai dalam berbagi
kombinasi yang dapat berjalan
ï‚· Berfikir
dalam
kerangka
multikesepakatan
4. Menyeleksi kesepakatan
ï‚· Menganalisis paket-paket kesepakatan ï‚· Mendiskusikan dan memilih paket
yang diusulkan oleh pihak lain
kesepakatan yang dapat dilakukan
ï‚· Berfikir dalam kerangka kesepakatan
kreatif
5. Menyempurnakan kesepakatan
ï‚· Mendiskusikan masalah yang tidak
terselesaikan
ï‚· Mengembangkan kesepakatan tertulis
ï‚· Membangun
hubungan
untuk
negosiasi berikut
Keberhasilan bernegosiasi integratif bergantung pada tingkat luas pada kualitas
informasi yang dipertukarkan. Kita perlu memahami dan menyadari trik-trik yang tidak
baik, agar dapat menjaga para penawar yang memiliki kepercayaan
baik tidak
dieksploitasi secara tidak adail.
Adapun trik-trik tidak baik/yang dapat dipertanyakan di dalam bernegosiasi
adalah:
Taktik
Berbohong
Deskripsi/Klarifikasi/Tingkat
Pokok masalah untuk kebohongan dapat termasuk batas,
alternatif,
niat
negosiator,
otoritas
tawar
menawar,
komitmen lain, kemampuan menerima tawaran lawan,
tekanan waktu, dan ketersediaan sumber daya.
Membesar-besarkan
Di antara hal-hal yang dibesar-besarkan adalah nilai
pembayaran seseorang terhadap lawannya, alternatif
negosiator sendiri, biaya yang dikeluarkan seseorang, atau
yang
dipersiapkan
untuk
suatu
hasil,
kepentingan
masalah, dan atribut produk dan jasa.
Program Studi Teknik Industri UWP
99
Psikologi Industri
Penipuan
Tindakan
dan
pernyataan
termasuk
janji-janji
atau
ancaman, permintaan awal yang berlebihan, kelalaian
dalam menyatakan fakta secara tidak hati-hati, atau
meminta konsensi yang tidak diinginkan.
Memperlemah lawan
Negosiator di sini dapat memotong atau mengurangi
beberapa alternatif lawan, mencela tindakan lawan,
menggunakan pernyataan yang kasar untuk lawan, atau
memperlemah aliansi lawan.
Memperkuat
posisi Taktik ini termasuk membangun sumber daya orang itu
seseorang
sendiri, termasuk keahlian, keuangan, dan aliansi. Juga
termasuk presentasi dasar pemikiran persuasif kepada
lawan atau pihak ketiga (misal, publik, media) atau
memperoleh mandat atau posisi seseorang.
Tidak mengungkapkan
Termasuk mengungkapkan sebagian fakta, kegagalan
untuk
mengungkap
fakta
tersembunyi,
kegagalan
memperbaiki salah persepsi lawan, atau penyembunyian
posisi atau situasi negosiator sendiri
Eksploitasi informasi
Informasi yang diberikan oleh lawan dapat dipakai untuk
mengeksploitasi
kelemahannya,
menutup
alternatif,
menggerakkan permintaan yang menentang lawan, atau
memperlemah aliansi-aliansinya.
Mengubah pemikiran
Termasuk menerima penawaran yang semula dikatakan
tidak akan diterima, mengubah permintaan, menarik
penawaran yang dijanjikan, dan membuat ancaman yang
menurut janji tidak akan diperbuat. Juga termasuk
kegagalan bersikap seperti yang diprediksikan
Gangguan
Tindakan atau pernyataan ini dapat sesederhana seperti
memberikan
informasi
berlebihan
kepada
lawan,
mengajukan banyak pernytaan, menghindari pernyataan,
atau menutup-nutupi isu. Atau bisa lebih kompleks, seperti
berpura-pura lemah pada satu bidang sehingga lawan
berkonsentrasi pada kelemahan itu dan mengabaikan
bidang yang lainnya
Maksimalisasi
Termasuk
meminta
lawan
membuat
konsesi
yang
menghasilkan perolehan negosiator dan kerugian sama
Program Studi Teknik Industri UWP
100
Psikologi Industri
atau lebih besar di pihak lawan. Juga meliputi bagaimana
membalikkan situasi menang-menang menjadi menangkalah
Keberhasilan bernegosiasi integratif bergantung pada tingkat luas pada
kualitas informasi yang dipertukarkan. Kita perlu memahami dan menyadari
trik-trik yang tidak baik, agar dapat menjaga para penawar yang memiliki
kepercayaan baik tidak dieksploitasi secara tidak adail.
Adapun
trik-trik
tidak
baik/yang
dapat
dipertanyakan
di
dalam
bernegosiasi adalah:
Taktik
Deskripsi/Klarifikasi/Tingkat
Berbohong
Pokok masalah untuk kebohongan dapat termasuk
batas, alternatif, niat negosiator,
otoritas tawar
menawar, komitmen lain, kemampuan menerima
tawaran lawan, tekanan waktu, dan ketersediaan
sumber daya.
Membesar-besarkan
Di antara hal-hal yang dibesar-besarkan adalah nilai
pembayaran seseorang terhadap lawannya, alternatif
negosiator sendiri, biaya yang dikeluarkan seseorang,
atau
yang
dipersiapkan
untuk
suatu
hasil,
kepentingan masalah, dan atribut produk dan jasa.
Penipuan
Tindakan dan pernyataan termasuk janji-janji atau
ancaman, permintaan awal yang berlebihan, kelalaian
dalam menyatakan fakta secara tidak hati-hati, atau
meminta konsensi yang tidak diinginkan.
Memperlemah lawan
Negosiator di sini dapat memotong atau mengurangi
beberapa alternatif lawan, mencela tindakan lawan,
menggunakan pernyataan yang kasar untuk lawan,
atau memperlemah aliansi lawan.
Memperkuat
seseorang
posisi Taktik ini termasuk membangun sumber daya orang
itu sendiri, termasuk keahlian, keuangan, dan aliansi.
Juga termasuk presentasi dasar pemikiran persuasif
kepada lawan atau pihak ketiga (misal, publik, media)
Program Studi Teknik Industri UWP
101
Psikologi Industri
atau memperoleh mandat atau posisi seseorang.
Tidak
Termasuk
mengungkapkan
sebagian
fakta,
mengungkapkan
kegagalan untuk mengungkap fakta tersembunyi,
kegagalan memperbaiki salah persepsi lawan, atau
penyembunyian posisi atau situasi negosiator sendiri
Eksploitasi informasi
Informasi yang diberikan oleh lawan dapat dipakai
untuk
mengeksploitasi
kelemahannya,
menutup
alternatif, menggerakkan permintaan yang menentang
lawan, atau memperlemah aliansi-aliansinya.
Mengubah pemikiran
Termasuk
menerima
penawaran
yang
semula
dikatakan tidak akan diterima, mengubah permintaan,
menarik penawaran yang dijanjikan, dan membuat
ancaman yang menurut janji tidak akan diperbuat.
Juga termasuk kegagalan bersikap seperti yang
diprediksikan
Gangguan
Tindakan atau pernyataan ini dapat sesederhana
seperti memberikan informasi berlebihan kepada
lawan, mengajukan banyak pernytaan, menghindari
pernyataan, atau menutup-nutupi isu. Atau bisa lebih
kompleks, seperti berpura-pura lemah pada satu
bidang
sehingga
lawan
berkonsentrasi
pada
kelemahan itu dan mengabaikan bidang yang lainnya
Maksimalisasi
Termasuk meminta lawan membuat konsesi yang
menghasilkan perolehan negosiator dan kerugian
sama atau lebih besar di pihak lawan. Juga meliputi
bagaimana membalikkan situasi menang-menang
menjadi menang-kalah
5.
Perilaku Negosiasi
Menurut Jackman (2005) memilih perilaku yang tepat pada saat
bernegosiasi bisa menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan. Ketika
Program Studi Teknik Industri UWP
102
Psikologi Industri
berhadapan dengan lawan negosiasi, ada empat macam perilaku yaitu: a)
asertif, b) agresif, c) pasif) dan manipulatif.
5.1 Perilaku Asertif
Negosiator
yang
memilih
berlaku
asertif
dalam
negosiasi
akan
memperlakukan orang lain dengan hormat dan tulus. Berlaku asertif berarti
menerima karakteristik diri, baik yang positif maupun negatif. Dengan berlaku
demikian, Kita juga akan lebih mudah menerima keberadaan orang lain.
Hasilnya, kita tidak perlu merasa mengalahkan lawan karena tidak merasa
harus selalu menang. Perilaku asertif meliputi:
a. Bertanggung jawab atas pilihan dan perilaku sendiri
b. Menentukan batasan sehingga lawan mengetahui posisi mereka saat
sedang bersama kita
c. Berkomunikasi dengan jelas
Berlaku asertif berarti memilih pendekatan yang positif dan proaktif.
Perilaku ini berakar pada penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri.
Berlaku asertif berarti mau berkompromi dan bernegosiasi untuk mencapai
hasil win-win.
Saya berlaku aserif dalam negosiasi jika saya:
ï‚™ Mengatakan apa yang saya inginkan dengan jelas dan ringkas
ï‚™ Mengambil keputusan untuk diri sendiri
ï‚™ Tidak mudah patah semangat
ï‚™ Memperlakukan diri sendiri dan lawan negosiasi dengan hormat serta menjunjung tinggi
kesetaraan
ï‚™ Menyadari sepenuhnya bahwa saya bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perasaan saya
ï‚™ Meminta maaf jika merasa menyesal
ï‚™ Jika perlu, saya bisa bersikap tegas dan mempertahankan pendirian
ï‚™ Mengutarakan pendapat lawan dengan seksama
ï‚™ Bersikap tenang, santai, dan percaya diri
ï‚™ Mengharapkan win-win ketika menghadapi perbedaan pendapat
Program Studi Teknik Industri UWP
103
Psikologi Industri
5.2 Perilaku Agresif
Perilaku agresif adalah perilaku yang kompetitif. Tujuan utama perilaku
ini, baik yang terlihat maupun tidak, adalah untuk menjadi pemenang. Dalam
kondisi ini
harus ada seseorang yang kalah. Negosiator agresif biasanya
mencapai tujuannya dengan mematahkan semangat lawan negosiasi atau
mengabaikan perasaan, keinginan, dan hak mereka. Negosiator agresif tidak
mau mempertimbangkan sudut pandang lawan. Ketika dihadapkan pada
sebuah konflik atau konfrontasi, negosiator agresif akan menanggapinya
dengan
serangan
balik
secara
terang-terangan.
Perilaku
agresif
mengakibatkan reaksi emosional yang berlebihan. Ia memilih melakukan
serangan verbal atau fisik, meninggalkan jejak perasaan sakit hati atau terhina.
Orang yang berlaku agresif sering kali tidak yakin dengan diri mereka sendiri
dan menggunakan agresi sebagai mekanisme pertahanan diri.
Agresi bukanlah perilaku yang efektif dalam negosiasi. Perilaku itu
memungkinkan bagi negosiator agresif mencapai keinginan dalam jangka
pendek. Namun, untuk jangka panjang, perilaku ini bisa membuat lawan
memendam rasa kesal dan dendam. Sebagai akibatnya, negosiasi ini, cepat
atau lambat akan membawa hasil win-lose.
Saya berlaku agresif dalam negosiasi jika:
ï‚™ Mengatakan apa yang saya inginkan, seringkali dengan sikap yang menuntut terus-menerus
ï‚™ Mengambil keputusan untuk lawan negosiasi
ï‚™ Menggertak, membujuk, dan memaksa
ï‚™ Menyalahkan dan menyerang
ï‚™ Melanggar hak lawan
ï‚™ Memperlakukan lawan dengan kurang hormat
ï‚™ Bertanggung jawab untuk tindakan lawan
ï‚™ Mengatakan “Maafkan saya, tetapi...”
ï‚™ Menyatakan pendapat saya sebagai fakta dan tidak mendengarkan sudut pandang lawan
ï‚™ Bersikap mendominasi, licik, dan kasar
ï‚™ Menggebu-gebu, penuh amarah, frustasi, dan menguasai
5.3 Perilaku
Pasif
ï‚™ Menyela
pembicaraan
lawan
ï‚™ Mengharapkan hasil win-lose ketika menghadapi perbedaan pendapat
Seseorang yang menunjukkan perilaku pasif bisa dianggap sebagai
korban yang tidak berdaya. Tipe orang seperti ini target dari taktik agresif yang
telah disebutkan sebelumnya.
Negosiator pasif kurang percaya diri dan memainkan peran yang hampir
tidak terlihat selama negosiasi. Mereka akan menghindar dari keharusan
mengambil keputusan karena merasa lebih mudah lepas tangan dan
Program Studi Teknik Industri UWP
104
Psikologi Industri
membiarkan lawan negosiasi melakukannya atas nama mereka.
Negosiator pasif memiliki cara pandang negatif. Hal itu membuatnya
frustasi karena merasa tidak mempunyai kemauan atau mudah menyerah. Di
dalam dirinya, selalu ada penyangkalan diri dan sikap mengasihani diri sendiri.
kemungkinan timbulnya konfrontasi juga akan membuat mereka langsung
menghindar dan melarikan diri. Perilaku pasif sering dipicu oleh kurangnya
rasa percaya diri atau persiapan. Perilaku pasif bukanlah perilaku yang efektif
untuk bernegosiasi karena negosiator seperti ini berpeluang sangat kecil untuk
meraih yang diinginkan. Mereka seringkali harus menerima hasil lose-win.
Untuk jangka panjang, negosiator pasif tidak akan diperhitungkan.
Saya bersikap pasif dalam negosiasi jika:
ï‚™ Tidak mengatakan apa yang saya inginkan
ï‚™ Menerima dan mengikuti begitu saja keputusan lawan negosiasi
ï‚™ Membiarkan lawan menggertak, memaksa, dan mempermalukan saya
ï‚™ Menyangkal hak saya dan membiarkannya dilanggar oleh lawan
ï‚™ Tidak bisa menerima tanggung jawab atas apa yang sedang terjadi pada diri saya
ï‚™ Terlalu banyak mengatakan “maaf”
ï‚™ Merasa kesulitan mengungkapkan pendapat, kebutuhan, dan keinginan dengan jelas
ï‚™ Sering membiarkan diri patah semangat
ï‚™ Mengalami kesulitan dalam melakukan kontak mata dengan orang lain
ï‚™ Bersikap ragu-ragu atau gugup
ï‚™ Merasa frustasi, tidak berdaya, sedih, terluka, dan gelisah
ï‚™ Mengharapkan hasil lose-win ketika menghadapi perbedaan pendapat
5.4 Perilaku Manipulatif
Perilaku seperti ini kadang kala disebut sebagai agresi tidak langsung
karena
didasari
oleh
keinginan
untuk
menang
dengan
cara
apa
pun.Dibandingkan dengan taktik agresif yang mencolok, perilaku tidak
langsung lebih samar dan tersembunyi. Negosiator manipulatif selalu
menyimpan tujuan terselubung, yaitu menempuh cara sendiri. Kebutuhan untuk
memanipulasi berakar dari rasa takut jika tujuan yang dirahasiakan terbongkar.
Rasanya akan jauh lebih aman untuk mengontrol dan memanipulasi daripada
harus menghadapi konfrontasi langsung.
Berlaku manipulatif berarti menipu diri sendiri dan lawan negosiasi.
Program Studi Teknik Industri UWP
105
Psikologi Industri
Berlaku manipulatif juga berarti mendapatkan semua kebutuhan dengan cara
licik, yaitu membuat lawan merasa bersalah jika tidak melakukan apa yang
pelaku inginkan. Dari penampilan luarnya, karakter agresif tidak langsung
mungkin tampak begitu menghormati lawan, tetapi sikap tidak sependapat
yang tersembunyi sekali pun biasanya akan ketahuan. Orang yang berlaku
manipulatif sering kali mematahkan semangat lawan dan menggunakan katakata sinis untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka. Usaha untuk
memperjelas atau mengklarifikasi mereka tanggapi dengan penyangkalan,
sehingga lawan bingung, buntu, dan merasa bersalah.
Perilaku manipulatif umumnya tidak efektif digunakan dalam negosiasi
karena lawan tidak akan pernah benar-benar mempercayai negosiator seperti
itu, sehingga tidak ingin bernegosiasi. Negosiator manipulatif akan mencapai
hasil win-lose. Namun, biasanya mereka hanya akan berhasil satu kali
dengan cara ini. Orang tidak suka dipermainkan atau dipaksa mencapai
kesepakatan.
Saya berlaku manipulatif dalam negosiasi jika saya:
ï‚™ Bersikap tidak langsung dan berharap orang lain ‘mengetahui’ apa yang saya inginkan
ï‚™ Meninggalkan petunjuk
ï‚™ Membujuk, merayu, dan pura-pura memuji
ï‚™ Bersikap sarkastik
ï‚™ Memanipulasi lawan dengan mempermainkan perasaan mereka (biasanya perasaan bersalah)
ï‚™ Bersikap pasif dengan niat yang agresif
ï‚™ Merasa frustasi, marah, dan tidak berdaya
ï‚™ Seringkali mendapat hasil win-lose ketika menghadapi perbedaan pendapat
6.
Trend
Berbagai ulasan baik riset experimen atau teoritis lebih banyak
mengarahkan ke negosiasi menang-menang (win-win). Tracy dan Peterson
(dalam Meiyanto & Soedarjo, 1999) dan Jackman (2005) menemukan bahwa
pendekatan atau taktik negosiasi integratif (win-win) menunjukkan hasil yang
lebih berguna dibandingkan dengan negosiasi distributif (win-lose). Negosiasi
Integratif direkomendasikan karena memiliki potensi untuk memperluas
alternatif dan meningkatkan hasil kedua belah pihak. Ditemukan pula bahwa
dalam negosiasi integratif ditunjukkan betapa pentingnya hubungan saling
percaya dan saling menghormati yang dibangun atas dasar kemurnian,
Program Studi Teknik Industri UWP
106
Psikologi Industri
keterbukaan dan komitmen bersama.
Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa berdasarkan penelitian
negosiasi
diketahui
bahwa
ciri-ciri
kepribadian
dapat
mempengaruhi
keberhasilan bernegosiasi. Begitu pula dengan suasana hati baik dan buruk
dapat berdampak positif atau negatif masing-masing pada rencana-rencana
dan hasil-hasil negosiator. Serta kurang memahami pihak lain membuat
negosiasi lintas budaya lebih sulit daripada negosiasi di dalam negeri.
REFERENSI
Jacman, A. 2005. How to Negotiate Teknik Sukses Bernegosiasi: Jadilah
Negosiator Ulung dan Raihlah Win-win Solution. Jakarta: Erlangga
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Meiyanto, E & Soedarjo. 1999. Negosiasi Saat Ini: Semua Menang.
Yogyakarta: Buletin Psikologi Universitas Gadjah Mada. Tahun VII, No. 2
Desember.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
BAB 11
TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN PROSES INTERPERSONAL 1
1.
Tujuan Instruksional Umum
Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mengetahui dan
memahami teknologi dan proses komunikasi.
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan untuk:
a.
Memahami pengertian komunikasi
b.
Mengetahui teknologi komunikasi
c.
Mengetahui komunikasi verbal dan nonverbal
d.
Memahami komunikasi pada atasan dan bawahan
e.
Memahami komunikasi dalam industri dan organisasi
Program Studi Teknik Industri UWP
107
Psikologi Industri
3.
Pengertian Komunikasi
Komunikasi
menurut
Robbins
(2003)
adalah
perpindahan
dan
pemahaman makna. Hanya lewat perpindahan makna dari satu orang ke orang
lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Namun komunikasi lebih dari
sekedar menanamkan makna. Komunikasi harus juga difahami.
Adapun komunikasi dalam pengertian model komunikasi perceptual
menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana penerima menciptakan
makna sendiri dalam benak mereka.
Sender
Encodes
Ideas or
Thoughts
Receiver
Creates
message
Transmitted on
Medium
Decodes
Creates
Message
meaning
Noise
Creates
Decodes
meaning
message
Transmitted on
Medium
Creates
message
Encodes
Response/
Feeback
Gambar-2, Perceptual Model of Communication
Keterangan:
-
Pengirim; Pengirim adalah individu, kelompok atau organisasi yang ingin
atau berusaha untuk berkomunikasi dengan penerima tertentu.
-
Pengkodean; Komunikasi dimulai saat pengirim mengkodekan suatu
Program Studi Teknik Industri UWP
108
Psikologi Industri
gagasan atau pikiran. Encoding menerjemahkan pemikiran batin ke
dalam kode atau bahasa yang dapat dipahami oleh yang lain.
-
Pesan; Hasil dari encoding
-
Memilih media; manajer dapat berkomunikasi melalui beragam media.
Media yang potensial termasuk media percakapan tatap muka langsung,
panggilan telepon, e-mail, pesan suara, konferensi video, menulis memo
atau surat, foto atau gambar, rapat, papan pengumuman, hasil cetakan
komputer, dan peta atau grafik. Memilih media yang tepat tergantung
pada berbagai faktor, termasuk di dalamnya adalah sifat pesan, tujuan
yang diharapkan, tipe penerima pesan, kedekatan dengan penerima
pesan, waktu horizon saat menyebarkan pesan, dan preferensi
personal.
-
Penguraian kode (decoding); Decoding adalah encoding versi penerima
ketika membaca kode. Meliputi penerjemahan pesan verbal, oral, atau
aspek visual dari pesan yang dapat diartikan.
-
Menciptakan makna; dalam model perseptual, penerima menciptakan
makna pesan dalam benaknya.
-
Feed back atau umpan balik; dalam hal ini penerima menjadi pengirim.
Umpan balik digunakan sebagai pemerikasaan yang menyeluruh,
memberikan masukan bagi pengirim sejauh mana pesan mereka dapat
dipahami.
-
Niose atau gangguan; adalah campur tangan dalam pengiriman dan
pemahaman pesan. Faktor-faktor yang termasuk dalam noise meliputi;
kemampuan bicara yang kurang, hubungan telepon yang lemah, tulisan
tangan yang tidak terbaca, statistik yang tidak akurat dalam memo atau
laporan, pendengaran dan penglihatan yang kurang, dan jarak fisik
antara pengirim dan penerima.
Dalam bab ini, media komunikasi dalam perilaku organisasi yang dapat
kita pelajari adalah: teknologi komunikasi, komunikasi verbal dan nonverbal,
komunikasi pada atasan dan bawahan, dan komunikasi dalam industri dan
organisasi.
Program Studi Teknik Industri UWP
109
Psikologi Industri
4.
Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi perusahaan adalah perangkat teknologi (hardware
maupun software) yang dipergunakan untuk proses komunikasi dan koordinasi
di dalam perusahaan.
Penggunaan teknologi komunikasi diperkantoran semakin dibutuhkan
mengingat bahwa setiap kantor senantiasa ingin mencapai peningkatan kinerja
dan produktivitas. Pekerjaan perkantoran yang semula dikerjakan secara
manual, sebagian besar sudah digantikan dengan melibatkan mesin-mesin
kantor berbasis komputer. Perkembangan media komunikasi telah mengubah
cara pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.
Di sisi lain teknologi komunikasi juga dapat memperluas jangkauan komunikasi
antar manusia. Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah
aspek kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antar manusia hampir
tidak terbatas.
Apabila dilihat dari kemampuan teknis, teknologi komunikasi dapat
dikelompokkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kemampuan teknis
Teknologi
informasi/komunikasi
Teknologi fotografi
Teknologi presentasi
Teknologi pengganda
Teknologi pengaman
Teknologi penghitung
Contoh
Telepon,
intercom,
wireless
microphone,
modular
conference
system, internet, intranet, faximile
Kamera
Multimedia, OHP, LCD
Scanner, printer, fotocopy
Closed circuit television (cctv), power
supplay
Mesin hitung uang
Teknologi komunikasi tersebut, telah banyak membantu manusia dalam
menyelesaikan pekerjaan di perusahaan.
5.
Teknologi Komunikasi dan Kekayaan Informasi
Penggunaan teknologi komunikasi dapat memberikan efisiensi kerja,
namun belum dapat menyempurnakan kekayaan informasi.
Kekayaan informasi adalah kapasitas pembawa informasi dari data. Di
Program Studi Teknik Industri UWP
110
Psikologi Industri
mana kekayaan informasi ditentukan oleh empat faktor: (1) umpan balik
(berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran (berkisar mulai
dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang terbatas), (3) tipe
komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa (verbal dan
nonverbal).
Tatap muka langsung adalah bentuk komunikasi yang paling kaya
informasi
karena
pemerikasaan
memberikan
menyeluruh.
umpan
Lebih
jauh
balik
yang
lagi,
bentuk
digunakan
ini
untuk
membiarkan
pengamatan tipikal atas bahasa isyarat, seperti bahasa tubuh dan keras lemah
suara, melalui lebih dari satu saluran. Teknologi komunikasi seperti telepon,
meskipun termasuk kaya informasi, tetapi tidaklah seinformatif media tatap
muka langsung. Media numerik yang formal seperti cetakan kuantitatif
komputer atau gambar video memiliki kekayaan informasi yang rendah. Umpan
balik sendiri sangat lambat, salurannya hanya melibatkan informasi visual yang
terbatas, sementara informasi numerik bersifat impersonal.
Lebih lanjut Robbins (2003) menjelaskan bahwa teknologi komunikasi
telah banyak merevolusikan baik kemampuan mencapai orang lain maupun
kemampuan untuk mencapai mereka dalam sekejap. Namun akses dan
kecepatan ini menuntut biaya. Surat elektronik, misalnya, tidak memberikan
komponen komunikasi non verbal yang diberikan oleh pertemuan tatap-muka.
Juga e-mail tidak menghantar emosi dan nuansa yang muncul lewat intonasi
verbal dalam pembicaraan telepon. Begitu juga dengan konferensi video dan
rapat elektronik meskipun memuaskan dalam mendukung tugas tetapi tidak
menangani kebutuhan akan afiliasi.
6.
Dampak Penggunaan Teknologi Komunikasi
Dampak penggunaan teknologi komunikasi dapat dibedakan ke dalam
dua tahapan:
Pertama, berupa dampak hasil teknis. Dengan pengertian bahwa dengan
digunakannya teknologi komunikasi di perusahaan, maka akan diperoleh
keuntungan-keuntungan teknis yang direncanakan, berupa peningkatan
produktivitas dan efisiensi.
Program Studi Teknik Industri UWP
111
Psikologi Industri
Kedua, konsekuensi sosial yang tidak diduga. Dengan digunakannya
teknologi komunikasi dimungkinkan hubungan antar sesama rekan kerja di
perusahaan menjadi berkurang. Dan dimungkinkan akan mengakibatkan
terbentuknya sikap ketergantungan terhadap teknologi. Dampak lainnya bagi
orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kontak sosial, terlalu
tingginya mengandalkan teknologi komunikasi mengakibatkan rendahnya
kepuasan kerja.
7.
Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol
atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun tulisan.
Komunikasi lisan adalah komunikasi yang dilakukan antara seorang pembicara
berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku
penerima. Sedangkan komunikasi tulisan dapat terjadi apabila keputusan yang
disampaikan oleh pemimpin disandikan dalam simbol-simbol yang dituliskan
pada kertas atau pada tempat lain yang dapat di baca, kemudian dikirimkan
pada karyawan yang dimaksudkan.
Komunikasi secara lisan di dalam organisasi seperti: instruksi, penjelasan,
laporan lisan, pembicaraan untuk mendapatkan persetujuan kebijaksanaan,
memajukan penjualan dan menghargai orang dalam organisasi. Sedangkan di
dalam komunikasi tertulis menurut Lewis (dalam Muhammad. A, 2005) perlu
memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi tulisan seperti: kebenaran cara
menulis, keringkasan isi, kelengkapan, kejelasan dan kesopansantunan.
Komunikasi verbal telah lama diakui dan sangat penting, namun
komunikasi non verbal juga memiliki peranan di dalam komunikasi.
Komunikasi non verbal menurut Kreitner dan Kinicki (2004) adalah segala
pesan, dikirim atau diterima dan tidak bergantung pada tulisan atau kata-kata
yang
diucapkan.
Komunikasi
nonverbal
memiliki fungsi:
pengulangan,
pelengkap, pengganti, memberi penekanan, dan memperdayakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang kita berkomunikasi dengan
kata-kata, tetapi arti dari pesan itu bukan terletak pada kata tersebut, 93% dari
arti pesan diterima dari komunikasi nonverbal yang melatarbelakangi
komunikasi verbal dan hanya 7% dari pesan verbal. Secara terinci adalah 7%
Program Studi Teknik Industri UWP
112
Psikologi Industri
dari pesan verbal, 38% dari nada suara, 55% dari ekspresi wajah, gerakan
tubuh dan kepala atau sikap. Dari hasil penelitian ini jelas bahwa komunikasi
nonverbal sangat membantu dalam menginterpretasikan arti pesan verbal
(Muhammad, A, 2005; Wainwright, G.R, 2006).
Penampilan Personal:
Penampilan personal adalah salah satu hal pertama yang diperhatikan
selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai
4 menit pertama. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan
kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama budaya dan konsep diri.
Nada Suara (Intonasi):
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti
pesan yang dikirim, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Hal ini dapat diamati ketika berinteraksi.
Gerakan Badan dan Gerakan Tangan:
Gerakan badan seperti bersandar ke depan atau ke belakang, dan
gerakan tangan seperti menunjuk, memberi tambahan informasi nonverbal
yang dapat meningkatkan atau malah mengurangi proses komunikasi. Menurut
Kreitner dan Kinicki (2004), penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa
penggunaan tangan yang tepat dapat meningkatkan pemahaman pendengar
untuk mengerti pesan. Posisi tubuh terbuka seperti bersandar ke belakang,
mengkomunikasikan
kedekatan,
sebuah
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan keterbukaan, kehangatan, kedekatan, dan ketersediaan untuk
berkomunikasi. Defensivitas (defensiveness) dikomunikasikan dengan sikap
tubuh seperti melipat lengan, menyilangkan tangan dan menyilangkan kaki.
Judith Haal, peneliti komunikasi, melakukan
suatu meta-analisis atas
perbedaan jenis kelamin dalam gerakan badan dan gerakan tangan. Pada
Wanita menganggukkan kepala dan menggerakkan tangan lebih sering dari
pria. Mengarahkan tubuh ke depan, menggerakkan tubuh, dan menggerakkan
kaki lebih sering pria daripada wanita.
Program Studi Teknik Industri UWP
113
Psikologi Industri
Sentuhan:
Sentuhan adalah kekuatan lain dalam isyarat nonverbal. Kasih sayang,
dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Ekspresi Wajah:
Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting di dalam
menentukan pendapat interpersonal. Senyum, misalnya biasanya mewakili
kehangatan, kegembiraan, atau persahabatan. Sebaliknya muka yang masam
menyampaikan ketidakpuasan atau kemarahan.
Kontak Mata:
Kontak
mata
adalah
isyarat
nonverbal
yang
kuat
dan
dapat
menyampaikan empat fungsi komunikasi, yaitu: (1) mengatur alur komunikasi
dengan memberi tanda-tanda atas awal dan akhir percakapan. Ada
kecendrungan untuk menghindari menatap seseorang ketika mulai berbicara
dan menatap mereka ketika selesai. (2) tatapan (bukan melotot) memberikan
dan memonitor respons karena menggambarkan ketertarikan dan perhatian.
(3) menyampaikan emosi. Orang-orang cenderung untuk menghindari kontak
mata pada saat sedang membicarakan berita yang buruk atau memberikan
respon negatif. (4) tatapan berkaitan dengan tipe hubungan di antara
komunikator.
Para ahli komunikasi (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) menawarkan
langkah-langkah untuk memperbaiki kemampuan komunikasi nonverbal:
Tindakan nonverbal positif yang dapat membantu komunikasi meliputi:
-
Menjaga kontak mata
-
Kadang-kadang menganggukkan kepala tanda setuju
-
Tersenyum dan menunjukkan semangat
-
Mengarahkan tubuh ke arah pembicaraan
-
Berbicara secukupnya, tenang, intonasi yang menenangkan
Tindakan yang perlu untuk dihindari:
-
Memalingkan muka atau memalingkan tubuh dari pembicara
Program Studi Teknik Industri UWP
114
Psikologi Industri
-
Menutup mata
-
Menggunakan intonasi suara yang tidak enak di dengar
-
Berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat
-
Menguap berlebihan
Sedangkan Luthans (1992) memberikan petunjuk di dalam meningkatkan
keakuratan interpretasi perilaku nonverbal, sebagai berikut:
-
Lihat apa yang terjadi di dalam situasi. Ketika perilaku nonverbal
berupa refleks respon emosional, apakah kejadian yang tidak
selayaknya dapat digunakan untuk dapat memahami lebih baik
perilaku nonverbal
-
Mempertimbangkan kesesuaian antara perilaku nonverbal dan
statemen verbal. Terdapat tidak kesebandingan antara signal untuk
menguji lebih dekat apa yang terjadi (yang tidak selayaknya).
Kadang-kadang signal menjadi lebih akurat daripada verbal
-
Mengamati perilaku nonverbal. Contoh, perbedaan antara senyum
yang sebenarnya dan tidak atau manipulasi dapat dideteksi.
REFERENSI
A.W., Suranto. 2005. Komunikasi Perkantoran; Prinsip Komunikasi Untuk
Meningkatkan Kinerja Perkantoran. Yogyakarta: Media Kencana
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Program Studi Teknik Industri UWP
115
Psikologi Industri
Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Radjawali, I. 2002. Pengembangan Perangkat Lunak: Solusi di Era Globalisasi.
The Prospect htm.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
Wainwright, G.R. 2006. Membaca Bahasa Tubuh. Yogyakarta: BACA
Program Studi Teknik Industri UWP
116
Psikologi Industri
BAB 12
TEKNOLOGI DAN PROSES INTERPERSONAL (Lanjutan)
1.
Komunikasi pada Atasan dan Bawahan
Komunikasi dapat mengalir dari atasan kepada bawahan dan dari
bawahan kepada atasan
Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas
lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari
manajemen
kepada para pegawai; namun dalam organisasi kebanyakan
hubungan ada pada kelompok manajemen (Davis, dalam Pace & Faules,
2005).
Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada
bawahan (Katz dan Kahn dalam Pace & Faules, 2005; Luthans, 1992): (1)
informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) informasi mengenai
dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan
dan praktik-praktik organisasi, (4) informasi mengenai kinerja pegawai, dan (5)
informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
Para pegawai di seluruh tingkat di dalam organisasi merasa perlu diberi
informasi. Komunikasi yang paling efektif digunakan berdasarkan hasil
penelitian adalah dengan menggunakan metode lisan diikuti tulisan.
Level (dalam Pace & Faules, 2005: M Arni, 2005) mensurvei para
supervisor dan meminta mereka untuk menilai keefektifan kombinasi-kombinasi
yang berbeda dari metode-metode untuk berbagai jenis situasi komunikasi
yang berlainan. Ada empat metode sebagai berikut: (1) tulisan saja, (2) lisan
saja, (3) tulisan diikuti lisan, dan (4) lisan diikuti tulisan. Berikut deskripsi hasil
penelitian:
Program Studi Teknik Industri UWP
117
Psikologi Industri
Tabel 1. Metode paling efektif v.s. paling tidak efektif untuk berkomunikasi
dengan para pegawai dalam sepuluh situasi yang berbeda
N
o
1
2
3
4
5
6
7
Situasi
Penyampaian
informasi
yang
memerlukan tindakan segera pegawai
Informasi yang memerlukan tindakan
pegawai pada waktu mendatang
Penyampaian informasi yang bersifat
umum
Penyampaian arahan atau perintah
perusahaan
Penyampaian
informasi
mengenai
perubahan kebijakan perusahaan yang
penting
Penyampaian kemajuan kerja kepada
penyelia langsung anda
Promosi kampanye keamanan
Pemberian pujian kepada pegawai atas
prestasi kerjanya
Pemberian teguran atas kelalaian
9
kerjanya
Penyelesaian perselisihan di anatara
10
para pegawai mengenai masalah kerja
8
Paling
Efektif
Lisan diikuti
tulisan
Paling tidak
Efektif
Tulisan
saja
Tulisan saja
Lisan saja
Tulisan saja
Lisan saja
Lisan diikuti
tulisan
Lisan saja
Lisan diikuti
tulisan
Lisan saja
Lisan diikuti
tulisan
Lisan diikuti
tulisan
Lisan diikuti
tulisan
Lisan saja
Lisan saja
Lisan saja
Lisan saja
Tulisan
saja
Tulisan
saja
Tulisan
saja
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode lisan diikuti
tulisan dinilai paling efektif dalam enam dari sepuluh situasi dan tidak pernah
dinilai tidak sesuai untuk situasi apapun. Situasi yang memerlukan tindakan
segera tetapi kemudian diikuti oleh tindak lanjutnya, yang bersifat umum dan
memerlukan pendokumentasian, dan yang meliputi hubungan-hubungan
antarpersonal yang positif, tampaknya paling baik ditangani oleh metode lisan
diikuti tulisan.
Metode lisan saja dinilai paling efektif dalam situasi yang mencakup
teguran dan mendamaikan perselisihan, tapi paling tidak efektif dalam enam
situasi lainnya, meskipun empat dari enam situasi juga dinilai paling efektif
untuk kombinasi metode lisan diikuti tulisan. Hal ini menunjukkan bahwa
metode lisan diinginkan tetapi tidak hanya lisan saja.
Metode tulisan saja dinilai paling efektif bila diperlukan informasi untuk
Program Studi Teknik Industri UWP
118
Psikologi Industri
tindakan yang akan datang, bila informasinya umum, dan bila tidak diperlukan
kontak pribadi. Metode tulisan diikuti lisan tidak dinilai paling efektif atau paling
tidak efektif bagi setiap situasi.
Hasil penelitian Level yang menyatakan metode yang paling efektif adalah
metode lisan diikuti tulisan di dukung oleh hasil penelitian Dahle (dalam Arni M,
2005). Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan
metode tulisan saja kurang efektif digunakan.
Sedangkan untuk pemilihan media dapat didasarkan pada pertimbangan
sifat-sifat media, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan waktu, dan
konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi. Trevino, Daft, dan
Lengel (dalam Pace dan Faules, 2005) serta Kreitner dan Kinicki (2004)
menjelaskan bahwa kekayaan setiap medium berdasarkan pada empat faktor:
(1) umpan balik (berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran
(berkisar mulai dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang
terbatas), (3) tipe komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa
(verbal dan nonverbal). Menurut kriteria ini, tatap muka dipandang sebagai
medium yang paling kaya, sedangkan laporan-laporan tergolong ke dalam
kategori “miskin”.
Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi
(supervisor). Esensi komunikasi ke atas adalah suatu permohonan atau
komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih
tinggi, atau lebih luas. Komunikasi digunakan untuk memberi umpan balik
kepada atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan tujuan, dan
meneruskan masalah-masalah yang ada. Komunikasi ke atas menyebabkan
para manajer menyadari perasaan para karyawan terhadap pekerjaannya,
rekan sekerjanya, dan organisasi secara umum. Manajer juga mengandalkan
komunikasi ke atas untuk mendapatkan gagasan mengenai bagaimana segala
sesuatu dapat diperbaiki
Komunikasi ke atas tidak mudah dilakukan. Komunikasi ke atas dapat
Program Studi Teknik Industri UWP
119
Psikologi Industri
menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manajer
organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari
bawahan.
Menurut Sharma ada empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat
amat sulit:
-
Kecendrungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka
-
Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak tertarik kepada masalah
pegawai
-
Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan
pegawai
-
Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak dapat dihubungi dan
tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
2.
Komunikasi dalam Industri dan Organisasi
Menurut Jewell dan Siegal (1998) komunikasi organisasi adalah suatu
alat
di
mana
aktivitas
anggota-anggota
sistem
sosial
organisasi
dikoordinasikan. Komunikasi dapat membentuk jalinan pengertian antara pihak
yang satu dengan pihak yang lain, sehingga apa yang dikomunikasikan dapat
dimengerti, dipikirkan dan akhirnya dilaksanakan. Apabila organisasi tidak
dapat melaksanakan komunikasi yang baik, maka semua rencana-rencana,
instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, sasaran-sasaran, motivasi-motivasi dan
sebagainya, hanya tinggal di atas kertas, atau menjadi simpang siur dan kacau
balau sehingga tujuan industri dan organisasi kemungkinan tidak akan
tercapai.
Komuniksi yang tidak lancar dapat menimbulkan dampak buruk, berupa:
timbulnya sentimen-sentimen, perasangka-prasangka dan ketegangan di
kalangan para anggota organisasi dan konflik-konflik di antara bermacammacam tingkatan dalam organisasi. Sedangkan keuntungan-keuntungan dari
komunikasi yang baik dalam organisasi adalah: kelancaran tugas-tugas lebih
terjamin, biaya-biaya dapat ditekan, dapat meningkatkan partisipasi dan
pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik
Program Studi Teknik Industri UWP
120
Psikologi Industri
2.1 Dimensi-dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi
Menurut Anoraga dan Suyati (1995) dimensi komunikasi meliputi:
Komunikasi Internal
Komunikasi internal adalah komunikasi antar manajer dengan komunikan
yang berada dalam organisasi, yakni para pegawai dan berlangsung secara
timbal balik. Komunikasi internal terbagi atas tiga arus komunikasi, yaitu:
a.
Komunikasi vertikal
Adalah komunikasi dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, yaitu
komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke atasan.
Dalam proses komunikasi vertikal, pemimpin memberikan instruksi,
petunjuk,
Sebaliknya
pengarahan,
bawahan
informasi,
memberikan
penjelasan
laporan,
kepada
gagasan,
bawahan.
saran
dan
sebagainya kepada pimpinan. Komunikasi vertikal dapat dilaksanakan
secara langsung antara manajer sebagai pimpinan tertinggi dengan
seluruh karyawan, dapat juga melalui kepala biro, kepada bagian atau
seksi
b.
Komunikasi horisontal; adalah komunikasi secara mendatar, misalnya:
antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan dengan karyawan,
dan sebagainya. Komunikasi horisontal seringkali berlangsung tidak
formal.
Menurut Luthans (1992) berdasarkan hasil penelitian terhadap komunikasi
interaktif, maka diketahui beberapa tujuan yang sangat penting sebagai
berikut:
a.
Task
coordination.
Kepala
departemen
dapat
melakukan
pertemuan bulanan untuk mendiskusikan bagaimana masingmasing departemen memberikan kontribusi untuk tujuan masingmasing sistem
b.
Problem solving. Anggota dari salah satu departemen dapat
berkumpul
menangani
untuk
mendiskusikan
ancaman
masalah
bagaimana
keuangan;
mereka
mereka
akan
dapat
menggunakan pemikiran karyawan
Program Studi Teknik Industri UWP
121
Psikologi Industri
c.
Information sharing. Anggota departemen dapat bertemu dengan
anggota-anggota departemen lain untuk memberikan kepada
mereka data baru
d.
Conflict resolution. Anggota dari salah satu departemen dapat
bertemu
untuk
mendiskusikan
konflik
yang
ada
di
dalam
departemen atau antar departemen.
e.
Komunikasi
diagonal
atau
komunikasi
silang
(cross
communication); adalah komunikasi antara pimpinan seksi dengan
pegawai seksi lainnya.
3.
Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manajer atau
pejabat lain yang mewakili di luar organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari
dua jalur yakni komunikasi dari organisasi ke khalayak dan dari khalayak ke
organisasi.
Komunikasi dari organisasi ke khalayak atau publik pada umumnya
bersifat informatif, setidaknya adanya hubungan batin. Hal ini sangat penting
dalam rangka memecahkan masalah yang tidak terduga sebelumnya, misalnya
saja adanya berita surat kabar yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Komunikasi ini dapat dilakukan melalui mass media seperti surat kabar,
majalah,
radio,
telepon,
televisi,
poster
dan
sebagainya.
Sedangkan
komunikasi dari khlayak ke organisasi adalah proses umpan balik yang
dikehendaki oleh manajer maupun umpan balik secara spontanitas dari
komunikan.
3.1 Jaringan Formal dan Informal
Jaringan komunikasi menetapkan saluran-saluran tempat informasi
mengalir. Saluran ini mempunyai satu dari dua macam—baik formal maupun
informal. Jaringan formal biasanya vertikal, mengikuti rantai wewenang, dan
terbatas pada komunikasi yang berhubungan dengan tugas. Sebaliknya,
jaringan informal---seperti selentingan---bebas untuk bergerak kesegala arah,
melewati tingkat-tingkat wewenang, dan kemungkinan besar memenuhi
Program Studi Teknik Industri UWP
122
Psikologi Industri
kebutuhan sosial anggota kelompok karena mempermudah penyelesaian
tugas.
4. Jaringan Kelompok Kecil Formal
Jaringan kelompok kecil melukiskan tiga jaringan kelompok-kecil yang
biasa: rantai, roda, dan semua saluran. Rantai secara ketat mengikuti rantai
komando yang formal. Roda mengandalkan pada pimpinan untuk bertindak
sebagai saluran pusat untuk semua komunikasi kelompok. Jaringan semua
saluran mengizinkan semua anggota kelompok untuk dengan aktif saling
berkomunikasi.
Rantai
Roda
Semua saluran
Gambar-1, Tiga Jaringan Kelompok Kecil
Efektivitas tiap jaringan bergantung pada variabel yang kita perhatikan.
Misalnya, struktur roda memudahan munculnya seorang pemimpin, jaringan
semua saluran jika kita memperhatikan kepuasan anggota yang tinggi, dan
jaringan rantai jika akurasi dianggap paling penting.
Tabel-1, Jaringan Kelompok Kecil dan Kriteria Keefektifan
Kriteria
Kecepatan
Ketepatan
Pentingnya seorang pemimpin
Kepuasan anggota
5.
Rantai
moderat
tinggi
moderat
moderat
Jaringan
Roda
Semua saluran
cepat
cepat
tinggi
moderat
tinggi
tidak ada
rendah
tinggi
Jaringan Informal
Selentingan atau kabar burung (grapevine) adalah jaringan komunikasi
informal pada organisasi. Dalam istilah komunikasi, selentingan digambarkan
sebagai “metode penyampaian laporan rahasia dari orang ke orang yang tidak
dapat diperoleh melalui saluran biasa”. Komunikasi informal cenderung berisi
laporan rahasia mengenai orang dan kejadian-kejadian yang tidak mengalir
Program Studi Teknik Industri UWP
123
Psikologi Industri
melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui
selentingan lebih memperhatikan “apa yang dikatakan atau didengar oleh
seseorang” daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan. Paling
tidak sumbernya terlihat “rahasia” meskipun informasi itu sendiri bukan rahasia.
Selentingan memiliki tiga karakteristik utama. Pertama, selentingan tidak
dikendalikan oleh manajemen. Kedua, selentingan dipersepsikan oleh
kebanyakan karyawan sebagai paling dapat dipercaya dan andal daripada
komunikasi formal yang diterbitkan oleh manajemen puncak. Ketiga, sebagian
besar selentingan digunakan untuk melayani kepentingan sendiri dari orangorang di dalamnya
Adapun tujuan dari selentingan adalah: (1) menstruktur dan mengurangi
kecemasan; (2) memberi makna pada informasi yang terbatas dan terpecahpecah; (3) bertindak sebagai sarana untuk mengorganisasikan anggota
klompok, dan mungkin orang luar, membentuk koalisi; dan (4) untuk
mengisyaratkan status seorang pengirim.
Davis (dalam Jewell & Siegal, 1998) mengklasifikasifikan selentingan
sebagai berikut:
a.
Cluster: A berkomunikasi ke penerima tertentu (B dan E), yang juga
melakukan hal yang sama (B ke C dan D, E ke F dan G)
b.
Probability: baik A maupun penerima A yang pertama (B atau F)
meneruskan pesan ke yang lain secara acak
c.
Gossip: A mencari dan meneruskan pesan ke sejumlah penerima yang
dipilih B, C dan seterusnya
d.
Single Strand: pesan diteruskan dari A ke B ke C dan seterusnya
sampai penerima terakhir
B
F
G
A
C
E
D
Klaster
G
F
K
L
A
C
B
J
D
B
Program
E Studi Teknik Industri UWP
124
Psikologi Industri
Probabilitas
Gosip
Untaian Tunggal A
B
C
D
E
F
G
H
Gambar-2, Komunikasi Informal dalam Organisasi: Grapevine
Perjalanan informasi sepanjang selentingan merupakan pendukung resmi
saluran formal dalam komunikasi. Walaupun selentingan dapat menjadi
sumber gosip yang tidak akurat, ia memiliki fungsi penting sebagai tanda
peringatan awal untuk suatu perubahan organisasi, sebuah media untuk
menghasilkan budaya organisasi, sebuah mekanisme untuk membantu
perkembangan kekompakan kelompok, dan sebuah jalan informal untuk
merangkul ide-ide sehat orang lain
Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) berdasarkan hasil penelitian terhadap
selentingan diketahui: (1) lebih cepat daripada saluran informasi formal; (2)
tingkat ketepatannya sekitar 75%; (3) orang-orang mengandalkan omongan
selentingan ketika mereka berada dalam keadaan tidak aman, terancam, atau
menghadapi
perubahan
organisasi;
dan
(4)
karyawan
menggunakan
selentingan untuk mendapatkan sebagian informasi mengenai pekerjaan.
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Program Studi Teknik Industri UWP
125
Psikologi Industri
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Pace,
R.W.
&
Faules,
D.F.
2005.
Komunikasi
Organisasi;
Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Rosda
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Gramedia.
Program Studi Teknik Industri UWP
126
Psikologi Industri
BAB 13
PSIKOLOGI KONSUMEN
1.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat memahami psikologi
konsumen.
2.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membaca bab ini Anda diharapkan dapat:
3.
a.
Mengetahui pengertian psikologi konsumen
b.
Mengetahui tinjauan psikologis terhadap tingkah laku membeli
Pengertian Psikologi Konsumen
Psikologi konsumen menurut Munandar (2001) bersibuk diri, secara luas,
dengan manusia sebagai konsumen dari barang dan jasa. Dengan sasaran
utama menjelaskan perilaku konsumen, misalnya menguraikan macam pilihan
apa yang dibuat orang, di bawah macam keadaan apa, dan dengan alasanalasan apa.
Karena sasaran
utamanya
adalah
menjelaskan
perilaku
konsumen, maka psikologi konsumen dikenal juga dengan istilah perilaku
konsumen.
Menurut Sutisna (2002) terdapat dua alasan mengapa psikologi atau
perilaku konsumen dipelajari. Pertama, konsumen sebagai titik sentral
perhatian pemasaran. Mempelajari apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh
konsumen pada saat ini merupakan hal yang sangat penting. Memahami
konsumen akan menuntun pemasar pada kebijakan pemasaran yang tepat dan
efisien. Dengan memfokuskan bidikan, maka biaya yang dikeluarkan untuk
promosi akan lebih murah dan tepat sasaran.
Kedua, perkembangan perdagangan pada saat ini menunjukkan bahwa
lebih banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan. Kelebihan
penawaran ini menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau tidak
dikonsumsi oleh konsumen. kelebihan penawaran tersebut dapat disebabkan
oleh faktor kualitas barang yang tidak layak, tidak memenuhi keinginan dan
Program Studi Teknik Industri UWP
127
Psikologi Industri
kebutuhan konsumen, atau mungkin juga karena konsumen tidak mengetahui
keberadaan produk tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami bahwa mempelajari psikologi
konsumen berarti bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek
dari perilaku konsumen agar dapat digunakan dalam menyusun strategi
pemasaran yang berhasil.
Assael (dalam Sutisna, 2002) menjelaskan bagaimana model perilaku
konsumen dapat dipelajari.
Umpan balik bagi konsumen
(Evaluasi pasca pembelian)
Konsumen individu
Pengaruh-pengaruh
lingkungan
Tanggapan
konsumen
Pembuatan keputusan
konsumen
Penerapan dari
perilaku konsumen
pada strategi
pemasaran
Umpan balik bagi pemasaran
Gambar-1, Model Perilaku Konsumen
Gambar di atas menunjukkan adanya interaksi antara pemasar dengan
konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan
konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi
merek
produk,
mempertimbangkan
bagaimana
alternatif
merek
dapat
memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada akhirnya memutuskan merek apa
yang akan dibeli.
Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen. Faktor
pertama adalah konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu
produk dengan merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri
konsumen. Kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi
demografis,
gaya
hidup
dan
karakteristik
kepribadian
individu
akan
mempengaruhi pilihan individu terhadap berbagai alternatif merek yang
Program Studi Teknik Industri UWP
128
Psikologi Industri
tersedia.
Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen.
Pilihan-pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang
mengitarinya. Ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek
produk, mungkin didasari oleh banyak pertimbangan. Mungkin saja seseorang
membeli suatu merek produk karena meniru teman satu kelasnya, atau juga
mungkin karena dilakukan oleh seseorang akan turut mempengaruhi pada
pilihan-pilihan merek produk yang dibeli.
Faktor ketiga, yaitu stimuli pemasaran atau juga disebut strategi
pemasaran. Dalam hal ini, pemasar berusaha mempengaruhi konsumen
dengan menggunakan stimuli-stimuli pemasaran seperti iklan dan sejenisnya
agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan. Strategi
pemasaran yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu berhubungan
dengan produk apa yang akan ditawarkan, penentuan harga jual produknya,
strategi promosinya dan bagaimana melakukan distribusi produk kepada
konsumen.
Selanjutnya pemasar harus mengevaluasi strategi pemasaran yang
dilakukan dengan melihat respon konsumen untuk memperbaiki strategi
pemasaran di masa depan. Sementara itu konsumen individual akan
mengevaluasi pembelian yang telah dilakukannya. Jika pembelian yang
dilakukannya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya, atau dengan
perkataan lain mampu memuaskan apa yang dibutuhkan dan diinginkannya,
maka di masa datang akan terjadi pembelian berulang. Bahkan lebih dari itu
pelanggan yang merasa puas akan menyampaikan kepuasannya itu kepada
orang lain.
4.
Tinjauan Psikologis Terhadap Tingkah Laku Membeli
Peranan dari psikologis sesuai dengan aktivitas-aktivitas marketing
adalah
“menilai
keinginan-keinginan
serta
kebutuhan-kebutuhan
para
konsumen berdasarkan situasi pasar”.
Apabila seorang produsen memiliki gagasan untuk memproduksi
“sesuatu barang konsumen yang relatif baru” maka sebelum gagasan itu
Program Studi Teknik Industri UWP
129
Psikologi Industri
menjadi suatu kenyataan biasanya seorang produsen berfikir dan bertanya:
a. Kira-kira barang atau produk apa yang saat ini dirasakan sangat dibutuhkan
b. Dalam bentuk apakah barang tersebut disajikan agar konsumen dapat
mempergunakannya dengan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan
barang-barang sejenis lainnya
c. Bagaimanakah kualitas barang tersebut agar membuat konsumen merasa
lebih puas dibandingkan dengan barang-brang sejenis yang telah ada
d. Target kelas sosial manakah yang diharapkan kelak menjadi konsumen
daripada barang tersebut
e. Strategi iklan apakah yang akan dibuat
f. Strategi harga bagaimanakah yang akan dibuat
Serta beberapa faktor lainnya yang berkaitan erat dengan barang yang
akan dipasarkan.
Untuk mendapatkan informasi-informasi tersebut ada dua sumber utama,
yaitu:
Dapat diketahui dari data-data hasil penjualan barang-barang sejenis
melalui toko-toko
Data dapat diketahui melalui penelitian yang dikenal dengan “shop test”.
Penelitian dilakukan disejumlah toko-toko atau warung-warung yang dianggap
mewakili populasinya secara representatif dikunjungi. Kemudian mereka
ditanya kira-kira barang apakah yang paling banyak dibutuhkan serta digemari
oleh para konsumen. Dengan pengolahan data secara statistik didapatkan
sejumlah barang-barang yang sangat dibutuhkan serta digemari oleh para
konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian setidak-tidaknya sudah dapat memberikan
gambaran yang jelas bagi produsen, atau setidak-tidaknya sudah dapat
memberikan suatu pengarahan pada produsen.
Dapat diketahui melalui pendapat-pendapat dan sikap para konsumen
sendiri
Macam-macam dari projective techniques, diantaranya adalah:
Program Studi Teknik Industri UWP
130
Psikologi Industri
a.
Sentence
completation
test;
bentuknya
adalah
kalimat/pernyataan-
pernyataan tentang sesuatu produk yang belum selesai, sehingga orang
yang dites diminta untuk melengkapi
b.
Sentence assosiation test; diberikan kalimat-kalimat mengenai sifat barang
yang diproduksi kepada para konsumen
c.
Depth interview technique; wawancara secara mendalam mengenai
sesuatu barang produksi
d.
Group discussion technique; dibentuk grup diskusi untuk membicarakan
sesuatu barang produksi, kelompok diskusi ini diusahakan yang homogen.
e.
Habit and attitude study; penelitian tentang kebiasaan dan sikap membeli
sesuatu produk dari kalangan masyarakat
Penelitian mengenai pendapat dari para konsumen dengan cara
projective technique pernah dilakukan oleh Mason Haire (dalam As’ad, 2004)
dengan cara bertanya pada ibu-ibu rumah tangga mengenai pendapatnya
tentang instant coffee dari Nescafee. Mason meneliti 50 orang dengan hasil
sebagai berikut:
The woman who buys Nescafee is seen By
women
as
who
had
instant coffee
in the house
(N = 32)
5. Economical
6. Not economical
7. Cannot cook or does not
take to
8. Good housewife, plans well,
cares about family
9. Plans balanced meals
10. Poor housewife, does not
plan well, does not care
about family
11. Lazy
No.
22
0
5
9
9
5
6
%
70
0
16
29
29
16
19
By women
who did not
have
instant
coffee
in
the house
(N = 18)
No. %
5
28
2
11
10
55
0
0
2
11
7
7
39
39
Tabel di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pendapat dari masyarakat
Program Studi Teknik Industri UWP
131
Psikologi Industri
terhadap suatu hasil produksi. Bagi ibu-ibu yang membeli sesuatu hasil
produksi selalu disertai sikap dan motivasi tertentu yang polanya berbeda
dengan yang tidak membeli. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan psikolog
banyak dan sangat dibutuhkan. Dengan teknik ini diharapkan para konsumen
dapat
memproyeksikan
keinginan-keinginannya,
sikap-sikapnya,
kepercayaannya terhadap suatu barang tertentu sehingga secara kualitatif
didapatkan suatu gambaran yang jelas bagaimana sesungguhnya barangbarang yang dibutuhkan tersebut.
Disamping teknik-teknik yang bersifat kualitatif, pengumpulan data dapat
juga dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang besifat kuantitatif.
Pada saat ini teknik-teknik yang telah dipakai secara efektif pada
perusahaan-perusahaan konsumsi di Indonesia antara lain: (1) depth interview
(interview yang mendalam), (2) group discussion technique (teknik diskusi
kelompok), dan (3) habit and attitude study (penelitian mengenai sikap dan
kebiasaan)
Berdasarkan sumber data tersebut maka diharapkan hasil-hasil informasi
dari dua sumber utama di atas (a dan b) harus mempunyai korelasi yang
tinggi. Apabila tidak terdapat suatu angka korelasi tertentu di duga salah satu
penyelidikan tersebut mempunyai derajat validitas dan reliabilitas yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Apabila hal tersebut sampai terjadi berarti
produsen telah mengeluarkan biaya serta waktu tanpa membuahkan hasil yang
berguna.
Mewujudkan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan para konsumen ke
dalam bentuk barang –barang dan menyajikannya dengan cara-cara yang
khas.
Apabila hasil informasi dari dua sumber tadi telah dinyatakan valid dan
reliabel maka seseorang produsen setidak-tidaknya telah mempunyai ide-ide
tertentu mengenai barang yang akan dihasilkan. Maka langkah selanjutnya
produsen dengan pemikirannya yang kreatif berusaha menciptakan suatu
barang yang konkrit sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumenkonsumen tersebut. Dengan menyusun para ahli teknik dan produksi dibuatlah
Program Studi Teknik Industri UWP
132
Psikologi Industri
suatu rencana kerja guna mewujudkan produk tersebut. Apabila barang
tersebut sudah terwujudkan maka tidak berarti bahwa barang tersebut pasti
dapat dipasarkan, sebab:
- Barang tersebut baru dibuat berdasarkan aspirasi, image (gambaran),
opini (pendapat), sikap dan kepercayaan dari konsumen tanpa konsumen
memberikan bentuk-bentuk yang konkrit,
- Bentuk barang yang telah diciptakan oleh produsen baru berdasarkan
keterangan atau data-data yang kualitatif
Apabila barang langsung dipasarkan kemungkinan menimbulkan reaksi
yang sebaliknya, sebab apa yang dianggap baik oleh produsen belum tentu
dianggap baik oleh konsumen. Disinilah letak kesulitan di dalam mengolah data
yang bersifat subjektif.
Untuk menghindari hal-hal tersebut maka setelah barang tersebut
terwujudkan, maka perlu pembuktian lebih lanjut di dalam suatu penelitian yang
dinamakan dengan product testing (tes produk). Di dalam tes produk ini
barang-barang telah tercipta dan diuji kembali apakah telah memenuhi selera,
kebutuhan serta harapan-harapan para konsumen. Di dalam tes produk inilah
kesempatan bagi produsen untuk memperbaiki hal-hal yang menyangkut
kualitas barang secara keseluruhan termasuk penawaran harga yang akan
diajukan. Untuk itu perbaikan dapat diarahkan kepada barangnya sendiri
maupun terhadap kemasan dari barang-barang tersebut sebagai sarana
penyajiannya kelak.
Setelah barang-barang tersebut berhasil melalui berbagai macam testing
dan telah dapat dinyatakan siap untuk dapat dipasarkan maka selanjutnya
produsen harus memikirkan berbagai hal agar kelak barang-barang tersebut
dapat memenuhi sasarannya. Untuk itu produsen harus memikirkan hal
sebagai berikut:
a. The market (pasar)
b. The consumers aimed at (sasaran mana atau level pembeli mana yang
akan diajukan)
c. Brand information (informasi mengenai merek)
d. The competition (kompetisi dengan produsen lain yang sejenis)
Program Studi Teknik Industri UWP
133
Psikologi Industri
e. Marketing objektive (kondisi pasar)
Semua pemikiran-pemikiran tersebut dapat dicurahkan dalam apa yang
dinamakan “Marketing Strategy”
REFERENSI
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Program Studi Teknik Industri UWP
134
Download