Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris

advertisement
RINGKASAN
Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi
Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara
industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh
banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau
beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi
koperasi di sejumlah negara maju tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan
beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring
dengan perubahan lingkungan bisnis global yang terjadi.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk : (1) mengetahui prospek pengembagangan
koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, (2) menyusun
rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang
berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. Untuk mencapai tujuan
tersebut digunakan metoda exsplorative study dengan kombinasi studi literatur,
observasi lapangan, dan pengumpulan pendapat ahli di beberapa perguruan tinggi.
Observasi telah dilakukan terhadap 9 (sembilan) koperasi di Jawa Barat dan
Sumatera Utara dengan responden 18 (delapan belas) pengurus, 9 (sembilan)
manajer, 9 (sembilan) karyawan dan 9 (sembilan) orang anggota. Variabel kajian
meliputi, pemahaman konseptual pengurus dan manajer terhadap manajemen,
proses dan fungsi manajemen, disain organisasi, sistim renumerasi, sistim karier,
efisiensi usaha, dan repositioning koperasi. Kajian empiris lapangan, studi
literatur, dan pengumpulan pendapat ahli terhadap variabel kajian selanjutnya
dianalisis dengan teknik analisis deskriptip untuk menjawab 6 (enam) pertanyaan
prospek koperasi dari disiplin ilmu manajemen bisnis, yaitu 1) apakah koperasi
masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang
mengalami berbagai perubahan, 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi
dianggap belum berkembang di Indonesia, 3) apakah kondisi masyarakat
indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui
kelompok/koperasi, 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih
sejalan dengan teori manajemen,5) apakah berkoperasi merupakan salah satu
pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, dan 6) bagaimana pola pengembangan
koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ?
Hasil kajian menunjukkan bahwa prospek koperasi dari perspektif manajemen
bisnis adalah sebagai berikut: (1) Perubahan lingkungan bisnis global mendorong
organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang harus
mereformulasi strategi, struktur, dan alokasi sumber daya organisasi kearah yang
lebih inovatif guna menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Dilihat dari
perspektif ini praktek manajemen yang ada di koperasi saat ini sudah jauh
tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan perubahan, (2) Koperasi
Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan proses manajemen yang
2
fundamental terletak pada proses perencanaan yang tidak menggunakan kaidah
kaidah perencanaan yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya
berorientasi jangka pendek yang sempit, masih belum mampu menyusun rencana
jangka panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Kondisi ini
secara simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Kondisi ini menyebabkan bisnis koperasi kebanyakan gagal
memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya
dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha koperasi bayak
yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya, koperasi hanya menjalankan
fungsi dagang, tidak menciptakan nilai tambah, dikelola dengan tidak efisien. (3)
Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan rasional
akan mencari kelembagaan ekonomi yang mampu memberikan manfaat ekonomi
dan sosial lebih baik. Melihat kondisi yang ada, dimana pada umumnya koperasi
yang tidak mampu memberikan manfaat kepada anggotanya dipastikan tidak
memiliki prospek untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti
koperasi simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam beberapa
tahun ke depan akan bertahan hidup. (4) Proses pengembangan koperasi baik di
tataran mikro (koperasi sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan
pemerintah) pada umumnya tidak sejalan dengan teori manajemen bisnis.
Hanya sedikit koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis
dengan baik, mereka usahanya berkembang dan memiliki daya tahan terhadap
tekanan persaingan. Koperasi yang dimaksud pada umumnya adalah koperasi
simpan pinjam (singgle purpose) dan koperasi peternakan (singgle commodity
multi purpose). Dari sudut kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan
pinjam koperasi tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah
melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.(5)Untuk
sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat karena tidak mampu
menghantarkan nilai dan manfaat ekonomi bagi anggotanya dan atau masyarakat
yang lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya.
3
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat
sebagai tempat kelahirannya maupun di Indonesia sudah diarahkan untuk mampu
mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang
kurang beruntung dalam sistem ekonomi pasar liberal kapitalistik.
Oleh banyak kalangan, lembaga koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya
dan tata kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai saling kerja sama (gotong
royong),
menolong
diri
sendiri,
solidaritas,
kejujuran,
keterbukaan,
mengutamakan kebersamaan dan keadilan serta beberapa esensi moral positif
lainnya.
Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga koperasi yang diharapkan
menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional, lembaga gerakan ekonomi
rakyat masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena
tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Data tahun 2006, secara kuantitatif jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia
tercatat sebanyak 138.411 unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Dari
jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya
sekitar 31,5 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga
sosial-ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi seperti sarat
dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya, ekonomi dan manajemen bisnis
dibandingkan dengan organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan
dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya.
Koperasi sebagai badan usaha, dalam mencapai tujuannya akan sangat
dipengaruhi baik lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan,
4
manajemen, modal, kegiatan usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan
eksternal (sosial, politik, informasi, perekonomian, hukum dan sosial budaya) di
tingkat regional, nasional dan internasional. Perubahan pada berbagai aspek
kehidupan di era globalisasi ini di satu sisi akan merupakan tantangan dan
sekaligus peluang bagi pengembangan bisnis koperasi, tetapi di lain pihak juga
persaingan akan semakin terbuka yang jika koperasi tidak memiliki keunggulan
kompetitif akan menjadi masalah besar bagi koperasi.
Fenomena empiris koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik
koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal
dan kapitalistik
dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan
ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan
pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara tersebut baik di
Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan,
tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi.
Beberapa pertanyaan mendasar yang melandasi pemikiran kegiatan kajian ini
meliputi: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan
masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) jikalau masih
relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia? 3) apakah
kondisi masyarakat Indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan
ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi? 4) apakah proses pengembangan
koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori ekonomi, manajemen,
sosial budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum? 5) apakah berkoperasi
merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6) bagaimana
pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis?
Untuk menjawab enam pertanyaan dasar diatas perlu dilakukan kajian yang
mendalam dan komprehensip terhadap prosek koperasi Indonesia masa depan dari
berbagai perspektif multi disiplin ilmu yang salah satunya ditinjau dari disiplin
ilmu Manajemen.
5
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena masalah yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka
identifikasi masalah kajian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari
perspektif ilmu manajemen yang meliputi fungsi dan proses perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, sistem penggajian (renumerasi), sistem
karier, analisis positioning koperasi dan non koperasi dan efisiensi usaha.
2. Bagaimana rumusan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan
koperasi dalam lingkungan yang berubah ditinjau dari perpektif ilmu
manajemen.
1.3.Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dan
informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, sedangkan
tujuannya adalah untuk :
1. Mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari
perspektif ilmu manajemen.
2. Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam
lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen.
1.4. Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Bahan masukan dalam perumusan kebijakan pemberdayaan koperasi.
2. Bahan masukan bagi gerakan koperasi dalam mengantisipasi perubahan yang
komopleks masyarakat dan lingkungan bisnis.
6
1.5.Output
Output dari kegiatan ini adalah tersusunnya buku hasil kajian prospek
pengembangan koperasi dari perspektif manajemen bisnis dan rekomendasi
pemberdayaan koperasi.
1.6. Sasaran
Sasaran kualitatif dari kajian ini adsalah tersusunnya hasil kajian tentang
keberadaan koperasi ditinjau dari disiplin ilmu manajemen. Adapun sasaran
kuantitatif adalah terdapatnya informasi mengenai keberadaan koperasi yang
meliputi 30 koperasi pada enam provinsi.
1.7.Ruang Lingkup Kajian
1.7.1. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan dari kajian ini akan ditinjau dari pendekatan disiplin
ilmu manajemen yang meliputi variabel antara lain:
1. fungsi
dan proses manajmen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian sebagai variabel utam
2. sistem penggajian dan sistem karier personalia, sebagai variabel
pelengkap
yang
merupakan
dimensi
dari
variabel
pengorganisasian
3. efisiensi usaha koperasi (efisiensi finansial) sebagai salah satu
variabel kinerja dari fungsi dan proses manajemen
4. Positioning koperasi dalam lingkungan yang berubah
1.7.2. Lingkup Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metoda exsplorative study
melalui studi literatur, telaah hasil kesimpulan dari studi yang relevan
yang pernah dilakukan di berbagai perguruan tinggi, serta observasi
lapangan yang dilakukan di 6 (enam) propinsi yaitu Sulawesi Utara,
Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan
7
Lampung.
Disamping itu diselenggarakan seminar di 4 (empat)
perguruan tinggi yang mempunyai kajian-kajian tentang koperasi dan
ekonomi rakyat. Adapun waktu pelaksanaan dari kegiatan ini
dijadwalkan selama 1 (satu) tahun anggaran tahun 2007.
1.7.3. Tahapan Kajian
Kajian ini dilakukan dengan langkah-langkah:
1. Pembahasan dan penyempurnaan TOR.
2. Penyusunan dan pembahasan riset disain.
3. Inventarisasi peta perkoperasian dari aspek kualitas dan kuantitas.
4. Inventarisasi perubahan lingkungan internal dan eksternal
koperasi.
5. Observasi Lapangan.
6. Kajian referensi koperasi baik referensi dari dalam negeri maupun
dari luar negeri.
7. Pengumpulan pendapat melalui pelaksanaan seminar di beberapa
kampus.
8. Diskusi dan perumusan pola pemberdayaan koperasi dari
perpektif ilmu manajemen.
8
BAB II.
PENDEKATAN MASALAH
Sebelum kita melakukan kajian dan melakukan analisis tentang prospek koperasi
ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, maka terlebih dahulu harus memahami
sifat dan karakteristik perubahan lingkungan bisnis eksternal yang yang dinamis baik
di tingkat nasional maupun internasional sebagai dampak dari gobalisasi. Perubahan
lingkungan eksternal organisasi bisnis global ini telah merubah paradigma baru
manajemen dan
organisasi bisnis di seluruh belahan dunia untuk mengatasi
persaingan yang semakin terbuka dan semakin kompleks. Landasan teori manajemen
dalam paradigma baru ini akan dijadikan sebagai pisau analisis untuk memotret atau
memetakan koperasi dalam rangka menjawab 6 (enam) pertanyaan kunci yang telah
diuraikan dalam latar belakang.
Globalisasi dan Manajemen
Globalisasi manajemen adalah sebuah fakta kehidupan yang tidak dapat kita hindari
lagi. Surat kabar dan media elektronik seperti siaran televisi dan radio setiap hari
memberitakan tentang situasi bisnis global seperti perkembangan fluktuasi nilai tukar
berbagai mata uang, indeks harga saham, iklim investasi, merger dan akuisisi
perusahaan, perkembangan neraca perdaganagn internasional dan lain sebagainya.
Jepang memasuki pasar Amerika, atau sebaliknya.
Bagaimana Cina dengan
keunggulan kompetitifnya mulai ditakuti oleh negara-negara industri maju dan
negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia yang ditandai dengan
gelombang masuknya produk Cina dengan harga yang lebih murah mulai
mengancam kehidupan UKM kita.
Bukan hanya perusahaan besar saja yang mempunyai fokus global. Semakin banyak
bisnis kecil yang sekarang berorientasi global. Sebuah pengumpulan pendapat yang
telah dilakukan pada tahun 1993 lalu oleh majalah INC. 500 perusahaan Amerika
yang menjadi responden menunjukkan bahwa 48 persen perusahaan melakukan
bisnis secara global, dengan rata-rata 15 persen penjualan dari negara lain. Tempat
9
perdagangan yang paling populer adalah Kanada dan Meksiko. Walaupun 25
perusahaan melakukan bisnis di Amerika Latin, 115 perusahaan di Eropa, 73
perusahaan di Asia dan 30 perusahaan di Australia. Lebih lanjut menurut U.S.
Department of Commerce, menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan Amerika
pengekspor adalah perusahaan yang tidak terlalu besar bahkan perusahaan kecil yang
memperkerjakan 20 orang atau lebih sedikit telah menyumbangkan $ US 30 miliar
atau 12 persen dari ekspor A.S. pada tahun 1987 ( Stoner, James at. All 1996). Hal
serupa juga terjadi di Indonesia, Usaha-usaha Kecil dari berbagai sentra produksi
seperti sentra kerajian mebel Jepara dan klaten, kerjinan anyaman RajapolahTasikmalaya, Bordir, Kerajinan dari kulit merupakan andalan ekspor non migas
Indonesia.
Lebih lanjut Stoner dan kawan-kawan (1996)
menyimpulkan bahwa globalisasi
memberikan 3 fenomena yang saling berkaitan yaitu- faktor kedekatan, lokasi dan
sikap. Kalau diambil bersama-sama, ketiga faktor tersebut menekankan susunan dan
kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dari hubungan yang dihadapi
oleh para manajer organisasi bisnis.
Faktor kedekatan mendorong menejer sekarang bekerja dalam kedekatan yang jauh
lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya dalam berhubungan dengan pelanggan,
pesaing, pemasok dan pemerintah yang jauh lebih banyak dan jauh lebih beragam.
Kedekatan ini merupakan fungsi dari menysutnya dunia karena kemajuan teknologi
yang mampu mengatasi masalah jarak dan waktu
Dengan teknologi yang ada
sekarang memungkinkan orang di seluruh dunia mengirimkan suara, video, data dan
informasi dalam waktu hanya beberapa menit bahkan detik saja.
Kemampuan
teknologi dan manajerial yang semakin bertambah mendorong para menejer untuk
saling bersaing bahkan bekerja sama dengan pemain bisnis global yang baru dalam
rangka mempertahankan eksistensi bisnisnya.
Kedua, faktor lokasi telah mendorong perilaku organisasi bisnis. Fenomena lokasi
dan integrasi dari organisasi yang beroperasi melewati beberapa batas internasional.
10
Misalnya, perusahaan telepon Amerika Serikat AT&T dan komputer untuk
memindahkan telepon (telephone swiching computer) didisain di Amerika Serikat,
dibuat di Singapura dan Amerika Serikat, dan dijual diseluruh dunia kepada
pelanggan yang menggunakan peralatan tersebut untuk dihubungkan dengan jasa
AT&T jarak jauh yang menjangkau seluruh pelosok dunia.
Pada tahun 1990,
perusahaan yang berkantor di Amerika Serikat memperkerjakan 2,8 juta orang di
Eropa Barat, 1,8 juta orang di Asia, dan 1,3 juta orang di Amerika Latin. Kenyataan
ini juga merupakan dampak dari globalisasi bahwa antara satu negara dengan negara
lainnya menjadi tidak ada batas, dunia diibaratkan sebagai desa besar (global vilage)
yang dicirikan dengan kebebasan dari arus informasi, arus uang, arus tenaga kerja,
serta arus barang dan jasa yang merupakan tantangan baru bagi para manajer yang
ingin memasuki pasar global.
Ketiga, globalisasi mendorong sikap baru, terbuka dalam mempraktekkan
manajemen secara internasional. Sikap ini menggabungkan keingintahuan mengenai
dunia diluar batas-batas nasional dengan kemauan untuk mengembangkan
kemampuan
guna berpartisipasi dalam ekonomi global.
Ohmae, menjelaskan
masalah ini dengan pernyataan yang sederhana ” sekarang tidak ada luar negeri lagi”.
Sikap berubah seiring dengan berjalannya waktu. Dari perspektif waktu bahwa
globalisasi telah muncul pada pertengahan tahun 1990-an dan kini memasuki abad
ke 21 telah memasuki globalisasi dengan pasar bebas (Global free trade ) dalam
kerangka APEC, AFTA, NAFTA dan sebagainya yang ditandai dengan kesepakatan
liberalisasi perdagangan dengan meniadakan sistem tarif border dan non tarif border
digantikan dengan efisiensi dan keunngulan ompetisi yang dianggap akan lebih
mampu untuk mensejahterakan dunia (win-win solution).
Implikasi dari globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan praktek-praktek
manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada organisasi bisnis menjadi tidak
dapat dihindari. Konsepsi, pemikiran dan praktek manajemen yang semula memadai
dan cocok diterapkan pada situasi budaya lama menjadi tidak cocok lagi dengan
munculnya globalisasi dengan pasar bebas. Dalam organisasi bisnis saat ini hanya
11
yang paling adaptif yang akan mampu bertahan. Perusahaan atau organisasi bisnis
yang mempertahankan cara-cara lama dan tidak menyesuaikan dan terus belajar akan
menghadapi kesulitan besar.
Hal penting lainnya adalah terdapat kaitan yang erat antara bisnis dengan
perusahaan sehingga berbicara tentang bisnis identik dengan berbicara tentang
perusahaan.
Dengan demikian untuk memahami seluk beluk tentang bisnis
diperlukan pengetahuan, pemahaman dan penguasaan ilmu manajemen perusahaan
serta konsep-konsep pokoknya.
Dimensi bisnis dari sebuah organisasi bisnis pada hakekatnya dapat mencakup
berbagai aspek yang luas seperti aspek perencanaan lokasi bisnis, produksi, finansial,
marketing barang dan jasa yang dihasilkan sampai kepada komunikasi dan
memelihara hubungan dengan konsumen.
Jadi manajemen bisnis
mencakup
organisasi, finansial, operasi, pemasaran serta bidang manajemen lain yang sangat
menunjang seperti manajemen transportasi, risiko, sumber daya manusia, sumber
daya alam, kompensasi dan lain sebagainya.
Konsep
lain yang dikemukakan oleh
Vincent Gaspersz (1997) merumuskan
pengertian manajemen bisnis total adalah suatu disiplin ilmu manajemen bisnis yang
mengintegrasikan manajemen biaya total, manajemen sumber daya total, manajemen
produktivitas total, manajemen kualitas total dan manajemen teknologi total melalui
sumber daya manusia yang andal agar memperoleh hasil-hasil terbaik untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Dari konsep ini menekankan bahwa kepuasan pelanggan (anggota dalam organisasi
koperasi) merupakan tujuan akhir dari manajemen bisnis modern, karena dengan
kepuasan pelanggan maka dalam jangka panjang sebuah organisasi bisnis akan
dapat bertahan.
Organisasi bisnis modern berlomba-lomba untuk menerapkan
konsep kualitas dalam manajemen bisnis total. Lebih lanjut, Vincent mengajukan 7
elemen untuk memperbaiki kualitas produk/pelayanan, yaitu:
12
1. Visionary transformation
2. Infrastructure
3. Need for Improvement
4. Customer focus
5. Empowerment
6. New views of quality
7. Top managemen commitment
Perusahaan-perusahaan yang ingin masuk kedalam persaingan bisnis global para
manajernya berusaha untuk mengadopsi sistem kualitas yang telah berlaku
internasional seperti ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004. ISO 9001
merupakan model sistem jaminan kualitas dalam disain pengembangan, produksi,
instalasi, dan pelayanan. ISO 9002 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam
produksi dan instalasi.
Sedangkan ISO 9003 merupakan model sistem jaminan
kualitas dalam inspeksi dan pengujian akhir.
kualitas untuk industri jasa.
Pertanyaannya
ISO 9004 adalah model jaminan
sekarang apakah
koperasi dalam
menjalankan bisnisnya juga sudah sadar akan jaminan kualitas dalam memberikan
pelayanan kepada anggotanya? Hal ini juga merupakan salah satu aspek penting
yang kita perlu amati di lapangan.
Dimensi atau variabel lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah bisnis
adalah variabel lingkungan eksternal bisnis seperti politik, ekonomi, sosial budaya,
teknologi, etika dan hukum bisnis termasuk juga informasi. Para pakar dan praktisi
bisnis menyadari betul bahwa perubahan lingkungan eksternal bisnis amatlah cepat,
terkadang sangat cepat dan sering tak bisa dimengerti/misterius (Rheinald Kasali,
2005).
Karenanya organisasi bisnis haruslah tanggap dan adaptif terhadap
perubahan. Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”. Dengan
mau berubah, organisasi bisnis menjadi tidak terasing dari dunia luar, atau bahkan
tidak akan tersingkir dari persaingan pasar. Siapapun yang masih melakukan dan
mempertahankan cara-cara lama dalam berbisnis pasti tidak akan bertahan. Berikut
13
ini disajikan cara-cara lama dan cara-cara baru dalam berusaha yang menjadi
tuntutan perubahan organisasi bisnis.
Cara-cara lama
1. Lingkungan
Tertibnstabil, teratur dan
predictable
2. Lokasi usaha
Berpusat di pusat-pusat
kota
Statis, terkendali, reaktif,
lari kepada pengambil
keputusan birokrat
Birokrasi, prosedural
3.Sikap terhada
persaingan
4. Struktur organisasi
5. Kultur organisasi
6. Bentuk perusahaan
Keteraturan dan social
harmony, formal
Besar, konglomerasi,
integrasi vertkal
7. Manusia (SDM)
Tenang, birokratik,
profesional
8. Pemimpin
Otoriter, satu arah,
manajer doing things
right
Monoton, product
lifecycle panjang
9. Produk
10.
Sikap
terhadap
hukum
11. Komunikasi
Minta dukungan
pemerintah
Tidak penting, reaktif
Cara-cara baru
Berubah-ubah, setiap
bagian dari organisasi
dapat bergerak sendiri
Tersebar keseluruh
pelosok wilayah
Proaktif, memimpin
inovasi, menciptakan
cara-cara baru
Dinamis, team work,
jejaring
Kompetitif, informal
Kecil-kecil,outsourching,
berorientasi pada
kompetensi inti
Dinamis, entrepreneurial,
mengedepankan suasana
kerja yang
menyenangkan.
Demokratis, change
leader (doing the right
thing)
Dinamis, product
lifecyclediperpendek
sendiri
Harus berani menghadapi
kasus-kasus hukum
Angat penting, pro aktif
Sumber : Rheinald Kasali, 2005.
Sejalan dengan Reynald Kasali, para pakar lainnya seperti M. Fuad dan kawankawannya, tahun 2000, telah mengemukakan bahwa perubahan lingkungan bisnis
global (Globalisasi) dan perubahan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang
mengarah kepada ” yang terkuat yang bertahan”. Keberhasilan perusahaan dalam
berbisnis di pasar akan didapat oleh perusahaan yang mampu menyesuaikan diri
dengan persyaratan lingkungan saat ini, yaitu mereka yang mampu memberikan
pelayanan/menawarkan barang dan jasa yang siap dibeli pasar. Konsekuensinya baik
individu, perusahaan, koperasi, pemerintah pusat, pemerintah daerah harus
14
menemukan cara menghasilkan nilai yang dapat dipasrkan sesuai dengan tuntutan
kebutuhan pasar yang dinamis.
Sebagai dampak globalisasi dan perubahan teknoligi, situasi pasar saat ini didorong
kearah keadaan yang berbeda jauh dibandingkan dengan situasi pasar milenium
sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut tampak pada berbagai fenomena, antara
lain: (M.Fuad, at all, 2000)
•
Kekuasaan saat ini sudah beralih kepada tangan konsumen (demand driven)
•
Sekala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan.
•
Batasan-batasan negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala.
•
Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan ditiru.
•
Setiap saat akan muncul pesaing-pesaing dengan biaya yang lebih murah.
•
Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.
Situasi dan kondisi demikian menjadi motivasi bagi setiap pelaku bisnis agar
senantiasa mampu mengantisipasi pasar secara berkesinambungan. Untuk itu, para
pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu menganalisis pasar, mengenali peluang,
memformulasikan strategi pemasaran, mengembangkan taktik dan tindakan spesifik
serta menyusun anggaran dan laporan kinerja.
Perusahaan harus mampu
memberikan pelayanan yang konsisten dengan visi, misi dan tujuannya yang telah
ditetapkan.
Dari uraian diatas sementara dapat disimpulkan bahwa paradigma baru manajemen
bisnis pada organisasi usaha agar mampu berkembang dan berumur panjang adalah
menerapkan manajemen perubahan. Charles Darwin (dalam Reinald Kasali 2005)
mengatakan ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang
paling adaftif ”. Yaitu mereka yang selalu menyesuaiakan diri terhadap perubahan.
Perusahaan yang menjalankan bisnis dianalogkan
sama dengan mahluk hidup.
Mahluk hidup berevolusi untuk terus bertahan dan meneruskan keturunan. Dalam
evolusi itu kadang mahluk hidup harus menoleh ke belakang untuk memaknai
kehidupan di hari esok. Tetapi sekarang diketahui, perusahaan-perusahaan masa kini
15
bukan Cuma harus belajar dari masa lalu, melainkan juga pada masa depan.
Kehidupan baru di masa depan seakan-akan telah terputus dengan masa lalu
sehingga mereka harus mulai menggambarkannya kembali pada selembar kertas
yang masih polos dan menata masa depan yang benar-benar baru.
Di atas kertas polos itulah sebuah masa depan baru digambarkan oleh para pelaku
bisnis masa depan. Mereka mengarungi sebuah kawasan baru yang belum bertuan,
bahkan belum ada aturannya sama sekali. Karena mereka yang pertama ada di sana
maka merekalah yang menentukan aturan-aturan baru itu. Mereka mengubah wajah
dunia itu secara bertahap dan menciptakan standar baru sehingga yang lain pun harus
mengikuti ddunia baru yang mereka ciptakan.
Bagaimana dengan pelaku-pelaku bisnis lain termasuk koperasi yang tidak dapat
mengikuti standar baru yang mereka ciptakan ? mereka akan menjadi tampak tua,
hidup dengan berbagai kesulitan, dan tetu saja mati. Berbagai cara perusahaan
menghadapi perubahan. Ada perusahaan yang menciptakan masa depan dengan
melakukan perubahan antisipatif. Sebagian yang lain harus berjaga-jaga
melakukan perubahan secara reaktif.
Atau
dan
banyak yang lainnya melakukan
perubahan setelah mengalami masa krisis.
Begitulah kehidupan perusahaan termasuk koperasi, berubah atau diubah,
mempengaruhi tau dipengaruhi. Semuanya melewati masa pasang surut mengikuti
kurva ”S” (Sigmoid curve). Sebagai contoh, di Indonesia perusahaan-perusahaan
besar seperti Astra International, Garuda Indonesia, BNI, Gudang Garam dan Jamu
cap Potren Nyonya Menir melewati masa pasang surut mewati masa-masa sulit dan
senang berganti-ganti. Di Luar negeri, ribuan perusahaan terkemuka juga bertarung
dengan perubahan.
Kalau tidak segera diselamatkan oleh Lee Iacocca, Crysler,
perusahaan otomotif ke 3 yang masih bertahan di Detroit, Amerika Serikat tentu
sudah tutup seperti layaknya perusahaan penerbangan Amerika PAN AM. Demikian
pula dengan General elektric, yang dulu didirikan oleh Thomas Alfa Edison, yang
beruntung diselamatkan oleh Jack Welch. Xerox, Apple computer, IBM, Mitsubishi,
16
Canon, Harley Davidson dan perusahaan-perusahaan lainnya pernah mengalami
nasib yang sama. Mereka mengalami pasang surut, naik turun menelusuri ”kurva S”.
Lebih
lanjut,
untuk
menganalisis
apakah
koperasi
dalam
melakukan
adaptasi/penyesuaian terhadap perubahan linkungan bisnis yang begitu cepat dan
dinamis telah menerapkan disiplin ilmu manajemen modern guna mempertahankan
eksistensinya dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien? Berikut ini akan
diuraikan
konsepsi manajemen, perkembangan teori manajemen serta dimesnsi-
dimensi manajemen bisnis modern yang menjadi landasan teoritis dari ruang lingkup
kegiatan kajian.
2.2. Pemahaman Konseptual
Dalam literatur-literatur manajemen sumberdaya manusia, pemahaman konseptual
seseorang terhadap suatu ilmu merupakan dasar bagi kompetensi seseorang.
Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan
sebuah pekerjaan atau bagian dari sebuah pekerjaan secara baik. Syaiful F. Prihadi
(2004; 84) menegaskan ada dua penggunaan istilah kompetensi yaitu:
1. Digunakan untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu
dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (training design, competency
model development, manajemen proyek, manajemen keuanganm, dan
sebagainya).
2. Digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di
balik kinerja yang kompeten (efficiency orientation, result driven, dan
sebagainya).
Kedua makna kompetensi diatas timbul dan sangat cocok untuk kalangan peneliti
dan konsultan yang berkecimpung dan mengambil spesialisasi pada upaya-upaya
peningkatan efektivitas manajerial mengenai prilaku, sikap, dan karakteristik orang
dalam melakukan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan output jabatan yang
efektif.
17
2.3.. Konsepsi Manajemen
Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep
organisasi. Dalam konsep yang sederhana organisasi adalah tempat orang-orang
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi sasaran atau tjuan
merupakan elemen yang mendasar dalam organisasi apapun. Organisasi juga harus
memiliki dan mengalokasikan sumber daya (manusia, modal, fisik, uang) untuk
mencapai sasaran. Bagaimana organisasi mengelola dan mengalokasikan sumber
daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuannya
adalah masalah pokok
manajemen.
Stoner dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen adalah kebiasaan yang
dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk dan menjalankan
organisasi. Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap
oreganisasi untuk mencapai sasarannya, orang tersebut adalah manajer. Memperkuat
pendapat Stoner, Gibson dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen
adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasikan berbagai aktivitas untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik
yang tidak dapat dicapai apabila individu bertindak sendiri-sendiri. Lebih jauh Peter
Drucker percaya bahwa pekerjaan manajemen adalah untuk membuat manusia lebih
produktif. Drucker mengkaitkannya pentingnya manajemen dalam kaitannya dengan
persaingan global. Drucker menyatakan ” Manajemen, kecakapan, integritas, dan
kinerja akan menentukan negara-negara di dunia mencapai keunggulannya dalam
dekade yang akan datang.
Definisi manajemen yang mengarah kepada fungsi dan proses manajemen
dikemukakan oleh
Andrew F. Sikula dalam Malayu Hasibuan (2005) ”
Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing,
leading, motivating, communicating and decision making activities performed by
any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as
to bring and efficient creation of some product or services.” Pendapat lainnya
18
dikemukakan oleh Harold dan Cyril O. Donnel mengungkapkan bahwa manajemen
adalah usaha mencapai tujuan tertentu suatu organisasi melalui kegiatan orang lain
yang dilakukan oleh manajer melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
penempatan, pengarahan dan pengendalian.
Dari berbagai definisi manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen
selalu berhubungan dengan institusi dan fungsi sebuah organisasi.
Manajemen
sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah tugas-tugas yang kompleks di
dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan. Sedangkan manajemen sebagai
suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang untuk mengisi tugas-tugas
yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Karena itu kajian ini akan membuktikan apakah pengurus koperasi
beserta
perangkat-perangkatnya yang dimiliki dan dikuasainya melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
koperasinya?
2.4. Perkembangan Teori Manajemen
Sebelum menguraikan fungsi dan proses manajmen lebih jauh ada baiknya dalam
pendekatan masalah ini kita mempelajari perkembangan teori manajmen secara
historis yang dikaitkan dengan organisasi. Manajemen dan organisasi adalah produk
dari sejarah, keadaan sosial dan tempat kejadian Jadi kita dapat memahami evolusi
teori manajemen dalam arti bagaimana manusia menciptakan organisasi pembagian
kerja dan hubungan antar manusia dalam organisasi pada kurun waktu tertentu dalam
sejarah.
1. Pemikiran Awal Manajemen
Orang telah membentuk dan mengubah bentuk organisasi selama beberapa abad.
Kita dapat melacak lewat sejarah bagaimana manusia dapat bekerja sama dalam
organisasi formal seperti Tentara Yunani dan Roma, Gereja Katolik Roma, East
India company dsb.
Orang juga telah banyak menulis bagaimana membuat
19
organisasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien seperti yang ditulis oleh
Machiavelli dan Sun Tsu yang dikenal sebagai ahli strategi awal (Stoner, 1995, p.
30).
Dalam buku Discourses yang ditulis oleh Machiavelli pada tahun 1531 sewaktu ia
hidup di republik Florencen sebuah republik awal dari Italia. Beberapa prinsip yang
dikemukakannya yang diadaptasi pada organisasi manajemen masa kini adalah:
•
Sebuah organisasi lebih stabil bila para anggotanya mempunyai hak untuk
mengutarakan perbedaan yang ada dan menyelesaikan konflik di dalam
organisasi mereka.
•
Walaupun satu orang dapat memulai sebuah organisasi, organisasi itu akan
terus
berlangsung
kalau
diserahkan
kepada
banyak
orang
untuk
memeliharanya dan kalau memang terdapat banyak orang yang mau
memeliharanya.
•
Seorang manajer yang lemah dapat mengikuti yang kuat, tetapi tidak dapat
mengikuti yang lemah juga, dan mempertahankan wewenang.
•
Seseorang manajer yang berusaha mengubah organisasi yang sudah mantap,
harus mempertahankan paling sedikit bayangan dari kebiasaan lama.
Karya klasik lain yang menawarkan pemahaman manajemen moder adalah The Art
of War yang ditulis oleh ahli filsafat Cina Sun Tsu lebih dari 2000 tahun lalu (Stoner,
1995, p. 30). Buku tersebut dimodifikasi dan digunakan oleh Mao Zedong yang
mendirikan Republik Rakyat Cina pada tahun 1949. Diantara pernyataan Sun Tsu
adalah sebagai berikut:
•
Kalau musuh maju, kita harus mundur.
•
Kalau musuh berhenti, kita ganggu.
•
Kalau musuh berusaha menghindari pertempuran kita serang.
•
Kalau musuh mundur kita kejar.
20
Walaupun prinsi-prinsip Sun Tsu ini ditunjukkan sebagai pedoman strategi militer,
semuanya dapat dipakai untuk merencanakan strategis yang berhubungan dengan
bisnis pesaing.
Mempelajari pemikiran dari dua tokoh tersebut diatas setidaknya pemikiran mereka
telah memberikan pelajaran penting mengenai sejarah bahwa ternyata Manajemen
bukan sesuatu yang
berasal dari Amerika Serikat pada abad ini.
Meskipun
Machiavelli dan Sun Tsu pada zamannya tidak mencoba mengembangkan sebuah
teori tentang manajmen ( Stoner. At. All. 1996 ).
2. Aliran Manajemen Ilmiah
Teori manajemen ilmiah muncul sebagai akibat dari kebutuhan organisasi untuk
meningkatkan produktivitas. Di awal abad ke 20, terutama di Amerika Serikat,
tenaga kerja terampil terasa amat kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan
produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja. Para tokoh/proponen teori
ini adalah Frederick W. Taylor, Henry L. Gantt, Frank serta Lilian Gillbert.
Frederick W. Taylor (1856-1915) dalam Stoner, 1995, p. 34,
mendasarkan
ilosofinya pada empat prinsip dasar manajemen sebagai berikut:
•
Perkembangan manajemen ilmiah yang sebenarnya, jadi metoda terbaik
untuk melaksanakan setiap tugas dapat ditentukan.
•
Seleksi ilmiah para pekerja, sehingga para pekerja akan diberi tanggung
jawab melakukan tugas yang paling cocok dengannya.
•
Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi para pekerja.
•
Kerja sama bersahabat dan secara pribadi antara manajemen dan tenaga kerja.
Lebih lanjut Taylor berpendapat bahwa sukses dari penerapan prinsip-prinsip diatas
memerlukan revolusi mental yang lengkap pada pihak manajemen dan tenaga kerja.
Kedua belah pihak jangan bertengkar mengenai laba, melainkan berusaha
meningkatkan produksi
secara bersama-sama yang pada gilirannya laba akan
dengan sendirinya meningkat dan kesejahteraan karyawanpun meningkat pula. Salah
21
satu upaya Taylor yang paling populer adalah mengenai studi gerak dan waktu (time
motion study) pada lini produksi. Kontribusi Taylor dapat dilihat pada lini perakitan
pabrik mobil modern dengan menghasilkan produk akhir lebih cepat dari yang
dibayangkan sebelumnya. Keajaiban peningkatan produktivitas ini hanya salah satu
warisan dari manajemen ilmiah. Sebagai tambahan, teknik efisiensi Taylor telah
diterapkan pada berbagai tugas dalam organisasi non industri seperti perusahaan jasa
makanan siap saji sampai pelatihan untuk dokter bedah.
Walaupun metoda Taylor telah menyebabkan kenaikan dramatik dalam produktivitas
dan upah yang lebih tinggi dalam sejumlah kasus, para pekerja dan serikat pekerja
mulai menentang pendekatannya karena mereka merasa takut bekerja lebih berat dan
lebih cepat akan membuat lelah pekerjaan apapun, yang menyebabkan pekerja
tersebut dirumahkan.
Henry L. Grantt (1861-1919) dalam Stoner, 1995, p. 34, bekerja dengan Taylor
untuk beberapa proyek. Tetapi keytika ia berdiri sendiri sebagai konsultan dibidang
enginering industri, Grantt mulai mempertimbangkan sistem insentif dari Taylor.
Meningkatkan sistem tarif yang berbeda karena dianggap terlalu kecil memberikan
dampak motivasional, Grantt membuat ide baru yaitu dengan cara setiap pekerja
yang dalam sehari berhasil menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya akan
diberikan bonus sebesar 50 sen.
Kemudian dia menbambahkan motivasi kedua
Supervisor akan mendapat bonus untuk setiap pekerja yang mencapai standar harian,
ditambah bonus tambahan bila semua pekerja mencapai standar tersebut. Hal ini
mendorong untuk melatih para pekerja yang diawasinya melakukan pekerjaan lebih
bai.
Frank B dan Lilian M. Gilberth (1868-1924 dan 1878-1972) dalam Stoner, 1995, p.
35, memberikan kontribusi pada gerakan manajemen ilmiah sebagai tim suami dan
istri. Mereka bkerja sama mempelajari kelelahan dan gerakan serta memfokuskan
pada berbagai cara untuk mendorong kesejahteraanpekerja individual. Bagi mereka,
tujuan akhir dari manajemen ilmiah adalah membantu para pekerja mencapai
22
potensial penuh sebagai manusia. Dalam konsep mereka gerakan dan kelelahan
saling berkaitan-setiap gerakan yang dihilangkan akan mengurangi kelelahan.
Menggunakan kamera gambar hidup, mereka mencari gerakan yang paling ekonomis
untuk setiap tugas dengan tujuan meningkatkan prestasi dan mengurangi kelelahan.
Kedua Gilbert bersaudara ini mempunyai alasan bahwa penelitian mengenai gerakan
akan meningkatkan moral pekerja karena manfaat fisiknya sudah jelas dan karena
hal itu menunjukkan perhatian pihak manajemen terhadap pekerja.
3. Aliran Teori Organisasi Klasik
Manajemen ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktivitas dari pabrik dan
individu pekerja, sedangkan teori organisasi klasik menumbuhkan kebutuhan untuk
menemukan pedoman pengelolaan organisasi kompleks seperti pabrik. Para tokoh
dan proponen aliran ini adalah HenriFayol, Max Weber, Mary Parker Pollett, dan
Chester I. Bernard.
Henri Fayol (1841-1925), dalam Stoner, 1995, p. 35, merupakan orang pertama yang
membuat tingkah laku manajerial secara sistematik. Menurut Fayol bahwa praktek
manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi dan
dianalisis. Dari pemahaan dasar ini ia membuat rancangan untuk doktrin manajemen
yang kompak, yang salah satunya masih memiliki kekuatan dan dianut oleh banyak
organisasi hingga sekarang.
Kalau Taylor pada dasarnya memikirkan fungsi
organisasi, Fayol tertarik pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen,
yang menurut dia merupakan hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis.
Sebelum Fayol biasanya dipercaya bahwa seorang ”manajer dilahirkan, bukan
dibentuk”. Akan tetapi Fayol Meyakinkan bahwa manajemen adalah suatu
keterampilan seperti yang lain yang dapat diajarkan kalau prinsip-prinsip dasarnya
difahami. Berikut ini adalah 14 prinsip manajemen dari Fayol:
1. Pembagian tugas. Semakin orang menjadi spesialis, semakin efisien mereka
dapat menyelesaikan tugasnya.
Lini perakitan modern dianggap sebagai
contoh penerapan dari prinsip ini.
23
2. Wewenang.
Manajer harus memberikan perintah sehingga tugas selesai.
Walapun wewenang formal membenarkan mereka memberi perintah,
manajer tidak memaksa kepatuhan kecuali mereka juga memiliki wewenang
pribadi (seperti pengalaman yang relevan).
3. Disiplin.Anggota organisasi perlu menghormati peraturan dan persetujuan
yang mengatur organisasi. Bagi Fayol disiplin berasal dari kepemimpinan
yang baik pada semua tingkat organisasi, persetujuan yang adil (seperti
membekali untuk menghargai prestasi superior), dan penerapan sanksi yang
bijaksana dan konsisten.
4. Kesatuan komando. Setiap karyawan hanya mendapat instruksi hanya dari
satu orang. Fayol percaya kalau seseorang menjadi bawahan dari beberapa
orang manajer, akan terjadi konflik dalam instruksi dan kekacauan dalam
wewenang.
5. Kesatuan dalam pengaraha.
Operasi dalam organisasi yang mempunyai
obyektif sama harus diarahkan hanya oleh seorang manajer menggunakan
satu rencana.
6. Kepentingan individual di bawah kepentingan umum/organisasi.
Dalam
keadaan apa pun, kepentingan pribadi karyawan tidak boleh didahulukan dari
kepentingan organisasi secara keseluruhan.
7. Imbalan.
Kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan harus adil bagi
karyawan dan majikan.
8. Sentralisasi.
Mengurangi peran bawahan dalam pengambilan keputusan
adalah sentralisasi; meningkatkan peran mereka adalah disentralisasi. Fayol
percaya bahwa manajer harus mempertahankan tanggung jawab akhir, tetapi
pada saat yang sama harus memberikan wewenang yang cukup kepada
bawahan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik.
9. Hirarkhi.
Garis wewenang dalam sebuah organisasi- sekarang sering
digambarkan dalam bagan atau struktur organisasi- berjalan menurut
peringkat dari manajemen puncak ke tingkat yang paling bawah dari
organisasi.
24
10. Susunan. Material dan orang harus berada di tempat yang tepat pada waktu
yang tepat. Orang, harus pada posisi atau pekerjaan yang paling cocok
baginya.
11. Keadilan. Manajer harus bersahabat dan adil kepada bawahannya.
12. Stabilitas Staf. Banyaknya karyawan yang keluar mengungkapkan fungsi
efisiensi dari organisasi.
13. Inisiatif.
Bawahan harus diberi kebebasan untuk memikirkan dan
melaksanakan rencana mereka. Walaupun beberapa kesalahan mungkin
terjadi.
14. Semangat Korps.
Mempromosikan semangat tim akan memberikan rasa
kesatuan pada organisasi. Bagi Fayol, bahkan faktor yang kecilpun harus
membantu mengembangkan semangat.
Dia menyarankan, misalnya,
penggunaan komunikasi verbal sebagai ganti dari komunikasi formal tertulis
jika memungkinkan.
Pendukung aliran Fayol adalah Max Weber (1864-1920) dalam Stoner, 1995, p. 37,
seorang sosiolog Jerman terkemuka mengembangkan suatu teori manajemen
birokrasi yang menekankan kebutuhan akan hirarkhi yang ditetapkan dengan ketat
yang diatur dengan peraturan dan wewenang yang jelas. Menurut Weber bahwa
sebuah organisasi yang ideal
pastilah sebuah birokrasi yang aktivitasnya dan
tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas diantara para karyawan
inyatakan dengan jelas. Disamping juga Weber percaya bahwa kompetensi teknis
harus ditekankan dan bahwa evaluasi prestasi kerja harus berdasarkan pada
keunggulan.
Tokoh lainnya adalah Mary Parker Polett (1868-1933) dalam Soner, 1995, p. 37,
yang sumbangan pemikirannya banyak memperkenalkan elemen baru, terutama
dalam bidang hubungan
manusia dan struktur organisasi.
Ddalam hal ini, ia
mempelopori kecenderungan yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh aliran
tinkah laku dan ilmu manajemen yang muncul kemudian. Folett percaya bahwa
tidak seorangpun dapat menjadi seorang yang utuh kecuali sebagai anggota sebuah
25
kelompok: manusia tumbuh lewat hubungan mereka dengan manusia lain dalam
organisasi. Menurut Folett, sebenarnya manajemen adalah seni melakukan pekerjaan
melalui manusia. Sejalan dengan Polett, Chester Bernard (1886-1963) dalam Stoner,
1995, p. 38. memperkuat dari pengalamannya bahwa sebenarnya orang berkumpul
dalam organisasi formal untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai kalau
bekerja sendiri. Tetapi pada saat mengejar tujuan organisasi mereka juga harus
memuaskan kebutuhan individual masing-masing yang pada akhirnya Bernard
sampai pada sebuah thesis sentralnya bahwa sebuah perusahaan dapat beroperasi
secara efisien dan tetap bertahan hanya kalau secara organisasi dibuat seimbang
dengan tujuan dan keperluan individual yang bekerja untuk perusahaan tersebut.
Apa yang dikerjakan Bernard adalah menetapkan prinsip yang membuat orang dapat
bekerja dalam hubungan yang mantap dan saling menguntungkan secara terus
menerus.
3. Aliran Tingkah Laku
Aliran tingkah laku yang menganggap bahwa organisasi juga hidup bagaikan
manusia muncul sebagai kritik karena pendekatan organisasi klasik tidak berhasil
mencapai produksi efisien yang harmoni di tempat kerja yang memadai Manajer
menjadi prustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang
diramalkan/diharapkan. Jadi terdapat minat yang semakin besar untuk membantu
manajer agar lebih efektif dalam hubungannya dengan sis manusia dari organisasi
mereka, oleh karenanya pendekatan aliran tingkah laku yang dikenal dengan
Behavioral management pendekatannya lebih banyak didukung dari disiplin
sosiologi dan psikologi (dalam kajian ini menjadi perpektif yang masing-masing
berdiri sendiri).
4. Aliran Ilmu Manajemen
Aliran ilmu manajemen (Management science) muncul pada saat perang dunia ke 2,
dimana pasukan inggris dengan sekutunya berhasil membentuk tim operasional
research (OR) yang beranggotakan berbagai ahli matematika, fisika dan ilmu yang
lain dalam tim OR. Tujuannya bagaimana dengan ketersediaan logistik, serdadu,
26
persenjataan yang ada harus mampu menaklukkan Jerman dan Jepang. Dan terbukti
memang Inggris dan sekutunya berhasil memenangkan perang.
Setelah perang usai, penerapan model operasional reseach berangsur angsur menjadi
semakin jelas terlebih lagi setelah ditemukannya komputer berkecepatan dan
kemampuan tinggi dan komunikasi diantara komputer membuka jalan untuk
menangani masalah organisasi dalam penggunaan sumber dayanya yang semakin
kompleks untuk tujuan analisis optimasi pemakaiannya. Penerapan OR telah banyak
membantu para CEO perusahaan multi nasional mencapai sukses besar ( Stoner,
1995, p. 44)
5. Aliran Mutahir Teori Manajemen
Teori manajmen modern pada dasarnya adalah mozaik dari berbagai teori yang
paling sedikit telah bertahan selama satu abad terakhir (Stoner et all, 1995, p. 45).
Teori manajemen yang belakangan muncul diantaranya menggunakan pendekatan
sistem dan pendekatan kontingensi (situasional)
Pendekatan sistem untuk manajmen memandang suatu organisasi sebagai suatu
kesatuan sistem yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berkaitan.
Pendekatan ini memberikan kemungkinan kepada para menejer untuk melihat
organisasi secara keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal
organisasi yang lebih luas dan berubah secara dinamis (telah diuraikan di depan
mengenai globalisasi dan manajemen). Teori sistem setidaknya membantu manajer
dalam meramalkan bagaimana perubahan lingkungan eksternal sebagai sistem bisnis
global terhadap organisasi (tingkat mikro/entitas bisnis) sebagai salah satu sub
sistemnya. Pendekatan ini yang secara lebih tajam akan dilihat pengaruhnya pada
perilaku manajemen pada organisasi koperasi.
Pendekatan kontingensi sering juga disebut sebagai pendekatan situasional,
dikembangkan oleh manajer, konsultan dan peneliti yang mencoba menerapkan
konsep dan aliran besar manajemen seperti yang telah diuraikan pada situasi
27
kehidupan nyata organisasi yang menjadi obyek (dalam kajian ini adalah koperasi).
Ketika berbagai metoda amat efektif dalam satu situasi tertentu, tetapi gagal bekerja
dalam situasi yang lain, maka kita akan mencari penjelasannya, mengapa? Menurut
pendekatan kontingensi, tugas manajer adalah mengidentifikasi teknik manajemen
yang mana yang dalam situasi tertentu, dibawah keadaan tertentu, dan pada waktu
tertentu, paling baik memberikan kontribusi pada sasaran manajemen. Dalam kajian
ini penulis condong pada aliran pendekatan manajemen modern dengan pendekatan
situasional (contingency)
2.5. Fungsi dan Proses Manajemen
Para pakar manajemen menyimpulkan bahwa sejak akhir abad kesembilan belas,
biasanya manajemen didefinisikan dalam empat fungsi spesifik dari manajer, yaitu
merencanakan
(Planning),
mengorganisasikan
(Organizing),
melaksanakan
(actuating), dan mengendalikan (Controlling), walaupun kerangka kerja ini masih
terus di teliti dan sering diperdebatkan (Stoner at al,1996 : 10). Tetapi kondisi
terkini, para pakar manajemen Amerika cenderung menganut tiga fungsi utama yaitu
Planning,
Organizing,
dipertanggungjawabkan
dan
Controlling
dengan
alasan
yang
dapat
bahwa Actuating atau pelaksanaan sebenarnya masuk
dalam dimensi perencanaan (Gibson, at al. 1996 : 174). Dalam kajian ini, peneliti
juga menggunakan kerangka kerja fungsi manajemen menurut Gibson.
Proses adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan.
Jadi manajemen sebagai suatu proses adalah pengertian yang menekankan bahwa
manajer- tidak peduli bakat dan keterampilannya-terlibat dalam aktivitas yang saling
terkait dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sumber daya
untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan.
1.
Perencanaan (planning)
Para manajer dalam sebuah organisasi mempunyai tanggung jawab utama
terhadap perencanaan. Para pakar manajemen memandang perencanaan sebagai
fungsi primer manajemen yang akan menentukan dua fungsi lainnya yaitu
28
pengorganisasian dan pengendalian untuk mengarahkan pencapaian tujuan
organisasi secara efektif. Menurut Gibson, at al (1996: 172) perencanaan
berfokus pada masa depan: apa yang harus dicapai dan bagaimana mencapainya.
Pada esensinya fungsi perencanaan termasuk aktifitas manajerial yang
menetapkan tujuan-tujuan untuk masa depan dan sarana yang tepat untuk
mencapainya. Hasil dari fungsi perencanaan adalah rencana, suatu dokumen
tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan yang akan diambil perusahaan
atau organisasi.
Lebih lanjut, Gibson menekankan bahwa fungsi perencanaan mengharuskan
manajer untuk membuat keputusan tentang empat elemen atau dimensi dasar
rencana: tujuan, tindakan, sumber daya, dan implementasi.
(1)
Tujuan, menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan oleh sebuah
organisasi untuk dicapai (dikaitkan dengan perspektif waktu tujuan dapat berupa
tujuan jangka panjang berupa visi maupun tujuan jangka pendek yang sering
disebut tujuan atau sasaran).
Sebagai contoh pernyataan ”visi perusahaan
menjadi perusahaan bisnis eceran terdepan di Indonesia yang menguasai pangsa
pasar lebih dari 50 persen”. Sedangkan tujuan jangka pendeknya dapat berupa”
pada akhir tahun 2008 perusahaan sudah mampu meningkatkan laju volume
penjualan sebesar 15 persen dari tahun sebelumnya.
(2) Tindakan, adalah sarana atau aktivitas-aktivitas khusus yang direncanakan
untuk mencapai tujuan. Jika dikaitkan dengan visi dan tujuan diatas, maka
tindakan yang dimaksud adalah untuk menguasai pangsa pasar lebih dari 50
persen dan pada akhir tahun 2008 volume penjualan harus sudah meningkat
sebesar 15 persen dari kondisi tahun sekarang. Sudah barang tentu penetapan
tujuan dan tindakan juga memerlukan peramalan (forecasting) masa depan.
(3) Sumber daya, merupakan hambatan-hambatan pada rangkaian tindakan,
begitu pula potensi-potensi yang dapat mendukang tindakan juga harus
diperhitungkan. Sebagai contoh, biaya total yang dikeluarkan untuk promosi
pengembangan pasar tidak boleh lebih dari 5 persen dari volume penjualan.
29
Suatu rencana harus menetapkan macam dan banyaknya sumber daya yang
diperlukan, juga sumber daya potensial dan alokasi dari sumber daya tersebut.
Penetapan sumber daya juga melibatkan penganggaran (budgeting), identifikasi
dan alokasi sumber daya yang dapat dipastikan untuk rangkaian tindakan.
(4) Implementasi, penugasan dan arahan personel untuk melaksanakan rencana
tersebut (staffing). Jadi pada akhirnya sebuah rencana harus memasukkan cara
dan sarana untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan tersebut.
Dalam praktek, pada beberapa organisasi, perencanaan adalah usaha gabungan
para manajer dan personil lainnya. Di suatu organisasi, perencanaan dikerjakan
oleh kelompok manajemen atas. Di organisasi yang lain lagi, perencanaan awal
dilakukan oleh satu individu. Jadi, berapa orang dan siapa yang terlibat dalam
perencanaan akan sangat tergantung pada ukuran dan jenis organisasi, jumlah
individu yang bertanggung jawab terhadap perencanaan akan bervariasi.
Umumnya semakin besar suatu organisasi, semakin banyak individu yang terlibat
dalam perencanaan (Gibson, at al 1996: 173).
Selain kita
mengenal
fungsi perencanaan dan elemen-elemen penting
didalamnya seperti telah diuraikan di atas, organisasi-organisasi sekarang
berfungsi dalam suatu lingkungan persaingan global yang makin ketat. Untuk
membentuk kesatuan tujuan
di sebuah organisasi dan untuk menjaga agar
anggota organisasi bergerak dalam arah yang sama, manajer senior harus
menyusun rencana strategis dengan visi yang kuat.
Perencanaan strategis
memainkan peran kunci dalam mencapai keseimbangan antara hasil jangka
pendek dan jangka panjang. Memusatkan perhatian hanya kepada hasil jangka
pendek dapat menimbulkan keengganan menanggung resiko yang menyebabkan
perusahaan berjalan lamban (Gibson, at al 1996:204)
Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis merupakan suatu proses untuk menganalisis dan
mengambil keputusan yang berkenaan dengan:
30
•
Misi, atau alasan keberadaan suatu organisasi
•
Sasaran, atau hasil yang harus dicapai oleh suatu organisasi
•
Strategi, atau upaya (aktivitas) untuk mencapai sasaran yang diinginkan
•
Alokasi sumber daya, yaitu mendistribusikan sumber daya pada aktivitas yang
tepat untuk mencapai sasaran.
Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional merupakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
perencanaan strategis jangka pendek, yang mencakup:
•
Apa yang harus dilakukan
•
Siapa yang melakukannya,dan
•
Bagaimana melakukannya
Perencanaan operasional , antara lain mencakup kegiatan:
•
Membuat anggaran tahunan (divisi, departemen, proyek dll)
•
Memilih metoda atau prosedur spesifik guna mengimplementasikan strategi
perusahaan
•
Menetapkan serangkaian tindakan tertentu yang diperlukan guna memperbaiki
dan meningkatkan kinerja operasional perusahaan.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian dapat dikatakan sebagai proses penciptaan hubungan antara
berbagai fungsi, personalia dan faktor-faktor fisik, agar semua pekerjaan yang
dilakukan dapat bermanfaat serta terarah pada suatu tujuan. Mengorganisasikan
merupakan bagian proses manajemen yang memiliki arti membagi pekerjaan
diantara para individu dan kelompok serta mengkoordinasikan aktivitas mereka
agar setiap individu dapat mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugasnya
sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik dalam suatu perusahaan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner, at al 1996: 11)
Menurut Gibson, at al (1996: 233) lebih lanjut menjelaskan bahwa fungsi
pengorganisasian dalam sebuah organisasi meliputi pembagian seluruh tugas
31
kedalam berbagai kerja individual dengan wewenang dan tanggung jawab
tertentu untuk menjalankan kerja tersebut dan selanjutnya berbagai kerja
individual tersebut dikumpulkan kedalam berbagai departemen menurut dasar
dan ukuran tertentu. Tujuan fungsi pengorganisasian adalah mencapai usaha
terkoordinasi melalui pendisainan struktur hubungan tugas dan wewenang. Dua
konsep pokok pengorganisasian adalah disain tugas dan struktur. Disain, dalam
konteks ini, mengimplikasikan bahwa manajer melakukan suatu upaya untuk
lebih dulu menetapkan cara karyawan melakukan pekerjaannya; struktur
menunjuk kepada pertalian yang relatif stabil dan aspek organisasi.
Dimensi struktur, meskipun kesepakatan universal tentang perangkat dimensi
umum yang mengukur perbedaan struktur organisasi tidak dapat dicapai,
beberapa petunjuk dapat dibuat. Kita dapat menggunakan tiga dimensi struktur
organisasi untuk menggambarkan dan menganalisis perbedaan berbagai struktur
organisasi.
Ketiga dimensi tersebut adalah formalisasi, sentralisasi dan
formalitas (Gibson, at al. 1996:234)
Berdasarkan
pada
pandangan
para
ahli
manajemen
tentang
fungsi
pengorganisasian yang telah diuraikan diatas maka dimensi variabel fungsi dan
proses pengorganisasian yang menjadi dasar kajian, meliputi :
•
disain struktur
•
dasar pembagian tugas
•
pendelegasian wewenang
•
mekanisme koordinasi
Pengorganisasian yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan,
diantaranya:
•
Meningkatkan hubungan yang baik antar anggota organisasi, maupun
antar bagian/unit dalam organisasi sehingga akan mempermudah
pencapaian tujuan dalam organisasi.
32
•
Setiap anggota organisasi dapat mengetahui dengan jelas tugas dan
kewajiban serta tanggung jawabnya.
Dengan semakin pesatnya teknologi informasi, telah banyak mempengaruhi
mekanisme koordinasi dan komunikasi dalam pekerjaan. Kalau cara-cara lama
pelaksanaan kordinasi dan komunikasi cenderung dilakukan secara formal,
terjadi perubahan kepada koordinasi dan komunikasi yang cenderung cepat dan
informal seperti dengan menggunakan SMS, e-mail, web dan lain sebagainya
yang membantu mempercepat penyelasaian masalah dan pengambilan keputusan
tidak harus diselesaikan dalam rapat-rapat koordinasi formal yang memerlukan
biaya tinngi.
Organisasi Jaringan (net work)
Berbagai bentuk kerjasama antar organisasi bisnis atau perusahaan sudah lama
dikembangkan di dalam kehidupan ekonomi seperti misalnya di dalam bentuk kartel,
holding company dan lebih dikembangkan lagi di dalam bentuk joint venture,
strategic allinces dan informational networks (Dulfer; 1994). Dengan merujuk pada
teori manajemen dan dihubungkan dengan proses penyelenggaraan kerjasama antar
organisasi perusahaan, maka kerja sama diartikan sebagai usaha untuk mengatasi
permasalahan bisnis secara bersama-sama diantara dua atau lebih perusahaanperusahaan.
Indikasinya adalah
adanya penggabungan penyediaan kepentingan
bersama melalui aktivitas bersamayang diikuti berdasarkan kontrak formal
(Hann/Kaufmann, dalam IHCO; 1994). Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
dibentuk oleh sekelompok pengusaha kecil dan menengah atau badan hukum
koperasi lainnya memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pengertian ini.
Konsepsi tentang aliansi strategisbanyak dibicarakan didalam pembahasan mengenai
manajemen strategis.
Fungsi dari manajemen strategis adalah menetapkan arah
perusahaan ke masa depan. Aliansi strategis merupakan salah satu bentuk spesifik
dari kerjasama, peserta bergabung untuk menetapkan sasaran strategis bersama dan
membangun keunggulan bersaing
Mereka menyatukan kegiatan-kegiatan yang
selaras dalam kerangka membentuk keunggulan bersaing melalui aliansi, meskipun
pengertiannya masih sering diterapkan secara terbatas misalnya untuk menjelaskan
33
kerja sama horizontal saja. Aliansi horizontal adalah aliansi strategis dalam sektor
industri yang sama atau karena memiliki teknologi yang berkaitan satu sama lain
(Backhlaus, dalam Hann/Kaufmann; 1994). Fenomena empirik yang dapat diamati
sebagai contoh adalah aliansi strategis antara Toyota dan Daihatsu dalam
memproduksi mobil MPV Avanza dan Senia. Dengan melakukan kerjasama ini
mereka mampu memperoduksi mobil dengan lebih efisien tanpa saling merebut
pangsa pasar masing-masing dan ternyata sukses besar.
3.
Pengendalian (controlling)
Fungsi terakhir manajemen yang harus dilaksanakan oleh pihak manajemen
adalah fungsi pengendalian.
Pengendalian merupakan aktivitas untuk
menemukan, mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang
telah dicapai, dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat
dilakukan koreksi bila terjadi penyimpangan.
Proses pengendalian mencatat
setiap perkembangan kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda
pencapaiannya yang memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat
penyimpangan. Karenanya, pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan.
Menurut Gibson, at al (1996: 302), terdapat tiga jenis pengendalian manajemen
yaitu pengendalian pendahuluan (preliminary control), pengendalian bersamaan
(concurrent control), dan pengendalian umpan balik (feedback control).
Pengendalian pendahuluan berfokus pada pencegahan penyimpangan dalam
kualitas dan kuantitas dari sumber daya yang digunakan oleh organisasi. Sumber
daya manusia harus memenuhi kualifikasi yang ditentukan.
memenuhi tingkat kualitas yang bias diterima dan harus
Material harus
tersedia pada saat
dibutuhkan. Modal juga harus cukup tersedia sesuai dengan yang direncanakan.
Pengendalian bersamaan, memantau operasi yang berjalan memastikan bahwa
berbagai tujuan telah direalisasikan. Standar yang membimbing kegiatan yang
34
berjalan dihasilkan dalam uraian pekerjaan dan berbagai kebijakan yang
dihasilkan dari fungsi perencanaan.
Metoda pengendalian umpan balik
berfokus pada hasil-hasil akhir. Tindakan korektif ditunjukkan kepada perbaikan
proses perolehan sumber daya atau operasi actual.
Matriks Jenis dan Teknik Pengendalian (Gibson, at al. 1996:305)
Jenis Pengendalian
Teknik Pengendalian
Pendahuluan
•
Pemilihan,
penarikan
dan
penempatan karyawan
Bersamaan
Umpan balik
Dalam praktek,
•
Pemeriksaan material
•
Penganggaran modal
•
Penganggaran keuangan
•
Pemantauan
•
Pengarahan
•
Analisis laporan keuangan
•
Analisis biaya standart
•
Prosedur pengendalian kwalitas
•
Evaluasi kinerja karyawan
penerapan fungsi pengendalian dalam manajmen modern
dikaitkan dengan orientasi meningkatkan kualitas secara menyeluruh. Salah satu
dari konsep tersebut adalah Total Quality Management (TQM). Istilah total
mengandung makna every process, every job and every person (Lewis and
Smith, 1994). Pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and
davis, 1994) yaitu aspek pertama menguraikan apa TQM itu. TQM didefinisikan
sebagai
pendekatan
dalam
menjalankan
bisnis/usaha
yang
berupaya
memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Sedangkan aspek yang kedua
adalah cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM yang
terdiri: berfokus pada pelanggan (internal maupun eksternal), berobsesi tinggi
35
pada kualitas, menggunakan pendekatan ilmiah,
memiliki komitmen jangka
panjang, kerja sama tim, penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan,
pendidikan dan pelatihan, menerapkan kebebasan yang terkendali, memiliki
kesatuan tujuan,
serta melibatkan dan memberdayakan karyawan.
Creech
(1996) disisi lain mengemukakan ada lima pilar untuk dapat berhasil menerapkan
TQM, lima pilar tersebut adalah produk, proses, organisasi, pemimpin dan
komitmen. Lebih lanjut creech menjelaskan bahwa produk merupakan titik pusat
bagi tujuan dan prestasi organisasi. Kualitas dalam produk tidak mungkin tanpa
kualitas dalam proses. Kualitas dalam proses tidak akan mungkin ada tanpa ada
organisasi yang tepat.
Organisasi menentukan kesehatan dan vitalitas
keseluruhan sistem manajemen. Meskipun demikian, organisasi yang tepat tidak
ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai dan komitmen yang kuat.
2.6. Sistem Penggajian (Renumerasi)
Para
peneliti
dan
praktisi
manajemen
telah
berusaha
mengembangkan
pemahamannya terhadap hubungan antara struktur organisasi dan kinerja, sikap
karyawan, kepuasan kerja dan berbagai variabel lain yang dianggap penting. Namun
usaha pemahaman tersebut telah dihambat tidak hanya oleh kerumitan hubungan
diantara variabel-variabel tersebut, tetapi oleh kesulitan dalam mengukur dan
menentukan konsep struktur organisasi itu (Gibson, at al 1996: 235). Berdasarkan
penjelasan ini, sebenarnya dimensi sistim penggajian dan juga sistim karier termasuk
dalam ranah struktur organisasi, karena alasan kerumitan tersebut maka dimensi ini
menjadi variabel sendiri yang masuk dalam ranah manajemen sumber daya manusia
sebagai cabang ilmu manajemen yang mendalami masalah tersebut.
Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling
mendasar dari sumber daya manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan
pikiran mereka untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup
insentif yang dapat meningkatkan mativasi karyawan dan pada akhirnya
meningkatkan produktivitas karyawan.
36
Sebagai konsep, kompensasi didefinisikan ” compensation is what employess receive
in exchange for their work, including pay and benefits” (Werther 1994). Definisi
lain menyebutkan ” Compensation refers to all forms of financial return, tangible
services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship.”
(Milkovich, 1988)
Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang
penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu
yang dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan
benefit lain
merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status
karyawan dalam mayarakat.
Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan
tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut.
menentukan
besarnya
kompensasi
yang
diterima
oleh
karyawan,
Dalam
perlu
dipertimbangkan banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang
menggambarkan faktor-faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal
kompensasi bagi karyawan. Pada model tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor
yang berada di luar teknik kompensasi sebenarnya bertujuan untuk menciptakan
efisiensi serta equity bagi karyawan dan perusahaan. Model tersebut digambarkan
sebagai berikut:
37
Gambar : Pay model
Sumber: George T. Milkovich & John W. Boudreau, 1988, p. 714.
Adanya perasaan tidak adil dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang
kurang baik bagi pencapaianan tujuan organisasi. Hal tersebut disebabkan karena
adanya gap antara harapan karyawan dengan kenyataan yang diperolehnya di
organisasi tersebut.
Bernardin (1993) menuangkan hal-hal yang berpengaruh
terhadap harapan, kenyataan dan kepuasan maupun ketidakpuasan karyawan dalam
suatu model sebagai berikut:
38
Gambar: Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dalam hal
kompensasi
Sumber: H. John Bernardin & Joyce E.A. Russell, 1993, p. 422.
Dari model diatas dapat dilihat bahwa ternyata secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal kompensasi
dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban pkerjaan
serupa yang ditangani karyawan setingkat di organisasi lain, karakteristik pekerjaan,
hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh
karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi
lain serta pendapatan yang diperolehnya di organisasi.
39
Ketidak puasan akan pendapatan dan benefit yang diperolehnya dapat menimbulkan
berbagai dampak.
Kemungkinan-kemungkinan dampak dan ketidak puasan
karyawan terhadap kompensasi atau keinginan karyawan untuk mendapat lebih yang
diberikan organisasi digambarkan pada bagan berikut.
Gambar: A Model of the consequences of pay dissatisfaction
Peformance
Strikes
Desire for
more pay
Grievances
Absenteeism
Search for a
higher-paying
job
Turnover
Pay
dissatisfaction
Lower
attractiveness
of job
Psychological
withdrawal
Job
dissatisfaction
Dispensary
visits
Absenteeism
Poor mental
health
Sumber:Wiliam B. Werther.Jr.& Keith Davis, 1996, p.379.
Gegiatan-kegiatan yang termasuk kedalam manajemen kompensasi menurut Werther
(1996) adalah:
•
Wages and salaries
•
Incentives and gainsharing
40
•
Benefit and services
•
Security, safety and health
Selanjutnya ada tiga tujuan yang ingin dicapai dari program kompensasi dan
renumerasi (Edwin B. Flippo, 1992) yaitu (1) untuk menarik karyawan yang cakap
ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi mereka untuk mencapai prestasi yang
unggul, dan (3) untuk menciptakan masa dinas yang panjang.
Kompensasi dapat dibedakan dalam bentuk uang dan non uang serta dapat diberikan
secara langsung dan tidak langsung (Wayne F. Cascio, 1995). Kompensasi langsung
berupa upah/gaji dan insentif, sedangkan kompensasi tidak langsung dapat berupa
tunjangan-tunjangan.
Dalam hal ini
Edwin B. Flippo membedakan tiga jenis
kompensasi, yaitu (1) kompensasi dasar, (2) kompensasi variabel, dan (3)
kompensasi tambahan tunjangan.
Kompensasi dasar berupa upah/gaji biasanya
didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan. Evaluasi pekerjaan jika dikaji bersamaan
dengan survey atas dasar tarif-tarif yang dibayar oleh perusahaan pesaing, maka
organisasi dapat menyusun kebijakan upah dan gaji yang memadai.
Ini berarti
penyusunan kebijakan upah atau gaji harus konsisten dengan kondisi internal dan
kondisi eksternal organisasi.
Lebih lanjut Wayne F. Cascio, 1995, berpendapat
bahwa untuk mengembangkan sistem upah dan atau gaji diperlukan empat alat dasar,
yaitu (1) update job description, (2) job evaluation method, (3) Pay surveys, dan (4)
Pay structure.
Dari banyak penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara kompensasi kerja
dengan motivasi kerja dan produktivitas menunjukkan korelasi yang kuat. Oleh
karena itu perusahaan-perusahaan modern selalu mengembangkan kebijakan
kompensasi yang dinamis dan cenderung transparan telah berhasil memelihara
karyawannya, meningkatkan loyalitas, dedikasi dan integritas karyawannya untuk
bekerja keras dan produktif.
41
2.7. Sistem Karier
Dalam manajemen sumber daya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian
dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan karyawan. Tumbuh
suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini mengakibatkan
semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini
ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan terseddianya
sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi secara
terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas
dengan membajak atau mengambil kryawan dari perusahaan lain dengan
tawaran
karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal.
Khusus mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan
kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para
karyawan, sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara
sistem karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne
Mondy dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang
kerja
lainnya diantaranya adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri
karyawan, sementara itu kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja
para karyawan suatu perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk
(1998) bahwa rotasi kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan
untuk menciptakan variasi pekerjaan bagi karyawan dengan tujuan (1) firms often
find it necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary
promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal desires and is
an effective dealing with personality clasches.
Dari uraian tersebut bahwa tujuan sistem rotasi karyawan yang pertama adalah
berkaitan dengan kepentingan perusahaan
dalam melaksanakan reorganisasi
perusahaan dalam rangka menjawab tantangan-trantangan dan kebutuhan-kebutuhan
perusahaan baik tantangan yang muncul dari dalam perusahaan maupun dari luar.
Tujuan yang kedua berkaitan dengan promosi jabatan. Seorang karyawan yang akan
42
naik jabatan, terutama para manajer, biasanya ditransfer dulu ke bidang kerja lain.
Hal ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kerja karyawan yang bersangkutan
sehingga dalam menduduki jabatan barunya kelak, ia sudah memiliki pengalaman
den wawasan yang luas tentang pekerjaan.
Cheraskin dan michael A. Campion dalam Wendell L. French, 1998, menyebutkan
ada delapan hal yang harus dipertimbangkan dalam sistem rotasi dan karier
karyawan, yaitu:
1. Sistem rotasi harus dipertimbangkan sebagai komponen dari pelatihan dan
program karier.
2. Ada kejelasan tentang jenis atau bidang keterampilan apa yang akan
diorientasikan kepada karyawan
3. Melaksanakan sistem rotasi untuk bidang-bidang kerja nonexempt dan
bidang-bidang pekerjaan profesional dan bidang-bidang manajerial. Bahkan
sistem rotasi bisa dilaksanakan untuk semua bidang pekerjaan.
4. Untuk promosi karier, baik yang bersifat cepat maupun lambat, sistem rotasi
tepat untuk digunakan sebab akan dapat mengurangi efek-efek negatif dari
proses karier tersebut dengan memberikan stimulasi-stimulasi pekerjaan
tambahan.
5. Sistem rotasi dapat digunakan sebagai alat pengembangan karier di luar jalur
promosi karier biasa.
6. Para pekerja minoritas dan juga para wanita harus diberikan perhatian khusus
dalam perencanaan sistem rotasi.
7. Hubungan sistem rotasi dengan pengembangan karier harus dirumuskan
dengan jelas sehingga setiap pekerja mengetahui performance mana yang
harus dikermbangkan sebagai suatu syarat untuk menempati jabatan barunya.
Hubungan antara sistem rotasi dan pengembangan karier harus secara
bersama-sama dirumuskan oleh para pekerja dan pimpinan saat pekerja yang
bersangkutan diorientasikan untuk menduduki sebuah jabatan.Keuntungan
dari pendekatan ini yaitu bahwa si pekerja dan pimpinan memiliki pengertian
43
yang sama dan jelas tentang apa yang diharapkan dari si pekerja dengan
menduduki jabatan tersebut sehingga membuahkan hasil yang baik.
8. Menggunakan metoda sistem rotasi yang efektif dan efisien.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan modern harus memiliki
kebijakan sistem rotasi dan karier sebagai bagian yang terintegrasi dengan sistem
kompensasi dan penghargaan yang baik pula. Hal ini sudah banyak dibuktikan pada
perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan, tumbuh dan berkembang serta
berumur panjang adalah perusahaan yang memiliki kebijakan sistem karier dan rotasi
yang dinamis sesuai dengan tuntutan perubahan yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan.
2.8. Efisiensi Usaha
Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha.
Efisiensi usaha merupakan
ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola
sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan
” the six M”, yaitu
Man, Material,
Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari
manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan. Hanya perusahaan yang
efisien yang akan mampu bertahan dalam situasi ketidak pastian pasar. Pendekatan
manajemen terhadap efisiensi juga merujuk pada disiplin ilmu ekonomi. Dari berbagai
literatur ekonomi bahwa efisiensi adalah ukuran produktivitas penggunaan sumber daya
ekonomi.
Dalam konsepnya dikenal dengan konsep efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomis. Efisiensi teknis dapat diukur dari tingkat produktivitas fisik input dalam
menghasilkan tingkat input contohnya produktivitas gabah ton per hektar, produktivitas
sapi perah liter susu per hari per ekor. Menurut konsep ini efisiensi teknis akan tercapai
pada tingkat produktifitas input tertinggi ( Perguson, 1984 )
Efisiensi ekonomis didekati dengan bagaimana input digunakan untuk menghasilkan
tingkat keuntungan usaha yang maksimal ( Bboediono, 1986 ). Pendekatannya dapat
dilakukan kedalam model least-cost combination ( kombinasi pemakainan input
44
dengan biaya terendah ), lebih lanjut dalam disiplin ilmu manajmen keuangan dikenal
dengan efisiensi biaya. Model lainnya adalah model output maximization, yaitu
dengan menggunakan modal tertentu bagaimana perusahaan menghasilkan output
paling banyak, yang berarti mencapai tingkat keuntungan maksimal.
Dalam
manajemen bisnis model ini dikenal dengan efisiensi usaha yang biasanya diukur
dalam monetary term.
Untuk menganalisis efisiensi manajemen bisnis pada koperasi akan menggunakan
pendekatan yang dikemukakan oleh Hanel ( 1988 ), efisiensi manajemen usaha
koperasi dapat menggunakan ukuran:
1.
Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dalam validitas laporan
keuangan koperasi (financial viability ) dan keragaan kewirakoperasian
(entrepreneurship performance ).
2.
Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan.
3.
Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota.
Sedangkan menurut Boediono ( 1986 ), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada
koperasi dapat diukur dengan jumlah atau banyaknya anggota yang bisa diangkat dari
bawah garis kemiskinan, atau distribusi penghasilan para anggotanya, atau besarnya
cooperative effect yang bisa disebarkan kepada anggotanya. Jika dibandingkan dengan
pendapat Hanel, Boediono menekankan efisiensi koperasi pada efisiensi pengembangan
dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya. Hal ini saling memperkuat konsep
efisiensi koperasi.
Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha
koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya.
Pengukuran
efisiensi usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan seperti
yang dijelaskan oleh Bambang Riyanto ( 1995 ) yang dikelompokka kedalam rasio
likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio provitabilitas.
Sedangkan
pengukuran efisiensi di tingkat anggota akan menggunakan konsep hanel dan
Boediono.
45
2.9. Positioning Koperasi dan Non Koperasi
Pendekatan analisis positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya
adalah bagian dari manajemen pemasaran. Positioning diartikan bagaimana produk
yang dihasilkan oleh suatu perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu yang
mendorong konsumen setia terhadap produk dari perusahaan yang ditandai dengan
pembelian berulang. Pembelian berulang merupakan indikator konsumen puas dan
perusahaan telah berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen dan dalam
jangka panjang bisnis akan tetap berjalan.
Lebih lanjut penggunaan positioning sering dipakai pada manajemen strategi
perusahaan. Para CEO biasanya dibantu oleh konsultan manajemen ingin
memposisikan perusahaan di dalam industri dibandingkan dengan para pesaingnya.
Diawali dengan analisis lingkungan internal perusahaan untuk menentukan faktorfaktor strategis kekuatan dan kelemahan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan
analisis lingkungan eksternal perusahaan
(politik, ekonomi, sosial budaya,
demografi, teknologi, dan hukum) untuk menganalisis faktor strategis peluang dan
ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi.
Menurut Prahalad dan Hamel (1990) dalam Aji Dedi Mulawarman (2007)
menegaskan agar positionaing perusahaan dapat memberikan manfaat yang lebih
efektif bagi para pelanggannya, maka organisasi memerlukan kompetensi inti ( core
competencies) yang dapat berupa suatu kumpulan keahlian dan teknologi yang
mampu menciptakan nilai tertentu di dalam persaingan bisnis.
Dalam jangka
pendek, kemampuan kompetitif perusahaan bisnis dalam menciptakan nilai
dikendalikan oleh kinerja harga. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan yang
tangguh dalam era kompetisi global
perlu menciptakan manfaat yang berbeda
dengan pesaingnya.
46
2.10.
Alur Kerangka Pemikiran
PROSPEK KOPERASI DARI PERSPEKTIF
MANAJEMEN
1.
2.
3.
4.
5.
PERTANYAAN YANG HARUS DI BUKTIKAN
Apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat
Indonesia yang mengalami berbagai perubahan?
Jika masih relevan, mengapa koperasi dianggap masih belum berkembang di
Indonesia?
Apakah kondisi masyarakat Indonesia masih kondusif bagi pengembangan ekonomi
rakyat melalui koperasi?
Apakah proses pengembangan koperasi masih sejalan dengan konsep teori
manajemen bisnis?
Apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan
masyarakat?
Studi
literature
Perkoperasian
DIMENSI MANAJEMEN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Fungsi Manajemen
Proses strategi manjemen
Bentuk organisasi
Struktur dan uraian tugas
Sistem penggajian dan karier
Positioning koperasi
efisiensi bisnis koperasi
•
Kajian hasil penelitian empiric dari Perguruan
tingi
Literatur manajemen bisnis
Data sekunder laporan koperasi
Data primer hasil observasi lapangan
Studi
literature
Manajemen
KAJIAN LAPANGAN
•
•
•
Studi literature Best
Practices Manajemen
koperasi di Negaranegara lain
•
•
•
REKOMENDASI
Penguatan/justifikasi
Reformulasi dan atau
reaktualisasi
Rejection dari konsep
47
BAB III.
OBJEK DAN METODA KAJIAN
3.1. Objek Kajian
Objek dari kajian ini adalah prospek koperasi dari perpektif manajemen bisnis
(pemahaman konseptual manajemen pengurus dan manajer koperasi, proses dan
fungsi manajemen, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi, dan positioning
koperasi) pada koperasi di Propinsi Jawa Barat dan Sumatra Utara.
1. Prospek adalah harapan atau kemungkinan masa depan koperasi Indonesia
dapat berkembang atau tidak dapat berkembang
dalam
lingkungan
persaingan global ditinjau dari ilmu manajemen bisnis.
2. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsipprinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas azas kekeluargaan.
3. Ilmu manajemen adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha mencapai
tujuan tertentu suatu organisasi (dalam hal ini koperasi) melalui kegiatan
orang lain yang dilakukan oleh
pengurus dan manajer melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.
4. Bisnis adalah suatu kegiatan perusahaan (dalam hal ini perusahaan
koperasi) dalam menghasilkan barang dan jasa dan menjualnya kepada
konsumen (anggota dan masyarakat umum) dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan anggota dan memperoleh Sisa Hasil Usaha dari hasil efisiensi
pelayanan untuk kepentingan pengembangan perusahaan koperasi .
5. Manajemen bisnis dalam kajian ini adalah penerapan empiris konsepsi
manajemen
yang
pengorganisasian, dan
meliputi
proses
dan
fungsi
perencanaan,
pengendalian, sistim renumerasi, sistim karier,
efisiensi usaha, dan positioning koperasi oleh pengurus dan manajer
48
koperasi didalam bisnis koperasi dalam rangka penggunaan sumber daya
koperasi untuk mencapai tujuan koperasi secara efektif dan efisien.
3.2. Metoda
Metoda yang diterapkan pada kajian ini adalah explorative study yang teknik
studinya menggunakan kombinasi antara:
•
Studi Literatur, difokuskan kepada
literatur
perkoperasian, ekonomi
koperasi, manajemen umum, manajemen koperasi, serta
hasil kajian yang relevan dengan kegiatan ini
pustaka-pustaka
baik yang dipublikasikan
maupun yang tidak dipublikasikan termasuk publikasi internet.
•
Pendapat ahli, dilakukan melalui konsultasi dan diskusi terbatas yang
dilakukan pada 2 perguruan tinngi yang memiliki kajian ekonomi kerakyatan
khususnya dibidang manajemen yang secara cepat dan terarah akan
mengkritisi dan memberikan kontribusi dalam penyempurnaan konsep
rumusan rekomendasi hasil kajian dari perspektif disiplin ilmu manajemen.
•
Observasi lapangan, dengan pendekatan expert exploratif
survey.
Kegiatan observasi lapangan dengan pendekatan expert exploratif survey
dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang ciri-ciri dan
kondisi
penerapan karakteristik variabel manajemen di koperasi secara cepat dan
dapat diandalkan. Koperasi yang menjadi obyek observasi terdiri dari 9 unit
koperasi yang berada di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data primer dan data sekunder dalam kajian ini berasal dari:
1. Hasil kajian dari Perguruan Tinggi yang relevan dengan disiplin kajian
manajemen (disertasi, tesis, skripsi dengan topik yang relevan dengan kajian
dimensi aspek manajemen seperti fungsi dan proses manajemen, strategi
manajemen, struktur organisasi, pembagian tuigas, renumerasi, sistem karier
dan efisiensi bisnis koperasi)
49
2. Literatur-literatur manajemen dan manajemen perusahaan non koperasi dan
koperasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri (untuk mendukung
kerangka teoritis/pendekatan masalah manajemen secara komprehensif)
3. Data sekunder dari beberapa laporan
baik dari beberapa koperasi yang
menjadi obyek pengamatan maupun dari lembaga atau instansi yang relevan.
4. Data primer dari hasil observasi lapangan, wawancara dengan pengurus,
manajer, karyawan dan anggota untuk memperoleh gambaran dan pembuktian
pelaksanaan proses manajemen di koperasi.
3.4. Cara Pengumpulan Data
Teknik atau cara pengumpulan data dalam kajian ini dilaksanakan dengan cara:
1. Wawancara kepada Pengurus, Manajer, Karyawan, dan Anggota.
2. Observasi/pengamatan langsung kepada aktivitas manajemen pada organisasi
koperasi.
3. Studi pustaka.
4. Pengumpulan pendapat ahli/pakar di perguruan tinggi melalui konsultasi dan
diskusi terbatas
Operasionalisasi Variabel
Variabel
yang digunakan dalam kajian ini meliputi
pemahaman konseptual
manajemen oleh pengurus dan manajer koperasi, proses dan fungsi manajemen,
sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan positioning koperasi. Untuk
memperjelas batasan dari variabel, maka tiap variabel kajian dijabarkan kedalam
indikator, ukuran penilaian, dan cara menganalisisnya seperti pada matriks berikut.
Variabel
Dimensi
Pengukuran
Pemahaman
Konseptual
Manajemen
•
•
Pengertian
Ruang
lingkup
•
Funsi dan
proses
•
•
Perencanaan
Pengorganisa
•
Tingkat
pengetahuan
dan
pemahaman
konseptual
Tingkat
keberfungsian
Analisis
•
Deskriptif
kualitatif
50
manajemen
•
Pengendalian
•
Kompensasi
dalam bentuk
uang
(kompensasi
langsung dan
tidak
langsung)
Kompensasi
non uang
(penghargaan
karier, dan
penghargaan
sosial)
Kebijakan
pengembang
an karier dan
rotasi
Jenjang
karier yang
tersedia
•
Efisiensi
pelayanan
kepada
anggota
( Manfaat
Ekonomi
Langsung
dari efisiensi
harga dan
SHU bagian
anggota).
Rasio
rentabilitas
ekonomi
Lingkungan
internal
Lingkungan
eksternal
•
Sistem
penggajian
(renumerasi)/
Kompensasi
•
Sistem karier
dan rotasi
•
•
Efisiensi
•
•
Positioning
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
fungsi
manajemen
dibandingkan
dengan konsep
Sistem dan
standar yang
dipakai dalam
sistem
penggajian
Derajat
kesesuaian
dibandingkan
dengan pasar
Dampak pada
motivasi dan
produktivitas
kerja
Ada tidaknya
kebijakan
karier dan
rotasi pegawai
Tingkat turn
over pegawai
Dampak pada
gairah kerja
dan
produktivitas
Tingkat
manfaat
koperasi yang
diterima
anggota.
Tingkat
efisiensi
perusahaan
koperasi
(financial
term)
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
•
Deskriptif
kualitatif
•
Deskriftif
kualitatif
dan
kuantitatif
•
Deskriptif
kualitatif.
•
Deskriptif
kualitatif
dan
kuantitatif
•
deskriptif
kualitatif
51
3.6. Teknik Penentuan Sampel
Unit sampel wilayah kajian telah ditetapkan secara purposif sesuai dengan Kerangka
Acuan Kerja ( TOR ) yaitu di 6 ( enam ) provinsi meliputi Sulawesi Utara,
Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Lampung.
Memperhatikan
keragaman dan kompleksitas koperasi baik dilihat dari
jenis,
bentuk organisasi, sektor usaha, jangkauan pelayanan, sekala bisnis, heterogenitas
keanggotaan maka penetapan wilayah sampel koperasi sebagai obyek observasi
untuk kajian ini difokuskan pada Propinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Selanjutnya pada masing-masing wilayah, unit sampel pengamatan koperasi
dikelompokkan kedalam koperasi singgle purpose ( diwakili oleh KSP dan Koperasi
Peternakan ) dan koperasi multi purpose (diwakili oleh KUD). Untuk menguji
perbedaan karakteristik sesuai denggan identifikasi masalah masalah dan tujuan
kajian maka masing-masing obyek koperasi dibedakan lagi kedalam koperasi maju
dan koperasi kurang maju.
Tabel 2.1. Sebaran Sampel Koperasi Pada Dua Propinsi Wilayah Kajian
(dalam unit)
Jawa
Barat
Sumatera
Utara
KUD
Kopnak
KSP
PUSKUD
GKSI
2
1
1
-
1
2
-
1
1
-
Meskipun obyek sampel pengamatan difokuskan pada koperasi primer, tapi untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap manajemen bisnis koperasi, obyek
pengamatan dapat diperluas kepada Koperasi Sekundernya.
Yang menjadi responden dalam kajian ini adalah pengurus, manajer, karyawan dan
anggota dengan perincian sebagai berikut.
52
Tabel 2.2. Responden
Responden
Jumlah (orang)
1. Pengurus
18
2. Manajer
9
3. Karyawan
9
4. Anggota
9
3.7. Metoda Analisis Data
Analisis data dilaksanakan untuk dapat menyimpulkan dan merekomendasikan
berbagai hal
berkaitan dengan tujuan Kajian Prospek Koperasi Dari Perspektif
Disiplin Ilmu Manajemen Bisnis. Metoda yang digunakan adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
53
BAB IV.
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
Secara metodologis kajian ini diawali dari studi pustaka untuk memperkuat landasan
konsep teori manajemen, kemudian merumuskan
variabel kajian dan kerangka
operasionalisasinya, dilanjutkan dengan observasi lapangan (pada koperasi sampel) untuk
membuktikan
implementasi
dan
proses
variabel
manajemen
yang
kemudian
dibandingkan dengan temuan atau hasil-hasil kajian atau penelitian manajemen pada
koperasi yang pernah dilakukan sebelumnya baik di Indonesia maupun di negara-negara
lain.
Berikut ini adalah deskripsi , analisis dan pembahasan variabel kajian prospek koperasi
dari perspektif ilmu manajemen bisnis.
4.1. Pemahaman Konsepsi Manajemen
Pemahaman konseptual pengurus dan manajer koperasi terhadap ilmu manajemen
diduga akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas manajerialnya di
koperasinya. Manajemen sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah
tugas-tugas yang kompleks di dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan.
Sedangkan manajemen sebagai suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang
untuk mengisi tugas-tugas yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertanyaan yang mendasar apakah para
pengurus dan manajer koperasi memiliki pengetahuan dan pemahaman konseptual
tentang manajemen?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan
pengamatan terhadap responden
Pengurus dan Manajer koperasi sampel. Pengamatan dilakukan dengan metoda simak
(mendengarkan penuturan atau pembicaraan responden) dan metoda cakap (pengamat
memberikan pertanyaan kunci yang mengarah kepada tugas-tugas manajerial
yang
mereka lakukan). Apabila dalam percakapan dan jawaban mereka mampu menguraikan
aktivitas dan tugas-tugas manajerial seperti menyusun rencana kerja, memimpin rapat
bulanan, mengalokasikan sumberdaya, mengorganisasikan kegiatan, memberikan
54
perintah kepada bawahan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, memutuskan sesuatu dan
lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa responden memiliki pengetahuan dan
pemahaman konseptual yang baik tentang manajemen. Sebaliknya jika responden kurang
dapat mendeskripsikan tugas-tugas
manajerialnya dengan baik maka pemahaman
konseptual mereka dikategorikan kurang.
Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengurus dan manajer
terutama yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana mampu mendeskripsikan
secara konseptual tugas-tugas manajerialnya di koperasinya dengan baik. Semakin baik
pemahaman konseptual manajemen responden
memiliki korelasi yang baik dengan
performance (tampilan), suasana kerja di kantor, dan kinerja bisnis koperasinya. Kondisi
ini ditemukan pada koperasi maju (memiliki kinerja bisnis, finansial dan organisasi yang
baik) seperti KPSBU-Lembang, KUD Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Langkat,
dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumatera Utara.
Studi khusus mengenai pemahaman konseptual manajemen pengurus dan atau manajer
koperasi sejauh ini masih belum ditemukan. Tetapi masih cukup relevan pernyataan
filsuf Jerman, Emmanuel Kant (dalam Ropke, 1985) bahwa tidak ada praktik yang
berhasil baik tanpa memahami
konsepsi teori yang baik pula.
Pemahaman dan
penguasaan konsepsi teori yang baik akan memberikan tiga manfaat, pertama mampu
menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu fenomena masalah dengan baik (fungsi
eksplanasi), kedua mampu memprediksi suatu kondisi di masa mendatang jika sebabsebabnya diketahui (fungsi prediksi), dan ketiga mampu merumuskan suatu kebijakan
dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki (fungsi kebijakan).
Penelitian Sugiyanto (2006) tentang Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Pengurus dan
Manajer Terhadap Kinerja Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal
Koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat,
menyimpulkan bahwa secara simultan kompetensi dan komitmen pengurus dan manajer
memberikan pengaruh positif baik langsung mapun tidak langsung terhadap kinerja
keuangan, promosi ekonomi anggota, dan struktur keuangan koperasi.
55
4.2.Fungsi dan Proses Manajemen
4.2.1. Keragaan Fungsi dan Proses Perencanaan
Berdasarkan teori, merencanakan mengandung arti bahwa manajer memikirkan dengan
matang terlebih dahulu sasaran dan tindakan mereka berdasarkan pada beberapa metode,
rencana atau logika dan bukan berdasarkan perasaan. Rencana mengarahkan tujuan
organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Disamping itu, rencana
merupakan pedoman untuk (1) Organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya
yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, (2) Anggota organisasi
melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur yang sudah
ditetapkan, dan (3) Memonitor dan mengukur tingkat pencapaian tujuan. Langkah dan
tahapan prosesnya dapat dimulai dengan menetapkan tujuan, kemudian pengembangan
strategi dan alternatif, pengambilan keputusan untuk menentukan strategi dan alternatif
yang paling baik, serta merumuskan kebijakan untuk menjamin konsistensi dan prosedur
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, jika dilihat dari jenjangnya, sifat
dan perspektifjangkauan masa depan dari perencanaan, maka perencanaan dalam suatu
perusahaan dapat dibedakan menjadi perencanaan strategis dan perencanaan operasional.
(1) Dimensi Penetapan Tujuan
Dalam proses perencanaan, perusahaan modern menetapkan tujuan jangka panjang (visi)
dan tujuan jangka pendek (target) dengan jelas dan terukur baik besaran maupun waktu
pencapaiannya. Dari 9 koperasi sample yang dikunjungi, hanya 1 koperasi (KPSBU
Lembang) atau 11,1 persen yang memiliki visi jangka panjang secara tertulis, sementara
8 koperasi lainnya belum memilikinya. Visi KPSBU yang patut dicontoh oleh koperasi
lainnya adalah” Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam mensejahterakan
anggota”. Dengan visi yang jelas ini, KPSBU telah mampu mensejahterakan anggota
yang pada tahun 1980 baru berjumlah 319 orang dengan produksi susu rata-rata per hari
2.840 kg meningkat menjadi 6.092 orang anggota dengan produksi susu per hari 103.384
kg.
Dalam perumusan tujuan (target) jangka pendek, pada umumnya koperasi sampel
merumuskannya dalam kalimat-kalimat kualitatif dengan dimensi capaian yang tidak
56
terukur.
Berikut ini adalah contoh-contoh tujuan koperasi yang dikumpulkan dari
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK) yang disampaikan dalam
rapat anggota tahunan:
•
Melakukan upaya peningkatan kemampuan pengelola dengan melaksanakan
pendidikan, kursus dan mutasi jabatan (kemampuan di bidang apa, jumlahnya
berapa, pendidikan dan kursus apa, kapan waktunya tidak jelas).
•
Terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada anggota dan masyarakat baik
prasarananya dan personalianya.
•
Menjaga dan meningkatkan hubungan kerja dengan pelaku ekonomi lainnya.
•
Kesejahteraan karyawan akan terus diperhatikan
apabila koperasi berhasil
meningkatkan pendapatan.
•
Meningkatkan kesejahteraan anggota, pengurus dan karyawan koperasi khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
•
Meningkat dan berkembangnya usaha KSP...
•
Meningkatnya permodalan KSP......
•
Dan sebagainya.....
Menurut teori perencanaan, contoh-contoh tujuan diatas masih bersifat normatif dan tidak
terukur.
Model-model tujuan tersebut tidak dapat memberikan arahan yang diikuti
dengan tindakan, alokasi sumber daya baik sarana fisik, SDM maupun dana. Bandingkan
dengan tujuan koperasi modern yang mengikuti kaidah perumusan tujuan yang benar ”
pada lima tahun kedepan Koperasi harus mampu meningkatkan pendapatan bersih
anggota peternak sebesar 15 persen per tahun”. Dengan rumusan tujuan seperti kasus ini
manajer koperasi memiliki target yang jelas dan terukur pencapaiannya.
Beberapa literatur yang ditulis oleh Dulfer (1984), Hanel (1984), dan Gupta (1985)
menyatakan bahwa perumusan tujuan koperasi seringkali tidak mudah seperti perusahaan
kapitalistik shareholder, karena melibatkan berbagai
pihak yang memiliki berbagai
kepentingan.
kelompok anggota, pengurus,
Pihak-pihak yang dimaksud meliputi
manajer, karyawan, dan juga pemerintah sebagai pihak pemangku kepentingan yang
apabila tidak mampu diakomodasikan dengan baik secara proporsional sering menjadi
sumber konflik yang membuat bisnis koperasi dalam perjalanannya tidak stabil.
57
Lebih lanjut Dulfer (1984) dan Gupta (1985) menyatakan bahwa model koperasi
tradisional dan koperasi terpadu yang
dalam proses perumusan tujuannya
selalu
berorientasi pada anggota akan lebih mampu bertahan dan berkembang dibandingkan
dengan koperasi tipe pedagang yang dalam proses perencanaannya cenderung
didominansi oleh kelompok Vested interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak
pemodal kuat).
Mereka mencontohkan bahwa
perencanaan terpadu (integrated cooperative)
model koperasi dengan proses
tumbuh dan berkembang di Jepang
sebagai wadah kelembagaan petani yang mampu meningkatkan pendapatan bersih petani
secara nyata.
(2) Dimensi Tindakan
Menurut kaidah perencanaan, setelah manajer berhasil merumuskan atau menetapkan
tujuan maka selanjutnya manajer menetapkan serangkaian tindakan untuk mencapai
tujuan. Tindakan harus didukung dengan data dan informasi historis dan aktual untuk
menyusun peramalan masa depan. Mempelajari rencana kerja tertulis RAPBK koperasi
sampel,
yang pada umumnya menetapkan tujuan
kualitatif, membawa konsejuensi
bahwa tindakan atau langkah-langkah untuk mencapai tujuan juga menjadi tidak jelas.
Penggunaan asumsi untuk peramalan target biasanya digunakan masih sangat sederhana
dengan mengambil patokan angka-angka capaian
tahun sebelumnya.
Sedangkan
perusahaan-perusahaan modern sudah menggunakan model-model peramalan matematika
dan statistika dengan memasukkan berbagai variabel penentu keberhasilan seperti waktu,
musim, dan risiko yang dihidung berdasarkan teori kemungkinan (probabilitas). Hal ini
dapat dilakukan oleh mereka karena mereka memiliki teknologi dan SDM nya mampu
menggunakannya.
(3) Dimensi Sumberdaya
Sebuah perencanaan yang baik menurut teori manajemen modern harus menetapkan
macam dan banyaknya sumberdaya yang diperlukan untuk suatu aktivitas atau program
yang telah ditetapkan.
Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa sumberdaya fisik
58
(sarana dan prasarana), SDM, dan dana yang biasanya tergambarkan dalam suatu matriks
rencana program berikut:
Program Tujuan
jadwal
Penanggungjawab Budget
Sumber dana
Dari 9 (sembilan) rencana koperasi sampel yang dituangkan dalam RAPBK, sebagian
besar sekitar 90 persen koperasi dalam perencanaannya belum mengalokasikan
sumberdayanya secara baik sesuai dengan konsep teori. Rencana program masih disusun
dalam garis-garis besar yang biasanya dibagi menurut bidang seperti bidang organisasi
dan manajemen, bidang usaha, bidang permodalan, dan bidang kesejahteraan anggota
dan pengelola. Alokasi sumberdaya umumnya hanya tergambarkan dalam Rencana
Pendapatan dan Belanja Koperasi, tidak menjelaskan jadwal, SDM yang terlibat, sumber
dan penggunaan dana secara rinci.
(4)
Dimensi Implementasi
Teori manajemen modern memasukkan dimensi implementasi sebagai bagian dari fungsi
perencanaan, yang menurut teori manajemen klasik sering dipandang sebagai fungsi yang
berdiri sendiri. Implementasi melibatkan penugasan dan arahan personel yang juga harus
sudah tergambarkan dalam suatu rencana.
Penugasan dan arahan personel yang
dimaksud dapat berupa deskripsi rencana kerja secara rinci, tahapan kegiatan dan
pelibatan personel.
Dalam praktek dapat dijumpai seperti Juknis(petunjuk Teknis),
Juklak(Petunjuk pelaksanaan, dan SOP (Standar Operasional Prosedur). Dari 9 koperasi
yang diobservasi, hanya KPSBU Lembang saja yang memiliki dokumen rencana kerja
yang dilengkapi dengan SOP dan Juknis tertulis. Menurut keterangan dari pengurus dan
juga manajer, KUD juga dulunya pernah memiliki Juklak dan Juknis pada saat masih
menangani usaha program dari pemerintah seperti penyaluran KUT, Pengadaan Pangan,
dan penyaluran Pupuk, meskipun dibuatkan oleh pihak pemerintah.
(5) Proses dan Jenis Perencanaan
Apabila dicermati, diduga terdapat hubungan yang positif antara tingkat keseriusan pihak
manajemen dalam menyusun rencana koperasi (dalam hal ini rencana strategis dan
59
rencana program) terhadap tingkat ketahanan dan kemampuan koperasi dalam
menghadapi tingkat persaingan dalam lingkungan bisnis koperasi di era perdagangan
bebas. Fakta empiris ini ditemukan pada KPSBU lembang. Pihak manajemen dari
keterangannya, sebelum merumuskan rencana strategis jangka panjang, mereka terlebih
dahulu melakukan penjaringan aspirasi (jaring asmara) dari para anggotanya guna
menangkap permasalahan, keluhan dan keinginan anggota terhadap pelayanan
koperasinya. Untuk melakukan jaring asmara pihak manajemen berani membayar pihak
konsultan independen dalam upaya mengurangi subyektifitas dan bias pengurus,
sekaligus menghilangkan jarak psikologis antara pengurus dengan para anggotanya agar
anggota mengeluarkan pendapat dan keinginannya secara bebas dan terbuka. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pihak manajmen KPSBU dalam proses menyususn perencanaan
terlebih dahulu melakukan analisis SWOT dan pendekatan partisipatif.
Proses perencanaan dimulai dari tiap kelompok-kelompok peternak. Hasil perencanaan
kelompok kemudian dibahas pada tingkat komisariat daerah (Komda) yang kemudian
diteruskan pada rapat paripurna di tingkat koperasi. Proses serupa, juga diterapkan oleh
KUD Trisula, Majalengka.
Kondisi ini memperkuat pendapat Ropke (1985) bahwa pada dasarnya keberhasilan
suatu koperasi dalam bidang usaha akan sangat dipengaruhi oleh kualitas partisipasi
anggota sedangkan kualitas partisipasi anggota akan sangat tergantung pada interaksi tiga
variabel, yaitu kemampuan anggota dalam menyampaikan aspirasi dan keinginannya,
kemampuan manajmemen koperasi untuk menangkap keinginan anggota dan kualitas
program pelayanan koperasi yang sesuai dengan kebutuhan/keinginan anggota.
Masalah yang dihadapi dalam observasi lapangan untuk melakukan pengamatan apakah
proses perencanaan di koperasi sudah dilakukan dengan langkah-langkah sesuai dengan
konsepnya? Apakah proses perencanaan menggunakan metoda yang benar, rasional
dengan didukung data dan informasi yang ada? Ataukah para pengurus koperasi dan
manajernya lebih banyak menggunakan perasaan dan intuisi?
Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, memang tidak mudah. Kita membutuhkan waktu observasi yang
60
lama bila memungkinkan ikut dalam serangkaian proses perencanaan koperasi. Hal ini
sudah disadari betul oleh para pakar manajemen. Seringkali kita harus melihat atau
mengamati hal yang tidak tampak untuk mengenalinya atau mengidentifikasinya dalam
proses fungsi manajemen tertentu. Oleh karena itu pengamatan dari dokumen rencana
formal tertulis dapat diasumsikan sebagai hasil akhir dari sebuah proses perencanaan di
koperasi.
Pengamatan mengenai kinerja koperasi yang dihasilkan dari sebuah perencanaan yang
baik mungkin lebih mudah dibandingkan dengan pengamatan prosesnya. Suasana kerja
di kantor koperasi, cara mengagendakan sebuah pertemuan atau diskusi, pertumbuhan
keanggotaan, aset, dan SHU pada konteks ini dapat dijadikan indikator kinerja koperasi.
Informasi yang tersaji dalam tabel lampiran 1, menunjukkan bahwa sebagian besar
koperasi sampel belum memiliki rencana strategis jangka panjang yang berisikan visi,
yang memberi arah bagi misi, tujuan dan strategi
koperasi serta memudahkan
pengembangan rencana program pada setiap bidang fungsional atau unit usaha koperasi.
Dari 9 koperasi yang diamati, hanya satu koperasi yaitu KPSBU Lembang yang telah
memiliki rencana strategis. Delapan koperasi lainnya hanya memiliki rencana program
tahunan (jangka pendek).
Menurut teori manajemen modern, koperasi yang masih
berorientasi jangka pendek mungkin cocok pada situasi lingkungan bisnis yang stabil,
tetapi akan segera tergusur pada situasi lingkungan bisnis yang berubah cepat.
Gambaran makro mengenai koperasi di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007,
menunjukkan gambaran berikut. Jumlah koperasi primer di Sumatrera Utara tercatat
sebanyak 9.030 unit koperasi, dari jumlah tersebut sebanyak 3.914 unit atau lebih dari
40 persen sudah tidak aktif. Pada tingkat koperasi sekunder dari 12 unit koperasi, 2 unit
atau sekitar 16 persen tidak aktif. Gambaran serupa diduga berlaku juga di tingkat
nasional. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian besar koperasi berada pada
kondisi jalan di tempat bahkan kritis.
Mereka kalah bersaing dan tidak mampu
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang begitu cepat. Kondisi ini
setidaknya
menguatkan bukti bahwa sebagian besar koperasi di Indonesia
belum
61
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang dirumuskan dalam rencana
strategis yang baik.
Adanya pemahaman konseptual manajemen yang baik dari para pengurus dan manajer
koperasi seperti yang telah dibahas pada bagian awal pembahasan, belum menjadi
dimensi kompetensi manajerial dalam menjalankan fungsi dan proses perencanaan yang
efektif.
Padahal penelitian Sugianto (2006) mengenai Pengaruh Kompetensi dan
Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja Keuangan , Promosi Ekonomi Anggota dan
Struktur Modal Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat
menyimpulkan bahwa:
1.
Kompetensi manajerial manajemen koperasi baik pengurus, manajer,
maupun pengawas koperasi berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
koperasi dan promosi anggota.
2.
Komitmen manajemen koperasi baik pengurus, Pengawas dan Manajer
koperasi secara signifikan digambarkan oleh dimensi-dimensi komitmen
dalam hal keinginan menjaga nama baik lembaga, komitmen mencapai
tujuan dan nilai-nilai organisasi, komitmen mengutamakan kepentingan
lembaga, dan sikap dan perilaku menjalankan strategi lembaga juga secara
simultan berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Koperasi dan
Promosi Ekonomi Anggota.
Temuan penelitian Sugianto setidaknya (sementara) dapat menjawab bahwa pemahaman
konseptual manajerial baik pengurus maupun manajer koperasi tidak secara otomatis
diikuti oleh komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kinerja manajerialnya di koperasi.
Dalam kata lain pengurus dan atau manajer koperasi memahami dan memiliki
kemampuan di bidang manajerial tetapi
mengimplementasikannya untuk mencapai
belum mau (belum komit) dalam
kemajuan koperasi. Mengapa demikian?
Mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti insentif, motivasi berprestasi atau
adanya konflik kepentingan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) seperti
yang dikemukakan Untung Wahyudi (2007), bahwa menurut agency theory anggota
koperasi adalah principal dan pengurus adalah agent, dimana tugas pengurus adalah
62
memaksimalkan atau meningkatkan kekayaan anggota. Hal ini diduga sulit diwujudkan
di koperasi karena berdasarkan pengamatannya, kebanyakan pengurus koperasi bukanlah
profesional dalam bisnis koperasi. Konflik kepentingan juga dapat muncul. Dalam
beberapa kasus baik pengurus maupun manajer yang diangkat oleh koperasi biasanya
memiliki usaha/bisnis yang bersaing dengan bisnis koperasi. Dalam beberapa literatur
koperasi, mereka ini yang biasa disebut sebagai kelompok vested interest, memanfaatkan
fasilitas dan jaringan bisnis koperasi untuk kepentingan bisnis pribadi. Hasilnya bisnis
mereka berkembang sedangkan bisnis koperasinya jalan di tempat. Kondisi ini banyak
di temukan pada era dukungan kebijakan pemerintah melalui usaha program cukup
dominan dan para pengurus dan manajernya masih bekerja di koperasi hingga sekarang.
4.2.2. Keragaan Fungsi dan Proses Pengorganisasian
Dalam teori manajemen modern, pengorganisasian adalah suatu proses mengatur dan
mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi,
sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi yang telah ditetapkan dalam proses
perencanaan. Konsekuensinya
bahwa organisasi dengan sasaran yang berbeda
memerlukan struktur organisasi yang berbeda pula. Sebuah koperasi pertanian yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, memerlukan struktur yang berbeda
dengan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan menyediakan layanan jasa keuangan
bagi anggotanya. Pada Koperasi pertanian, seringkali tugas pokok organisasi dibagi
dalam divisi atau unit berdasarkan komoditas utama para anggotanya seperti unit sayuran,
unit pangan, unit pupuk dan lain sebagainya.
Sedangkan Koperasi Simpan Pinjam
merancang pembagian tugasnya lebih simpel berdasarkan fungsi penghimpunan dan
penyaluran dana/kredit. Jadi para manajer dalam sebuah organisasi harus menyesuaikan
struktur organisasi dengan sasaran dan sumber dayanya.
Hubungan
dan
waktu
adalah
sentral
untuk
mengorganisasikan
aktivitas.
Pengorganisasian secara ideal harus menghasilkan sebuah struktur hubungan, dengan
hubungan terstruktur ini rencana masa depan organisasi akan tercapai. Dalam struktur
hubungan ini melekat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, rentang kendali
63
dan
pengelolaan konflik. Hasil rekapitulasi observasi mengenai proses dan fungsi
pengorganisasian disajikan pada tabel lampiran 2.
(1) Dimensi Struktur
Dilihat dari formalisasi maksud dan tujuan pekerjaan ditetapkan di koperasi, seluruh
koperasi
sampel
menetapkan
pekerjaan
yang
dijabarkan
dalam
unit
atau
divisi/departemen dilakukan secara formal, yaitu ditetapkan melalui keputusan rapat
anggota, meskipun yang mendisain struktur kebanyakan dilakukan oleh pengurus.
Formalisasi tugas ini, oleh pengurus koperasi dijabarkan dalam bentuk uraian tugas.
Dari hasil observasi secara umum koperasi sudah memiliki
deskripsi tugas secara
tertulis, meskipun dalam versi dan kedalaman yang bervariasi.
Dilihat dari komleksitas struktur, ditemukan cukup bervariasi dari yang sederhana seperti
pada KSP dan yang lebih komplek seperti pada KUD dan Koperasi peternakan. Jenjang
struktur vertikal bervariasi antara 3 sampai 5 jenjang. Jenjang struktur 3 level yaitu
Rapat Anggota, Pengurus, dan Unit ditemukan pada KUD Setia Tani, Sumatera utara.
Jenjang struktur 5 level dimulai dari Rapat Anggota, Pengurus, Manajer, Unit dan Sub
unit, ditemukan pada KPSBU Lembang, KUD Harapan Tani, KUD Karya Teguh, dan
KUD Trisula. Diferensiasi horizontal, yaitu kelebaran struktur pada level yang sama
kesamping juga bervariasi
sesuai dengan banyaknya funsi usaha yang ditangani.
Kedalaman dan kelebaran dari struktur organisasi koperasi ini akan menentukan rentang
kendali manajemen.
(2) Disain Struktur (Departementasi)
Menurut teori, disain struktur organisasi akan sangat ditentukan oleh tujuan Organisasi.
Tujuan organisasi akan menentukan disain tugas pokok dan tugas penunjang. Tugas
pokok adalah tugas yang harus dilakukan oleh organisasi agar ber tahan hidup, sedangkan
tugas penunjang dapat berupa bagian atau departemen yang dapat dipakai bersama oleh
tugas pokok.
Dalam kajian ini ditemukan bahwa, disain organisasi pada umumnya
menggunakan model fungsional dan komoditas usaha yang ditangani koperasi. .
Koperasi-koperasi dengan disain yang optimal (dapat dilihat dari rasio karyawan dengan
64
anggota yang dilayani, jumlah unit usaha yang ditangani ) serta fleksibel dalam
mengikuti perubahan lingkungan internal organisasi dan eksternalnya, cukup mampu
bertahan dan cenderung berkembang (Ditunjukkan pada KPSBU-Lembang, KUD
Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Sumut, dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut).
Sebaliknya bagi koperasi yang memiliki struktur organisasi gemuk, kuanga fleksibel dan
diorganisasikan dengan pola lama tidak memanfaatkan teknologi informasi menghadapi
masalah jalan ditempat dan cenderung tidak berkembang (KUD Karya Teguh- Lembang,
Puskud- Sumut, KUD Setia Tani-Sumut).
Temuan pentig lainnya dari kajian ini adalah mengenai konsistensi dan kesesuaian
antara tujuan koperasi (meningkatkan kesejahteraan anggota) dengan disain tugas.
Disain tugas koperasi pada umumnya tidak membedakan antara fungsi pelayanan dan
bisnis. Hanya pada KPSBU Lembang yang sudah memisahkan antara unit pelayanan
(Kesehatan hewan, pendidikan anggota, kredit tanpa bunga, sarana produksi ternak,
bimbingan teknis) yang berorientasi pada kesejahteraan anggota dengan unit bisnis
(pengolahan dan pemasaran susu) kepada Industri Pengolah Susu (IPS) sebagai profit
centre. Hal penting lainnya, disain tugas koperasi yang digambarkan dalam diagram
struktur organisasnya, pada umumnya tidak ditemukan ada divisi atau departemen
Research and Development (R&D) dan Human Resources Development (HRD).
Padahal, kedua departemen ini memiliki posisi vital dalam pengembangan kompetensi
sumberdaya manusia koperasi dan pengembangan inovasi koperasi.
Di sisi lain,
perusahaan-perusahaan modern pesaing koperasi biasanya memiliki kedua departemen
tersebut. Boleh jadi disain organisasi seperti ini yang menyebabkan koperasi kalah
bersaing dengan perusahaan kapitalistik.
Sangat disayangkan literatur dan penelitian atau kajian khusus mengenai implementasi
atau evaluasi proses dan fungsi pengorganisasian di koperasi masih belum didapatkan.
Berbeda dengan di negara industri maju untuk , studi mengenai pengorganisasian sudah
banyak dilakukan oleh para ahli dan praktisi manajemen . Dalam beberapa literatur
dilaporkan bahwa, perkembangan inovatif di bidang manajemen organisasi dalam bisnis
kecil
di Amerika serikat telah banyak menggugah kalangan pebisnis besar untuk
65
mengikutinya. Sebagai contoh, di W.L. Gore & Associates Inc, produsen kain Gore-tex
berpusat di Newark, Deleware, manajemen melakukan reorganisasi perusahaan dengan
menghapus nama jabatan dan tingkatan manajemen, memberikan kebebasan yang belum
pernah diberikan kepada para karyawan untuk mendefinisikan pekerjaan mereka sendiri.
Di Phelp Country Bank di Rolla, misouri, maupun intuit software di Palo Alto,
California, karyawan didorong untuk mencari cara baru untuk memperbaiki cara kerja.
Artinya tidak seorang pun perlu merasa dikungkung oleh batas-batas pekerjaan. Bekerja
di kedua tempat itu memberikan keempatan bagi para karyawan untuk mengembangkan
keluwesan praktek manajemen yang diperlukan oleh mereka dalam lingkungan kerja
masa kini yang penuh tantangan. Contoh lainnya, Prime technology, sebuah perusahaan
distributor di Grand Rapids, Michigan, dengan 30 orang karyawannya, mempunyai
manajemen berdasarkan tim, program bonus yang menarik, dan kebijakan buku terbuka
dalam berbagi informasi bisnis dengan karyawan telah berhasil meningkatkan
produktivitas perusahaan ( dari Stoner dkk, 1996: hal. 15).
(3) Dimensi Pembagian Wewenang
Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab perangkat organisasi koperasi (sering
juga disebut manajemen koperasi) seperti Rapat Anggota,
Pengurus, dan Pengawas
secara garis besar sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992, tentang
Perkoperasian, yang selanjutnya oleh masing-masing koperasi
dijabarkan dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. Rapat Anggota memegang
kekuasaan tertinggi dan memiliki kewenangan sentral dalam pengambilan keputusan
strategis koperasi. Pengurus memiliki wewenang sebagai eksekutif yang melaksanakan
keputusan Rapat Anggota, sedangkan pengawas memiliki wewenang untuk menjalankan
fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengurus. Pembagian wewenang untuk
ketiga parangkat organisasi koperasi tersebut di lapangan hampir tidak ditemukan
masalah, artinya masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendelegasian wewenang dari pengurus kepada manajer, dan dari manajer kepada kepala
unit ditemukan fakta yang bervariasi. Koperasi koperasi maju seperi KPSBU Lembang,
KUD Harapan Tani, dan KSP Surya Abadi Mandiri pengurus sudah mendistribusikan
66
wewenang kepada level dibawahnya secara proporsional. Sistim pengambilan keputusan
manajemen sudah sepenuhnya melibatkan staf. Meskipun masih ada stereotipe bahwa
pengurus hanya memberikan wewenang kepada manajer untuk menangani bisnis
koperasi yang kurang menguntungkan (jabatan kering), sedangkan bisnis koperasi yang
menguntungkan (jabatan basah) biasanya tetap dipegang oleh pengurus.
Di lapangan juga ditemukan ada kecenderungan, koperasi yang dipegang oleh pengurus
pengurus berusia lanjut dan memegang kepengurusan relatif lama untuk beberapa kali
periode cenderung kurang memberikan wewenang yang proporsional kepada level di
bawahnya dengan sistim pengambilan keputusan komando, model organisasi garis
(ditemukan pada KUD Karya Teguh, dan KUD Trisula).
(4) Dimensi Koordinasi dan Menggerakkan Organisasi
Paradigma baru peran dan tugas pemimpin dalam dunia usaha saat ini bergeser dari caracara lama yang cenderung otoriter, satu arah dimana seorang pemimpinatau manajer
perusahaan berprinsip doing things right bergeser kearah pemimpin yang lebih
demokratis dengan prinsip doing the right thing. Oleh karenanya perusahaan-perusahaan
yang berhasil harus memiliki pimpinan-pimpinan yang memiliki jiwa entrepreneurial
yang tinggi yang mampu menggerakkan sumber daya perusahaan dengan visi yang jelas
(Reinald Kasali 2005)
Memimpin untuk memotivasi, mengarahkan dan menggerakkan karyawan seringkali
tidak hanya merupakan bagian dari disiplin ilmu manajemen, melainkan banyak menjadi
telaahan dari disiplin ilmu lain seperti psikologi dan sosiologi. Pertanyaannya apakah
motivasi seseorang karyawan merupakan bagian dari moral masyarakat dan sistem
siosial? Pada tahun 1904, Max Weber menyatakan bahwa nilai-nilai protestan seperti
yang dinyatakan oleh para pengikut John Calvin membantu mendorong memotivasi
dalam bekerja keras. Etika kerja tentang kerja keras protestan masih dianggap sebagai
indikasi penting tentang kemampuan masyarakat untuk mencapai keberhasilan. Lebih
lanjut pendapat Weber dikuatkan oleh ahli psikologi sosial David Mc Clelland bahwa
keberhasilan terkandung dalam masyarakat yang memiliki etika protestan. Masalahnya
67
sekarang bagaimana dan menggunakan variabel/indikator apa kita ingin menguji apakah
keragaan proses memimpin (yang dilakukan oleh pihak manajemen koperasi-pengurus,
manajer, dak kepala unit) di koperasi dilakukan efektif atau sebaliknya? Sudah barang
tentu membutuhkan observasi yang lama dan menggunakan metoda pengukuran yang
dapat diandalkan.
Untuk mendekati ini dalam praktek beberapa diantaranya
menggunakan metoda
identifikasi gaya kepemimpinan, pengukuran produktivitas
karyawan, sampai kepuasan kerja dan derajat munculnya komitmen dan kepatuhan pada
karyawan yang dipimpin.
Dalam kajian ini, variabel observasi mengenai keragaan proses memimpin di koperasi
sampel didekati dari ada tidaknya lembar disposisi perintah, SOP, Juklak atau Juknis,
Tingkat kehadiran pihak manajemen, Rapat koordinasi dan pengarahan, produktivitas dan
persepsi karyawan.
Pada setiap koperasi sampel yang dikunjungi telah memiliki lembar disposisi untuk
meneruskan perintah tertulis secara singkat terhadap tanggapan surat yang masuk dan
membutuhkan jawaban atau tindakan yang diperlukan dan disiapkan oleh staf
bawahannya. Model lain dari disposisi juga dalam bentuk catatan atau notes yang ditulis
tangan. Tetapi standarisasi suatu proses kegiatan yang dijabarkan dalam bentuk Standar
Operasional Prosedur, Petunjuk Teknis (Juknis), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) hanya
ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KSP, Surya Abadi Mandiri-Sumut (meskipun
SOP dalam bentuk yang masih sederhana). Pada kedua koperasi yang disebut terakhir ini
dirasakan adanya suasana kerja yang dinamis dengan aktifitas usaha berjalan dengan
baik.
Tingkat kehadiran pihak manajemen dan disiplin waktu kehadiran juga diamati sangat
mempengaruhi disiplin dan motivasi kerja karyawannya. Pengurus dan manajer yang
disiplin dalam waktu dan kehadiran telah membentuk budaya kerja disiplin yang positif
di koperasi. Kondisi ini diamati sangat nyata pada KUD, Trisula-Majalengka, KPSBULembang, KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut.
68
Observasi mengenai seberapa sering pihak manajemen melaksanakan rapat kordinasi dan
pengarahan dalam rangka peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas karyawan secara
langsung sulit untuk dilakukan. Meskipun dari dokumen tertulis yang dilaporkan dalam
Laporan tahunan baik oleh Pengurus maupun Pengawas sudah ada yang melaporkan
prekuwensi penyelenggaraan rapat-rapat dengan dengan periodisasi bervariasi. Koperasikoperasi yang memiliki unit usaha banyak dengan kompleksitas tinggi seperti Pada
KPSBU-Lembang dan KUD Trisula melaporkan frekuwensi rapat kordinasi dan
pengarahan yang tinggi. Pada KSP, karena setiap minggu harus memutuskan penyaluran
pinjaman juga melaksanakan rapat dengan prekuwensi tinggi. Seringnya pihak
manajemen menyelenggarakan rapat
koordinasi dan pengarahan setidaknya dapat
disimpulkan bahwa proses memimpin di koperasi dijalankan. Pengamatan mengenai
efektifitas kepemimpinan di koperasi dilihat dari munculnya komitmen, kepuasan kerja
yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan di koperasi juga
masih mengalami kesulitan, karena faktor keterbatasan waktu pengamatan.
Penelitian, kajian khusus dan literatur mengenai proses menggerakkan (actuating) di
organisasi koperasi juga masih sulit ditemukan. Sementara dari buku-buku manajmemen
umum khususnya di negara-negara maju sudah banyak menyajikan penelitian kaji tindak
untuk menguji teori kepemempinan terutama di aspek motivasi, kepuasan kerja dan
produktivitas karyawan.
Beberapa diantaranya adalah
munculnya model motivasi
pengharapan yang dapat dijabarkan dalam model matematika di mana M= E x I x P
( M-motivasi, I- instrumen kerja yang digunakan, dan E-preperensi). Model hirarkhi
kebutuhan Maslow, model partisipasi yang terpadu, model Job enrichment dsb. Sebagai
konsekuensinya
proses menggerakkan organisasi pada perusahaan-perusahaan non
koperasi secara inovatif juga terus dikembangkan. Kenyataan ini menguatkan bahwa
proses manajemen pada perusahaan kapitalistik modern lebih maju dibandingkan di
koperasi. Dalam arti sebaliknya , sebagian besar koperasi masih menjalankan proses
manajemen tradisional yang cenderung kaku dan kurang inovatif.
69
(5) Dimensi Kerjasama
Aspek atau dimensi lain yang diobservasi dalam variabel pengorganisasian adalah
kerjasama koperasi dengan pihak lain. Semua koperasi sampel yang dikunjungi belum
memanfaatkan kerjasama antar koperasi baik dalam bentuk aliansi strategis, integrasi
vertikal maupun intergrasi horizontal (dalam rangka menurunkan biaya transaksi,
mengurangi risiko ketidak pastian, meningkatkan nilai tambah, dan memperluas pasar).
Kondisi ini masih tidak berubah dan cenderung semakin buruk sejalan dengan hasil
kesimpulan penelitian Litbang Depkop bekerja sama dengan LPPM-Ikopin pada tahun
1993 lalu.
Padahal pada masa itu dukungan pemerintah terhadap KUD, Koperasi
Peternakan, Inkud, dan Puskud masih sangat kuat dengan vasilitas kredit program dan
hak monopoli beberapa pemasaran komoditi strategis seperti pupuk, kedelai, terigu, gula,
susu, dan gabah/beras.
Praktek inter linkage market, dalam sekala terbatas ditemukan pada KUD Trisula,
Majalengka. Karena Koperasi Pertanian merupakan Pengembangan badan hukum dari
unit usaha saprotan, dan KSP merupakan pengembangan badan hukum dari USP KUD
ini (mirip model holding company), maka keterkaitan bisnis dan pasar dari ketiga badan
hukum koperasi tersebut sangat kuat untuk mendukung bisnis satu sama lainnya. Seperti
pembelian gabah anggota oleh KUD trisula dapat dibiayai oleh KSP trisula dengan pola
jual tunda dengan jaminan komoditas yang ada di gudang koperasi (Pola ini sekarang
diadopsi menjadi kredit dengan jaminan Resi Gudang) sehingga anggota memperoleh
harga pembelian gabah dengan baik, KUD tidak merasa mengalami kesulitan modal kerja
dan di satu sisi KSP dapat menyalurkan kredit/pinjaman dengan aman. Pada kasus ini
sebenarnya menguatkan bahwa organisasi yang mampu melakukan aliansi strategis
(dalam hal ini interlinkage market) dapat saling menguntungkan dan mengurangi risiko
ketidak pastian.
70
4.2.3
Keragaan Proses Pengendalian
Menurut konsepnya, pengendalian merupakan aktivitas untuk menemukan, mengoreksi
adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai, dibandingkan dengan
rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat dilakukan
koreksi bila terjadi penyimpangan. Proses pengendalian mencatat setiap perkembangan
kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda pencapaiannya yang
memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat penyimpangan.
Karenanya,
pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan.
Observasi mengenai proses pengendalian manajemen di koperasi sampel difokuskan
kepada indikator sesuai dengan konsep yang telah diuraikan yaitu penetapan standar
dan metoda, pengukuran prestasi, analisis, serta tindakan korektif. Sumber informasi
diperoleh dari pengamatan langsung, penturan responden, dokumen perencanaan dan
laporan tahunan yang disampaikan pada RAT, hasilnya disajikan pada lampiran 3
Hasil observasi disimpulkan bahwa proses pengendalian manajemen di koperasi pada
umumnya masuk dalam kategori kurang sampai sedang. Kondisi ini tentunya sangat erat
dengan proses perencanaannya yang yang juga lemah, perumusan tujuan yang tidak
jelas, dan alokasi sumber daya juga tidak jelas, berdampak pada penetapan standar untuk
pengendalian menjadi bias. Sebagian besar koperasi juga belum menyusun anggaran kas
yang berfungsi untuk pengelolaan dan pengendalian kas koperasi. Pengendalian yang
umum dilakukan oleh koperasi sampel masih terbatas pada pengukuran efektivitas
penggunaan anggaran (model analisis perbandingan antara anggaran dan realisasi) dan
analisis laporan keuangan dengan menggunakan model rasio leverage, rasio aktivitas dan
rasio profitabilitas. Sementara perusahaan-perusahaan modern kapitalistik telah
melompat kepada Total Quality Management (TQM) atau Total Quality Controll (TQC)
hingga standarisasi proses dengan sistim ISO. Inovasi metoda dan proses pengendalian
baik dengan TQM,TQC atau ISO ini pada hakekatnya termasuk kedalam model
71
pengendalian dinamis dan menyeluruh yang melibatkan seluruh jajaran manajemen untuk
menjamin konsistensi kualitas barang dan jasa yang dihasilkan.
4.3. Sistem Penggajian (Renumerasi)
Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan salah satu prinsip
dari empat belas prinsip manajemen yang dikemukanan oleh Fayol, salah satu tokoh
aliran manajemen ilmiah yang berkembang pada awal abad 20. Prinsip ini menyatakan
bahwa harus ada keadilan kompensasi antara yang diterima karyawan dengan majikannya
(pemilik perusahaan). Fayol sudah melihat hal yang paling mendasar dari sumber daya
manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan pikiran mereka untuk
mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup
insentif yang dapat
meningkatkan motivasi karyawan yang memiliki korelasi yang kuat terhadap
produktivitas karyawan.
Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang
penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu yang
dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit
lain merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam
mayarakat.
Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan
tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut.
Dalam
menentukan besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan, perlu dipertimbangkan
banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktorfaktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal
kompensasi dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban
serupa yang ditangani karyawan setingkat pada organisasi lain, karakteristik pekerjaan,
72
hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh karyawan
sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi lain serta
pendapatan yang diperoleh organisasi. Hasil observasi mengenai implementasi sistem
renumerasi ada di koperasi, disajikan pada lampiran 4.
Dari data dan informasi pada pada lampiran 4, disimpulkan bahwa sistem renumerasi di
koperasi keragaannya sangat bervariasi. Koperasi yang menerapkan proses manajemen
semakin baik sudah mulai menerapkan sistim renumerasi yang semakin baik pula yang
didasarkan pada dasar pemberian kompensasi dan penetapan komponen kompensasi yang
makin jelas dalam sistim penggajiannya (ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KUD
Trisula dan KSP Trisula, Majalengka). Koperasi lainnya masih belum memiliki sistim
renumerasi
yang jelas.
Tetapi secara
umum dapat dikatakan bahwa
kompensasi yang diterima oleh karyawan koperasi
rata-rata
untuk jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan, beban kerja dan pengalaman yang sama dibandingkan dengan kompensasi
yang diberikan oleh perusahaan swasta relatif masih lebih rendah.
Kesimpulan ini
diperkuat oleh penelitian hasil observasi Oman Hadipermana (2007) pada koperasi di
Jawa Barat dan Lampung terhadap 22 orang karyawan koperasi. Ketika disampaikan
pernyataan ” Gaji yang saya terima sesuai dengan beban kerja saya, dan saya puas”,
seratus persen responden menyatakan tidak setuju. Artinya bahwa para karyawan yang
bekerja di koperasi merasakan kompensasi yang mereka terima belum sesuai dengan
beban kerjanya dan terjadi ketidak puasan. Adanya perasaan tidak puas dan tidak adil
dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang kurang baik bagi pencapaian tujuan
organisasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya gap antara harapan karyawan dengan
kenyataan yang diperolehnya dari organisasi tempat kerjanya (Bernadin (1993).
Penelitian Ade Umar, 2006, ” Pengaruh Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap
Prestasi Kerja Karyawan” studi kasus pada KUD Bobato, Tidore, Maluku Utara dengan
menggunakan responden 67 orang karyawan (dari populasi karyawan 206 orang) yang
tersebar pada 7 unit usaha. Variabel kompensasi yang diteliti meliputi:
73
•
Keadilan kompensasi (tingkat pendidikan, pengalaman kerja karyawan, masa
kerja karyawan, beban kerja, kemampuan kerja karyawan, kemampuan koperasi).
•
Kelayakan (Upah Minimum Regional, Kebutuhan hidup minimum).
•
Insentif (pemberian bonus).
•
Time off-benefit (program rekreasi, cuti)
•
Benefit bukan asuransi (tunjangan prestasi, tunjangan hari raya).
•
Asuransi (tunjangan kesehatan, tunjangan keselamatan kerja).
•
Fasilitas fisik untuk karyawan (Tempat Ibadah ).
Variabel motivasi kerja:
•
Tingkat tanggungjawab pribadi yang tinggi.
•
Berani mengambil dan memikul risiko.
•
Memiliki tujuan yang realistik.
•
Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan
tujuan.
•
Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan.
•
Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Variabel prestasi kerja yang diteliti:
•
Kualitas kerja (ketepatan pekerjaan, keterampilan kerja, ketelitian pekerjaan, dan
kerapihan pekerjaan).
•
Kuantitas kerja (Pelaksanaan pekerjaan rutin, penyelesaian pekerjaan ekstra).
•
Ketangguhan (Mengikuti perintah instruksi, dan inisiatif).
•
Sikap (Kerjasama, dan perubahan sikap terhadap pekerjaan dan rekan kerja)
Seluruh variabel baik variabel kompensasi, motivasi dan prestasi kerja diukur dengan
menggunakan ukuran ordinal dengan menggunakan skala Likert. Kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan yang positif antara kompensasi dengan motivasi kerja
karyawan.
Artinya meningkatnya aspek kompensasi akan disertai dengan
peningkatan aspek motivasi kerja karyawan.
Meskipun dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa kompensasi kerja yang diberikan KUD kepada
karyawannya dipersepsikan pada kategori rendah sampai cukup saja.
74
2. Motivasi kerja karyawan berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.
Motivasi kerja secara parsial memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan pengaruh kompensasi kerja secara langsung terhadap prestasi kerja.
Artinya walaupun kompensasi yang diterima karyawan KUD masih rendah, tetapi
karyawan tetap memiliki motivasi yang baik untuk berprestasi.
3. Kompensasi kerja dan motivasi kerja secara bersama-sama (simultan)
berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawa.
Penelitian lain secara terpisah tentang Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan juga
telah dilakukan oleh Abdul Hamid pada tahun 2003 dengan studi kasus pada KSU
Tandang Sari, Tanjung Sari, Sumedang. Tujuan penelitian ingin mengukur bagaimana
tingkat prestasi kerja karyawan pada koperasi.Variabel prestasi kerja yang diukur
meliputi
dua variabel, yaitu (1) Kuantitas Kerja (jumlah pekerjaan rutin yang bisa
diselesaikan, jumlah pekerjaan tambahan, jumlah anggota tambahan, jumlah modal
tambahan, kredit macet yang dapat ditekan, jumlah tambahan populasi sapi, jumlah
tambahan bisnis pakan ternak, jumlah kenaikan produksi susu, sampai pengukuran
peningkatan SHU, dan (2) Kualitas Kerja (Ketepatan waktu, ketelitian, kualitas produk,
kualitas jasa, kerapihan, kemudahan, dan kebersihan). Yang menjadi responden dari
penelitian ini adalah karyawan pada unit Simpan Pinjam dan Unit Sapi Perah.
Kesimpulan penting yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit sapi perah termasuk dalam kriteria
cukup. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah skor sebesar 58,33 % yang masuk dalam
kriteria prestasi kerja cukup, walaupun masih terdapat indikasi yang masuk
dalam kriteria kurang, seperti untuk peningkatan jumlah populasi sapi,
banyaknya jumlah sapi yang mengalami kematian dan jumlah permintaan susu
yang tidak dapat dipenuhi karena produksi susu tidak memenuhi permintaan.
2. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit simpan pinjam juga masuk dalam
kriteria cukup saja.
75
Kedua kesimpulan diatas (meskipun dilakukan dalam studi kasus yang kesimpulannya
tidak dapat digenarilisasikan) setidaknya memperkuat bukti bahwa tingkat kualitas kerja
karyawan koperasi masih rendah yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat
produktivitas koperasi yang rendah pula.
Sangat disayangkan bahwa penelitian penelitian yang telah diuraikan diatas lebih
menyoroti pada hubungan konpensasi, motivasi dan produktivitas kerja karyawan
koperasi, belum menyentuh pengurus dan menejer. Kompensasi bagi pengurus koperasi
selain ada honorarium atau insentif bulanan juga dari bagian SHU dengan prosentasi
tertentu. Sama halnya kompensasi untuk manajer, selain memperoleh gaji bulanan sering
juga ditambah dengan bonus atau bagian dari SHU. Dari pengamatan lapangan ada
indikasi sistim balas jasa bagi pengurus dan manajer kurang transparan. Pengurus dan
manajer memperoleh kompensasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
kompensasi yang diterima karyawan.
4.5.. Sistem Karir
Berdasarkan teori
Manajemen Sumber Daya Manusia, sistem karier karyawan
merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan
pemeliharaan
karyawan. Tumbuh suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini
mengakibatkan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut.
Dalam
kondisi seperti ini ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan
terseddianya sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi
secara terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan
pintas dengan membajak atau mengambil karyawan dari perusahaan lain dengan
tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan
asal. Jika kondisi dalam pasar kerja seperti itu keadaannya, apakah koperasi memberikan
sistim karir yang menjanjikan bagi para karyawannya? Berikut ini adalah hasil observasi
mengenai sistim karier di koperasi sampel (lampiran 5)
76
Dari data dan informasi pada lampiran 5, diperoleh gambaran bahwa pada umumnya
sistim karier bagi karyawan koperasi tidak jelas atau belum mapan seperti pada
perusahaan-perusaan kapitalistik (pesaing koperasi). Beberapa alasan yang dituturkan
oleh para pengurus dan manajer
bahwa
masih buruknya sistim karier di koperasi
disebabkan karena keterbatasan posisi jabatan di koperasi, sekala bisnis koperasi yang
masih terbatas dan kemampuan koperasi dalam memberikan kompensasi. Alasan yang
disebutkan terakhir konsisten dengan apa yang telah dibahas pada variabel
kompensasi/renumerasi.
Melihat kondisi ini, dapat menguatkan kesimpulan bahwa
koperasi masih bukan lembaga yang menjadi pilihan dan menjanjikan untuk para pencari
kerja di pasar kerja.
Karyawan yang saat ini bekerja boleh jadi karena faktor
keterpaksaan karena tidak dapat diserap oleh sektor di luar koperasi. Dengan kata lain
karyawan koperasi masuk dalam kualitas ke tiga. SDM dengan kualitas ke satu diserap
oleh BUMN dan BUMS yang sudah mapan. Sementara SDM dengan kualitas ke dua
diserap oleh sektor pegawai negeri. Hal ini dikuatkan oleh survey yang di lakukan
IKOPIN dan Universitas Bina Nusantara, jakarta terhadap mahasiswa tingkat akhir
beberapa tahun lalu.
Survey yang dilakukan bertujuan untuk melihat minat para
mahasiswa terhadap prospek menjadi Wirausaha mandiri. Hasinya kurang dari 10 % dari
responden berminat menjadi wirausaha, itupun jika mereka tidak dapat diserap dalam
pasar kerja. Sembilan puluh persen lebih responden menyatakan tidak berminat dan
memilih untuk menjadi pegawai. Dari yang memilih menjadi pegawai, ternyata BUMN
dan BUMS yang mapan menjadi prioritas pilihan pertama, kemudian diikuti dengan
menjadi pegawai negeri dan tidak satupun responden memilih koperasi sebagai tempat
pilihan kariernya. Padahal IKOPIN (Institut Manajemen Koperasi Indonesia) dalam
kurikulumnya ingin mencetak sarjana-sarjana ekonomi yang memiliki misi untuk
membangaun ekonomi kerakyatan dimana Koperasi sebagai bentuk kelembagaan bagi
ekonomi kerakyatan.
Temuan lapangan lainnya mengindikasikan bahwa,
karena pengurus memiliki
kewenangan sentral dalam rekruitasi dan penempatan pegawai, maka sistim karier di
koperasi juga cenderung tidak transparan dan masih kuat sistim nepotisme. Keluarga
pengurus dan yang memiliki akses lebih baik kepadanya, biasanya kariernya bagus dan
77
menduduki posisi yang baik (dalam istilah populer jabatan basah). Jadi, bukan karena
alasan finansial semata dimana koperasi tidak memiliki kemampuan untuk memberikan
konpensasi dan karier yang baik bagi karyawannya, tetapi ada unsur KKN. Terbukti,
jarang koperasi secara pro aktif memasang iklan di mas media untuk melakukan sistim
rekrutasi karyawannya secara terbuka.
4.6. Efisiensi Usaha Koperasi
Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha.
Efisiensi usaha merupakan
ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola
sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan
” the six M”, yaitu
Man, Material,
Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari
manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan.
Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha
koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi
usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan. Seperti. Karena
keterbatasan data rasio keuangan perusahaan dibatasi pada satu rasio provitabilitas yai.tu
rasio Rentabilitas Ekonomi perusahaan koperasi.
Rekapitulasi hasil perhitungan
Rentabilitas Ekonomi koperasi sampel disajikan pada lampiran 6.
Salah satu ukuran efisiensi usaha koperasi yang digunakan dalam kajian ini adalah
Rentabilitas Ekonomis (RE). Rentabilitas ekonomis menggambarkan kemampuan
perusahaan (dalam hal ini perusahaan koperasi) dengan modal usaha yang dimiliki
menghasilkan laba usaha sebelum pajak (SHU sebelum pajak). Rentabilitas ekonomis
mengukur efisiensi penggunaan modal usaha yang dimiliki koperasi. Semakin besar
tingkat rentabilitas ekonomis, berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan modal
usaha tersebut.
Gambaran mengenai tingkat rentabilitas ekonomi di koperasi sampel menunjukkan
besaran yang bervariasi yaitu antara negatif 0,006 persen (artinya koperasi masih
meenderita kerugian) sampai 8,8 persen.
Untuk mengatakan apakah angka-angka
78
tersebut
sudah dapat menyimpulkan tingkat efisiensi usaha koperasi? Untuk
menyimpulkannya dibutuhkan standar industri. Sangat disayangkan standar RE untuk
koperasi di Indonesia masih belum ada. Biasanya standar industri akan dikelompokkan
kedalam jenis usahanya misalnya standar RE untuk usaha perdagangan, RE untuk usaha
manufaktur, RE untuk usaha jasa transportasi, RE untuk usaha pertambangan dan
sebagainya. Jika standar RE industri masih belum ada, para ahli manajemen keuangan
menggunakan standar tingkat bunga pasar dari deposito sebagai opportunity cost of
money. Jika diambil tingkat bunga deposito saat ini 8 % pertahun, maka tingkat
pencapaian RE koperasi dibawah 8 % dapat dikatakan koperasi tidak efisien (terjadi
pemborosan pemakaian sumber daya ekonomi. Jika melihat kondisi koperasi sampel di
atas sebagian besar koperasi sampel memiliki tingkat efisiensi penggunaan modal yang
rendah (tidak efisien). Meskipun untuk KSP yang bergerak di bidang bisnis keuangan
mikro menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih baik.
Penelitian Opik Ropikoh (2003) mengenai Evaluasi Faktor-faktor Yang Menyebabkan
Turunnya Perputaran Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomis pada KUD Cipta Raharja,
Majalengka
mendapatkan kondisi yang lebih parah yaitu rata-rata dari tahun 1998
sampai tahun 2003, Rentabilitas Ekonomis KUD tersebut kurang dari 1 persen yaitu
berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,32 (pada saat itu kondisi perekonomian kita masih
dalam masa krisis). Sebelum krisis, Lilis Suryati (1997) meneliti tentang Parisipasi
Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan
dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi pada KUD Ngupaya Mino, Indramayu juga
mendapatkan Rentabilitas Ekonomis koperasi dari tahun 1992 sampai tahun 1996
berkisar antara 0,09 persen hingga 3,21 persen. Hal serupa juga ditemukan dalam
penelitian Lely Savitri Dewi pada tahun 2001 tentang Pengaruh Kualitas Kewirausaah
Pribadi Manajer Terhadap Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung rata-rata
dibawah 5 persen. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa rata-rata KSP
memiliki tingkat rentabilitas ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan koperasi
jenis KUD bahkan memberikan biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan dengan
lembaga keuangan mikro lainnya.
79
Kondisi empirik mengenai efisiensi biaya transaksi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) ratarata lebih rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan non koperasi telah dibuktikan
oleh Sugiyanto (2006) yang telah meneliti manfaat promosi ekonomi anggota pada KSP
dan koperasi kredit dalam bentuk efisiensi biaya pinjaman seperti biaya administrasi,
provisi dan asuransi. Efisiensi dihitung dari selisih antara biaya pinjaman anggota ke
koperasi dengan bila anggota meminjam kepada pihak pesaing koperasi, hasilnya dapat
dilihat pada lampiran 7.
Data pada tabel diatas menunjukkan gambaran yang positif terhada bisnis keuangan
mikro yang digeluti oleh KSP dan koperasi kredit.
Koperasi Kredit telah membuktikan
Koperasi Simpan Pinjam dan
keunggulan kompetitive advantage yang
ditunjukkan dengan rata-rata memberikan biaya pinjaman yang lebih murah 4,91 %
dibandingkan para pesaingnya dalam hal ini pihak perbankan dan lembaga keuangan
lainnya. Hal ini bisa jadi karena pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) koperasi oleh pemerintah lebih intensif
dibandingkan dengan kegiatan bisnis koperasi di luar sektor keuangan yang dituangkan
dalam regulasi PP No. 9 tahun 1995, Kepmenkop No.351 tahun 1998 dan Kepmenkop
No. 194 tahun 1998 tentang pengawasan Usaha Simpan Pinjam Koperasi dengan
penilaian kesehatannya.
Meskipun di lapangan, masih banyak ditemukan KSP/USP
koperasi nakal yang berusaha mencari kelemahan peraturan yang ada. Tetapi dengan
pembinaan dan pengawasan yang intensif telah mendorong pihak Manajemen koperasi
menerapkan manajemen bisnis yang profesional.
Masalah efisiensi koperasi di negara-negara bekembang (termasuk di Indonesia) telah
menjadi bahan diskusi panjang terhadap penyebab kegagalan koperasi. Hanel (1985 ),
sudah mengkritisi bahwa kegagalan koperasi di negara-negara berkembang disebabkan
karena:
1.
Dampak koperasi terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari
organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan
sumbangan
dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mengubah struktur
80
kekuasaan sosial politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang
miskin.
2.
Jasa-jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi seringkali dinilai
tidak efisien dan tidak mengarah kepada kebutuhan anggotanya, bahkan
sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petni besar yang telah maju dan
kelompok-kelompok tertentu.
3.
Tingkat efisiensi perusahaan-perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak
mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme dll ).
4.
Tingkat ofisialisasi yang yang sering kali terlampau tinggi pada koperasi
(khususnya koperasi pertanian ), ditandai dengan dukungan/bantuan dan
pengawasan yang terlalu besar, struktur komunikasi dan pengambilan keputusan
memperlihatkan sama seperti pada lembaga-lembaga birokrasi pemerintah,
ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif dan
berorientasi pada anggota.
5.
Terdapat kesalahan-kesalahan dalam memberikan bantuan
pembanguan
internasional dan khususnya kelemahan-kelemahan pada strategi pembangunan
pemerintah yang diterapkan untuk menunjang organisasi koperasi.
Untuk mencoba mengatasi masalah tersebut, lebih lanjut Hanel merumuskan beberapa
rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan koperasi yang
memiliki tugas utama dalam mempromosikan anggotanya sebagai berikut:
1.
Organisasi koperasi harus berusaha secara efisien dan produktif, artinya koperasi
harus memberikan manfaat dan menghasilkan potensi peningkatan pelayanan
yang cukup bagi anggotanya.
2.
Organisasi koperasi harus efisien dan efektif bagi anggotanya, artinya bahwa
setiap anggota akan menilai bahwa manfaat yang diperoleh karena berpartisipassi
dalam usaha bersama merupakan kotribusi yang lebih efektif dalam mencapai
kepentingan dan tujuan-tujuannya ketimbang hasil yang mungkin diperoleh dari
pihak lain
81
3.
Dalam jangka panjang, kopersi harus memberikan kepada setiap anggotanya
suatu saldo positif antara pemanfaatan ( insentif ) yang diperolehnya dari koperasi
dan sumbangan ( kontribusi ) yang diberikan kepada koperasi.
4.
Koperasi harus mampu menghindari terjadinya situasi dimana kemanfaatan yang
dihasilkanoleh uaha bersama/koperasi menjadi milik umum, artinya koperasi
harus mampu mencegah timbulnya dampak-dampak dari penumpang gelap ( free
raider ) yang terjadi karena usaha koperasi mengarah kepada usaha bukan
anggota.
Kondisi sepuluh tahun setelah itu, pada dasawarsa 90-an, agaknya kondisi koperasi era
80-an masih belum banyak mengalami perubahan seperti yang dikemukakan oleh Yuyun
Wirasasmita ( 1991), yang masih mendapatkan koperasi dengan kondisi:
1.
Fungsi dan tujuan koperasi tidak seperti yang diinginkan para anggotanya.
2.
Struktur organisasi dan pengambilan keputusan sukar dimengertidan dikontrol
anggota dan dipandang terlalu rumit bagi anggota.
3.
Tujuan koperasi dipandang dari sudut pandang anggota sering dianggap terlalu
luas atau terlalu sempit
4.
Karyawan koperasi dan para manajernya dalam menjalankan perusahaan koperasi
sangat tanggap terhadap arahan pengurus dan atau pemerintah tetapi tidak tanggap
terhadap arahan anggota.
5.
Fasilitas koperasi terbuka juga bagi non anggota sehingga tidak ada perbedaan
manfaat yang diperoleh anggota dan non anggota.
4.7. Positioning Koperasi
Seperti sudah dijelaskan di dalam pendekatan masalah, perubahan global yang terjadi
juga harus dihadapi oleh pengelola koperasi yang ditandai oleh persaingan usaha yang
semakin ketat. Koperasi perlu melakukan repositioning baik dalam hal perilaku dan
kompetensi sumber daya manusia sebagai bagian dari repositioning peran sumber daya
manusi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan (Ignatius Roni Setiawan,
2002 dalam Sugiyanto, 2008: hal. 13).
Repositioning peran sumber daya manusia
82
dilakukan dengan mengubah pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia
yang semula dengan konsep people issues menjadi people related business issues yang
didefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu dikaitkan dengan peran aktif sumber
daya manusia.
Peran sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi
sumber daya manusia dalam pengelolaan bisnis. Schuller dan Jackson, 1997, Ulrich D,
1997 dalam Sugiyanto, 2008, menawarkan empat hal pokok yang berkenaan dengan
peran sumber daya manusia, yaitu menjadi mitra strategis (strategic partner), menjadi
ahli administrasi (administrative expert), menjadi pelopor/pejuang (employee champion),
dan menjadi agen perubahan (agent of change).
Hasil analisis Sugiyanto (2006: hal. 9), kinerja perusahaan koperasi di Indonesia pada
tahun 2003 dan 2004, dari kinerja pengembalian asset yang ditanamamkan dalam
perusahaan koperasi dengan ukuran Return on Asset (ROA) rata-rata hanya sekitar 7,52
%. Ketersediaan sumber daya manusia yang handal untuk mengelola bisnis koperasi juga
masih kuarang. Tidak semua koperasi memiliki manajer, hanya satu dari empat koperasi
yang telah mampu memiliki manajer.
Rata-rata partisipasi kontributif anggota
(kontribusi modal) hanya sebesar Rp 435,614,Rendahnya rata-rata kinerja koperasi, terutama dilihat dari efisiensi usaha (Rentabilitas
ekonomi) secara empiris berkaitan erat dengan lemahnya proses manajemen yang diawali
dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan, dan pengendalian termasuk
juga lemahnya sistim renumerasi, dan sistim karier. Dari 9 (sembilan) koperasi yang
diobservasi hanya 2 (dua) koperasi atau 22,22 % saja yang telah menerapkan prinsip dan
proses manajemen dengan relatif baik. Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan
bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan karena koperasi tidak memiliki cukup sumber
83
daya yang kompeten di bidang manajerial, atau memiliki pengetahuan dan kompetensi
yang cukup baik tetapi tidak memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan ilmu
manajemen di koperasi. Kedua faktor penyebab ini sama-sama memiliki pengaruh
dominan terhadap positioning koperasi yang buruk.
Positioning koperasi di era globalisasi perdagangan bebas hanya dapat dipertahankan bila
koperasi mampu dikelola dengan baik agar memberikan manfaat ekonomi bagi
anggotanya melalui penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat disediakan koperasi
bagi anggota. Karena manfaat ekonomi inilah anggota akan loyal berpartisipasi terhadap
koperasinya.
Ropke (1989), Andang K.Ar (1993) dalam Sugiyanto (2006: hal 12) mengajukan model
matrik positioning koperasi dari hubungan antara partisipasi anggota dengan
profesionalisme manajemen dalam menentukan keberhasilan koperasi untuk mencapai
tujuan sebagai berikut.
Profesionalisme
manajemen/Partisipasi
anggota
Partisipasi anggota Tinggi
Profesionalisme tinggi
Profesionalisme rendah
Koperasi berkembang baik
Prtisipasi Anggota Rendah
Koperasi Mati Pelan-pelan
Koperasi berkembang
lambat
Koperasi mati dengan
segera
Sumber: Ropke (1988), dalam Sugiyanto (2006)
Apabila matriks ini digunakan untuk memotret kondisi 9 (sembilan) koperasi sampel
yang di observasi, maka positioningnya adalah sebagai berikut:
1. Koperasi berkembang baik: 3 koperasi atau 33,33 % (KPSBU Lembang, KSP
Trisula Majalengkan dan KSP Surya Abadi Mandiri).
84
2. Koperasi berkembang lambat: 2 koperasi atau 22,22 % (KUD Trisula, KUD
harapan tani)
3. Koperasi mati pelan-pelan : 3 koperasi atau 33,33 % (GKSI Jawa Barat, Puskud
Sumatera Utara, dan KUD Karya Teguh).
4. Koperasi mati dengan segera : 1 koperasi atau
11,1 % (KUD Setia Tani,
Sumatera Utara).
Untuk memberikan bencmark tentang positioning, ada baiknya koperasi belajar
dari perusahaan-perusahaan yang sukses, seperti untuk kasus di indonesia diterapkan
oleh perusahaan Jamu Sido Muncul dan kedai kopi ” Exelso”. Kedai kopi ”Excelso”
dibangaun dan dikembangkan dengan strategi pemasaran yang baik.
General
manager PT. Excelso Multi Rasa (EMR) terdorong agresif karena melihat dan
menyaksikan pertumbuhan kedai kopi bermerek akhir-akhir ini. Dulu pemilik Group
Kapal api, Soedomo berprinsip lebih baik lw profile dan tidak perlu berpromosi
berhubungan dengan media masa. Meskipun Excelso dikembangkan sejak tahun
1990 karena tidak dipromosikan dengan baik orang tidak banyak mengenalnya,
padahal Excelso adalh pionir di bidang bisnis ini.
Konsumen lebih mengenal
”Starbucks” dan Coffe Bean&Tea Leaf.
Di sebagian negara maju minum kopi di coffy shop sudah menjadi bagian dari gaya
hidup sehingga bisnis resto caffe menjamur. Dorongan membuat kedai kopi juga
dipicu kenyataan Goup Kapal Api menguasaia bahan mentah kopi. Group ini
dikatakan sebagai pemimpin pasar kopi eceran. Apa lagi pimpinan perusahaan ini
memiliki jaringan yang luas dan dikenal dekat dengan para petani kopi di seluruh
sentra produksi kopi di Indonesia.
Setelah menggodok perencanaannya, setahun berikutnya, 1991, mulailah Goup
Kapal Api membuka gerai pertama di Jakarta, dengan mengambil lantai dasar Plaza
Indonesia. Sambutan masyarakat cukup menggembirakan meskipun secara
keseluruhan belum terjadi ledakan permintaan. Berikutnya, EMR kembali membuka
gerai di Legian, Bali. Setelah itu dari tahun ke tahun EMR terus memperbanyak
85
gerainya. Ternyata saat ini ”Excelso” memiliki jumlah gerai terbanyak di Indonesia
dan beberapa diantaranya di luar negeri. Dalam pandangan para pakar pemasaran,
”Excelso” berhasil melakukan penetrasi pasar yang gemilang. Strategi yang tepat
dalam mengangkat citra merek ke kelas yang lebih tinggi. Kehadiran Excelso selain
mengangkat citra Group Kapal Api, juga berpotensi melahirkan kedai kopei dengan
merek yang kuat. Merek yang mereka gunakan memberikan citra internasional.
Banyak yang mengira Excelso juga merupakan kedai kopi asing seperti halnya
pesaingnya Starbucks dan Coffe Bean & Tea Leaf.
Sudah barang tentu merek itu tidak akan berbunyi jika tidak diikuti implementasi
elemen-elemen strategi pemasaran lainnya secara tepat. Pada tahap awal, jelas soal
pemilihan lokasi gerai. Di sini EMR tak asal dalam memilih lokasi seperti pada mal
atau pengelola property yang sebelumnya ramai pengunjung. Dengan pola itu selain
mempermudah penetrasi, Excelso juga tidak perlu repot-repot berpromosi habishabisan untuk menyedot pengunjung. Excelso juga mulai mengembangkan gerainya
ke gedung pusat-pusat perkantoran mewah dan ternama bahkan ke kampus UI dan
Airlangga.
Agar menjaring lapisan yang lebih luas, EMR membuat tiga jenis kedai kopi Excelso
dengan target pasar dan positioning yang berbeda. Pertama, Kafe Excelso.
Ini
merupakan jenis kedai kopi pertama yang dikembangkan. Targetnya adalah kalngan
profesional, eksekutif dan ekspatriat. Jumlah kafe jenis ini paling banyak yaitu 25
gerai yang tersebar di mal di pusat-pusat kota bisnis Indonesia.
Kedua, Excelso Expres. Dikembangkan dengan positioning sebagai take away coffe
shop yang mengedepankan kepraktisan minum kopi sehingga biasanya hanya
berbentuk counter atau cart. Menu makanan dan minuman yang ditawarkan terbatas
demikian pula media penyajiannya. Segmen pasar yang dibidik adalah anak muda,
mahasiswa dan peminat kopi yang ingin praktis.
86
Ketiga, de’ Excelso. Tipe kafe ini bisa dikatakan paling eksklusif di banding dua
lainnya.
Konsepnya dibuat perpaduan antara resto dengan kafe dengan pilihan
makanan, minuman dan menu yang lebih banyak dan lebih baik untuk kalangan
segmen menengah atas dan kelompok usia mapan. Gelas dan piring didisain khusus,
lebih mewah. Bila di kafe Ekscelso kursi tamu hanya dari kayu tanpa alas sofa, di
de’ Excelso semua kursi berlapis sofa yang nyaman. Tentu saja EMR melengkapi
kedai-kedai Excelso dengan sejumlah keunikan.
berbeda dengan
kafe lain..
Excelso buka
Jam operasional Excelso tidak
pukul 7 pagi
sampai 10 malam,
sedangkan kedai yang ada di mal buka dari pukul 10 pagi hingga jam 9 malam. Dari
sisi harga, demi mendapatkan derajat deferensiasi dari para kompetitor, manajemen
EMR memasang strategi harga yang tidak setinggi sejumlah kafe asing. Hal ini
dilihat dari harga minuman dan makanan yang lebih terjangkau dibanding kedai
kopi asing.
Saat ini menurut pihak manajemen EMR sudah merasa puas dengan kinerja kedai
kopinya, meskipun pada tahun-tahun awal merasa kesulitan untuk mendidik pasar
dan mencari positioning yang tepat. Tetapi pada akhirnya konsumen penikmat kopi
di kafe menjadi semakin bayak sebagai bagian dari gaya hidup. Menurut sumber di
EMR saat ini Omzetnya mencapai lebih dari Rp 50 milyar per tahun.
Dari uraian di atas terdapat beberapa pelajaran yang menarik yang perlu diadopsi dan
diadaptasi oleh koperasi dalam rangka mereposi pengembangan bisnisnya.
Positioning yang baik dibangun dengan perencanaan dan strategi bisnis yang matang
yang dimulai dengan tahapan: (1) Identifikasi kekuatan dan kelemahan internal
perusahaan, (2) Identifikasi peluang dan tantangan lingkungan bisnis eksternal, (3)
Identifikasi dan analisis peluang pasar, (4)Segmentasi pasar, (5) Positioning, dan (6)
Merancang strategi pemesaran ( product, place, promotion dan price) atau strategi
bisnis.
87
BAB V.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian empiris yang dilakukan melalui observasi lapangan, studi literatur
dan pengumpulan pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pprospek koperasi
dilihat dari perspektif ilmu manajemen bisnis
sesuai dengan
enam pertanyaan
penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
(1)
Dari disiplin ilmu manajemen bisnis, perubahan lingkungan bisnis
global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu
manajemen modern yang mendorong reformulasi tujuan, reformulasi
strategi, restrukturisasi, dan realokasi sumber daya organisasi kearah
yang lebih inovatif untuk menciptakan keunggulan kompetitif di
pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di
koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan
dengan tuntutan perubahan.
(2)
Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan
proses
manajemen
yang
fundamental
terletak
pada
proses
perencanaan yang tidak menggunakan kaidah kaidah perencanaan
yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya berorientasi
jangka pendek yang sempit, belum mampu menyusun rencana jangka
panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis, secara
simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, dan pengendalian.
Kondisi ini menyebabkan bisnis
koperasi kebanyakan gagal
memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya
dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha
koperasi bayak yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya,
koperasi hanya menjalankan fungsi dagang, tidak menciptakan nilai
tambah, dikelola dengan tidak efisien.
(3)
Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan
rasional
akan
mencari
kelembagaan
ekonomi
yang mampu
88
memberikan manfaat ekonomi dan sosial lebih baik. Melihat kondisi
yang ada, dimana pada umumnya koperasi tidak mampu memberikan
manfaat
kepada anggotanya, dipastikan tidak memiliki prospek
untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti koperasi
simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam
beberapa tahun ke depan akan bertahan hidup.
(4)
Proses pengembangan koperasi baik di tataran mikro (koperasi
sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan pemerintah) belum
sepenuhnya sejalan dengan teori manajemen bisnis.
Hanya sedikit
koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis dengan
baik terbukti
usahanya berkembang dan memiliki daya tahan
terhadap tekanan persaingan.
Koperasi yang dimaksud pada
umumnya adalah koperasi simpan pinjam (singgle purpose) dan
koperasi peternakan (singgle commodity multi purpose). Dari sudut
kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan pinjam koperasi
tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah
melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.
(5)
Untuk sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat
karena
koperasi tidak mampu menghantarkan nilai dan manfaat
ekonomi yang lebih baik bagi anggota dan masyarakat pada
umumnya. .
4.3.Rekomendasi.
Berdasarkan hasil kajian dan kesimpulan prospek koperasi diatas, maka dapat
disampaikan
rekomendasi
sebagai
pendekatan
pemberdayaan
dan
pengembangan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari perspektif
manajemen bisnis sebagai berikut:
(1) Pihak manajemen di koperasi dalam hal ini pengurus dan manajer harus
segera meninggalkan cara-cara lama (konvensional) dalam pengelolaan
koperasi dengan mengadopsi dan mengadaptasi manajemen bisnis
89
modern. Melakukan reformulasi tujuan koperasi sesuai dengan tuntutan
kebutuhan anggota yang dinamis dan tuntutan persaingan.
(2) Pihak manajemen di koperasi
perlu memperbaiki kinerja koperasi
dengan mengembalikan peran dan funsi koperasi yaitu kepada yang
seharusnya yaitu koperasi yang berlandaskan dasar-dasar
self help
(menolong diri sendiri), self relience (percaya diri), self responsibility
(bertanggung jawab atas dirinya), sehingga dengan demikian kaidahkaidah koperasi yaitu efisiensi secara keseluruhan dan khususnya dalam
pelayanan anggota dapat diciptakan.
(3) Kebutuhan akan implementasi manajemen modern di koperasi harus
tumbuh dari lingkungan intrnal koperasi, meskipun pada tahap awal
pemerintah dapat bertindak sebagai agen perubahan untuk memprakarsai
proses perubahan sikap dan prilaku pihak manajemen koperasi melakukan
bencmarking manajemen modern dari berbagai sumber.
90
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Ekonomi Mikro, Yogyakarta : BPFE-UGM, 1986.
Bernardin, H. John, Joyce, et al. Human Resource Management, An Experiential
Approach, International Edition: Mc Graw-Hill, Inc, Singapore, 1993.
Baswir, Reprisond, Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan dalam diskusi
terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi, Yogyakarta, 2007.
Creech, B, Lima Pilar TQM, diterjemahkan oleh Sindoro A, Binarupa Aksara, 1996.
Dulfer, Eberhard, Corporate culture of Coopetatives, Dalam International Hanbook
of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994.
Dulfer, Eberhard, Evaluation of Cooperative Organization, Dalam International
Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994.
Dulfer, Eberhard, Structural Types of Cooperatives, Dalam International Hanbook of
Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994.
Ferguson, C.E. Micro Economic Theory. New York, Mc Graw-Hill, 1984.
Gupta, V.K, et al, Guidance for Agricultural Cooperative Management, IIM,
Ahmadabad, India, 1985.
Gaspersz, Vincent, Manajemen Bisnis Total, Penerbit Afabeta, Bandung, 1997.
Gibson, James L, at all, Fundamentals of Management, Richard D. Irwin, Inc, 1995.
Hanel, Alfred, Basic Aspect Of Cooperative and Political for their Promotion in
Developing Countries, Marburg, West Germany, 1985.
Hanel, Alfred, Oficialization of Cooperatives, Marburg, West Germany, 1985.
Hann, Dietger and Kaufmann, Lutz, Strategic Aliances, Dalam International Hanbook
of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994.
Hasibuan, Malayu, S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT. Bumi
Aksara, Jakarta, 2005.
Hamid, Abdul, Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan, Tesis untuk
memperoleh Gelar Magister Manajemen di program MM, Ikopin, Bandung,
2003.
91
Kasali, Reinald, Change Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Lewis and Smith, Total Quality In Higher Education, Delray Beach, Florida, St.
Lucie Press, 1996.
Milkovich, George T, et al, Human Resource Management: A Diagnostic Approach,
Fith Edition: Business Publication, Inc. Plano, Texas, 1988.
Mulawarman, Aji Dedi, Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis
Koperasi, Digali Dari Realitas Masyarakat Indonesia, Makalah dipresentasikan
dalam Diskusi Panel Kajian Koperasi di Universitas Negeri Malang, Desember
2007.
Nirbito, J.G, Profesionalisme Dalam Pengelolaan Usaha Koperasi Yang Berbasis
Nilai: Strategi Untuk Mewujudkan Lewat Diklat dan Pemberlakuan Kode Etik,
Makalah disampaikan pada Diskusi Terbatas Tentang Profesionalisme
Pengelolaan Koperasi Dalam Era Kompetisi Global, Malang, Desember 2007.
Robert Kreitner, Angelo Kinicki, Organizational Behavior, Irwin/Mc Graw Hill,
1998.
R. Wayne Mondy, et all, Human Resource Managemen, Prentice Hall International,
New Jersey, 1998.
Ropke, Jochen, Strategic Management of Self-Help Organization, Marburg,
Germany, 1992.
Ropke, Jochen, The Economic Theory of Cooperatives Enterprise in Developing
Countries, With special Reference of Indonesia, Marburg, Germany, 1992
Ropke, Jochen, Coope Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal
Management, Fith Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996.,
Managemen, Sixth Edition, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey,
1996.
Rianto, Bambang, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, PT. BPFE, Yogyakarta,
1995.
Ropikoh, Opik, Evaluasi Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Turunnya Perputaran
Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomi Pada KUD Ciptaraharja. Tesis untuk
memperoleh gelar Magister Manajemen pada program MM, Ikopin, Bandung,
2003.
Suryati, Lilis, Partisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan
Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi Pada
92
KUD Ngupaya Mina, Indramayu, Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi, Ikopin, Bandung, 1997.
Sugiyanto, Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja
Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi Di Jawa
Barat, Disertasi Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Pajajaran,
Bandung, 2006.
Savitri Dewi, Lely, Pengaruh Kualitas Kewirausahaan Pribadi Manajer Terhadap
Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung, Tesis untuk memperoleh gelar
Magister Sain pada program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran, Bandung,
2001.
Tjiptono dan Handoko, Kepemimpinan dan Manajemen SDM dalam Lingkungan
Organisasi, TQM Magazine, vol 7, 1997.
Umar, Ade, Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen di Ikopin,
2006.
Wirasasmita, Yuyun, Strategi Pembangunan Sektor Perkoperasian yang
Mengerahkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Koperasi, dalam
Rusidi dan Maman Suratman (penyunting), Pokok-Pokok Pikiran Tentang
Pembangunan Koperasi, Penerbit Ikopin, Jatinangor, 1990.
Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal Management, Fith
Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996.
93
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel 4.1. Keragaan Dokumen Perencanaan Pada Koperasi Sampel (lampiran)
Nama
Koperasi
KPSBU
Lembang
KUD Karya
Teguh,
Lembang
GKSI, Jawa
Barat
Jenis Koperasi
Koperasi
peternakan,
single
commodity
multy purpose
Koperasi
pertanian,
multy
commodity
multy purpose
Koperasi
sekunder
Jenis Rencana Dokumen
Tertulis
5. Rencana
1. Ada dalam
Strategis
bentuk buku
6. Rencana
Renstra
Program
taktis
2. Ada tertulis
dirumuskan
dalam
sasaran
bidang,
yaitu
kelembagaa
n,
persusuan
dan bidang
pelayanan
dan
usaha/bisnis
-Tidak
memiliki
Renstra.
- ada tertulis
- Hanya ada
disajikan tiap
rencana
bidang,
program kerja
organisasi dan
taktis dengan
manajemen,
Rencana
bidang usaha,
Anggaran
permodalan dan
Pendapatan dan bidang
Belanja
kesejahteraan
Koperasi
anggota dan
(RAPBK)
pengelola.
6.1.
- Pada masa
kejayaannya di
era tahun 80
han hingga 90
pernah
Keragaan
kualitatif
1. Baik
2. Cukup
sampai baik
- Cukup baik
-
94
KUD Trisula,
Majalengka
KSP Trisula,
Majalengka
PUSKUD
Sumatera Utara
KSP Surya
Abadi Mandiri,
Sumut
KUD Harapan
Tani, Sumut
Koperasi
pertanian,
multy
commodity
multy purpose
Koperasi
Simpan Pinjam,
single purpose
Koperasi
sekunder
Koperasi
Simpan Pinjam
Koperasi
Pertanian (basis
Kelapa sawit )
serba usaha
memiliki
Renstra.
- Saat ini
cenderung jalan
di tempat dan
hanya ada
rencana
program taktis
dengan RAPBK
- Memiliki
Renstra
- Memiliki
rencana
program
operasional
dengan RAPBK
tahunan
- Renstra
- Memiliki
rencana
program
operasional
dengan RAPBK
tahunan
- Dulu pada
saat masa
kejayaannya
memiliki
Renstra.
- Saat ini hanya
ada rencana
program
tahunan dan
RAPBK
- Belum
memiliki
Renstra
- Memiliki
rencana
program
dengan RAPBK
- Belum
memiliki
renstra
- Hanya ada
rencana
- ada tertulis
dengan bidangbidang
- Cukup
- Tidak ada
-
- Ada tertulis
yang diuraikan
per bidang
- Baik
- tidak ada
- Ada tertulis
yang diuraikan
per bidang
- Cukup
- tidak ada
- Baik
- tidak ada
- Ada tertulis
- cukup
dijabarkan per
bidang usaha
dan permodalan
- Tidak ada
-
- Ada tertulis
dengan target
yang sudah
jelas.
- Tidak ada
- Baik
- Ada tertulis
dengan sasaran
- Cukup baik
-
95
KUD Setia
Tani
Koperasi
pertanian (basis
pangan) serba
usaha
program
tahunan dan
RAPBK.
- Tidak ada
renstra
- Hanya ada
rencana
program
tahunan dan
RAPBK
per bidang
- Tdak ada
-
- Ada tertulis
dalam laporan
tahunan
- Cukup
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.
96
Lampiran 2
Tabel 4.2. Keragaan Proses Pengorganisasian pada Koperasi Sampel (lampiran 2)
Nama
Koperasi
KPSBU
Lembang
KUD
Karya
Teguh,
Lembang
KUD
Trisula,
Majalengk
Kedalaman dan
kelebaran struktur
- Pengurus 3 orang
(Ketua, sekretaris,
bendahara)
- Pengawas 3 orang
- Manajer 2 orang
- Kepala Unit 7
orang
- Kepala sub unit. 7
orang
- Kepala seksi 9
orang
-Karyawan
termasuk menejer
berjumlah 150 orang
- jumlah anggota
dan calon anggota
yang dilayanani
6.163 orang
- Rasio karyawan
dengan anggota
yang dilayani 1 : 41
- Kepengurusan
dengan formasi
ketua, sekretaris dan
bendahara
- Pengawas dengan
formasi ketua dan
sekretaris
- Manajer utama
- Manajer Umum
- Manajer Keuangan
- Karyawan pusat
selain manajer 6
orang
- Karyawan unit 73
orang
- jumlah karyawan
keseluruhan 82
orang
- Jumlah anggota
dan calon anggota
yang dilayani 839
- Rasio karyawan
dengan anggota
yang dilayanani 1:
10
- Kepengurusan
dengan formasi 3
ketua, sekretaris dan
Disain Tugas
a. Unit Bisnis:
- Pemasaran
susu
-Pertokoan
-Pembibitan
sapi
b. Unit
Pelayanan
-Perkreditan
-Pakan ternak
-Inseminasi
buatan dan
Keswan
-Penyuluhan
c.Kelembagaa
n
-Diklat
-Sapi afkir
d.Administrasi
Keuangan
-Unit Simpan
Pinjam
-Unit Kelistrikan
-Unit Usaha
Waserda
- Unit Wartel
- Unit Mini
Market
- Unit Usaha
Dedak
- Unit Usaha
beras
- Unit listrik
Uraian Tugas
- Uraian tugas
ada secara
tertulis dengan
rinci dan jelas.
- Untuk tugas
operasional
didukung dengan
SOP
- Uraian tugas
tertulis dan
terbatas hanya
sampai Manajer
- Belum
memiliki SOP
- Uraian tugas,
pembagian
wewenang dan
Sistim
komando
- Prinsip
kesatuan
komando
diterapkan
dengan baik
-Model
organisasi
garuis dan
staf dengan
pola
pengambilan
keputusan
partisipatif
- Kesatuan
komando
tidak jelas
Pengambila
n keputusan
cenderung
sentralistik
- Prinsip
kesatuan
komando
Rentang
Kendali
- Dari
Pengurus
hingga kepala
seksi secara
hirarkhi
terdapat 5
jenjang
-Seorang
atasan paling
banyak
membawahi 9
bawahan.
-dengan
tingkat
teknologi,
fasilitas dan
tingkat
pendidikan,
rentang
kendali cukup
baik
- Untuk unit
distribusi dan
unit
perkreditan
dan jasa
dengan
masingmasing
karyawan 54
orang dan 18
orang rentang
kendali
cukup
melebar
- Cukup
sesuai dengan
97
Fleksibilitas
- terdapat
fleksibilitas
disain
organisasi
sesuai dengan
kebutuhan
dan
perkembanga
n organisasi
-Organisasi
masih cukup
sesuai dengan
tipe bisnis,
cakupan
wilayah kerja
dan jumlah
anggota yang
dilayani
- Organisasi
gemuk,
kurang lincah
- Struktur
organisasi
yang ada
sekarang
dalam lima
tahun terakhir
cenderung
tidak berubah
- Sangat
fleksibel dan
a
KSP
Trisula,
Majalengk
a
PUSKUD
Sumatera
Utara
bendahara.
- Pengawas dengan
formasi 3
- manajer
- kepala unit 3 orang
- Karyawan 20
orang
- jumlah anggota
yang dilayani 2200
orang
- rasio karyawan
dengan anggota 1 :
110
- Kepengurusan
formasi 3 orang
- Manajer 1 orang
-Karyawan 10 orang
- Anggota yang
dilayani 831 orang
-Kepengurusan
formasi 5 yaitu
Ketua umum, Ketua
I, Ketua II,
Sekretaris, dan
Bendahara.
- Pengawas formasi
3, yaitu Ketua,
Sekretaris, dan
Anggota
- Direktur/Manajer 1
Orang
- Sekretariat 4 orang
- Unit Simpan
Pinjam 8 Orang
- Unit Usaha Pupuk
2 Orang
-Perwakilan Karo 1
Orang
- Total Karyawan 16
- Unit pangan
dan RMU
- Unit ternak
dan Perikanan
- Unit saprotan
menjadi unit
otonom dan
sekarang
menjadi
Koperasi
Pertanian dengan
Badan Hukum
tersendiri.
- Unit Simpan
pinjam juga
menjadi KSP
dengan Badan
Hukum
tersendiri.
- KUD juga
mendirikan Unit
Bisnis dengan
Badan Hukum
Perseroan
terbatas
- Unit
Permodalan
(simpanan)
- Unit Pinjaman
- Bagian
akuntansi
keuangan
- Pengurus
- Pengawas
- Kesekretariatan
- Manajer
- Unit aaasimpan
Pinjam
- Unit Pupuk
tanggung jawab
sudah
dideskripsikan
secara tertulis
diterapkan
- Uraian tugas
dan pembagian
wewenang setiap
bagian/unit kerja
dideskripsikan
secara tertulis.
- Prinsip
kesatuan
komando
dijalankan
- Uraian tugas
dalam bentuk job
descripsi ada
tertulis
- Prinsip
kesatuan
komando
dijalankan
teknologi dan
sarana kerja
yang ada
- Cukup
sesuai dengan
jenis /tipe
bisnis layanan
jasa keuangan
- Rentang
kendali sesuai
dengan
besaran
organisasi
98
dinamis
- Untuk
mengantisipas
i perubahan
lingkungan,
terbukti KUD
melakukan
restrukturisasi
organisasi
denan
menjadikan 2
unit usahanya
menjadi
Koperasi baru
dan membuka
unit bisnis
yang
berbadan
hukum PT
(Mirip model
Holding
Company)
- Cukup
pleksibel
dibuktikan
dengan
adanya
dinamika
pembagian
tugas.
- Kurang
fleksibel
- Struktur
Kepengurusa
n terlalu
gemuk
dengan
formasi
model lama
KSP
Surya
Abadi
Mandiri,
Sumut
KUD
Harapan
Tani,
Sumut
KUD
Setia Tani
orang
- Anggota Yang
dilayani 387 Unit
Koperasi
- Rasio Karyawan
dengan anggota 1 :
24
- Kepengurusan
formasi 3, yaitu
Ketua Sekretaris dan
Bendahara
- Pengawas formasi
3, Ketua Sekretaris
dan Anggota.
- Penasihat formasi
4 yaitu Ketua,
Sekretaris, dan 2
orang anggota
- Manajer 1 Orang
- Kasir 1 Orang
- Pegawai 3 Orang
- Jumnlah karyawan
5 Orang
- Jumlah anggota
dilayani 644 Orang
- Rasio karyawan
dengan anggota
yang dilayani 1:129
-Struktur
kepengurusan 3
orang, yaitu Ketua
Sekretaris dan
Bendahara
- Struktur pengawas
3 Orang
- Manajer Utama
1 orang
- Personalia unit
Pelayanan 20 orang
- Ketua kelompok
unit wilayah
pelayanan 22 orang
- Jumlah anggota
yang dilayani 978
orang
- Rasio karyawan
(tidak termasuk
ketua kelompok)
dengan anggota
yang dilayani adalah
1 : 40
- Struktur
kepengurusan 5
orang, yaitu Ketua I,
Ketua II, Sekretaris
I, Sekretaris II, dan
- Pengurus
- Pengawas
- Penasihat
- Manajer
- Staf
- Uraian Tugas
dideskripsikan
secara tertulis
yang membagi
wewenang dan
tanggung jawab
dengan baik
- Prinsip
kesatuan
komando
dijalankan
dengan baik
dengan
pengambilan
keputusan
- Rentang
kendali cukup
efektif
dibantu
dengan
teknologi
Komputerisas
i
- Dengan
sekala
bisnisnya,
organisasi
cukup
ramping dan
fleksibel
(sudah mirip
lembaga
keuangan
Bank )
- Pengurus
- Pengawas
- Manajer Utama
- Staf
- Ketua
kelompok
berdasarkan unit
wilayah kerja
- Disain kerja
menggunakan
model kombinasi
antara unit bisnis
dengan
pendekatan
wilayah
- Uraian tugas
sudah dirinci
secara tertulis
- Sistim
kesatuan
komando
dijalankan
sesuai
prinsipnya
pengambilan
keputusan
melibatkan
staf dan
wakil-wakil
kelompok
- Rentang
kendali cukup
efektif
dibantu
dengan
teknologi
komputerisasi
dan sistim
kelompok
anggota pada
unit wilayah
kerja yang
menyebar
- Meskipun
organisasi
cukup besar,
koperasi ini
cukup lincah
dalam
mengembang
kan bisnis
untuk
menangkap
peluang usaha
- Pengurus
- Pengawas
- Penasihat
- Staf
- Uraian tugas
tertulis ada
Prinsip
kesatuan
komando
tidak jelas,
karena
- Rentang
kendali cukup
sederhana
karena hanya
tersisa 1 unit
- Organisasi
gemuk diatas
(model
piramida
terbalik),
99
Bendahara.
- struktur pengawas
3 Orang
- Badan Penasihat 4
orang
- Staf 2 Orang
- Jumlah anggota
tercatat 704 orang
pengurus
memegang
jabatan
rangkap di
luar koperasi
usaha Simpan
pinjam
dengan 2
orang
karyawan
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.
100
lemah pada
bagian
operasional
bisnis
- Koperasi ini
pada saat
dukungan
pemerintah
kuat maju,
tetapi
menghadapi
masalah
kredit
program yang
macet
Lampiran 3
Tabel 4.3. Keragaan Proses Pengendalian di Koperasi Sampel
Nama
Koperasi
KPSBU
Lembang
KUD Karya
Teguh,
Lembang
KUD
Trisula,
Majalengka
KSP
Trisula,
Majalengka
PUSKUD
Sumatera
Utara
Standar dan
metoda
baik
Pengukuran prestasi
Analisis
Tindakan korektif
baik
Baik
Cukup
Cukup
Kurang
Kurang
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
KSP Surya
Abadi
Mandiri,
Sumut
KUD
Harapan
Tani,
Sumut
KUD Setia
Tani
Cukup
Cukup
cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Baik
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sampel, 2007.
Tabel 4.4.
Keragaan Sistem Renumerasi Pada Koperasi Sampel (masuk dalam
kolom pengorganisasian) + insentif lain
Nama
Koperasi
Jumlah
Karyawan
Tingkat
pendidikan
Dasar
Pertimbangan
Komponen
Kompensasi
KPSBU
Lembang
24 1 orang
- Sarjana 10 orang
- D3 7 orang
- SLTA 129 orang
- SLTP 51 orang
- SD 54 orang
- Pendidikan
- beban kerja
- Pengalaman
- UMR
- Gaji pokok
- Tunjangan transpor
- beras
- hari tua
- asuranis kesehatan
- Bonus prestasi
KUD Karya
Teguh,
Lembang
88 orang
Berkisar dari SD
hingga Sarjana,
dengan rincian
tidak jelas
- UMR
- Kemampuan
koperasi
- tidak jelas
KUD
Trisula,
20 orang
Berkisar antara SD
sampai Perguruan
- jenis pekerjaan
- UMR
- gaji pokok
-tunjangan beras
Nominal
Kompensasi
(Rp)
Berkisar
paling rendah
Rp 850 ribu
sampai paling
tinggi level
manajer Rp 7
juta per bulan.
Berkisar antara
paling rendah
Rp 350 ribu
sampai dengan
Rp 2 juta per
bulan.
Berkisar antara
Rp 600 ribu
101
Majalengka
tinggi, tidak dirinci
dengan jelas
- prestasi kerja
KSP
Trisula,
Majalengka
11 orang
Berkisar antara SD
sampai Perguruan
tinggi, tidak dirinci
dengan jelas
- jenis pekerjaan
- UMR
- prestasi kerja
PUSKUD
Sumatera
Utara
16 orang
- SLTA 15 orang
- Sarjana 1 Orang
- UMR
- transportasi
- DPLK selektif (tidak
semua karyawan)
- gaji pokok
-tunjangan beras
- transportasi
- DPLK selektif (tidak
semua karyawan)
Tidak jelas
KSP Surya
Abadi
Mandiri,
Sumut
4 Orang
- Sarjana 1 orang
- D3 4 orang
- UMR
Lump sum
KUD
Harapan
Tani,
Sumut
KUD Setia
Tani
21 orang
- S1 1 orang
- SLTA 15 orang
- SLTP 5 orang
- UMR
- Lump sum
- Bonus dari SHU (15
%)
2 orang
- D3 1 orang
- D1 1 orang
- tidak jelas
Lump sum
sampai dengan
Rp 1,5 juta per
bulan
Berkisar antara
Rp 600 ribu
sampai dengan
Rp 1,5 juta per
bulan
Berkisar antara
Rp 850 ribu
sampai dengan
Rp 2 juta per
bulan
Berkisar antara
Rp 800 ribu
sampai dengan
Rp 2,7 juta per
bulan
Berkisar antara
Rp 600 ribu
sampai Rp 800
ribu per bulan
Sekitar Rp 500
ribu per bulan
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.
102
Lampiran 5.
Tabel 4.5. Keragaan Sistim Karier di Koperasi Sampel
Nama
Koperasi
Jumlah
Karyawan
Tingkat
pendidikan
Jenjang
Jabatan
Tersedia
- Staf
- Kepala seksi
- Kepala unit
- Manajer
- General
Manager
- Staf
-Kepala Unit
- Manajer
- Manajer Utama
KPSBU
Lembang
24 1 orang
- Sarjana 10 orang
- D3 7 orang
- SLTA 129 orang
- SLTP 51 orang
- SD 54 orang
KUD Karya
Teguh,
Lembang
88 orang
Berkisar dari SD
hingga Sarjana,
dengan rincian
tidak jelas
KUD
Trisula,
Majalengka
20 orang
Berkisar antara SD
sampai Perguruan
tinggi, tidak dirinci
dengan jelas
- Staf
- Kepala Unit
- Manajer
KSP
Trisula,
Majalengka
11 orang
Berkisar antara SD
sampai Perguruan
tinggi, tidak dirinci
dengan jelas
- Staf
- Kepala Unit
- Manajer
PUSKUD
Sumatera
Utara
16 orang
- SLTA 15 orang
- Sarjana 1 Orang
KSP Surya
Abadi
Mandiri,
Sumut
4 Orang
- Sarjana 1 orang
- D3 4 orang
- Staf
- Kepala
perwakilan
- Kepala unit
-Manajer
- Staf
- Kasir
- Manajer
KUD
Harapan
Tani,
Sumut
21 orang
- S1 1 orang
- SLTA 15 orang
- SLTP 5 orang
- Staf
- Kepala unit
- Manajer
- Manajer Utama
KUD Setia
Tani
2 orang
- D3 1 orang
- D1 1 orang
- staf
Penerapan
Persepsi
Karyawan
- Diterapkan diawali
dari sistim rekruitasinya
- Ada analisis jabatan
- promosi jabatan
- Rotasi/mutasi kerja
tiap dua tahun
- Cenderung belum
menerapkan sistim
promosi
- Hanya penggantian
karyawan kalau ada
yang keluar
- Promosi jabatan
terbatas hanya pada
beberapa karyawan
yang berprestasi
- Regenerasi lambat
- Promosi jabatan
terbatas hanya pada
beberapa karyawan
yang berprestasi
- Regenerasi lambat
- Promosi jabatan
terbatas
- sekali-sekali ada rotasi
- ada tetapi
terbatas pada
orang tertentu
- promosi
lambat
- Karena koperasi baru
berusia 3 tahun,
promosi jabatan belum
dilakukan
- Jenjang karier juga
terbatas
- Prmosi jabatan
terbatas sesuai dengan
kebutuhan
- Sekali-sekali
melakukan rotasi
jabatan
Belum ada sistim karier
karena kondisi koperasi
saat ini yang berjalan
hanya unit SP
Belum
merasakan
adanya
promosi
jabatan
- Tidak
merasakan
adanya
promosi
jabatan
- Ya ada tetapi
terbatas pada
lingkungan
keluarga
pengurus
- Ya ada tetapi
terbatas pada
lingkungan
keluarga
pengurus
Tidak
merasakan
adanya
promosi
- ya dilakukan
dengan
promosi
jabatan
terbatas
Tidak ada
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.
103
Lampiran 6.
Tabel 4.6. Keragaan Efisiensi Usaha Koperasi Sampel (tahun 2006)
Nama
Koperasi
Jenis Koperasi
KPSBU
Lembang
Koperasi
peternakan,
single
commodity
multy purpose
Koperasi
pertanian,
multy
commodity
multy purpose
Koperasi
sekunder
Koperasi
pertanian,
multy
commodity
multy purpose
Koperasi
Simpan Pinjam,
single purpose
Koperasi
sekunder
KUD Karya
Teguh,
Lembang
GKSI, Jawa
Barat
KUD Trisula,
Majalengka
KSP Trisula,
Majalengka
PUSKUD
Sumatera Utara
KSP Surya
Abadi Mandiri,
Sumut
KUD Harapan
Tani, Sumut
KUD Setia
Tani
SHU
(dlm jutaan
jutaan rupiah)
Total Modal
(Dalam jutaan
rupia)
1.204
70,7
-
Rentabilitas
Ekonomi (%)
25.732
4,35
4.429
1,6
-
-
82,0
2.120
3,9
72,1
1.330
5,4
214,6
4.208,9
5,1
Koperasi
Simpan Pinjam
246,2
2.809,3
8,8
Koperasi
Pertanian (basis
Kelapa sawit )
serba usaha
Koperasi
pertanian (basis
pangan) serba
usaha
139,1
( 1,4 )
4.374,3
2.036,5
3,2
( 0,006 )
Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.
104
Lampiran 7.
Tabel 4.7. Efisiensi Biaya Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit (%)
No Wilayah
Biaya
pinjaman
koperasi
Biaya
pinjaman
non
koperasi
Efisiensi
biaya
pinjaman
Daperma
koperasi
kredit
1
Bogor
1,68
6,88
5,20
0,23
Efisiensi
biaya
pinjaman
+
daperma
5,43
2
Cirebon
1,37
6,13
4,77
-
4,77
3
Priangan
1,54
6,27
4,74
0,15
4,89
4
Purwakarta
1,50
5,44
3,94
0,07
4,01
Rata-rata
1,54
6,32
4,77
0,14
4,91
Sumber: Sugiyanto ( 2006: hal. 226)
105
Lampiran 8.
PROSPEK KOPERASI DARI MANAJEMEN BISNIS
PERTANYAAN PEMANDU OBSERVASI UNTUK PENGURUS,
MANAJER DAN KRYAWAN KOPERASI
I.
Observasi mengenai pemahaman konseptual pengurus dan
menejer koperasi
1. Pemahaman konsep manajemen
2. Tugas-tugas manajerial yang dijalankan di koperasi
II.
Observasi fungsi dan proses manajemen
1. Dokumen rencana koperasi
jangka panjang (minimal
untuk 3 tahun), jangka menengah dan jangka pendek.
2. Visi, misi dan tujuan koperasi
3. Strategi dan program kerja koperasi
4. Mekanisme proses penyusunan rencana
5. Standart Operasional Prosedur
6. Pemahaman visi, misi dan tujuan
oleh pengurus,
pengelola dan karyawan
III.
Bentuk Organisasi dan Uraian Tugas
1. Bagan Struktur organisasi
2. Bentuk organisasi
3. Uraian tugas/deskripsi tugas
4. Fleksibilitas organisasi dari waktu kewaktu
5. Penerapan prinsip-prinsip pokok organisasi
6. Sarana kerja
7. Biaya organisasi dibandingkan dengan volume bisnis
8. Informasi pendukung
106
Kondisi SDM Pengurus Koperasi saat ini
Nama
Jabatan
umur
Pendidikan
formal
Diklat
yang
pernah
diikuti
Kondisi SDM Pengawas Koperasi Saat ini
Nama
Jabatan
Umur
Pendidikan
formal
Diklat
yang
pernah
diikuti
Perkembangan SDM anggota Koperasi
Tahun
Anggota
(orang)
Calon
anggota
(orang)
Masyarakat
yang
dilayani
(orang)
Wilayah
bisnis
koperasi
(Desa,
Kecamatan,
kabupaten,
propinsi,
nasional)
2004
2005
2006
107
IV.
Sistem Penggajian (renumersai)/Kompensasi
1. Dasar yang dipakai sistem penggajian
2. Kondisi sistem pengupahan, penggajian dan insentif
Nama
Um
Karyawan
ur
(th)
Pendidika
n
Formal
Tahun
masuk
bekerja
di kop.
Jabatan
Gaji
per
bulan
(Rp)
Insent
if
selain
gaji
(Rp)
108
V.
Sistem Rotasi dan Karier Pegawai
1. Tingkatan dan jenjang karier yang tersedia
2. Ada tidaknya perencanaan karier pegawai
3. Dasar sistem karier yang dianut
4. Kondisi karier pegawai yang ada
Nama
Um
Karyawan
ur
(th)
Pendidikan
Formal
Tahun
masuk
bekerja
di kop.
Jabatan
sekaran
g
Jabatan
sebelu
mnya
Lama
waktu
padajab
atan
sebelu
mnya
109
VI.
Analisis Positioning Koperasi
1. Penerapam analisis SWOT lingkungan bisnis koperasi
2. Identifikasi peluang bisnis
3. Segmentasi pasar
4. Positioning
5. Strategi bisnis
6. Uji petik informasi pendukung
Kinerja Pemasaran
Unit usaha
Volume
usaha
tahun
2004(Rp)
Volume
Usaha
tahun
2005(Rp)
Volume
Usaha
tahun 2006
(Rp)
Proporsi
transaksi
dengan
anggota
(%)
Strategi bisnis/pemasaran dalam menghadapi pesaing
Aspek strategi
Strategi yang ditempuh
koperasi
Strategi yang ditempuh
pesaing
Produk/jasa koperasi
Harga
Distribusi
110
Promosi
•
Koperasi
menerapkan
diskriminasi
harga
untuk
anggota
dan
non
anggota?.....................................................................................................................
.....
-----------------------------------------------------------------------------------------------------•
Koperasi menerapkan diskriminasi non harga untuk anggota dan non
anggota?.....................................................................................................................
......
•
Jumlah
pesaing
(usaha
sejenis)
di
wilayah
kerja
koperasi
=
.....................Perusahaan
•
Jangkauan layanan bisnis = lokal, regional, nasional, internasional.
•
Persepsi pengurus/manajer koperasi
terhadap posisi koperasi dibandingkan
dengan pesaing = lebih unggul, sama saja, kurang unggul/kalah bersaing.
•
Jika kurang unggul mengapa demikian
.......................................................................
.......................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
..........
.............................................................................................................................
•
Apa saran anda agar koperasi unggul dalam
persaingan...............................................
.........................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
111
VII.
Sekala Usaha Dan Efisiensi Usaha
2005
2006
keterangan
Volume Usaha (Rp)
Total Investasi (Rp)
Investasi dalam modal
kerja (Rp)
Investasi dalam Aktiva
Tetap (Rp)
Total
Biaya
Tetap
Koperasi (Rp)
• Overhead
• Penyusutan
• Bunga pinjaman
• Biaya organisasi
Biaya variabel (HPP)
(Rp)
SHU (Rp)
Jumlah
Karyawan
(Orang)
Jumlah anggota (Rp)
Jumlah non anggota yang
dilayanan (Rp)
BEP (Rp)
ROI (%)
Produktivitas
Karyawan(Sales/volume
usaha per Karyawan)
(Rp)
Efisiensi harga yang
menguntungkan anggota
(dari transaksi pembelian,
penjualan, simpanan dan
kredit)
Volume transaksi anggota
(Rp)
SHU bagian anggota (Rp)
SHU
untuk
pendidikan (Rp)
dana
112
SHU
pengembangan
kerja (Rp)
untuk
daerah
Kinerja Keuangan Koperasi
Uraian
2004
2005
2006
Aktiva lancar (Rp)
Aktiva tetap (Rp)
Total Aset (Rp)
Hutang Lancar (Rp)
Hutang J.Panjang (Rp)
Modal sendiri (Rp)
Total modal (Rp)
Volume usaha (Rp)
SHU (Rp)
Likuiditas (%)
Solvabilitas (%)
Rentabilitas (%)
Rentabilitas modal
sendiri (%)
Asset.T. Over (kali)
Working. C. T.Over
(kali)
113
ASPEK MANAJEMEN BISNIS KOPERASI
KUESIONER UNTUK ANGGOTA
Nama Responden
:
Nama Koperasi
:
Kecamatan
:
Kabupaten/Kota
:
Provinsi
:
----------------------------------------------------------------------------------------------------1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini ?---------------tahun
2. Apakah alasan atau motivasi Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Apakah Bapak/Ibu merasakan manfaat dari koperasi ini ?
Ya
Tidak
Jika Ya, jelaskan manfaatnya terutama secara ekonomi
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
114
4. Apakah menurut Bapak/Ibu Koperasi ini mengalami kemajuan usaha ?
Ya
Tidak
Jika Ya, jelaskan secara rinci kemajuan dalam aspek apa
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Tidak, jelaskan juga mengapa
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------5. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kesulitan ?
Ya
Tidak
Jika Ya, jelaskan secara rinci kesulitan dalam aspek apa ?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Tidak, juga jelaskan alasannya mengapa ?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
115
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6. Dari mana Bapak/Ibu mengetahui informasi mengenai kemajuan ataupun
kesulitan tentang koperasi ini ?
a. Dari Pengurus
b. Dari sesama anggota lain
c. Dari sumber lain, sebutkan -------------------------------------------------7. Menurut Bapak/Ibu engambilan keputusan dalam RAT Koperasi lebih baik
langsung oleh setiap anggota atau dengan sistim perwakilan ?
a. Langsung
b. Perwakilan
Berikan alasannya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------8. Apakah jenis usaha yang dijalankan sekarang oleh koperasi sekarang sesuai
dengan kebutuhan anggota dan berdasarkan keputusan anggota ?
a. Ya
b. Tidak
Berikan alasannya
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
116
9. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan jenis usaha yang dijalankan koperasi
sekarang ?
a. Ya
b. Tidak
Berikan alasannya
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------10. Apakah Bapak/Ibu saat ini menggunakan pelayanan yang diberikan koperasi ?
a. Ya selalu
b. Ya kadang-kadang
c Tidak
Berikan alasannya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------11. Rata-rata dalam satu bulan berapa persen Bapak/Ibu melakukan transaksi
dengan koperasi untuk segala kebutuhan/keperluan Rumah tangga atau usaha
anggota ?
a. Kurang dari 25 %
b. Antara 25 % - 50 %
c. Antara 50 % - 75 %
d. Lebih besar dari 75 %
12. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi dalam memberikan pelayanan ada
perbedaan yang adil antara kepada anggota dan kepada bukan anggota ?
a. Ada
b. Tidak ada
117
Jika Ada, dalam hal apa jelaskan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------13. Apakah SHU bagian anggota tiap tahun dibagikan kepada anggota ?
a. Ya
b. Tidak
Jika Tidak, apa alasan pihak manajemen koperasi yang disampaikan kepada
Bapak?Ibu ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Ya, apakah pembagiannya sudah dilakukan secara adil berdasarkan jasa
masing-masing anggota ? Jelaskan ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
...................................2007
Surveyor
---------------------------------
118
Download