RINGKASAN Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara maju tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan lingkungan bisnis global yang terjadi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk : (1) mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, (2) menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metoda exsplorative study dengan kombinasi studi literatur, observasi lapangan, dan pengumpulan pendapat ahli di beberapa perguruan tinggi. Observasi telah dilakukan terhadap 9 (sembilan) koperasi di Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan responden 18 (delapan belas) pengurus, 9 (sembilan) manajer, 9 (sembilan) karyawan dan 9 (sembilan) orang anggota. Variabel kajian meliputi, pemahaman konseptual pengurus dan manajer terhadap manajemen, proses dan fungsi manajemen, disain organisasi, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan repositioning koperasi. Kajian empiris lapangan, studi literatur, dan pengumpulan pendapat ahli terhadap variabel kajian selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptip untuk menjawab 6 (enam) pertanyaan prospek koperasi dari disiplin ilmu manajemen bisnis, yaitu 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan, 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia, 3) apakah kondisi masyarakat indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi, 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan teori manajemen,5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, dan 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ? Hasil kajian menunjukkan bahwa prospek koperasi dari perspektif manajemen bisnis adalah sebagai berikut: (1) Perubahan lingkungan bisnis global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang harus mereformulasi strategi, struktur, dan alokasi sumber daya organisasi kearah yang lebih inovatif guna menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan perubahan, (2) Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan proses manajemen yang 2 fundamental terletak pada proses perencanaan yang tidak menggunakan kaidah kaidah perencanaan yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya berorientasi jangka pendek yang sempit, masih belum mampu menyusun rencana jangka panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Kondisi ini secara simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Kondisi ini menyebabkan bisnis koperasi kebanyakan gagal memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha koperasi bayak yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya, koperasi hanya menjalankan fungsi dagang, tidak menciptakan nilai tambah, dikelola dengan tidak efisien. (3) Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan rasional akan mencari kelembagaan ekonomi yang mampu memberikan manfaat ekonomi dan sosial lebih baik. Melihat kondisi yang ada, dimana pada umumnya koperasi yang tidak mampu memberikan manfaat kepada anggotanya dipastikan tidak memiliki prospek untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti koperasi simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam beberapa tahun ke depan akan bertahan hidup. (4) Proses pengembangan koperasi baik di tataran mikro (koperasi sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan pemerintah) pada umumnya tidak sejalan dengan teori manajemen bisnis. Hanya sedikit koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis dengan baik, mereka usahanya berkembang dan memiliki daya tahan terhadap tekanan persaingan. Koperasi yang dimaksud pada umumnya adalah koperasi simpan pinjam (singgle purpose) dan koperasi peternakan (singgle commodity multi purpose). Dari sudut kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan pinjam koperasi tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.(5)Untuk sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat karena tidak mampu menghantarkan nilai dan manfaat ekonomi bagi anggotanya dan atau masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya. 3 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat sebagai tempat kelahirannya maupun di Indonesia sudah diarahkan untuk mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang kurang beruntung dalam sistem ekonomi pasar liberal kapitalistik. Oleh banyak kalangan, lembaga koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai saling kerja sama (gotong royong), menolong diri sendiri, solidaritas, kejujuran, keterbukaan, mengutamakan kebersamaan dan keadilan serta beberapa esensi moral positif lainnya. Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional, lembaga gerakan ekonomi rakyat masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Data tahun 2006, secara kuantitatif jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia tercatat sebanyak 138.411 unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Dari jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya sekitar 31,5 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga sosial-ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi seperti sarat dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya, ekonomi dan manajemen bisnis dibandingkan dengan organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya. Koperasi sebagai badan usaha, dalam mencapai tujuannya akan sangat dipengaruhi baik lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan, 4 manajemen, modal, kegiatan usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan eksternal (sosial, politik, informasi, perekonomian, hukum dan sosial budaya) di tingkat regional, nasional dan internasional. Perubahan pada berbagai aspek kehidupan di era globalisasi ini di satu sisi akan merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan bisnis koperasi, tetapi di lain pihak juga persaingan akan semakin terbuka yang jika koperasi tidak memiliki keunggulan kompetitif akan menjadi masalah besar bagi koperasi. Fenomena empiris koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi. Beberapa pertanyaan mendasar yang melandasi pemikiran kegiatan kajian ini meliputi: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia? 3) apakah kondisi masyarakat Indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi? 4) apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori ekonomi, manajemen, sosial budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum? 5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis? Untuk menjawab enam pertanyaan dasar diatas perlu dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensip terhadap prosek koperasi Indonesia masa depan dari berbagai perspektif multi disiplin ilmu yang salah satunya ditinjau dari disiplin ilmu Manajemen. 5 1.2.Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena masalah yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka identifikasi masalah kajian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen yang meliputi fungsi dan proses perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, sistem penggajian (renumerasi), sistem karier, analisis positioning koperasi dan non koperasi dan efisiensi usaha. 2. Bagaimana rumusan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah ditinjau dari perpektif ilmu manajemen. 1.3.Maksud dan Tujuan Kajian ini dimaksudkan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, sedangkan tujuannya adalah untuk : 1. Mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen. 2. Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. 1.4. Manfaat Kajian Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Bahan masukan dalam perumusan kebijakan pemberdayaan koperasi. 2. Bahan masukan bagi gerakan koperasi dalam mengantisipasi perubahan yang komopleks masyarakat dan lingkungan bisnis. 6 1.5.Output Output dari kegiatan ini adalah tersusunnya buku hasil kajian prospek pengembangan koperasi dari perspektif manajemen bisnis dan rekomendasi pemberdayaan koperasi. 1.6. Sasaran Sasaran kualitatif dari kajian ini adsalah tersusunnya hasil kajian tentang keberadaan koperasi ditinjau dari disiplin ilmu manajemen. Adapun sasaran kuantitatif adalah terdapatnya informasi mengenai keberadaan koperasi yang meliputi 30 koperasi pada enam provinsi. 1.7.Ruang Lingkup Kajian 1.7.1. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan dari kajian ini akan ditinjau dari pendekatan disiplin ilmu manajemen yang meliputi variabel antara lain: 1. fungsi dan proses manajmen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sebagai variabel utam 2. sistem penggajian dan sistem karier personalia, sebagai variabel pelengkap yang merupakan dimensi dari variabel pengorganisasian 3. efisiensi usaha koperasi (efisiensi finansial) sebagai salah satu variabel kinerja dari fungsi dan proses manajemen 4. Positioning koperasi dalam lingkungan yang berubah 1.7.2. Lingkup Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metoda exsplorative study melalui studi literatur, telaah hasil kesimpulan dari studi yang relevan yang pernah dilakukan di berbagai perguruan tinggi, serta observasi lapangan yang dilakukan di 6 (enam) propinsi yaitu Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan 7 Lampung. Disamping itu diselenggarakan seminar di 4 (empat) perguruan tinggi yang mempunyai kajian-kajian tentang koperasi dan ekonomi rakyat. Adapun waktu pelaksanaan dari kegiatan ini dijadwalkan selama 1 (satu) tahun anggaran tahun 2007. 1.7.3. Tahapan Kajian Kajian ini dilakukan dengan langkah-langkah: 1. Pembahasan dan penyempurnaan TOR. 2. Penyusunan dan pembahasan riset disain. 3. Inventarisasi peta perkoperasian dari aspek kualitas dan kuantitas. 4. Inventarisasi perubahan lingkungan internal dan eksternal koperasi. 5. Observasi Lapangan. 6. Kajian referensi koperasi baik referensi dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 7. Pengumpulan pendapat melalui pelaksanaan seminar di beberapa kampus. 8. Diskusi dan perumusan pola pemberdayaan koperasi dari perpektif ilmu manajemen. 8 BAB II. PENDEKATAN MASALAH Sebelum kita melakukan kajian dan melakukan analisis tentang prospek koperasi ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, maka terlebih dahulu harus memahami sifat dan karakteristik perubahan lingkungan bisnis eksternal yang yang dinamis baik di tingkat nasional maupun internasional sebagai dampak dari gobalisasi. Perubahan lingkungan eksternal organisasi bisnis global ini telah merubah paradigma baru manajemen dan organisasi bisnis di seluruh belahan dunia untuk mengatasi persaingan yang semakin terbuka dan semakin kompleks. Landasan teori manajemen dalam paradigma baru ini akan dijadikan sebagai pisau analisis untuk memotret atau memetakan koperasi dalam rangka menjawab 6 (enam) pertanyaan kunci yang telah diuraikan dalam latar belakang. Globalisasi dan Manajemen Globalisasi manajemen adalah sebuah fakta kehidupan yang tidak dapat kita hindari lagi. Surat kabar dan media elektronik seperti siaran televisi dan radio setiap hari memberitakan tentang situasi bisnis global seperti perkembangan fluktuasi nilai tukar berbagai mata uang, indeks harga saham, iklim investasi, merger dan akuisisi perusahaan, perkembangan neraca perdaganagn internasional dan lain sebagainya. Jepang memasuki pasar Amerika, atau sebaliknya. Bagaimana Cina dengan keunggulan kompetitifnya mulai ditakuti oleh negara-negara industri maju dan negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia yang ditandai dengan gelombang masuknya produk Cina dengan harga yang lebih murah mulai mengancam kehidupan UKM kita. Bukan hanya perusahaan besar saja yang mempunyai fokus global. Semakin banyak bisnis kecil yang sekarang berorientasi global. Sebuah pengumpulan pendapat yang telah dilakukan pada tahun 1993 lalu oleh majalah INC. 500 perusahaan Amerika yang menjadi responden menunjukkan bahwa 48 persen perusahaan melakukan bisnis secara global, dengan rata-rata 15 persen penjualan dari negara lain. Tempat 9 perdagangan yang paling populer adalah Kanada dan Meksiko. Walaupun 25 perusahaan melakukan bisnis di Amerika Latin, 115 perusahaan di Eropa, 73 perusahaan di Asia dan 30 perusahaan di Australia. Lebih lanjut menurut U.S. Department of Commerce, menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan Amerika pengekspor adalah perusahaan yang tidak terlalu besar bahkan perusahaan kecil yang memperkerjakan 20 orang atau lebih sedikit telah menyumbangkan $ US 30 miliar atau 12 persen dari ekspor A.S. pada tahun 1987 ( Stoner, James at. All 1996). Hal serupa juga terjadi di Indonesia, Usaha-usaha Kecil dari berbagai sentra produksi seperti sentra kerajian mebel Jepara dan klaten, kerjinan anyaman RajapolahTasikmalaya, Bordir, Kerajinan dari kulit merupakan andalan ekspor non migas Indonesia. Lebih lanjut Stoner dan kawan-kawan (1996) menyimpulkan bahwa globalisasi memberikan 3 fenomena yang saling berkaitan yaitu- faktor kedekatan, lokasi dan sikap. Kalau diambil bersama-sama, ketiga faktor tersebut menekankan susunan dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dari hubungan yang dihadapi oleh para manajer organisasi bisnis. Faktor kedekatan mendorong menejer sekarang bekerja dalam kedekatan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya dalam berhubungan dengan pelanggan, pesaing, pemasok dan pemerintah yang jauh lebih banyak dan jauh lebih beragam. Kedekatan ini merupakan fungsi dari menysutnya dunia karena kemajuan teknologi yang mampu mengatasi masalah jarak dan waktu Dengan teknologi yang ada sekarang memungkinkan orang di seluruh dunia mengirimkan suara, video, data dan informasi dalam waktu hanya beberapa menit bahkan detik saja. Kemampuan teknologi dan manajerial yang semakin bertambah mendorong para menejer untuk saling bersaing bahkan bekerja sama dengan pemain bisnis global yang baru dalam rangka mempertahankan eksistensi bisnisnya. Kedua, faktor lokasi telah mendorong perilaku organisasi bisnis. Fenomena lokasi dan integrasi dari organisasi yang beroperasi melewati beberapa batas internasional. 10 Misalnya, perusahaan telepon Amerika Serikat AT&T dan komputer untuk memindahkan telepon (telephone swiching computer) didisain di Amerika Serikat, dibuat di Singapura dan Amerika Serikat, dan dijual diseluruh dunia kepada pelanggan yang menggunakan peralatan tersebut untuk dihubungkan dengan jasa AT&T jarak jauh yang menjangkau seluruh pelosok dunia. Pada tahun 1990, perusahaan yang berkantor di Amerika Serikat memperkerjakan 2,8 juta orang di Eropa Barat, 1,8 juta orang di Asia, dan 1,3 juta orang di Amerika Latin. Kenyataan ini juga merupakan dampak dari globalisasi bahwa antara satu negara dengan negara lainnya menjadi tidak ada batas, dunia diibaratkan sebagai desa besar (global vilage) yang dicirikan dengan kebebasan dari arus informasi, arus uang, arus tenaga kerja, serta arus barang dan jasa yang merupakan tantangan baru bagi para manajer yang ingin memasuki pasar global. Ketiga, globalisasi mendorong sikap baru, terbuka dalam mempraktekkan manajemen secara internasional. Sikap ini menggabungkan keingintahuan mengenai dunia diluar batas-batas nasional dengan kemauan untuk mengembangkan kemampuan guna berpartisipasi dalam ekonomi global. Ohmae, menjelaskan masalah ini dengan pernyataan yang sederhana ” sekarang tidak ada luar negeri lagi”. Sikap berubah seiring dengan berjalannya waktu. Dari perspektif waktu bahwa globalisasi telah muncul pada pertengahan tahun 1990-an dan kini memasuki abad ke 21 telah memasuki globalisasi dengan pasar bebas (Global free trade ) dalam kerangka APEC, AFTA, NAFTA dan sebagainya yang ditandai dengan kesepakatan liberalisasi perdagangan dengan meniadakan sistem tarif border dan non tarif border digantikan dengan efisiensi dan keunngulan ompetisi yang dianggap akan lebih mampu untuk mensejahterakan dunia (win-win solution). Implikasi dari globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan praktek-praktek manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada organisasi bisnis menjadi tidak dapat dihindari. Konsepsi, pemikiran dan praktek manajemen yang semula memadai dan cocok diterapkan pada situasi budaya lama menjadi tidak cocok lagi dengan munculnya globalisasi dengan pasar bebas. Dalam organisasi bisnis saat ini hanya 11 yang paling adaptif yang akan mampu bertahan. Perusahaan atau organisasi bisnis yang mempertahankan cara-cara lama dan tidak menyesuaikan dan terus belajar akan menghadapi kesulitan besar. Hal penting lainnya adalah terdapat kaitan yang erat antara bisnis dengan perusahaan sehingga berbicara tentang bisnis identik dengan berbicara tentang perusahaan. Dengan demikian untuk memahami seluk beluk tentang bisnis diperlukan pengetahuan, pemahaman dan penguasaan ilmu manajemen perusahaan serta konsep-konsep pokoknya. Dimensi bisnis dari sebuah organisasi bisnis pada hakekatnya dapat mencakup berbagai aspek yang luas seperti aspek perencanaan lokasi bisnis, produksi, finansial, marketing barang dan jasa yang dihasilkan sampai kepada komunikasi dan memelihara hubungan dengan konsumen. Jadi manajemen bisnis mencakup organisasi, finansial, operasi, pemasaran serta bidang manajemen lain yang sangat menunjang seperti manajemen transportasi, risiko, sumber daya manusia, sumber daya alam, kompensasi dan lain sebagainya. Konsep lain yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz (1997) merumuskan pengertian manajemen bisnis total adalah suatu disiplin ilmu manajemen bisnis yang mengintegrasikan manajemen biaya total, manajemen sumber daya total, manajemen produktivitas total, manajemen kualitas total dan manajemen teknologi total melalui sumber daya manusia yang andal agar memperoleh hasil-hasil terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Dari konsep ini menekankan bahwa kepuasan pelanggan (anggota dalam organisasi koperasi) merupakan tujuan akhir dari manajemen bisnis modern, karena dengan kepuasan pelanggan maka dalam jangka panjang sebuah organisasi bisnis akan dapat bertahan. Organisasi bisnis modern berlomba-lomba untuk menerapkan konsep kualitas dalam manajemen bisnis total. Lebih lanjut, Vincent mengajukan 7 elemen untuk memperbaiki kualitas produk/pelayanan, yaitu: 12 1. Visionary transformation 2. Infrastructure 3. Need for Improvement 4. Customer focus 5. Empowerment 6. New views of quality 7. Top managemen commitment Perusahaan-perusahaan yang ingin masuk kedalam persaingan bisnis global para manajernya berusaha untuk mengadopsi sistem kualitas yang telah berlaku internasional seperti ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004. ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam disain pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan. ISO 9002 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam produksi dan instalasi. Sedangkan ISO 9003 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam inspeksi dan pengujian akhir. kualitas untuk industri jasa. Pertanyaannya ISO 9004 adalah model jaminan sekarang apakah koperasi dalam menjalankan bisnisnya juga sudah sadar akan jaminan kualitas dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya? Hal ini juga merupakan salah satu aspek penting yang kita perlu amati di lapangan. Dimensi atau variabel lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah bisnis adalah variabel lingkungan eksternal bisnis seperti politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, etika dan hukum bisnis termasuk juga informasi. Para pakar dan praktisi bisnis menyadari betul bahwa perubahan lingkungan eksternal bisnis amatlah cepat, terkadang sangat cepat dan sering tak bisa dimengerti/misterius (Rheinald Kasali, 2005). Karenanya organisasi bisnis haruslah tanggap dan adaptif terhadap perubahan. Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”. Dengan mau berubah, organisasi bisnis menjadi tidak terasing dari dunia luar, atau bahkan tidak akan tersingkir dari persaingan pasar. Siapapun yang masih melakukan dan mempertahankan cara-cara lama dalam berbisnis pasti tidak akan bertahan. Berikut 13 ini disajikan cara-cara lama dan cara-cara baru dalam berusaha yang menjadi tuntutan perubahan organisasi bisnis. Cara-cara lama 1. Lingkungan Tertibnstabil, teratur dan predictable 2. Lokasi usaha Berpusat di pusat-pusat kota Statis, terkendali, reaktif, lari kepada pengambil keputusan birokrat Birokrasi, prosedural 3.Sikap terhada persaingan 4. Struktur organisasi 5. Kultur organisasi 6. Bentuk perusahaan Keteraturan dan social harmony, formal Besar, konglomerasi, integrasi vertkal 7. Manusia (SDM) Tenang, birokratik, profesional 8. Pemimpin Otoriter, satu arah, manajer doing things right Monoton, product lifecycle panjang 9. Produk 10. Sikap terhadap hukum 11. Komunikasi Minta dukungan pemerintah Tidak penting, reaktif Cara-cara baru Berubah-ubah, setiap bagian dari organisasi dapat bergerak sendiri Tersebar keseluruh pelosok wilayah Proaktif, memimpin inovasi, menciptakan cara-cara baru Dinamis, team work, jejaring Kompetitif, informal Kecil-kecil,outsourching, berorientasi pada kompetensi inti Dinamis, entrepreneurial, mengedepankan suasana kerja yang menyenangkan. Demokratis, change leader (doing the right thing) Dinamis, product lifecyclediperpendek sendiri Harus berani menghadapi kasus-kasus hukum Angat penting, pro aktif Sumber : Rheinald Kasali, 2005. Sejalan dengan Reynald Kasali, para pakar lainnya seperti M. Fuad dan kawankawannya, tahun 2000, telah mengemukakan bahwa perubahan lingkungan bisnis global (Globalisasi) dan perubahan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang mengarah kepada ” yang terkuat yang bertahan”. Keberhasilan perusahaan dalam berbisnis di pasar akan didapat oleh perusahaan yang mampu menyesuaikan diri dengan persyaratan lingkungan saat ini, yaitu mereka yang mampu memberikan pelayanan/menawarkan barang dan jasa yang siap dibeli pasar. Konsekuensinya baik individu, perusahaan, koperasi, pemerintah pusat, pemerintah daerah harus 14 menemukan cara menghasilkan nilai yang dapat dipasrkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar yang dinamis. Sebagai dampak globalisasi dan perubahan teknoligi, situasi pasar saat ini didorong kearah keadaan yang berbeda jauh dibandingkan dengan situasi pasar milenium sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut tampak pada berbagai fenomena, antara lain: (M.Fuad, at all, 2000) • Kekuasaan saat ini sudah beralih kepada tangan konsumen (demand driven) • Sekala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan. • Batasan-batasan negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala. • Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan ditiru. • Setiap saat akan muncul pesaing-pesaing dengan biaya yang lebih murah. • Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai. Situasi dan kondisi demikian menjadi motivasi bagi setiap pelaku bisnis agar senantiasa mampu mengantisipasi pasar secara berkesinambungan. Untuk itu, para pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu menganalisis pasar, mengenali peluang, memformulasikan strategi pemasaran, mengembangkan taktik dan tindakan spesifik serta menyusun anggaran dan laporan kinerja. Perusahaan harus mampu memberikan pelayanan yang konsisten dengan visi, misi dan tujuannya yang telah ditetapkan. Dari uraian diatas sementara dapat disimpulkan bahwa paradigma baru manajemen bisnis pada organisasi usaha agar mampu berkembang dan berumur panjang adalah menerapkan manajemen perubahan. Charles Darwin (dalam Reinald Kasali 2005) mengatakan ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaftif ”. Yaitu mereka yang selalu menyesuaiakan diri terhadap perubahan. Perusahaan yang menjalankan bisnis dianalogkan sama dengan mahluk hidup. Mahluk hidup berevolusi untuk terus bertahan dan meneruskan keturunan. Dalam evolusi itu kadang mahluk hidup harus menoleh ke belakang untuk memaknai kehidupan di hari esok. Tetapi sekarang diketahui, perusahaan-perusahaan masa kini 15 bukan Cuma harus belajar dari masa lalu, melainkan juga pada masa depan. Kehidupan baru di masa depan seakan-akan telah terputus dengan masa lalu sehingga mereka harus mulai menggambarkannya kembali pada selembar kertas yang masih polos dan menata masa depan yang benar-benar baru. Di atas kertas polos itulah sebuah masa depan baru digambarkan oleh para pelaku bisnis masa depan. Mereka mengarungi sebuah kawasan baru yang belum bertuan, bahkan belum ada aturannya sama sekali. Karena mereka yang pertama ada di sana maka merekalah yang menentukan aturan-aturan baru itu. Mereka mengubah wajah dunia itu secara bertahap dan menciptakan standar baru sehingga yang lain pun harus mengikuti ddunia baru yang mereka ciptakan. Bagaimana dengan pelaku-pelaku bisnis lain termasuk koperasi yang tidak dapat mengikuti standar baru yang mereka ciptakan ? mereka akan menjadi tampak tua, hidup dengan berbagai kesulitan, dan tetu saja mati. Berbagai cara perusahaan menghadapi perubahan. Ada perusahaan yang menciptakan masa depan dengan melakukan perubahan antisipatif. Sebagian yang lain harus berjaga-jaga melakukan perubahan secara reaktif. Atau dan banyak yang lainnya melakukan perubahan setelah mengalami masa krisis. Begitulah kehidupan perusahaan termasuk koperasi, berubah atau diubah, mempengaruhi tau dipengaruhi. Semuanya melewati masa pasang surut mengikuti kurva ”S” (Sigmoid curve). Sebagai contoh, di Indonesia perusahaan-perusahaan besar seperti Astra International, Garuda Indonesia, BNI, Gudang Garam dan Jamu cap Potren Nyonya Menir melewati masa pasang surut mewati masa-masa sulit dan senang berganti-ganti. Di Luar negeri, ribuan perusahaan terkemuka juga bertarung dengan perubahan. Kalau tidak segera diselamatkan oleh Lee Iacocca, Crysler, perusahaan otomotif ke 3 yang masih bertahan di Detroit, Amerika Serikat tentu sudah tutup seperti layaknya perusahaan penerbangan Amerika PAN AM. Demikian pula dengan General elektric, yang dulu didirikan oleh Thomas Alfa Edison, yang beruntung diselamatkan oleh Jack Welch. Xerox, Apple computer, IBM, Mitsubishi, 16 Canon, Harley Davidson dan perusahaan-perusahaan lainnya pernah mengalami nasib yang sama. Mereka mengalami pasang surut, naik turun menelusuri ”kurva S”. Lebih lanjut, untuk menganalisis apakah koperasi dalam melakukan adaptasi/penyesuaian terhadap perubahan linkungan bisnis yang begitu cepat dan dinamis telah menerapkan disiplin ilmu manajemen modern guna mempertahankan eksistensinya dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien? Berikut ini akan diuraikan konsepsi manajemen, perkembangan teori manajemen serta dimesnsi- dimensi manajemen bisnis modern yang menjadi landasan teoritis dari ruang lingkup kegiatan kajian. 2.2. Pemahaman Konseptual Dalam literatur-literatur manajemen sumberdaya manusia, pemahaman konseptual seseorang terhadap suatu ilmu merupakan dasar bagi kompetensi seseorang. Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan sebuah pekerjaan atau bagian dari sebuah pekerjaan secara baik. Syaiful F. Prihadi (2004; 84) menegaskan ada dua penggunaan istilah kompetensi yaitu: 1. Digunakan untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (training design, competency model development, manajemen proyek, manajemen keuanganm, dan sebagainya). 2. Digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di balik kinerja yang kompeten (efficiency orientation, result driven, dan sebagainya). Kedua makna kompetensi diatas timbul dan sangat cocok untuk kalangan peneliti dan konsultan yang berkecimpung dan mengambil spesialisasi pada upaya-upaya peningkatan efektivitas manajerial mengenai prilaku, sikap, dan karakteristik orang dalam melakukan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan output jabatan yang efektif. 17 2.3.. Konsepsi Manajemen Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep organisasi. Dalam konsep yang sederhana organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi sasaran atau tjuan merupakan elemen yang mendasar dalam organisasi apapun. Organisasi juga harus memiliki dan mengalokasikan sumber daya (manusia, modal, fisik, uang) untuk mencapai sasaran. Bagaimana organisasi mengelola dan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuannya adalah masalah pokok manajemen. Stoner dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen adalah kebiasaan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk dan menjalankan organisasi. Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap oreganisasi untuk mencapai sasarannya, orang tersebut adalah manajer. Memperkuat pendapat Stoner, Gibson dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik yang tidak dapat dicapai apabila individu bertindak sendiri-sendiri. Lebih jauh Peter Drucker percaya bahwa pekerjaan manajemen adalah untuk membuat manusia lebih produktif. Drucker mengkaitkannya pentingnya manajemen dalam kaitannya dengan persaingan global. Drucker menyatakan ” Manajemen, kecakapan, integritas, dan kinerja akan menentukan negara-negara di dunia mencapai keunggulannya dalam dekade yang akan datang. Definisi manajemen yang mengarah kepada fungsi dan proses manajemen dikemukakan oleh Andrew F. Sikula dalam Malayu Hasibuan (2005) ” Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring and efficient creation of some product or services.” Pendapat lainnya 18 dikemukakan oleh Harold dan Cyril O. Donnel mengungkapkan bahwa manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu suatu organisasi melalui kegiatan orang lain yang dilakukan oleh manajer melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian. Dari berbagai definisi manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen selalu berhubungan dengan institusi dan fungsi sebuah organisasi. Manajemen sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah tugas-tugas yang kompleks di dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan. Sedangkan manajemen sebagai suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang untuk mengisi tugas-tugas yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu kajian ini akan membuktikan apakah pengurus koperasi beserta perangkat-perangkatnya yang dimiliki dan dikuasainya melaksanakan fungsi-fungsi manajemen secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan koperasinya? 2.4. Perkembangan Teori Manajemen Sebelum menguraikan fungsi dan proses manajmen lebih jauh ada baiknya dalam pendekatan masalah ini kita mempelajari perkembangan teori manajmen secara historis yang dikaitkan dengan organisasi. Manajemen dan organisasi adalah produk dari sejarah, keadaan sosial dan tempat kejadian Jadi kita dapat memahami evolusi teori manajemen dalam arti bagaimana manusia menciptakan organisasi pembagian kerja dan hubungan antar manusia dalam organisasi pada kurun waktu tertentu dalam sejarah. 1. Pemikiran Awal Manajemen Orang telah membentuk dan mengubah bentuk organisasi selama beberapa abad. Kita dapat melacak lewat sejarah bagaimana manusia dapat bekerja sama dalam organisasi formal seperti Tentara Yunani dan Roma, Gereja Katolik Roma, East India company dsb. Orang juga telah banyak menulis bagaimana membuat 19 organisasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien seperti yang ditulis oleh Machiavelli dan Sun Tsu yang dikenal sebagai ahli strategi awal (Stoner, 1995, p. 30). Dalam buku Discourses yang ditulis oleh Machiavelli pada tahun 1531 sewaktu ia hidup di republik Florencen sebuah republik awal dari Italia. Beberapa prinsip yang dikemukakannya yang diadaptasi pada organisasi manajemen masa kini adalah: • Sebuah organisasi lebih stabil bila para anggotanya mempunyai hak untuk mengutarakan perbedaan yang ada dan menyelesaikan konflik di dalam organisasi mereka. • Walaupun satu orang dapat memulai sebuah organisasi, organisasi itu akan terus berlangsung kalau diserahkan kepada banyak orang untuk memeliharanya dan kalau memang terdapat banyak orang yang mau memeliharanya. • Seorang manajer yang lemah dapat mengikuti yang kuat, tetapi tidak dapat mengikuti yang lemah juga, dan mempertahankan wewenang. • Seseorang manajer yang berusaha mengubah organisasi yang sudah mantap, harus mempertahankan paling sedikit bayangan dari kebiasaan lama. Karya klasik lain yang menawarkan pemahaman manajemen moder adalah The Art of War yang ditulis oleh ahli filsafat Cina Sun Tsu lebih dari 2000 tahun lalu (Stoner, 1995, p. 30). Buku tersebut dimodifikasi dan digunakan oleh Mao Zedong yang mendirikan Republik Rakyat Cina pada tahun 1949. Diantara pernyataan Sun Tsu adalah sebagai berikut: • Kalau musuh maju, kita harus mundur. • Kalau musuh berhenti, kita ganggu. • Kalau musuh berusaha menghindari pertempuran kita serang. • Kalau musuh mundur kita kejar. 20 Walaupun prinsi-prinsip Sun Tsu ini ditunjukkan sebagai pedoman strategi militer, semuanya dapat dipakai untuk merencanakan strategis yang berhubungan dengan bisnis pesaing. Mempelajari pemikiran dari dua tokoh tersebut diatas setidaknya pemikiran mereka telah memberikan pelajaran penting mengenai sejarah bahwa ternyata Manajemen bukan sesuatu yang berasal dari Amerika Serikat pada abad ini. Meskipun Machiavelli dan Sun Tsu pada zamannya tidak mencoba mengembangkan sebuah teori tentang manajmen ( Stoner. At. All. 1996 ). 2. Aliran Manajemen Ilmiah Teori manajemen ilmiah muncul sebagai akibat dari kebutuhan organisasi untuk meningkatkan produktivitas. Di awal abad ke 20, terutama di Amerika Serikat, tenaga kerja terampil terasa amat kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja. Para tokoh/proponen teori ini adalah Frederick W. Taylor, Henry L. Gantt, Frank serta Lilian Gillbert. Frederick W. Taylor (1856-1915) dalam Stoner, 1995, p. 34, mendasarkan ilosofinya pada empat prinsip dasar manajemen sebagai berikut: • Perkembangan manajemen ilmiah yang sebenarnya, jadi metoda terbaik untuk melaksanakan setiap tugas dapat ditentukan. • Seleksi ilmiah para pekerja, sehingga para pekerja akan diberi tanggung jawab melakukan tugas yang paling cocok dengannya. • Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi para pekerja. • Kerja sama bersahabat dan secara pribadi antara manajemen dan tenaga kerja. Lebih lanjut Taylor berpendapat bahwa sukses dari penerapan prinsip-prinsip diatas memerlukan revolusi mental yang lengkap pada pihak manajemen dan tenaga kerja. Kedua belah pihak jangan bertengkar mengenai laba, melainkan berusaha meningkatkan produksi secara bersama-sama yang pada gilirannya laba akan dengan sendirinya meningkat dan kesejahteraan karyawanpun meningkat pula. Salah 21 satu upaya Taylor yang paling populer adalah mengenai studi gerak dan waktu (time motion study) pada lini produksi. Kontribusi Taylor dapat dilihat pada lini perakitan pabrik mobil modern dengan menghasilkan produk akhir lebih cepat dari yang dibayangkan sebelumnya. Keajaiban peningkatan produktivitas ini hanya salah satu warisan dari manajemen ilmiah. Sebagai tambahan, teknik efisiensi Taylor telah diterapkan pada berbagai tugas dalam organisasi non industri seperti perusahaan jasa makanan siap saji sampai pelatihan untuk dokter bedah. Walaupun metoda Taylor telah menyebabkan kenaikan dramatik dalam produktivitas dan upah yang lebih tinggi dalam sejumlah kasus, para pekerja dan serikat pekerja mulai menentang pendekatannya karena mereka merasa takut bekerja lebih berat dan lebih cepat akan membuat lelah pekerjaan apapun, yang menyebabkan pekerja tersebut dirumahkan. Henry L. Grantt (1861-1919) dalam Stoner, 1995, p. 34, bekerja dengan Taylor untuk beberapa proyek. Tetapi keytika ia berdiri sendiri sebagai konsultan dibidang enginering industri, Grantt mulai mempertimbangkan sistem insentif dari Taylor. Meningkatkan sistem tarif yang berbeda karena dianggap terlalu kecil memberikan dampak motivasional, Grantt membuat ide baru yaitu dengan cara setiap pekerja yang dalam sehari berhasil menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya akan diberikan bonus sebesar 50 sen. Kemudian dia menbambahkan motivasi kedua Supervisor akan mendapat bonus untuk setiap pekerja yang mencapai standar harian, ditambah bonus tambahan bila semua pekerja mencapai standar tersebut. Hal ini mendorong untuk melatih para pekerja yang diawasinya melakukan pekerjaan lebih bai. Frank B dan Lilian M. Gilberth (1868-1924 dan 1878-1972) dalam Stoner, 1995, p. 35, memberikan kontribusi pada gerakan manajemen ilmiah sebagai tim suami dan istri. Mereka bkerja sama mempelajari kelelahan dan gerakan serta memfokuskan pada berbagai cara untuk mendorong kesejahteraanpekerja individual. Bagi mereka, tujuan akhir dari manajemen ilmiah adalah membantu para pekerja mencapai 22 potensial penuh sebagai manusia. Dalam konsep mereka gerakan dan kelelahan saling berkaitan-setiap gerakan yang dihilangkan akan mengurangi kelelahan. Menggunakan kamera gambar hidup, mereka mencari gerakan yang paling ekonomis untuk setiap tugas dengan tujuan meningkatkan prestasi dan mengurangi kelelahan. Kedua Gilbert bersaudara ini mempunyai alasan bahwa penelitian mengenai gerakan akan meningkatkan moral pekerja karena manfaat fisiknya sudah jelas dan karena hal itu menunjukkan perhatian pihak manajemen terhadap pekerja. 3. Aliran Teori Organisasi Klasik Manajemen ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktivitas dari pabrik dan individu pekerja, sedangkan teori organisasi klasik menumbuhkan kebutuhan untuk menemukan pedoman pengelolaan organisasi kompleks seperti pabrik. Para tokoh dan proponen aliran ini adalah HenriFayol, Max Weber, Mary Parker Pollett, dan Chester I. Bernard. Henri Fayol (1841-1925), dalam Stoner, 1995, p. 35, merupakan orang pertama yang membuat tingkah laku manajerial secara sistematik. Menurut Fayol bahwa praktek manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi dan dianalisis. Dari pemahaan dasar ini ia membuat rancangan untuk doktrin manajemen yang kompak, yang salah satunya masih memiliki kekuatan dan dianut oleh banyak organisasi hingga sekarang. Kalau Taylor pada dasarnya memikirkan fungsi organisasi, Fayol tertarik pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen, yang menurut dia merupakan hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis. Sebelum Fayol biasanya dipercaya bahwa seorang ”manajer dilahirkan, bukan dibentuk”. Akan tetapi Fayol Meyakinkan bahwa manajemen adalah suatu keterampilan seperti yang lain yang dapat diajarkan kalau prinsip-prinsip dasarnya difahami. Berikut ini adalah 14 prinsip manajemen dari Fayol: 1. Pembagian tugas. Semakin orang menjadi spesialis, semakin efisien mereka dapat menyelesaikan tugasnya. Lini perakitan modern dianggap sebagai contoh penerapan dari prinsip ini. 23 2. Wewenang. Manajer harus memberikan perintah sehingga tugas selesai. Walapun wewenang formal membenarkan mereka memberi perintah, manajer tidak memaksa kepatuhan kecuali mereka juga memiliki wewenang pribadi (seperti pengalaman yang relevan). 3. Disiplin.Anggota organisasi perlu menghormati peraturan dan persetujuan yang mengatur organisasi. Bagi Fayol disiplin berasal dari kepemimpinan yang baik pada semua tingkat organisasi, persetujuan yang adil (seperti membekali untuk menghargai prestasi superior), dan penerapan sanksi yang bijaksana dan konsisten. 4. Kesatuan komando. Setiap karyawan hanya mendapat instruksi hanya dari satu orang. Fayol percaya kalau seseorang menjadi bawahan dari beberapa orang manajer, akan terjadi konflik dalam instruksi dan kekacauan dalam wewenang. 5. Kesatuan dalam pengaraha. Operasi dalam organisasi yang mempunyai obyektif sama harus diarahkan hanya oleh seorang manajer menggunakan satu rencana. 6. Kepentingan individual di bawah kepentingan umum/organisasi. Dalam keadaan apa pun, kepentingan pribadi karyawan tidak boleh didahulukan dari kepentingan organisasi secara keseluruhan. 7. Imbalan. Kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan harus adil bagi karyawan dan majikan. 8. Sentralisasi. Mengurangi peran bawahan dalam pengambilan keputusan adalah sentralisasi; meningkatkan peran mereka adalah disentralisasi. Fayol percaya bahwa manajer harus mempertahankan tanggung jawab akhir, tetapi pada saat yang sama harus memberikan wewenang yang cukup kepada bawahan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. 9. Hirarkhi. Garis wewenang dalam sebuah organisasi- sekarang sering digambarkan dalam bagan atau struktur organisasi- berjalan menurut peringkat dari manajemen puncak ke tingkat yang paling bawah dari organisasi. 24 10. Susunan. Material dan orang harus berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Orang, harus pada posisi atau pekerjaan yang paling cocok baginya. 11. Keadilan. Manajer harus bersahabat dan adil kepada bawahannya. 12. Stabilitas Staf. Banyaknya karyawan yang keluar mengungkapkan fungsi efisiensi dari organisasi. 13. Inisiatif. Bawahan harus diberi kebebasan untuk memikirkan dan melaksanakan rencana mereka. Walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 14. Semangat Korps. Mempromosikan semangat tim akan memberikan rasa kesatuan pada organisasi. Bagi Fayol, bahkan faktor yang kecilpun harus membantu mengembangkan semangat. Dia menyarankan, misalnya, penggunaan komunikasi verbal sebagai ganti dari komunikasi formal tertulis jika memungkinkan. Pendukung aliran Fayol adalah Max Weber (1864-1920) dalam Stoner, 1995, p. 37, seorang sosiolog Jerman terkemuka mengembangkan suatu teori manajemen birokrasi yang menekankan kebutuhan akan hirarkhi yang ditetapkan dengan ketat yang diatur dengan peraturan dan wewenang yang jelas. Menurut Weber bahwa sebuah organisasi yang ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitasnya dan tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas diantara para karyawan inyatakan dengan jelas. Disamping juga Weber percaya bahwa kompetensi teknis harus ditekankan dan bahwa evaluasi prestasi kerja harus berdasarkan pada keunggulan. Tokoh lainnya adalah Mary Parker Polett (1868-1933) dalam Soner, 1995, p. 37, yang sumbangan pemikirannya banyak memperkenalkan elemen baru, terutama dalam bidang hubungan manusia dan struktur organisasi. Ddalam hal ini, ia mempelopori kecenderungan yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh aliran tinkah laku dan ilmu manajemen yang muncul kemudian. Folett percaya bahwa tidak seorangpun dapat menjadi seorang yang utuh kecuali sebagai anggota sebuah 25 kelompok: manusia tumbuh lewat hubungan mereka dengan manusia lain dalam organisasi. Menurut Folett, sebenarnya manajemen adalah seni melakukan pekerjaan melalui manusia. Sejalan dengan Polett, Chester Bernard (1886-1963) dalam Stoner, 1995, p. 38. memperkuat dari pengalamannya bahwa sebenarnya orang berkumpul dalam organisasi formal untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai kalau bekerja sendiri. Tetapi pada saat mengejar tujuan organisasi mereka juga harus memuaskan kebutuhan individual masing-masing yang pada akhirnya Bernard sampai pada sebuah thesis sentralnya bahwa sebuah perusahaan dapat beroperasi secara efisien dan tetap bertahan hanya kalau secara organisasi dibuat seimbang dengan tujuan dan keperluan individual yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Apa yang dikerjakan Bernard adalah menetapkan prinsip yang membuat orang dapat bekerja dalam hubungan yang mantap dan saling menguntungkan secara terus menerus. 3. Aliran Tingkah Laku Aliran tingkah laku yang menganggap bahwa organisasi juga hidup bagaikan manusia muncul sebagai kritik karena pendekatan organisasi klasik tidak berhasil mencapai produksi efisien yang harmoni di tempat kerja yang memadai Manajer menjadi prustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang diramalkan/diharapkan. Jadi terdapat minat yang semakin besar untuk membantu manajer agar lebih efektif dalam hubungannya dengan sis manusia dari organisasi mereka, oleh karenanya pendekatan aliran tingkah laku yang dikenal dengan Behavioral management pendekatannya lebih banyak didukung dari disiplin sosiologi dan psikologi (dalam kajian ini menjadi perpektif yang masing-masing berdiri sendiri). 4. Aliran Ilmu Manajemen Aliran ilmu manajemen (Management science) muncul pada saat perang dunia ke 2, dimana pasukan inggris dengan sekutunya berhasil membentuk tim operasional research (OR) yang beranggotakan berbagai ahli matematika, fisika dan ilmu yang lain dalam tim OR. Tujuannya bagaimana dengan ketersediaan logistik, serdadu, 26 persenjataan yang ada harus mampu menaklukkan Jerman dan Jepang. Dan terbukti memang Inggris dan sekutunya berhasil memenangkan perang. Setelah perang usai, penerapan model operasional reseach berangsur angsur menjadi semakin jelas terlebih lagi setelah ditemukannya komputer berkecepatan dan kemampuan tinggi dan komunikasi diantara komputer membuka jalan untuk menangani masalah organisasi dalam penggunaan sumber dayanya yang semakin kompleks untuk tujuan analisis optimasi pemakaiannya. Penerapan OR telah banyak membantu para CEO perusahaan multi nasional mencapai sukses besar ( Stoner, 1995, p. 44) 5. Aliran Mutahir Teori Manajemen Teori manajmen modern pada dasarnya adalah mozaik dari berbagai teori yang paling sedikit telah bertahan selama satu abad terakhir (Stoner et all, 1995, p. 45). Teori manajemen yang belakangan muncul diantaranya menggunakan pendekatan sistem dan pendekatan kontingensi (situasional) Pendekatan sistem untuk manajmen memandang suatu organisasi sebagai suatu kesatuan sistem yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berkaitan. Pendekatan ini memberikan kemungkinan kepada para menejer untuk melihat organisasi secara keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal organisasi yang lebih luas dan berubah secara dinamis (telah diuraikan di depan mengenai globalisasi dan manajemen). Teori sistem setidaknya membantu manajer dalam meramalkan bagaimana perubahan lingkungan eksternal sebagai sistem bisnis global terhadap organisasi (tingkat mikro/entitas bisnis) sebagai salah satu sub sistemnya. Pendekatan ini yang secara lebih tajam akan dilihat pengaruhnya pada perilaku manajemen pada organisasi koperasi. Pendekatan kontingensi sering juga disebut sebagai pendekatan situasional, dikembangkan oleh manajer, konsultan dan peneliti yang mencoba menerapkan konsep dan aliran besar manajemen seperti yang telah diuraikan pada situasi 27 kehidupan nyata organisasi yang menjadi obyek (dalam kajian ini adalah koperasi). Ketika berbagai metoda amat efektif dalam satu situasi tertentu, tetapi gagal bekerja dalam situasi yang lain, maka kita akan mencari penjelasannya, mengapa? Menurut pendekatan kontingensi, tugas manajer adalah mengidentifikasi teknik manajemen yang mana yang dalam situasi tertentu, dibawah keadaan tertentu, dan pada waktu tertentu, paling baik memberikan kontribusi pada sasaran manajemen. Dalam kajian ini penulis condong pada aliran pendekatan manajemen modern dengan pendekatan situasional (contingency) 2.5. Fungsi dan Proses Manajemen Para pakar manajemen menyimpulkan bahwa sejak akhir abad kesembilan belas, biasanya manajemen didefinisikan dalam empat fungsi spesifik dari manajer, yaitu merencanakan (Planning), mengorganisasikan (Organizing), melaksanakan (actuating), dan mengendalikan (Controlling), walaupun kerangka kerja ini masih terus di teliti dan sering diperdebatkan (Stoner at al,1996 : 10). Tetapi kondisi terkini, para pakar manajemen Amerika cenderung menganut tiga fungsi utama yaitu Planning, Organizing, dipertanggungjawabkan dan Controlling dengan alasan yang dapat bahwa Actuating atau pelaksanaan sebenarnya masuk dalam dimensi perencanaan (Gibson, at al. 1996 : 174). Dalam kajian ini, peneliti juga menggunakan kerangka kerja fungsi manajemen menurut Gibson. Proses adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan. Jadi manajemen sebagai suatu proses adalah pengertian yang menekankan bahwa manajer- tidak peduli bakat dan keterampilannya-terlibat dalam aktivitas yang saling terkait dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan. 1. Perencanaan (planning) Para manajer dalam sebuah organisasi mempunyai tanggung jawab utama terhadap perencanaan. Para pakar manajemen memandang perencanaan sebagai fungsi primer manajemen yang akan menentukan dua fungsi lainnya yaitu 28 pengorganisasian dan pengendalian untuk mengarahkan pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Menurut Gibson, at al (1996: 172) perencanaan berfokus pada masa depan: apa yang harus dicapai dan bagaimana mencapainya. Pada esensinya fungsi perencanaan termasuk aktifitas manajerial yang menetapkan tujuan-tujuan untuk masa depan dan sarana yang tepat untuk mencapainya. Hasil dari fungsi perencanaan adalah rencana, suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan yang akan diambil perusahaan atau organisasi. Lebih lanjut, Gibson menekankan bahwa fungsi perencanaan mengharuskan manajer untuk membuat keputusan tentang empat elemen atau dimensi dasar rencana: tujuan, tindakan, sumber daya, dan implementasi. (1) Tujuan, menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan oleh sebuah organisasi untuk dicapai (dikaitkan dengan perspektif waktu tujuan dapat berupa tujuan jangka panjang berupa visi maupun tujuan jangka pendek yang sering disebut tujuan atau sasaran). Sebagai contoh pernyataan ”visi perusahaan menjadi perusahaan bisnis eceran terdepan di Indonesia yang menguasai pangsa pasar lebih dari 50 persen”. Sedangkan tujuan jangka pendeknya dapat berupa” pada akhir tahun 2008 perusahaan sudah mampu meningkatkan laju volume penjualan sebesar 15 persen dari tahun sebelumnya. (2) Tindakan, adalah sarana atau aktivitas-aktivitas khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Jika dikaitkan dengan visi dan tujuan diatas, maka tindakan yang dimaksud adalah untuk menguasai pangsa pasar lebih dari 50 persen dan pada akhir tahun 2008 volume penjualan harus sudah meningkat sebesar 15 persen dari kondisi tahun sekarang. Sudah barang tentu penetapan tujuan dan tindakan juga memerlukan peramalan (forecasting) masa depan. (3) Sumber daya, merupakan hambatan-hambatan pada rangkaian tindakan, begitu pula potensi-potensi yang dapat mendukang tindakan juga harus diperhitungkan. Sebagai contoh, biaya total yang dikeluarkan untuk promosi pengembangan pasar tidak boleh lebih dari 5 persen dari volume penjualan. 29 Suatu rencana harus menetapkan macam dan banyaknya sumber daya yang diperlukan, juga sumber daya potensial dan alokasi dari sumber daya tersebut. Penetapan sumber daya juga melibatkan penganggaran (budgeting), identifikasi dan alokasi sumber daya yang dapat dipastikan untuk rangkaian tindakan. (4) Implementasi, penugasan dan arahan personel untuk melaksanakan rencana tersebut (staffing). Jadi pada akhirnya sebuah rencana harus memasukkan cara dan sarana untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan tersebut. Dalam praktek, pada beberapa organisasi, perencanaan adalah usaha gabungan para manajer dan personil lainnya. Di suatu organisasi, perencanaan dikerjakan oleh kelompok manajemen atas. Di organisasi yang lain lagi, perencanaan awal dilakukan oleh satu individu. Jadi, berapa orang dan siapa yang terlibat dalam perencanaan akan sangat tergantung pada ukuran dan jenis organisasi, jumlah individu yang bertanggung jawab terhadap perencanaan akan bervariasi. Umumnya semakin besar suatu organisasi, semakin banyak individu yang terlibat dalam perencanaan (Gibson, at al 1996: 173). Selain kita mengenal fungsi perencanaan dan elemen-elemen penting didalamnya seperti telah diuraikan di atas, organisasi-organisasi sekarang berfungsi dalam suatu lingkungan persaingan global yang makin ketat. Untuk membentuk kesatuan tujuan di sebuah organisasi dan untuk menjaga agar anggota organisasi bergerak dalam arah yang sama, manajer senior harus menyusun rencana strategis dengan visi yang kuat. Perencanaan strategis memainkan peran kunci dalam mencapai keseimbangan antara hasil jangka pendek dan jangka panjang. Memusatkan perhatian hanya kepada hasil jangka pendek dapat menimbulkan keengganan menanggung resiko yang menyebabkan perusahaan berjalan lamban (Gibson, at al 1996:204) Perencanaan Strategis Perencanaan strategis merupakan suatu proses untuk menganalisis dan mengambil keputusan yang berkenaan dengan: 30 • Misi, atau alasan keberadaan suatu organisasi • Sasaran, atau hasil yang harus dicapai oleh suatu organisasi • Strategi, atau upaya (aktivitas) untuk mencapai sasaran yang diinginkan • Alokasi sumber daya, yaitu mendistribusikan sumber daya pada aktivitas yang tepat untuk mencapai sasaran. Perencanaan Operasional Perencanaan operasional merupakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan perencanaan strategis jangka pendek, yang mencakup: • Apa yang harus dilakukan • Siapa yang melakukannya,dan • Bagaimana melakukannya Perencanaan operasional , antara lain mencakup kegiatan: • Membuat anggaran tahunan (divisi, departemen, proyek dll) • Memilih metoda atau prosedur spesifik guna mengimplementasikan strategi perusahaan • Menetapkan serangkaian tindakan tertentu yang diperlukan guna memperbaiki dan meningkatkan kinerja operasional perusahaan. 2. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian dapat dikatakan sebagai proses penciptaan hubungan antara berbagai fungsi, personalia dan faktor-faktor fisik, agar semua pekerjaan yang dilakukan dapat bermanfaat serta terarah pada suatu tujuan. Mengorganisasikan merupakan bagian proses manajemen yang memiliki arti membagi pekerjaan diantara para individu dan kelompok serta mengkoordinasikan aktivitas mereka agar setiap individu dapat mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugasnya sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik dalam suatu perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner, at al 1996: 11) Menurut Gibson, at al (1996: 233) lebih lanjut menjelaskan bahwa fungsi pengorganisasian dalam sebuah organisasi meliputi pembagian seluruh tugas 31 kedalam berbagai kerja individual dengan wewenang dan tanggung jawab tertentu untuk menjalankan kerja tersebut dan selanjutnya berbagai kerja individual tersebut dikumpulkan kedalam berbagai departemen menurut dasar dan ukuran tertentu. Tujuan fungsi pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi melalui pendisainan struktur hubungan tugas dan wewenang. Dua konsep pokok pengorganisasian adalah disain tugas dan struktur. Disain, dalam konteks ini, mengimplikasikan bahwa manajer melakukan suatu upaya untuk lebih dulu menetapkan cara karyawan melakukan pekerjaannya; struktur menunjuk kepada pertalian yang relatif stabil dan aspek organisasi. Dimensi struktur, meskipun kesepakatan universal tentang perangkat dimensi umum yang mengukur perbedaan struktur organisasi tidak dapat dicapai, beberapa petunjuk dapat dibuat. Kita dapat menggunakan tiga dimensi struktur organisasi untuk menggambarkan dan menganalisis perbedaan berbagai struktur organisasi. Ketiga dimensi tersebut adalah formalisasi, sentralisasi dan formalitas (Gibson, at al. 1996:234) Berdasarkan pada pandangan para ahli manajemen tentang fungsi pengorganisasian yang telah diuraikan diatas maka dimensi variabel fungsi dan proses pengorganisasian yang menjadi dasar kajian, meliputi : • disain struktur • dasar pembagian tugas • pendelegasian wewenang • mekanisme koordinasi Pengorganisasian yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan, diantaranya: • Meningkatkan hubungan yang baik antar anggota organisasi, maupun antar bagian/unit dalam organisasi sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan dalam organisasi. 32 • Setiap anggota organisasi dapat mengetahui dengan jelas tugas dan kewajiban serta tanggung jawabnya. Dengan semakin pesatnya teknologi informasi, telah banyak mempengaruhi mekanisme koordinasi dan komunikasi dalam pekerjaan. Kalau cara-cara lama pelaksanaan kordinasi dan komunikasi cenderung dilakukan secara formal, terjadi perubahan kepada koordinasi dan komunikasi yang cenderung cepat dan informal seperti dengan menggunakan SMS, e-mail, web dan lain sebagainya yang membantu mempercepat penyelasaian masalah dan pengambilan keputusan tidak harus diselesaikan dalam rapat-rapat koordinasi formal yang memerlukan biaya tinngi. Organisasi Jaringan (net work) Berbagai bentuk kerjasama antar organisasi bisnis atau perusahaan sudah lama dikembangkan di dalam kehidupan ekonomi seperti misalnya di dalam bentuk kartel, holding company dan lebih dikembangkan lagi di dalam bentuk joint venture, strategic allinces dan informational networks (Dulfer; 1994). Dengan merujuk pada teori manajemen dan dihubungkan dengan proses penyelenggaraan kerjasama antar organisasi perusahaan, maka kerja sama diartikan sebagai usaha untuk mengatasi permasalahan bisnis secara bersama-sama diantara dua atau lebih perusahaanperusahaan. Indikasinya adalah adanya penggabungan penyediaan kepentingan bersama melalui aktivitas bersamayang diikuti berdasarkan kontrak formal (Hann/Kaufmann, dalam IHCO; 1994). Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang dibentuk oleh sekelompok pengusaha kecil dan menengah atau badan hukum koperasi lainnya memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pengertian ini. Konsepsi tentang aliansi strategisbanyak dibicarakan didalam pembahasan mengenai manajemen strategis. Fungsi dari manajemen strategis adalah menetapkan arah perusahaan ke masa depan. Aliansi strategis merupakan salah satu bentuk spesifik dari kerjasama, peserta bergabung untuk menetapkan sasaran strategis bersama dan membangun keunggulan bersaing Mereka menyatukan kegiatan-kegiatan yang selaras dalam kerangka membentuk keunggulan bersaing melalui aliansi, meskipun pengertiannya masih sering diterapkan secara terbatas misalnya untuk menjelaskan 33 kerja sama horizontal saja. Aliansi horizontal adalah aliansi strategis dalam sektor industri yang sama atau karena memiliki teknologi yang berkaitan satu sama lain (Backhlaus, dalam Hann/Kaufmann; 1994). Fenomena empirik yang dapat diamati sebagai contoh adalah aliansi strategis antara Toyota dan Daihatsu dalam memproduksi mobil MPV Avanza dan Senia. Dengan melakukan kerjasama ini mereka mampu memperoduksi mobil dengan lebih efisien tanpa saling merebut pangsa pasar masing-masing dan ternyata sukses besar. 3. Pengendalian (controlling) Fungsi terakhir manajemen yang harus dilaksanakan oleh pihak manajemen adalah fungsi pengendalian. Pengendalian merupakan aktivitas untuk menemukan, mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai, dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat dilakukan koreksi bila terjadi penyimpangan. Proses pengendalian mencatat setiap perkembangan kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda pencapaiannya yang memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat penyimpangan. Karenanya, pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan. Menurut Gibson, at al (1996: 302), terdapat tiga jenis pengendalian manajemen yaitu pengendalian pendahuluan (preliminary control), pengendalian bersamaan (concurrent control), dan pengendalian umpan balik (feedback control). Pengendalian pendahuluan berfokus pada pencegahan penyimpangan dalam kualitas dan kuantitas dari sumber daya yang digunakan oleh organisasi. Sumber daya manusia harus memenuhi kualifikasi yang ditentukan. memenuhi tingkat kualitas yang bias diterima dan harus Material harus tersedia pada saat dibutuhkan. Modal juga harus cukup tersedia sesuai dengan yang direncanakan. Pengendalian bersamaan, memantau operasi yang berjalan memastikan bahwa berbagai tujuan telah direalisasikan. Standar yang membimbing kegiatan yang 34 berjalan dihasilkan dalam uraian pekerjaan dan berbagai kebijakan yang dihasilkan dari fungsi perencanaan. Metoda pengendalian umpan balik berfokus pada hasil-hasil akhir. Tindakan korektif ditunjukkan kepada perbaikan proses perolehan sumber daya atau operasi actual. Matriks Jenis dan Teknik Pengendalian (Gibson, at al. 1996:305) Jenis Pengendalian Teknik Pengendalian Pendahuluan • Pemilihan, penarikan dan penempatan karyawan Bersamaan Umpan balik Dalam praktek, • Pemeriksaan material • Penganggaran modal • Penganggaran keuangan • Pemantauan • Pengarahan • Analisis laporan keuangan • Analisis biaya standart • Prosedur pengendalian kwalitas • Evaluasi kinerja karyawan penerapan fungsi pengendalian dalam manajmen modern dikaitkan dengan orientasi meningkatkan kualitas secara menyeluruh. Salah satu dari konsep tersebut adalah Total Quality Management (TQM). Istilah total mengandung makna every process, every job and every person (Lewis and Smith, 1994). Pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and davis, 1994) yaitu aspek pertama menguraikan apa TQM itu. TQM didefinisikan sebagai pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Sedangkan aspek yang kedua adalah cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM yang terdiri: berfokus pada pelanggan (internal maupun eksternal), berobsesi tinggi 35 pada kualitas, menggunakan pendekatan ilmiah, memiliki komitmen jangka panjang, kerja sama tim, penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, menerapkan kebebasan yang terkendali, memiliki kesatuan tujuan, serta melibatkan dan memberdayakan karyawan. Creech (1996) disisi lain mengemukakan ada lima pilar untuk dapat berhasil menerapkan TQM, lima pilar tersebut adalah produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen. Lebih lanjut creech menjelaskan bahwa produk merupakan titik pusat bagi tujuan dan prestasi organisasi. Kualitas dalam produk tidak mungkin tanpa kualitas dalam proses. Kualitas dalam proses tidak akan mungkin ada tanpa ada organisasi yang tepat. Organisasi menentukan kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem manajemen. Meskipun demikian, organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai dan komitmen yang kuat. 2.6. Sistem Penggajian (Renumerasi) Para peneliti dan praktisi manajemen telah berusaha mengembangkan pemahamannya terhadap hubungan antara struktur organisasi dan kinerja, sikap karyawan, kepuasan kerja dan berbagai variabel lain yang dianggap penting. Namun usaha pemahaman tersebut telah dihambat tidak hanya oleh kerumitan hubungan diantara variabel-variabel tersebut, tetapi oleh kesulitan dalam mengukur dan menentukan konsep struktur organisasi itu (Gibson, at al 1996: 235). Berdasarkan penjelasan ini, sebenarnya dimensi sistim penggajian dan juga sistim karier termasuk dalam ranah struktur organisasi, karena alasan kerumitan tersebut maka dimensi ini menjadi variabel sendiri yang masuk dalam ranah manajemen sumber daya manusia sebagai cabang ilmu manajemen yang mendalami masalah tersebut. Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling mendasar dari sumber daya manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan pikiran mereka untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif yang dapat meningkatkan mativasi karyawan dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas karyawan. 36 Sebagai konsep, kompensasi didefinisikan ” compensation is what employess receive in exchange for their work, including pay and benefits” (Werther 1994). Definisi lain menyebutkan ” Compensation refers to all forms of financial return, tangible services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship.” (Milkovich, 1988) Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu yang dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit lain merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam mayarakat. Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut. menentukan besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan, Dalam perlu dipertimbangkan banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktor-faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan. Pada model tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang berada di luar teknik kompensasi sebenarnya bertujuan untuk menciptakan efisiensi serta equity bagi karyawan dan perusahaan. Model tersebut digambarkan sebagai berikut: 37 Gambar : Pay model Sumber: George T. Milkovich & John W. Boudreau, 1988, p. 714. Adanya perasaan tidak adil dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang kurang baik bagi pencapaianan tujuan organisasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya gap antara harapan karyawan dengan kenyataan yang diperolehnya di organisasi tersebut. Bernardin (1993) menuangkan hal-hal yang berpengaruh terhadap harapan, kenyataan dan kepuasan maupun ketidakpuasan karyawan dalam suatu model sebagai berikut: 38 Gambar: Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dalam hal kompensasi Sumber: H. John Bernardin & Joyce E.A. Russell, 1993, p. 422. Dari model diatas dapat dilihat bahwa ternyata secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal kompensasi dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban pkerjaan serupa yang ditangani karyawan setingkat di organisasi lain, karakteristik pekerjaan, hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi lain serta pendapatan yang diperolehnya di organisasi. 39 Ketidak puasan akan pendapatan dan benefit yang diperolehnya dapat menimbulkan berbagai dampak. Kemungkinan-kemungkinan dampak dan ketidak puasan karyawan terhadap kompensasi atau keinginan karyawan untuk mendapat lebih yang diberikan organisasi digambarkan pada bagan berikut. Gambar: A Model of the consequences of pay dissatisfaction Peformance Strikes Desire for more pay Grievances Absenteeism Search for a higher-paying job Turnover Pay dissatisfaction Lower attractiveness of job Psychological withdrawal Job dissatisfaction Dispensary visits Absenteeism Poor mental health Sumber:Wiliam B. Werther.Jr.& Keith Davis, 1996, p.379. Gegiatan-kegiatan yang termasuk kedalam manajemen kompensasi menurut Werther (1996) adalah: • Wages and salaries • Incentives and gainsharing 40 • Benefit and services • Security, safety and health Selanjutnya ada tiga tujuan yang ingin dicapai dari program kompensasi dan renumerasi (Edwin B. Flippo, 1992) yaitu (1) untuk menarik karyawan yang cakap ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi mereka untuk mencapai prestasi yang unggul, dan (3) untuk menciptakan masa dinas yang panjang. Kompensasi dapat dibedakan dalam bentuk uang dan non uang serta dapat diberikan secara langsung dan tidak langsung (Wayne F. Cascio, 1995). Kompensasi langsung berupa upah/gaji dan insentif, sedangkan kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan-tunjangan. Dalam hal ini Edwin B. Flippo membedakan tiga jenis kompensasi, yaitu (1) kompensasi dasar, (2) kompensasi variabel, dan (3) kompensasi tambahan tunjangan. Kompensasi dasar berupa upah/gaji biasanya didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan. Evaluasi pekerjaan jika dikaji bersamaan dengan survey atas dasar tarif-tarif yang dibayar oleh perusahaan pesaing, maka organisasi dapat menyusun kebijakan upah dan gaji yang memadai. Ini berarti penyusunan kebijakan upah atau gaji harus konsisten dengan kondisi internal dan kondisi eksternal organisasi. Lebih lanjut Wayne F. Cascio, 1995, berpendapat bahwa untuk mengembangkan sistem upah dan atau gaji diperlukan empat alat dasar, yaitu (1) update job description, (2) job evaluation method, (3) Pay surveys, dan (4) Pay structure. Dari banyak penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara kompensasi kerja dengan motivasi kerja dan produktivitas menunjukkan korelasi yang kuat. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan modern selalu mengembangkan kebijakan kompensasi yang dinamis dan cenderung transparan telah berhasil memelihara karyawannya, meningkatkan loyalitas, dedikasi dan integritas karyawannya untuk bekerja keras dan produktif. 41 2.7. Sistem Karier Dalam manajemen sumber daya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan karyawan. Tumbuh suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini mengakibatkan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan terseddianya sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi secara terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas dengan membajak atau mengambil kryawan dari perusahaan lain dengan tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal. Khusus mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para karyawan, sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara sistem karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne Mondy dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang kerja lainnya diantaranya adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri karyawan, sementara itu kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja para karyawan suatu perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk (1998) bahwa rotasi kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan untuk menciptakan variasi pekerjaan bagi karyawan dengan tujuan (1) firms often find it necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal desires and is an effective dealing with personality clasches. Dari uraian tersebut bahwa tujuan sistem rotasi karyawan yang pertama adalah berkaitan dengan kepentingan perusahaan dalam melaksanakan reorganisasi perusahaan dalam rangka menjawab tantangan-trantangan dan kebutuhan-kebutuhan perusahaan baik tantangan yang muncul dari dalam perusahaan maupun dari luar. Tujuan yang kedua berkaitan dengan promosi jabatan. Seorang karyawan yang akan 42 naik jabatan, terutama para manajer, biasanya ditransfer dulu ke bidang kerja lain. Hal ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kerja karyawan yang bersangkutan sehingga dalam menduduki jabatan barunya kelak, ia sudah memiliki pengalaman den wawasan yang luas tentang pekerjaan. Cheraskin dan michael A. Campion dalam Wendell L. French, 1998, menyebutkan ada delapan hal yang harus dipertimbangkan dalam sistem rotasi dan karier karyawan, yaitu: 1. Sistem rotasi harus dipertimbangkan sebagai komponen dari pelatihan dan program karier. 2. Ada kejelasan tentang jenis atau bidang keterampilan apa yang akan diorientasikan kepada karyawan 3. Melaksanakan sistem rotasi untuk bidang-bidang kerja nonexempt dan bidang-bidang pekerjaan profesional dan bidang-bidang manajerial. Bahkan sistem rotasi bisa dilaksanakan untuk semua bidang pekerjaan. 4. Untuk promosi karier, baik yang bersifat cepat maupun lambat, sistem rotasi tepat untuk digunakan sebab akan dapat mengurangi efek-efek negatif dari proses karier tersebut dengan memberikan stimulasi-stimulasi pekerjaan tambahan. 5. Sistem rotasi dapat digunakan sebagai alat pengembangan karier di luar jalur promosi karier biasa. 6. Para pekerja minoritas dan juga para wanita harus diberikan perhatian khusus dalam perencanaan sistem rotasi. 7. Hubungan sistem rotasi dengan pengembangan karier harus dirumuskan dengan jelas sehingga setiap pekerja mengetahui performance mana yang harus dikermbangkan sebagai suatu syarat untuk menempati jabatan barunya. Hubungan antara sistem rotasi dan pengembangan karier harus secara bersama-sama dirumuskan oleh para pekerja dan pimpinan saat pekerja yang bersangkutan diorientasikan untuk menduduki sebuah jabatan.Keuntungan dari pendekatan ini yaitu bahwa si pekerja dan pimpinan memiliki pengertian 43 yang sama dan jelas tentang apa yang diharapkan dari si pekerja dengan menduduki jabatan tersebut sehingga membuahkan hasil yang baik. 8. Menggunakan metoda sistem rotasi yang efektif dan efisien. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan modern harus memiliki kebijakan sistem rotasi dan karier sebagai bagian yang terintegrasi dengan sistem kompensasi dan penghargaan yang baik pula. Hal ini sudah banyak dibuktikan pada perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan, tumbuh dan berkembang serta berumur panjang adalah perusahaan yang memiliki kebijakan sistem karier dan rotasi yang dinamis sesuai dengan tuntutan perubahan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. 2.8. Efisiensi Usaha Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha. Efisiensi usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan ” the six M”, yaitu Man, Material, Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan. Hanya perusahaan yang efisien yang akan mampu bertahan dalam situasi ketidak pastian pasar. Pendekatan manajemen terhadap efisiensi juga merujuk pada disiplin ilmu ekonomi. Dari berbagai literatur ekonomi bahwa efisiensi adalah ukuran produktivitas penggunaan sumber daya ekonomi. Dalam konsepnya dikenal dengan konsep efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis dapat diukur dari tingkat produktivitas fisik input dalam menghasilkan tingkat input contohnya produktivitas gabah ton per hektar, produktivitas sapi perah liter susu per hari per ekor. Menurut konsep ini efisiensi teknis akan tercapai pada tingkat produktifitas input tertinggi ( Perguson, 1984 ) Efisiensi ekonomis didekati dengan bagaimana input digunakan untuk menghasilkan tingkat keuntungan usaha yang maksimal ( Bboediono, 1986 ). Pendekatannya dapat dilakukan kedalam model least-cost combination ( kombinasi pemakainan input 44 dengan biaya terendah ), lebih lanjut dalam disiplin ilmu manajmen keuangan dikenal dengan efisiensi biaya. Model lainnya adalah model output maximization, yaitu dengan menggunakan modal tertentu bagaimana perusahaan menghasilkan output paling banyak, yang berarti mencapai tingkat keuntungan maksimal. Dalam manajemen bisnis model ini dikenal dengan efisiensi usaha yang biasanya diukur dalam monetary term. Untuk menganalisis efisiensi manajemen bisnis pada koperasi akan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Hanel ( 1988 ), efisiensi manajemen usaha koperasi dapat menggunakan ukuran: 1. Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dalam validitas laporan keuangan koperasi (financial viability ) dan keragaan kewirakoperasian (entrepreneurship performance ). 2. Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan. 3. Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota. Sedangkan menurut Boediono ( 1986 ), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada koperasi dapat diukur dengan jumlah atau banyaknya anggota yang bisa diangkat dari bawah garis kemiskinan, atau distribusi penghasilan para anggotanya, atau besarnya cooperative effect yang bisa disebarkan kepada anggotanya. Jika dibandingkan dengan pendapat Hanel, Boediono menekankan efisiensi koperasi pada efisiensi pengembangan dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya. Hal ini saling memperkuat konsep efisiensi koperasi. Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan seperti yang dijelaskan oleh Bambang Riyanto ( 1995 ) yang dikelompokka kedalam rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio provitabilitas. Sedangkan pengukuran efisiensi di tingkat anggota akan menggunakan konsep hanel dan Boediono. 45 2.9. Positioning Koperasi dan Non Koperasi Pendekatan analisis positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya adalah bagian dari manajemen pemasaran. Positioning diartikan bagaimana produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu yang mendorong konsumen setia terhadap produk dari perusahaan yang ditandai dengan pembelian berulang. Pembelian berulang merupakan indikator konsumen puas dan perusahaan telah berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen dan dalam jangka panjang bisnis akan tetap berjalan. Lebih lanjut penggunaan positioning sering dipakai pada manajemen strategi perusahaan. Para CEO biasanya dibantu oleh konsultan manajemen ingin memposisikan perusahaan di dalam industri dibandingkan dengan para pesaingnya. Diawali dengan analisis lingkungan internal perusahaan untuk menentukan faktorfaktor strategis kekuatan dan kelemahan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis lingkungan eksternal perusahaan (politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, dan hukum) untuk menganalisis faktor strategis peluang dan ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Menurut Prahalad dan Hamel (1990) dalam Aji Dedi Mulawarman (2007) menegaskan agar positionaing perusahaan dapat memberikan manfaat yang lebih efektif bagi para pelanggannya, maka organisasi memerlukan kompetensi inti ( core competencies) yang dapat berupa suatu kumpulan keahlian dan teknologi yang mampu menciptakan nilai tertentu di dalam persaingan bisnis. Dalam jangka pendek, kemampuan kompetitif perusahaan bisnis dalam menciptakan nilai dikendalikan oleh kinerja harga. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan yang tangguh dalam era kompetisi global perlu menciptakan manfaat yang berbeda dengan pesaingnya. 46 2.10. Alur Kerangka Pemikiran PROSPEK KOPERASI DARI PERSPEKTIF MANAJEMEN 1. 2. 3. 4. 5. PERTANYAAN YANG HARUS DI BUKTIKAN Apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? Jika masih relevan, mengapa koperasi dianggap masih belum berkembang di Indonesia? Apakah kondisi masyarakat Indonesia masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui koperasi? Apakah proses pengembangan koperasi masih sejalan dengan konsep teori manajemen bisnis? Apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? Studi literature Perkoperasian DIMENSI MANAJEMEN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Fungsi Manajemen Proses strategi manjemen Bentuk organisasi Struktur dan uraian tugas Sistem penggajian dan karier Positioning koperasi efisiensi bisnis koperasi • Kajian hasil penelitian empiric dari Perguruan tingi Literatur manajemen bisnis Data sekunder laporan koperasi Data primer hasil observasi lapangan Studi literature Manajemen KAJIAN LAPANGAN • • • Studi literature Best Practices Manajemen koperasi di Negaranegara lain • • • REKOMENDASI Penguatan/justifikasi Reformulasi dan atau reaktualisasi Rejection dari konsep 47 BAB III. OBJEK DAN METODA KAJIAN 3.1. Objek Kajian Objek dari kajian ini adalah prospek koperasi dari perpektif manajemen bisnis (pemahaman konseptual manajemen pengurus dan manajer koperasi, proses dan fungsi manajemen, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi, dan positioning koperasi) pada koperasi di Propinsi Jawa Barat dan Sumatra Utara. 1. Prospek adalah harapan atau kemungkinan masa depan koperasi Indonesia dapat berkembang atau tidak dapat berkembang dalam lingkungan persaingan global ditinjau dari ilmu manajemen bisnis. 2. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsipprinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. 3. Ilmu manajemen adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha mencapai tujuan tertentu suatu organisasi (dalam hal ini koperasi) melalui kegiatan orang lain yang dilakukan oleh pengurus dan manajer melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian. 4. Bisnis adalah suatu kegiatan perusahaan (dalam hal ini perusahaan koperasi) dalam menghasilkan barang dan jasa dan menjualnya kepada konsumen (anggota dan masyarakat umum) dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan memperoleh Sisa Hasil Usaha dari hasil efisiensi pelayanan untuk kepentingan pengembangan perusahaan koperasi . 5. Manajemen bisnis dalam kajian ini adalah penerapan empiris konsepsi manajemen yang pengorganisasian, dan meliputi proses dan fungsi perencanaan, pengendalian, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan positioning koperasi oleh pengurus dan manajer 48 koperasi didalam bisnis koperasi dalam rangka penggunaan sumber daya koperasi untuk mencapai tujuan koperasi secara efektif dan efisien. 3.2. Metoda Metoda yang diterapkan pada kajian ini adalah explorative study yang teknik studinya menggunakan kombinasi antara: • Studi Literatur, difokuskan kepada literatur perkoperasian, ekonomi koperasi, manajemen umum, manajemen koperasi, serta hasil kajian yang relevan dengan kegiatan ini pustaka-pustaka baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan termasuk publikasi internet. • Pendapat ahli, dilakukan melalui konsultasi dan diskusi terbatas yang dilakukan pada 2 perguruan tinngi yang memiliki kajian ekonomi kerakyatan khususnya dibidang manajemen yang secara cepat dan terarah akan mengkritisi dan memberikan kontribusi dalam penyempurnaan konsep rumusan rekomendasi hasil kajian dari perspektif disiplin ilmu manajemen. • Observasi lapangan, dengan pendekatan expert exploratif survey. Kegiatan observasi lapangan dengan pendekatan expert exploratif survey dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang ciri-ciri dan kondisi penerapan karakteristik variabel manajemen di koperasi secara cepat dan dapat diandalkan. Koperasi yang menjadi obyek observasi terdiri dari 9 unit koperasi yang berada di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat. 3.3. Jenis dan Sumber Data Data primer dan data sekunder dalam kajian ini berasal dari: 1. Hasil kajian dari Perguruan Tinggi yang relevan dengan disiplin kajian manajemen (disertasi, tesis, skripsi dengan topik yang relevan dengan kajian dimensi aspek manajemen seperti fungsi dan proses manajemen, strategi manajemen, struktur organisasi, pembagian tuigas, renumerasi, sistem karier dan efisiensi bisnis koperasi) 49 2. Literatur-literatur manajemen dan manajemen perusahaan non koperasi dan koperasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri (untuk mendukung kerangka teoritis/pendekatan masalah manajemen secara komprehensif) 3. Data sekunder dari beberapa laporan baik dari beberapa koperasi yang menjadi obyek pengamatan maupun dari lembaga atau instansi yang relevan. 4. Data primer dari hasil observasi lapangan, wawancara dengan pengurus, manajer, karyawan dan anggota untuk memperoleh gambaran dan pembuktian pelaksanaan proses manajemen di koperasi. 3.4. Cara Pengumpulan Data Teknik atau cara pengumpulan data dalam kajian ini dilaksanakan dengan cara: 1. Wawancara kepada Pengurus, Manajer, Karyawan, dan Anggota. 2. Observasi/pengamatan langsung kepada aktivitas manajemen pada organisasi koperasi. 3. Studi pustaka. 4. Pengumpulan pendapat ahli/pakar di perguruan tinggi melalui konsultasi dan diskusi terbatas Operasionalisasi Variabel Variabel yang digunakan dalam kajian ini meliputi pemahaman konseptual manajemen oleh pengurus dan manajer koperasi, proses dan fungsi manajemen, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan positioning koperasi. Untuk memperjelas batasan dari variabel, maka tiap variabel kajian dijabarkan kedalam indikator, ukuran penilaian, dan cara menganalisisnya seperti pada matriks berikut. Variabel Dimensi Pengukuran Pemahaman Konseptual Manajemen • • Pengertian Ruang lingkup • Funsi dan proses • • Perencanaan Pengorganisa • Tingkat pengetahuan dan pemahaman konseptual Tingkat keberfungsian Analisis • Deskriptif kualitatif 50 manajemen • Pengendalian • Kompensasi dalam bentuk uang (kompensasi langsung dan tidak langsung) Kompensasi non uang (penghargaan karier, dan penghargaan sosial) Kebijakan pengembang an karier dan rotasi Jenjang karier yang tersedia • Efisiensi pelayanan kepada anggota ( Manfaat Ekonomi Langsung dari efisiensi harga dan SHU bagian anggota). Rasio rentabilitas ekonomi Lingkungan internal Lingkungan eksternal • Sistem penggajian (renumerasi)/ Kompensasi • Sistem karier dan rotasi • • Efisiensi • • Positioning • • • • • • • • • • • • fungsi manajemen dibandingkan dengan konsep Sistem dan standar yang dipakai dalam sistem penggajian Derajat kesesuaian dibandingkan dengan pasar Dampak pada motivasi dan produktivitas kerja Ada tidaknya kebijakan karier dan rotasi pegawai Tingkat turn over pegawai Dampak pada gairah kerja dan produktivitas Tingkat manfaat koperasi yang diterima anggota. Tingkat efisiensi perusahaan koperasi (financial term) Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman • Deskriptif kualitatif • Deskriftif kualitatif dan kuantitatif • Deskriptif kualitatif. • Deskriptif kualitatif dan kuantitatif • deskriptif kualitatif 51 3.6. Teknik Penentuan Sampel Unit sampel wilayah kajian telah ditetapkan secara purposif sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja ( TOR ) yaitu di 6 ( enam ) provinsi meliputi Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Lampung. Memperhatikan keragaman dan kompleksitas koperasi baik dilihat dari jenis, bentuk organisasi, sektor usaha, jangkauan pelayanan, sekala bisnis, heterogenitas keanggotaan maka penetapan wilayah sampel koperasi sebagai obyek observasi untuk kajian ini difokuskan pada Propinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara. Selanjutnya pada masing-masing wilayah, unit sampel pengamatan koperasi dikelompokkan kedalam koperasi singgle purpose ( diwakili oleh KSP dan Koperasi Peternakan ) dan koperasi multi purpose (diwakili oleh KUD). Untuk menguji perbedaan karakteristik sesuai denggan identifikasi masalah masalah dan tujuan kajian maka masing-masing obyek koperasi dibedakan lagi kedalam koperasi maju dan koperasi kurang maju. Tabel 2.1. Sebaran Sampel Koperasi Pada Dua Propinsi Wilayah Kajian (dalam unit) Jawa Barat Sumatera Utara KUD Kopnak KSP PUSKUD GKSI 2 1 1 - 1 2 - 1 1 - Meskipun obyek sampel pengamatan difokuskan pada koperasi primer, tapi untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap manajemen bisnis koperasi, obyek pengamatan dapat diperluas kepada Koperasi Sekundernya. Yang menjadi responden dalam kajian ini adalah pengurus, manajer, karyawan dan anggota dengan perincian sebagai berikut. 52 Tabel 2.2. Responden Responden Jumlah (orang) 1. Pengurus 18 2. Manajer 9 3. Karyawan 9 4. Anggota 9 3.7. Metoda Analisis Data Analisis data dilaksanakan untuk dapat menyimpulkan dan merekomendasikan berbagai hal berkaitan dengan tujuan Kajian Prospek Koperasi Dari Perspektif Disiplin Ilmu Manajemen Bisnis. Metoda yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. 53 BAB IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN Secara metodologis kajian ini diawali dari studi pustaka untuk memperkuat landasan konsep teori manajemen, kemudian merumuskan variabel kajian dan kerangka operasionalisasinya, dilanjutkan dengan observasi lapangan (pada koperasi sampel) untuk membuktikan implementasi dan proses variabel manajemen yang kemudian dibandingkan dengan temuan atau hasil-hasil kajian atau penelitian manajemen pada koperasi yang pernah dilakukan sebelumnya baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Berikut ini adalah deskripsi , analisis dan pembahasan variabel kajian prospek koperasi dari perspektif ilmu manajemen bisnis. 4.1. Pemahaman Konsepsi Manajemen Pemahaman konseptual pengurus dan manajer koperasi terhadap ilmu manajemen diduga akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas manajerialnya di koperasinya. Manajemen sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah tugas-tugas yang kompleks di dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan. Sedangkan manajemen sebagai suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang untuk mengisi tugas-tugas yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertanyaan yang mendasar apakah para pengurus dan manajer koperasi memiliki pengetahuan dan pemahaman konseptual tentang manajemen? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pengamatan terhadap responden Pengurus dan Manajer koperasi sampel. Pengamatan dilakukan dengan metoda simak (mendengarkan penuturan atau pembicaraan responden) dan metoda cakap (pengamat memberikan pertanyaan kunci yang mengarah kepada tugas-tugas manajerial yang mereka lakukan). Apabila dalam percakapan dan jawaban mereka mampu menguraikan aktivitas dan tugas-tugas manajerial seperti menyusun rencana kerja, memimpin rapat bulanan, mengalokasikan sumberdaya, mengorganisasikan kegiatan, memberikan 54 perintah kepada bawahan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, memutuskan sesuatu dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa responden memiliki pengetahuan dan pemahaman konseptual yang baik tentang manajemen. Sebaliknya jika responden kurang dapat mendeskripsikan tugas-tugas manajerialnya dengan baik maka pemahaman konseptual mereka dikategorikan kurang. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengurus dan manajer terutama yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana mampu mendeskripsikan secara konseptual tugas-tugas manajerialnya di koperasinya dengan baik. Semakin baik pemahaman konseptual manajemen responden memiliki korelasi yang baik dengan performance (tampilan), suasana kerja di kantor, dan kinerja bisnis koperasinya. Kondisi ini ditemukan pada koperasi maju (memiliki kinerja bisnis, finansial dan organisasi yang baik) seperti KPSBU-Lembang, KUD Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Langkat, dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumatera Utara. Studi khusus mengenai pemahaman konseptual manajemen pengurus dan atau manajer koperasi sejauh ini masih belum ditemukan. Tetapi masih cukup relevan pernyataan filsuf Jerman, Emmanuel Kant (dalam Ropke, 1985) bahwa tidak ada praktik yang berhasil baik tanpa memahami konsepsi teori yang baik pula. Pemahaman dan penguasaan konsepsi teori yang baik akan memberikan tiga manfaat, pertama mampu menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu fenomena masalah dengan baik (fungsi eksplanasi), kedua mampu memprediksi suatu kondisi di masa mendatang jika sebabsebabnya diketahui (fungsi prediksi), dan ketiga mampu merumuskan suatu kebijakan dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki (fungsi kebijakan). Penelitian Sugiyanto (2006) tentang Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Pengurus dan Manajer Terhadap Kinerja Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat, menyimpulkan bahwa secara simultan kompetensi dan komitmen pengurus dan manajer memberikan pengaruh positif baik langsung mapun tidak langsung terhadap kinerja keuangan, promosi ekonomi anggota, dan struktur keuangan koperasi. 55 4.2.Fungsi dan Proses Manajemen 4.2.1. Keragaan Fungsi dan Proses Perencanaan Berdasarkan teori, merencanakan mengandung arti bahwa manajer memikirkan dengan matang terlebih dahulu sasaran dan tindakan mereka berdasarkan pada beberapa metode, rencana atau logika dan bukan berdasarkan perasaan. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Disamping itu, rencana merupakan pedoman untuk (1) Organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, (2) Anggota organisasi melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur yang sudah ditetapkan, dan (3) Memonitor dan mengukur tingkat pencapaian tujuan. Langkah dan tahapan prosesnya dapat dimulai dengan menetapkan tujuan, kemudian pengembangan strategi dan alternatif, pengambilan keputusan untuk menentukan strategi dan alternatif yang paling baik, serta merumuskan kebijakan untuk menjamin konsistensi dan prosedur pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, jika dilihat dari jenjangnya, sifat dan perspektifjangkauan masa depan dari perencanaan, maka perencanaan dalam suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi perencanaan strategis dan perencanaan operasional. (1) Dimensi Penetapan Tujuan Dalam proses perencanaan, perusahaan modern menetapkan tujuan jangka panjang (visi) dan tujuan jangka pendek (target) dengan jelas dan terukur baik besaran maupun waktu pencapaiannya. Dari 9 koperasi sample yang dikunjungi, hanya 1 koperasi (KPSBU Lembang) atau 11,1 persen yang memiliki visi jangka panjang secara tertulis, sementara 8 koperasi lainnya belum memilikinya. Visi KPSBU yang patut dicontoh oleh koperasi lainnya adalah” Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam mensejahterakan anggota”. Dengan visi yang jelas ini, KPSBU telah mampu mensejahterakan anggota yang pada tahun 1980 baru berjumlah 319 orang dengan produksi susu rata-rata per hari 2.840 kg meningkat menjadi 6.092 orang anggota dengan produksi susu per hari 103.384 kg. Dalam perumusan tujuan (target) jangka pendek, pada umumnya koperasi sampel merumuskannya dalam kalimat-kalimat kualitatif dengan dimensi capaian yang tidak 56 terukur. Berikut ini adalah contoh-contoh tujuan koperasi yang dikumpulkan dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK) yang disampaikan dalam rapat anggota tahunan: • Melakukan upaya peningkatan kemampuan pengelola dengan melaksanakan pendidikan, kursus dan mutasi jabatan (kemampuan di bidang apa, jumlahnya berapa, pendidikan dan kursus apa, kapan waktunya tidak jelas). • Terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada anggota dan masyarakat baik prasarananya dan personalianya. • Menjaga dan meningkatkan hubungan kerja dengan pelaku ekonomi lainnya. • Kesejahteraan karyawan akan terus diperhatikan apabila koperasi berhasil meningkatkan pendapatan. • Meningkatkan kesejahteraan anggota, pengurus dan karyawan koperasi khususnya dan masyarakat pada umumnya. • Meningkat dan berkembangnya usaha KSP... • Meningkatnya permodalan KSP...... • Dan sebagainya..... Menurut teori perencanaan, contoh-contoh tujuan diatas masih bersifat normatif dan tidak terukur. Model-model tujuan tersebut tidak dapat memberikan arahan yang diikuti dengan tindakan, alokasi sumber daya baik sarana fisik, SDM maupun dana. Bandingkan dengan tujuan koperasi modern yang mengikuti kaidah perumusan tujuan yang benar ” pada lima tahun kedepan Koperasi harus mampu meningkatkan pendapatan bersih anggota peternak sebesar 15 persen per tahun”. Dengan rumusan tujuan seperti kasus ini manajer koperasi memiliki target yang jelas dan terukur pencapaiannya. Beberapa literatur yang ditulis oleh Dulfer (1984), Hanel (1984), dan Gupta (1985) menyatakan bahwa perumusan tujuan koperasi seringkali tidak mudah seperti perusahaan kapitalistik shareholder, karena melibatkan berbagai pihak yang memiliki berbagai kepentingan. kelompok anggota, pengurus, Pihak-pihak yang dimaksud meliputi manajer, karyawan, dan juga pemerintah sebagai pihak pemangku kepentingan yang apabila tidak mampu diakomodasikan dengan baik secara proporsional sering menjadi sumber konflik yang membuat bisnis koperasi dalam perjalanannya tidak stabil. 57 Lebih lanjut Dulfer (1984) dan Gupta (1985) menyatakan bahwa model koperasi tradisional dan koperasi terpadu yang dalam proses perumusan tujuannya selalu berorientasi pada anggota akan lebih mampu bertahan dan berkembang dibandingkan dengan koperasi tipe pedagang yang dalam proses perencanaannya cenderung didominansi oleh kelompok Vested interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak pemodal kuat). Mereka mencontohkan bahwa perencanaan terpadu (integrated cooperative) model koperasi dengan proses tumbuh dan berkembang di Jepang sebagai wadah kelembagaan petani yang mampu meningkatkan pendapatan bersih petani secara nyata. (2) Dimensi Tindakan Menurut kaidah perencanaan, setelah manajer berhasil merumuskan atau menetapkan tujuan maka selanjutnya manajer menetapkan serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Tindakan harus didukung dengan data dan informasi historis dan aktual untuk menyusun peramalan masa depan. Mempelajari rencana kerja tertulis RAPBK koperasi sampel, yang pada umumnya menetapkan tujuan kualitatif, membawa konsejuensi bahwa tindakan atau langkah-langkah untuk mencapai tujuan juga menjadi tidak jelas. Penggunaan asumsi untuk peramalan target biasanya digunakan masih sangat sederhana dengan mengambil patokan angka-angka capaian tahun sebelumnya. Sedangkan perusahaan-perusahaan modern sudah menggunakan model-model peramalan matematika dan statistika dengan memasukkan berbagai variabel penentu keberhasilan seperti waktu, musim, dan risiko yang dihidung berdasarkan teori kemungkinan (probabilitas). Hal ini dapat dilakukan oleh mereka karena mereka memiliki teknologi dan SDM nya mampu menggunakannya. (3) Dimensi Sumberdaya Sebuah perencanaan yang baik menurut teori manajemen modern harus menetapkan macam dan banyaknya sumberdaya yang diperlukan untuk suatu aktivitas atau program yang telah ditetapkan. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa sumberdaya fisik 58 (sarana dan prasarana), SDM, dan dana yang biasanya tergambarkan dalam suatu matriks rencana program berikut: Program Tujuan jadwal Penanggungjawab Budget Sumber dana Dari 9 (sembilan) rencana koperasi sampel yang dituangkan dalam RAPBK, sebagian besar sekitar 90 persen koperasi dalam perencanaannya belum mengalokasikan sumberdayanya secara baik sesuai dengan konsep teori. Rencana program masih disusun dalam garis-garis besar yang biasanya dibagi menurut bidang seperti bidang organisasi dan manajemen, bidang usaha, bidang permodalan, dan bidang kesejahteraan anggota dan pengelola. Alokasi sumberdaya umumnya hanya tergambarkan dalam Rencana Pendapatan dan Belanja Koperasi, tidak menjelaskan jadwal, SDM yang terlibat, sumber dan penggunaan dana secara rinci. (4) Dimensi Implementasi Teori manajemen modern memasukkan dimensi implementasi sebagai bagian dari fungsi perencanaan, yang menurut teori manajemen klasik sering dipandang sebagai fungsi yang berdiri sendiri. Implementasi melibatkan penugasan dan arahan personel yang juga harus sudah tergambarkan dalam suatu rencana. Penugasan dan arahan personel yang dimaksud dapat berupa deskripsi rencana kerja secara rinci, tahapan kegiatan dan pelibatan personel. Dalam praktek dapat dijumpai seperti Juknis(petunjuk Teknis), Juklak(Petunjuk pelaksanaan, dan SOP (Standar Operasional Prosedur). Dari 9 koperasi yang diobservasi, hanya KPSBU Lembang saja yang memiliki dokumen rencana kerja yang dilengkapi dengan SOP dan Juknis tertulis. Menurut keterangan dari pengurus dan juga manajer, KUD juga dulunya pernah memiliki Juklak dan Juknis pada saat masih menangani usaha program dari pemerintah seperti penyaluran KUT, Pengadaan Pangan, dan penyaluran Pupuk, meskipun dibuatkan oleh pihak pemerintah. (5) Proses dan Jenis Perencanaan Apabila dicermati, diduga terdapat hubungan yang positif antara tingkat keseriusan pihak manajemen dalam menyusun rencana koperasi (dalam hal ini rencana strategis dan 59 rencana program) terhadap tingkat ketahanan dan kemampuan koperasi dalam menghadapi tingkat persaingan dalam lingkungan bisnis koperasi di era perdagangan bebas. Fakta empiris ini ditemukan pada KPSBU lembang. Pihak manajemen dari keterangannya, sebelum merumuskan rencana strategis jangka panjang, mereka terlebih dahulu melakukan penjaringan aspirasi (jaring asmara) dari para anggotanya guna menangkap permasalahan, keluhan dan keinginan anggota terhadap pelayanan koperasinya. Untuk melakukan jaring asmara pihak manajemen berani membayar pihak konsultan independen dalam upaya mengurangi subyektifitas dan bias pengurus, sekaligus menghilangkan jarak psikologis antara pengurus dengan para anggotanya agar anggota mengeluarkan pendapat dan keinginannya secara bebas dan terbuka. Kondisi ini menunjukkan bahwa pihak manajmen KPSBU dalam proses menyususn perencanaan terlebih dahulu melakukan analisis SWOT dan pendekatan partisipatif. Proses perencanaan dimulai dari tiap kelompok-kelompok peternak. Hasil perencanaan kelompok kemudian dibahas pada tingkat komisariat daerah (Komda) yang kemudian diteruskan pada rapat paripurna di tingkat koperasi. Proses serupa, juga diterapkan oleh KUD Trisula, Majalengka. Kondisi ini memperkuat pendapat Ropke (1985) bahwa pada dasarnya keberhasilan suatu koperasi dalam bidang usaha akan sangat dipengaruhi oleh kualitas partisipasi anggota sedangkan kualitas partisipasi anggota akan sangat tergantung pada interaksi tiga variabel, yaitu kemampuan anggota dalam menyampaikan aspirasi dan keinginannya, kemampuan manajmemen koperasi untuk menangkap keinginan anggota dan kualitas program pelayanan koperasi yang sesuai dengan kebutuhan/keinginan anggota. Masalah yang dihadapi dalam observasi lapangan untuk melakukan pengamatan apakah proses perencanaan di koperasi sudah dilakukan dengan langkah-langkah sesuai dengan konsepnya? Apakah proses perencanaan menggunakan metoda yang benar, rasional dengan didukung data dan informasi yang ada? Ataukah para pengurus koperasi dan manajernya lebih banyak menggunakan perasaan dan intuisi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, memang tidak mudah. Kita membutuhkan waktu observasi yang 60 lama bila memungkinkan ikut dalam serangkaian proses perencanaan koperasi. Hal ini sudah disadari betul oleh para pakar manajemen. Seringkali kita harus melihat atau mengamati hal yang tidak tampak untuk mengenalinya atau mengidentifikasinya dalam proses fungsi manajemen tertentu. Oleh karena itu pengamatan dari dokumen rencana formal tertulis dapat diasumsikan sebagai hasil akhir dari sebuah proses perencanaan di koperasi. Pengamatan mengenai kinerja koperasi yang dihasilkan dari sebuah perencanaan yang baik mungkin lebih mudah dibandingkan dengan pengamatan prosesnya. Suasana kerja di kantor koperasi, cara mengagendakan sebuah pertemuan atau diskusi, pertumbuhan keanggotaan, aset, dan SHU pada konteks ini dapat dijadikan indikator kinerja koperasi. Informasi yang tersaji dalam tabel lampiran 1, menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi sampel belum memiliki rencana strategis jangka panjang yang berisikan visi, yang memberi arah bagi misi, tujuan dan strategi koperasi serta memudahkan pengembangan rencana program pada setiap bidang fungsional atau unit usaha koperasi. Dari 9 koperasi yang diamati, hanya satu koperasi yaitu KPSBU Lembang yang telah memiliki rencana strategis. Delapan koperasi lainnya hanya memiliki rencana program tahunan (jangka pendek). Menurut teori manajemen modern, koperasi yang masih berorientasi jangka pendek mungkin cocok pada situasi lingkungan bisnis yang stabil, tetapi akan segera tergusur pada situasi lingkungan bisnis yang berubah cepat. Gambaran makro mengenai koperasi di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007, menunjukkan gambaran berikut. Jumlah koperasi primer di Sumatrera Utara tercatat sebanyak 9.030 unit koperasi, dari jumlah tersebut sebanyak 3.914 unit atau lebih dari 40 persen sudah tidak aktif. Pada tingkat koperasi sekunder dari 12 unit koperasi, 2 unit atau sekitar 16 persen tidak aktif. Gambaran serupa diduga berlaku juga di tingkat nasional. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian besar koperasi berada pada kondisi jalan di tempat bahkan kritis. Mereka kalah bersaing dan tidak mampu mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang begitu cepat. Kondisi ini setidaknya menguatkan bukti bahwa sebagian besar koperasi di Indonesia belum 61 mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang dirumuskan dalam rencana strategis yang baik. Adanya pemahaman konseptual manajemen yang baik dari para pengurus dan manajer koperasi seperti yang telah dibahas pada bagian awal pembahasan, belum menjadi dimensi kompetensi manajerial dalam menjalankan fungsi dan proses perencanaan yang efektif. Padahal penelitian Sugianto (2006) mengenai Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja Keuangan , Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat menyimpulkan bahwa: 1. Kompetensi manajerial manajemen koperasi baik pengurus, manajer, maupun pengawas koperasi berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan koperasi dan promosi anggota. 2. Komitmen manajemen koperasi baik pengurus, Pengawas dan Manajer koperasi secara signifikan digambarkan oleh dimensi-dimensi komitmen dalam hal keinginan menjaga nama baik lembaga, komitmen mencapai tujuan dan nilai-nilai organisasi, komitmen mengutamakan kepentingan lembaga, dan sikap dan perilaku menjalankan strategi lembaga juga secara simultan berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Koperasi dan Promosi Ekonomi Anggota. Temuan penelitian Sugianto setidaknya (sementara) dapat menjawab bahwa pemahaman konseptual manajerial baik pengurus maupun manajer koperasi tidak secara otomatis diikuti oleh komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kinerja manajerialnya di koperasi. Dalam kata lain pengurus dan atau manajer koperasi memahami dan memiliki kemampuan di bidang manajerial tetapi mengimplementasikannya untuk mencapai belum mau (belum komit) dalam kemajuan koperasi. Mengapa demikian? Mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti insentif, motivasi berprestasi atau adanya konflik kepentingan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) seperti yang dikemukakan Untung Wahyudi (2007), bahwa menurut agency theory anggota koperasi adalah principal dan pengurus adalah agent, dimana tugas pengurus adalah 62 memaksimalkan atau meningkatkan kekayaan anggota. Hal ini diduga sulit diwujudkan di koperasi karena berdasarkan pengamatannya, kebanyakan pengurus koperasi bukanlah profesional dalam bisnis koperasi. Konflik kepentingan juga dapat muncul. Dalam beberapa kasus baik pengurus maupun manajer yang diangkat oleh koperasi biasanya memiliki usaha/bisnis yang bersaing dengan bisnis koperasi. Dalam beberapa literatur koperasi, mereka ini yang biasa disebut sebagai kelompok vested interest, memanfaatkan fasilitas dan jaringan bisnis koperasi untuk kepentingan bisnis pribadi. Hasilnya bisnis mereka berkembang sedangkan bisnis koperasinya jalan di tempat. Kondisi ini banyak di temukan pada era dukungan kebijakan pemerintah melalui usaha program cukup dominan dan para pengurus dan manajernya masih bekerja di koperasi hingga sekarang. 4.2.2. Keragaan Fungsi dan Proses Pengorganisasian Dalam teori manajemen modern, pengorganisasian adalah suatu proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi yang telah ditetapkan dalam proses perencanaan. Konsekuensinya bahwa organisasi dengan sasaran yang berbeda memerlukan struktur organisasi yang berbeda pula. Sebuah koperasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, memerlukan struktur yang berbeda dengan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan menyediakan layanan jasa keuangan bagi anggotanya. Pada Koperasi pertanian, seringkali tugas pokok organisasi dibagi dalam divisi atau unit berdasarkan komoditas utama para anggotanya seperti unit sayuran, unit pangan, unit pupuk dan lain sebagainya. Sedangkan Koperasi Simpan Pinjam merancang pembagian tugasnya lebih simpel berdasarkan fungsi penghimpunan dan penyaluran dana/kredit. Jadi para manajer dalam sebuah organisasi harus menyesuaikan struktur organisasi dengan sasaran dan sumber dayanya. Hubungan dan waktu adalah sentral untuk mengorganisasikan aktivitas. Pengorganisasian secara ideal harus menghasilkan sebuah struktur hubungan, dengan hubungan terstruktur ini rencana masa depan organisasi akan tercapai. Dalam struktur hubungan ini melekat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, rentang kendali 63 dan pengelolaan konflik. Hasil rekapitulasi observasi mengenai proses dan fungsi pengorganisasian disajikan pada tabel lampiran 2. (1) Dimensi Struktur Dilihat dari formalisasi maksud dan tujuan pekerjaan ditetapkan di koperasi, seluruh koperasi sampel menetapkan pekerjaan yang dijabarkan dalam unit atau divisi/departemen dilakukan secara formal, yaitu ditetapkan melalui keputusan rapat anggota, meskipun yang mendisain struktur kebanyakan dilakukan oleh pengurus. Formalisasi tugas ini, oleh pengurus koperasi dijabarkan dalam bentuk uraian tugas. Dari hasil observasi secara umum koperasi sudah memiliki deskripsi tugas secara tertulis, meskipun dalam versi dan kedalaman yang bervariasi. Dilihat dari komleksitas struktur, ditemukan cukup bervariasi dari yang sederhana seperti pada KSP dan yang lebih komplek seperti pada KUD dan Koperasi peternakan. Jenjang struktur vertikal bervariasi antara 3 sampai 5 jenjang. Jenjang struktur 3 level yaitu Rapat Anggota, Pengurus, dan Unit ditemukan pada KUD Setia Tani, Sumatera utara. Jenjang struktur 5 level dimulai dari Rapat Anggota, Pengurus, Manajer, Unit dan Sub unit, ditemukan pada KPSBU Lembang, KUD Harapan Tani, KUD Karya Teguh, dan KUD Trisula. Diferensiasi horizontal, yaitu kelebaran struktur pada level yang sama kesamping juga bervariasi sesuai dengan banyaknya funsi usaha yang ditangani. Kedalaman dan kelebaran dari struktur organisasi koperasi ini akan menentukan rentang kendali manajemen. (2) Disain Struktur (Departementasi) Menurut teori, disain struktur organisasi akan sangat ditentukan oleh tujuan Organisasi. Tujuan organisasi akan menentukan disain tugas pokok dan tugas penunjang. Tugas pokok adalah tugas yang harus dilakukan oleh organisasi agar ber tahan hidup, sedangkan tugas penunjang dapat berupa bagian atau departemen yang dapat dipakai bersama oleh tugas pokok. Dalam kajian ini ditemukan bahwa, disain organisasi pada umumnya menggunakan model fungsional dan komoditas usaha yang ditangani koperasi. . Koperasi-koperasi dengan disain yang optimal (dapat dilihat dari rasio karyawan dengan 64 anggota yang dilayani, jumlah unit usaha yang ditangani ) serta fleksibel dalam mengikuti perubahan lingkungan internal organisasi dan eksternalnya, cukup mampu bertahan dan cenderung berkembang (Ditunjukkan pada KPSBU-Lembang, KUD Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Sumut, dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut). Sebaliknya bagi koperasi yang memiliki struktur organisasi gemuk, kuanga fleksibel dan diorganisasikan dengan pola lama tidak memanfaatkan teknologi informasi menghadapi masalah jalan ditempat dan cenderung tidak berkembang (KUD Karya Teguh- Lembang, Puskud- Sumut, KUD Setia Tani-Sumut). Temuan pentig lainnya dari kajian ini adalah mengenai konsistensi dan kesesuaian antara tujuan koperasi (meningkatkan kesejahteraan anggota) dengan disain tugas. Disain tugas koperasi pada umumnya tidak membedakan antara fungsi pelayanan dan bisnis. Hanya pada KPSBU Lembang yang sudah memisahkan antara unit pelayanan (Kesehatan hewan, pendidikan anggota, kredit tanpa bunga, sarana produksi ternak, bimbingan teknis) yang berorientasi pada kesejahteraan anggota dengan unit bisnis (pengolahan dan pemasaran susu) kepada Industri Pengolah Susu (IPS) sebagai profit centre. Hal penting lainnya, disain tugas koperasi yang digambarkan dalam diagram struktur organisasnya, pada umumnya tidak ditemukan ada divisi atau departemen Research and Development (R&D) dan Human Resources Development (HRD). Padahal, kedua departemen ini memiliki posisi vital dalam pengembangan kompetensi sumberdaya manusia koperasi dan pengembangan inovasi koperasi. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan modern pesaing koperasi biasanya memiliki kedua departemen tersebut. Boleh jadi disain organisasi seperti ini yang menyebabkan koperasi kalah bersaing dengan perusahaan kapitalistik. Sangat disayangkan literatur dan penelitian atau kajian khusus mengenai implementasi atau evaluasi proses dan fungsi pengorganisasian di koperasi masih belum didapatkan. Berbeda dengan di negara industri maju untuk , studi mengenai pengorganisasian sudah banyak dilakukan oleh para ahli dan praktisi manajemen . Dalam beberapa literatur dilaporkan bahwa, perkembangan inovatif di bidang manajemen organisasi dalam bisnis kecil di Amerika serikat telah banyak menggugah kalangan pebisnis besar untuk 65 mengikutinya. Sebagai contoh, di W.L. Gore & Associates Inc, produsen kain Gore-tex berpusat di Newark, Deleware, manajemen melakukan reorganisasi perusahaan dengan menghapus nama jabatan dan tingkatan manajemen, memberikan kebebasan yang belum pernah diberikan kepada para karyawan untuk mendefinisikan pekerjaan mereka sendiri. Di Phelp Country Bank di Rolla, misouri, maupun intuit software di Palo Alto, California, karyawan didorong untuk mencari cara baru untuk memperbaiki cara kerja. Artinya tidak seorang pun perlu merasa dikungkung oleh batas-batas pekerjaan. Bekerja di kedua tempat itu memberikan keempatan bagi para karyawan untuk mengembangkan keluwesan praktek manajemen yang diperlukan oleh mereka dalam lingkungan kerja masa kini yang penuh tantangan. Contoh lainnya, Prime technology, sebuah perusahaan distributor di Grand Rapids, Michigan, dengan 30 orang karyawannya, mempunyai manajemen berdasarkan tim, program bonus yang menarik, dan kebijakan buku terbuka dalam berbagi informasi bisnis dengan karyawan telah berhasil meningkatkan produktivitas perusahaan ( dari Stoner dkk, 1996: hal. 15). (3) Dimensi Pembagian Wewenang Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab perangkat organisasi koperasi (sering juga disebut manajemen koperasi) seperti Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas secara garis besar sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992, tentang Perkoperasian, yang selanjutnya oleh masing-masing koperasi dijabarkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. Rapat Anggota memegang kekuasaan tertinggi dan memiliki kewenangan sentral dalam pengambilan keputusan strategis koperasi. Pengurus memiliki wewenang sebagai eksekutif yang melaksanakan keputusan Rapat Anggota, sedangkan pengawas memiliki wewenang untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengurus. Pembagian wewenang untuk ketiga parangkat organisasi koperasi tersebut di lapangan hampir tidak ditemukan masalah, artinya masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pendelegasian wewenang dari pengurus kepada manajer, dan dari manajer kepada kepala unit ditemukan fakta yang bervariasi. Koperasi koperasi maju seperi KPSBU Lembang, KUD Harapan Tani, dan KSP Surya Abadi Mandiri pengurus sudah mendistribusikan 66 wewenang kepada level dibawahnya secara proporsional. Sistim pengambilan keputusan manajemen sudah sepenuhnya melibatkan staf. Meskipun masih ada stereotipe bahwa pengurus hanya memberikan wewenang kepada manajer untuk menangani bisnis koperasi yang kurang menguntungkan (jabatan kering), sedangkan bisnis koperasi yang menguntungkan (jabatan basah) biasanya tetap dipegang oleh pengurus. Di lapangan juga ditemukan ada kecenderungan, koperasi yang dipegang oleh pengurus pengurus berusia lanjut dan memegang kepengurusan relatif lama untuk beberapa kali periode cenderung kurang memberikan wewenang yang proporsional kepada level di bawahnya dengan sistim pengambilan keputusan komando, model organisasi garis (ditemukan pada KUD Karya Teguh, dan KUD Trisula). (4) Dimensi Koordinasi dan Menggerakkan Organisasi Paradigma baru peran dan tugas pemimpin dalam dunia usaha saat ini bergeser dari caracara lama yang cenderung otoriter, satu arah dimana seorang pemimpinatau manajer perusahaan berprinsip doing things right bergeser kearah pemimpin yang lebih demokratis dengan prinsip doing the right thing. Oleh karenanya perusahaan-perusahaan yang berhasil harus memiliki pimpinan-pimpinan yang memiliki jiwa entrepreneurial yang tinggi yang mampu menggerakkan sumber daya perusahaan dengan visi yang jelas (Reinald Kasali 2005) Memimpin untuk memotivasi, mengarahkan dan menggerakkan karyawan seringkali tidak hanya merupakan bagian dari disiplin ilmu manajemen, melainkan banyak menjadi telaahan dari disiplin ilmu lain seperti psikologi dan sosiologi. Pertanyaannya apakah motivasi seseorang karyawan merupakan bagian dari moral masyarakat dan sistem siosial? Pada tahun 1904, Max Weber menyatakan bahwa nilai-nilai protestan seperti yang dinyatakan oleh para pengikut John Calvin membantu mendorong memotivasi dalam bekerja keras. Etika kerja tentang kerja keras protestan masih dianggap sebagai indikasi penting tentang kemampuan masyarakat untuk mencapai keberhasilan. Lebih lanjut pendapat Weber dikuatkan oleh ahli psikologi sosial David Mc Clelland bahwa keberhasilan terkandung dalam masyarakat yang memiliki etika protestan. Masalahnya 67 sekarang bagaimana dan menggunakan variabel/indikator apa kita ingin menguji apakah keragaan proses memimpin (yang dilakukan oleh pihak manajemen koperasi-pengurus, manajer, dak kepala unit) di koperasi dilakukan efektif atau sebaliknya? Sudah barang tentu membutuhkan observasi yang lama dan menggunakan metoda pengukuran yang dapat diandalkan. Untuk mendekati ini dalam praktek beberapa diantaranya menggunakan metoda identifikasi gaya kepemimpinan, pengukuran produktivitas karyawan, sampai kepuasan kerja dan derajat munculnya komitmen dan kepatuhan pada karyawan yang dipimpin. Dalam kajian ini, variabel observasi mengenai keragaan proses memimpin di koperasi sampel didekati dari ada tidaknya lembar disposisi perintah, SOP, Juklak atau Juknis, Tingkat kehadiran pihak manajemen, Rapat koordinasi dan pengarahan, produktivitas dan persepsi karyawan. Pada setiap koperasi sampel yang dikunjungi telah memiliki lembar disposisi untuk meneruskan perintah tertulis secara singkat terhadap tanggapan surat yang masuk dan membutuhkan jawaban atau tindakan yang diperlukan dan disiapkan oleh staf bawahannya. Model lain dari disposisi juga dalam bentuk catatan atau notes yang ditulis tangan. Tetapi standarisasi suatu proses kegiatan yang dijabarkan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur, Petunjuk Teknis (Juknis), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) hanya ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KSP, Surya Abadi Mandiri-Sumut (meskipun SOP dalam bentuk yang masih sederhana). Pada kedua koperasi yang disebut terakhir ini dirasakan adanya suasana kerja yang dinamis dengan aktifitas usaha berjalan dengan baik. Tingkat kehadiran pihak manajemen dan disiplin waktu kehadiran juga diamati sangat mempengaruhi disiplin dan motivasi kerja karyawannya. Pengurus dan manajer yang disiplin dalam waktu dan kehadiran telah membentuk budaya kerja disiplin yang positif di koperasi. Kondisi ini diamati sangat nyata pada KUD, Trisula-Majalengka, KPSBULembang, KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut. 68 Observasi mengenai seberapa sering pihak manajemen melaksanakan rapat kordinasi dan pengarahan dalam rangka peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas karyawan secara langsung sulit untuk dilakukan. Meskipun dari dokumen tertulis yang dilaporkan dalam Laporan tahunan baik oleh Pengurus maupun Pengawas sudah ada yang melaporkan prekuwensi penyelenggaraan rapat-rapat dengan dengan periodisasi bervariasi. Koperasikoperasi yang memiliki unit usaha banyak dengan kompleksitas tinggi seperti Pada KPSBU-Lembang dan KUD Trisula melaporkan frekuwensi rapat kordinasi dan pengarahan yang tinggi. Pada KSP, karena setiap minggu harus memutuskan penyaluran pinjaman juga melaksanakan rapat dengan prekuwensi tinggi. Seringnya pihak manajemen menyelenggarakan rapat koordinasi dan pengarahan setidaknya dapat disimpulkan bahwa proses memimpin di koperasi dijalankan. Pengamatan mengenai efektifitas kepemimpinan di koperasi dilihat dari munculnya komitmen, kepuasan kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan di koperasi juga masih mengalami kesulitan, karena faktor keterbatasan waktu pengamatan. Penelitian, kajian khusus dan literatur mengenai proses menggerakkan (actuating) di organisasi koperasi juga masih sulit ditemukan. Sementara dari buku-buku manajmemen umum khususnya di negara-negara maju sudah banyak menyajikan penelitian kaji tindak untuk menguji teori kepemempinan terutama di aspek motivasi, kepuasan kerja dan produktivitas karyawan. Beberapa diantaranya adalah munculnya model motivasi pengharapan yang dapat dijabarkan dalam model matematika di mana M= E x I x P ( M-motivasi, I- instrumen kerja yang digunakan, dan E-preperensi). Model hirarkhi kebutuhan Maslow, model partisipasi yang terpadu, model Job enrichment dsb. Sebagai konsekuensinya proses menggerakkan organisasi pada perusahaan-perusahaan non koperasi secara inovatif juga terus dikembangkan. Kenyataan ini menguatkan bahwa proses manajemen pada perusahaan kapitalistik modern lebih maju dibandingkan di koperasi. Dalam arti sebaliknya , sebagian besar koperasi masih menjalankan proses manajemen tradisional yang cenderung kaku dan kurang inovatif. 69 (5) Dimensi Kerjasama Aspek atau dimensi lain yang diobservasi dalam variabel pengorganisasian adalah kerjasama koperasi dengan pihak lain. Semua koperasi sampel yang dikunjungi belum memanfaatkan kerjasama antar koperasi baik dalam bentuk aliansi strategis, integrasi vertikal maupun intergrasi horizontal (dalam rangka menurunkan biaya transaksi, mengurangi risiko ketidak pastian, meningkatkan nilai tambah, dan memperluas pasar). Kondisi ini masih tidak berubah dan cenderung semakin buruk sejalan dengan hasil kesimpulan penelitian Litbang Depkop bekerja sama dengan LPPM-Ikopin pada tahun 1993 lalu. Padahal pada masa itu dukungan pemerintah terhadap KUD, Koperasi Peternakan, Inkud, dan Puskud masih sangat kuat dengan vasilitas kredit program dan hak monopoli beberapa pemasaran komoditi strategis seperti pupuk, kedelai, terigu, gula, susu, dan gabah/beras. Praktek inter linkage market, dalam sekala terbatas ditemukan pada KUD Trisula, Majalengka. Karena Koperasi Pertanian merupakan Pengembangan badan hukum dari unit usaha saprotan, dan KSP merupakan pengembangan badan hukum dari USP KUD ini (mirip model holding company), maka keterkaitan bisnis dan pasar dari ketiga badan hukum koperasi tersebut sangat kuat untuk mendukung bisnis satu sama lainnya. Seperti pembelian gabah anggota oleh KUD trisula dapat dibiayai oleh KSP trisula dengan pola jual tunda dengan jaminan komoditas yang ada di gudang koperasi (Pola ini sekarang diadopsi menjadi kredit dengan jaminan Resi Gudang) sehingga anggota memperoleh harga pembelian gabah dengan baik, KUD tidak merasa mengalami kesulitan modal kerja dan di satu sisi KSP dapat menyalurkan kredit/pinjaman dengan aman. Pada kasus ini sebenarnya menguatkan bahwa organisasi yang mampu melakukan aliansi strategis (dalam hal ini interlinkage market) dapat saling menguntungkan dan mengurangi risiko ketidak pastian. 70 4.2.3 Keragaan Proses Pengendalian Menurut konsepnya, pengendalian merupakan aktivitas untuk menemukan, mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai, dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat dilakukan koreksi bila terjadi penyimpangan. Proses pengendalian mencatat setiap perkembangan kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda pencapaiannya yang memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat penyimpangan. Karenanya, pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan. Observasi mengenai proses pengendalian manajemen di koperasi sampel difokuskan kepada indikator sesuai dengan konsep yang telah diuraikan yaitu penetapan standar dan metoda, pengukuran prestasi, analisis, serta tindakan korektif. Sumber informasi diperoleh dari pengamatan langsung, penturan responden, dokumen perencanaan dan laporan tahunan yang disampaikan pada RAT, hasilnya disajikan pada lampiran 3 Hasil observasi disimpulkan bahwa proses pengendalian manajemen di koperasi pada umumnya masuk dalam kategori kurang sampai sedang. Kondisi ini tentunya sangat erat dengan proses perencanaannya yang yang juga lemah, perumusan tujuan yang tidak jelas, dan alokasi sumber daya juga tidak jelas, berdampak pada penetapan standar untuk pengendalian menjadi bias. Sebagian besar koperasi juga belum menyusun anggaran kas yang berfungsi untuk pengelolaan dan pengendalian kas koperasi. Pengendalian yang umum dilakukan oleh koperasi sampel masih terbatas pada pengukuran efektivitas penggunaan anggaran (model analisis perbandingan antara anggaran dan realisasi) dan analisis laporan keuangan dengan menggunakan model rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas. Sementara perusahaan-perusahaan modern kapitalistik telah melompat kepada Total Quality Management (TQM) atau Total Quality Controll (TQC) hingga standarisasi proses dengan sistim ISO. Inovasi metoda dan proses pengendalian baik dengan TQM,TQC atau ISO ini pada hakekatnya termasuk kedalam model 71 pengendalian dinamis dan menyeluruh yang melibatkan seluruh jajaran manajemen untuk menjamin konsistensi kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. 4.3. Sistem Penggajian (Renumerasi) Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan salah satu prinsip dari empat belas prinsip manajemen yang dikemukanan oleh Fayol, salah satu tokoh aliran manajemen ilmiah yang berkembang pada awal abad 20. Prinsip ini menyatakan bahwa harus ada keadilan kompensasi antara yang diterima karyawan dengan majikannya (pemilik perusahaan). Fayol sudah melihat hal yang paling mendasar dari sumber daya manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan pikiran mereka untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif yang dapat meningkatkan motivasi karyawan yang memiliki korelasi yang kuat terhadap produktivitas karyawan. Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu yang dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit lain merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam mayarakat. Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut. Dalam menentukan besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan, perlu dipertimbangkan banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktorfaktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal kompensasi dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban serupa yang ditangani karyawan setingkat pada organisasi lain, karakteristik pekerjaan, 72 hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi lain serta pendapatan yang diperoleh organisasi. Hasil observasi mengenai implementasi sistem renumerasi ada di koperasi, disajikan pada lampiran 4. Dari data dan informasi pada pada lampiran 4, disimpulkan bahwa sistem renumerasi di koperasi keragaannya sangat bervariasi. Koperasi yang menerapkan proses manajemen semakin baik sudah mulai menerapkan sistim renumerasi yang semakin baik pula yang didasarkan pada dasar pemberian kompensasi dan penetapan komponen kompensasi yang makin jelas dalam sistim penggajiannya (ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KUD Trisula dan KSP Trisula, Majalengka). Koperasi lainnya masih belum memiliki sistim renumerasi yang jelas. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa kompensasi yang diterima oleh karyawan koperasi rata-rata untuk jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, beban kerja dan pengalaman yang sama dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan swasta relatif masih lebih rendah. Kesimpulan ini diperkuat oleh penelitian hasil observasi Oman Hadipermana (2007) pada koperasi di Jawa Barat dan Lampung terhadap 22 orang karyawan koperasi. Ketika disampaikan pernyataan ” Gaji yang saya terima sesuai dengan beban kerja saya, dan saya puas”, seratus persen responden menyatakan tidak setuju. Artinya bahwa para karyawan yang bekerja di koperasi merasakan kompensasi yang mereka terima belum sesuai dengan beban kerjanya dan terjadi ketidak puasan. Adanya perasaan tidak puas dan tidak adil dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang kurang baik bagi pencapaian tujuan organisasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya gap antara harapan karyawan dengan kenyataan yang diperolehnya dari organisasi tempat kerjanya (Bernadin (1993). Penelitian Ade Umar, 2006, ” Pengaruh Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan” studi kasus pada KUD Bobato, Tidore, Maluku Utara dengan menggunakan responden 67 orang karyawan (dari populasi karyawan 206 orang) yang tersebar pada 7 unit usaha. Variabel kompensasi yang diteliti meliputi: 73 • Keadilan kompensasi (tingkat pendidikan, pengalaman kerja karyawan, masa kerja karyawan, beban kerja, kemampuan kerja karyawan, kemampuan koperasi). • Kelayakan (Upah Minimum Regional, Kebutuhan hidup minimum). • Insentif (pemberian bonus). • Time off-benefit (program rekreasi, cuti) • Benefit bukan asuransi (tunjangan prestasi, tunjangan hari raya). • Asuransi (tunjangan kesehatan, tunjangan keselamatan kerja). • Fasilitas fisik untuk karyawan (Tempat Ibadah ). Variabel motivasi kerja: • Tingkat tanggungjawab pribadi yang tinggi. • Berani mengambil dan memikul risiko. • Memiliki tujuan yang realistik. • Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan. • Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan. • Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Variabel prestasi kerja yang diteliti: • Kualitas kerja (ketepatan pekerjaan, keterampilan kerja, ketelitian pekerjaan, dan kerapihan pekerjaan). • Kuantitas kerja (Pelaksanaan pekerjaan rutin, penyelesaian pekerjaan ekstra). • Ketangguhan (Mengikuti perintah instruksi, dan inisiatif). • Sikap (Kerjasama, dan perubahan sikap terhadap pekerjaan dan rekan kerja) Seluruh variabel baik variabel kompensasi, motivasi dan prestasi kerja diukur dengan menggunakan ukuran ordinal dengan menggunakan skala Likert. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan yang positif antara kompensasi dengan motivasi kerja karyawan. Artinya meningkatnya aspek kompensasi akan disertai dengan peningkatan aspek motivasi kerja karyawan. Meskipun dari penelitian ini mengindikasikan bahwa kompensasi kerja yang diberikan KUD kepada karyawannya dipersepsikan pada kategori rendah sampai cukup saja. 74 2. Motivasi kerja karyawan berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan. Motivasi kerja secara parsial memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh kompensasi kerja secara langsung terhadap prestasi kerja. Artinya walaupun kompensasi yang diterima karyawan KUD masih rendah, tetapi karyawan tetap memiliki motivasi yang baik untuk berprestasi. 3. Kompensasi kerja dan motivasi kerja secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawa. Penelitian lain secara terpisah tentang Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan juga telah dilakukan oleh Abdul Hamid pada tahun 2003 dengan studi kasus pada KSU Tandang Sari, Tanjung Sari, Sumedang. Tujuan penelitian ingin mengukur bagaimana tingkat prestasi kerja karyawan pada koperasi.Variabel prestasi kerja yang diukur meliputi dua variabel, yaitu (1) Kuantitas Kerja (jumlah pekerjaan rutin yang bisa diselesaikan, jumlah pekerjaan tambahan, jumlah anggota tambahan, jumlah modal tambahan, kredit macet yang dapat ditekan, jumlah tambahan populasi sapi, jumlah tambahan bisnis pakan ternak, jumlah kenaikan produksi susu, sampai pengukuran peningkatan SHU, dan (2) Kualitas Kerja (Ketepatan waktu, ketelitian, kualitas produk, kualitas jasa, kerapihan, kemudahan, dan kebersihan). Yang menjadi responden dari penelitian ini adalah karyawan pada unit Simpan Pinjam dan Unit Sapi Perah. Kesimpulan penting yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit sapi perah termasuk dalam kriteria cukup. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah skor sebesar 58,33 % yang masuk dalam kriteria prestasi kerja cukup, walaupun masih terdapat indikasi yang masuk dalam kriteria kurang, seperti untuk peningkatan jumlah populasi sapi, banyaknya jumlah sapi yang mengalami kematian dan jumlah permintaan susu yang tidak dapat dipenuhi karena produksi susu tidak memenuhi permintaan. 2. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit simpan pinjam juga masuk dalam kriteria cukup saja. 75 Kedua kesimpulan diatas (meskipun dilakukan dalam studi kasus yang kesimpulannya tidak dapat digenarilisasikan) setidaknya memperkuat bukti bahwa tingkat kualitas kerja karyawan koperasi masih rendah yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produktivitas koperasi yang rendah pula. Sangat disayangkan bahwa penelitian penelitian yang telah diuraikan diatas lebih menyoroti pada hubungan konpensasi, motivasi dan produktivitas kerja karyawan koperasi, belum menyentuh pengurus dan menejer. Kompensasi bagi pengurus koperasi selain ada honorarium atau insentif bulanan juga dari bagian SHU dengan prosentasi tertentu. Sama halnya kompensasi untuk manajer, selain memperoleh gaji bulanan sering juga ditambah dengan bonus atau bagian dari SHU. Dari pengamatan lapangan ada indikasi sistim balas jasa bagi pengurus dan manajer kurang transparan. Pengurus dan manajer memperoleh kompensasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kompensasi yang diterima karyawan. 4.5.. Sistem Karir Berdasarkan teori Manajemen Sumber Daya Manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan karyawan. Tumbuh suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini mengakibatkan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan terseddianya sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi secara terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas dengan membajak atau mengambil karyawan dari perusahaan lain dengan tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal. Jika kondisi dalam pasar kerja seperti itu keadaannya, apakah koperasi memberikan sistim karir yang menjanjikan bagi para karyawannya? Berikut ini adalah hasil observasi mengenai sistim karier di koperasi sampel (lampiran 5) 76 Dari data dan informasi pada lampiran 5, diperoleh gambaran bahwa pada umumnya sistim karier bagi karyawan koperasi tidak jelas atau belum mapan seperti pada perusahaan-perusaan kapitalistik (pesaing koperasi). Beberapa alasan yang dituturkan oleh para pengurus dan manajer bahwa masih buruknya sistim karier di koperasi disebabkan karena keterbatasan posisi jabatan di koperasi, sekala bisnis koperasi yang masih terbatas dan kemampuan koperasi dalam memberikan kompensasi. Alasan yang disebutkan terakhir konsisten dengan apa yang telah dibahas pada variabel kompensasi/renumerasi. Melihat kondisi ini, dapat menguatkan kesimpulan bahwa koperasi masih bukan lembaga yang menjadi pilihan dan menjanjikan untuk para pencari kerja di pasar kerja. Karyawan yang saat ini bekerja boleh jadi karena faktor keterpaksaan karena tidak dapat diserap oleh sektor di luar koperasi. Dengan kata lain karyawan koperasi masuk dalam kualitas ke tiga. SDM dengan kualitas ke satu diserap oleh BUMN dan BUMS yang sudah mapan. Sementara SDM dengan kualitas ke dua diserap oleh sektor pegawai negeri. Hal ini dikuatkan oleh survey yang di lakukan IKOPIN dan Universitas Bina Nusantara, jakarta terhadap mahasiswa tingkat akhir beberapa tahun lalu. Survey yang dilakukan bertujuan untuk melihat minat para mahasiswa terhadap prospek menjadi Wirausaha mandiri. Hasinya kurang dari 10 % dari responden berminat menjadi wirausaha, itupun jika mereka tidak dapat diserap dalam pasar kerja. Sembilan puluh persen lebih responden menyatakan tidak berminat dan memilih untuk menjadi pegawai. Dari yang memilih menjadi pegawai, ternyata BUMN dan BUMS yang mapan menjadi prioritas pilihan pertama, kemudian diikuti dengan menjadi pegawai negeri dan tidak satupun responden memilih koperasi sebagai tempat pilihan kariernya. Padahal IKOPIN (Institut Manajemen Koperasi Indonesia) dalam kurikulumnya ingin mencetak sarjana-sarjana ekonomi yang memiliki misi untuk membangaun ekonomi kerakyatan dimana Koperasi sebagai bentuk kelembagaan bagi ekonomi kerakyatan. Temuan lapangan lainnya mengindikasikan bahwa, karena pengurus memiliki kewenangan sentral dalam rekruitasi dan penempatan pegawai, maka sistim karier di koperasi juga cenderung tidak transparan dan masih kuat sistim nepotisme. Keluarga pengurus dan yang memiliki akses lebih baik kepadanya, biasanya kariernya bagus dan 77 menduduki posisi yang baik (dalam istilah populer jabatan basah). Jadi, bukan karena alasan finansial semata dimana koperasi tidak memiliki kemampuan untuk memberikan konpensasi dan karier yang baik bagi karyawannya, tetapi ada unsur KKN. Terbukti, jarang koperasi secara pro aktif memasang iklan di mas media untuk melakukan sistim rekrutasi karyawannya secara terbuka. 4.6. Efisiensi Usaha Koperasi Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha. Efisiensi usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan ” the six M”, yaitu Man, Material, Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan. Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan. Seperti. Karena keterbatasan data rasio keuangan perusahaan dibatasi pada satu rasio provitabilitas yai.tu rasio Rentabilitas Ekonomi perusahaan koperasi. Rekapitulasi hasil perhitungan Rentabilitas Ekonomi koperasi sampel disajikan pada lampiran 6. Salah satu ukuran efisiensi usaha koperasi yang digunakan dalam kajian ini adalah Rentabilitas Ekonomis (RE). Rentabilitas ekonomis menggambarkan kemampuan perusahaan (dalam hal ini perusahaan koperasi) dengan modal usaha yang dimiliki menghasilkan laba usaha sebelum pajak (SHU sebelum pajak). Rentabilitas ekonomis mengukur efisiensi penggunaan modal usaha yang dimiliki koperasi. Semakin besar tingkat rentabilitas ekonomis, berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan modal usaha tersebut. Gambaran mengenai tingkat rentabilitas ekonomi di koperasi sampel menunjukkan besaran yang bervariasi yaitu antara negatif 0,006 persen (artinya koperasi masih meenderita kerugian) sampai 8,8 persen. Untuk mengatakan apakah angka-angka 78 tersebut sudah dapat menyimpulkan tingkat efisiensi usaha koperasi? Untuk menyimpulkannya dibutuhkan standar industri. Sangat disayangkan standar RE untuk koperasi di Indonesia masih belum ada. Biasanya standar industri akan dikelompokkan kedalam jenis usahanya misalnya standar RE untuk usaha perdagangan, RE untuk usaha manufaktur, RE untuk usaha jasa transportasi, RE untuk usaha pertambangan dan sebagainya. Jika standar RE industri masih belum ada, para ahli manajemen keuangan menggunakan standar tingkat bunga pasar dari deposito sebagai opportunity cost of money. Jika diambil tingkat bunga deposito saat ini 8 % pertahun, maka tingkat pencapaian RE koperasi dibawah 8 % dapat dikatakan koperasi tidak efisien (terjadi pemborosan pemakaian sumber daya ekonomi. Jika melihat kondisi koperasi sampel di atas sebagian besar koperasi sampel memiliki tingkat efisiensi penggunaan modal yang rendah (tidak efisien). Meskipun untuk KSP yang bergerak di bidang bisnis keuangan mikro menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih baik. Penelitian Opik Ropikoh (2003) mengenai Evaluasi Faktor-faktor Yang Menyebabkan Turunnya Perputaran Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomis pada KUD Cipta Raharja, Majalengka mendapatkan kondisi yang lebih parah yaitu rata-rata dari tahun 1998 sampai tahun 2003, Rentabilitas Ekonomis KUD tersebut kurang dari 1 persen yaitu berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,32 (pada saat itu kondisi perekonomian kita masih dalam masa krisis). Sebelum krisis, Lilis Suryati (1997) meneliti tentang Parisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi pada KUD Ngupaya Mino, Indramayu juga mendapatkan Rentabilitas Ekonomis koperasi dari tahun 1992 sampai tahun 1996 berkisar antara 0,09 persen hingga 3,21 persen. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Lely Savitri Dewi pada tahun 2001 tentang Pengaruh Kualitas Kewirausaah Pribadi Manajer Terhadap Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung rata-rata dibawah 5 persen. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa rata-rata KSP memiliki tingkat rentabilitas ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan koperasi jenis KUD bahkan memberikan biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan mikro lainnya. 79 Kondisi empirik mengenai efisiensi biaya transaksi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) ratarata lebih rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan non koperasi telah dibuktikan oleh Sugiyanto (2006) yang telah meneliti manfaat promosi ekonomi anggota pada KSP dan koperasi kredit dalam bentuk efisiensi biaya pinjaman seperti biaya administrasi, provisi dan asuransi. Efisiensi dihitung dari selisih antara biaya pinjaman anggota ke koperasi dengan bila anggota meminjam kepada pihak pesaing koperasi, hasilnya dapat dilihat pada lampiran 7. Data pada tabel diatas menunjukkan gambaran yang positif terhada bisnis keuangan mikro yang digeluti oleh KSP dan koperasi kredit. Koperasi Kredit telah membuktikan Koperasi Simpan Pinjam dan keunggulan kompetitive advantage yang ditunjukkan dengan rata-rata memberikan biaya pinjaman yang lebih murah 4,91 % dibandingkan para pesaingnya dalam hal ini pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal ini bisa jadi karena pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) koperasi oleh pemerintah lebih intensif dibandingkan dengan kegiatan bisnis koperasi di luar sektor keuangan yang dituangkan dalam regulasi PP No. 9 tahun 1995, Kepmenkop No.351 tahun 1998 dan Kepmenkop No. 194 tahun 1998 tentang pengawasan Usaha Simpan Pinjam Koperasi dengan penilaian kesehatannya. Meskipun di lapangan, masih banyak ditemukan KSP/USP koperasi nakal yang berusaha mencari kelemahan peraturan yang ada. Tetapi dengan pembinaan dan pengawasan yang intensif telah mendorong pihak Manajemen koperasi menerapkan manajemen bisnis yang profesional. Masalah efisiensi koperasi di negara-negara bekembang (termasuk di Indonesia) telah menjadi bahan diskusi panjang terhadap penyebab kegagalan koperasi. Hanel (1985 ), sudah mengkritisi bahwa kegagalan koperasi di negara-negara berkembang disebabkan karena: 1. Dampak koperasi terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mengubah struktur 80 kekuasaan sosial politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang miskin. 2. Jasa-jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi seringkali dinilai tidak efisien dan tidak mengarah kepada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petni besar yang telah maju dan kelompok-kelompok tertentu. 3. Tingkat efisiensi perusahaan-perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme dll ). 4. Tingkat ofisialisasi yang yang sering kali terlampau tinggi pada koperasi (khususnya koperasi pertanian ), ditandai dengan dukungan/bantuan dan pengawasan yang terlalu besar, struktur komunikasi dan pengambilan keputusan memperlihatkan sama seperti pada lembaga-lembaga birokrasi pemerintah, ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif dan berorientasi pada anggota. 5. Terdapat kesalahan-kesalahan dalam memberikan bantuan pembanguan internasional dan khususnya kelemahan-kelemahan pada strategi pembangunan pemerintah yang diterapkan untuk menunjang organisasi koperasi. Untuk mencoba mengatasi masalah tersebut, lebih lanjut Hanel merumuskan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan koperasi yang memiliki tugas utama dalam mempromosikan anggotanya sebagai berikut: 1. Organisasi koperasi harus berusaha secara efisien dan produktif, artinya koperasi harus memberikan manfaat dan menghasilkan potensi peningkatan pelayanan yang cukup bagi anggotanya. 2. Organisasi koperasi harus efisien dan efektif bagi anggotanya, artinya bahwa setiap anggota akan menilai bahwa manfaat yang diperoleh karena berpartisipassi dalam usaha bersama merupakan kotribusi yang lebih efektif dalam mencapai kepentingan dan tujuan-tujuannya ketimbang hasil yang mungkin diperoleh dari pihak lain 81 3. Dalam jangka panjang, kopersi harus memberikan kepada setiap anggotanya suatu saldo positif antara pemanfaatan ( insentif ) yang diperolehnya dari koperasi dan sumbangan ( kontribusi ) yang diberikan kepada koperasi. 4. Koperasi harus mampu menghindari terjadinya situasi dimana kemanfaatan yang dihasilkanoleh uaha bersama/koperasi menjadi milik umum, artinya koperasi harus mampu mencegah timbulnya dampak-dampak dari penumpang gelap ( free raider ) yang terjadi karena usaha koperasi mengarah kepada usaha bukan anggota. Kondisi sepuluh tahun setelah itu, pada dasawarsa 90-an, agaknya kondisi koperasi era 80-an masih belum banyak mengalami perubahan seperti yang dikemukakan oleh Yuyun Wirasasmita ( 1991), yang masih mendapatkan koperasi dengan kondisi: 1. Fungsi dan tujuan koperasi tidak seperti yang diinginkan para anggotanya. 2. Struktur organisasi dan pengambilan keputusan sukar dimengertidan dikontrol anggota dan dipandang terlalu rumit bagi anggota. 3. Tujuan koperasi dipandang dari sudut pandang anggota sering dianggap terlalu luas atau terlalu sempit 4. Karyawan koperasi dan para manajernya dalam menjalankan perusahaan koperasi sangat tanggap terhadap arahan pengurus dan atau pemerintah tetapi tidak tanggap terhadap arahan anggota. 5. Fasilitas koperasi terbuka juga bagi non anggota sehingga tidak ada perbedaan manfaat yang diperoleh anggota dan non anggota. 4.7. Positioning Koperasi Seperti sudah dijelaskan di dalam pendekatan masalah, perubahan global yang terjadi juga harus dihadapi oleh pengelola koperasi yang ditandai oleh persaingan usaha yang semakin ketat. Koperasi perlu melakukan repositioning baik dalam hal perilaku dan kompetensi sumber daya manusia sebagai bagian dari repositioning peran sumber daya manusi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan (Ignatius Roni Setiawan, 2002 dalam Sugiyanto, 2008: hal. 13). Repositioning peran sumber daya manusia 82 dilakukan dengan mengubah pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula dengan konsep people issues menjadi people related business issues yang didefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu dikaitkan dengan peran aktif sumber daya manusia. Peran sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia dalam pengelolaan bisnis. Schuller dan Jackson, 1997, Ulrich D, 1997 dalam Sugiyanto, 2008, menawarkan empat hal pokok yang berkenaan dengan peran sumber daya manusia, yaitu menjadi mitra strategis (strategic partner), menjadi ahli administrasi (administrative expert), menjadi pelopor/pejuang (employee champion), dan menjadi agen perubahan (agent of change). Hasil analisis Sugiyanto (2006: hal. 9), kinerja perusahaan koperasi di Indonesia pada tahun 2003 dan 2004, dari kinerja pengembalian asset yang ditanamamkan dalam perusahaan koperasi dengan ukuran Return on Asset (ROA) rata-rata hanya sekitar 7,52 %. Ketersediaan sumber daya manusia yang handal untuk mengelola bisnis koperasi juga masih kuarang. Tidak semua koperasi memiliki manajer, hanya satu dari empat koperasi yang telah mampu memiliki manajer. Rata-rata partisipasi kontributif anggota (kontribusi modal) hanya sebesar Rp 435,614,Rendahnya rata-rata kinerja koperasi, terutama dilihat dari efisiensi usaha (Rentabilitas ekonomi) secara empiris berkaitan erat dengan lemahnya proses manajemen yang diawali dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan, dan pengendalian termasuk juga lemahnya sistim renumerasi, dan sistim karier. Dari 9 (sembilan) koperasi yang diobservasi hanya 2 (dua) koperasi atau 22,22 % saja yang telah menerapkan prinsip dan proses manajemen dengan relatif baik. Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan karena koperasi tidak memiliki cukup sumber 83 daya yang kompeten di bidang manajerial, atau memiliki pengetahuan dan kompetensi yang cukup baik tetapi tidak memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan ilmu manajemen di koperasi. Kedua faktor penyebab ini sama-sama memiliki pengaruh dominan terhadap positioning koperasi yang buruk. Positioning koperasi di era globalisasi perdagangan bebas hanya dapat dipertahankan bila koperasi mampu dikelola dengan baik agar memberikan manfaat ekonomi bagi anggotanya melalui penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat disediakan koperasi bagi anggota. Karena manfaat ekonomi inilah anggota akan loyal berpartisipasi terhadap koperasinya. Ropke (1989), Andang K.Ar (1993) dalam Sugiyanto (2006: hal 12) mengajukan model matrik positioning koperasi dari hubungan antara partisipasi anggota dengan profesionalisme manajemen dalam menentukan keberhasilan koperasi untuk mencapai tujuan sebagai berikut. Profesionalisme manajemen/Partisipasi anggota Partisipasi anggota Tinggi Profesionalisme tinggi Profesionalisme rendah Koperasi berkembang baik Prtisipasi Anggota Rendah Koperasi Mati Pelan-pelan Koperasi berkembang lambat Koperasi mati dengan segera Sumber: Ropke (1988), dalam Sugiyanto (2006) Apabila matriks ini digunakan untuk memotret kondisi 9 (sembilan) koperasi sampel yang di observasi, maka positioningnya adalah sebagai berikut: 1. Koperasi berkembang baik: 3 koperasi atau 33,33 % (KPSBU Lembang, KSP Trisula Majalengkan dan KSP Surya Abadi Mandiri). 84 2. Koperasi berkembang lambat: 2 koperasi atau 22,22 % (KUD Trisula, KUD harapan tani) 3. Koperasi mati pelan-pelan : 3 koperasi atau 33,33 % (GKSI Jawa Barat, Puskud Sumatera Utara, dan KUD Karya Teguh). 4. Koperasi mati dengan segera : 1 koperasi atau 11,1 % (KUD Setia Tani, Sumatera Utara). Untuk memberikan bencmark tentang positioning, ada baiknya koperasi belajar dari perusahaan-perusahaan yang sukses, seperti untuk kasus di indonesia diterapkan oleh perusahaan Jamu Sido Muncul dan kedai kopi ” Exelso”. Kedai kopi ”Excelso” dibangaun dan dikembangkan dengan strategi pemasaran yang baik. General manager PT. Excelso Multi Rasa (EMR) terdorong agresif karena melihat dan menyaksikan pertumbuhan kedai kopi bermerek akhir-akhir ini. Dulu pemilik Group Kapal api, Soedomo berprinsip lebih baik lw profile dan tidak perlu berpromosi berhubungan dengan media masa. Meskipun Excelso dikembangkan sejak tahun 1990 karena tidak dipromosikan dengan baik orang tidak banyak mengenalnya, padahal Excelso adalh pionir di bidang bisnis ini. Konsumen lebih mengenal ”Starbucks” dan Coffe Bean&Tea Leaf. Di sebagian negara maju minum kopi di coffy shop sudah menjadi bagian dari gaya hidup sehingga bisnis resto caffe menjamur. Dorongan membuat kedai kopi juga dipicu kenyataan Goup Kapal Api menguasaia bahan mentah kopi. Group ini dikatakan sebagai pemimpin pasar kopi eceran. Apa lagi pimpinan perusahaan ini memiliki jaringan yang luas dan dikenal dekat dengan para petani kopi di seluruh sentra produksi kopi di Indonesia. Setelah menggodok perencanaannya, setahun berikutnya, 1991, mulailah Goup Kapal Api membuka gerai pertama di Jakarta, dengan mengambil lantai dasar Plaza Indonesia. Sambutan masyarakat cukup menggembirakan meskipun secara keseluruhan belum terjadi ledakan permintaan. Berikutnya, EMR kembali membuka gerai di Legian, Bali. Setelah itu dari tahun ke tahun EMR terus memperbanyak 85 gerainya. Ternyata saat ini ”Excelso” memiliki jumlah gerai terbanyak di Indonesia dan beberapa diantaranya di luar negeri. Dalam pandangan para pakar pemasaran, ”Excelso” berhasil melakukan penetrasi pasar yang gemilang. Strategi yang tepat dalam mengangkat citra merek ke kelas yang lebih tinggi. Kehadiran Excelso selain mengangkat citra Group Kapal Api, juga berpotensi melahirkan kedai kopei dengan merek yang kuat. Merek yang mereka gunakan memberikan citra internasional. Banyak yang mengira Excelso juga merupakan kedai kopi asing seperti halnya pesaingnya Starbucks dan Coffe Bean & Tea Leaf. Sudah barang tentu merek itu tidak akan berbunyi jika tidak diikuti implementasi elemen-elemen strategi pemasaran lainnya secara tepat. Pada tahap awal, jelas soal pemilihan lokasi gerai. Di sini EMR tak asal dalam memilih lokasi seperti pada mal atau pengelola property yang sebelumnya ramai pengunjung. Dengan pola itu selain mempermudah penetrasi, Excelso juga tidak perlu repot-repot berpromosi habishabisan untuk menyedot pengunjung. Excelso juga mulai mengembangkan gerainya ke gedung pusat-pusat perkantoran mewah dan ternama bahkan ke kampus UI dan Airlangga. Agar menjaring lapisan yang lebih luas, EMR membuat tiga jenis kedai kopi Excelso dengan target pasar dan positioning yang berbeda. Pertama, Kafe Excelso. Ini merupakan jenis kedai kopi pertama yang dikembangkan. Targetnya adalah kalngan profesional, eksekutif dan ekspatriat. Jumlah kafe jenis ini paling banyak yaitu 25 gerai yang tersebar di mal di pusat-pusat kota bisnis Indonesia. Kedua, Excelso Expres. Dikembangkan dengan positioning sebagai take away coffe shop yang mengedepankan kepraktisan minum kopi sehingga biasanya hanya berbentuk counter atau cart. Menu makanan dan minuman yang ditawarkan terbatas demikian pula media penyajiannya. Segmen pasar yang dibidik adalah anak muda, mahasiswa dan peminat kopi yang ingin praktis. 86 Ketiga, de’ Excelso. Tipe kafe ini bisa dikatakan paling eksklusif di banding dua lainnya. Konsepnya dibuat perpaduan antara resto dengan kafe dengan pilihan makanan, minuman dan menu yang lebih banyak dan lebih baik untuk kalangan segmen menengah atas dan kelompok usia mapan. Gelas dan piring didisain khusus, lebih mewah. Bila di kafe Ekscelso kursi tamu hanya dari kayu tanpa alas sofa, di de’ Excelso semua kursi berlapis sofa yang nyaman. Tentu saja EMR melengkapi kedai-kedai Excelso dengan sejumlah keunikan. berbeda dengan kafe lain.. Excelso buka Jam operasional Excelso tidak pukul 7 pagi sampai 10 malam, sedangkan kedai yang ada di mal buka dari pukul 10 pagi hingga jam 9 malam. Dari sisi harga, demi mendapatkan derajat deferensiasi dari para kompetitor, manajemen EMR memasang strategi harga yang tidak setinggi sejumlah kafe asing. Hal ini dilihat dari harga minuman dan makanan yang lebih terjangkau dibanding kedai kopi asing. Saat ini menurut pihak manajemen EMR sudah merasa puas dengan kinerja kedai kopinya, meskipun pada tahun-tahun awal merasa kesulitan untuk mendidik pasar dan mencari positioning yang tepat. Tetapi pada akhirnya konsumen penikmat kopi di kafe menjadi semakin bayak sebagai bagian dari gaya hidup. Menurut sumber di EMR saat ini Omzetnya mencapai lebih dari Rp 50 milyar per tahun. Dari uraian di atas terdapat beberapa pelajaran yang menarik yang perlu diadopsi dan diadaptasi oleh koperasi dalam rangka mereposi pengembangan bisnisnya. Positioning yang baik dibangun dengan perencanaan dan strategi bisnis yang matang yang dimulai dengan tahapan: (1) Identifikasi kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, (2) Identifikasi peluang dan tantangan lingkungan bisnis eksternal, (3) Identifikasi dan analisis peluang pasar, (4)Segmentasi pasar, (5) Positioning, dan (6) Merancang strategi pemesaran ( product, place, promotion dan price) atau strategi bisnis. 87 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Dari hasil kajian empiris yang dilakukan melalui observasi lapangan, studi literatur dan pengumpulan pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pprospek koperasi dilihat dari perspektif ilmu manajemen bisnis sesuai dengan enam pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: (1) Dari disiplin ilmu manajemen bisnis, perubahan lingkungan bisnis global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang mendorong reformulasi tujuan, reformulasi strategi, restrukturisasi, dan realokasi sumber daya organisasi kearah yang lebih inovatif untuk menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan perubahan. (2) Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan proses manajemen yang fundamental terletak pada proses perencanaan yang tidak menggunakan kaidah kaidah perencanaan yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya berorientasi jangka pendek yang sempit, belum mampu menyusun rencana jangka panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis, secara simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, dan pengendalian. Kondisi ini menyebabkan bisnis koperasi kebanyakan gagal memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha koperasi bayak yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya, koperasi hanya menjalankan fungsi dagang, tidak menciptakan nilai tambah, dikelola dengan tidak efisien. (3) Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan rasional akan mencari kelembagaan ekonomi yang mampu 88 memberikan manfaat ekonomi dan sosial lebih baik. Melihat kondisi yang ada, dimana pada umumnya koperasi tidak mampu memberikan manfaat kepada anggotanya, dipastikan tidak memiliki prospek untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti koperasi simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam beberapa tahun ke depan akan bertahan hidup. (4) Proses pengembangan koperasi baik di tataran mikro (koperasi sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan pemerintah) belum sepenuhnya sejalan dengan teori manajemen bisnis. Hanya sedikit koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis dengan baik terbukti usahanya berkembang dan memiliki daya tahan terhadap tekanan persaingan. Koperasi yang dimaksud pada umumnya adalah koperasi simpan pinjam (singgle purpose) dan koperasi peternakan (singgle commodity multi purpose). Dari sudut kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan pinjam koperasi tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan. (5) Untuk sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat karena koperasi tidak mampu menghantarkan nilai dan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi anggota dan masyarakat pada umumnya. . 4.3.Rekomendasi. Berdasarkan hasil kajian dan kesimpulan prospek koperasi diatas, maka dapat disampaikan rekomendasi sebagai pendekatan pemberdayaan dan pengembangan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari perspektif manajemen bisnis sebagai berikut: (1) Pihak manajemen di koperasi dalam hal ini pengurus dan manajer harus segera meninggalkan cara-cara lama (konvensional) dalam pengelolaan koperasi dengan mengadopsi dan mengadaptasi manajemen bisnis 89 modern. Melakukan reformulasi tujuan koperasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan anggota yang dinamis dan tuntutan persaingan. (2) Pihak manajemen di koperasi perlu memperbaiki kinerja koperasi dengan mengembalikan peran dan funsi koperasi yaitu kepada yang seharusnya yaitu koperasi yang berlandaskan dasar-dasar self help (menolong diri sendiri), self relience (percaya diri), self responsibility (bertanggung jawab atas dirinya), sehingga dengan demikian kaidahkaidah koperasi yaitu efisiensi secara keseluruhan dan khususnya dalam pelayanan anggota dapat diciptakan. (3) Kebutuhan akan implementasi manajemen modern di koperasi harus tumbuh dari lingkungan intrnal koperasi, meskipun pada tahap awal pemerintah dapat bertindak sebagai agen perubahan untuk memprakarsai proses perubahan sikap dan prilaku pihak manajemen koperasi melakukan bencmarking manajemen modern dari berbagai sumber. 90 DAFTAR PUSTAKA Budiono, Ekonomi Mikro, Yogyakarta : BPFE-UGM, 1986. Bernardin, H. John, Joyce, et al. Human Resource Management, An Experiential Approach, International Edition: Mc Graw-Hill, Inc, Singapore, 1993. Baswir, Reprisond, Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan dalam diskusi terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi, Yogyakarta, 2007. Creech, B, Lima Pilar TQM, diterjemahkan oleh Sindoro A, Binarupa Aksara, 1996. Dulfer, Eberhard, Corporate culture of Coopetatives, Dalam International Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Dulfer, Eberhard, Evaluation of Cooperative Organization, Dalam International Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Dulfer, Eberhard, Structural Types of Cooperatives, Dalam International Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Ferguson, C.E. Micro Economic Theory. New York, Mc Graw-Hill, 1984. Gupta, V.K, et al, Guidance for Agricultural Cooperative Management, IIM, Ahmadabad, India, 1985. Gaspersz, Vincent, Manajemen Bisnis Total, Penerbit Afabeta, Bandung, 1997. Gibson, James L, at all, Fundamentals of Management, Richard D. Irwin, Inc, 1995. Hanel, Alfred, Basic Aspect Of Cooperative and Political for their Promotion in Developing Countries, Marburg, West Germany, 1985. Hanel, Alfred, Oficialization of Cooperatives, Marburg, West Germany, 1985. Hann, Dietger and Kaufmann, Lutz, Strategic Aliances, Dalam International Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Hasibuan, Malayu, S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2005. Hamid, Abdul, Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen di program MM, Ikopin, Bandung, 2003. 91 Kasali, Reinald, Change Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005. Lewis and Smith, Total Quality In Higher Education, Delray Beach, Florida, St. Lucie Press, 1996. Milkovich, George T, et al, Human Resource Management: A Diagnostic Approach, Fith Edition: Business Publication, Inc. Plano, Texas, 1988. Mulawarman, Aji Dedi, Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis Koperasi, Digali Dari Realitas Masyarakat Indonesia, Makalah dipresentasikan dalam Diskusi Panel Kajian Koperasi di Universitas Negeri Malang, Desember 2007. Nirbito, J.G, Profesionalisme Dalam Pengelolaan Usaha Koperasi Yang Berbasis Nilai: Strategi Untuk Mewujudkan Lewat Diklat dan Pemberlakuan Kode Etik, Makalah disampaikan pada Diskusi Terbatas Tentang Profesionalisme Pengelolaan Koperasi Dalam Era Kompetisi Global, Malang, Desember 2007. Robert Kreitner, Angelo Kinicki, Organizational Behavior, Irwin/Mc Graw Hill, 1998. R. Wayne Mondy, et all, Human Resource Managemen, Prentice Hall International, New Jersey, 1998. Ropke, Jochen, Strategic Management of Self-Help Organization, Marburg, Germany, 1992. Ropke, Jochen, The Economic Theory of Cooperatives Enterprise in Developing Countries, With special Reference of Indonesia, Marburg, Germany, 1992 Ropke, Jochen, Coope Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal Management, Fith Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996., Managemen, Sixth Edition, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1996. Rianto, Bambang, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, PT. BPFE, Yogyakarta, 1995. Ropikoh, Opik, Evaluasi Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Turunnya Perputaran Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomi Pada KUD Ciptaraharja. Tesis untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada program MM, Ikopin, Bandung, 2003. Suryati, Lilis, Partisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi Pada 92 KUD Ngupaya Mina, Indramayu, Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Ikopin, Bandung, 1997. Sugiyanto, Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi Di Jawa Barat, Disertasi Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Pajajaran, Bandung, 2006. Savitri Dewi, Lely, Pengaruh Kualitas Kewirausahaan Pribadi Manajer Terhadap Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung, Tesis untuk memperoleh gelar Magister Sain pada program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran, Bandung, 2001. Tjiptono dan Handoko, Kepemimpinan dan Manajemen SDM dalam Lingkungan Organisasi, TQM Magazine, vol 7, 1997. Umar, Ade, Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen di Ikopin, 2006. Wirasasmita, Yuyun, Strategi Pembangunan Sektor Perkoperasian yang Mengerahkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Koperasi, dalam Rusidi dan Maman Suratman (penyunting), Pokok-Pokok Pikiran Tentang Pembangunan Koperasi, Penerbit Ikopin, Jatinangor, 1990. Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal Management, Fith Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996. 93 LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel 4.1. Keragaan Dokumen Perencanaan Pada Koperasi Sampel (lampiran) Nama Koperasi KPSBU Lembang KUD Karya Teguh, Lembang GKSI, Jawa Barat Jenis Koperasi Koperasi peternakan, single commodity multy purpose Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose Koperasi sekunder Jenis Rencana Dokumen Tertulis 5. Rencana 1. Ada dalam Strategis bentuk buku 6. Rencana Renstra Program taktis 2. Ada tertulis dirumuskan dalam sasaran bidang, yaitu kelembagaa n, persusuan dan bidang pelayanan dan usaha/bisnis -Tidak memiliki Renstra. - ada tertulis - Hanya ada disajikan tiap rencana bidang, program kerja organisasi dan taktis dengan manajemen, Rencana bidang usaha, Anggaran permodalan dan Pendapatan dan bidang Belanja kesejahteraan Koperasi anggota dan (RAPBK) pengelola. 6.1. - Pada masa kejayaannya di era tahun 80 han hingga 90 pernah Keragaan kualitatif 1. Baik 2. Cukup sampai baik - Cukup baik - 94 KUD Trisula, Majalengka KSP Trisula, Majalengka PUSKUD Sumatera Utara KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut KUD Harapan Tani, Sumut Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose Koperasi Simpan Pinjam, single purpose Koperasi sekunder Koperasi Simpan Pinjam Koperasi Pertanian (basis Kelapa sawit ) serba usaha memiliki Renstra. - Saat ini cenderung jalan di tempat dan hanya ada rencana program taktis dengan RAPBK - Memiliki Renstra - Memiliki rencana program operasional dengan RAPBK tahunan - Renstra - Memiliki rencana program operasional dengan RAPBK tahunan - Dulu pada saat masa kejayaannya memiliki Renstra. - Saat ini hanya ada rencana program tahunan dan RAPBK - Belum memiliki Renstra - Memiliki rencana program dengan RAPBK - Belum memiliki renstra - Hanya ada rencana - ada tertulis dengan bidangbidang - Cukup - Tidak ada - - Ada tertulis yang diuraikan per bidang - Baik - tidak ada - Ada tertulis yang diuraikan per bidang - Cukup - tidak ada - Baik - tidak ada - Ada tertulis - cukup dijabarkan per bidang usaha dan permodalan - Tidak ada - - Ada tertulis dengan target yang sudah jelas. - Tidak ada - Baik - Ada tertulis dengan sasaran - Cukup baik - 95 KUD Setia Tani Koperasi pertanian (basis pangan) serba usaha program tahunan dan RAPBK. - Tidak ada renstra - Hanya ada rencana program tahunan dan RAPBK per bidang - Tdak ada - - Ada tertulis dalam laporan tahunan - Cukup Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007. 96 Lampiran 2 Tabel 4.2. Keragaan Proses Pengorganisasian pada Koperasi Sampel (lampiran 2) Nama Koperasi KPSBU Lembang KUD Karya Teguh, Lembang KUD Trisula, Majalengk Kedalaman dan kelebaran struktur - Pengurus 3 orang (Ketua, sekretaris, bendahara) - Pengawas 3 orang - Manajer 2 orang - Kepala Unit 7 orang - Kepala sub unit. 7 orang - Kepala seksi 9 orang -Karyawan termasuk menejer berjumlah 150 orang - jumlah anggota dan calon anggota yang dilayanani 6.163 orang - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayani 1 : 41 - Kepengurusan dengan formasi ketua, sekretaris dan bendahara - Pengawas dengan formasi ketua dan sekretaris - Manajer utama - Manajer Umum - Manajer Keuangan - Karyawan pusat selain manajer 6 orang - Karyawan unit 73 orang - jumlah karyawan keseluruhan 82 orang - Jumlah anggota dan calon anggota yang dilayani 839 - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayanani 1: 10 - Kepengurusan dengan formasi 3 ketua, sekretaris dan Disain Tugas a. Unit Bisnis: - Pemasaran susu -Pertokoan -Pembibitan sapi b. Unit Pelayanan -Perkreditan -Pakan ternak -Inseminasi buatan dan Keswan -Penyuluhan c.Kelembagaa n -Diklat -Sapi afkir d.Administrasi Keuangan -Unit Simpan Pinjam -Unit Kelistrikan -Unit Usaha Waserda - Unit Wartel - Unit Mini Market - Unit Usaha Dedak - Unit Usaha beras - Unit listrik Uraian Tugas - Uraian tugas ada secara tertulis dengan rinci dan jelas. - Untuk tugas operasional didukung dengan SOP - Uraian tugas tertulis dan terbatas hanya sampai Manajer - Belum memiliki SOP - Uraian tugas, pembagian wewenang dan Sistim komando - Prinsip kesatuan komando diterapkan dengan baik -Model organisasi garuis dan staf dengan pola pengambilan keputusan partisipatif - Kesatuan komando tidak jelas Pengambila n keputusan cenderung sentralistik - Prinsip kesatuan komando Rentang Kendali - Dari Pengurus hingga kepala seksi secara hirarkhi terdapat 5 jenjang -Seorang atasan paling banyak membawahi 9 bawahan. -dengan tingkat teknologi, fasilitas dan tingkat pendidikan, rentang kendali cukup baik - Untuk unit distribusi dan unit perkreditan dan jasa dengan masingmasing karyawan 54 orang dan 18 orang rentang kendali cukup melebar - Cukup sesuai dengan 97 Fleksibilitas - terdapat fleksibilitas disain organisasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembanga n organisasi -Organisasi masih cukup sesuai dengan tipe bisnis, cakupan wilayah kerja dan jumlah anggota yang dilayani - Organisasi gemuk, kurang lincah - Struktur organisasi yang ada sekarang dalam lima tahun terakhir cenderung tidak berubah - Sangat fleksibel dan a KSP Trisula, Majalengk a PUSKUD Sumatera Utara bendahara. - Pengawas dengan formasi 3 - manajer - kepala unit 3 orang - Karyawan 20 orang - jumlah anggota yang dilayani 2200 orang - rasio karyawan dengan anggota 1 : 110 - Kepengurusan formasi 3 orang - Manajer 1 orang -Karyawan 10 orang - Anggota yang dilayani 831 orang -Kepengurusan formasi 5 yaitu Ketua umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris, dan Bendahara. - Pengawas formasi 3, yaitu Ketua, Sekretaris, dan Anggota - Direktur/Manajer 1 Orang - Sekretariat 4 orang - Unit Simpan Pinjam 8 Orang - Unit Usaha Pupuk 2 Orang -Perwakilan Karo 1 Orang - Total Karyawan 16 - Unit pangan dan RMU - Unit ternak dan Perikanan - Unit saprotan menjadi unit otonom dan sekarang menjadi Koperasi Pertanian dengan Badan Hukum tersendiri. - Unit Simpan pinjam juga menjadi KSP dengan Badan Hukum tersendiri. - KUD juga mendirikan Unit Bisnis dengan Badan Hukum Perseroan terbatas - Unit Permodalan (simpanan) - Unit Pinjaman - Bagian akuntansi keuangan - Pengurus - Pengawas - Kesekretariatan - Manajer - Unit aaasimpan Pinjam - Unit Pupuk tanggung jawab sudah dideskripsikan secara tertulis diterapkan - Uraian tugas dan pembagian wewenang setiap bagian/unit kerja dideskripsikan secara tertulis. - Prinsip kesatuan komando dijalankan - Uraian tugas dalam bentuk job descripsi ada tertulis - Prinsip kesatuan komando dijalankan teknologi dan sarana kerja yang ada - Cukup sesuai dengan jenis /tipe bisnis layanan jasa keuangan - Rentang kendali sesuai dengan besaran organisasi 98 dinamis - Untuk mengantisipas i perubahan lingkungan, terbukti KUD melakukan restrukturisasi organisasi denan menjadikan 2 unit usahanya menjadi Koperasi baru dan membuka unit bisnis yang berbadan hukum PT (Mirip model Holding Company) - Cukup pleksibel dibuktikan dengan adanya dinamika pembagian tugas. - Kurang fleksibel - Struktur Kepengurusa n terlalu gemuk dengan formasi model lama KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut KUD Harapan Tani, Sumut KUD Setia Tani orang - Anggota Yang dilayani 387 Unit Koperasi - Rasio Karyawan dengan anggota 1 : 24 - Kepengurusan formasi 3, yaitu Ketua Sekretaris dan Bendahara - Pengawas formasi 3, Ketua Sekretaris dan Anggota. - Penasihat formasi 4 yaitu Ketua, Sekretaris, dan 2 orang anggota - Manajer 1 Orang - Kasir 1 Orang - Pegawai 3 Orang - Jumnlah karyawan 5 Orang - Jumlah anggota dilayani 644 Orang - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayani 1:129 -Struktur kepengurusan 3 orang, yaitu Ketua Sekretaris dan Bendahara - Struktur pengawas 3 Orang - Manajer Utama 1 orang - Personalia unit Pelayanan 20 orang - Ketua kelompok unit wilayah pelayanan 22 orang - Jumlah anggota yang dilayani 978 orang - Rasio karyawan (tidak termasuk ketua kelompok) dengan anggota yang dilayani adalah 1 : 40 - Struktur kepengurusan 5 orang, yaitu Ketua I, Ketua II, Sekretaris I, Sekretaris II, dan - Pengurus - Pengawas - Penasihat - Manajer - Staf - Uraian Tugas dideskripsikan secara tertulis yang membagi wewenang dan tanggung jawab dengan baik - Prinsip kesatuan komando dijalankan dengan baik dengan pengambilan keputusan - Rentang kendali cukup efektif dibantu dengan teknologi Komputerisas i - Dengan sekala bisnisnya, organisasi cukup ramping dan fleksibel (sudah mirip lembaga keuangan Bank ) - Pengurus - Pengawas - Manajer Utama - Staf - Ketua kelompok berdasarkan unit wilayah kerja - Disain kerja menggunakan model kombinasi antara unit bisnis dengan pendekatan wilayah - Uraian tugas sudah dirinci secara tertulis - Sistim kesatuan komando dijalankan sesuai prinsipnya pengambilan keputusan melibatkan staf dan wakil-wakil kelompok - Rentang kendali cukup efektif dibantu dengan teknologi komputerisasi dan sistim kelompok anggota pada unit wilayah kerja yang menyebar - Meskipun organisasi cukup besar, koperasi ini cukup lincah dalam mengembang kan bisnis untuk menangkap peluang usaha - Pengurus - Pengawas - Penasihat - Staf - Uraian tugas tertulis ada Prinsip kesatuan komando tidak jelas, karena - Rentang kendali cukup sederhana karena hanya tersisa 1 unit - Organisasi gemuk diatas (model piramida terbalik), 99 Bendahara. - struktur pengawas 3 Orang - Badan Penasihat 4 orang - Staf 2 Orang - Jumlah anggota tercatat 704 orang pengurus memegang jabatan rangkap di luar koperasi usaha Simpan pinjam dengan 2 orang karyawan Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007. 100 lemah pada bagian operasional bisnis - Koperasi ini pada saat dukungan pemerintah kuat maju, tetapi menghadapi masalah kredit program yang macet Lampiran 3 Tabel 4.3. Keragaan Proses Pengendalian di Koperasi Sampel Nama Koperasi KPSBU Lembang KUD Karya Teguh, Lembang KUD Trisula, Majalengka KSP Trisula, Majalengka PUSKUD Sumatera Utara Standar dan metoda baik Pengukuran prestasi Analisis Tindakan korektif baik Baik Cukup Cukup Kurang Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang Kurang Kurang KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut KUD Harapan Tani, Sumut KUD Setia Tani Cukup Cukup cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sampel, 2007. Tabel 4.4. Keragaan Sistem Renumerasi Pada Koperasi Sampel (masuk dalam kolom pengorganisasian) + insentif lain Nama Koperasi Jumlah Karyawan Tingkat pendidikan Dasar Pertimbangan Komponen Kompensasi KPSBU Lembang 24 1 orang - Sarjana 10 orang - D3 7 orang - SLTA 129 orang - SLTP 51 orang - SD 54 orang - Pendidikan - beban kerja - Pengalaman - UMR - Gaji pokok - Tunjangan transpor - beras - hari tua - asuranis kesehatan - Bonus prestasi KUD Karya Teguh, Lembang 88 orang Berkisar dari SD hingga Sarjana, dengan rincian tidak jelas - UMR - Kemampuan koperasi - tidak jelas KUD Trisula, 20 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan - jenis pekerjaan - UMR - gaji pokok -tunjangan beras Nominal Kompensasi (Rp) Berkisar paling rendah Rp 850 ribu sampai paling tinggi level manajer Rp 7 juta per bulan. Berkisar antara paling rendah Rp 350 ribu sampai dengan Rp 2 juta per bulan. Berkisar antara Rp 600 ribu 101 Majalengka tinggi, tidak dirinci dengan jelas - prestasi kerja KSP Trisula, Majalengka 11 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas - jenis pekerjaan - UMR - prestasi kerja PUSKUD Sumatera Utara 16 orang - SLTA 15 orang - Sarjana 1 Orang - UMR - transportasi - DPLK selektif (tidak semua karyawan) - gaji pokok -tunjangan beras - transportasi - DPLK selektif (tidak semua karyawan) Tidak jelas KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut 4 Orang - Sarjana 1 orang - D3 4 orang - UMR Lump sum KUD Harapan Tani, Sumut KUD Setia Tani 21 orang - S1 1 orang - SLTA 15 orang - SLTP 5 orang - UMR - Lump sum - Bonus dari SHU (15 %) 2 orang - D3 1 orang - D1 1 orang - tidak jelas Lump sum sampai dengan Rp 1,5 juta per bulan Berkisar antara Rp 600 ribu sampai dengan Rp 1,5 juta per bulan Berkisar antara Rp 850 ribu sampai dengan Rp 2 juta per bulan Berkisar antara Rp 800 ribu sampai dengan Rp 2,7 juta per bulan Berkisar antara Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu per bulan Sekitar Rp 500 ribu per bulan Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007. 102 Lampiran 5. Tabel 4.5. Keragaan Sistim Karier di Koperasi Sampel Nama Koperasi Jumlah Karyawan Tingkat pendidikan Jenjang Jabatan Tersedia - Staf - Kepala seksi - Kepala unit - Manajer - General Manager - Staf -Kepala Unit - Manajer - Manajer Utama KPSBU Lembang 24 1 orang - Sarjana 10 orang - D3 7 orang - SLTA 129 orang - SLTP 51 orang - SD 54 orang KUD Karya Teguh, Lembang 88 orang Berkisar dari SD hingga Sarjana, dengan rincian tidak jelas KUD Trisula, Majalengka 20 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas - Staf - Kepala Unit - Manajer KSP Trisula, Majalengka 11 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas - Staf - Kepala Unit - Manajer PUSKUD Sumatera Utara 16 orang - SLTA 15 orang - Sarjana 1 Orang KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut 4 Orang - Sarjana 1 orang - D3 4 orang - Staf - Kepala perwakilan - Kepala unit -Manajer - Staf - Kasir - Manajer KUD Harapan Tani, Sumut 21 orang - S1 1 orang - SLTA 15 orang - SLTP 5 orang - Staf - Kepala unit - Manajer - Manajer Utama KUD Setia Tani 2 orang - D3 1 orang - D1 1 orang - staf Penerapan Persepsi Karyawan - Diterapkan diawali dari sistim rekruitasinya - Ada analisis jabatan - promosi jabatan - Rotasi/mutasi kerja tiap dua tahun - Cenderung belum menerapkan sistim promosi - Hanya penggantian karyawan kalau ada yang keluar - Promosi jabatan terbatas hanya pada beberapa karyawan yang berprestasi - Regenerasi lambat - Promosi jabatan terbatas hanya pada beberapa karyawan yang berprestasi - Regenerasi lambat - Promosi jabatan terbatas - sekali-sekali ada rotasi - ada tetapi terbatas pada orang tertentu - promosi lambat - Karena koperasi baru berusia 3 tahun, promosi jabatan belum dilakukan - Jenjang karier juga terbatas - Prmosi jabatan terbatas sesuai dengan kebutuhan - Sekali-sekali melakukan rotasi jabatan Belum ada sistim karier karena kondisi koperasi saat ini yang berjalan hanya unit SP Belum merasakan adanya promosi jabatan - Tidak merasakan adanya promosi jabatan - Ya ada tetapi terbatas pada lingkungan keluarga pengurus - Ya ada tetapi terbatas pada lingkungan keluarga pengurus Tidak merasakan adanya promosi - ya dilakukan dengan promosi jabatan terbatas Tidak ada Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007. 103 Lampiran 6. Tabel 4.6. Keragaan Efisiensi Usaha Koperasi Sampel (tahun 2006) Nama Koperasi Jenis Koperasi KPSBU Lembang Koperasi peternakan, single commodity multy purpose Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose Koperasi sekunder Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose Koperasi Simpan Pinjam, single purpose Koperasi sekunder KUD Karya Teguh, Lembang GKSI, Jawa Barat KUD Trisula, Majalengka KSP Trisula, Majalengka PUSKUD Sumatera Utara KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut KUD Harapan Tani, Sumut KUD Setia Tani SHU (dlm jutaan jutaan rupiah) Total Modal (Dalam jutaan rupia) 1.204 70,7 - Rentabilitas Ekonomi (%) 25.732 4,35 4.429 1,6 - - 82,0 2.120 3,9 72,1 1.330 5,4 214,6 4.208,9 5,1 Koperasi Simpan Pinjam 246,2 2.809,3 8,8 Koperasi Pertanian (basis Kelapa sawit ) serba usaha Koperasi pertanian (basis pangan) serba usaha 139,1 ( 1,4 ) 4.374,3 2.036,5 3,2 ( 0,006 ) Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007. 104 Lampiran 7. Tabel 4.7. Efisiensi Biaya Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit (%) No Wilayah Biaya pinjaman koperasi Biaya pinjaman non koperasi Efisiensi biaya pinjaman Daperma koperasi kredit 1 Bogor 1,68 6,88 5,20 0,23 Efisiensi biaya pinjaman + daperma 5,43 2 Cirebon 1,37 6,13 4,77 - 4,77 3 Priangan 1,54 6,27 4,74 0,15 4,89 4 Purwakarta 1,50 5,44 3,94 0,07 4,01 Rata-rata 1,54 6,32 4,77 0,14 4,91 Sumber: Sugiyanto ( 2006: hal. 226) 105 Lampiran 8. PROSPEK KOPERASI DARI MANAJEMEN BISNIS PERTANYAAN PEMANDU OBSERVASI UNTUK PENGURUS, MANAJER DAN KRYAWAN KOPERASI I. Observasi mengenai pemahaman konseptual pengurus dan menejer koperasi 1. Pemahaman konsep manajemen 2. Tugas-tugas manajerial yang dijalankan di koperasi II. Observasi fungsi dan proses manajemen 1. Dokumen rencana koperasi jangka panjang (minimal untuk 3 tahun), jangka menengah dan jangka pendek. 2. Visi, misi dan tujuan koperasi 3. Strategi dan program kerja koperasi 4. Mekanisme proses penyusunan rencana 5. Standart Operasional Prosedur 6. Pemahaman visi, misi dan tujuan oleh pengurus, pengelola dan karyawan III. Bentuk Organisasi dan Uraian Tugas 1. Bagan Struktur organisasi 2. Bentuk organisasi 3. Uraian tugas/deskripsi tugas 4. Fleksibilitas organisasi dari waktu kewaktu 5. Penerapan prinsip-prinsip pokok organisasi 6. Sarana kerja 7. Biaya organisasi dibandingkan dengan volume bisnis 8. Informasi pendukung 106 Kondisi SDM Pengurus Koperasi saat ini Nama Jabatan umur Pendidikan formal Diklat yang pernah diikuti Kondisi SDM Pengawas Koperasi Saat ini Nama Jabatan Umur Pendidikan formal Diklat yang pernah diikuti Perkembangan SDM anggota Koperasi Tahun Anggota (orang) Calon anggota (orang) Masyarakat yang dilayani (orang) Wilayah bisnis koperasi (Desa, Kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional) 2004 2005 2006 107 IV. Sistem Penggajian (renumersai)/Kompensasi 1. Dasar yang dipakai sistem penggajian 2. Kondisi sistem pengupahan, penggajian dan insentif Nama Um Karyawan ur (th) Pendidika n Formal Tahun masuk bekerja di kop. Jabatan Gaji per bulan (Rp) Insent if selain gaji (Rp) 108 V. Sistem Rotasi dan Karier Pegawai 1. Tingkatan dan jenjang karier yang tersedia 2. Ada tidaknya perencanaan karier pegawai 3. Dasar sistem karier yang dianut 4. Kondisi karier pegawai yang ada Nama Um Karyawan ur (th) Pendidikan Formal Tahun masuk bekerja di kop. Jabatan sekaran g Jabatan sebelu mnya Lama waktu padajab atan sebelu mnya 109 VI. Analisis Positioning Koperasi 1. Penerapam analisis SWOT lingkungan bisnis koperasi 2. Identifikasi peluang bisnis 3. Segmentasi pasar 4. Positioning 5. Strategi bisnis 6. Uji petik informasi pendukung Kinerja Pemasaran Unit usaha Volume usaha tahun 2004(Rp) Volume Usaha tahun 2005(Rp) Volume Usaha tahun 2006 (Rp) Proporsi transaksi dengan anggota (%) Strategi bisnis/pemasaran dalam menghadapi pesaing Aspek strategi Strategi yang ditempuh koperasi Strategi yang ditempuh pesaing Produk/jasa koperasi Harga Distribusi 110 Promosi • Koperasi menerapkan diskriminasi harga untuk anggota dan non anggota?..................................................................................................................... ..... -----------------------------------------------------------------------------------------------------• Koperasi menerapkan diskriminasi non harga untuk anggota dan non anggota?..................................................................................................................... ...... • Jumlah pesaing (usaha sejenis) di wilayah kerja koperasi = .....................Perusahaan • Jangkauan layanan bisnis = lokal, regional, nasional, internasional. • Persepsi pengurus/manajer koperasi terhadap posisi koperasi dibandingkan dengan pesaing = lebih unggul, sama saja, kurang unggul/kalah bersaing. • Jika kurang unggul mengapa demikian ....................................................................... ....................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... .......... ............................................................................................................................. • Apa saran anda agar koperasi unggul dalam persaingan............................................... ......................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 111 VII. Sekala Usaha Dan Efisiensi Usaha 2005 2006 keterangan Volume Usaha (Rp) Total Investasi (Rp) Investasi dalam modal kerja (Rp) Investasi dalam Aktiva Tetap (Rp) Total Biaya Tetap Koperasi (Rp) • Overhead • Penyusutan • Bunga pinjaman • Biaya organisasi Biaya variabel (HPP) (Rp) SHU (Rp) Jumlah Karyawan (Orang) Jumlah anggota (Rp) Jumlah non anggota yang dilayanan (Rp) BEP (Rp) ROI (%) Produktivitas Karyawan(Sales/volume usaha per Karyawan) (Rp) Efisiensi harga yang menguntungkan anggota (dari transaksi pembelian, penjualan, simpanan dan kredit) Volume transaksi anggota (Rp) SHU bagian anggota (Rp) SHU untuk pendidikan (Rp) dana 112 SHU pengembangan kerja (Rp) untuk daerah Kinerja Keuangan Koperasi Uraian 2004 2005 2006 Aktiva lancar (Rp) Aktiva tetap (Rp) Total Aset (Rp) Hutang Lancar (Rp) Hutang J.Panjang (Rp) Modal sendiri (Rp) Total modal (Rp) Volume usaha (Rp) SHU (Rp) Likuiditas (%) Solvabilitas (%) Rentabilitas (%) Rentabilitas modal sendiri (%) Asset.T. Over (kali) Working. C. T.Over (kali) 113 ASPEK MANAJEMEN BISNIS KOPERASI KUESIONER UNTUK ANGGOTA Nama Responden : Nama Koperasi : Kecamatan : Kabupaten/Kota : Provinsi : ----------------------------------------------------------------------------------------------------1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini ?---------------tahun 2. Apakah alasan atau motivasi Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini? ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Apakah Bapak/Ibu merasakan manfaat dari koperasi ini ? Ya Tidak Jika Ya, jelaskan manfaatnya terutama secara ekonomi -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 114 4. Apakah menurut Bapak/Ibu Koperasi ini mengalami kemajuan usaha ? Ya Tidak Jika Ya, jelaskan secara rinci kemajuan dalam aspek apa -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Tidak, jelaskan juga mengapa ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------5. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kesulitan ? Ya Tidak Jika Ya, jelaskan secara rinci kesulitan dalam aspek apa ? ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Tidak, juga jelaskan alasannya mengapa ? --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 115 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6. Dari mana Bapak/Ibu mengetahui informasi mengenai kemajuan ataupun kesulitan tentang koperasi ini ? a. Dari Pengurus b. Dari sesama anggota lain c. Dari sumber lain, sebutkan -------------------------------------------------7. Menurut Bapak/Ibu engambilan keputusan dalam RAT Koperasi lebih baik langsung oleh setiap anggota atau dengan sistim perwakilan ? a. Langsung b. Perwakilan Berikan alasannya ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------8. Apakah jenis usaha yang dijalankan sekarang oleh koperasi sekarang sesuai dengan kebutuhan anggota dan berdasarkan keputusan anggota ? a. Ya b. Tidak Berikan alasannya -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 116 9. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan jenis usaha yang dijalankan koperasi sekarang ? a. Ya b. Tidak Berikan alasannya ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------10. Apakah Bapak/Ibu saat ini menggunakan pelayanan yang diberikan koperasi ? a. Ya selalu b. Ya kadang-kadang c Tidak Berikan alasannya ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------11. Rata-rata dalam satu bulan berapa persen Bapak/Ibu melakukan transaksi dengan koperasi untuk segala kebutuhan/keperluan Rumah tangga atau usaha anggota ? a. Kurang dari 25 % b. Antara 25 % - 50 % c. Antara 50 % - 75 % d. Lebih besar dari 75 % 12. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi dalam memberikan pelayanan ada perbedaan yang adil antara kepada anggota dan kepada bukan anggota ? a. Ada b. Tidak ada 117 Jika Ada, dalam hal apa jelaskan ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------13. Apakah SHU bagian anggota tiap tahun dibagikan kepada anggota ? a. Ya b. Tidak Jika Tidak, apa alasan pihak manajemen koperasi yang disampaikan kepada Bapak?Ibu ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jika Ya, apakah pembagiannya sudah dilakukan secara adil berdasarkan jasa masing-masing anggota ? Jelaskan ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ...................................2007 Surveyor --------------------------------- 118