iklan politik dan perlindungan bagi konsumen siaran televisi

advertisement
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
STUDI RESEPSI AUDIENS TERHADAP LIRIK LAGU
BERMUATAN POLITIK (STUDI PEMAKNAAN INDIVIDU
TERHADAP LIRIK LAGU “ANDAI KU GAYUS
TAMBUNAN”)
Patricia Robin*/ Pinckey Triputra**
Email : [email protected]
ABSTRACT : Political and legal realities in Indonesia are seen differently by
each individual. There is a view that politics and law (the wheels of
government) has been running well, there is also a view that is still very
lacking in implementation. This situation makes the emergence of many
forms of resistance (opposition expression) that was delivered by the
community. This resistance statement conveyed through the form of a hard
or known by the demonstration that will bring unrest, or some that are in a
subtle form, namely in the arts. The song was born as a form of articulation
that society has not been exposed to the public. What the public has
perceived oelh confined only in community conversation without the
realization to be submitted to the competent authorities such as government
and the police.
Keywords: Political Realities, Expression of the Opposition, Reception
Studies, lyrics, Meaning, Denotative, Connotative .
Pendahuluan
K
omunikasi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh manusia. Dalam
kehidupannya, manusia tidak pernah terlepas dari komunikasi. Komunikasi
tidak hanya dilakukan secara verbal ataupun nonverbal. Salah satu bentuk
komunikasi yang berkembang saat ini adalah seni. Seni yang sangat dekat dengan
manusia dalam kehidupan sehari-hari yaitu seni musik. Sebagai salah satu fungsi
komunikasi yaitu komunikasi ekspresif, musik juga dapat mengekspresikan
perasaan, kesadaran dan bahkan pandangan melalui liriknya (Mulyana,2005:22).
Musik yang selama ini dikenal sebagai sarana penyegaran rohani atau pun sarana
untuk bersantai, ternyata mempunyai fungsi lain yaitu sebagai sarana
penyampaian curahan hati mengenai kisah percintaan, puji-pujian kepada Sang
Pencipta, ataupun mengartikulasikan situasi sosial politik yang hancur lebur.
Ada pun sebuah musik, apa pun tujuannya, akan semakin lengkap ketika
ditambah dengan adanya tanda berupa suara penyanyi yang membawakan lirik
lagu yang bermakna. Gabungan antara instrumen musik dan suara penyanyi dalam
satu kesatuan disebut lagu.
*
Patricia Robin adalah alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitras Tarumanagara Jakarta. Tulisan ini dibuat dari
pengembangan skripsi penulis.
**
Pinckey Triputra adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Jakarta
ISSN : 2085 1979
1
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
Lagu merupakan bagian dari budaya dan hidup manusia. Dalam situasi
apapun, sebuah lagu dapat selalu mengisi baik di waktu senggang, jenuh, macet,
atau saat –saat lain dimana tidak ada elemen lain dapat membantu. Lagu sebagai
bahasa universal dapat dikatakan telah menjadi bagian dari kebutuhan manusia.
Tanda ini menjadi commodity listening yang bisa memberikan kehangatan dan
makanan rohani bagi si pencipta ataupun pendengar.
Salah satu contoh yang banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat
umumnya di kota besar adalah fenomena penciptaan lagu dari mulut para pemusik
jalanan. Lagu yang biasanya merupakan spontanitas dari para pengamen sarat
akan kisah percintaan yang kandas ataupun kecaman dan jeritan hati orang
tertindas yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Para pengamen
menyuarakan suara hati yang seringkali diabaikan padahal suara-suara sumbang
yang tertuang dalam lagu tersebut adalah suara kaum mayoritas yang
terpinggirkan. Menilik kisah yang disampaikan oleh para pengamen yang mayoritas
adalah mengenai kondisi politik di Indonesia, salah satu hal fenomenal yang belum
lama ini muncul adalah kemunculan penyanyi pendatang baru di dunia musik
Indonesia, yaitu Bona Paputungan yang membuat lagu berjudul “Antara Aku dan
Gayus Tambunan” yang akhirnya berganti judul menjadi “Andai Ku Gayus
Tambunan”.
Kekuatan utama lagu “Andai Ku Gayus Tambunan” terdapat pada
bahasanya yang eksplisit dalam menyampaikan gagasan yang selama ini takut
untuk diartikulasikan. Dalam arti kata lain, bahasa yang digunakan dalam lirik lagu
inilah yang membuat lagu ini sangat menarik dan enak dinikmati. Bahasa menjadi
bagian penting dari lagu karena mencakup kode representasi (yang tidak tampak)
yang penuh dengan beragam kompleksitas visual, simbol dan metafora. Lirik lagu
dan musik merupakan bagian dalam proses komunikasi yang berusaha
memberikan refleksi dari realitas di masyarakat. Lewat lirik lagu, seorang penyanyi
menyampaikan berbagai pesan yang dikemas dalam berbagai tema.
Lirik lagu merupakan susunan dari bahasa dengan kandungan gagasan
yang dikombinasikan dengan estetika dan irama dalam pelantunannya. Gagasan
yang akan disampaikan dalam lirik lagu memiliki keistiwewaan tersendiri. Hal
tersebut dikarenakan lirik lagu memiliki beragam fungsi seperti pengungkapan
emosi, pengungkapan rasa estetik, fungsi hiburan, fungsi reaksi jasmani, fungsi
penyelenggara norma-norma sosial, fungsi pengesahan lembaga sosial dan fungsi
integrasi sosial. Yang paling penting, sebuah lirik lagu senantiasa terkait dengan
gagasan yang ingin disampaikan oleh penuturnya untuk mempengaruhi objek.
Objek yang dibicarakan di sini adalah masyarakat. Masyarakat memegang
peranan dalam menentukan apakah suatu lagu itu baik atau tidak. Masyarakat
dipakai sebagai barometer untuk mengetahui kesuksesan ataupun kegagalan
sebuah lagu. Maka melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui seberapa besar
pemahaman dan pemaknaan masyarakat terhadap lagu “Andai Ku Gayus
Tambunan”. Hal ini didasari karena setiap lirik lagu merupakan suatu tanda yang
memiliki pemaknaan tersendiri dalam benak masing-masing individu.
Dalam kenyataan, masyarakat memiliki posisi yang lemah di mata media.
Masyarakat melakukan penerimaan terhadap apa yang disampaikan oleh media.
Tetapi penerimaan tidak berhenti begitu saja melainkan berlanjut pada proses
pemaknaan. Pengamatan mengenai pemaknaan dalam pengeksplorasian tanda
2
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
yang terdapat dalam lirik lagu dapat dilakukan dengan menggunakan pisau analisis
semiotik sebagai ilmu tentang interpretasi tanda (Paul Cobley dan Litza Janz,
dalam Khuta Ratna (2004:97). Semiotik digunakan sebagai pisau analisis untuk
menemukan makna yang manifest maupun laten yang ingin disampaikan oleh
penciptanya.
Tanda, Lirik Lagu dan Pemaknaan Masyarakat
Setiap individu dalam masyarakat sehari-hari secara sadar ataupun tidak
selalu membuat makna atas tanda yang diterima. Tanda merupakan bagian dari
komunikasi yang muncul dalam setiap proses komunikasi yang muncul dalam
berbagai bentuk dan diyakini memiliki makna.Tanda yang dibangun atau diterima
oleh para aktor komunikasi memiliki kewajiban untuk dimaknai.
Lirik lagu sebagai elemen komunikasi merupakan sebuah tanda yang
merepresentasikan konsep, gagasan, dan perasaan dari penciptanya. Lirik lagu
sebagai suatu medium dikategorikan sebagai karya sastra yang juga merupakan
bagian dari sebuah sistem semiotik atau ketandaan yang secara mutlak memiliki
arti. Persoalan tanda ini secara lebih serius terangkum dalam satu disiplin yang
disebut sebagai semiologi atau semiotik.
Individu (spesifik pada penerima atau audiens) dalam proses komunikasi di
mata media (terutama media massa) dianggap memiliki posisi yang lemah, jadi
cenderung menerima apapun yang disampaikan lalu baru mulai melakukan
pemaknaan terhadap apa yang diterima. Pemaknaan yang dilakukan oleh masingmasing individu cenderung tergantung pada pengalaman subjektif yang pernah
dialami sehingga setiap individu tidak pernah memiliki pemaknaan yang sama
terhadap suatu tanda. Setiap individu memiliki interpretasi dan pengalaman yang
berbeda dalam melihat suatu fenomena. Hal inilah yang membuat proses
pemaknaan menjadi suatu hal yang menarik untuk dibahas.
Proses pemaknaan ini juga terjadi manakala masyarakat mendengar lagu
“Andai Ku Gayus Tambunan” yang dilantunkan oleh Bona. Penulis tertarik untuk
meneliti pemahaman dan proses pemaknaan seperti apa yang dilakukan oleh
masyarakat terhadap lagu tersebut. Dalam hal ini, penulis tidak melakukan sendiri
pemaknaannya melainkan menggunakan masyarakat sebagai narasumber. Hal ini
berkaitan dengan acuan reception studies yang memiliki asumsi bahwa cara
pandang pemaknaan teks yang dianggap penting serta relevan untuk studi
ataupun dunia praktek adalah studi pemaknaan teks oleh audiens atau
penerimanya secara langsung, bukan pemaknaan teks oleh peneliti.
Kajian Budaya (Cultural Studies)
Kajian budaya tidak memiliki ranah intelektual yang jelas. Disiplin ini
tumbuh pada batas pertemuan wacana dan menggunakan secara bebas teori dan
metodologi yang dipakai oleh seluruh cabang studi humaniora dan sosial seperti
sastra, sosiologi, antropologi, psikologi, lingustik, semiotik, teori seni dan
musikologi, filsafat, maupun ilmu politik. Maka dari itu, kajian budaya seringkali
disebut sebagai anti metode atau anti teori yang dianggap sebagai suatu studi
main-main dan seenaknya sendiri.
Inti dari kajian budaya adalah berusaha memahami kajian tentang budaya
sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi (Barker, 2000: 10). Kajian
budaya bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebudayaan (produksi sosial
ISSN : 2085 1979
3
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
makna dan kesadaran) dapat dijelaskan dalam diri budaya tersebut dan dalam
hubungannya dengan ekonomi (produksi) dan politik (relasi sosial). Kajian Budaya
merupakan bentuk kritis definisi budaya yang mengarah pada proses hidup dalam
skala umum, mulai dari tindakan hingga cara berpikir. Kajian budaya memfokuskan
diri pada hubungan antara relasi sosial dengan makna, berbeda dengan Kritik
Kebudayaan yang memandang kebudayaan sebagai bidang seni, estetika, dan
nilai-nilai moral/kreatif, kajian budaya berusaha mencari penjelasan perbedaan
kebudayaan dan praktek kebudayaan tidak dengan menunjuk nilai intrinsik dan
abadi tetapi dengan menunjuk seluruh peta relasi sosial.
Kajian budaya mengambil inspirasi dari marxisme yang mengasumsikan,
bahwa masyarakat industri kapitalis terbagi secara tidak seimbang menurut garis
kelas, gender, dan etnik. Teori budaya marxis menggali kebudayaan sebagai
wilayah ideologi yang lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana dan praktik
budaya seperti layaknya media berupa teks yang menyangkut masalah sosial,
ekonomi, dan politik. Kajian budaya dipengaruhi oleh perlawanan untuk
mendekolonialisasikan konsep dan mengkritik ideologi yang berusaha
mempertahankan aturan perbedaan kelas dan ketidaksamaan lainnya. Kajian
budaya membangun kerangka yang berusaha mengangkat kebudayaan dari
kelompok yang terlupakan. Hal ini merupakan awal diperhatikannya bentuk dan
sejarah perkembangan kebudayaan kelas pekerja, serta analisis bentuk-bentuk
kontemporer kebudayaan populer dan media.
Dalam penelitian kali ini, kajian budaya akan lebih dilihat dari segi
pemaknaannya dalam kaitan dengan kehidupan budaya politik yang dimiliki oleh
para warga. John Storey beranggapan, budaya yang dipakai dalam kajian budaya
lebih menekankan pada unsur politis, bukan konsep budaya seperti yang
didefinisikan dalam kajian pada umumnya sebagai objek estetis yang memiliki nilai
seni tinggi ataupun sebuah proses perkembangan intelektual, dan spritual,
melainkan budaya sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari (Storey, 2007: 2).
Kesenian
Kesenian yang lestari dan selalu berkembang di masyarakat sangat
beragam. Sebut saja seni lukis, seni tari, seni teater, senis suara ataupun seni
instrument musik. Perkembangan masyarakat menjadikan kesenian menjadi hal
yang selalu bersinggungan secara langsung dengan setiap individu dalam
kesehariannya. Apabila pada zaman dahulu kesenian hanya dapat disampaikan
secara langsung melalui pagelaran ataupun acara kerakyatan, pada zaman
sekarang, kesenian menjadi hal yang sangat dekat dan mudah dinikmati dengan
adanya media massa seperti media elektronik dan media online yang menjadikan
kesenian menjadi sangat dekat dan hidup
Suatu kesenian mengandung unsur pengalaman estetis (keindahan) yaitu
yang tampak dalam keinginan seniman untuk mengangkat pengalaman estetisnya
yang mendalam ke dalam karya seninya, hingga dapat ditangkap oleh
pendengarnya dan juga unsur mimesis (kebenaran) yang bersifat transformatif
dengan usaha seniman untuk mengangkat realitas masyarakat yang ada. Maka
dapat dikatakan bahwa seni merupakan bagian dari masyarakat dalam arti, seni
yang bersifat sosial material.
Salah satu kesenian yang sangat mendarah daging dalam kehidupan
adalah seni musik. Musik merupakan hasil budaya manusia menarik diantara
4
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
banyak budaya lain karena musik memegang peranan dalam kehidupan manusia.
Seperti jika di lihat dari sisi psikologinya, musik kerap menjadi sarana pemenuhan
kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan kreasi. Dari sisi sosial, musik dapat
di sebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik itu
diciptakan. Dan dari segi ekonomipun musik telah bergerak pesat menjadi suatu
komoditi penghasil uang yang sangat besar.
Dalam perkembangan zaman sekarang, ternyata menurut beberapa ahli
kritis, musik mengalami kemerosotan dalam penerapannya. Tidak seperti puisi
yang masih memilki kelas tersendiri dan tetap dipandang sebagai seni yang mahal,
ternyata musik telah turun derajat. Menurut Alan P. Merriam dalam bukunya
Anthropology of Musik, fungsi pokok musik antara lain :
1. Ekspresi Emosional
2. Hiburan
3. Media komunikasi
4. Representasi symbol
Jenis musik yang paling berkembang pada zaman sekarang adalah musik
pop. Musik jenis ini begitu cepat popular karena memiliki pola musik atau lirik yang
terjamin mampu mencapai selera mayoritas masyarakat. Hal inilah yang
menyebabkan kebudayaan massa dimana suatu seni yang sukses secara komersial
akan diperas habis sampai mengalami kejenuhan pasar. Dampak dari kebudayaan
yang terlalu massa adalah :
- Standarisasi musik dimana apabila suatu lagu sukses di pasaran, maka akan
terus terjadi pengulangan (repetitif) dengan eksploitasi pola yang sama.
- Mendorong penerimanya menjadi pribadi yang pasif dengan menerima dunia
sebagaimana adanya saja tanpa ada keinginan untuk melihat lebih jauh lagi.
Hal ini akan mengakibatkan pendengar cenderung berada pada dunia
pengalihan dan pemalingan perhatian yang bersifat semu.
Reception Studies
Studi resepsi khalayak (reception analysis) adalah aliran modern cultural
studies yang dikembangkan untuk memahami polisemi sebagai sebuah interpretasi
teks. Pemaknaan yang dilakukan oleh masyarakat dikenal dengan sebutan
reception studies atau reception analysis yang mengacu pada “komunitas
interpretatif” (Downing, et.al, 1995:214) untuk menggambarkan kumpulan orang
yang membuat interpretasi. Para perintis studi konsumsi ini berasumsi bahwa apa
pun yang dilakukan analisis makna tekstual sebagai kritik, masih jauh dari
kepastian tentang makna yang teridentifikasi, yang hanya mungkin diaktifkan oleh
pembaca atau audiens atau konsumen .
Masyarakat memiliki posisi yang lemah di mata media karena cenderung
hanya menerima apa yang disodorkan oleh media untuk kemudian baru melakukan
pemaknaan aktif terhadap tanda yang diterima tersebut. Hal ini sejalan dengan
sifat polisemi media yang terbuka untuk diinterpretasi. Dengan adanya pemaknaan
ini, mayoritas audiens secara rutin memodifikasi atau mengubah ideologi dominan
yang direfleksikan oleh isi media supaya sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan perkembangan media itu sendiri.
Penerima pesan (dalam penelitian kali ini, pesannya berupa lirik lagu dan
penerima adalah individu bagian masyarakat yang pernah mendengarkan lirik lagu
acuan) merupakan active producers of meaning yang bebas mengungkapkan
ISSN : 2085 1979
5
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
pengalaman yang dirasakannya saat menerima dan menginterpretasi teks.
Kerangka pemaknaan ini diungkapkan oleh Stuart Hall dengan istilah Encoding –
Decoding (ED). Model ED terfokus pada hubungan antara pesan yang
dikonstruksikan produsen dan interpretasi pesan yang dibangun oleh khalayak
penerimanya. Kedua proses ini sangat berhubungan karena menyangkut teks
media yang sama. Namun, hasil interpretasi belum tentu sama dengan apa yang
ingin disampaikan oleh produsen pada awal pembentukannya (Croteau & Hayness,
1997:271).
Semiotika
Sebagai makhluk sosial yang selalu hidup di masyarakat dan berinteraksi
satu sama lain, manusia membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling
memahami tentang suatu hal. Salah satu yang wajib untuk dipahami adalah tanda.
Tanda bisa berbentuk macam-macam. Mulai dari tulisan, gambaran, lukisan dan
foto, budaya, bahasa, perilaku ataupun mengacu pada kata-kata, bunyi-bunyi dan
bahasa tubuh (body language) dari individu lain.
Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik ( the study of signs).
Semiotik meliputi studi seluruh tanda sehingga masyarakat berasumsi bahwa
semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual (visual sign). Secara etimologis, istilah
semiotik berasal dari kata Yunani “semeion” yang berarti tanda. Tanda tersebut
kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui
kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai
alat untuk berbagai tujuan, salah satunya adalah berkomunikasi dengan orang lain
sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Secara terminologis, semiotik adalah
cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku
bagi tanda (van Zoest, 1993:1).
Semiotik modern diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis yang
berasal dari Swiss, Eropa bernama Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang
menyebut kajian studinya sebagai semiologi dan satu lagi adalah seorang filsuf
Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce (1839 -1914) yang menyebut studi
tanda ini dengan nama semiotik. Perbedaan antara semiologi dan semiotik tidak
terlalu jauh dan justru saling melengkapi satu sama lain dalam penggunaanya.
Selain dua tokoh semiotika di atas, terdapat satu nama lagi yang
melengkapi kajian semiologi De Saussure. Ia adalah Roland Barhes (1915 – 1980).
Yang terkenal dengan model signifikansi dua tahap. Saussure mengatakan bahwa
makna adalah apa yang didenotasikan oleh tanda, sementara Barthes menambah
pengertian ini menjadi makna pada tingkat konotasi. Konotasi bagi Barthes justru
mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan sebagai mitos, dan mitos ini
mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.
Lirik lagu merupakan sebuah teks yang terdiri dari isi (content) dan
lambang (symbol). Dalam lirik lagu terdapat suatu sistem tanda yang kompleks
yang dibentuk oleh simbol dan tanda bahasa yang merepresentasikan suatu
kondisi sosial tertentu dalam masyarakat. Untuk menemukan makna yang ada
dalam teks tersebut diperlukan proses membaca. Dalam sebuah teks beragam
penandaan ditampilkan, selanjutnya direpresentasikan dalam bentuk kata-kata
yang memiliki makna.
6
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
Lirik lagu merupakan sekumpulan sistem tanda yang memiliki intensitas
makna sebagai ungkapan terhadap gejala sosial yang menjadikan stimulasi
terbentuknya lirik tersebut. Karena lirik lagu merupakan rekaman dari berbagai
peristiwa dan diwujudkan dalam sistem tanda bahasa. Di sinilah analisis semiotika
digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah dan menemukan makna di balik
lirik lagu (Effendi,1997:12).
Kerangka Pemikiran
Realitas Politik
dan Hukum
Oposisi terhadap
realitas politik
dan hukum
Lagu
Lirik Lagu
Pemaknaan
Masyarakat
Kenyataan yang terjadi pada Negara Indonesia terutama realitas politik
dan hukum sedang dalam keadaan bobrok di mata masyarakat. Kaum dominan
memegang kekuasaan dan menggunakannya secara semena-mena tanpa
memikirkan keadaan rakyat yang sudah menderita semakin menderita.
Oposisi terhadap realitas politik disampaikan melalui lagu. Di sini dapat
kita lihat sebuah kekuatan besar dari musik sebagai sarana curahan hati yang tidak
melulu mengenai cinta atau patah hati. Musisi dengan aliran elitisme, dalam hal ini
Bona berani mengambil langkah di luar apa yang selama ini sudah terstandarisasi
di masyarakat yaitu budaya popular yang selalu monoton tanpa perkembangan.
Musisi ini tidak mengikuti budaya musik pop yang menghasilkan banyak uang
untuk kepentingan kapitalis, tetapi membuat budaya tersendiri yaitu budaya
perlawanan terhadap pemerintah (politik dan hukum).
Lirik lagu merupakan bagian dari komunikasi terutama komunikasi massa
yang melibatkan banyak elemen. Lirik lagu memiliki kapasitas untuk menjadi suatu
tanda yang akan dimaknai oleh para penggunanya. Skripsi ini akan berfokus pada
kajian analisis semiotika yang berusaha mempelajari makna apa yang terdapat
pada di balik tanda. Makna yang dimaksud adalah makna yang bersifat langsung
(denotasi) yang diketahui dari lirik dan juga makna terselubung atau misterius
serta membutuhkan penalaran lebih jauh (konotasi).
ISSN : 2085 1979
7
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
Analisis Data : Pemaknaan oleh Masyarakat Terhadap Lirik Lagu
Tabel I
Perbandingan Pemaknaan yang Dibangun oleh Masyarakat terhadap Lirik Lagu
Bermuatan Politik “Andai Ku Gayus Tambunan”
No.
8
Narasumber
Bagian paling
menarik
1.
Penikmat Musik
- Refrain
- Momentum
2.
Pengamat Musik
- Judul
- Video Klip
- Momentum
Pemaknaan Konotatif
Kategorisasi
- Suatu
bentuk curahan
hati dalam lirik bagian
refrain yang menyampaikan
keinginan dari mayoritas
narapidana
untuk
merasakan
kehidupan
penjara
seperti
yang
dirasakan
oleh
Gayus
Tambunan, dimana segala
sesuatu dapat dilakukan
layaknya orang bebas. Hal
ini
didasarkan
pada
kenyataan bahwa uang dan
kekuasaan dapat membeli
segalanya,
termasuk
hukum.
- Penyampaian
aspirasi
masyarakat
yang
belakangan
ini
belum
terartikulasi ke permukaan
karena
kecenderungan
budaya
musik
yang
mementingkan kebutuhan
dari pemilik modal, yaitu
menghasilkan jenis musik
yang
homogen
dan
monoton.
- Kelebihan situs internet
dalam membentuk segala
sesuatu mampu booming
dan diterima secara cepat
oleh masyarakat. Hal ini
didasarkan pada tren masa
kini bahwa setiap orang
pasti pernah menggunakan
internet
sekali
dalam
hidupnya
entah
untuk
kepentingan bisnis usaha,
sosial dan lainnya.
- Kepekaan akan peristiwa
sosial yang belum tentu
ada pada diri setiap orang
membuat Bona mampu
menghasilkan suatu karya
yang sangat cerdas dan
mudah
diterima
masyarakat. Hasil ini akan
berbeda
apabila
tidak
ditangani oleh orang yang
- Budaya
bermusik
yang tidak dibangun
oleh
kelompok
mayoritas
saja,
melainkan keluar dari
kaum subordinat yang
melakukan
suatu
bentuk protes atau
perlawanan.
- Ekspresi
kritis dan
bebas
yang
lahir
sebagai
wujud
pernyataan
ketidakpuasan
terhadap sistem yang
sedang berjalan.
- Langkah
berani
musisi
Indie
yang
memiliki pasar dan
penggemar
sendiri
tanpa campur tangan
pemilik modal.
- Kecerdasan
dalam
menggambarkan
situasi yang sedang
terjadi di masyarakat
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
3.
Ahli Komunikasi - Lagu
yang
Politik
merupakan
perwujudan
satire (sindiran)
terhadap
kegetiran
realitas
- Momentum.
ISSN : 2085 1979
ahli dalam membangun
suatu fenomena baru di
muka publik.
- Penggunaan nama orang
dalam
suatu
judul
merupakan
hal
yang
sensitif
manakalanama
tersebut
juga
sedang
menjadi
pergunjingan
nasional.
- Video
klip yang
menggunakan
konsep
sama dengan peristiwa
sebenarnya
yaitu
saat
Gayus
Tambunan
menghadiri pertandingan
Tennis di Bali. Dimana saat
tertangkap
kamera,
ia
sedang
menggunakan
kacamata, baju hitam dan
wig yang juga digunakan
Bona dalam video klip
“Andai
Ku
Gayus
Tambunan.”
- Bentuk perlawanan yang
dilakukan terhadap dunia
politik hukum serta dunia
musik Indonesia sendiri.
Dimana
karya
yang
dihasilkan bukan mengikuti
trend yang sudah popular
serta mengikuti kemauan
pemilik modal, melainkan
menjadi layaknya band
Indie
yang
mampu
membangun
pasar
tersendiri.
- Fenomena “beken” lewat
internet yang lazim terjadi
baik di dalam ataupun di
luar negeri seperti Justin
Bieber, Afgan, Shinta Jojo
dan lainnya. Membuka
kesempatan bagi lahirnya
fenomena-fenomena lain
dari situs internet selama
tidak
ada
larangan
berekspresi.
- Karya
popular (bukan
kontroversial) yang muncul
sebagai bentuk sindiran
terhadap keadaan poltik
terutama korupsi yang
sejak
dahulu
menjadi
penyakit
Bangsa
Indonesia. Karya Bona
bukanlah karya pertama
yang
menyerang
para
pejabat karena perlawanan
semacam ini sudah banyak
dalam bentuk sebuah
lagu dengan kekuatan
lirik lagu dan video klip.
- Satire
(sindiran)
yang
disampaikan
melalui suatu bentuk
seni.
Karya Kritis menyerang
politisi
dan
aparat
hukum Negara sudah
sering dilakukan dan
mengalami
perkembangan dalam
penyampaiannya
ke
masyarakat.
9
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
dilakukan semasa orde
baru.
- Lagu
secara umum
adalah medium ekspresi
berkesenian yang berasal
dari pengalaman subjektif
penciptanya,
serta
merupakan tafsir pencipta
terhadap realitas umum.
Hal ini terwujud dalam
suatu lirik yang transparan,
menohok, dan lugas dalam
penyampaiannya. Hal ini
dikarenakan
pemerintah
yang sudah terlalu kebal
dan tidak merasa terusik
sediktpun terhadap karya
satire lainnya.
- Keindahan suatu musik
yang
dinomorsekiankan
oleh produsen demi meraih
keuntungan
sebesarbesarnya. Hal ini berakibat
pada pilihan konsumsi
konsumen yang dibatasi
secara tidak wajar.
- Situs
pemberitaan
internet sebagai sarana
yang sangat baik dalam
penyampaian informasi di
era
sekarang
yang
cenderung dinamis. Dari
sekedar situs pemberitaan
akan
menghasilkan
dampak yang sangat besar
dan menjadi perbincangan
global.
MITOS :
“Andai Ku Gayus Tambunan” merupakan sebuah lagu balada dengan lirik
yang sangat sederhana tetapi mampu memberikan sindiran tajam kepada
pemerintah dan penyuaraan aspirasi yang selama ini belum dilakukan oleh
masyarakat. Menurut pandangan dari 3 narasumber di atas, yaitu penikmat musik,
pengamat musik dan ahli komunikasi politik, lagu bermuatan politik ini memiliki
kekuatan pada bagian judul dan refrain. Di sini dapat kita rasakan secara jelas
keberanian dari Bona Paputungan menggunakan langsung nama orang dalam lirik
dan juga judulnya. Hal ini merupakan sebuah bentuk perlawanan tersendiri yang
jarang dimiliki oleh musisi zaman sekarang yang cenderung memilih jalur aman
dalam menghasilkan karyanya. Yaitu karya monoton yang akan dengan sangat
mudah diterima oleh masyarakat tanpa adanya unsur kebenaran ataupun
keindahan sama sekali.
10
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
Kekuatan bagian refrain dari lagu “Andai Ku Gayus Tambunan” terdapat
pada kata-katanya, yaitu :
Andai Ku Gayus Tambunan, Yang bisa pergi ke Bali
Lucunya di negeri ini, Hukumnya bisa dibeli
Dalam lirik ini, keadaan kacau dan kehancuran realitas politik dan hukum
di Indonesia diwakilkan oleh sebuah kata yang memiliki arti denotatif yang sama
sekali berbeda, yaitu pada kalimat, “lucunya di negeri ini, hukumnya bisa dibeli.”
Arti kata “lucu” sendiri sebenarnya adalah sesuatu yang bisa membuat tertawa dan
menggelikan atau menyenangkan. Tetapi dalam lagu kritis dengan bahasa tutur
ini, kata “lucu” justru menunjukkan adanya keadaan yang sama sekali tidak benar
dan “menggelikan” dari kondisi politik dan hukum di Indonesia.
Di sini pemaknaan dari kata pengandaian pencipta mengenai keinginannya
untuk menjadi Gayus Tambunan dianggap oleh penerimanya sebagai bentuk
protes atas ketidakadilan yang selama ini mendarah daging di Indonesia. Dalam
lirik ini disampaikan secara jelas mengenai bagaimana banyak orang yang ingin
seperti Gayus Tambunan, yaitu memiliki harta dan kekuasaan yang membuat ia
kebal akan hukum. Setiap orang ingin mendapatkan kebebasan dan kekayaan
materi seperti Gayus Tambunan tanpa perlu bekerja keras, tetapi dengan cara
mudah yang kotor. Maka, hal inilah yang mendasarkan kemunculan lagu “Andai Ku
Gayus Tambunan” dan adanya pemaknaan mendalam (konotatif) terhadap lirik
yang sangat lugas dan eksplisit ini.
Ketidakadilan yang mayoritas berasal dari korupsi yang justru dilakukan
oleh para penegak hukum dan pemegang kekuasaan tertinggi (pemerintah)
menunjukkan secara nyata kekacauan dan kebobrokan dari pemerintahan
Indonesia. Momok kehancuran hukum dan politik seperti ini dan penyampaian
mengenai kebobrokan itu sendiri bukanlah kali pertama diungkapkan oleh musisi
Indonesia, melainkan pernah juga disuarakan pada zaman orde baru dengan
penyampaian yang mungkin lebih keras dan diiringi resiko yang jauh lebih
membahayakan.
Penutup
Realitas politik dan hukum yang ada di Indonesia akhir-akhir ini semakin
tercoreng mukanya di hadapan bangsa sendiri dan juga di mata luar negeri. Kasus
yang berlarut-larut tidak jauh dari hal yang berbau korupsi atau penggelapan
uang. Bukan semakin membaik, tetapi yang ada semakin memburuk dengan
adanya fakta baru yang sangat fenomenal yaitu kasus mafia pajak (pekerja di
Kantor pajak) yang menggelapkan uang negara.
Berbagai bentuk oposisi berusaha dilakukan oleh masyarakat untuk
menyatakan perlawanan terhadap realitas ini. Sebagian besar masyarakat merasa
gerah terhadap momok yang selalu menyerang Indonesia dan membuat nama
Indonesia semakin jelek dipandang oleh negara lain. Kata “demokrasi” yang
bertujuan menyatakan kekuatan utama pemerintahan terletak pada rakyat rasanya
sudah bergeser dan menjadikan uang serta kekuasaan menjadi tonggak penting
dalam pemerintahan. Terkait dengan hubungan antara politik dan hukum,
seharusnya hukum memandu penyelenggaraan kekuasaan politik. Tetapi ternyata
yang terjadi selama ini adalah adanya unsur politik yang mengebawahkan hukum.
ISSN : 2085 1979
11
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
Dengan kata lain, putusan hukum berjalan searah dengan kepentingan politik dan
inilah yang merusak tatanan demokrasi.
Beruntung unsur demokrasi masih berjalan walaupun hanya menjadi
subordinat dari kehidupan masyarakat yang ada pada zaman sekarang. Kebebasan
dalam berekspresi dan menyatakan pendapat masih mendapat tempatnya di
masyarakat melalui sebuah bentuk perlawanan yang tidak mengundang terjadinya
kerusuhan atau keributan melainkan persatuan dan kedamaian, yaitu dalam
bentuk lagu dengan kekuatan sebuah lirik lagu yang bermuatan politik. Musisi yang
terpilih untuk melahirkan musik out of the box ini disebut oleh Adorno, seorang ahli
kritis sebagai kaum elitisme yang menghasilkan suatu bentuk lagu balada di luar
keseragaman dan epigon musik popular buatan pelaku industri.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap lirik lagu bermuatan
politik, dapat dilihat bahwa setiap narasumber yang berasal dari kalangan yang
berbeda menangkap dan memiliki pemaknaan yang tidak sama satu sama lain
terhadap lirik lagu tersebut. Hal ini disebabkan, suatu informasi ataupun ide yang
disampaikan melalui media massa memberikan kesempatan bebas kepada
penerima untuk menginterpretasikannya. Pencipta lagu tersebut tidak memiliki
wewenang apapun dalam menentukan pemaknaan personal audiens karena ide
yang telah ia keluarkan sepenuhnya telah mati dan digantikan dengan interpretasi
bebas oleh penerima.
Pemaknaan yang dilakukan oleh penerima berlangsung melalui signifikansi
dua tahap menurut Barthes. Pembagiannya terletak pada level denotatif yaitu
pemaknaan secara nyata yang secara langsung ditangkap oleh penerima sehingga
kental unsur objektivitasnya dan tahap kedua yang disebut level konotatif, dimana
unsur subyektif akan sangat terasa karena sudah menekankan pada pemaknaan
yang mengandung latar belakang dari masing-masing penerima.
Pada tahap pertama atau level denotatif, ketiga narasumber memiliki pemaknaan
yang sama terhadap lirik lagu kritis ini, yaitu kesepakatan bahwa bagian yang
menarik terletak pada momentum keluarnya lagu tersebut dan bagian dari lirik
lagu yang mengalami pengulangan. Salah satu elemen masyarakat yang memiliki
perangkat konseptual mengenai realitas politik memandang lirik lagu bermuatan
politik ini sebagai bentuk artikulasi frontal dan satire (sindiran) yang biasa
digunakan untuk menyampaikan realitas secara halus dan sopan dengan
menggunakan kata-kata yang menohok tajam. Lirik ini mudah diingat karena
kelugasan kata per kata nya berada dalam sentuhan musik yang sederhana. Dan
cara inilah yang sangat berguna dalam penyampaian ide dan pesan ke masyarakat
pada zaman sekarang.
Selain bagian pengulangan dari lirik lagu bermuatan politik, momentum
keluarnya lagu tersebut ternyata juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
hal pemaknaan yang dibangun oleh audiens. Menurut salah satu elemen
masyarakat yang memiliki kepekaan mengenai musik Indonesia, apabila lagu ini
tidak dibuat dan dinyanyikan oleh penyanyi yang sangat cerdas dan peka terhadap
sketsa sosial, lagu ini hanya akan seperti lagu biasa yang sekedar lewat dan tidak
memiliki pemaknaan lebih sama sekali.
Kata-kata perandaian yang digunakan pencipta lagu dalam menyatakan
keinginannya untuk menjadi sosok seperti yang disebutkan dalam lirik ditangkap
oleh orang awam yang menikmati musik Indonesia sebagai suatu bentuk iri yang
dimiliki pencipta lagu tersebut. Suatu hal yang sangat lucu apabila dihadapkan
12
ISSN : 2085 1979
Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011
dengan realitas bahwa hukuman yang dijunjung tinggi di negeri ini dengan
mudahnya dapat diperjual belikan sementara mayoritas orang-orang lemah hanya
dapat berpasrah dalam menghadapi keadaan politik dan hukum yang semakin
mencekik.
Dari sebuah lirik yang sederhana, orang awam yang menjadi penikmat
musik Indonesia melihat pemaknaan mendalam dari lagu ini lebih pada anggapan
bahwa hukum yang tidak terlihat tegas dan dengan mudahnya bisa dibeli membuat
munculnya banyak gerakan yang menunjukkan oposisi ataupun perlawanan
masyarakat terhadap realitas ini. Oposisi yang dilakukan tidak semata-mata asal
bunyi saja, melainkan juga memberikan manfaat sebagai wadah dari kaum
pinggiran yang selama ini suaranya belum didengar ataupun terartikulasikan.
Apabila dominasi dari kalangan yang berkuasa sangat besar selama ini dalam
wujudnya di pemerintahan ataupun dunia musik Indonesia, maka musik yang
dihasilkan kaum pinggiran memiliki tempatnya sendiri sebagai sarana ekspresi
emosional. Yang disayangkan, bentuk oposisi bebas ini seringkali berbenturan
dengan subjek yang menjadi bahasan dalam ekspresi tersebut, yaitu pemerintah.
Tetapi pada zaman sekarang berkat kemajuan dalam pola pikir dan teknologi,
ekspresi ini dapat keluar secara bebas dan tidak dibatasi asalkan masih berada
dalam jalur yang tidak mengandung SARA dan merugikan kepentingan umum.
Salah satu narasumber yang memiliki perangkat konseptual mengenai
realitas politik melihat bahwa lirik lagu ini tidak terlalu kontroversial dalam
penyampaian ekspresi penolakan terhadap realitas. Satire (sindiran) yang
dihasilkan merupakan wujud protes atas kekebalan pemerintah dalam menerima
kritik dari masyarakat. Perlawanan yang jauh lebih menohok sebelumnya tidak
mampu membuat pemerintah berubah sikap ke arah yang lebih baik dalam
menjalankan tugasnya. Lagu yang tergolong komunikatif ini cukup berhasil sebagai
media komunikasi dalam penyampaian idenya yang dengan mudah dimengerti oleh
masyarakat zaman sekarang dimana keindahan suatu musik dinomorsekiankan
oleh produsen demi meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Pemaknaan yang hampir seragam yang disampaikan oleh elemen
masyarakat di atas adalah adanya suatu bentuk perlawanan terhadap realitas
politik dan hukum yang terjadi di Indonesia. Bentuk perlawanan yang dilakukan
melalui suatu lirik lagu merupakan bentuk artikulasi yang selama ini jarang
dilakukan oleh masyarakat di arus popular yang menjerumuskan ke dalam suatu
budaya yang menuruti kepentingan kapitalis, Demokrasi komunikasi merupakan
suatu kata yang sangat tepat daam menggambarkan bentuk oposisi ini. Walaupun
satu lirik lagu tidak mampu merubah dunia politik dan hukum di Indonesia tetapi
lagu ini cukup membantu dalam mempengaruhi pandangan publik dan memberi
tambahan tekanan kepada pemerintah dan penegak hukum untuk bekerja lebih
baik.
Daftar Pustaka:
Barker, Chris. (2005). Cultural Studies: Teori dan Praktik, Terj. Tim KUNCI
Cultural Studies Centre, Bentang
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
ISSN : 2085 1979
13
Patricia Robin: Studi Resepsi Audiens Terhadap Lirik Lagu Bermuatan Politik (Studi Pemaknaan Individu
Terhadap Lirik Lagu “Andai Ku Gayus Tambunan”)
Effendy, Onong Uchjana. (1990). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek.
Bandung: Rosda Karya
Eriyanto. (2003). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.
Jogjakarta: LkiS
Fiske, John. (1996). Introduction to Communication Studies. Sage
Publications
Hall, Stuart. (1997). Representation: Cultural Representations dan
Signifying Practices. London: Sage Publications
Littlejohn, Stephen. (1996). Theories of Human Communiation. New Jersey:
Wadsworth Publication
Mc Quail, Dennis. (1987). Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga
Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Mulyana, Deddy (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Rakhmat, Jalaludin. (1999). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sobur, Alex. (2004). Analisis Teks Media Massa, Suatu Pengantar Untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Storey, John. (2007). Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Terj. Laily
Rahmawati. Jalasutra
Strinati, Dominic. (1995). An Introduction to Theories of Popular Culture.
New York: Routledge
Van Zoest, Aart. (1993). Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa
yang kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung
Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Jakarta:
Kencana
14
ISSN : 2085 1979
Download