PARADIGMA Biomassa Bibit Sengon

advertisement
1
Biomassa Bibit Sengon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen) yang Diinokulasi
CMA Asal Bogor dan Sultra pada Tanah Pasca Tambang Nikel PT. Antam
Pomalaa
Oleh:
Sri Ambardini
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berat basah dan berat kering
tajuk serta berat basah akar bibit sengon yang diinokulasi cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) asal Bogor dan asal Sultra pada tanah pasca tambang nikel PT.
Antam Pomala.
Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap
(RAL) pola faktorial, faktor pertama asal inokulum, yaitu: Tanpa inokulum (A0), CMA
asal Bogor (A1), dan CMA asal Sultra (A2); faktor kedua frekuensi penyiraman, yaitu:
penyiraman yang dilakukan tiap hari (B0), tiap 2 hari (B1), tiap 3 hari (B2), tiap 4 hari
(B3), dan tiap 5 hari (B4). Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Analisis data
dilakukan secara deskriptif dengan menghitung rata-rata biomassa bibit sengon yang
telah ditumbuhkan selama 12 minggu setelah tanam (MST).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa bibit sengon tanpa inokulasi
CMA menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang
diinokulasi dengan CMA, baik asal Bogor maupun asal Sultra. Bibit sengon yang
diinokulasi dengan CMA asal Sultra menunjukkan rata-rata biomassa lebih tinggi dari
pada yang diinokulasi dengan CMA asal Bogor.
Kata kunci : Biomassa bibit sengon dan CMA
Sangon (Paraserianthes Falcataria (L.) Nielsen) Biomass Was Inoculation of CMA
From Bogor and South East Sulawesi in The Land After Nickle Mine of PT.
Antam Pomalaa
Abstract
The aim of this research is to know the wet weight and dry weight of shoot and
the wet weight of root sangon, that was inoculation of CMA from Bogor and South East
Sulawesi in the land after nickle mine of PT. Antam Pomalaa.
This researchs using experiment methode in Randomized Complete Designl at
factorial model, the first factor is inoculum source, they are without inoculum (A0),
CMA from Bogor (A1) and CMA from Sout East Sulawesi (A2), the second factor is
watering frequency, they are watering every day (B0), two days (B1), three days (B2),
four days (B3), and five days (B4), every factors is repeating five times. Data analysis is
describe with calculate the average sangon biomassa for 12 weeks after planted.
The result, sangon biomass without CMA inoculum is better than treatment with
inoculum CMA both from Bogor and South East Sulawesi. Sangon treatment with
inoculum CMA from South East Sulawesi have biomass more hight than treatment with
inoculum from Bogor.
Key word : Sangon Juvenil and CMA
2
A. Latar Belakang
Pertambangan nikel merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa untuk pembangunan nasional. Dalam
kegiatan penambangan biasanya dilakukan dengan cara pembukaan hutan, pengikisan
lapisan-lapisan tanah, pengerukan dan penimbunan (Munawar, 2005). Dampak kegiatan
pengoperasian tambang pada akhirnya akan mempengaruhi kesuburan tanah sebagai
media pertumbuhan tanaman, mengakibatkan merosotnya kesuburan tanah yang
disebabkan karena terkupasnya lapisan tanah oleh kegiatan penambangan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil analisis kesuburan tanah pada areal penambangan nikel UPN Pomalaa
yang menunjukkan kandungan P-tersedia tidak terdeteksi; C-organik 1,16%; N-total
0,1%; pH tanah 6,58; kadar unsur hara mikro seperti Fe, Cu, dan Zn berada dalam
kategori tinggi, sehingga dapat menyebabkan unsur hara P terikat oleh logam-logam
tersebut, akibatnya tidak tersedia bagi tanaman (Widiatmaka dan Nandi, 1999).
Kegiatan-kegiatan tersebut secara nyata menimbulkan kerusakan lingkungan, oleh
karena itu dilakukan
berbagai upaya pengendalian yang mengarah pada kegiatan
rehabilitasi lahan (Delvian, 2004).
kenyataan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan yang telah
rusak, khususnya pada lahan bekas tambang mengalami kendala. Hal ini terutama
disebabkan oleh kondisi lahan yang tidak menguntungkan, antara lain kahatnya unsur
hara khususnya NPK, kurangnya air, dan kandungan logam berat yang sangat tinggi.
Untuk menunjang keberhasilan dalam merehabilitasi lahan-lahan yang rusak tersebut,
maka berbagai upaya seperti perbaikan lahan pra tanam, pemilihan jenis yang cocok,
aplikasi silvikultur yang benar, dan penggunaan pupuk biologis cendawan mikoriza
arbuskula perlu dilakukan (Setiadi, 1993).
Potensi biologis cendawan mikoriza dan prospek aplikasinya telah diketahui
secara luas, diantaranya dapat memacu pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur hara
bagi tanaman, membuat tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan yang kurang
baik serta secara tidak langsung dapat memberikan manfaat berupa peningkatan
kesuburannya menjadi lebih baik. Pemanfaatan mikoriza diharapkan menjadi teknologi
alternatif guna mengatasi kendala-kendala dalam usaha revegetasi lahan pasca tambang.
Karena tipe jamur ini mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan dan
penggunaannya dianggap sebagai cara yang efisien untuk membantu pertumbuhan
3
tanaman pada daerah-daerah yang kurang hujan seperti halnya di daerah Sulawesi
Tenggara, oleh karena itu dilakukan uji aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
yang berasal dari Sultra dan CMA asal Bogor.
Tanah pasca tambang nikel PT Antam Pomalaa, adalah lahan telah
terdegradasi, yang memerlukan pemulihan agar keadaan ekologi menjadi stabil. Salah
satu upaya untuk rehabilitasi lahan tersebut adalah dilakukan penelitian dengan judul:
Biomassa Bibit Sengon yang Diinokulasi CMA Asal Sultra dan Bogor pada Tanah
Pasca Tambang Nikel PT. Antam Pomalaa, untuk melihat biomassa bibit sengon yang
diinokulasi CMA asal Sultra dan CMA asal Bogor. Hasil penelitian ini dapat
diaplikasikan untuk rehabilitasi lahan pasca tambang nikel.
B. Tinjauan Pustaka
1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza adalah asosiasi akar dengan cendawan yang hifanya menembus akar
secara intraseluler, jenis mikoriza ini kini lebih dikenal sebagai Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) (Gunawan, 1993). Cendawan ini menerima hara organik dari
tumbuhan, tapi ia memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap air dan mineral
(Salisbury dan Ross, 1995). Cendawan mikoriza arbuskula termasuk dalam ordo
Glomales dan terdiri dari dua sub ordo, yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Sub ordo
Glomineae terdiri dari dua famili, yaitu Glomaceae yang terdiri dari genus Glomus dan
Sclerocystis, dan Acaulosporaceae yang terdiri dari dua genus, yaitu Gigaspora dan
Scutellospora.
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang
maka mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan besar yaitu Ektomikoriza
dan Endomikoriza. Didalam endomikoriza terdapat enam subtype yaitu ectendo,
arbutoid, monotropoid, ericoid, dan orchid, tipe arbuskula adalah yang paling popular.
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat dibedakan dari ektomikoriza dengan
memperhatikan karateristik berikut ini: (a) sistem perakaran yang kena infeksi tidak
membesar (b) cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata
pada permukaan akar (c) hifa menyerang ke dalam sel jaringan korteks (d) dan pada
umumnya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut dengan arbscules
(arbuskula) dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesicles (vesikula).
4
Dibandingkan dengan cendawan ektomikoriza yang tingkat asosiasinya lebih spesifik
dan hanya terbatas pada jenis-jenis pohon hutan potensial seperti Pinus, Eucalyptus, dan
kelompok Dipterocarp, tingkat asosiasi CMA nampaknya lebih luas. Tipe cendawan ini
mampu berasosiasi dengan jenis-jenis pohon hutan potensial yang popular dipakai
untuk HTI dan reboisasi lainya seperti (Paraserianthes falcataria, acacia mangium,
Switenia macrophylla, Pterocarpus sp, Tectona grandis, dll) (Setiadi, 2003). Cendawan
mikoriza arbuskula mampu membentuk simbiosis dengan sebagian besar (97%) familia
tanaman darat, dimana tanaman- tanaman tersebut juga tanaman komersial dari
kelompok tanaman kehutanan, pangan, hortikultura, perkebunan dan pakan ternak.
Cendawan ini juga dapat berasosiasi dengan tanaman Angiospermae, Gymnospermae,
dan paku- pakuan yang memiliki sistem perakaran yang jelas.
2. Morfologi Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
Akar: Sistem perakaran tunggang dengan rambut-rambut akarnya tidak terlalu
besar, tidak rimbun, dan tidak menonjol ke permukaan tanah. Rambut- rambut akar
justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen. Oleh karena
itu tanah di sekitar pohon sengon akan menjadi subur. Batang:. Pohon sengon
berbatang lurus, kulit berwarna kelabu keputih-putihan, licin, tidak mengelupas dan
memiliki batas cabang mencapai 20 m. Tajuk berbentuk perisai, agak jarang, dan selalu
hijau (Atmosuseno, 1994). Daun: Sengon berdaun majemuk menyirip ganda. Jenis
daun seperti ini merupakan ciri bagi Familia Mimosaceae, pada intensitas cahaya
rendah khususnya pada sore hari menjelang malam, anak daun muda terkulai. Bunga
dan Buah: Bunga pohon sengon tersusun dalam bentuk malai dengan ukuran daun
mahkota yang kecil sekitar 0,5-1 cm. Benang sari menonjol lebih panjang dari daun
mahkota. Warna bunga putih kekuningan. Kuntum bunga yang mekar berisi bunga
jantan dan bunga betina. Buah berbentuk polong, pipih, dan tipis. Berwarna hijau
sampai cokelat jika sudah masak. Panjang buah sekitar 6-12 cm. Setiap polong buah
berisi 15-30 biji. bila sudah masak biasanya biji tersebut terlepas dari polongnya. Biji
berbentuk elips seperti perisai kecil. Ketika masih muda berwarna hijau muda. Apabila
sudah masak berwarna cokelat kehitam-hitaman, agak keras, dan licin (Atmosuseno,
1994). Sengon dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan penggunaan atau bahan baku
berbagai macam produk kayu. Sengon memiliki banyak kelebihan lain, seperti:
5
kemampuannya dalam memperbaiki
kesuburan tanah, pencegah
erosi, serta
kemampuannya tumbuh di berbagai keadaan dan jenis tanah (Atmosuseno, 1994).
3. Kondisi Umum dan Karakteristik Lahan Pasca Tambang
PT. Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (PT. ANTAM Tbk.
UBPN) operasi Pomalaa adalah pabrik peleburan ferronikel yang berpusat di Pomalaa
Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Tambang tersebut mencakup wilayah seluas 
7000 ha yang terletak pada 3030’- 4030 LS dan 1200-1220 BT. Konsesi PT. ANTAM
Tbk. UBPN Pomalaa ini dilalui sungai Uko-Uko, Kumoro dan Huko-Huko.
Temperaturnya antara 250-350 C dengan curah hujan rata-rata 1980 mm/tahun. Wilayah
penambangannya dibagi menjadi tiga yaitu Wilayah utara, tengah dan selatan. Produk
utama adalah biji nikel dan ferronikel, data pada tahun 1997 menunjukkan bahwa biji
nikel telah di ekspor ke Jepang, Belanda dan Korea Selatan biji nikel sama dengan
647.445 ton dan ferronikel sebanyak 10.225.750 ton. Kapasitas mesin rata-rata 700.000
ton pertahun. Aktivitas Antam Terintegrasi secara vertikal mulai dari kegiatan
eksplorasi penambangan, pengolahan dan pemurnian hingga pemasaran (Anonim,
2003).
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
desain rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, faktor pertama Asal inokulum
yaitu: Tanpa inokulum (A0), CMA asal Bogor (A1), dan CMA asal Sultra (A2). Faktor
kedua adalah frekuensi penyiraman, yaitu: penyiraman tiap hari (B0), tiap 2 hari (B1),
tiap 3 hari (B2), tiap 4 hari (B3), dan tiap 5 hari (B4). Setiap perlakuan diulang
sebanyak 5 kali sehingga seluruhnya terdapat 75 unit percobaan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: polybag, sekop tanah,
autoclave, drum, termometer, soil tester, saringan spora, ayakan pasir, oven, timbangan
analitik dan mikroskop. Sedangkan bahan yang digunakan adalah: tanah pasca tambang,
benih sengon, isolat CMA asal Bogor dan asal Sultra, pupuk kandang, aquades dan
bahan kimia untuk analisis.
Sampel dalam penelitian ini adalah bibit sengon (Paraserianthes falcataria (L)
Nielsen) yang ditumbuhkan dari benih yang diperoleh dari Bogor. Inokulum CMA asal
Sultra yang diperoleh dari hasil perbanyakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas
6
Pertanian Unhalu. Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) asal Bogor
(Mycofer) yang diperoleh dari IPB. Prosedur penelitian terdiri dari 5 langkah utama,
yaitu: penyediaan media tanam, penyiapan benih Sengon, penyiapan inokulum CMA,
inokulasi inokulum CMA, dan pengamatan pertumbuhan dengan indikator biomassa
Sengon yang diambil pada umur 12 MST.
D. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil penelitian inokulasi CMA asal bogor dan CMA asal Sultra dengan
frekuensi penyiraman yang berbeda maka diperoleh biomassa bibit Sengon dengan
indikator berat basah tajuk, berat kering tajuk, dan berat basah akar, sebagai berikut:
Tabel 1. Rata- rata berat basah tajuk (g), berat kering tajuk (g), dan berat basah akar
(g).
Rata-rata
Perlakuan
Berat basah tajuk
Berat kering
Rata-rata
(g)
tajuk (g)
Berat basah akar (g)
A0B0
2,09
0,42
0,51
A0B1
4,49
1,11
0,85
A0B2
A0B3
A0B4
4,01
3,04
1,54
0,93
0,70
0,32
0,62
0,54
0,43
A1B0
A1B1
A1B2
2,19
4,14
3,56
0,59
1,02
0,85
0,36
0,78
0,60
A1B3
A1B4
2,53
2,61
0,75
0,66
0,52
0,40
A2B0
A2B1
A2B2
2,61
3,1
3,24
0,72
0,74
0,82
0,36
0,70
0,64
A2B3
2,81
A2B4
2,06
Ket: A0 = Tanpa CMA
A1= CMA Asal Bogor
A2= CMA Asal Sultra
0,74
0,65
B0 = Penyiraman tiap hari
B1 = Penyiraman tiap 2 hari
B2 = Penyiraman tiap 3 hari
B3 = Penyiraman tiap 4 hari
B4 = Penyiraman tiap 5 hari
0,51
0,62
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata berat basah dan berat kering tajuk
bibit Sengon tertinggi terdapat pada A0B1, sedangkan rata-rata berat basah dan berat
7
kering tajuk bibit Sengon terendah terdapat pada A0B4. Dari tabel juga dapat dilihat
bahwa data rata- rata berat basah akar bibit Sengon tertinggi terdapat pada A0B1 (0,85
g) , sedangkan rata- rata berat basah akar bibit Sengon terendah terdapat pada A1B0
(0,362g).
Hasil yang diperoleh bahwa pada umur bibit Sengon 12 MST perlakuan tanpa
CMA dengan frekuensi penyiran tiap hari (A0B1) menunjukkan rerata biomassa yang
lebih tinggi dari perlakuan lain. Namun bila dilakukan penyiraman tiap 5 hari sekali
maka perlakuan yang tidak diinokulasi dengan CMA justru menunjukkan biomassa
yang rendah seperti tampak pada rata-rata berat tajuk bibit Sengon pada perlakuan
A0B4. Hasil ini dapat dijelaskan dengan melihat CMA sebagai makhluk hidup yang
untuk inisiasi kehidupannya memerlukan syarat-syarat tumbuh sama dengan yang
dibutuhkan oleh bibit Sengon sehingga pada tahap ini masih terjadi persaingan unsur
hara antara CMA dengan akar bibit Sengon.Oleh karena itu keuntungan pemberian
CMA pada bibit Sengon umur12MST belum tampak optimal pada penelitian ini.
Hasil perlakuan bibit Sengon yang diinokulasi dengan CMA baik yang berasal
dari Bogor maupun inokulum CMA asal Sultra kemudian dilakukan penyiraman tiap
hari justru menunjukkan rata-rata berat basah akar yang rendah seperti yang terlihat
pada perlakuan A1B0 dan A2B0. Hal ini disebabkan karena daerah perakaran memiliki
kelembaban melebihi dari yang dibutuhkan CMA untuk dapat menginfeksi akar
kemudian berasosiasi dan hidup bersama dalam akar bibit Sengon.
Dari hasil perbandingan biomassa bibit Sengon yang diinokulasi dengan CMA
asal Bogor dan CMA asal Sultra tampak bahwa rata-rata biomassa bibit Sengon yang
diinokulasi dengan CMA asal Sultra lebih baik dibandingkan dengan bibit Sengon yang
diinokulasi dengan CMA asal Bogor yang menunjukkan biomassa agak fluaktif,
memang terdapat perlakuan CMA asal Bogor yang memiliki biomassa tinggi seperti
pada perlakuan A1B1 namun selainnya menunjukkan rata-rata biomassa yang lebih
rendah dari perlakuan yang diinokulasi dengan CMA asal Sultra. Hal ini memberi bukti
bahwa CMA asal Sultra lebih adaptif dengan kondisi tanah pasca tambang nikel
Pomalaa sehingga memberikan rata-rata biomassa bibit Sengon yang lebih baik.
8
E. Kesimpulan
Dari hasil dapat disimpulkan bahwa rata-rata biomassa bibit Sengon tanpa
inokulasi CMA menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan perlakuan yang
diinokulasi CMA baik asal Bogor maupun asal Sultra. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan bibit Sengon masih pada tahap awal sedangkan diketahui bahwa CMA
merupakan pupuk hayati yang lambat merealisasikan sumbangan unsur hara ke akar
tanaman karena pada tahap awal asosiasinya dengan tanaman, CMA membutuhkan
unsur hara yang sama sehingga terjadi persaingan antara akar tanaman dengan CMA.
Bibit Sengon yang diinokulasi dengan CMA asal Sultra menunjukkan rata-rata
biomassa lebih tinggi daripada yang diinokulasikan dengan CMA asal Bogor.
Daftar Pustaka
Anonim, 2003. Tinjauan Umum Perusahaan. http://www.antam.com
Atmosuseno, S. 1994. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya.
Jakarta
Delvian, 2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Dalam Reklamasi Lahan Kritis
Pasca Tambang. e-USU Repository Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan
Gunawan. W.A. 1993. Mikoriza Arbuskula. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Munawar, A. 2005. Status Kesuburan Tanah Bekas Tambang Batu Bara pada
Pertanaman Sengon dan Turi Berumur 2 Tahun. Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu. Bengkulu
Salisbury,F.D dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh D.R
Lukman. Penerbit ITB Bandung. Hal:31
Setiadi, Y. 1996. Mengenal Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Prospek
Aplikasi Sebagai Pupuk Biologis untuk Mingkatkan Pertumbuhan dan
Kualitas Semai Tanaman dalam Makalah Lokakarya Sistem Produksi Bibit
Secara Massal 18-19 September 1996. Bogor
Widiatmaka, S, dan K. Nandi, 1999. Sifat-Sifat Tanah pada Bekas Areal Tambang Nikel
unit Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara. Lembaga Penelitian
Bogor. Bogor
Download