PCR DNA HIV

advertisement
Darah donor dan produk darah yang digunakan
pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.
 Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV
dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi
HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah
kering, atau urin pasien.
 Window periode (periode antara infeksi dan
perkembangan antibodi yang dapat dideteksi
melawan infeksi) dapat bervariasi sehingga
membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk
serokonversi dan tes positif.
 Secara umum diagnosis HIV/AIDS terbagi atas
dua, yaitu diagnosis dini infeksi HIV dan diagnosis
HIV menjadi AIDS. Keduanya akan dijelaskan
sebagai berikut:







Kebanyakan infeksi HIV pada anak akibat penularan HIV dari ibu-ke-bayi
(mother-to-child transmission/MTCT), terjadi selama kehamilan dan
persalinan, atau selama menyusui. Infeksi HIV pada anak yang tidak diobati
mengakibatkan pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan mental yang
tidak dapat disembuhkan oleh ART.
Penting untuk mendiagnosis bayi dengan HIV sedini mungkin untuk mencegah
kematian, penyakit dan penundaan pertumbuhan dan pengembangan mental.
Tes antibodi cepat adalah yang paling umum dipakai untuk mendiagnosis
infeksi HIV di negara miskin sumber daya.
Antibodi HIV melewati plasenta selama kehamilan, semua bayi yang terlahir
dari ibu yang terinfeksi HIV  tes antibodi akan positif saat lahir.
Antibodi dari ibu baru hilang seluruhnya 12-18 bulan setelah kelahiran.
Tujuan deteksi dini HIV pada dasarnya ada dua, yakni:



sebagai intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang
untuk menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS.
Dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:


1. Langsung: biakan virus dari darah, isolasi virus dari sample, umumnya
menggunakan mikroskop elektron dan deteksi gen virus. Yang paling sering digunakan
adalah PCR (Polymerase Chain Reaction).
2. Tidak Langsung: dengan melihat respons zat anti yang spesifik, misalnya dengan
tes ELISA, Western Blot, Immunofluoren Assay (IFA), dan Radio Immunoprecipitation
Assay (RIPA)
 Biakan




HIV dalam darah digunakan untuk:
mendeteksi infeksi HIV
mengukur jumlah virus dalam darah secara
langsung
mendiagnosis bayi
menentukan tingkat keparahan infeksi dan
tanggapan selanjutnya terhadap pengobatan pada
orang dewasa dan anak.
 Tes
ini sensitif dan spesifik
 Dapat dipakai untuk menghitung viral load
pasien
 Metode ini belum pernah dipakai secara
skala besar untuk mendiagnosis karena
teknik tes yang rumit dan membutuhkan
reagen dan peralatan yang mahal, waktu tes
laboratorium yang lama, dan banyak darah.
 Tes
antigen HIV p24 dipakai untuk
menghitung viral load
 HIV p24 adalah protein yang diproduksi oleh
replikasi HIV yang terjadi dalam darah Odha
dengan jumlah yang berbeda-beda.
 HIV p24 adalah protein imunogenik 
terbentuk antibodi terhadap p24.
 Untuk mengukur jumlah antigen p24 
memisahkan antibodi dari antigen.
 Berbagai penelitian menemukan bahwa tes
antigen p24 ultrasensitif mampu mendeteksi
infeksi HIV pada bayi di atas usia enam
minggu secara pasti dengan spesifisitas dan
sensitivitas serupa dengan tes DNA HIV PCR
dan viral load HIV.
Mekanisme :
 Virus HIV ditumbuhkan pada biakan sel
 Dirusak dan dilekatkan pada biji-bijin polistiren atau
sumur microplate
 Inkubasi serum atau plasma yang akan diperiksa dengan
antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam, lalu
cuci
 Bila positif IgG(immunoglobulin G) yg menempel pada
biji2 / sumur microplate, maka akan terjadi reaksi
pengikatan antigen-antibodi ; antibodi anti-IgG sudah
diberi label dengan enzim alkali fosfatase, horseradish
peroxidase
 Akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat
 Ada
yang lebih spesifik, yaitu test EIA dengan
ikatan dari heavy & light chain dari Human
Immunoglobulin  mampu mendeteksi IgM
dan IgG
 Umumnya hasil akan positif pada fase dimana
timbul gejala pertama AIDS (AIDS Phase) dan
sebagian kecil akan negatif pada fase dini
AIDS (Pre AIDS Phase)
Kebaikan test ELISA yaitu :
 Nilai sensitivitas yang tinggi ; 98,1%-100 %
 Meski demikian, perdictive value hasil test
positif tergantung dari prevalensi HIV di
masyarakat ; pada penderita100%, donor
darah 5%-100%, hasil negatif pada
masyarakat 99,99% sampai 76,9%




Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen
(akhir-akhir ini sudah ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh
karena itu test uji baru akan positif bila penderita telah
mengalami serokonversi yang lamanya 2-3 bulan sejak terinfeksi
HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih (pada keadaan
immunocompromised). Kasus dengan infeksi HIV laten dapat
temp negatif selama 34 bulan.
Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita
AIDS pada taraf permulaan hanya mengandung IgM, sehingga
tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG membutuhkan
waktu sampai 41 minggu.
Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test
ini digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%.
Tetapi HIV2 paling banyak ditemukan hanya di Afrika.
Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan
pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat.
Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan
yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di
alam.
Pengertian :
 Metode untuk deteksi protein pada sampel
jaringan
 Imunoblot dg elektroforesis gel untuk
memisahkan protein asli atau perubahan oleh
jarak polipeptida atau oleh struktur 3Dprotein
 Protein dikirim ke membran  dideteksi dg
antibodi
 Cukup sulit, mahal, interpretasinya butuh
pengalaman dan lama pemeriksaan kurang
lebih 24 jam
Mekanisme :
 HIV murni letakan pada pada poliakrilamid gel yg
diberi arus elektroforesis sehingga terurai
menurut berat protein yang berbeda-beda
 Pindahkan ke Nitrocellulosa dan inkubasi dg
serum penderita
 Antibodi HIV dideteksi dg memberikan antibodi
anti-human yg sudah dikonjugasi dg enzim yg
memberikan warna bila diberi suatu substrat
 Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan
dengan profil berat molekul standar, kontrol
positif dan negatif
 Gambaran
band dari bermacam-macam
protein envelope dan core dapat
mengidentifikasi macam antigen HIV.
Antibodi terhadap protein core HIV (gag)
misalnya p24 dan protein precursor (p25)
timbul pada stadium awal kemudian menurun
pada saat penderita mengalami deteriorasi.
Antibodi terhadap envelope (env) penghasil
gen (gp160) dan precursor-nya (gp120) dan
protein transmembran (gp4l) selalu
ditemukan pada penderita AIDS pada stadium
apa saja
 Beberapa
protein lainnya yang sering
ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27,
lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila
serum mengan-dung antibodi HIV yang
lengkap maka Western blot akan memberi
gambaran profil berbagai macam band
protein dari HIV antigen cetakannya
1)
Positif :
a. Envelope : gp4l, gpl2O, gp160
b. Salah satu dari band : p15, p17, p24, p31,
gp4l, p51, p55, p66.
2) Negatif : Bila tidak ditemukan band protein.
3) Indeterminate
Bila ditemukan band protein yang tidak sesuai dengan profil positif. Hasil
indeterminate .diberikan setelah ditest secara duplo dan penderita
diberitahu untuk diulang setelah 2-3 bulan. Hal ini mungkin karena
infeksi masih terlalu dini sehingga yang ditemukan hanya sebagian dari
core antigen (p17, p24, p55). Akhir-akhir ini hasil positif diberikan bila
ditemukan paling tidak p24, p31 dan salah satu dari gp41 atau gpl60.
Dengan makin ketatnya !criteria Western Blot maka spesifisitas menjadi
tinggi, dan sensitifitas turun dari 100% dapat menjadi hanya 56% karena
hanya 60% penderita AIDS mempunyai p24, dan 83% mempunyai p31.
Sebaliknya cara ini dapat menurunkan angka false positive pada
kelompok risiko tinggi, yang biasanya ditemukan sebesar 1 di antara
200.000 test padahal test tersebut sudah didahului dengan test ELISA.
Besar false negative Western Blot belum diketahui secara pasti, tapi
tentu tidak not. False negative dapat terjadi karenakadar antibodi HIV
rendah, atau hanya timbul band protein p24 dan p34 saja (yaitu pada
kasus dengan infeksi HIV2). False negative biasanya rendah pada
kelompok masyarakat tetapi dapat tinggi pada kelompok risiko tinggi.
Cara mengatasi kendala tadi adalah dengan menggunakan recombinant
HIV yang lebih murni.
Polymerase Chain Reaction
 cara
in vitro untuk memperbanyak target
sekuen spesifik DNA untuk analisis cepat
atau karakterisasi, walaupun material yang
digunakan pada awal pemeriksaan sangat
sedikit.
 Ditemukan oleh Kary Mullis dari Cetus
Corporation
 Meliputi



3 perlakuan:
Denaturisasi
Hibridisasi
“Primer" sekuen DNA pada bagian tertentu.
Perbanyakan bagian
Oleh Tag polymerase, dengan mengadakan campuran
reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan
pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri
temperatur yang diinginkan.
 Dasarnya:



Target DNA diekstraksi dari spesimen
Membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah cukup
(kelipatan jutaan atau lebih)
Deteksi dengan cara hibridisasi.
 Target
didenaturisasi pada suhu 90°–95°C
Didinginkan antara 37°–50°C  annealing spesifik
antara primer dan target DNA  cetakan untuk
enzim Tag-polymerase (pada suhu 67°–72°C
mengkopi masing-masing rantai)
 Setiap produk terdiri dari sekuen yang saling
melengkapi 1 dari 2 primer dan akan menguatkan
dalam lingkaran sintesis.
 Hambatan




diagnosis PCR: false negative.
Dihindarkan dengan: memilih primer dari bagian yang
berlawanan dari genome.
Primer SK 38/39 dan SK 68/69: pilihan yang baik
digunakan untuk HIV.
Pasangan primer SK-38–39 dan atau SK-145–101 telah
berhasil digunakan untuk mendeteksi HIV pada lebih
dari 96% individu dengan zat anti positif.
PCR dapat mendeteksi molekul tunggal dari target
DNA dan juga mengamplifikasi target yang ada sebagai
pasangan yang tidak komplet; sebaliknya kontaminasi
dan campuran reaksi dengan sejumlah target DNA
yang tidak terdeteksi akan memberikan hasil false
positive. Ketaatan mengikuti prosedur dapat
mengurangi risiko kontaminasi. Cara yang cepat dan
sederhana dalam menyiapkan sampel dapat pula
mengurangi false positive.

Identifikasi HIV dengan PCR dalam diagnosis dan
penelitian AIDS






PCR digunakan untuk memeriksa bayi lahir dari ibu seropositif
selama zat anti maternal masih dimiliki bayi sampai umur 15
bulan, sedangkan diagnosis infeksi HIV secara serologis
terhambat.
PCR digunakan untuk menetapkan status infeksi path individu
seronegatif.
PCR digunakan untuk mendeteksi sekuen HIV pada individu
seropositif dengan gejalayang hasilnya negatif dengan uji deteksi
langsung lainnya, termasuk dengan cara mengkultur virus.
PCR digunakan untuk mengindentifikasi infeksi pada sejumlah
kecil individu berisiko tinggi sebelum serokonversi.
PCR digunakan untuk konfirmasi kasus pertama dan HIV-2 di
Afrika Barat yang menjalani pengobatan di AmerikaSerikat.
PCR digunakan untuk mengevaluasi heterogenisitas virus dalam
HIV yang diisolasi.

PCR DNA dan RNA HIV

PCR DNA HIV




Ketersediaan primer untuk subtipe HIV memungkinkan para peneliti
untuk memakai PCR DNA HIV untuk meneliti dan melacak subtipe HIV
untuk pengembangan vaksin dan penelitian epidemiologi.
PCR DNA HIV pertama kali dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi
pada 1990. Tes sel mononuklear darah perifer (peripheral blood
mononuclear cells/ PBMC) dari bayi pada berbagai titik waktu setelah
kelahiran.
Penelitian selanjutnya terhadap bayi yang baru lahir oleh Delamare
dkk34 dan Dunn dkk35 menemukan bahwa PCR DNA HIV terdeteksi
<50% infeksi HIV dalam lima hari pertama kehidupannya.
Sensitivitasnya meningkat hingga 90% setelah berusia 14 hari.
Ketidaksensitifan PCR DNA HIV untuk mendiagnosis infeksi HIV saat
kelahiran mungkin terjadi karena kenyataan bahwa kebanyakan
penularan HIV pada bayi terjadi saat sakit kelahiran dan persalinan,
dan virus tidak mencapai tingkat terdeteksi selama beberapa minggu
setelah tertular. Bayi yang terinfeksi dalam kandungan mungkin
mempunyai hanya sedikit jumlah virus yang bereplikasi.

PCR RNA HIV


Metode yang dapat mendiagnosis bayi lebih dini, dapat
mendeteksi HIV dalam darah.
Berbeda dengan PCR DNA HIV (tes kualitatif: tes memberikan
diagnosis HIV ya/tidak), deteksi RNA HIV menyediakan
informasi tambahan:
informasi kuantitatif tentang status virologis
 Menghitung jumlah virus yang beredar ( “viral load” dalam
copies/mL) pada pasien.


Viral load dapat dipakai untuk:
mendiagnosis pasien
 menuntun permulaan memakai ART
 memantau tanggapan pengobatan


Diharapkan RNA HIV:
akan sensitif dalam mendeteksi virus dan tetap sangat spesifik
terhadap HIV
 akan mengganti teknik biakan virus yang lebih rumit dan mahal
untuk mendiagnosis bayi.





Penelitian awal terhadap bayi yang terpajan HIV dengan
memakai tes PCR RNA HIV menemukan bahwa metode tersebut
cocok atau melampaui sensitivitas dan spesifisitas PCR DNA
HIV dan metode biakan virus.
Dalam penelitian oleh Lambert dkk, kepekaan tes PCR RNA HIV
adalah 27% saat kelahiran, 92% setelah 6 minggu, dan 91%
setelah 20 minggu.
Peralatan tes RNA HIV semakin murah dan alat tes deteksi RNA
HIV sekarang tersedia secara lebih luas dibandingkan alat tes
DNA.
Kekurangan RNA HIV:
kecenderungan untuk memberi hasil positif yang salah untuk pasien
dengan tingkat viremia rendah
 tidak semua primer dan reagen dibakukan
 peningkatan penggunaan ART dan profilaksis untuk PMTCT 
masalah sensitivitas metodologi PCR RNA HIV pada diagnosis bayi
Obat ARV berpotensi menurunkan tingkat virus dalam sel
mononuklear darah perifer atau plasma dan mengurangi sensitivitas
tes tersebut.

 AIDS
merupakan stadium akhir infeksi HIV.
 Penderita dinyatakan sebagai AIDS bila
dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya
menunjukan infeksi-infeksi dan kanker
oportuniostik yang mengancam jiwa
penderita.
 Selain infeksi dan kanker juga temasuk :
ensefalopati, sindrom kelelahan yang
berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4
<200/ml.
Download