MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling P e nj e l a sa n M or al , N il a i, d a n Et i k a K o ns e li n g Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Kompetensi Modul berisi mengenai pemahaman penjelasan moral, nilai, dan etika konseling. Mahasiswa mampu memahami penjelasan moral, nilai, dan etika konseling I. Etika, Moral, dan Hukum dalam Konseling Etik meliputi “membuat keputusan yang bersifat moral tentang manusia dan interaksi mereka dalam masyarakat. (Kitchener, 1986). Etik bersifat normatif dan berfokus pada prinsip dan standar yang mengatur hubungan antan individu. Moralitas, meliputi penilaian atau evaluasi perbuatan. Hal ini berhubungan dengan kata-kata seperti baik, benar, seharusnya, dan harus. Hukum adalah penyusunan yang akurat dari standar pemerintah yang dibuat untuk menjamin keadilan legal dan moral. Hukum tidak menjabarkan apa yang sesuai untuk situasi tertentu tapi apa yang legal dalam kondisi tersebut A. Etika dan Konseling Sebagai suatu kelompok profesi profesional, konselor berhubungan dengan etik dan nilai. Bahkan banyak konselor yang mendapat tuntutan akibat dianggap tidak beretika. Tingkah laku beretika dalam konseling umumnya bermacam-macam. Berikut ini adalah beberapa tingkah laku tidak etis yang paling sering terjadi (Menurut ACA dalam buku Psikologi Konseling karya Samuel T. Gladding, yaitu : Pelanggaran kepercayaan, Melampaui tingkat kompetensi professional seseorang,Kelalaian dalam praktik, Mengklaim keahlian yang tidak dimiliki,Memaksakan nilai-nilai konselor pada klien, Membuat klien bergantung, Melakukan aktivitas seksual dengan klien, Konflik kepentingan, Persetujuan finansial yang kurang jelas, Pengiklanan yang tidak pantas, Plagiarisme Untuk menghadapi masalah etik, konselor mengembangkan kode etik profesional dan standar tingkah laku berdasarkan nilai-nilai yang telah disetujui bersama. Alasan lainnya adalah agar dianggap organisasi profesional karena menurut Allen, 1986 tanpa pembentukan kode etik, sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepentingan tidak dapat dianggap sebagai organisasi profesional. Tiga alasan lain dari keberadaan kode etik menurut Van Hoose dan Kottler adalah kode etik melindungi profesi dari pemerintah, kode etik membantu mengontrol ketidaksepakatan internal dan pertengkaran, sehingga memelihara kestabilan dalam profesi, kode etik melindungi praktisi dari public, terutama untuk pengaduan malpraktik. Selain itu, kode etik meningkatkan tingkat kepercayaan klien terhadap konselor dan dapat dijadikan petunjuk dalam mengevaluasi perawatan yang kurang jelas. 2016 2 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pengembangan Kode Etik Bagi Konselor, kode etik konseling pertama dibuat oleh Ammerican Couseling Assocoation (ACA) yang menjadi tanda utama bahwa konseling telah berkembang menjadi ilmu yang telah matang dimana didalamnya ada 8 judul topik. Bagian Judul Isi 1 Hubungan Konseling Tanggung jawab konselor profesional kepada klien dan kesejahteraannya. Cara-cara mengatasi subjek masalah seperti upah, pertukaran, penyerahan dan pemutusan. 2 Kepercayaan, komunikasi Pengecualian untuk hak istimewa dan privasi dalam privasi, merekam, klien yang konseling tidak berkompetensi, konsultasi, dan penelitian serta pelatihan 3 4 Isu yang berkaitan dengan Kompetensi profesional tanggung jawab profesional Periklanan dan permohonan Kualifikasi\ Tanggung jawab publik Hubungan dengan rekan kerja, Hubungan tenaga dengan profesional atasan dan pegawai lainnya 5 Evaluasi, penilaian dan Informasi umum interpretasi Materi tentang untuk menggunakan kompetensi dan menginterpretasikan tes Persetujuan tindakan Merilis informasi kepada profesional yang kompeten Mendiagnosis kelainan mental dengan tepat Kondisi pengorganisasian penilaian 2016 3 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Isu budaya dalam penilaian Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6 Hal-hal yang berhubungan pengajaran 7 8 Evaluasi forensik Skor tes dan interpreatasinya Ekspresi dan tanggung jawab dengan pendidik pelatihan konselor dan muridnya dan pengawasan Program pendidikan konselor Penelitian dan publikasi Tanggung jawab penelitian Hak-hak peserta penelitian Pelaporan hasil penelitian Cara mengatasi konfil antara Cara-cara memutuskan untuk hal-hal yang menyangkut etik etik dan hukum, dugaan pelanggaran dan kerjasama dengan komite etik. Keterbatasan Kode Etik Ramley (1985) menjelaskan kode etik itu umum dan idealistis dan tidak membahas dilema etik yang dapt diprediksi.Terdapat beberapa batasan spesifik yang paling sering disebutkan, diantaranya : Beberapa masalah tidka dapt diputuskan denga kode etik Pelaksanaan kode etik merupakan hal yang sulit Standar-standar yang diuraikan kode etik ada kemungkinan saling bertentangan Beberapa isu legal dan etis tidak tercakup dalam kode etik Kode etik adalah dokumen sejarah. Sehingga praktik yang diterima pada suatu kurun waktu mungkin saja dianggap tidka lagi etis di kemudian hari Terkadang muncul konflik antara peraturan etik dan peraturan legal Kode etik tidak membahas masalah lintas budaya Tidak semua kemungkinan situasi dibahas dalm kode etik Seringkali sulit menampung keinginan semua pihak yang terlibat dalam perbincangan etik secara sistematis Kode etik bukan dokumen proaktif untuk membantu konselor dalam memutuskan apa yang harus dilakukan dalam suatu stuasi baru 2016 4 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id II. Etika dalam Pemikiran Moral Dalam pengambilan keputusan etik tidaklah mudah, selain pengetahuan dibutuhkan kualitas seperti karakter, integritas, dan keberanian moral (Welfel, 2006). Pada pengambilan keputusan etik, tidak jarang konselor akan mengalami dilema etik. Ketika konselor mengalami dilema etik, suatu keadaan dimana konselor beroperasi dengan standar etik pribadi tanpa berpegangan pada batasan etik yang dibuat oleh asosiasi konseling, tingkah laku mereka menjadi tidak etis karena tidak didasarkan pada kode etik atau didasarkan hanya pada sebagian peraturan yang mereka ambil untuk membenarkan tindakan mereka. Menurut Hayman & Covert (1986), ada 5 dilema etik diantaranya :Kepercayaan, Konflik Peran, Kompetensi konselor, Konflik dengan atasan atau institusi,Tingkat kepentingan. Dalam pengambilan keputusan etik, konselor harus mengambil tindakan berdasarkan “pemikiran hati-hati dan reflektif” mengenai respons yang menganggap benardari sudut profesionalitas pada situasi tertentu. Pengambilan keputusan etik juga tidak lepas dari prinsip etik yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Menurut Remley & Herlihy (2005) ada beberapa prinsip yang berhubungan dengan aktivitas dan pilihan etik konselor, diantaranya : Beneficence/ perbuatan baik (melakukan yang baik dan mencegah kerugian, Nonmalafience (tidak meberikan dan menimbulkan rasa sakit), Autonomy / memberikan kebebasan dalam memilih dan pengambilan keputusan sendiri, Justice/ keadilan, Fidelity / kesetiaan (berpegang pada komitmen). Dari prinsip-prinsip diatas, menurut para ahli bahwa nonmalafience adalah prinsip yang paling bertanggung jawab dalam bidang konseling. Nonmalafience tidak hanya menghapus kerugian/ rasa sakit sekarang tetapi juga mencegah kerugian/rasa sakit tersebut muncul kembali dimasa yang akan datang (Thompson,1990, p.105). Swanson (1983a) membuat daftar pedoman untuk menilai apakah konselor bertindak dalam tanggung jawab etika atau tidak. Pedoman-pedoman tersebut diantaranya : 1. Kejujuran pribadi dan professional Konselor diwajibkan beroperasi secara terbuka dengan diri mereka sendiri dan orang-orang yang bekerja dengan mereka. Jadi antara konselor dengan konselor ataupun konselor dengan klien harus terbuka saat mereka membina hubungan kerja. 2016 5 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Bertindak untuk kepentingan terbaik klien Pedoman ini lebih mudah dibicarakan dibanding dilakukan. Tak jarang konselor memaksakan nilai-nilai pribadinya pada klien dan mengacuhkan apa yang sebenarnya dikehendaki klien (Gladding & Hood, 1974). Atau, konselor gagal memahami keadaan klien dan terlalu cepat mearik kesimpulan dari apa yang klien ceritakan. 3. Konselor bertindak tanpa tujuan jelek atau keuntungan pribadI Konselor harus berhati-hati dalam memilih klien yang akan ditangani, jangan sampai ada hubungan pribadi maupun profesional dengan klien yang disukai. Menurut St. Germaine, 1993, kesalahan penilaian kemungkinan besar terjadi, jika kepentingan pribadi konselor ambil bagian dalam hubungan dengan klien. Mendidik Konselor Dalam Pengambilan Keputusan Etik Van Hoose dan Paradise (1979) mengkonsep tingkah laku etik konselor dalam lima tingkatan perkembangan pertimbangan yang berkesinambungan : 1.Orientasi hukuman Jika klien atau konselor melanggar aturan sosial, mereka harus dihukum. Misalnya salah satu antara klien atau konselor melanggar kesepakatan yang sudah disepakati sebelumnya, maka yang melanggar wajib dikenakan sanksi atas kesalahan yang diperbuat dengan kesepakatan sebelumnya. 2.Orientasi Institusional Konselor percaya dan berpegang teguh pada aturan institusi tempat mereka bekerja. Mereka tidak meragukan aturan tersebut dan bekerja sesuai dengan kode etik tempat lembaga mereka bernaung. 3.Orientasi Sosial Pada tingkatan ini konselor mengambil keputusan berdasarkan standar sosial dimana mereka tinggal. Misalnya seperti adat istiadat, norma, nilai yang berlaku dimana konselor dank lien itu tinggal. 4.Orientasi Individu Kebutuhan individual klien mendapat prioritas utama pada tingkatan ini. Konselor memperhatikan kebutuhan hukum dan sosial yang berlaku namun mereka harus tetap fokus untuk apa yang terbaik bagi klien. 5. Orientasi Prinsip (hati nurani) Pada tingkatan ini keputusan yang beretika diambil berdasarkan standar etik internal , bukan berdasarkan eksternal. Dalam hal ini keteguhan konselor pada prinsip, nilai dan moralnya sangat memegang peran penting dalam pengambilan keputusan. 2016 6 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id III. Aplikasi Prinsip Moral dan Etik Tingkah laku etik sangat dipengaruhi oleh sikap yang dominan dalam lingkungan tempat seseorang bekerja, oleh rekan kerja, dan oleh tugas yang dilakukan konselor (contohnya, mendiagnosis). Maka dari itu, implementasi keputusan etik dan tindakan dalam konseling kadang-kadang melibatkan risiko atau ketidaknyamanan pribadi dan profesional yang cukup besar (Faiver, Eisengart, & Colona, 2014). Alasanya bermacam-macam, tapi seperti hasil pengamatan Ladd (1971), kesulitan dalam pengambilan keputusan etik kadang dapat berasal dari lingkungan tempat konselor bekerja. Banyak organisasi yang memperkerjakan konselor diatur tidak secara akademi atau professional, tetapi secara hierarki, seperti universitas atau rumah sakit. Pada organisasi berhierarki, administratif atau eksekutif memutuskan yang mana hak prerogatif dan yang mana professional. Konselor sebaiknya meneliti kebiiakan umum dan prinsip-prinsip institusi sebelum menerima pekerjaan karena bekerja di tempat spesifik berarti konselor setuju dengan aturan, prinsip, dan etik yang berlaku. Jika konselor mendapati dirinya berada dalam institusi yang menyalahgunakan pelayanan mereka dan tidak berbuat demi kepentingan terbaik klien, dia harus bertindak baik untuk mengubah institusi tersebut melalui edukasi atau caracara persuasif, maupun mencari pekerjaan lain. Penerapan Etik Dalam Situasi Konseling Khusus Terdapat beberapa penerapan etik dalam situasi konseling khusus, yaitu diantaranya ialah : Konseling sekolah dan etik Konselor harus selalu berusaha mencari solusi yang melindungi hak klien-nya atau lingkungan lainnya (Huey, 1986, p.321) Konseling komputer dan etik Dengan lebih dari 300 website yang sekarang dijalankan oleh konselor individu (Ainsworth, 2002), kemungkinan terjadi pelanggaran akan informasi klien ketika komputer dipergunakan untuk mentransmisikan informasi antar-konselor professional. Konseling perkawinan, keluarga dan etik Menurut Thomas, 1994 dengan mengembangkan kerangka kerja yang dinamis, berorientasi proses untuk digunakan konselor ketika menangani keluarga. Seperti ada enam nilai yang digunakan dalam diskusikan yaitu tanggung jawab, integritas, komitmen, kebebasan memilih, kekuasaan dan hak yang berduka. Lingkungan konseling lain dan etik Lingkungan atau situasi konseling lainnya yang memiliki potensial dilemma etik cukup signifikan (dan sering konsekuensi legal) adalah konseling lansia (Myers, 1998), konseling 2016 7 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id multikutural (Baruth, Manning, 2007), bekerja diperawatan terorganisir (Murphy, 1998), diagnosis klien (Braun & Cox, 2005), dan riset konseling (Juncius & Rotter, 1998). Hubungan Multipel Konselor Timbul dari perdebatan pada tahun 1970-an, mengenai masalah hubungan multipel sebagai salah satu pertimbangan etik relatif baru. Ketika kelompok profesional menyimpulkan bahwa hubungan seksual antara konselor dan klien tidak etis, timbul pertanyaan berkaitan dengan bentuk hubungan lain antara konselor dan klien, seperti hubungan bisnis dan pertemanan. Beberapa hubungan tidak dibangun secara timbal balik dikarenakan sifat pengalaman terapeutik masa lalu dari orang-orang yang terlibat. Dengan kata lain, seseorang (klien) lebih lemah daripada yang lain (konselor). Diskusi di antara kelompok profesional menyimpulkan bahwa hubungan multipel yang bersifat nonseksual juga harus dihindarkan. “konfik kepentingan selalu saja terjadi, dan ini cenderung mempengaruhi pendapat profesional konselor” (St. Germaine,1933, p.27). sebagai contoh, jika terjadi transaksi bisnis antara konselor dan klien pada saat yang bersamaan dengan terjadinya konseling, kedua pihak akan mengalami pengaruh negatif jika produk yang teribat disini tidak bekerja dengan baik, atau tidak bekerja seperti yang diharapkan. Pikiran dan perasaan yang ikut ambil bagian sebagai hasilnya, hampir selalu berdampak pada hubungan terapi. Oleh karena itu, secara etik, konselor barus menjauhkan diri dari hubungan sosialisasi atau bisnis dengan klien baik yang masih atau mantan klien. Menerima hadiah dari mereka, atau mengadakan hubungan konseling dengan teman dekat, anggota keluarga, siswa, pasangan atau pegawai. Bekerja Bersama Konselor Yang Tidak Etis Pada waktu menilai tindakan, konselor harus mengevaluasi ke arah mana akibat setiap ksi yang akan dia lakukan. Kriteria penilaian termasuk kenyaman seseorang, yaitu : Publisitas, (misalnya, jika tindakan konselor yang mengkronfrontasi dilaporkan ke media masa). Keadilan, (apakah tindakan konselor telah sama-sama adil unttuk konselor dan juga kepada klien). Moral, (misalnya, perasaan keraguan yang mengganjal). Universalitas, (apakah tindakan yang konselor lakukan akan direkomendasikan kepada klien yang berbeda) 2016 8 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hubungan Dalam Konseling Profesi konseling juga diatur oleh standar legal. Legal menunjuk pada “hukum atau keadaan yang sesuai dengan hukum”, dan hukum menunjuk pada “sebentuk aturan yang diakui oleh negara sebagai atuaran yang mengikat aggota-anggotannya”. Berlawanan dengan opini popular, alih-alih hukum selalu mencari kompromi antara individu dan pihak-pihhak yang terkait. Selalu ada pengecualian untuk apapun yang bersifat legal. Contoh kasus legal yang mempengaruhi konselor adalah Amicus Curiae Brief, yag diperdebatkan sebelum keputusan Mahkamah Agung AS 1997. Laporan singkat : masalah kesehatan mental yang berhubungan dengan “bantuan bunuh diri medis” (Werth&Gordon,2002). Dalam pengadilan ini, ACA bergabung dengan beberapa kelompok kesehatan mental lainnya untuk melindungi hak-hak konselor dan spesialis lain dalam kaitannya dengan membantu kematian seseorang, khususnya melindungi si penderita, orang lain yang berarti baginya, dan masyarrakat secara keseluruhan dari masalah yang mungkin terjadi sehubungan dengan kematian yang disengaja. Dalam banyak kasus, hukum “biasanya membantu atau netral” terhadap kode etik profesional dan konseling secara umum (Stude & McKelvey,1979,p454). Hukum mendukung lisensi atau sertifikasi untuk konselor sebagai piranti yang menjamin bahwa orang yang memasuki profesi tersebut sudah mencapai sekurang-kurangnya standar minimal. Juga mendukung “kerahasiaan pernyataan dan rekaman yang diberikan oleh klien selama terapi” (p.454). selain itu, hukum bersifat netral “yaitu membolehkan profesi untuk mengawasi sendiri dan mengatur hubungan konselor dengan klien mereka dan sesama konselor” (p.454). Saat satu-satunya dimana hukum lebih penting daripada kode etik profesional adalah ketika hukum diperlukan “untuk melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan publik” (p.454). keadaan ini paling mungkin terjadi dalam situasi menyangkut kerahasiaan, ketika informasi harus dibuka untuk mencegah bahaya. Pada kasus ini, konselor memiliki kewajiban untuk mengingatkan korban potensial tentang kemungkinan perilaku keras klien (Costa & Altekruse, 1994). 2016 9 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Samuel T. Gladding. 2012. Konseling Profesi Yang Menyeluruh. Jakarta : Indeks Gerald Corey. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Refika Aditama 2016 10 Psikologi Konseling Muhammad Ramadhan M.Psi, Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id