1 I. Pengantar 1.1 Latar Belakang Pemanasan global

advertisement
I.
1.1
Pengantar
Latar Belakang
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata di
atmosfer, laut dan daratan bumi (Shodiq, 2013).Pemanasan global terjadi sebagai
akibat dari akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca. Panas
dari bumi yang seharusnya dipantulkan lagi ke angkasa, tertahan oleh banyaknya
Gas Rumah Kaca (GRK) yang terkandung dalam atmosfer. GRK tersebut antara
lain adalah karbon monoksida(CO), methan (CH4), karbon dioksida (CO2), dan
freon (CFC) (Rusbiantoro, 2008).
Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan suhu yang terus berlanjut akan
menyebabkan perubahan iklim danmenimbulkan banyak bencana. Shodiq (2013)
mengungkapkan bahwatahun 2003,WHO mencatat telah terjadi lebih dari 70.000
kematian manusia di Eropa akibat cuaca panas ekstrem. Polusi udara di daerah
urban telah menyebabkan kematian ±1,2 juta orang/tahun. Penyakit malaria dan
demam berdarah juga semakin sering terjadi, sebab penyakit tersebut merupakan
salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Secara geografis, Indonesia berada pada daerah yang ditandai dengan
gejolak cuaca dan fluktuasi iklim dinamis yang menyebabkan Indonesia rawan
bencana alam seperti badai, siklon tropis, el nino disertai kekeringan, la nina
disertai banjir dan tanah longsor. Kesiapsiagaan terhadap bencana seharusnya
tidak hanya dilakukan pada saat ada bencana, namun juga harus dilakukan pada
saat sebelum terjadi bencana, sehingga dampak bencana bisa diminimalisir
1
2
(Gugus Tugas Pengarusutamaan PRB dalam Sistem Pendidikan Nasional, 2010).
Banyaknya kejadian bencana di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Sebaran Kejadian Bencana di Indonesia
Sumber: BNPB (2015)
Berdasarkan Gambar 1.1 dapat disimpulkan bahwa kejadian bencana
yang kerap terjadi adalah bencana yang dipengaruhi oleh iklim yakni banjir,
kekeringan, longsor dan angin topan. Bencana alam yang sering melanda tentu
akan menghambat pembangunan nasional. Oleh karena itu, upaya pengurangan
risiko bencana perubahan iklim perlu diwujudkan sebagai salah satu unsur penting
yang harus diutamakan dalam proses pembangunan pendidikan di Indonesia.
Di samping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, kompleksitas
kondisi
masyarakat
Indonesiadari
segi
demografi
dan
ekonomi
telah
menambahtingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana. Penggundulan hutan,
pengikisan area perbukitan, pembakaran lahan, dan perusakan lingkungan
merupakan contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Melihat
minimnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, maka pendidikan
3
pengurangan
risiko
bencana
dan
sosialisasi
pengetahuan
pemanasan
globalmenjadi wahana yang sangat penting untuk mewujudkan budaya ramah
lingkungan dan siaga dalam menghadapi ancaman bencana, sekaligus sebagai
perwujudan dari Education for Sustainable Development (Gugus Tugas
Pengarusutamaan PRB dalam Sistem Pendidikan Nasional, 2010).
Platform Global seperti Hyogo Framework jugamendorong penekanan
pentingnya pengurangan risiko bencana dalam pengelolaan dampak perubahan
iklim(KPB, 2011). Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan suatu kegiatan
jangka panjang. Sebagaimana prioritas 3 dalam Hyogo Frameworkyang
menyatakan bahwa melalui pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk
membangun budaya selamat dan tangguh pada semua satuan pendidikan. PRB
perlu menjadi program prioritas dalam sektor pendidikan yang diwujudkan dalam
pendidikan PRB di sekolah (Gugus Tugas Pengarusutamaan PRB dalam Sistem
Pendidikan Nasional, 2010). Upaya mitigasi, PRB, dan kesiapsiagaan juga
diperkuat oleh Sendai Framework, yang dituangkan dalam tujuan di tahun 20152030. Prioritas 1 dan 2 dalam Sendai Framework juga menekankan pada
pengenalan terhadap risiko dan megintegrasikan PRB dalam berbagai sektor
(BNPB, 2015). Dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan pengetahuan
terhadap bencana sangat ditekankan.
Pemanasan global adalah permasalahan yang berakar dari persepsi
manusia terhadap lingkungannya. Menurut Sukmana (2003), manusia dengan
segala aktivitasnya dalam proses pembangunan dan industrialisasi merupakan
sumber penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yang memicupemanasan
4
global. Kesadaran manusia terhadap lingkungan perlu dibina dan harus
ditumbuhkan. Sikap masyarakat Indonesia terhadap lingkungan dapat dilihat pada
Gambar 1.2 yang merupakan hasil Survey Masyarakat Peduli Lingkungan 2012
yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Dalam skala
nasional, indeks perilaku peduli lingkungan masyarakat Indonesia sebesar 0,57
yang berarti masih dalam kategori kurang (Kutanegara, 2014).
Gambar 1.2 Sikap Terhadap Lingkungan Hidup
Sumber: Kutanegara (2014)
Berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) pada Tabel 1.1
didapat hasil bahwa secara nasional Pulau Jawa menduduki peringkat terendah.
Tabel 1.1 IKLH Pulau/Kepulauan Indonesia
Pulau/
Kepulauan
Sulawesi
Bali &
Nusa Tenggara
Sumatera
Maluku& Papua
Kalimantan
Jawa
Indonesia
IKLH
2011
76,86
71,94
IKLH
2010
77,21
74,19
IKLH
2009
75,40
68,53
71,47
70,91
68,89
57,06
60,25
73,63
74,29
64,02
59,82
61,07
63,76
79,56
60,31
54,41
59,79
Sumber: Kutanegara (2014)
Rank
2011
1
2
3
4
5
6
Rank
2010
1
3
4
2
5
6
Rank
2009
2
3
4
1
5
6
5
Pulau Jawa menduduki peringkat IKLH terendah dikarenakan beberapa faktor
yang mempengaruhi salah satu diantaranya adalah kepadatannya yang sangat
tinggi yaitu mencapai 1.055 jiwa/km2 (Kutanegara, 2014).
Kepadatan penduduk yang tinggi sangat berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan sumber daya alam yang tinggi, produksi sampah yang tinggi, polusi
udara, dan perusakan lingkungan yang berkaitan dengan pembangunan
pemukiman penduduk (Kutanergara, 2014). Berdasarkan BPS (2001 dalam
Muta’ali, 2013) hutan lindung di Pulau Jawa telah terkonversi dengan laju sebesar
19.000 ha/tahun. Kepadatan penduduk yang tinggi jelas berpengaruh terhadap
kerusakan lingkungan, oleh sebab itu harus diantisipasi dengan perubahan
perilaku masyarakat yang lebih ramah lingkungan.
Menurut Daniel (2009), membentuk perilaku baru tidaklah mudah, hal ini
disebabkan
oleh
faktor
pengetahuan
masyarakat
yang
masih
minim
mengenaipemanasan global. Keraf (2010) menyatakan bahwa untuk mendorong
terjadinya perubahan perilaku diperlukan adanya perubahan cara pandang yang
berasal dari pengetahuan yang benar. Menurut Sukmana (2003), salah satu solusi
untuk masalah lingkungan adalah dengan memiliki pengetahuan yang luas
mengenai hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan. BPS (2012)
mengemukakan bahwa pengetahuan mengenai perilaku peduli lingkungan
merupakan faktor internal utama yang mendorong perubahan sikap agar lebih
peduli terhadap lingkungan. Sumber informasi tentang lingkungan hidup dapat
dilihat pada Tabel 1.2 yang merupakan hasil survey KLH 2012. Survey
6
menunjukkan bahwa informasi tentang lingkungan hidup paling banyak didapat
dari televisi (Kutanegara, 2014).
Tabel 1.2 Sumber Informasi Lingkungan Hidup
Wilayah
Sumber Informasi Lingkungan Hidup
Majalah/ Radio
TV
Aparat Guru
Tabloid
1,8
3,5
45,1
16,4
1,6
Surat
kabar
10,6
Jawa
0,4
8,2
0,7
1,7
53,7
8
0,6
5,6
1008
Bali-Nusa
Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
0,4
7,7
1,9
9,2
33,1
15,6
5,9
7,2
504
0,1
6,2
0,9
0,9
60,9
3,8
0,6
0
504
0,4
9,4
1
3,1
34,5
12,1
0,3
10,4
1008
MalukuPapua
2,1
9,7
2,5
3,3
45,2
10
6
8,3
1008
Sumatera
Tomas/
Toga
2,1
N
1008
Brosur
/leafet
1,7
2016
Sumber: Kutanegara (2014)
Berdasarkan paparan tentang perlunya perubahan perilaku terkait
permasalahan lingkungan, dapat disimpulkan bahwa proses belajar dan
perkembangan kognitif memegang peranan yang penting dalam tingkah laku
moral (Monksdkk., 2002). Selain faktor pengetahuan, faktor subyek sasaran juga
sangat menentukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya fakta yang menunjukkan
bahwa membentuk perilaku baru pada orang dewasa tidaklah mudah. Oleh sebab
itu pembentukan perilaku sejak dini akan lebih efektif. Mustaqim dan Wahib
(1991) menyatakan bahwa pada umumnya orang yang masih muda akan lebih
mudah belajar dalam hal mengingat dan menyimpan bahan pelajaran, sedangkan
orang yang sudah tua akan lebih sukar untuk belajar.
UNICEF dan The Alliance of Youth CEOs(2010) menyatakan bahwa
perubahan iklim menjadi tantangan terbesar pada abad ke-21,untuk menjaga
keseimbangan alam sudah seharusnya anak-anak sebagai generasi masa depan
perlu diberikan pendidikan mengenai penyebab dan dampak dari perubahan iklim.
7
Daniel (2009) berpendapat bahwa perlahan dengan bertambahnya pengetahuan,
anak pasti akan memahami secara utuh dan mau bertindak untuk lingkungannya.
Shodiq (2013) mengungkapkan bahwa usaha yang paling efektif dan
berdampak panjang adalah menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan kepada
generasi penerus melalui pendidikan. Menurut Harun dkk. (2011), jika
pengetahuan siswamengenai lingkungannya meningkat, maka diharapkan sikap
positif terhadap lingkungan dapat meningkat pula, sehingga generasi yang akan
datang dapat tinggal di bumi yang layak huni.Dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi pengetahuan pemanasan global pada anak-anak sangat diperlukan.
Menurut Kefford (2006)jikaanak terlalu banyak mendapat paparan isu
yang menakutkan sepertipemanasan global, dapat menyebabkan perasaan tidak
berdaya
atau
takut
sehinggatidak
termotivasi
dalam
bertindak
untuk
perubahan.Nicholson-Cole(2005) berpendapat bahwa pemberian paparan isu
pemanasan global secara bertahap dapat berdampak menghasilkan anak-anak
yang memilikikepekaanterhadap lingkungan.Dapat disimpulkan bahwa pemberian
pengetahuan seputar pemanasan global sejak dini itu penting namun harus dengan
metode yang lebih sesuai dengan perkembangan anak-anak.
Berdasarkan Hyogo Framework, pendidikan kebencanaan merupakan
prioritas, yakni Priority for Action3: Use knowledge, innovation and education to
build a culture of safety and resilience at all. Dalam rangka membangun suatu
budaya keselamatan dan ketahanan khususnya untuk generasi muda,Pendidikan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) perlu lebih lanjut dikembangkan mulai
tingkat Pendidikan Dasar(KPB, 2011). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
8
belum semua SD mengintegrasikan pendidikan PRB, sistem kurikulum yang
cenderung sering berubah dan banyaknya ragam pengetahuan yang dipaksakan
untuk diterima siswa SD, hal-hal demikian menjadi kendala tersendiri dalam
mengimplementasikan pendidikan PRB di Sekolah Dasar.
Berdasarkan prioritas 3HyogoFrameworkterdapat kata pengetahuan dan
inovasi, maka upaya peningkatan pengetahuan pemanasan global juga dapat
diberikan melalui sebuah inovasi sehingga subyek dapat belajar secara
menyenangkan dan tidak terbebani (KPB, 2011).Menurut UN-ISDR pendidikan
PRB tidak terbatas pada pendidikan formal di sekolah dan universitas, namun juga
melalui penggunaan penyebaran pengetahuan dan kearifan lokal. Pendidikan PRB
dapat disampaikan melalui pengalaman, metode pembelajaran, teknologi
informasi, pelatihan, elektronik, media cetak serta inovasi lain yang memfasilitasi
pertukaran informasi dan pengetahuan (KPB, 2011). Media permainan edukatif
merupakan salah satu bentuk inovasi dalam sosialisasi pendidikan PRB pada
anak-anak atau siswa SD.
Rousseau (1998 dalamCrain, 2007)menganjurkan untukmendidikanak
sesuai usianya, yakni menyesuaikan pelajaran sesuai dengan tahap perkembangan
anak. Menurut Monks (2002), anak dan permainan merupakan dua pengertian
yang hampir tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain.Santrock (2007)
mengungkapkan bahwa anak usia 10-12 tahun memiliki kecenderungan yang
tinggi terhadap permainan.Hurlock (1990) menyatakan bahwa anak Sekolah
Dasar cenderung menyukai permainan kelompok. Menurut Mustaqim danWahib
(1991) berdasarkan taraf perkembangan kognitif anak usia 6-12 tahun yang tertuju
9
kepada kenyataan, maka pelajaran sebaiknya diberikan dengan alat peraga salah
satu contohnya adalah melalui permainan edukatif.
Menurut Reid (2001) permainan edukatif dapat berupa permainan kartu
(card games), permainan papan (board games), dan permainan komputer
(computerized games). Monksdkk. (2002) berpendapat bahwa, bermain adalah
bentuk awal anak memperoleh pengetahuan. Melalui permainan edukatif, pemain
diarahkan pada misi penyelamatan bumi. Locke (1995 dalam Crain, 2007)
mengungkapkan jika kita bisa membuat anak menyukai kesenangan dari
memikirkan hal-hal yang baik, maka kita dapat mengubah mereka seperti yang
kita inginkan.
Melalui media permainan edukatif bertema pemanasan global diharapkan
anak SD dapat mempelajari dan meningkatkan pengetahuan pemanasan global
dengan cara yang lebih menyenangkan sehingga kedepannya anak-anak menjadi
lebih peka dan termotivasi untuk melakukan tindakan nyata dalam menjaga
lingkungan dari ancaman pemanasan global.
1.2
Permasalahan Penelitian
Berdasarkan paparan pada latar belakang maka dapat dibuat rumusan
permasalahan sebagai berikut.
1. Seberapa banyak pengetahuan pemanasan global disediakan dalam
kurikulum pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar ?
2. Apakah pengetahuan pemanasan global pada siswa SD dapat ditingkatkan
melalui metode permainan edukatif ?
10
3. Apakah anak SD menyukai metode belajar pengetahuan pemanasan global
melalui media permainan edukatif ?
1.3
Keaslian Penelitian
Penelitian terkait mitigasi pemanasan global sudah banyak dilakukan,
beberapa diantaranya terkait dengan teknologi ramah lingkungan atau kebijakan
tata ruang. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang terkait dengan sosialisasi
dan edukasi pemanasan globaldengan berbagai media.
Tabel 1.3Daftar Penelitian Sebelumnya
Peneliti-Tahun
Taber, F.,dan
Taylor, N.
2009
Diah, N.M., et
al.
2010
Arslan, H.O., et
al.
2011
Wijaya, E.
2013
Dewi, K.S.
Tema
Global
warmingand
climate
change
Reduce, reuse
and recycle
Global
warmingand
climate
change
Pemanasan
global dan
kepedulian
lingkungan
Pemanasan
global
2014
Karpudewan,
M., et al.
2015
Global
warmingand
climate
change
Tujuan
Sasaran
Media dan Metode
Meningkatkan
pengetahuan tentang
pemanasan global.
Siswa
kelas 6 SD
Unit pembelajaran
di sekolah
Meningkatkan
pengetahuan tentang
daur ulang sampah
sehari-hari
Menguji efektivitas
enviropoly terhadap
persepsi siswa.
Anak usia
7-12 tahun
Metode campuran
Computer game:
JOKS
Guru dan
siswa
ADDIE
Board game:
Enviropoly
Merancang permainan
yang go green dan
mensosialisasikan
kepedulian lingkungan.
Mengetahui media yang
lebih efektif dalam
meningkatkan
pengetahuan.
Mengetahui efektivitas
metode cycle based
dalam meningkatkan
pengetahuan pemanasan
global.
Anak usia
4-6 tahun
Metode kualitatif
Greenplay
Metode Kualitatif
Siswa
kelas 8
SMP
Siswa
kelas 5 SD
SMS dan Facebook
Metode kuantitatif
eksperimen
Metode
pembelajaran
Cycle-based
Metode kuantitatif
eksperimen
Berdasarkan Tabel 1.3, akan dipaparkan beberapa perbedaan antara
11
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis adalah merancang serta menguji efektivitas permainan edukatif yang
ditujukan untuk mensosialisasikan pengetahuan pemanasan global sebagai upaya
mitigasi non struktural pada siswa SD. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas 5 dan 6 SD yang secara perkembangan kognitif sudah layak untuk diberikan
pengetahuan seputar pemanasan global dan secara perkembangan sosial lekat
dengan permainan. Metode dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen.
Kelebihan sosialisasi melalui permainan dibandingkan melalui unit
pembelajaran adalah kecenderungannya untuk meminimalisir kebosanan sehingga
bisa dilakukan berulang-ulang. Melalui permainan anak dapat belajar secara lebih
menyenangkandibandingkan ketika dalam pembelajaran. Hasil akhir dari
permainan tidak dapat diprediksi dan selalu ada sensasi baru ketika bermain,
sebaliknya anak cenderung bosan untuk mengulang-ulang bacaan.
Kelebihan board game (permainan papan) dibandingkan dengan
computer game atau sosial media adalah permainan papan dapat dibuat dari bahan
yang lebih ramah lingkungan (polywood) serta kecenderungannya untuk dijadikan
media permainan kelompok yang dapat meningkatkan sosialisasi anak. Computer
game atau sosial media cenderung menghabiskan energi listrik. Sasaran dalam
penelitian ini adalah siswa SD yang secara perkembangan kognitif dan moral
lebih mudah untuk diedukasi dibandingkan dengan tahap sebelum (PAUD) dan
sesudahnya (SMP).
12
1.4
Tujuan Penelitian
1. Menganalisismateri pengetahuan pemanasan globalyangdisajikan dalam
kurikulum SD.
2. Mengembangkan permainan edukatif bertema pemanasan global serta
menganalisis efektivitas permainan edukatif terhadap peningkatan
pengetahuan pemanasan global.
3. Menganalisis persepsi anak SD terhadap permainan edukatif yang
bertema pemanasan global.
1.5
1.
Manfaat Penelitian
Sebagai media permainan edukatif untuk meningkatkan pengetahuan
pemanasan global.
2.
Sebagai
media
alternatif
dalam
mitigasi
(non
struktural)
dan
sosialisasipemanasan global pada anak SD.
3.
Sebagai bentuk partisipasi dalam upaya menanggulangi pemanasan
global.
Download