RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG BAHAN KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bahan kimia merupakan bahan strategis yang memiliki potensi nilai tambah yang sangat diperlukan dalam kehidupan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat; b. bahwa bahan kimia selain bermanfaat juga berpotensi menimbulkan risiko bagi kesehatan, keselamatan, dan keamanan lingkungan yang apabila dalam pengelolaannya pada setiap simpul daur hidup bahan kimia tidak memenuhi kaidah semestinya; c. bahwa pengaturan dan pengelolaan bahan kimia di Indonesia perlu diintegrasikan menjadi satu kesatuan sistem hukum tentang bahan kimia; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk UndangUndang tentang Bahan Kimia; Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BAHAN KIMIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan kimia adalah semua materi berupa unsur, senyawa tunggal, dan/atau campuran yang berwujud padat, cair, atau gas. 1 2. Bahaya adalah sifat kemampuan alamiah bahan kimia yang dapat memberi dampak negatf terhadap kesehatan manusia dan kualitas lingkungan. 3. Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan terjadinya bahaya bila terpapar atau terkena bahan kimia. 4. Label adalah keterangan mengenai bahan kimia yang berbentuk piktogram/simbol, tulisan, atau kombinasi keduanya atau bentuk lain yang juga berisi informasi identitas produk dan pemasok serta klasifikasi bahan kimia. 5. Lembar Data Keselamatan (Safety Data Sheet) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi komposisi, ingredien, sifat físika, kimia, identitas atau jenis bahaya yang ditimbulkan, simbol bahaya, identitas produsen/distributor, cara penanganan, pengankutan, penyimpanan, pengendalian paparan, pertimbangan pembuangan, tindakan khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan. 6. Kemasan bahan kimia adalah wadah untuk mengungkung dan/atau membungkus bahan kimia. 7. Sistem Harmonisasi Global tentang Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia (Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals) adalah sistem global yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menstandarisasi kriteria dan mengharmonisasikan sistem klasifikasi bahaya bahan kimia serta mengkomunikasikan informasi tersebut pada label dan Lembar Data Keselamatan. 8. Pengadaan bahan kimia adalah upaya untuk menyediakan atau memasok bahan kimia sebagai bahan baku yang berasal dari hasil eksploitasi sumber daya alam lokal atau hasil produksi dalam negeri atau impor. 9. Produksi bahan kimia adalah kegiatan yang menghasilkan bahan kimia melalui proses pengolahan bahan baku menjadi bahan antara dan/atau bahan jadi. 10. Penyimpanan bahan kimia adalah kegiatan penempatan bahan kimia untuk menjaga kualitas dan kuantitas bahan kimia serta mencegah terjadinya interaksi dengan sesama bahan kimia dan lingkungan. 11. Pengangkutan bahan kimia adalah kegiatan pemindahan bahan kimia dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan cara dan sarana angkutan khusus bahan kimia. 12. Pembuangan bahan kimia adalah upaya memproses dan membuang limbah bahan kimia yang dihasilkan dari produksi atau penggunaan bahan kimia yang berupa sisa hasil proses produksi yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak memenuhi spesifikasi, dan/atau bekas kemasan bahan kimia. 13. Pemusnahan bahan kimia adalah upaya destruksi atau dekomposisi/penguraian bahan kimia yang berupa sisa hasil proses produksi yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak memenuhi spesifikasi dan/atau bekas kemasan bahan kimia, baik secara teknologi atau secara alamiah menjadi bentuk lebih sederhana. 14. Keselamatan bahan kimia (Chemical Safety) adalah upaya perlindungan kesehatan manusia dan atau pekerja, fasilitas dan instalasi serta lingkungan di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia dari penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang salah. 2 15. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. 16. Pengamanan bahan kimia (Chemical Security) adalah upaya perlindungan bahan kimia di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia terhadap penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang salah. 17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 19. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 20. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan orang yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Pasal 2 Pengaturan bahan kimia berlandaskan pada asas: a. nilai tambah; b. keseimbangan manfaat dan risiko; c. keselamatan dan keamanan; dan d. kepastian berusaha. Pasal 3 Pengaturan bahan kimia bertujuan: a. mewujudkan sistem klasifikasi dan komunikasi bahaya secara harmonis; b. mengoptimalkan pemanfaatan bahan kimia; c. mencegah dan mereduksi risiko bahan kimia serta mewujudkan perlindungan manusia dan lingkungan; d. mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan e. mewujudkan industri kimia hijau yang maju, berdaya saing, dan mandiri. Pasal 4 (1) Bahan kimia yang diatur dalam Undang-undang ini meliputi semua bahan kimia, yang berupa bahan baku, bahan antara, bahan penolong dan/atau bahan jadi. (2) Bahan kimia yang tidak diatur dalam Undang-Undang ini meliputi: a. zat radioaktif, obat, narkotika, psikotropika, residu bahan kimia, bahan antara yang tidak diisolasi, serta bahan kimia yang hanya digunakan sebagai senjata kimia; dan b. bahan kimia yang belum diproduksi secara massal, tidak diperdagangkan, dan/atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan industri. Pasal 5 Pengaturan bahan kimia dalam Undang-Undang ini meliputi: a. sistem klasifikasi, komunikasi bahaya dan risiko, serta kemasan bahan kimia; b. pengelolaan bahan kimia; c. keselamatan dan keamanan kimia; 3 d. riset dan pengembangan; dan e. pembinaan dan pengawasan. BAB II SISTEM KLASIFIKASI, KOMUNIKASI BAHAYA DAN RISIKO, SERTA KEMASAN BAHAN KIMIA Bagian Kesatu Sistem Klasifikasi Pasal 6 Sistem klasifikasi bahan kimia dilakukan melalui tahapan: a. identifikasi bahan kimia; dan b. klasifikasi bahan kimia. Pasal 7 Identifikasi bahan kimia sekurang-kurangnya terdiri atas : a. nama bahan kimia; b. rumus molekul; dan c. nomor registrasi CAS (Chemical Abstracts Services). Pasal 8 (1) Klasifikasi bahan kimia dilakukan berdasarkan sifat bahayanya. (2) Bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bahaya fisik; b. bahaya kesehatan; dan c. bahaya lingkungan. (3) Bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kategori tingkat bahaya dan simbol bahaya. (4) Kategori tingkat bahaya dan simbol bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan berdasarkan kriteria dalam Sistem Harmonisasi Global. (5) Bahan kimia dinyatakan sebagai bahan kimia berbahaya apabila memenuhi kategori tingkat bahaya yang ditetapkan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem klasifikasi dan penetapan kategori tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4 Bagian Kedua Komunikasi Bahaya dan Risiko Bahan Kimia Pasal 9 (1) Bahaya dan risiko bahan kimia wajib dikomunikasikan pada setiap simpul daur hidup bahan kimia. (2) Simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengadaan; b. produksi; c. ekspor; d. penyimpanan; e. pengangkutan; f. distribusi; g. penggunaan; dan h. pembuangan dan pemusnahan. (3) Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyampaikan informasi dalam bentuk label dan Lembar Data Keselamatan bahan kimia. (4) Label dan Lembar Data Keselamatan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dibuat oleh Setiap Orang yang memproduksi bahan kimia. (5) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib: a. memasang label bahan kimia; dan b. menyediakan dan menyertakan Lembar Data Keselamatan bahan kimia. Pasal 10 Label bahan kimia paling sedikit memuat: a. identitas bahan kimia; b. identitas produsen atau pemasok; c. informasi bahaya dan risiko; dan d. informasi keselamatan. Pasal 11 (1) Lembar Data Keselamatan bahan kimia wajib disertakan untuk: a. bahan kimia tunggal; b. bahan kimia campuran yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya; dan c. bahan kimia campuran selain yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya tetapi mengandung bahan kimia tambahan (aditif) dan/atau 5 pengotor yang diklasifikasikan berbahaya dengan konsentrasi melebihi nilai batas (cut-off value). (2) Lembar Data Keselamatan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan format sesuai ketentuan dalam Sistem Harmonisasi Global. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan komunikasi bahaya dan risiko bahan kimia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Kemasan Bahan Kimia Pasal 13 (1) Bahan kimia wajib dikemas sesuai dengan persyaratan teknis paling sedikit meliputi: a. kemasan sesuai dengan wujud bahan kimia yang dikemas; b. bahan kimia tidak berinteraksi atau bereaksi dengan kemasan; c. tidak terjadi migrasi bahan kimia dari kemasan; dan d. kemasan tidak mudah rusak dan/atau bocor. (2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi label yang dilekatkan, dicetak atau dibubuhkan pada kemasan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kemasan dan tata cara pengemasan bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 14 (1) Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan yang meliputi: a. penetapan kebijakan nasional dan pedoman terkait pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup; b. pemberian izin untuk: 1) impor dan ekspor bahan kimia; dan 2) pengelolaan bahan kimia yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya pada setiap simpul daur hidup; c. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan pada setiap simpul daur hidup; dan d. pelaksanaan evaluasi atas laporan kegiatan pada setiap simpul daur hidup; e. pengendalian kegiatan pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup; 6 f. penyelenggaraan riset dan pengembangan bahan kimia serta kerjasama riset dan pengembangan bahan kimia dengan pihak luar negeri. (2) Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang meliputi: a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya terkait dengan pengelolaan bahan kimia ; b. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terkait pengelolaan bahan kimia di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya; c. pemberian izin bahan kimia selain yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, meliputi: 1) kegiatan produksi dan penyimpanan bahan kimia; 2) kegiatan distribusi bahan kimia; 3) kegiatan pengangkutan bahan kimia; dan 4) kegiatan pembuangan dan pemusnahan bahan kimia; d. pelaksanaan evaluasi atas laporan kegiatan di setiap simpul daur hidup bahan kimia di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya; e. penyelenggaraan riset dan pengembangan bahan kimia di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya; (3) Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan untuk kegiatan pengelolaan bahan kimia yang bersifat lintas kabupaten/kota. (4) Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan untuk kegiatan pengelolaan bahan kimia yang berada di wilayah kabupaten/kota setempat. BAB IV PENGELOLAAN BAHAN KIMIA Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1) Pengelolaan bahan kimia wajib dilakukan pada setiap simpul daur hidup bahan kimia untuk mengoptimalkan manfaat dan mereduksi risiko bahan kimia sesuai dengan klasifikasinya, untuk melindungi manusia dan lingkungan. (2) Pengelolaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perizinan; b. pelaporan; c. pembinaan dan pengawasan; dan d. pengendalian. 7 Bagian Kedua Perizinan Pasal 16 (1) Setiap Orang yang melakukan pengadaan bahan kimia yang berasal dari impor wajib memiliki izin. (2) Izin untuk impor sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan. (3) Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan produksi dan penyimpanan bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh Menteri, Gubenur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan ekspor bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan. (2) Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan distribusi bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 (1) Penggunaan bahan kimia yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia berbahaya wajib memiliki izin. (2) Penggunaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penggunaan untuk kepentingan: a. industri; b. pertanian; c. pertahanan; 8 d. e. f. g. pangan; farmasi dan/atau kesehatan; pendidikan; dan riset dan pengembangan. (3) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan oleh Menteri. (4) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertanian. (5) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertahanan. (6) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pangan, farmasi dan/atau kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (7) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan. (8) Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan pengembangan. (9) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 21 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pengangkutan bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang transportasi dan/atau gubenur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi. Pasal 22 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pembuangan dan pemusnahan bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau gubenur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 9 Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 23 (1) Setiap Orang melakukan kegiatan pengadaan, produksi, ekspor, penyimpanan, pengangkutan, pendistribusian, penggunaan serta pembuangan dan pemusnahan bahan kimia wajib menyampaikan laporan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat tentang: a. realisasi kegiatan; dan b. uraian jenis dan jumlah bahan kimia. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada menteri terkait dan/atau gubenur dan/atau bupati/walikota yang menerbitkan izin, dengan tembusan kepada Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan tata cara penyusunan dan penyampaian laporan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pembinaan dan Pengawasan Pasal 24 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan impor, ekspor, pendistribusian, pengangkutan, serta pembuangan dan pemusnahan bahan kimia dilaksanakan oleh menteri dan/atau Bupati/Walikota yang menerbitkan izin. (2) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 25 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan produksi, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia untuk industri dilaksanakan oleh Menteri. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. penyusunan pedoman atau petunjuk teknis; dan b. sosialisasi, pelatihan dan/atau bimbingan teknis. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. inspeksi dan verifikasi; dan b. pemantauan dan evaluasi. (4) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dengan Peraturan Pemerintah. 10 Bagian Kelima Pengendalian Pasal 26 (1) Pengendalian terhadap pengadaan bahan kimia yang berupa hasil eksploitasi sumber daya alam dan/atau hasil industri dalam negeri dilakukan melalui optimalisasi bahan kimia untuk meningkatkan nilai tambah, pertumbuhan ekonomi dan daya saing global terhadap bahan kimia, dan produk atau barang jadi yang dihasilkan dari pengolahan bahan kimia. (2) Pemerintah memprioritaskan pengadaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memenuhi kebutuhan industri nasional secara berkelanjutan. (3) Menteri menetapkan jenis dan jumlah kebutuhan pengadaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prioritas pengadaan bahan kimia, jenis, dan jumlah kebutuhan pengadaan bahan kimia yang berupa hasil eksploitasi sumber daya alam dan/atau hasil industri dalam negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 27 (1) Pengendalian terhadap impor bahan kimia dilakukan melalui registrasi, persetujuan impor, dan/atau notifikasi impor, dengan memperhatikan kebutuhan industri dan ketersediaan bahan kimia dalam negeri. (2) Bahan kimia yang diimpor wajib diregistrasi dan mendapatkan persetujuan impor. (3) Registrasi bahan kimia sebagaimana diselenggarakan oleh Menteri. (4) Persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan. (5) Persetujuan impor bahan kimia yang digunakan untuk industri diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Menteri. (6) Dalam hal impor bahan kimia yang diklasifikasi sebagai bahan kimia berbahaya wajib dilakukan notifikasi impor kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara registrasi bahan kimia yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (8) Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan impor, serta tata cara notifikasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. dimaksud pada ayat (2) Pasal 28 (1) Pengendalian terhadap produksi bahan kimia dilakukan oleh Menteri melalui: 11 a. Penetapan standar mutu produk bahan kimia; b. Penetapan pedoman cara produksi bahan kimia yang baik; dan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian kegiatan produksi bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 29 (1) Pengendalian terhadap ekspor bahan kimia dilakukan melalui penetapan jenis dan alokasi jumlah bahan kimia sebagai bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri. (2) Ekspor bahan kimia harus memperhatikan kebutuhan industri dan ketersediaan bahan kimia dalam negeri. (3) Pengendalian ekspor bahan kimia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait. (4) Persyaratan dan tata cara ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 30 (1) Pengendalian terhadap penyimpanan bahan kimia dilakukan oleh Menteri melalui: a. penetapan pedoman cara penyimpanan bahan kimia yang baik; dan b. penetapan persyaratan prasarana dan sarana penyimpanan bahan kimia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian kegiatan penyimpanan bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 31 (1) Pengendalian terhadap pengangkutan bahan kimia dilakukan melalui: a. penetapan persyaratan spesifikasi teknis pengangkutan bahan kimia; dan b. penetapan persyaratan sarana pengangkutan bahan kimia. (2) Penetapan persyaratan spesifikasi teknis dan sarana pengangkutan bahan kimia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi setelah berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait. (3) Pengendalian pengangkutan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 32 (1) Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia dilakukan melalui: a. pemantauan rantai distribusi bahan kimia; b. pencatatan distribusi; dan c. pelaporan realisasi distribusi. 12 (2) Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait. (3) Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 Pengendalian terhadap penggunaan bahan kimia dilakukan melalui: a. pengaturan jenis dan jumlah penggunaan bahan kimia dalam pangan, produk konsumen, dan/atau barang jadi berdasarkan kajian risiko dan manfaat; dan b. pembatasan dan/atau pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia yang diklasifikasi sebagai bahan kimia berbahaya. Pasal 34 (1) Pengendalian terhadap penggunaan bahan kimia dalam pangan, produk konsumen, dan/atau barang jadi, dilakukan melalui: a. pengaturan persyaratan jenis dan jumlah bahan kimia yang digunakan dalam pangan, produk konsumen dan/atau barang jadi; dan b. registrasi bahan kimia yang terkandung dalam pangan, produk produk konsumen, dan/atau barang jadi. (2) Penetapan persyaratan penggunaan dan registrasi dalam pangan, dan produk konsumen yang terkait dengan farmasi, kesehatan, pertanian dan atau produk bahan bakar minyak dan pelumas, dilaksanakan oleh menteri terkait sesuai dengan kewenangannya. (3) Penetapan persyaratan penggunaan dan registrasi bahan kimia dalam produk konsumen selain yang dimaksud pada ayat (2) dan/atau barang jadi dilaksanakan oleh Menteri. (4) Ketentuan mengenai persyaratan penggunaan dan registrasi bahan kimia dalam pangan dan/atau produk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (5) Persyaratan mengenai jenis dan jumlah, serta registrasi bahan kimia dalam produk konsumen selain yang dimaksud pada ayat (2) dan/atau barang jadi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 35 (1) Penggunaan bahan kimia yang diklasifikasi sebagai bahan kimia berbahaya dapat dibatasi atau dilarang. (2) Pembatasan atau pelarangan penggunaan bahan kimia berbahaya dilakukan melalui evaluasi manfaat-risiko dan/atau berdasarkan konvensi Internasional yang diratifikasi. (3) Bahan kimia berbahaya yang dilarang penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, riset dan pengembangan, medis dan pendidikan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan dan pelarangan penggunaan bahan kimia berbahaya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 13 Pasal 36 (1) Pengendalian terhadap pembuangan dan pemusnahan limbah bahan kimia, dilakukan melalui: a. penetapan persyaratan pembuangan dan pemusnahan bahan kimia; dan b. penetapan pedoman pembuangan dan pemusnahan bahan kimia. (2) Penetapan persyaratan dan pedoman pembuangan dan pemusnahan bahan kimia diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup setelah berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya. (3) Pengendalian pembuangan dan pemusnahan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V KESELAMATAN BAHAN KIMIA DAN PENGAMANAN BAHAN KIMIA Bagian Kesatu Umum Pasal 37 (1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup wajib melaksanakan tindakan Keselamatan Bahan Kimia dan Pengamanan Bahan Kimia. (2) Setiap Orang dilarang melakukan penyalahgunaan bahan kimia (abuse) dan penggunaan yang salah terhadap bahan kimia (mis-use) yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Bagian Kedua Keselamatan Terhadap Bahan Kimia Pasal 38 (1) Tindakan Keselamatan Bahan Kimia paling sedikit meliputi: a. penerapan kajian risiko dan manajemen risiko; dan b. penyediaan sistem tanggap darurat. (2) Penerapan kajian risiko dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi: a. identifikasi bahaya dan risiko; b. pemantauan dan evaluasi tingkat paparan terhadap bahan kimia; dan c. penerapan komunikasi risiko. (3) Penyediaan sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi: 14 a. penyediaan fasilitas tanggap darurat; b. penyediaan prosedur dan rencana tanggap darurat; dan c. tindakan evakuasi. (4) Tindakan Keselamatan Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan dengan pedoman keselamatan kimia. (5) Penetapan persyaratan dan pedoman keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Menteri. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Keselamatan Bahan Kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 39 (1) Upaya keselamatan untuk mereduksi risiko paparan terhadap bahan kimia dilakukan melalui: a. penetapan persyaratan nilai ambang batas paparan bahan kimia di tempat kerja; b. penetapan persyaratan baku mutu paparan bahan kimia di lingkungan; dan c. penetapan pedoman pemantauan dan evaluasi bahan kimia di tempat kerja dan/atau di lingkungan. (2) Penetapan persyaratan nilai ambang batas paparan bahan kimia serta pedoman pemantauan dan evaluasi bahan kimia di tempat kerja dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan serta instansi terkait sesuai dengan kewenangannya. (3) Penetapan persyaratan baku mutu paparan bahan kimia serta pedoman pemantauan dan evaluasi bahan kimia di lingkungan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup berkoordinasi dengan Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan serta instansi terkait sesuai dengan kewenangannya. (4) Pengendalian paparan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pengamanan Bahan Kimia Pasal 40 (1) Tindakan Pengamanan Bahan Kimia pada setiap simpul daur hidup paling sedikit meliputi: a. penyediaan prosedur operasional standar pengamanan bahan kimia; b. penyediaan informasi pengamanan bahan kimia; dan c. pengamanan fasilitas dan sarana industri. 15 (2) Tindakan Pengamanan Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan dengan pedoman Pengamanan Bahan Kimia. (3) Penetapan persyaratan dan pedoman Pengamanan Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Pengamanan Bahan Kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI RISET DAN PENGEMBANGAN Pasal 41 (1) Kegiatan riset dan pengembangan meningkatkan daya saing industri. bahan kimia dilakukan untuk (2) Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan pemanfaatan bahan baku lokal dan energi alternatif serta menghasilkan diversifikasi produk. (3) Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, industri, akademisi dan atau lembaga riset dan pengembangan. (4) Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan insentif apabila: a. menerapkan teknologi proses produksi yang efisien dalam penggunaan sumber daya bahan baku dan atau energi; b. menerapkan mekanisme pengembangan industri yang bersih (clean development mechanism); c. menerapkan inovasi teknologi proses atau rintisan teknologi; dan d. melakukan diversifikasi produk yang mengoptimalkan bahan baku lokal. (5) Pengaturan pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan teknologi, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang lingkungan hidup, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan. Pasal 42 (1) Pemerintah memfasilitasi dan membiayai program riset dan pengembangan melalui pembangunan pusat-pusat unggulan (centers of excellence) untuk mendukung pembangunan industri kimia secara berkelanjutan. (2) Pembangunan pusat-pusat unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, sektor industri dan akademisi. (3) Hasil-hasil riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dimanfaatkan oleh sektor industri kimia. 16 (4) Fasilitasi dan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan teknologi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan serta pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 43 (1) Kegiatan riset dan pengembangan dapat bekerjasama dengan pihak luar negeri dengan prinsip kesetaraan, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta memperhatikan kepentingan nasional. (2) Kerjasama riset dan pengembangan dengan pihak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai alih teknologi dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia. (3) Kerjasama riset dan pengembangan dengan pihak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan pengembangan berkoordinasi dengan Menteri dan pimpinan instansi terkait. Pasal 44 Pengaturan kegiatan riset dan pengembangan bahan kimia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. BAB VII KOMITE BAHAN KIMIA Pasal 45 (1) Untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup, perlu dibentuk Komite Bahan Kimia. (2) Komite Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas untuk: a. membangun dan mengembangkan pusat data dan informasi nasional tentang bahan kimia (national chemical inventory); b. melakukan identifikasi dan analisis terhadap manfaat-risiko dalam pengelolaan bahan kimia; c. melakukan identifikasi dan telaahan serta memberikan rekomendasi terhadap suatu peristiwa bencana kimia, kecelakaan kimia, keracunan kimia dan atau pencemaran kimia, berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan lembaga terkait; d. melakukan kajian risiko terhadap potensi penyalahgunaan (abuse) bahan kimia dan penggunaan yang salah (misuse) terhadap bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan melalui kerjasama dengan instansi terkait dan atau pihak luar negeri; e. menyelenggarakan konsultasi untuk pengembangan bahan kimia dan produk turunannya guna peningkatan nilai tambah dan daya saing; dan 17 f. menyiapkan program peningkatan kompetensi sumber daya manusia melalui pelatihan tentang pengelolaan bahan kimia. (3) Pengaturan mengenai pembentukan serta tugas Komite Bahan Kimia sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta mekanisme kerja dan koordinasi Komite Bahan Kimia dengan instansi terkait dilaksanakan oleh Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Bahan Kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan ayat (6), dan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2), dapat dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. pengumuman pelanggaran di media massa; d. pembekuan kegiatan; atau e. pencabutan izin atau penutupan kegiatan. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi dan besaran denda administratif diatur dengan peraturan Pemerintah. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 47 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi-instansi Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kimia, dapat diberikan kewenangan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang: a. menerima laporan dari setiap orang tentang adanya dugaan tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; 18 c. memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap orang atau korporasi yang diduga melakukan tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau korporasi sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; f. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan bahan kimia; g. menangkap pelaku tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia; h. meminta bantuan tenaga ahli dalam melakukan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan bahan kimia; dan i. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia. (3) Penyidik Pengawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 48 (1) Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dengan pasal 37 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah). (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusakan barang, kebakaran, ledakan, bahaya kesehatan, atau pencemaran lingkungan, pidananya ditambah menjadi paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah). (3) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). (4) Bahan kimia sebagai barang bukti tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan/atau ayat (3) disita oleh negara dan dapat dimusnahkan. Pasal 49 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, pidana dapat dijatuhkan terhadap 19 korporasi dan/atau personil pengendali korporasi. (2) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana tersebut: a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. Pasal 50 (1) Pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah maksimum pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ditambah dengan 1/3 (satu per tiga). (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa: a. pencabutan hak-hak tertentu; atau b. pengumuman putusan hakim. (3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), koorporasi dapat dikenai hukuman berupa; a. pembayaran uang pengganti; atau b. pengembalian keuntungan/rehabilitasi. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 52 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 20 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA AMIR SYAMSUDDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ... 21 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG BAHAN KIMIA I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terajut dalam untaian pulaupulau dari Sabang sampai Merauke dengan berbagai suku didalamnya, mempunyai tujuan sama yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tunpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana tertuang dalam Pembukan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam upaya mencapai tujuan nasional tersebut dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, aktivitas manusia tidak terlepas dari peran dan penggunaan bahan kimia dalam berbagai produk industri, baik secara langsung maupun sebagai produk turunannya. Bahan kimia yang merupakan suatu zat atau senyawa dapat berwujud padat, cair atau gas, dan berdasarkan komponen penyusunnya berbentuk tunggal atau persenyawaan (campuran) yang berasal dari alam maupun hasil proses produksi, dan bahan kimia sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Pemanfaatan bahan kimia yang berasal dari sumber daya alam baik yag tidak dapat diperbaharui (non-renewable) maupun yang dapat diperbaharui (renewable) perlu dioptimalkan untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa sebagaimana dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Seiring pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan industri telah memungkinkan banyak bahan kimia digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Bahan kimia merupakan bahan yang sangat strategis dan dalam penggunaannya sangat beraneka ragam, seperti penggunaan di sektor industri, pertanian, kesehatan, pertambangan, pertahanan, penelitian dan pengembangan produk berbasis kimia. Namun demikian bahan kimia dapat berpotensi menimbulkan malapetaka yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan apabila dalam pengelolaannya pada setiap simpul daur hidup bahan kimia tidak memenuhi kaidah yang semestinya. 22 Secara internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memprakarsai Strategic Approach to International Chemical Management (SAICM) pada tahun 2006 yang mengatur pengelolaan bahan kimia secara global. Selain itu terdapat pula berbagai konvensi maupun traktat internasional yang mengatur bahan kimia atau bahan berbahaya lainnya seperti Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm yang telah diratifikasi. Di tingkat nasional (Indonesia) pengaturan bahan kimia belum terintergrasi dalam bentuk Undang-undang yang mengatur secara khusus tentang bahan kimia. Bahwa saat ini pengaturan yang telah ada terhadap pemanfaatan bahan kimia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat sektoral, dan belum diatur secara komprehensif dalam suatu peraturan perundangan tersendiri. Dilihat dari sifat dan karateristik bahan kimia, maka dalam pemanfaatan bahan kimia agar tidak membawa bencana dan lebih banyak membawa manfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, serta melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, perlu adanya pengaturan yang komprehensif tentang bahan kimia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan tersebut meliputi bahan kimia yang berasal dari pengadaan dalam negeri maupun impor, termasuk pengenaan sanksi bagi setiap orang baik sengaja maupun tidak sengaja yang telah melakukan perbuatan yang terkait bahan kimia yang dapat mengakibatkan mengancam keselamatan dan keamanan negara, manusia serta lingkungan. Pengaturan bahan kimia diarahkan kepada penerapan sistem klasifikasi bahan kimia dan pengelolaannya pada setiap simpul daur hidup bahan kimia, serta pengawasannya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Huruf (a) Asas manfaat dan nilai tambah adalah pemberian nilai tambah dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan penghidupan manusia serta perlindungan manusia dan lingkungannya. 23 Huruf (b) Asas keseimbangan manfaat dan risiko adalah untuk memberikan keseimbangan manfaat produksi dan penggunaan bahan kimia dengan meminimalisasi risiko atau dampak negatif yang dapat ditimbulkannya baik terhadap kesehatan dan lingkungan. Huruf (c) Asas kepastian usaha adalah kepastian dapat terlaksana kegiatan usaha. Huruf (d) Asas keselamatan dan keamanan adalah upaya memberikan jaminan atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat, bangsa dan negara dalam pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidupnya. Pasal 3 Huruf (a) Sistem klasifikasi dan komunikasi bahaya yang harmonis dimaksud adalah sistem yang seragam dalam melakukan klasifikasi bahan kimia yang berdasarkan sifat bahaya dan cara penentuan tingkat atau kategori bahaya bahan kimia. Dan dalam sistem ini termasuk pula penyeragaman format label dan lembar data keselamatan bahan kimia, sebagai sarana komunikasi bahaya dalam pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup bahan kimia. Huruf (b) Cukup jelas. Huruf (c) Cukup jelas. Huruf (d) Cukup jelas 24 Huruf (e) Industri kimia hijau adalah desain produk kimia dan proses pengolahan bahan kimia dalam kegiatan industri yang mencari bahan alternatif atau upaya mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan berbahaya. Pasal 4 Ayat (1) Bahan kimia dapat dimanfaatkan dalam proses industri sebagai bahan baku, bahan penolong, bahan antara dan bahan jadi. Bahan kimia yang dihasilkan kepentingan dalam proses pertanian, industri dapat pertahanan, dimanfaatkan pangan, farmasi untuk dan/atau kesehatan, pendidikan; dan riset dan pengembangan. Bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk bahan bahan kimia campuran sebagai produk konsumen, bahan kimia yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan (BTP), pestisida, prekursor narkotika, prekursor psikotropika dan prekursor senjata kimia, bahan kimia hasil pertambangan serta bahan kimia yang diisolasi dari organisme hidup. Bahan baku adalah bahan kimia yang belum diolah atau mengalami satu atau beberapa tahap proses industri dan bukan berupa bahan setengah jadi dan atau bahan antara, namun dapat diproses lebih lanjut menjadi bahan antara, bahan setengah jadi atau bahan jadi, barang jadi dan atau produk. Bahan antara atau intermediate adalah bahan yang dapat berupa bahan setengah jadi yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri dan dapat diisolasi dan diproses lebih lanjut menjadi barang jadi dan atau produk. Bahan jadi adalah bahan kimia yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri dan dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi dan atau produk. 25 Ayat (2) Huruf (a) Zat radioaktif, obat, narkotika, dan psikotropika, serta bahan kimia yang hanya digunakan sebagai senjata kimia sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf (b) Bahan kimia yang dimaksud pada ayat ini adalah bahan kimia yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dari kegiatan riset tanpa dimaksudkan untuk diperdagangkan atau komersial. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Huruf (a) Nama bahan kimia dapat berupa nama sesuai nomenklatur yang ditetapkan oleh IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) dan atau nama dagang (trivial). Huruf (b) Cukup jelas. Huruf (c) Selain nomor registrasi CAS (Chemicals Abstract Services), dapat disertakan pula nomor bahan kimia dalam perdagangan seperti kode sistem harmonisasi (Harmonized System Code atau HS Code) sesuai ketentuan World Custom Organization (WCO). Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. 26 Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Sistem Harmonisasi Global (GHS) merupakan amanah dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui “United Nations Conference on Environment and Development” (UNCED) tahun 1992 untuk menerbitkan buku pedoman GHS sesuai dengan kesepakatan Agenda 21 Bab 19 paragraf 26 dan 27 pada Program Area B, yakni “Harmonisasi Sistem Klasifikasi dan Label Bahan Kimia”. Sistem Harmonisasi Global memberikan pedoman untuk harmonisasi sistem klasifikasi bahaya dan penentuan kategori tingkat bahaya bahan kimia, serta simbol bahaya bahan kimia dengan tujuan utama melindungi manusia dan lingkungan serta memperlancar arus perdagangan bahan kimia secara Internasional. Ayat (5) Bahan kimia berbahaya dimaksud adalah bahan kimia yang karena klasifikasi dan kategori tingkat bahayanya, serta konsentrasi dan/atau jumlahnya dapat mengakibatkan dampak negatif atau kerugian bagi manusia dan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Komunikasi bahaya dan risiko dalam ayat ini adalah penyampaian informasi mengenai sifat bahaya dan risiko berdasarkan hasil klasifikasi dan penentuan kategori bahaya, simbol bahaya serta informasi keselamatan dan keamanan penggunaan bahan kimia, yang dituliskan pada Label dan Lembar Data Keselamatan (LDK) Bahan kimia sebagai informasi penting yang diperlukan dalam pengelolaan bahan kimia. 27 Label dan LDK bahan kimia dibuat sesuai format yang ditetapkan GHS yakni terdiri dari 16 elemen dan digunakan sebagai cara dalam mengkomunikasikan bahaya dan risiko bahan kimia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Label dan Lembar Data Keselamatan Kimia (LDK) dimaksudkan pada ayat ini wajib dibuat dan disediakan jika memproduksi bahan kimia baru atau bahan kimianya belum memiliki Label dan LDK. Apabila bahan kimia yang diproduksi dan atau diperdagangkan merupakan bahan kimia dengan identitas yang sama dan sudah memiliki label dan LDK, maka produsen atau distributor wajib menyediaakannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 10 Huruf (a) Cukup jelas. Huruf (b) Identitias Produsen atau Pemasok yang dimaksud meliputi Nama Produsen atau importir dan atau Distributor, alamat produsen dan atau distributor serta nomor telepon yang dapat di hubungi. Huruf (c) Cukup jelas. Huruf (d) Informasi Keselamatan yang dimaksud meliputi piktogram (simbol) bahaya, kata sinyal atau peringatan, pernyataan bahaya jika 28 terkena/kontak, pernyataan kehati-hatian. Kata sinyal dapat berupa “Bahaya” (Danger) atau “Awas” (Warning), sesuai hasil klasifikasi bahan kimia berdasarkan GHS. Pasal 11 Ayat (1) Huruf (a) Bahan kimia tunggal adalah bahan kimia berupa unsur atau senyawa. Huruf (b) Bahan kimia campuran dan meliputi pula produk konsumen merupakan gabungan bahan kimia yang terdiri dari dua atau lebih yang komponen penyusunnya memiliki sifat bahaya masing–masing dalam campuran. Huruf (c) Nilai batas (cut-off value) adalah ukuran batas atau kandungan bahan kimia baik sebagai komponen tunggal, aditif dan atau pengotor di dalam bahan kimia (campuran) yang jika melebihi atau sama dengan nilai batas harus diperhitungkan dalam melakukan klasifikasi dan kategorisasi tingkat bahaya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. 29 Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf (a) Proses perizinan sebagaimana dimaksud pada huruf dalam ayat ini termasuk perencanaan kegiatan pada setiap simpul daur hidup bahan kimia. Huruf (b) Cukup jelas. Huruf (c) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. 30 Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. 31 Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Huruf (a) Manajemen risiko adalah suatu proses pengelolaan bahan kimia berbasis risiko, dilakukan berdasarkan tahapan proses kajian atau penilaian risiko yang meliputi; - Identifikasi bahaya - Kajian/penilaian paparan atau terkena bahan kimia, yang meliputi pemantauan dan evaluasi dampak paparan bahan kimia yang ditimbulkan; dan - Penetapan kriteria risiko Keluaran hasil tersebut adalah berupa data yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan sebagai dasar dalam melaksanakan manjemen risiko bahan kimia yaitu; menentukan kebijakan dan tindakan teknis dalam upaya mereduksi risiko bahan kimia. Huruf (b) Sistim tanggap darurat adalah suatu sistim pengelolaan keadaan darurat yang meliputi kesiap-siagaan darurat dan tindakan penanganan darurat untuk menanggulangi bencana, kecelakaan dan keracunan akibat bahan kimia serta kegiatan pelatihan (drilling) tanggap darurat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. 32 Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Upaya keselamatan untuk mereduksi risiko paparan bahan kimia dimaksud adalah upaya meminimalisasi kontak atau terkena bahaya bahan kimia yang dapat berdampak negatif atau merugikan bagi kesehatan dan lingkungan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. 33 Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Personil pengendali badan usaha atau korporasi adalah setiap yang mempengaruhi pengelolaan dan operasional lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan koorporasi komisaris, orang antara keluarga keluarga pengurus. Ayat (2) Cuku jelas. Ayat (3) Cuku jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN BERITA NEGARA NOMOR ... 34