RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

advertisement
RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
BAHAN KIMIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa bahan kimia merupakan bahan strategis yang memiliki
potensi nilai tambah yang sangat diperlukan dalam kehidupan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa bahan kimia selain bermanfaat juga berpotensi
menimbulkan risiko bagi kesehatan, keselamatan, dan
keamanan lingkungan yang apabila dalam pengelolaannya pada
setiap simpul daur hidup bahan kimia tidak memenuhi kaidah
semestinya;
c. bahwa pengaturan dan pengelolaan bahan kimia di Indonesia
perlu diintegrasikan menjadi satu kesatuan sistem hukum
tentang bahan kimia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk UndangUndang tentang Bahan Kimia;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BAHAN KIMIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan kimia adalah semua materi berupa unsur, senyawa tunggal,
dan/atau campuran yang berwujud padat, cair, atau gas.
1
2. Bahaya adalah sifat kemampuan alamiah bahan kimia yang dapat memberi
dampak negatf terhadap kesehatan manusia dan kualitas lingkungan.
3. Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan terjadinya bahaya bila
terpapar atau terkena bahan kimia.
4. Label adalah keterangan mengenai bahan kimia yang berbentuk
piktogram/simbol, tulisan, atau kombinasi keduanya atau bentuk lain
yang juga berisi informasi identitas produk dan pemasok serta klasifikasi
bahan kimia.
5. Lembar Data Keselamatan (Safety Data Sheet) adalah lembar petunjuk
yang berisi informasi bahan kimia meliputi komposisi, ingredien, sifat
físika, kimia, identitas atau jenis bahaya yang ditimbulkan, simbol bahaya,
identitas
produsen/distributor,
cara
penanganan,
pengankutan,
penyimpanan, pengendalian paparan, pertimbangan pembuangan,
tindakan khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang
diperlukan.
6. Kemasan bahan kimia adalah wadah untuk mengungkung dan/atau
membungkus bahan kimia.
7. Sistem Harmonisasi Global tentang Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia
(Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals)
adalah sistem global yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk menstandarisasi kriteria dan mengharmonisasikan
sistem klasifikasi bahaya bahan kimia serta mengkomunikasikan informasi
tersebut pada label dan Lembar Data Keselamatan.
8. Pengadaan bahan kimia adalah upaya untuk menyediakan atau memasok
bahan kimia sebagai bahan baku yang berasal dari hasil eksploitasi
sumber daya alam lokal atau hasil produksi dalam negeri atau impor.
9. Produksi bahan kimia adalah kegiatan yang menghasilkan bahan kimia
melalui proses pengolahan bahan baku menjadi bahan antara dan/atau
bahan jadi.
10. Penyimpanan bahan kimia adalah kegiatan penempatan bahan kimia
untuk menjaga kualitas dan kuantitas bahan kimia serta mencegah
terjadinya interaksi dengan sesama bahan kimia dan lingkungan.
11. Pengangkutan bahan kimia adalah kegiatan pemindahan bahan kimia dari
satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan cara dan sarana
angkutan khusus bahan kimia.
12. Pembuangan bahan kimia adalah upaya memproses dan membuang
limbah bahan kimia yang dihasilkan dari produksi atau penggunaan bahan
kimia yang berupa sisa hasil proses produksi yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali, bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak
memenuhi spesifikasi, dan/atau bekas kemasan bahan kimia.
13. Pemusnahan
bahan
kimia
adalah
upaya
destruksi
atau
dekomposisi/penguraian bahan kimia yang berupa sisa hasil proses
produksi yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, bahan kimia kadaluarsa,
bahan kimia yang tidak memenuhi spesifikasi dan/atau bekas kemasan
bahan kimia, baik secara teknologi atau secara alamiah menjadi bentuk
lebih sederhana.
14. Keselamatan bahan kimia (Chemical Safety) adalah upaya perlindungan
kesehatan manusia dan atau pekerja, fasilitas dan instalasi serta
lingkungan di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia dari
penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang salah.
2
15. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perindustrian.
16. Pengamanan bahan kimia (Chemical Security) adalah upaya perlindungan
bahan kimia di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia
terhadap penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang
salah.
17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
19. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
20. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan orang yang
terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum.
Pasal 2
Pengaturan bahan kimia berlandaskan pada asas:
a. nilai tambah;
b. keseimbangan manfaat dan risiko;
c. keselamatan dan keamanan; dan
d. kepastian berusaha.
Pasal 3
Pengaturan bahan kimia bertujuan:
a. mewujudkan sistem klasifikasi dan komunikasi bahaya secara harmonis;
b. mengoptimalkan pemanfaatan bahan kimia;
c. mencegah dan mereduksi risiko bahan kimia serta mewujudkan perlindungan
manusia dan lingkungan;
d. mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
e. mewujudkan industri kimia hijau yang maju, berdaya saing, dan mandiri.
Pasal 4
(1) Bahan kimia yang diatur dalam Undang-undang ini meliputi semua bahan
kimia, yang berupa bahan baku, bahan antara, bahan penolong dan/atau
bahan jadi.
(2) Bahan kimia yang tidak diatur dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. zat radioaktif, obat, narkotika, psikotropika, residu bahan kimia, bahan
antara yang tidak diisolasi, serta bahan kimia yang hanya digunakan
sebagai senjata kimia; dan
b. bahan kimia yang belum diproduksi secara massal, tidak diperdagangkan,
dan/atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan industri.
Pasal 5
Pengaturan bahan kimia dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. sistem klasifikasi, komunikasi bahaya dan risiko, serta kemasan bahan kimia;
b. pengelolaan bahan kimia;
c. keselamatan dan keamanan kimia;
3
d. riset dan pengembangan; dan
e. pembinaan dan pengawasan.
BAB II
SISTEM KLASIFIKASI, KOMUNIKASI BAHAYA DAN RISIKO,
SERTA KEMASAN BAHAN KIMIA
Bagian Kesatu
Sistem Klasifikasi
Pasal 6
Sistem klasifikasi bahan kimia dilakukan melalui tahapan:
a. identifikasi bahan kimia; dan
b. klasifikasi bahan kimia.
Pasal 7
Identifikasi bahan kimia sekurang-kurangnya terdiri atas :
a. nama bahan kimia;
b. rumus molekul; dan
c. nomor registrasi CAS (Chemical Abstracts Services).
Pasal 8
(1)
Klasifikasi bahan kimia dilakukan berdasarkan sifat bahayanya.
(2)
Bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bahaya fisik;
b. bahaya kesehatan; dan
c. bahaya lingkungan.
(3)
Bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kategori tingkat
bahaya dan simbol bahaya.
(4)
Kategori tingkat bahaya dan simbol bahaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditentukan berdasarkan kriteria dalam Sistem Harmonisasi Global.
(5)
Bahan kimia dinyatakan sebagai bahan kimia berbahaya apabila memenuhi
kategori tingkat bahaya yang ditetapkan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem klasifikasi dan penetapan kategori
tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4
Bagian Kedua
Komunikasi Bahaya dan Risiko Bahan Kimia
Pasal 9
(1)
Bahaya dan risiko bahan kimia wajib dikomunikasikan pada setiap simpul
daur hidup bahan kimia.
(2)
Simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pengadaan;
b. produksi;
c. ekspor;
d. penyimpanan;
e. pengangkutan;
f. distribusi;
g. penggunaan; dan
h. pembuangan dan pemusnahan.
(3)
Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
menyampaikan informasi dalam bentuk label dan Lembar Data Keselamatan
bahan kimia.
(4)
Label dan Lembar Data Keselamatan bahan kimia sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) wajib dibuat oleh Setiap Orang yang memproduksi bahan
kimia.
(5)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan pada simpul daur hidup bahan
kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib:
a. memasang label bahan kimia; dan
b. menyediakan dan menyertakan Lembar Data Keselamatan bahan kimia.
Pasal 10
Label bahan kimia paling sedikit memuat:
a. identitas bahan kimia;
b. identitas produsen atau pemasok;
c. informasi bahaya dan risiko; dan
d. informasi keselamatan.
Pasal 11
(1)
Lembar Data Keselamatan bahan kimia wajib disertakan untuk:
a. bahan kimia tunggal;
b. bahan kimia campuran yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia
berbahaya; dan
c. bahan kimia campuran selain yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia
berbahaya tetapi mengandung bahan kimia tambahan (aditif) dan/atau
5
pengotor yang diklasifikasikan berbahaya dengan konsentrasi melebihi
nilai batas (cut-off value).
(2)
Lembar Data Keselamatan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun dengan format sesuai ketentuan dalam Sistem Harmonisasi
Global.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan komunikasi bahaya
dan risiko bahan kimia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Kemasan Bahan Kimia
Pasal 13
(1) Bahan kimia wajib dikemas sesuai dengan persyaratan teknis paling sedikit
meliputi:
a. kemasan sesuai dengan wujud bahan kimia yang dikemas;
b. bahan kimia tidak berinteraksi atau bereaksi dengan kemasan;
c. tidak terjadi migrasi bahan kimia dari kemasan; dan
d. kemasan tidak mudah rusak dan/atau bocor.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi label yang
dilekatkan, dicetak atau dibubuhkan pada kemasan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan kemasan dan tata cara
pengemasan bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 14
(1)
Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan yang meliputi:
a. penetapan kebijakan nasional dan pedoman terkait pengelolaan bahan
kimia pada setiap simpul daur hidup;
b. pemberian izin untuk:
1) impor dan ekspor bahan kimia; dan
2) pengelolaan bahan kimia yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia
berbahaya pada setiap simpul daur hidup;
c. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan pada setiap simpul
daur hidup; dan
d. pelaksanaan evaluasi atas laporan kegiatan pada setiap simpul daur
hidup;
e. pengendalian kegiatan pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur
hidup;
6
f. penyelenggaraan riset dan pengembangan bahan kimia serta kerjasama
riset dan pengembangan bahan kimia dengan pihak luar negeri.
(2) Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang meliputi:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya terkait dengan pengelolaan bahan kimia ;
b. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terkait pengelolaan bahan
kimia di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya;
c. pemberian izin bahan kimia selain yang diklasifikasikan sebagai bahan
kimia berbahaya di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya, meliputi:
1) kegiatan produksi dan penyimpanan bahan kimia;
2) kegiatan distribusi bahan kimia;
3) kegiatan pengangkutan bahan kimia; dan
4) kegiatan pembuangan dan pemusnahan bahan kimia;
d. pelaksanaan evaluasi atas laporan kegiatan di setiap simpul daur hidup
bahan kimia di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya;
e. penyelenggaraan riset dan pengembangan bahan kimia di tingkat
provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya;
(3)
Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud ayat (2)
dilaksanakan untuk kegiatan pengelolaan bahan kimia yang bersifat lintas
kabupaten/kota.
(4)
Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (2)
dilaksanakan untuk kegiatan pengelolaan bahan kimia yang berada di
wilayah kabupaten/kota setempat.
BAB IV
PENGELOLAAN BAHAN KIMIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1)
Pengelolaan bahan kimia wajib dilakukan pada setiap simpul daur hidup
bahan kimia untuk mengoptimalkan manfaat dan mereduksi risiko bahan
kimia sesuai dengan klasifikasinya, untuk melindungi manusia dan
lingkungan.
(2)
Pengelolaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perizinan;
b. pelaporan;
c. pembinaan dan pengawasan; dan
d. pengendalian.
7
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 16
(1)
Setiap Orang yang melakukan pengadaan bahan kimia yang berasal dari
impor wajib memiliki izin.
(2)
Izin untuk impor sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan.
(3)
Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 17
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan produksi dan penyimpanan bahan
kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh Menteri, Gubenur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan serta
penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan ekspor bahan kimia wajib memiliki
izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang perdagangan.
(2)
Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan distribusi bahan kimia wajib
memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang perdagangan, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(2)
Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 20
(1)
Penggunaan bahan kimia yang diklasifikasikan sebagai bahan kimia
berbahaya wajib memiliki izin.
(2)
Penggunaan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penggunaan untuk kepentingan:
a. industri;
b. pertanian;
c. pertahanan;
8
d.
e.
f.
g.
pangan;
farmasi dan/atau kesehatan;
pendidikan; dan
riset dan pengembangan.
(3)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan oleh Menteri.
(4)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pertanian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertanian.
(5)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pertahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertahanan.
(6)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pangan, farmasi dan/atau
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e
diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang kesehatan dan/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian
terkait.
(7)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf f diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan.
(8)
Izin penggunaan bahan kimia untuk kepentingan riset dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan pengembangan.
(9)
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan serta
penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan pengangkutan bahan kimia wajib
memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah
dibidang
transportasi
dan/atau
gubenur
dan/atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang transportasi.
Pasal 22
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan pembuangan dan pemusnahan
bahan kimia wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan/atau gubenur dan/atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Persyaratan dan tata cara permohonan serta penerbitan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
9
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 23
(1)
Setiap Orang melakukan kegiatan pengadaan, produksi, ekspor,
penyimpanan,
pengangkutan,
pendistribusian,
penggunaan
serta
pembuangan dan pemusnahan bahan kimia wajib menyampaikan laporan.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
tentang:
a. realisasi kegiatan; dan
b. uraian jenis dan jumlah bahan kimia.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada menteri
terkait dan/atau gubenur dan/atau bupati/walikota yang menerbitkan izin,
dengan tembusan kepada Menteri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan tata cara penyusunan dan
penyampaian laporan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 24
(1)
Pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
kegiatan
impor,
ekspor,
pendistribusian, pengangkutan, serta pembuangan dan pemusnahan bahan
kimia dilaksanakan oleh menteri dan/atau Bupati/Walikota yang
menerbitkan izin.
(2)
Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 25
(1)
Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan produksi, penyimpanan dan
penggunaan bahan kimia untuk industri dilaksanakan oleh Menteri.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. penyusunan pedoman atau petunjuk teknis; dan
b. sosialisasi, pelatihan dan/atau bimbingan teknis.
(3)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. inspeksi dan verifikasi; dan
b. pemantauan dan evaluasi.
(4)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
dengan Peraturan Pemerintah.
10
Bagian Kelima
Pengendalian
Pasal 26
(1)
Pengendalian terhadap pengadaan bahan kimia yang berupa hasil
eksploitasi sumber daya alam dan/atau hasil industri dalam negeri
dilakukan melalui optimalisasi bahan kimia untuk meningkatkan nilai
tambah, pertumbuhan ekonomi dan daya saing global terhadap bahan
kimia, dan produk atau barang jadi yang dihasilkan dari pengolahan bahan
kimia.
(2)
Pemerintah memprioritaskan pengadaan bahan kimia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk memenuhi kebutuhan industri nasional
secara berkelanjutan.
(3)
Menteri menetapkan jenis dan jumlah kebutuhan pengadaan bahan kimia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai prioritas pengadaan bahan kimia, jenis,
dan jumlah kebutuhan pengadaan bahan kimia yang berupa hasil
eksploitasi sumber daya alam dan/atau hasil industri dalam negeri diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1)
Pengendalian terhadap impor bahan kimia dilakukan melalui registrasi,
persetujuan impor, dan/atau notifikasi impor, dengan memperhatikan
kebutuhan industri dan ketersediaan bahan kimia dalam negeri.
(2)
Bahan kimia yang diimpor wajib diregistrasi dan mendapatkan persetujuan
impor.
(3)
Registrasi bahan kimia sebagaimana
diselenggarakan oleh Menteri.
(4)
Persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan.
(5)
Persetujuan impor bahan kimia yang digunakan untuk industri diberikan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Menteri.
(6)
Dalam hal impor bahan kimia yang diklasifikasi sebagai bahan kimia
berbahaya wajib dilakukan notifikasi impor kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perdagangan.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara registrasi bahan
kimia yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(8)
Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan impor, serta tata cara
notifikasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan
ayat (6), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
dimaksud
pada
ayat
(2)
Pasal 28
(1) Pengendalian terhadap produksi bahan kimia dilakukan oleh Menteri
melalui:
11
a. Penetapan standar mutu produk bahan kimia;
b. Penetapan pedoman cara produksi bahan kimia yang baik; dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian kegiatan
produksi bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)
Pengendalian terhadap ekspor bahan kimia dilakukan melalui penetapan
jenis dan alokasi jumlah bahan kimia sebagai bahan baku untuk kebutuhan
industri dalam negeri.
(2)
Ekspor bahan kimia harus memperhatikan kebutuhan industri dan
ketersediaan bahan kimia dalam negeri.
(3)
Pengendalian ekspor bahan kimia dilaksanakan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah
berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait.
(4)
Persyaratan dan tata cara ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),
dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 30
(1)
Pengendalian terhadap penyimpanan bahan kimia dilakukan oleh Menteri
melalui:
a. penetapan pedoman cara penyimpanan bahan kimia yang baik; dan
b. penetapan persyaratan prasarana dan sarana penyimpanan bahan kimia.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian kegiatan
penyimpanan bahan kimia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1)
Pengendalian terhadap pengangkutan bahan kimia dilakukan melalui:
a. penetapan persyaratan spesifikasi teknis pengangkutan bahan kimia; dan
b. penetapan persyaratan sarana pengangkutan bahan kimia.
(2)
Penetapan persyaratan spesifikasi teknis dan sarana pengangkutan bahan
kimia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang transportasi setelah berkoordinasi dengan Menteri
dan instansi terkait.
(3)
Pengendalian pengangkutan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 32
(1)
Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia dilakukan melalui:
a. pemantauan rantai distribusi bahan kimia;
b. pencatatan distribusi; dan
c. pelaporan realisasi distribusi.
12
(2)
Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia dilaksanakan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan
setelah berkoordinasi dengan Menteri dan instansi terkait.
(3)
Pengendalian terhadap distribusi bahan kimia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 33
Pengendalian terhadap penggunaan bahan kimia dilakukan melalui:
a. pengaturan jenis dan jumlah penggunaan bahan kimia dalam pangan,
produk konsumen, dan/atau barang jadi berdasarkan kajian risiko dan
manfaat; dan
b. pembatasan dan/atau pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia yang
diklasifikasi sebagai bahan kimia berbahaya.
Pasal 34
(1)
Pengendalian terhadap penggunaan bahan kimia dalam pangan, produk
konsumen, dan/atau barang jadi, dilakukan melalui:
a. pengaturan persyaratan jenis dan jumlah bahan kimia yang digunakan
dalam pangan, produk konsumen dan/atau barang jadi; dan
b. registrasi bahan kimia yang terkandung dalam pangan, produk produk
konsumen, dan/atau barang jadi.
(2)
Penetapan persyaratan penggunaan dan registrasi dalam pangan, dan
produk konsumen yang terkait dengan farmasi, kesehatan, pertanian dan
atau produk bahan bakar minyak dan pelumas, dilaksanakan oleh menteri
terkait sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Penetapan persyaratan penggunaan dan registrasi bahan kimia dalam
produk konsumen selain yang dimaksud pada ayat (2) dan/atau barang jadi
dilaksanakan oleh Menteri.
(4)
Ketentuan mengenai persyaratan penggunaan dan registrasi bahan kimia
dalam pangan dan/atau produk konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(5)
Persyaratan mengenai jenis dan jumlah, serta registrasi bahan kimia dalam
produk konsumen selain yang dimaksud pada ayat (2) dan/atau barang jadi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1)
Penggunaan bahan kimia yang diklasifikasi sebagai bahan kimia berbahaya
dapat dibatasi atau dilarang.
(2)
Pembatasan atau pelarangan penggunaan bahan kimia berbahaya
dilakukan melalui evaluasi manfaat-risiko dan/atau berdasarkan konvensi
Internasional yang diratifikasi.
(3)
Bahan kimia berbahaya yang dilarang penggunaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan untuk kepentingan pertahanan
dan keamanan negara, riset dan pengembangan, medis dan pendidikan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan dan pelarangan penggunaan
bahan kimia berbahaya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13
Pasal 36
(1)
Pengendalian terhadap pembuangan dan pemusnahan limbah bahan kimia,
dilakukan melalui:
a. penetapan persyaratan pembuangan dan pemusnahan bahan kimia;
dan
b. penetapan pedoman pembuangan dan pemusnahan bahan kimia.
(2)
Penetapan persyaratan dan pedoman pembuangan dan pemusnahan bahan
kimia diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang pengelolaan lingkungan hidup setelah berkoordinasi dengan Menteri
dan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Pengendalian pembuangan dan pemusnahan bahan kimia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB V
KESELAMATAN BAHAN KIMIA
DAN PENGAMANAN BAHAN KIMIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
(1)
Setiap Orang yang melakukan kegiatan pengelolaan bahan kimia pada setiap
simpul daur hidup wajib melaksanakan tindakan Keselamatan Bahan Kimia
dan Pengamanan Bahan Kimia.
(2)
Setiap Orang dilarang melakukan penyalahgunaan bahan kimia (abuse) dan
penggunaan yang salah terhadap bahan kimia (mis-use) yang dapat
membahayakan manusia dan lingkungan.
Bagian Kedua
Keselamatan Terhadap Bahan Kimia
Pasal 38
(1)
Tindakan Keselamatan Bahan Kimia paling sedikit meliputi:
a. penerapan kajian risiko dan manajemen risiko; dan
b. penyediaan sistem tanggap darurat.
(2)
Penerapan kajian risiko dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:
a. identifikasi bahaya dan risiko;
b. pemantauan dan evaluasi tingkat paparan terhadap bahan kimia; dan
c. penerapan komunikasi risiko.
(3)
Penyediaan sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit meliputi:
14
a. penyediaan fasilitas tanggap darurat;
b. penyediaan prosedur dan rencana tanggap darurat; dan
c. tindakan evakuasi.
(4)
Tindakan Keselamatan Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan dengan pedoman keselamatan kimia.
(5)
Penetapan persyaratan dan pedoman keselamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan oleh Menteri.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Keselamatan Bahan Kimia diatur
dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 39
(1)
Upaya keselamatan untuk mereduksi risiko paparan terhadap bahan kimia
dilakukan melalui:
a. penetapan persyaratan nilai ambang batas paparan bahan kimia di
tempat kerja;
b. penetapan persyaratan baku mutu paparan bahan kimia di lingkungan;
dan
c. penetapan pedoman pemantauan dan evaluasi bahan kimia di tempat
kerja dan/atau di lingkungan.
(2)
Penetapan persyaratan nilai ambang batas paparan bahan kimia serta
pedoman pemantauan dan evaluasi bahan kimia di tempat kerja
dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Menteri, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan serta instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Penetapan persyaratan baku mutu paparan bahan kimia serta pedoman
pemantauan dan evaluasi bahan kimia di lingkungan dilaksanakan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengelolaan
lingkungan hidup berkoordinasi dengan Menteri, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan serta instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pengendalian paparan bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
(2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengamanan Bahan Kimia
Pasal 40
(1) Tindakan Pengamanan Bahan Kimia pada setiap simpul daur hidup paling
sedikit meliputi:
a. penyediaan prosedur operasional standar pengamanan bahan kimia;
b. penyediaan informasi pengamanan bahan kimia; dan
c. pengamanan fasilitas dan sarana industri.
15
(2)
Tindakan Pengamanan Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan dengan pedoman Pengamanan Bahan Kimia.
(3)
Penetapan persyaratan dan pedoman Pengamanan Bahan Kimia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Pengamanan Bahan Kimia diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RISET DAN PENGEMBANGAN
Pasal 41
(1)
Kegiatan riset dan pengembangan
meningkatkan daya saing industri.
bahan
kimia
dilakukan
untuk
(2)
Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan pemanfaatan bahan baku lokal dan energi alternatif serta
menghasilkan diversifikasi produk.
(3)
Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
oleh
Pemerintah,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten/kota, industri, akademisi dan atau lembaga riset dan
pengembangan.
(4)
Kegiatan riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan insentif apabila:
a. menerapkan teknologi proses produksi yang efisien dalam penggunaan
sumber daya bahan baku dan atau energi;
b. menerapkan mekanisme pengembangan industri yang bersih (clean
development mechanism);
c. menerapkan inovasi teknologi proses atau rintisan teknologi; dan
d. melakukan diversifikasi produk yang mengoptimalkan bahan baku
lokal.
(5)
Pengaturan pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan teknologi, menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang lingkungan hidup,
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
keuangan.
Pasal 42
(1)
Pemerintah memfasilitasi dan membiayai program riset dan pengembangan
melalui pembangunan pusat-pusat unggulan (centers of excellence) untuk
mendukung pembangunan industri kimia secara berkelanjutan.
(2)
Pembangunan pusat-pusat unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, sektor industri dan
akademisi.
(3)
Hasil-hasil riset dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat dimanfaatkan oleh sektor industri kimia.
16
(4)
Fasilitasi dan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang riset dan teknologi, dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan
serta pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 43
(1)
Kegiatan riset dan pengembangan dapat bekerjasama dengan pihak luar
negeri dengan prinsip kesetaraan, dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan serta memperhatikan kepentingan nasional.
(2)
Kerjasama riset dan pengembangan dengan pihak luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus disertai alih teknologi dan peningkatan
kompetensi sumber daya manusia.
(3)
Kerjasama riset dan pengembangan dengan pihak luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintah di bidang riset dan pengembangan berkoordinasi dengan
Menteri dan pimpinan instansi terkait.
Pasal 44
Pengaturan kegiatan riset dan pengembangan bahan kimia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
BAB VII
KOMITE BAHAN KIMIA
Pasal 45
(1)
Untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengawasan terhadap
pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup, perlu dibentuk
Komite Bahan Kimia.
(2)
Komite Bahan Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
untuk:
a. membangun dan mengembangkan pusat data dan informasi nasional
tentang bahan kimia (national chemical inventory);
b. melakukan identifikasi dan analisis terhadap manfaat-risiko dalam
pengelolaan bahan kimia;
c. melakukan identifikasi dan telaahan serta memberikan rekomendasi
terhadap suatu peristiwa bencana kimia, kecelakaan kimia, keracunan
kimia dan atau pencemaran
kimia, berkoordinasi dengan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan lembaga terkait;
d. melakukan kajian risiko terhadap potensi penyalahgunaan (abuse)
bahan kimia dan penggunaan yang salah (misuse) terhadap bahan
kimia yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan melalui
kerjasama dengan instansi terkait dan atau pihak luar negeri;
e. menyelenggarakan konsultasi untuk pengembangan bahan kimia dan
produk turunannya guna peningkatan nilai tambah dan daya saing; dan
17
f. menyiapkan program peningkatan kompetensi sumber daya manusia
melalui pelatihan tentang pengelolaan bahan kimia.
(3)
Pengaturan mengenai pembentukan serta tugas Komite Bahan Kimia
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta mekanisme
kerja dan koordinasi Komite Bahan Kimia dengan instansi terkait
dilaksanakan oleh Menteri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Bahan Kimia diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 46
(1)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat
(1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1),
Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan ayat (6), dan Pasal 37 ayat (1) dan
ayat (2), dapat dikenai sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurangkurangnya dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pengumuman pelanggaran di media massa;
d. pembekuan kegiatan; atau
e. pencabutan izin atau penutupan kegiatan.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi dan besaran denda
administratif diatur dengan peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi-instansi
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kimia,
dapat diberikan kewenangan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang:
a. menerima laporan dari setiap orang tentang adanya dugaan tindak
pidana di bidang yang terkait bahan kimia;
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia;
18
c. memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap orang atau korporasi
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang yang terkait bahan
kimia;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dalam
perkara tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia;
e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau korporasi
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang yang terkait
bahan kimia;
f. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan
bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran
yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
pengelolaan bahan kimia;
g. menangkap pelaku tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia;
h. meminta bantuan tenaga ahli dalam melakukan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang pengelolaan bahan kimia; dan
i. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang
adanya tindak pidana di bidang yang terkait bahan kimia.
(3)
Penyidik Pengawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan
memberitahukan penghentian penyidikan kepada penuntut umum melalui
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1)
Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dengan pasal
37 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda
paling banyak Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).
(2)
Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerusakan barang, kebakaran, ledakan, bahaya kesehatan, atau
pencemaran lingkungan, pidananya ditambah menjadi paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah).
(3)
Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas
miliar rupiah).
(4)
Bahan kimia sebagai barang bukti tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan/atau ayat (3) disita oleh negara dan dapat
dimusnahkan.
Pasal 49
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilakukan
oleh atau atas nama suatu korporasi, pidana dapat dijatuhkan terhadap
19
korporasi dan/atau personil pengendali korporasi.
(2)
Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana tersebut:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah;
dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
(3)
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka
korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
Pasal 50
(1)
Pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah maksimum pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ditambah dengan 1/3 (satu
per tiga).
(2)
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap
korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa:
a. pencabutan hak-hak tertentu; atau
b. pengumuman putusan hakim.
(3)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), koorporasi dapat
dikenai hukuman berupa;
a. pembayaran uang pengganti; atau
b. pengembalian keuntungan/rehabilitasi.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan
yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 52
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
20
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
AMIR SYAMSUDDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
21
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
BAHAN KIMIA
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terajut dalam untaian pulaupulau dari Sabang sampai Merauke dengan berbagai suku didalamnya,
mempunyai tujuan sama yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh
tunpah
darah
Indonesia,
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
sebagaimana tertuang dalam Pembukan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam
upaya
mencapai
tujuan
nasional
tersebut
dan
memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, aktivitas manusia tidak terlepas dari peran dan
penggunaan bahan kimia dalam berbagai produk industri, baik secara langsung
maupun sebagai produk turunannya.
Bahan kimia yang merupakan suatu zat atau senyawa dapat berwujud
padat, cair atau gas, dan berdasarkan komponen penyusunnya berbentuk
tunggal atau persenyawaan (campuran) yang berasal dari alam maupun hasil
proses produksi, dan bahan kimia sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia.
Pemanfaatan bahan kimia yang berasal dari sumber daya alam baik yag tidak
dapat
diperbaharui
(non-renewable)
maupun
yang
dapat
diperbaharui
(renewable) perlu dioptimalkan untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai
tambah
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan
bangsa
sebagaimana
dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Seiring pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan
industri telah memungkinkan banyak bahan kimia digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat. Bahan kimia merupakan bahan yang sangat
strategis dan dalam penggunaannya sangat beraneka ragam, seperti penggunaan
di sektor industri, pertanian, kesehatan, pertambangan, pertahanan, penelitian
dan pengembangan produk berbasis kimia. Namun demikian bahan kimia dapat
berpotensi menimbulkan malapetaka yang dapat membahayakan manusia dan
lingkungan apabila dalam pengelolaannya pada setiap simpul daur hidup bahan
kimia tidak memenuhi kaidah yang semestinya.
22
Secara internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memprakarsai
Strategic Approach to International Chemical Management (SAICM) pada tahun
2006 yang mengatur pengelolaan bahan kimia secara global. Selain itu terdapat
pula berbagai konvensi maupun traktat internasional yang mengatur bahan
kimia atau bahan berbahaya lainnya seperti Konvensi Basel dan Konvensi
Stockholm yang telah diratifikasi.
Di tingkat nasional (Indonesia) pengaturan bahan kimia belum terintergrasi
dalam bentuk
Undang-undang yang mengatur secara khusus tentang bahan
kimia. Bahwa saat ini pengaturan yang telah ada terhadap pemanfaatan bahan
kimia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat
sektoral, dan belum diatur secara komprehensif dalam suatu peraturan
perundangan tersendiri.
Dilihat dari sifat dan karateristik bahan kimia, maka dalam pemanfaatan
bahan kimia agar tidak membawa bencana dan lebih banyak membawa manfaat
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, serta melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, perlu adanya pengaturan yang
komprehensif tentang bahan kimia di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pengaturan tersebut meliputi bahan kimia yang berasal dari
pengadaan dalam negeri maupun impor, termasuk pengenaan sanksi bagi setiap
orang baik sengaja maupun tidak sengaja yang telah melakukan perbuatan yang
terkait bahan kimia yang dapat mengakibatkan mengancam keselamatan dan
keamanan
negara,
manusia
serta
lingkungan.
Pengaturan
bahan
kimia
diarahkan kepada penerapan sistem klasifikasi bahan kimia dan pengelolaannya
pada setiap simpul daur hidup bahan kimia, serta pengawasannya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf (a)
Asas manfaat dan nilai tambah adalah pemberian nilai tambah dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dan penghidupan manusia serta
perlindungan manusia dan lingkungannya.
23
Huruf (b)
Asas keseimbangan manfaat dan risiko adalah untuk memberikan
keseimbangan manfaat produksi dan penggunaan bahan kimia dengan
meminimalisasi risiko atau dampak negatif yang dapat ditimbulkannya
baik terhadap kesehatan dan lingkungan.
Huruf (c)
Asas kepastian usaha adalah kepastian dapat terlaksana kegiatan
usaha.
Huruf (d)
Asas keselamatan dan keamanan adalah upaya memberikan jaminan
atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat, bangsa dan
negara dalam pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur
hidupnya.
Pasal 3
Huruf (a)
Sistem klasifikasi dan komunikasi bahaya yang harmonis dimaksud
adalah sistem yang seragam dalam melakukan klasifikasi bahan kimia
yang berdasarkan sifat bahaya dan cara penentuan tingkat atau
kategori bahaya bahan kimia. Dan dalam sistem
ini termasuk pula
penyeragaman format label dan lembar data keselamatan bahan kimia,
sebagai sarana komunikasi bahaya dalam pengelolaan bahan kimia
pada setiap simpul daur hidup bahan kimia.
Huruf (b)
Cukup jelas.
Huruf (c)
Cukup jelas.
Huruf (d)
Cukup jelas
24
Huruf (e)
Industri kimia hijau adalah desain produk kimia dan proses pengolahan
bahan kimia dalam kegiatan industri yang mencari bahan alternatif
atau upaya mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan
berbahaya.
Pasal 4
Ayat (1)
Bahan kimia dapat dimanfaatkan dalam proses industri sebagai bahan
baku, bahan penolong, bahan antara dan bahan jadi. Bahan kimia yang
dihasilkan
kepentingan
dalam
proses
pertanian,
industri
dapat
pertahanan,
dimanfaatkan
pangan,
farmasi
untuk
dan/atau
kesehatan, pendidikan; dan riset dan pengembangan. Bahan kimia
sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk bahan bahan kimia
campuran sebagai produk konsumen, bahan kimia yang digunakan
sebagai bahan tambahan pangan (BTP), pestisida, prekursor narkotika,
prekursor psikotropika dan prekursor senjata kimia, bahan kimia hasil
pertambangan serta bahan kimia yang diisolasi dari organisme hidup.
Bahan baku adalah bahan kimia yang belum diolah atau mengalami
satu atau beberapa tahap proses industri dan bukan berupa bahan
setengah jadi dan atau bahan antara, namun dapat diproses lebih
lanjut menjadi bahan antara, bahan setengah jadi atau bahan jadi,
barang jadi dan atau produk.
Bahan antara atau intermediate adalah
bahan yang dapat berupa
bahan setengah jadi yang telah mengalami satu atau beberapa tahap
proses industri dan dapat diisolasi dan diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi dan atau produk.
Bahan jadi adalah bahan kimia yang telah mengalami satu atau
beberapa tahap proses industri dan dapat diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi dan atau produk.
25
Ayat (2)
Huruf (a)
Zat radioaktif, obat, narkotika, dan psikotropika, serta bahan kimia
yang hanya digunakan sebagai senjata kimia sebagaimana dimaksud
pada ayat ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf (b)
Bahan kimia yang dimaksud pada ayat ini adalah bahan kimia yang
dihasilkan dalam jumlah sedikit dari kegiatan riset tanpa dimaksudkan
untuk diperdagangkan atau komersial.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf (a)
Nama bahan kimia dapat berupa nama sesuai nomenklatur yang
ditetapkan oleh IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry) dan atau nama dagang (trivial).
Huruf (b)
Cukup jelas.
Huruf (c)
Selain nomor registrasi CAS (Chemicals Abstract Services), dapat
disertakan pula nomor bahan kimia dalam perdagangan seperti kode
sistem harmonisasi (Harmonized System Code atau HS Code) sesuai
ketentuan World Custom Organization (WCO).
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
26
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Sistem Harmonisasi Global (GHS) merupakan amanah dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui “United Nations Conference on Environment and
Development” (UNCED) tahun 1992 untuk menerbitkan buku pedoman
GHS sesuai dengan kesepakatan Agenda 21 Bab 19 paragraf 26 dan 27
pada Program Area B, yakni “Harmonisasi Sistem Klasifikasi dan Label
Bahan Kimia”.
Sistem Harmonisasi Global memberikan pedoman untuk harmonisasi
sistem klasifikasi bahaya dan penentuan kategori tingkat bahaya bahan
kimia, serta simbol bahaya bahan kimia dengan tujuan utama
melindungi
manusia
dan
lingkungan
serta
memperlancar
arus
perdagangan bahan kimia secara Internasional.
Ayat (5)
Bahan kimia berbahaya dimaksud adalah bahan kimia yang karena
klasifikasi dan kategori tingkat bahayanya, serta konsentrasi dan/atau
jumlahnya dapat mengakibatkan dampak negatif atau kerugian bagi
manusia dan pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Komunikasi bahaya dan risiko dalam ayat ini adalah penyampaian
informasi mengenai sifat bahaya dan risiko berdasarkan hasil klasifikasi
dan penentuan kategori bahaya, simbol bahaya serta informasi
keselamatan dan keamanan penggunaan bahan kimia, yang dituliskan
pada Label dan Lembar Data Keselamatan (LDK) Bahan kimia sebagai
informasi penting yang diperlukan dalam pengelolaan bahan kimia.
27
Label dan LDK bahan kimia dibuat sesuai format yang ditetapkan GHS
yakni terdiri dari 16 elemen dan digunakan sebagai cara dalam
mengkomunikasikan bahaya dan risiko bahan kimia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Label dan Lembar Data Keselamatan Kimia (LDK) dimaksudkan pada
ayat ini wajib dibuat dan disediakan jika memproduksi bahan kimia
baru atau bahan kimianya belum memiliki Label dan LDK. Apabila
bahan kimia yang diproduksi dan atau diperdagangkan merupakan
bahan kimia dengan identitas yang sama dan sudah memiliki label dan
LDK, maka produsen atau distributor wajib menyediaakannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf (a)
Cukup jelas.
Huruf (b)
Identitias Produsen atau Pemasok yang dimaksud
meliputi Nama
Produsen atau importir dan atau Distributor, alamat produsen dan atau
distributor serta nomor telepon yang dapat di hubungi.
Huruf (c)
Cukup jelas.
Huruf (d)
Informasi Keselamatan yang dimaksud meliputi piktogram (simbol)
bahaya,
kata
sinyal
atau
peringatan,
pernyataan
bahaya
jika
28
terkena/kontak, pernyataan kehati-hatian. Kata sinyal dapat berupa
“Bahaya” (Danger) atau “Awas” (Warning), sesuai hasil klasifikasi bahan
kimia berdasarkan GHS.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf (a)
Bahan kimia tunggal adalah bahan kimia berupa unsur atau senyawa.
Huruf (b)
Bahan
kimia
campuran
dan
meliputi
pula
produk
konsumen
merupakan gabungan bahan kimia yang terdiri dari dua atau lebih yang
komponen penyusunnya memiliki sifat bahaya masing–masing dalam
campuran.
Huruf (c)
Nilai batas (cut-off value) adalah ukuran batas atau kandungan bahan
kimia baik sebagai komponen tunggal, aditif dan atau pengotor di dalam
bahan kimia (campuran) yang jika melebihi atau sama dengan nilai
batas
harus
diperhitungkan
dalam
melakukan
klasifikasi
dan
kategorisasi tingkat bahaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
29
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf (a)
Proses perizinan sebagaimana dimaksud pada huruf dalam ayat ini
termasuk perencanaan kegiatan pada setiap simpul daur hidup bahan
kimia.
Huruf (b)
Cukup jelas.
Huruf (c)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
30
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
31
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Huruf (a)
Manajemen risiko adalah suatu proses pengelolaan bahan kimia berbasis
risiko, dilakukan berdasarkan tahapan proses kajian atau penilaian
risiko yang meliputi;
- Identifikasi bahaya
- Kajian/penilaian paparan atau terkena bahan kimia, yang meliputi
pemantauan dan evaluasi dampak paparan bahan kimia yang
ditimbulkan; dan
- Penetapan kriteria risiko
Keluaran hasil tersebut adalah berupa data yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah dan sebagai dasar dalam melaksanakan
manjemen risiko bahan kimia yaitu; menentukan kebijakan dan
tindakan teknis dalam upaya mereduksi risiko bahan kimia.
Huruf (b)
Sistim tanggap darurat adalah suatu sistim pengelolaan keadaan darurat
yang meliputi kesiap-siagaan darurat dan tindakan penanganan darurat
untuk menanggulangi bencana, kecelakaan dan keracunan akibat bahan
kimia serta kegiatan pelatihan (drilling) tanggap darurat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
32
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Upaya keselamatan untuk mereduksi risiko paparan bahan kimia
dimaksud adalah upaya meminimalisasi kontak atau terkena bahaya
bahan kimia yang dapat berdampak negatif atau merugikan bagi
kesehatan dan lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
33
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Personil pengendali badan usaha atau korporasi adalah setiap
yang mempengaruhi pengelolaan dan operasional
lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga
pengawas, keluarga direksi, dan
koorporasi
komisaris,
orang
antara
keluarga
keluarga pengurus.
Ayat (2)
Cuku jelas.
Ayat (3)
Cuku jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN BERITA NEGARA NOMOR ...
34
Download