kajian percepatan rekonstruksi pasca gempa bumi dan

advertisement
1
KAJIAN PERCEPATAN REKONSTRUKSI PASCA
GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DENGAN
PENDEKATAN SISTEM DINAMIK
Eko Rhoma D, Budisantoso W.
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak— Bencana gempa bumi dan tsunami
adalah contoh bencana alam yang menimbulkan dampak
kerusakan terbesar baik pada lingkungan fisik maupun
nonfisik. Indonesia merupakan salah satu negara yang
rawan terhadap bencana tersebut. Hal itu dikarenakan
posisi geografis dan geodinamika Indonesia, sehingga
kepulauan Nusantara memiliki aktivitas vulkanik dan
potensi gempa yang cukup tinggi. Berdasarkan fakta ini,
sebuah sistem penanggulangan bencana yang baik
terutama ketika proses rekonstruksi pasca tsunami sangat
diperlukan. Dalam penanggulangan bencana, terutama
penanganan rekonstruksi harus dilakukan suatu
perencanaan yang baik, cepat, efektif, dan tepat sasaran
agar mampu memulihkan kondisi masyarakat, baik secara
fisik, mental, sosial, dan ekonomi. Penelitian ini
memodelkan upaya rekonstruksi pasca bencana gempa
bumi dan tsunami dengan menggunakan sistem dinamik.
Hal ini dimaksudkan agar mampu mengetahui prioritas
tindakan yang harus dilakukan dalam melaksanakan
pembangunan
recovery
pada
lingkungan
fisik,
memprediksi efektifitas rekonstruksi yang akan dilakukan
berdasarkan waktu rekonstruksi, dan merekomendaikan
poin-poin penting dalam pembuatan kebijakan terkait
upaya rekonstruksi pasca tsunami.
Kata Kunci: gempa bumi, tsunami, sistem dinamik,
rekonstruksi, lingkungan fisik
I. PENDAHULUAN
Indonesia, selain negara kepulauan dan maritim yang
terkenal akan keindahannya juga rawan terjadi bencana gempa
bumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan letak geografis dan
geodinamika yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
menimbulkan aktivitas vulkanik dan kegempaan yang tinggi.
Selain itu, dipengaruhi juga oleh bentuk relief Indonesia yang
bervariasi, mulai dari pengunungan hingga pantai yang
kesemuanya rentan akan terjadinya bencana alam seperti
gempa buni dan tsunami. Pada tanggal 25 Oktober 2010,
gempa yang berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR menurut USGS)
mengguncang Propinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kerusakan yang
terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota
dan memakan korban jiwa lebih dari 1.100 orang.. Data
historis yang mencatat kegiatan seismik selama 200 tahun
kebelakang memperlihatkan bahwa Sumatera Barat sangat
rawan terhadap gempa, berkaitan dengan lokasinya yang
terletak pada zona pertemuan dari empat lempengan tektonik
yang besar. Struktur geologi daerah ditambah dengan
pemukiman penduduk yang padat di zona amplifikasi gempa
yang lebih tinggi membantu menjelaskan kerusakan besar
akibat gempa bumi, baik dalam hal korban jiwa maupun
kerusakan dan kerugian secara material. Kerusakan dan
kerugian di Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 21.6
trilliun atau setara dengan US$ 2.3 milyar. Hampir 80 persen
dari kerusakan dan kerugian terjadi pada sektor infrastuktur
(termasuk perumahan), diikuti oleh sektor produktif dengan 11
persen. Sama halnya dengan bencana lain yang sejenis,
perumahan merupakan sektor yang terkena dampak paling
parah, dengan kerusakan dan kerugian bernilai lebih dari Rp
15 trilliun. Dalam sektor produktif, perdagangan mengalami
dampak terbesar.
Gempa bumi memberikan dampak yang signifikan pada
sektor produktif dengan kerusakan dan kerugian mencapai
total Rp 2.4 trilliun. Dalam sektor ini, perdagangan dan
industri mengalami dampak terparah. Gempa yang terjadi telah
mengacaukan ribuan usaha kecil dan menengah (UKM), yang
umumnya beralokasi di daerah perkotaan, sementara
perusahaan-perusahaan besar mengalami kerusakan yang
relatif lebih kecil. Banyak pasar tradisional dan modern
mengalami kerusakan parah. Lebih dari 70 persen bangunan
hotel di Kota Padang rusak dan hancur. Selain itu, banyak
usaha yang berkaitan dengan pariwisata mengalami penurunan
jumlah wisatawan
setelah gempa bumi terjadi. Sektor
keuangan juga mengalami dampak yang signifikan: lebih dari
2,000 peminjam terkena dampak dan sebagian dari portofolio
pinjaman di lembaga perbankan diperkirakan menjadi kredit
macet.
Pada sektor pertanian, gempa bumi memberikan dampak
yang lebih kecil untuk sektor pertanian. Meskipun begitu
kerusakan untuk infrastruktur seperti sistem irigasi dan tambak
ikan mempengaruhi mata pencaharian penduduk di desa dan
2
pesisir. Pemulihan di sektor perdagangan dan pariwisata akan
menghadapi tantangan yang berat. Bantuan yang sesuai sasaran
akan dibutuhkan untuk membantu UKM memulai kembali
usaha mereka dan untuk masyarakat pedesaan dan pesisir yang
mana keluarganya mengalami kerusakan yang signifikan atas
rumah dan aset produktif agar mempunyai sumber daya untuk
memulai kembali kegiatan pencaharian mereka.
Tabel I Rincian Kerusakan dan Kerugian Pada Sektor Ekonomi Produktif
(Rp. Juta)
(Sumber : Penilaian Tim Gabungan BNPB, Bappenas, Pemda Provinsi
Sumatera Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, 22 November 2010)
Mengacu pada data dan informasi yang didapatkan maka
upaya prioritas tindakan dalam penanggulangan bencana
sangat dibutuhkan dalam pengambilan suatu kebijakan, baik
dalam upaya rehabilitasi maupun rekonstruksi agar dapat
berjalan cepat, efektif, terkoordinasi, dan tepat sasaran
sehingga mampu mengembalikan kondisi masyarakat baik
secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi seperti sebelum
terjadinya bencana. Mampu meningkatkan ketahanan
masyarakat terhadap ancaman-ancaman bencana yang terjadi
di masa mendatang sesuai butir ke tiga tujuan strategis Hyogo
Framework for Action. Implementasi rencana upaya prioritas
tindakan
penanggulangan bencana selalu mengalami
perubahan seiring dengan waktu dan karakteristik bencana,
sehingga menjadikan efektifitas rencana yang disusun tidak
dapat diketahui jika dijabarkan dalam bentuk konseptual dan
matematis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui waktu
rekonstruksi, dimana terdapat interaksi yang kompleks dan
hubungan sebab akibat pada saat terjadi bencana serta
perubahan pola sistem seiring dengan berubahnya waktu
menjadikan permasalahan dalam penelitian ini permasalahan
yang komplek yang mempunyai banyak variabel yang saling
terkait. Sistem dinamik adalah metode yang dapat
mengakomodasi interaksi antarvariabel pada sistem yang
kompleks dan mampu menunujukka perilaku variabel dalam
sistem.
A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Sumatra Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang
terletak di pesisir barat pulau Sumatera dengan ibu kota
Padang. Sumatera barat berbatasan langsung dengan Samudara
Hindia di sebelah barat, provinsi Jambi dan provinsi Bengkulu
di sebelah selatan, provinsi Riau di sebelah timur, dan provinsi
Sumatera Utara di sebelah utara. Berdasarkan data dari BPS
provinsi ini memiliki luas 42.297,30 km terdiri dari 12
kabupaten dan 7 kota dengan jumlah penduduk lebih dari
4.800.000 jiwa.
Sumatera Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia
yang rawan terhadap gempa bumi dan tsunami, disebabkan
letaknya yang secara tektonik berada diantara pertemuan dua
lempeng benua besar yaitu lempeng Eurasia dan lempeng
Indo-Australia dan patahan Semangko dan ditambah aktivitas
gunung berapi yang masih aktif.
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis
yang terletak diantara 0O55’00” - 3O21’00” Lintang Selatan
dan 98O35’00” - 100O32’00” Bujur Timur dengan luas
wilayah sebesar 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang
1.402,66 km. Secara geografis, daratan Kabupaten Kepulauan
Mentawai ini terpisahkan dari Provinsi Sumatera Barat oleh
Laut, yaitu dengan batas sebelah utara adalah Selat Siberut,
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah
timur berbatasan dengan selat Mentawai, serta sebelah barat
berbatasan dengan Samudera Hindia.
Bencana gempa bumi berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR
menurut USGS) kembali terjadi di Kepulauan Mentawai
Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 25 Oktober 2010 telah
memicu terjadinya gelombang tsunami. Kedalaman gempa
bumi yang cukup dangkal dan terletak pada zona subduksi
dibawah dasar
laut tersebut telah memicu terjadinya
gelombang tsunami yang menurut informasi dari BPBD
Provinsi Sumbar ketinggian gelombang mencapai 3 meter
telah menghasilkan landaan tsunami sejauh 1 km ke arah
daratan.
Guncangan gempa dan gelombang tsunami tersebut telah
menyebabkan kerusakan dan kerugian di 4 wilayah kecamatan
di Kepulauan Mentawai, yaitu Kecamatan Pagai Utara, Pagai
Selatan, Sipora Selatan, dan Sikakap.Wilayah Kecamatan
Pagai Selatan dan Kecamatan Pagai Utara merupakan daerah
yang paling parah terkena dampak gempa bumi dan
gelombang tsunami yang mengakibatkan banyak korban jiwa
dan kerusakan bangunan rumah serta sarana dan prasarana.
Hal ini juga turut dipengaruhi oleh letak geografis wilayah
Kecamatan Pagai Selatan yang berada dekat dengan pusat
kejadian gempa dan terletak di pesisir pantai barat.
Dengan demikian berdasarkan data sejarah gempa bumi di
Sumatera, dalam 100 tahun terakhir, sudah sekitar 20 gempa
besar dan merusak zona patahan ini. Berdasarkan penelitian,
aktivitas gempa bumi di patahan Semangko rata-rata sekitar 5
tahun sekali. Meskipun gempa bumi di zona patahan ini
magnitudonya relatif kecil, namun dampaknya bisa sangat
berbahaya disebabkan sumbernya berdekatan dengan kawasan
pemukiman.(BNPB,2011).
Dalam status kehidupan normal, masyarakat Sumatera
Barat harus mewaspadai adanya ancaman gempa tektonik
yang sewaktu-waktu bisa terjadi, dimana oleh para pakar
geologi dikatakan bahwa daerah Sumatera Barat adalah daerah
rawan terjadi tsunami. Hal ini berdampak pada timbulnya rasa
kecemasan dan bahaya bagi pemukiman padat penduduk yang
terletak di sepanjang pantai barat pulau Sumatera. Sehingga
dalam penelitian kali ini akan dimodelkan bencana gempa
bumi dan tsunami yang terjadi di Sumatera Barat dan
3
Kepulauan Mentawai dengan mengacu data dari rekapitulasi
badan organisasi yang terkait, seperti berikut ini:
Tabel 2 Hasil rekapitulasi keadaan fasilitas sebelum dan selama terjadi
bencana
Sumber : Diolah dari berbagai sumber (BNPB, BPS, Departemen
Perhubungan, dll)
C STOCK AND FLOW DIAGRAM
Tujuan pembuatan stock and flow diagram ini adalah untuk
penjabaran lebih rinci dari sistem yang sebelumnya
ditunjukkan oleh causal loop diagram karena pada diagram ini
memperhatikan pengaruh waktu terhadap keterkaitan antar
variabel, sehingga nantinya setiap variabel mampu
menunjukkan hasil akumulasi untuk variabel level, dan
variabel yang merupakan laju aktivitas sistem tiap periode
waktu disebut dengan rate.Perancangan stock and flow
diagram juga mempertimbangkan tujuan penelitian, salah
satunya yaitu merekomendasikan poin-poin penting dalam
penyusunan kebijakan rencana upaya rekonstruksi pasca
bencana tsunami .
Berikut ini adalah gambar model utama rekonstruksi untuk
beberapa fasilitas :
B. MODEL KONSEPTUAL SISTEM DINAMIK
Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel didapat berdasarkan karakteristik dan
perilaku yang terjadi akibat pengaruh gempa bumi dan
gelombang tsunami pada suatu wilayah tertentu. Variabel yang
terdapat pada penelitian ini didapatkan berdasarkan hasil
brainstorming dengan ditunjang literatur terpercaya berupa
report kejadian gempa bumi Mentawai 2010 oleh lembaga
pemerintah (BNPB, BRR, BPS, TDMRC, ATDR).
Causal Loops Diagram
Causal Loops diagram disusun berdasarkan variabel
teridentifikasi. Dalam causal loop diagram, juga akan di
tunjukkan hubungan sebab akibat (causal relationship) antar
variabel dan membentuk suatu diagram sebab akibat (causal
loops diagram).
Dari konseptualisasi model melalui causal loops diagram
sebelumnya, terlihat bahwa tujuan utama pemodelan ini adalah
mencari efektivitas tindakan tanggap darurat yang dilakukan
yang dapat dilihat dari waktu pelaksanaan tanggap darurat.
Gambar 1 Causal Loops Diagram
Gambar 2 Model Rekonstrusksi Jalan Raya.
Gambar 3 Model Rekonstrusksi Fasilitas Listrik.
4
Gambar 4 Model Rekonstrusksi Sektor Hunian
Gambar 7 Grafik Hasil Running Waktu Rekostruksi Sektor Jalan Raya
D VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL
Verifikasi model dilakukan untuk memeriksa error pada
model dan meyakinkan bahwa model berfungsi sesuai dengan
logika pada obyek sistem. Selain itu, verifikasi juga perlu
dilakukan dengan memeriksa formulasi (equations), model dan
memeriksa unit (satuan) variabel dari model. Jika tidak
terdapat error pada model, maka dapat dikatakan model sudah
terverifikasi. Berdasarkan hasil simulasi model, program sudah
berjalan dengan baik, tanpa terjadi error pada unit maupun
formulasi. Sedangkan, validasi model bertujuan untuk
menunjukkan bahwa model telah dapat merepresentasikan
sistem nyata. Validasi yang digunakan adalah uji struktur
model, uji parameter model, uji kecukupan batasan, uji kondisi
ekstrim, dan uji perilaku model menggunakan metode Barlas
[2].
E. RUNNING MODEL SIMULASI
Model dibuat dengan tujuan untuk mengetahui waktu
rekonstruksi pasca bencana gempa bumi dan tsunami. Berikut
merupakan hasil simulasi dengan menggunakan software
STELLA. Model disimulasikan selama 2160 hari guna
memperlihatkan secara detail perilaku pra bencana hingga fase
rekonstruksi dengan bantuan software STELLA.
Gambar 8 Grafik Hasil Running Model Sektor Burung
II. HASIL DAN DISKUSI
MODEL SKENARIO KEBIJAKAN
Skenario 1: Percepatan Rekonstruksi Fasilitas dan
Infrastruktur Berdasarkan Variabel Jumlah Tenaga Kerja
Eksternal (Variabel Lain Tetap)
Gambar 5 Grafik Hasil Running Model Simulasi
Skenario berikut dilakukan dengan mengubah variabel
pada model sehingga didapatkan percepatan perilaku yang
merepresentasikan percepatan waktu rekonstruksi pasca
terjadinya gempa bumi dan tsunami dan estimasi besarnya
biaya. Dengan mengubah nilai pada variabel tenaga kerja
maka akan berpengaruh pada perubahan waktu dan biaya.
Semakin besar nilai variabel yang diskenariokan maka waktu
rekonstruksi semakin cepat dan biaya semakin besar. Namun
pada titik tertentu, jika nilai variabel yang diskenariokan
diubah hingga batas terkecil dapat menyebabkan waktu
rekonstruksi menjadi lebih lama dan biaya semakin membesar.
Hal itu dikarenakan hubungan positif antara waktu
5
rekonstruksi terhadap alokasi biaya seperti yang dijelaskan
pada causal loop di atas.
Skenario 2 : Percepatan Rekonstruksi Fasilitas dan
Infrastruktur Berdasarkan Variabel Partisipasi Jumlah
Masyrakat Gotong-Royong Membangun (Variabel Lain
Tetap)
Skenario kedua adalah mengenai perubahan partisipasi
jumlah masyarakat yang ikut goyong-royong untuk upaya
melakukan pembangunan pada fase rekonstruksi . Sama seperti
sebelumnya, skenario ini dilakukan dengan
mengubah
variabel pada model sehingga didapatkan percepatan perilaku
yang merepresentasikan percepatan waktu rekonstruksi pasca
terjadinya gempa bumi dan tsunami dan estimasi besarnya
biaya, dimana variabel yang diubah adalah partisipasi jumlah
masyarakat yang ikut goyong-royong. Dengan mengubah nilai
pada variabel tenaga kerja maka akan berpengaruh pada
perubahan waktu dan biaya. Semakin besar nilai variabel yang
diskenariokan maka waktu rekonstruksi semakin cepat dan
biaya semakin besar. Namun pada titik tertentu, jika nilai
variabel yang diskenariokan diubah hingga batas terkecil dapat
menyebabkan waktu rekonstruksi menjadi lebih lama dan
biaya semakin membesar. Hal itu dikarenakan hubungan
positif antara waktu rekonstruksi terhadap alokasi biaya seperti
yang dijelaskan pada causal loop di atas.
Skenario 3: Percepatan Rekonstruksi Fasilitas dan
Infrastruktur
Berdasarkan
Variabel
Penggunaan
Teknologi (Variabel Lain Tetap)
Skenario ketiga mengenai spesifikasi
rekonstruksi
bangunan yang akan didirikan kembali. Skenario ini dilakukan
dengan mengubah variabel pada model sehingga didapatkan
percepatan perilaku yang merepresentasikan percepatan waktu
rekonstruksi pasca terjadinya gempa bumi dan tsunami dan
estimasi besarnya biaya, dimana variabel yang diubah adalah
spesifikasi bangunan. Dengan menganggap variabel lain
konstan. Maka semakin baik spesifikasi bangunan yang
diinginkan akan semakin lama pula waktu rekonstruksi pada
fase ini. Hal itu akan berdampak pada besarnya alokasi biaya
yang akan dianggarkan dalam upaya ini. Berdasarkan hal ini,
maka deskripsi tersebut sesuai dengan logika parameter yang
terdapat pada causal loops diagram di atas.
Skenario 4 : Percepatan Rekonstruksi Fasilitas dan
Infrastruktur Berdasarkan Variabel Spesifikasi Bangunan
(Variabel Lain Tetap)
Skenario
keempat
adalah
mengenai
perubahan
penggunaaan teknologi untuk upaya melakukan pembangunan
pada fase rekonstruksi . Skenario ini dilakukan dengan
mengubah
variabel pada model sehingga didapatkan
percepatan perilaku yang merepresentasikan percepatan waktu
rekonstruksi pasca terjadinya gempa bumi dan tsunami dan
estimasi besarnya biaya, dimana variabel yang diubah adalah
partisipasi jumlah masyarakat yang ikut penggunaan jumlah
teknologi. Semakin banyak penggunaan teknologi maka
menyebabkan waktu rekonstruksi semakin cepat. Tetapi pada
suatu titik, lamanya waktu rekonstruksi dengan jumlah
variabel yang minim akan menyebabkan pembengkakan
biaya jika dibandingkan dengan penambahan variabel secara
ekstrim. Penambahan variabel secara ekstrim memang
menyebabkan alokasi biaya pada awal-awal periode lebih
besar, namun seiring penyelesaian rekonstruksi dengan
parameter utama waktu. Penambahan variabel secara ekstrim
bisa jadi menyebabkan alokasi pendanaan lebih kecil jika
dibandingkan degan alokasi biaya pada kondisi normal.
Namun kadang kalanya, hal itu terbatas oleh banyaknya
resource variabel.
Skenario 5 : Skenario Sektor Hunian
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai skenario untuk
sektor hunian. Berbeda dengan sektor-sektor lain, berdasarkan
brainstorming dengan pihak-pihak terkait maka skenario pada
sektor ini hanya melibatkan variabel alokasi pendanaan.
Sehingga dapat diketahui bahwa jika alokasi pendanaan
rekonstruksi tahunan untuk sektor hunian maka waktu
rekonstruksi pun akan berjalan semakin cepat.
Dari skenario-skenario di atas dapat dibandingkan
berdasarkan hasil simulasi dihasikan terhadap waktu
rekonstruksi dan besarnya biaya.
Tabel 2 Rekap Hasil Running Skenario
Setelah dilakukan perbandingan maka dapat diketahui
prioritas skenario yang akan direkomendasikan sebagai
kebijakan yang akan diambil. Data tersebut menunjukkan
bahwa skenario 4, yakni penggunaan teknologi yang dapat
direkomendasikan sebagai poin penting dalam melakukan
upaya rekonstruksi.
I. KESIMPULAN/RINGKASAN
Dari hasil simulasi dan analisis yang telah dilakukan
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pada penelitian ini dikembangkan model simulasi
rencana rekonstruksi pasca bencana gempa bumi dan
tsunami untuk menggambarkan perilaku wilayah yang
terkena
dampak
gelombang
Tsunami.
Model
dikembangkan berdasarkan data sekunder dengan
pemodelan sistem dinamik. Variabel tujuan dalam
penelitian ini adalah memprediksi waktu rekonstruksi
bencana tsunami dan alokasi biaya.
2.
Berdasarkan model konseptual causal loops diagram,
diketahui bahwa variabel perencanaan upaya rekonstruksi
pasca bencana gempa bumi dan tsunami berperan penting
memberikan pengaruh pada waktu rekonstruksi dan
alokasi biaya untuk beberapa fasilitas adalah jumlah
penggunaan tenaga kerja, jumlah masyarakat yang ikut
berpartisipasi/ gotong-royong dalam upaya rekonstruksi,
6
3.
4.
spseifikasi bangunan yang akan didirikan kembali, dan
jumlah penggunaan teknologi dalam upaya rekonstruksi.
Berdasarkan model simulasi stock and flow diagram,
diketahui bahwa variabel perencanaan rekonstruksi pasca
bencana gempa bumi dan tsunami yang memberikan
pengaruh paling signifikan pada percepatan waktu
rekonstruksi untuk beberapa sektor fasilitas, kecuali
hunian adalah penggunaan jumlah teknologi.
Berdasarkan model simulasi stock and flow diagram,
diketahui bahwa variabel perencanaan rekonstruksi pasca
bencana gempa bumi dan tsunami yang memberikan
pengaruh paling signifikan pada percepatan waktu
rekonstruksi untuk sektor hunian adalah alokasi
pendanaan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
Alfian, Q., 2012. Upaya Percepatan Waktu Tanggap Darurat Terhadap
Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami.
Barlas, Y., 1996. Format Aspect of Model Validity and Validation in
System Dynamics. System Dynamics Review., pp.12(3), 183-210.
BNPB, 2008. Pedoman Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
BNPB, 2010. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana, Serta Percepatan Pembangun Wilayah Kepulauan Mentawai
Provinsi Sumatra Utara Tahun 2011-2012
Deegan, M.A., 2006. Defining the Policy Space for Disaster
Management: A System Dynamics Approach to U.S. Flood Policy
Analysis. Proceeding of International System Dynamics Conference.
Deegan, M.A., 2006. Developing Causal Map Codebooks to Analyze
Policy Recommendations: A preliminary content analysis of floodplain
management recommendations following the 1993 Midwest Floods.
Proceeding of International System Dynamics Conference.
Deegan, M.A., 2007. Exploring U.S. Flood Mitigation Policies: A
Feedback View of System Behavior. Proceeding of International System
Dynamics Conference.
Goncalvez, 2008. System Dynamics Modelling of Humanitarian Relief
Operation. Proceeding of International System Dynamics Conference.
Kusuma, M.S.B..M.B.A.M.F., 2008. Modeling Two Dimension
Inundation Flow Generated by Tsumani Propagation in Banda Aceh
City. Aceh Tsunami Digital Repository.
Mauter, M., 2004. MODELING COMMUNITY GOAL DYNAMICS: A
SYSTEM DYNAMICS APPROACH TO INCREASING THE GOAL
OF SAFETY WITHOUT THE STIMULUS OF DISASTER. Proceeding
of International System Dynamics Conference.
Ontowirjo, B.V.A., 2008. Tsunami Run-Up Induced Scouring. Aceh
Tsunami Digital Repository.
Purnomo, S., 2011, Pengantar Sistem Dinamik. [Online] Available at:
http://labsistemtmip.files.wordpress.com/2011/05/pengantar-sistemdinamik.pdf [Accessed 11 January 2012]]
Putra, A.S., 2011, Model Simulasi Rencana Kontinjensi Tsunami Dan
Pengaruh Terhadap Waktu Recovery Pasca Bencana (Sebuah
Pendekatan Sistem Dinamik)
Ramezankhani, A.M.N., 2006. A System Dynamics Approach on PostDisaster Management : A Case Study of Bam Earthquake, Desember
2003
Rand, E.C., 2009. Environmental health in post-tsunami Villages versus
relocation shelters. Aceh Tsunami Digital Repository.
Rizal, S.I.S.Y.I., 2009. Simulation of Aceh Waters Circulation with a 3D Numerical Model. Aceh Tsunami Digital Repository.
Sadisun, I.A., 2007. Peran dan Fungsi Standard Operation Procedure
(SOP) dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam di Jawa Barat.
Aceh Tsunami Digital Repository.
Sakamoto, M.Y.K.M.M., 2008. Disaster Perception and Behavior of
Tsunami Affected People in Banda Aceh. Aceh Tsunami Digital
Repository.
Schreckengost, R.C., 1985. Dynamics Simulation Model : How Valid
Are They? Wahington D.D.: US. Goverment Printing Office.
[20] Shigenobu, T.D.I.D.K., 2009. Sustainable tsunami risk reduction and
utilization of tsunami hazard map (THM). Aceh Tsunami Digital
Repository.
[21] Thuy, N.B.N.T.a.K.T., 2008. Investigation the Effect of Open Gap in
Coastal Forest on Tsunami Reduction by Experiment and Numerical
Simulation. Aceh Tsunami Digital Repository.
[22] Tirahmah, 2008. Analisis Resiko Bencana Geologi Menggunakan GIS
Di Nanggroe Aceh Darussalam. Management of GeoRisk NAD.
[23] UU No. 11, 2008. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN
BENCANA.
Jakarta:
LEMBARAN
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 11.
[24] Wijatmiko, I.K.M., 2009. Determining Evacuation Service Areas and
Evacuation Route Risk Level as Disaster Mitigation Plan using GIS.
Aceh Tsunami Digital Repository.
[25] Yufeng Ho, C.L.H.-L.W., 2006. Dynamic model for earthquake disaster
prevention system: a case study of Taichung City, Taiwan. Proceeding
of International System Dynamics Conference.
Download