BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak diantara beberapa patahan lempeng benua yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Filipina di sebelah utara, lempeng Australia di bagian selatan, dan lempeng Pasifik di bagian timur kepulauan. Dengan adanya lempeng-lempeng tersebut maka Indonesia menjadi area dengan zona sesismik tertinggi di dunia. Hal tersebut juga menjadi faktor yang menyebabkan terdapat banyak gunung berapi aktif dan berpotensi aktif di Indonesia. Pada tanggal 2 September 2009 pukul 14:55 WIB, gempa bumi berkekuatan 7,3 SR terjadi di pantai selatan Jawa Barat. Setidaknya 80 orang tewas dan masih banyak lagi yang terluka. Dampak dari gempa ini tersebar hingga hampir seluruh Jawa Barat dengan intensitas maksimum MMI pada level VII di Tasikmalaya, VI di Cianjur dan Sukabumi, V di Bandung, dan VI di Jakarta. Berdasarkan laporan dari NEIC-USGS episentrum gempa terletak pada 7,8o LS dan 107,25o BT dengan kedalaman 46 km. Salah satu kawasan yang terkena dampak dari gempa bumi ini adalah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Dari 13 Desa yang ada di wilayah Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung, hampir seluruh rumah di wilayah tersebut mengalami kerusakan akibat guncangan gempa (www.antaranews.com, 11 Januari 2010). Korban jiwa dan kerugian yang terjadi dapat diakibatkan oleh kesalahan dalam pembangunan kawasan terutama dalam penataan ruang permukiman. Tata ruang yang tidak sesuai dengan morfologi dan geologi kawasan dapat berakibat fatal jika terjadi bencana seperti gempa bumi. Studi mengenai perencanaan suatu kawasan untuk kegiatan mitigasi bencana gempa bumi perlu dilakukan agar dapat tercipta tata ruang permukiman di wilayah Indonesia yang tahan gempa. Oleh karena itu perlu adanya suatu perencanaan tata ruang wilayah yang memperhatikan aspek-aspek geologi kawasan dan kebutuhan dalam hal mitigasi bencana. Sehingga ruang yang tercipta dapat mengurangi resiko dan dampak dari bencana yang terjadi. 2 1.2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah menyusun rencana lanskap permukiman untuk mitigasi bencana gempa bumi di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. 1.3. Kerangka Pikir Studi Gempa bumi adalah bencana yang tidak dapat diperkirakan waktu kemunculannya. Ketika sebuah gempa bumi muncul, dampak yang ditimbulkan dapat bervariasi tergantung pada kekuatan getaran yang terjadi. Dampak yang ditimbulkan gempa dapat terlihat dari kondisi pasca gempa seperti kerusakan struktur dan infrastruktur serta jumlah korban jiwa. Untuk dapat mencegah atau mengurangi resiko dari dampak sebuah bencana gempa bumi maka perlu adanya tindakan mitigasi yang tepat pasca bencana khususnya di kawasan permukiman. Dalam merencanakan sebuah kawasan permukiman yang tahan serta tanggap gempa perlu adanya penilaian terhadap beberapa aspek seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Aspek-aspek tersebut menurut Fabos dan Caswell (1976) diawali dengan menganalisis potensi sumberdaya alam kawasan yang perlu dilindungi dari berbagai jenis kegiatan pengembangan terutama pengembangan fisik. Selanjutnya secara sekuensis dilakukan analisis terhadap kawasan berbahaya (hazard zone) berupa kerawanan terhadap gempa bumi dengan kriteria penilaian yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Pada tahap akhir dilakukan analisis kesesuaian pengembangan untuk kawasan permukiman. Permukiman yang baik untuk mitigasi bencana sebaiknya terletak pada zona yang sesuai dan terhindar dari hazard serta tidak mengganggu sumberdaya alam yang dilindungi. Selanjutnya untuk kegiatan mitigasi maka perlu adanya suatu rancangan pola permukiman, jalur evakuasi, dan pusat-pusat evakuasi. 3 Gambar 1. Kerangka Pikir Studi