25 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka

advertisement
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Struktur Pasar
Struktur pasar dijabarkan sebagai lingkungan persaingan dalam pasar
untuk sebuah produk atau jasa (Pappas dan Hirschey, 1995). Dalam konteks
perdagangan internasional, pasar yang dimaksud adalah negara-negara di dunia
dengan struktur pasar yang dijabarkan dalam bentuk serangkaian karakteristik
industri dari tiap belahan dunia. Struktur pasar secara umum dicirikan dengan
dasar empat karakteristik industri yaitu, jumlah dan distribusi ukuran dari pembeli
dan penjual serta para pendatang potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk,
jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi keluar
dan masuk industri. Atas dasar empat karakteristik industri tersebut maka struktur
pasar dibedakan menjadi empat macam pasar, berikut disajikan pada tabel 10
macam-macam pasar dan cirinya.
Tabel 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya
Ciri-ciri
Jumlah
Perusahaan
Jenis Produksi
Kekuatan dalam
penentuan harga
Kemungkinan
keluar/masuk
Sempurna
Sangat banyak
standar/identik
Homogen
Tidak ada
Sangat mudah
Macam-macam Pasar/Persaingan
Monopoli
Monopolistis
Satu/corporate
Banyak
Unik/exclusive
Sangat besar
Berbeda corak
Sedikit
Dari luar tidak
mungkin masuk
Cukup mudah
Persaingan di
Tidak ada
Iklan
Iklan
luar harga
Sumber: Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, 2003
Oligopoli
Sedikit atau
standar
Berbeda
Sedikit tanpa
kerjasama
atau banyak
dengan
kerjasama
Hambatan
relatif cukup
kuat
Iklan bila
kolusif
26
1. Pasar Persaingan Sempurna
Persaingan sempurna (murni) terjadi ketika para produsen individual di
pasar tidak memiliki pengaruh atas harga. Mereka adalah para pengambil harga
(price takers) sebagaimana diperbandingkan dengan penentu harga. Tidak adanya
pengaruh terhadap harga ini memerlukan kondisi, pertama adalah adanya
sejumlah besar pembeli dan penjual. Dimana setiap perusahaan dalam industri
memproduksi sebagian kecil dari keluaran industri dan setiap pelanggan hanya
membeli sebagian kecil dari produk total.
Kedua adalah homogenitas produk, dimana keluaran tiap perusahaan
dipandang oleh para pelanggan sebagai produk yang pada dasarnya sama dengan
keluaran setiap perusahaan lainnya dalam industri tersebut. Ketiga adalah
kebebasan masuk dan keluar pasar. Dalam hal ini perusahaan-perusahaan tidak
dibatasi untuk memasuki dan meninggalkan industri tersebut. Keempat adalah
penyebaran informasi yang sempurna, dimana informasi tentang biaya, harga,
mutu produk diketahui oleh semua pembeli dan penjual di pasar. Semua kondisi
tersebut merupakan asumsi yang harus dipenuhi dalam pasar persaingan sempurna,
namun hal ini jarang terjadi dalam pasar yang sebenarnya. Laba ekonomi hanya
dimungkinkan dalam periode disekuilibrium jangka pendek sebelum para pesaing
memberikan tanggapan persaingan yang efektif.
2. Pasar Persaingan Monopolistis
Menurut
Pappas
dan
Hirschey
(1995),
persaingan
monopolistis
menjabarkan struktur pasar yang terdiri dari banyak penjual yang menawarkan
produk-produk yang serupa tapi tidak identik. Persaingan monopolistis sangat
serupa dengan pasar persaingan sempurna dalam hal persaingan harga yang tetap
27
diantara sejumlah besar produsen dan para individu. Perbedaan utama dari kedua
model ini adalah bahwa dalam persaingan monopolistis para konsumen melihat
adanya perbedaan-perbedaan penting diantara produk-produk yang ditawarkan
oleh setiap produsen individual. Karena para konsumen memandang perbedaan
diantara produk-produk para pesaing, setiap produsen memiliki pengendalian
tertentu terhadap harga yang dikenakannya.
Dengan kata lain persaingan monopolistik mempertahankan beberapa
asumsi dari pasar persaingan sempurna bahwa setiap perusahaan mengambil
keputusan-keputusannya secara independen, yaitu perubahan harga oleh satu
perusahaan tidak menyebabkan perusahaan-perusahaan lain mengubah harga
mereka.
Kemudian
adalah
sebagian
besar
perusahaan
dalam
industri
menghasilkan produk yang sama. Tetapi produk yang dihasilkan tidak homogen
sehingga
diasumsikan
perusahaan-perusahaan
dapat
mendiferensiasikan
produknya sampai tingkat tertentu sehingga bisa dibedakan dengan produk dari
perusahaan lainnya.
Difirensiasi produk dapat mengambil banyak bentuk, produk tidak hanya
melibatkan karakteristik jumlah, mutu, dan harga, tetapi juga atribut waktu dan
tempat. Faktor penting dari semua bentuk diferensiasi produk adalah bahwa
beberapa konsumen lebih menyukai produk dari satu penjual dibanding produk
dari penjual yang lainnya. Tetapi adanya banyak produk pengganti yang dekat
membatasi kemampuan perusahaan individual dalam menetapkan harga dan
mendorong laba ketingkat pengembalian yang normal dalam jangka panjang.
28
3. Pasar Oligopoli
Oligopoli adalah struktur pasar yang dicirikan dengan sedikit penjual
dimana keputusan harga atau keluaran saling bergantung antara satu perusahaan
dengan perusahaan yang lain. Dalam oligopoli hanya terdapat sedikit pesaing
yang memegang sebagian besar atau semua keluaran industri yang bersangkutan.
Umumnya juga terdapat hambatan masuk dan keluar yang sangat tinggi.
Keputusan harga atau keluaran perusahaan saling berkaitan dalam arti
bahwa reaksi langsung dari para pesaing utama dapat diperkirakan. Sebagai
hasilnya, keputusan setiap perusahaan individual didasari sebagian oleh tanggapan
yang mungkin dari para pesaing. Persaingan yang dilakukan meliputi persaingan
dalam bentuk harga maupun non harga. Sekalipun jumlah pesaing yang terbatas
menimbulkan potensi untuk laba ekonomi, tingkat pengembalian diatas normal
sama sekali tidak dijamin. Persaingan diantara sedikit perusahaan kadang-kadang
menjadi sangat tajam.
4. Pasar Monopoli
Menurut Pappas dan Hirschey (1995), monopoli adalah suatu pasar yang
dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat didiferensiasi.
Karena sebuah produsen monopoli adalah penyedia satu-satunya untuk sebuah
komoditi yang diinginkan, produsen monopoli itu adalah industri itu sendiri.
Produsen setiap produk harus bersaing memperebutkan pangsa pasar dari
pembelian konsumen, tetapi produsen monopoli ini tidak menghadapi persaingan
yang efektif untuk penjualan produknya baik dari pesaing yang ada maupun yang
potensial. Hal ini memungkinkan produsen monopoli tersebut untuk menentukan
harga dan keluaran secara bersamaan untuk produsen (dan untuk industri yang
29
bersangkutan). Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi
para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba
ekonomi, bahkan dalam jangka panjang, baik kepada produsen monopoli yang
efisien maupun yang tidak efisien.
Dalam dunia perdagangan, struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang
mempengaruhi sifat dan proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi
konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya
dan tingkat pengaturan pemerintah. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan pasar
dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam
industri. Struktur pasar penting karena berimplikasi pada persaingan ekonomi di
negara yang berkepentingan jika suatu negara menguasai pangsa pasar ≥ 20
persen daripada negara lainnya maka dapat ditentukan sejauh mana suatu negara
dapat menjadi price taker atau market follower. Selain itu negara tersebut
berpotensi untuk melakukan persaingan yang tidak sehat seperti kolusi dan
memiliki pengaruh untuk mengubah harga suatu komoditi
3.1.2 Konsep Daya Saing
Dalam perdagangan, daya saing akan menentukan posisi suatu komoditi di
pasar. Di pasar internasional seperti di negara-negara Eropa, Timur Tengah,
Amerika Serikat, Federasi Rusia teh Indonesia bersaing dengan produk sejenis
atau subtitusinya yang diproduksi oleh negara pesaing. Salah satu indikator daya
saing suatu komoditi ialah pangsa pasar (Martin et al, 1991). Disebutkan bahwa
jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti daya saing komoditi itu
meningkat. Oleh karena itu analisis daya saing secara umum dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan pangsa
pasar dan pertumbuhan pasar.
30
Pendekatan
demikian telah banyak diterapkan oleh para peneliti, antara lain
Sirhan dan Johnson (1991), Fontes, Grennes, dan Johnson (1990), Silvapulla dan
Phillips (1985), Sigit dan Asra (1985), Drajat dan Johnson (1991), dan Drajat dan
Darmawan (1991)7. Dalam analisis daya saing komoditi teh Indonesia di pasar
internasional, pendekatan serupa dapat dilakukan.
Menurut Simanjuntak (1992) dalam Tarsono (2006), daya saing
merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi
dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar
internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan
yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat
keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial.
Sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dari tingkat keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif.
a. Konsep Keunggulan Komparatif
Perkembangan yang terjadi di dunia baik di bidang ekonomi, politik
maupun teknologi menciptakan saling ketergantungan yang tinggi antar negara.
Konsekuensinya adalah peran perdagangan internasional menjadi sangat penting.
Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk
ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat
diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sama
sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan
7
Bambang Drajat dan Prajogo U. Hadi, Daya Saing Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Pasar
Eropa Barat, Amerika Serikat,dan Jepang, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 15, Nomor 1, Mei
1996, hlm 73
31
tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan semakin
penting.
Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage)
pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep
keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung
memproduksi dan mengekspor komoditi dengan biaya produksinya secara relatif
lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi negara lain dan di dasarkan
kepada satu produksi saja yaitu tenaga kerja (Salvatore, 1997). Hukum
keunggulan komparatif Ricardo mendasarkan pada sejumlah asumsi yang
disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2)
perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di
dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi
konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi (6) tidak ada perubahan teknologi,
dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat
diterima, namun asumsi tujuh (yaitu teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan
seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif.
Pada tahun 1933 Heckscler dan Olin melakukan pengembangan terhadap
Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Heckscler dan Olin (H-O) menekankan
pada perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga-harga faktor
produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori
H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara
relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor
komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997).
32
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, pertama
adalah iklim yang berbeda. Hal ini membuat negara memiliki fungsi produksi
yang berbeda akibat dari masukan yang sama akan menghasilkan keluaran yang
berbeda pada iklim yang berbeda. Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu
negara diperoleh dari hasil produksi komoditi yang paling sesuai dengan iklimnya.
Kedua adalah faktor teknologi yang berbeda. Kenyataan bahwa teknologi terus
berubah berimbas pada teknik produksi yang diterapkan di tiap negara. Negaranegara yang mampu menyerap teknologi lebih cepat serta mampu
mengimplementasikannya dengan baik akan memperoleh keunggulan komparatif
lebih besar dibanding negara lainnya yang tidak mampu mengadaptasi perubahan
teknologi (Lipsey, 1997)
Menurut Salvatore (1997), keunggulan komparatif menyatakan bahwa
meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam
memproduksi dua jenis komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang
kurang efisien akan berspesialisasi pada produksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut paling kecil. Dari komoditi inilah negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif.
b. Keunggulan Kompetitif Suatu Negara
Keunggulan bersaing suatu negara tergantung pada tingkat sumberdaya
relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain
maka posisi sumberdaya yang satu terhadap yang lain beragam sesuai dengan
kondisi pasokan sumberdaya masing-masing lokasi.
33
Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup
tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang
mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri
yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga
kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih melalui investasi
oleh orang-orang dan perusahaan. Menurut Porter (1990) ada empat kategori
atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional,
yakni kondisi faktor sumberdaya (factor conditions), kondisi permintaan (demand
conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industries)
serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (structur of firms and rivarly).
Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan (chance) dan
peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing
industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal
dengan “the national diamond” (Gambar 2)
Gambar 2. “The National Diamond System”
34
1. Kondisi Faktor Sumberdaya
Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang
merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu.
Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu:
a. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia,
kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku
dan juga etika kerja (termasuk moral). Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada
daya sing industri nasional.
b. Sumberdaya Fisik atau Alam
Sumberdaya fisik atau alam yang memepengaruhi industri daya saing
nasional mencakup biaya, aksesbilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi),
ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan,
perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya) dan
sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya yang dapat diperbarui
maupun tidak dapat diperbarui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah
geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.
c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan
teknis, pengetahuna ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi
barang dan jasa. Sama halnya dengan ketersediaan sumber-sumber pengetahuan
dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan,
35
lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian,
asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan serta sumber pengetahuan dan teknologi
lainnya.
d. Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal yang mempengaruhi industri daya saing nasional
terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal,
aksesbilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan.
Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk
mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal.
e. Sumberdaya Infrastruktur
Sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya
penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem
transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana,
air bersih, energi listrik dan lain-lain.
2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing
industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik
merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan domestik untuk
bersaing di pasar global. Mutu persaingan (persaingan yang ketat) di dalam negeri
memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya
dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Terdapat tiga faktor
karakteristik permintaan domestik yang sangat mempengaruhi daya saing industri
nasional. Karakteristik itu meliputi:
36
a. Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing inbdustri
nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh
daya saing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan
struktur segmen yang sempit.
b. Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan pada
produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar
yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan
pelayanan.
c. Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri meruppakan
pembelajaran untuk memperoleh keunggukan daya saing global.
3. Industri Pendukung dan Industri Terkait
Keberadaan industri pendukung dan inbdustri terkait yang memiliki daya
saing global juga akan mempengaruhi industri daya saing utamanya. Industri hulu
yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan
harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman
tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu juga
dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan
bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir
tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global.
4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan
Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi
perusahaan-perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi. Keberadaan
pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor
penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan
37
daya saing. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam
industri nasional akan lebuh mudah memenangkan persaingan internasional
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing
nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur
perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara
melakukan perbaikan dan inovasi. Jika hal ini dikembangkan dalam situasi
persaingan maka akan mempengaruhi pada strategi yang akan dijalankan oleh
perusahaan.
5. Peran Pemerintah
Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya
peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu
daya saing global. Hanya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang
mampu menciptakan daya saing global secara langsung. Peran pemerintah
merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalma
industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap
berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam,
tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya teknologi dan ilmu pengetahuan,
serta sumberdaya informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan daya
saing melalui penerapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja
minimum dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Peran pemerintah dalam upaya
meningkatkan daya saing global adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri
yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu daya saing, sehingga
38
perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan
faktor-faktor penentu tersebut secara efektif.
6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali
perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan daya saing global industri
nasional. Beberapa keuntungan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing
global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya
perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau
deperesi nilai mata uang), meningkatnya permintaan produk industri yang
bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh
negara lain, serta berbagai faktor kesempatan lainnya.
3.1.3 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Salvatore (1997), teori perdagangan internasional menganalisa
dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang
diperolehnya. Kebijakan
perdagangan internasional membahas alasan-alasan
serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut
proteksionisme baru (new protection).
Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek
mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masingmasing negara sebagai individu yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta
berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Pada prinsipnya perdagangan
antara dua negara timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan dan
penawaran, juga karena adanya keinginan memperluas pemasaran komoditi
39
ekspor untuk menambah devisa dalam upaya penyediaan dana pembangunan yang
bersangkutan. Permintaan berbeda misalnya karena perbedaan selera dan tingkat
pendapatan. Penawaran berbeda karena jumlah dan kualitas faktor produksi dan
tingkat teknologi.
Dalam suatu negara faktor kepemilikan faktor produksi boleh dikatakan
senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Demikian pula halnya dengan
teknologi dan selera konsumen, baik secara individual maupun secara agregat
(nasional). Sebagai akibatnya, keunggulan komparatif suatu negara juga
senantiasa mengalami perubahan. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan
dalam kepemilikian faktor produksi dikaitkan dengan teorema Rybezynski. Pada
intinya teorema Rybezynski menyatakan bahwasanya pada harga-harga komoditi
yang konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu produksi
akan meningkatkan output dari komoditi yang lebih banyak menggunakan faktor
produksi itu ketimbang faktor produksi lainnya, dan dalam waktu bersamaan akan
menurunkan output komoditi lain. Perubahan selera, peningkatan penggunaan
faktor produksi, serta pertumbuhan faktor produksi akan mengubah volume
perdagangan dan atau mengubah nilai tukar perdagangannya.
Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan
terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Karena
hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan
perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, maka hambatanhambatan tersebut lazim disebut sebagai kebijakan perdagangan (trade policy)
atau kebijakan komersial (commercial policy). Meskipun secara umum penerapan
kebijakan perdagangan selalu dikemukakan sebagai suatu alat yang perlu
40
diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, dalam kenyaataannya hal
tersebut lebih bertolak dari kepentingan sepihak dari
kelompok-kelompok
tertentu yang memang paling diuntungkan oleh pemberlakuan hambatanhambatan perdagangan. Bentuk hambatan perdagangan adalah hambatan tarif dan
non tarif.
Hambatan perdagangan tarif merupakan kebijakan perdagangan yang
paling penting atau menonjol secara historis. Tarif (tariff)sebenarnya merupakan
pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan
secara teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua
dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah
sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif
impor (impor tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang
diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan
pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Kemudian, apabila ditinjau dari
mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni tarif spesifik, gabungan
dan ad valorem. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sedangkan tarif
spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Dan tarif
campuran merupakan gabungan dari keduanya, yaitu disamping mengenakan
pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen
lagi (Salvatore, 1997).
Meskipun secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan
yang utama, namun sesungguhnya masih banyak bentuk-bentuk restriksi atau
hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara
41
“sukarela” dan tindakan-tindakan anti-dumping. Instrumen kebijakan perdagangan
lainnya yang paling menonjol adalah pemberian subsidi ekspor, pembatasan
impor, konsep pengekangan ekspor “secara sukarela” (voluntary export restrains),
dan persyaratan kandungan lokal (local content requirements) (Salvatore, 1997).
Kebijakan tersebut berpengaruh negatif terhadap kelancaran perdagangan antar
negara. Sebagai contoh, standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa terhadap impor
komoditi teh dapat menurunkan volume ekspor negara-negara produsen teh
terutama yang produknya tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Uni
Eropa. Akan tetapi setiap negara-negara produsen komoditi teh akan berlombalomba untuk meningkatkan kualitas dan mutu tehnya agar lebih baik. Mengingat
bahwa negara Uni Eropa merupakan pangsa pasar yang besar untuk komoditi teh
dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 2,12 kg perkepala (ITC, 2006).
Secara teoritis, dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya
pemberlakuan kebijakan perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar
tersebut misal negara 1 akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain yaitu
negara 2, apabila harga domestik di negara 1 sebelum terjadinya perdagangan
lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara 2. struktur harga
yang relatif lebih rendah di negara 1 tersebut disebabkan oleh kelebihan
penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik,
sebesar segitiga ABE.
Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah. Dengan
demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke
negara lain. Di lain pihak, negara 2 mengalami kekurangan suplai suatu komoditi
karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand),
42
sebesar segitiga A’B’E’ sehingga harga menjadi lebih tinggi. Dalam kesempatan
ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi negara lain yang harganya
relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2,
maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara
1 akan mengekspor komoditi X ke negara 2. Suplai di pasar internasional akan
terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan di
pasar internasional sama dengan P2 maka di negara 2 terjadi kelebihan permintaan
sebesar A’B’E’, sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka di negara 1
akan terjadi kelebihan suplai sebesar ABE.
Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara 1 dan kelebihan
permintaan di negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional,
yaitu sebesar P2 atau dengan kata lain, P2 merupakan harga relatif ekuilibrium
setelah berlangsungnnya kebijakan perdagangan di kedua negara dan merupakan
harga yang berlaku di kedua negara.
a. Pasar di Negara 1
b. Pasar Internasional
c. Pasar di Negara 2
Px
Px
Px
Sx
Sx
S
P3 ----------------------------------------------------------------------A’
Ekspor
E’
P2 E’’
Impor
E
B
B”
P1 --------------------------- A”
A
B’
E”
Dx
D
Dx
x
O
X11
x
x
O
XInt
O X21
Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional
Sumber: Salvatore, 1997
43
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Komoditi teh (Camelia sinensis) bagi Indonesia merupakan salah satu
komoditi unggulan ekspor Indonesia serta salah satu penghasil devisa negara.
Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja, pelestarian
lingkungan serta komoditi pertanian yang mampu menembus pasar internasional.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia
berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara
yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh
Indonesia yang mengalami penurunan. Sedangkan dari segi kualitas teh Indonesia
belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh
pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Ketidakstabilan kualitas teh
Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Akibat ketidakstabilan kualitas
teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah
perdagangan teh dunia.
Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti
Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan pangsa pasar Indonesia
ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia
memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya
aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode 2001 –
2005 penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung
meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun
sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada
periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman
serius bagi produk komoditi teh Indonesia.
44
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji perkembangan produksi dan ekspor kelompok komoditi teh Indonesia,
menganalisis struktur pasar teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan
internasional serta menganalisis posisi daya saing ekspor komoditi teh Indonesia
di pasar internasional.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan
Swaranindita dapat disimpulkan bahwa kemampuan daya saing komoditi
perikanan khususnya udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Namun,
beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia
cenderung menurun. Dilihat dari posisi keunggulan kompetitif, komoditi udang
menghadapi berbagai faktor dan kendala sehingga industri budidaya nasional
dalam negeri belakangan ini menurun daya saingnya.
Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis pangsa pasar
dan struktur pasar dengan pendekatan Herfindahl Index dan Concentration Ratio.
Tahapan kedua adalah menganalisis keunggulan komparatif dengan Revealed
Comparative Advantage (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan
daya saing komoditi teh Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari
negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai
produsen teh dibandingkan dengan negara lainnya dalam pasar teh internasional.
Tahapan terakhir adalah menganalisis keunggulan kompetitif dengan pendekatan
Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) tentang keunggulan bersaing
negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara.
45
Permasalahan yang dihadapi:
• Pangsa pasar ekspor teh
Indonesia menurun
• Ketidakstabilan kualitas teh
Indonesia
• Munculnya pesaing baru
Pasar Teh Indonesia
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Produksi
Ekspor
Luas Areal Lahan
SDM
Konsumsi Teh Dalam
dan Luar Negeri
IPTEK
Modal
Industri Terkait
Kebijakan
Pemerintah
Pasar Teh Dunia
:
• Nilai Ekspor Sektor
Teh Negara Produsen
Teh di Dunia
• Total Ekspor dari
Negara Produsen Teh
• Total Ekspor Dunia
dari Sektor Teh
• Total Ekspor dunia
Analisis Keunggulan
Kompetitif Komoditi
Teh Indonesia
(Teori Berlian Porter)
Analisa Struktur
Pasar Teh Dunia
(Pendekatan Indeks
Herfindahl dan CR4)
Faktor Internal dan
Eksternal
Struktur Pasar dan
Pangsa Pasar
Posisi Daya Saing
Komoditi Teh
Indonesia
Konsep Pengembangan
Daya Saing Teh dalam
Menghadapi Pasar
Global
Gambar 4. Kerangka Operasional
Analisa Keunggulan
Komparatif Komoditi
Teh Indonesia
(Analisis Indeks RCA)
Kekuatan Daya
Saing Teh
Download