Harga Saham Tak Selalu Cerminkan Kondisi Riil Bursa Efek Jakarta Butuh Pasokan Emiten Baru 30-04-07 Jakarta, Kompas - Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta yang terus melaju hingga melampaui level 2.000, tidak selalu mencerminkan kondisi riil perekonomian Indonesia. Akan tetapi, lonjakan indeks itu pun bukan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Pengamat pasar modal, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Minggu (29/4), mengatakan bobot sektor telekomunikasi dalam perekonomian Indonesia paling tinggi sekitar delapan persen. Namun, bobot sektor telekomunikasi dalam indeks gabungan BEJ bisa mencapai 20-30 persen. Sektor lain yang juga besar bobotnya dalam indeks BEJ adalah perbankan. Dalam perekonomian Indonesia, bobot sektor manufaktur mungkin sampai 30 persen, tetapi dalam bobot indeks BEJ jauh di bawah itu. "Padahal, keluhan di perekonomian kita ini kan di sektor manufaktur itu," katanya. Dengan demikian, pergerakan indeks memang tidak selalu searah dengan kondisi sektor riil perekonomian Indonesia. "Coba kita lihat sektor mana yang paling melaju kinerjanya di BEJ, yaitu pertambangan dan perkebunan karena harga komoditas produksinya di pasar internasional melonjak semua. Inco dan Antam misalnya, harga sahamnya naik 100 persen dalam tiga bulan, karena harga nikel di pasar internasional melonjak 40 persen," katanya. Menurut Mirza, semua pasar saham negara berkembang juga mengalami lonjakan, karena ekses lukuiditas atau kelebihan dana yang mencari penempatan di pasar berkembang. Apalagi risiko di pasar berkembang yang sering disebut emerging market saat ini dinilai investor dan pengelola dana sudah lebih baik dibanding 10 tahun lalu. Pada saat bersamaan, ekonomi China dan India tumbuh luar biasa, sehingga memerlukan berbagai macam komoditas. Begitu juga negara lainnya. "Jadi, jangan heran kalau harga saham perusahaan tambang dan perkebunan di Indonesia pun melonjak." katanya. Di Indonesia sendiri, menurut Mirza, investor melihat prospek ekonomi yang lebih baik dibanding tahun 2006. Inflasi lebih terkendali, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, dan suku bunga perbankan terus turun dan kemungkinan akan turun terus. "Dengan berbagai fakta dan prospek seperti itu, maka investor terus memburu saham-saham sektor yang memiliki prospek bagus. Di pasar saham ini kan orang membeli prospek," tegasnya. (DIS) Pasar saham membutuhkan pasokan emiten baru untuk mempertahankan agar Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta, bisa tetap bertengger di atas level 2.000. Komitmen BEJ sebagai otoritas untuk melindungi kepentingan investor, juga penting untuk menjaga kepercayaan mereka. Penilaian itu dikemukakan Presdir Ciptadana Capital Benny Haryanto, Dirut BEJ Erry Firmansyah, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Erlangga Hartarto, dan Dirut Ciptadana Sekuritas, Ferry Budiman Tanja, di sela-sela pembukaan kantor cabang Ciptadana Sekuritas ketujuh yang berlokasi di Jakarta, Jumat lalu. "Kalau kita ingat pada 2004 dan 2005 ketika saham Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia dan Perusahaan Gas Negara (PGN) masuk ke pasar, indeks langsung terangkat. Kondisi ini juga diharapkan dapat terjadi tahun ini," kata Presdir Ciptadana Capital Benny Haryanto. Senada dengan Benny, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Erlangga Hartarto, melihat rencana masuknya saham-saham BUMN seperti Jasa Marga, BNI dan Wijaya Karya sebagai darah segar bagi bursa. "Tinggal kita lihat bagaimana penerimaan pasar terhadap saham-saham ini. Tapi sejauh ini kelihatannya memang sudah ditunggu-tunggu pasar," ujarnya. Dirut BEJ Erry Firmansyah mengatakan, pihaknya menargetkan dapat memperoleh 25 emiten baru pada tahun ini. Meski belum ada emiten baru, Erry cukup optimistis calon emiten akan segera masuk memanfaatkan situasi kondusif seperti saat ini. "Sudah ada sekitar lima atau delapan calon emiten yang sedang berbicara kepada kami," ujar Erry. Maraknya perdagangan saham di BEJ saat ini melambungkan nilai transaksi telah mencapai Rp 3,5 triliun per hari. Ini jauh diatas target BEJ sekitar Rp 1,8 triliun per hari. Menurut Dirut Ciptadana Sekuritas, Ferry Budiman Tanja, Ciptadana akan membawa masuk dua calon emiten ke bursa. Diperkirakan pada pertengahan tahun ini akan masuk calon emiten dari sektor properti, kemudian satu emiten pada Juli atau Agustus. "Sektor properti saat ini masih didominasi pemain lama di bursa. Kita harapkan emiten yang kita bawa akan menggairahkan sektor ini," ungkapnya. Terobosan Lippo Sementara itu manajemen PT Lippo Karawaci Tbk yang dikenal kreatif, justru tengah menjajaki pembentukan pengelolaan Real Estate Investment Trust (REIT) yang kedua, suatu instrumen investasi yang dikeluarkan perusahaan pengelola aset properti. "Direksi tengah melakukan pembicaraan dengan satu grup investasi real estat investment terkemuka di regional ini untuk kerja sama membentuk sebuah joint venture untuk mengelola REIT dengan portofolio aset-aset properti di Indonesia," ujar Danang Kemayan Jati, Head of Corporate Communications Lippo Karawaci, Sabtu lalu. Pasar saham yang terus menanjak beberapa pekan terakhir ini dianggap masih menarik untuk investasi. Dalam satu dua pekan ke depan, diperkirakan indeks masih akan terus naik. Akan tetapi, kehatihatian tetap diperlukan mengingat banyak perusahaan yang kinerjanya tergantung pada harga di pasar internasional yang fluktuaif. “Saham di Bursa Efek Jakarta masih atraktif. Hal ini ditunjang oleh kinerja tahun 2006 yang cukup baik serta laporan kuartal pertama yang juga baik, sebagian besar emiten sedang membagikan dividen," ujar Budi Ruseno analis dari Bhakti Capital akhir pekan lalu di Jakarta. Kamis pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan di BEJ telah lewati angka 2.000 setelah selama beberapa pekan terakhir terus naik. Hal senada dikatakan oleh Edwin Sinaga dari Kuo Kapital. Menurut Edwin, saham perusahaan pada sektor pertambangan, perbankan masih bagus. Keadaan makro ekonomi seperti inflasi yang cukup stabil mendukung penguatan indeks. “Akan tetapi, sebenarnya secara fundamental ada hal yang masih mengkhawatirkan seperti sektor riil yang belum berjalan. Kenaikan indeks di bursa juga banyak ditolong keadaan yang baik pada bursa global," ujar Edwin. Secara teknis, Budi Ruseno memperkirakan indeks masih akan bergerak pada kisaran 2.000 hingga 2.041 karena titik 2.000 telah menjadi titik support baru. Edwin memperkirakan, indeks akan berada pada kisaran 1.980 hingga 2.050. Ambil untung Namun demikian, walaupun harga saham diperkirakan masih akan terus menguat hingga dua pekan ke depan para investor disarankan untuk berhati-hati aksil ambil untung terhadap saham di sektor telekomunikasi, pertambangan dan komoditas. “Mungkin akan terjadi ambil untung pada saham-saham di sektor tersebut. Investor juga harus memperhatkan emiten yang sedang melakukan aksi korporasi," kata Budi lagi. (joe) (*/DIS)