BioTrends Vol.7 No.2 Tahun 2016 ENTROPI, NEGENTROPI, DAN ENERGI TERBARUKAN DI INDONESIA SWASTIKA PRAHARYAWAN PusatPenelitianBioteknologi LIPI Jl Raya Bogor Km 46 Cibinong 16911 Telp.0218754587; Fax. 0218754588 Email : [email protected] H ukum Termodinamika pertama menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, namun dapat dikonversi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Artinya, energi di dalam suatu sistem yang terisolasi adalah konstan. Berbeda dengan energi, kerja yang dilakukan, entropi selalu bertambah. Pertambahan entropi terjadi karena efisiensi konversi energi dalam suatu sistem tidak pernah bisa mencapai 100%. Konversi energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain tidak akan selalu setara secara kuantitatif, akan selalu ada selisih menerus menghasilkan entropi (positif entropi), maka akan tercapai suatu keadaan yang disebut entropi maksimum. Kita lebih mengenal keadaan entropi maksimum dengan sebutan kematian. Dari hal itu dapat dipahami bahwa kematian adalah puncak dari entropi atau Gambar 1. Bauran Energi Nasional 2005-2025 sumber: Mujiyanto dan Tiess (2013) dalam hukum termodinamika kedua dinyatakan bahwa total entropi di dalam suatu sistem terisolasi cenderung terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu (Nag, 2006). Dalam banyak hal, entropi memang terkait dengan energi, namun perbedaan antara keduanya sangat jelas dan mudah dikenali. Energi digunakan oleh sistem untuk melakukan kerja, dan seiring dengan itu, dalam setiap energi dalam suatu proses konversi, dan itulah yang disebut dengan entropi (Nag, 2006). Di sisi lain,entropi juga merupakan ukuran dari ketidakteraturan yang terjadi dalam suatu sistem. Betapapun, sistem kehidupan yang berjalan seharusnya tidak mengarah ke arah entropi atau ketidakteraturan. ketidakteraturan. Lalu, bagaimana dengan sistem kehidupan dimana Kita berada di dalamnya? Berjalan kemanakah dia? Ke arah positif entropi (ketidakteraturan) atau ke arah negatif entropi (keteraturan)? Untuk menjawab pertanyaan di atas tidaklah terlalu sulit, indikator yang dapat digunakan Menurut Erwin Schrodinger untuk mengetahui arah entropi (Schrodinger, 1944), peraih hadiah kehidupan saat ini, apakah ke arah Nobel dalam bidang Fisika pada positif entropi atau negatif tahun 1933, jika hidup terusentropi, adalah dengan melihat 28 BioTrends Vol.7 No.2 Tahun 2016 sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian atau aktiviitas kehidupan. Saat ini, sumber energi yang berasal dari minyak bumi, batubara, dan gas alam merupakan sumber energi utama yang digunakan secara luas pada berbagai bidang kehidupan (Mujiyanto dan Tiess, 2013). Esensi dari penggunaan energi jenis itu adalah melepaskan kalor atau panas yang berasal dari dalam Bumi ke permukaan Bumi, sehingga akan semakin menambah ketidakteraturan (entropi) pada lingkungan tempat tinggal manusia.Sementara itu, Alam dengan berbagai proses di dalamnya memiliki mekanisme tersendiri yang berjalan ke arah negatif entropi (negentropi). Alam akan berusaha mempertahankan keseimbangan atau keteraturannya. Dan, jika saat itu tiba, maka akan terlalu mahal biaya yang akan dibayar manusia. Oleh karena itu, untuk menghindari “kemarahan” Alam, maka arah kehidupan harus diubah ke arah negentropi. Bagaimana caranya? Dalam bukunya, “What is Life?”, Schrodinger (1944) menyatakan bahwa keteraturan dalam kehidupan dapat tercipta dan terpelihara dengan cara meng’ekstrak’nya dari Alam, artinya energi yang dihasilkan oleh berbagai proses alam dimanfaatkan untuk menggerakkan berbagai aktivitas kehidupan manusia, tidak lagi menggunakan energiyang berasal negentropi untuk mengartikan keteraturan dan suatu keadaan dimana energi di dalam sistem terpelihara dan/atau bertambah. Contoh proses alam yang negentropi yang dapat dijumpai sehari-hari dan berpotensi sebagai sumber energi (terbarukan) adalah sinar matahari, proses fotosintesis, hidropower, angin, gelombang pada permukaan laut, pasang surut-pasang naik air laut, dan lain-lain (Orhan dkk, 2015; Mujiyanto dan Tiess, 2013). Lokasi Indonesia yang berada pada lintang ekuator membuat Indonesia memiliki semua potensi energi yang dapat di’ekstrak’ dari Alam, terutama yang berasal dari sinar matahari dan biomassa (fotosintesis). Sinar matahari di sepanjang tahun seharusnya Tabel 1. Potensi sumber energi terbarukan dan besar pemanfaatannya sumber: Mujiyanto dan Tiess (2013) Negentropi berarti berbagai proses yang terjadi di Alam cenderung untuk mempertahankan dan/atau menambahkan energi ke dalam sistem atau menuju ke keteraturan (Vijayendra, 2007). Di sisi lain, kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya akan terus menambah entropi (ketidakteraturan) yang lamakelamaan akan mengusik keteraturan (negentropi) yang berjalan di Alam. Manakala keteraturan itu terusik, maka dari minyak bumi, batubara, dan gas alam. Dalam skema itu, paling tidak, aktivitas manusia tidak menambahkan ‘beban’ entropi pada Alam yang negentropi. Pemanfaatan energi yang dihasilkan oleh Alam sebagai sumber energi utama penggerak aktivitas kehidupan manusia memang tidak akan menambahkan energi ke dalam sistem, namun, setidaknya,energi itu senantiasa terpelihara di dalam sistem. Dalam artikel ini, penulis menggunakan istilah 29 membuat Indonesia mengedepankan pengembangan energi terbarukan berbasis energi solar ataupun berbasis fotosintesis (biomassa). Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain, dari bauran konsumsi energi di Indonesia, penggunaan energi terbarukan hanya mendapat porsi kira-kira sebesar 17%, sedangkan sisanya masih mengandalkan energi berbasis minyak bumi, batubara, dan gas, itupun baru sekedar menjadi target untuk BioTrends Vol.7 No.2 Tahun 2016 tahun 2025 (Gambar. 1) (Mujiyanto dan Tiess, 2013). konsumsi energi di Indonesia, sisanya (14%) adalah biofuel dan jenis lainnya. Untuk mengurangi Indonesia yang juga merupakan tingkat konsumsi dari jenis energi negara maritim dimana dua tak terbarukan, pemerintah telah pertiga dari wilayahnya adalah mengeluarkan Peraturan Presiden lautan harusnya bisa mengambil No. 5 Tahun 2006 yang berisi peluang untuk meng’ekstrak’ tentang kebijakan energi nasional. energi dari laut, baik itu dari Dalam Perpres tersebut, pada gelombang laut maupun dari tahun 2025, bauran energi gerakan pasang naik-pasang surut terbarukan di Indonesia air laut. Tercatat, Indonesia diharapkan sudah mencapai angka memiliki potensi energi dari laut 5%. Untuk mewujudkannya, sebesar 6 gigawatt (GW). Dari Pemerintah melalui Kementerian potensi yang sebesar itu, ESDM berusaha untuk pemanfaatannya masih mengalihkan 5% konsumsi energi menunjukkan angka 0%. Kondisi yang berasal dari minyak bumi, yang sama juga bisa dilihat pada batubara dan gas alam ke energi pemanfaatan potensi energi angin terbarukan (biofuel) dengan cara yang baru menyentuh angka meningkatkan kapasitas produksi 0,01% dari total potensi yang biodiesel yang diharapkan dapat sebesar 9,19 GW. Sementara terpenuhi pada tahun 2025. potensi hidropower yang sudah termanfaatkan menunjukkan Dari keterangan di atas dapat angka yang sedikit dilihat bahwa tingkat entropi di menggembirakan dibandingkan Indonesia masih sangat tinggi, angin dan laut, yaitu sebesar padahal potensi negentropi-nya 5,63% (4,26 GW dari potensi sangat besar. Ketersediaan energi 75,67 GW). Untuk energi solar di Indonesia masih sangat yang tak terbatas, Indonesia tergantung pada minyak, tercatat baru memiliki instalasinya batubara, dan gas alam, yang untuk daya sebesar 12,1 tidak terbarukan. Di sisi lain, megawatt (MW). Keadaan serupa potensi Alam Indonesia sangat juga bisa dilihat dari potensi besar dalam menyediakan energi energi biomassa (bioenergi) yang terbarukan, dan Kita bisa berbasis fotosintesis. Indonesia meng’ekstrak’ keberlimpahan baru bisa meng’ekstrak’ energi energi tersebut sekaligus dari biomassa sebesar 0,89% dari mengubah arah kehidupan total potensi yang dimilikinya menuju ke negentropi. Hal (49,8%) (Tabel 1) (Mujiyanto dan tersebut tentu harus disadari dan Tiess, 2013). menjadi perhatian serius para pihak berwenang dan terkait, Saat ini, minyak bumi, batubara, karena aktivitas kehidupan yang dan gas alam masih menjadi terus mengarah ke entropi dapat tulang punggung pemenuhan berujung pada hal-hal yang tidak kebutuhan energi di Indonesia. diinginkan. Pada akhirnya, segala Menurut Putrasari dkk (2016), upaya harus dikerahkan untuk konsumsi ketiga sumber energi itu dapat mengubah arah kehidupan tercatat sebesar 86% dari total dari entropike negentropi, dari 30 ketidakteraturan ke keteraturan, dan dari menggunakan energi tak terbarukan menjadi menggunakan energi terbarukan. Daftar Pustaka Nag PK. 2006. Engineering Thermodynamics. The McGraw-Hill companies, 3rd edition, p. 57 & 104-105. Schrodinger E. 1944. What is Life? Cambridge University Press, p. 22-25. Mujiyanto S, Tiess G. 2013. Secure energi supply in 2025: Indonesia’s need for an energi policy strategy. Energi Policy, vol 61, pp 3141. Vijayendra T. 2007. Negative entropy and sustainability. Diambil pada tanggal 29 November 2016, dari http://www.bangalorenote s.com/negative_entropy.ht m Orhan K, Mayerle R, Pandoe WW. 2015. Assessment of energi production potential from tidal stream currents in Iindonesia. Energi Procedia, vol 76, pp 7-16. Putrasari Y, Praptijanto A, Santoso WB, Lim O. 2016. Resources, policy, and research of biofuel in Indonesia: A review. Energi Reports, vol 2, pp. 237-245. Presiden Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5/2006: Kebijakan Energi Nasional. 6