15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nilai Perusahaan Tujuan utama

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk
memaksimalkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore,
2011). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi perusahaan, karena
dengan
memaksimalkan
nilai
perusahaan
berarti
juga
memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham yang merupakan hal penting yang harus dicapai
oleh manajemen perusahaan (Brigham dan Daves, 2010). Memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham dapat diterjemahkan menjadi memaksimalkan
harga saham perusahaan. Meskipun perusahaan memiliki tujuan-tujuan yang lain,
namun memaksimalkan harga saham adalah tujuan yang paling penting (Brigham
dan Houston, 2011).
Mengetahui tujuan manajemen keuangan secara benar dapat membantu
perusahaan dalam menentukan keputusan-keputusan keuangannya.
Tujuan
meningkatkan nilai perusahaan semestinya melandasi segala bentuk keputusan
yang diambil oleh manajemen perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk
melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi keputusan-keputusan
keuangan yang ditetapkan oleh manajer keuangan. Keputusan yang tepat akan
meningkatkan nilai perusahaan dan akhirnya akan berdampak pula pada
kemakmuran pemilik perusahaan.
Husnan (2008) menyatakan, yang dimaksud dengan nilai perusahaan
merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan
15
16
tersebut dijual. Apabila perusahaan menawarkan saham ke publik maka nilai
perusahaan akan tercermin pada harga sahamnya. Jadi, dengan meningkatnya
harga saham membuat nilai perusahaan menjadi tinggi. Nilai perusahaan yang
tinggi akan berdampak pada kepercayaan pasar, tidak hanya pada kinerja
perusahaan saat ini namun juga untuk melihat prospek perusahaan di masa depan.
Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan beberapa rasio antara
lain Earning per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar
saham, Price Earning Ratio (PER) yang merupakan rasio harga saham suatu
perusahaan dengan pendapatan per saham perusahaan tersebut, Dividend Yield
yaitu perbandingan dividen dengan harga saham, dan Price to Book Value (PBV)
yang merupakan rasio yang membandingkan antara nilai saham menurut pasar
dengan harga saham berdasar harga buku /book value (Brigham and
Houston,2011).
Penelitian ini menggunakan Price to Book Value (PBV) sebagai proksi
dari nilai perusahaan. Price to Book Value yang tinggi akan meningkatkan
kepercayaan
pasar
terhadap
prospek
perusahaan
dan
mengindikasikan
kemakmuran pemegang saham yang tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Price to
Book Value digunakan untuk melihat berapa besar tingkat undervalued maupun
overvalued harga saham yang dihitung berdasarkan nilai buku setelah
dibandingkan dengan harga pasar (Brigham dan Houston,2011). Semakin tinggi
rasioprice to book value ini maka akan berpengaruh positif terhadap harga saham
dari perusahaan yang bersangkutan karena semakin tinggi rasio maka semakin
17
berhasil perusahan menciptakan nilai (return) bagi pemegang saham dan semakin
besar rasio PBVnya, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para investor.
2.2 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam
menggunakan harta yang dimilikinya (Chen, 2002). Menurut Brigham dan
Gapenski (2006) ”Profitability is the net results of a number of policies and
decisions”. Brigham dan Houston (2011) juga menyatakan bahwa profitabilitas
adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan dalam suatu
perusahaan.
Rasio
profitabilitas
menunjukkan
keberhasilan
perusahaan
dalam
menghasilkan keuntungan (Ang, 1997). Kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba merupakan kewajiban perusahaan kepada para pemegang
saham, dan juga laba merupakan elemen dalam menentukan nilai perusahaan.
Maka setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya,
karena semakin tinggi nilai profitabilitas maka perusahaan akan memiliki prospek
yang baik di masa depan.
Terdapat beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas
perusahaan (Sartono, 2009) dalam (Pratiska, 2012) diantaranya:
18
1) Gross profit margin (GPM)
Gross profit margin berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian
keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. Nilai GPM semakin
mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk
penjualan dan semakin besar juga tingkat pengembalian keuntungan. GPM
dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
−
=
2) Net Proft Margin (NPM)
… . (2.1)
Net profit margin mengukur tingkat pengembalian keuntungan bersih terhadap
penjualan bersihnya. Nilai NPM juga berada diantara nol dan satu. Nilai NPM
semakin besar mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang
dikeluarkan dan juga berarti semakin besar tingkat pengembalian keuntungan
bersihnya.
=
ℎ
… … … … … … … … … … … . (2.2)
3) Return On Investment (ROI)
Return on investment digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan
didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. ROI dapat dikatakan juga sebagai Return On Assets (ROA).
Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang
ada.
=
ℎ
… … … … … … … … … … (2.4)
19
4) Return On Equity (ROE)
Return on equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik
perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan. Return
on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Return on
equity dapat dirumuskan sebagai berikut:
=
ℎ
… … … … … … … … … … … . . . (2.5)
Sesuai dengan kepentingan para investor terhadap pertumbuhan nilai
investasi dan berdasarkan beberapa pendapat di atas maka rasio keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk menganalisis kinerja keuangan
perusahaan adalah Return On Equity (ROE). Return On Equity adalah salah satu
rasio profitabilitas yang merupakan perbadingan antara laba bersih setelah pajak
dengan modal sendiri. Return On Equitymerupakan rasio untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan
net income. Husnan dan Pudjiastuti (2006) menjelaskan bahwa ROE adalah rasio
yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak
pemilik modal sendiri, sedangkan menurut Harjanti dan Tandelilin (2007) ROE
merupakan rasio yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang dapat diperoleh pemegang saham.
Return on equity merupakan rasio yang penting bagi pemilik perusahaan
karena rasio ini dapat menunjukkan tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh
manajemen perusahaan dari modal yang disediakan oleh pemegang saham dan
20
rasio ini dapat menunjukkan keuntungan yang akan dinikmatinya. Pertumbuhan
return on equity (ROE) dapat menunjukkan prospek perusahaan yang semakin
baik karena ini berarti terdapat potensi peningkatan keuntungan yang akan
diperoleh perusahaan. Hal ini akan memberikan sinyal positif bagi investor
terhadap perusahaan, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta
akan mempermudah manajemen perusahaan menarik modal dalam bentuk saham
yang secara tidak langsung akan berdampak pada kenaikan harga saham di pasar
modal.
2.3
Struktur Modal
Struktur modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan
ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt
ratio atau leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas
pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target komposisi
hutang dan ekuitas dalam jangka panjang suatu perusahaan (Arifin,2005). Husnan
(2008) menyebutkan keputusan pendanaan akan tercermin pada sisi pasiva.
Apabila hanya memperlihatkan dana yang tertanam dalam jangka waktu yang
lama, maka perbandingan tersebut disebut sebagai struktur modal. Lebih jauh lagi,
dijelaskan apakah terdapat pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan.
Maksudnya, apabila komposisi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri
yang terdapat dalam struktur modal berubah apakah harga saham akan berubah,
dengan asumsi keputusan-keputusan lainnya tidak berubah. Struktur modal yang
21
terbaik (optimal) adalah struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham
atau nilai perusahaan.
Brigham dan Houston (2011) mengatakan struktur modal yang optimal
dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu, di mana perubahan dalam
struktur modal akan mempengaruhi tingkat risiko dan biaya dari masing-masing
jenis modal, dan hal ini dapat mengubah rata-rata tertimbang biaya modalnya.
Perubahan dalam biaya modal juga dapat mempengaruhi keputusan penganggaran
modal dan akhirnya harga saham perusahaan tersebut.
2.3.1Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan pengaruh keputusan pendanaan terhadap
nilai perusahaan atau biaya modal. Keputusan pendanaan mempelajari bagaimana
pengaruh sumber dana yang berbeda yaitu antara hutang dan modal sendiri
terhadap nilai perusahaan, seandainya keputusan investasi dan kebijakan dividen
tidak berubah atau konstan. Sartono (2008) mengemukakan teori struktur modal
sebagai berikut :
Begitu banyak teori tentang struktur modal dikembangkan, namun belum
ada penjelasan yang memuaskan mengenai seberapa besar hutang yang ideal.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori mengenai struktur modal:
1) Pendekatan Laba Bersih (Net Income)
Pendekatan
laba
bersih
mengasumsikan
bahwa
investor
mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat biaya hutang
yang konstan pula. Biaya modal sendiri dan biaya hutang konstan akan
22
menyebabkan jumlah hutang yang digunakan perusahaan akan semakin
besar sehingga biaya modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika
biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan
hutang yang semakin besar, maka nilai perusahaan akan meningkat.
2) Pendekatan Laba Operasi Bersih (NOI)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa investor memiliki reaksi
yang berbeda terhadap penggunaan hutang oleh perusahaan. Pendekatan
ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun
tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan
bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dengan pendekatan laba bersih.
Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri
dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Tingkat keuntungan yang
disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat
meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata
tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal
menjadi tidak penting.
3) Pendekatan tradisional
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal
yang optimal, dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh
terhadap nilai perusahaan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga
satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan
sehingga baik biaya hutang (kd) maupun biaya modal sendiri (ke) relatif
konstan. Kendati demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu,
23
biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal
sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada
penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya
biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah
leverage tertentu akan meningkat, oleh karena itu nilai perusahaan mulamula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan hutang
yang semakin besar.
4) Pendekatan Modigliani-Miller (MM)
(1) Pendekatan MM Tanpa Pajak
Pertama kali MM memperkenalkan teori dtruktur modal dengan
asumsi tidak ada pajak pendapatan perusahaan. MM berpendapat
bahwa nilai perusahaan adalah tidak tergantung atau tidak
dipengaruhi oleh struktur modal. Hal ini dikarenakan adanya
proses arbitrase dimana nilai dua perusahaan berbeda hanya karena
kedua perusahaan tersebut memiliki struktur modal yang berbeda.
Investor akan menjual saham perusahaan yang memiliki hutang
dengan harga yang lebih tinggi, kemudian membeli saham
perusahaan yang tidak memiliki hutang atau unlevered dan
menginvestasikan kelebihan dananya pada investasi lain. Asumsi
akan tidak ada biaya transaksi maka investor dapat meningkatkan
tingkat keuntungan yang diterima dengan tingkat risiko yang sama.
Proses ini akan berlangsung terus hingga kedua perusahaan
memiliki nilai pasar yang sama. Harga saham perusahaan yang
24
tidak memiliki hutang akan meningkat sementara harga saham
perusahaan yang memiliki hutang akan turun.
(2) Pendekatan MM Ada Pajak
MM juga mengembangkan teori struktur modal dalam kondisi ada
pajak
penghasilan
perusahaan.
Dalam
kondisi
ada
pajak
penghasilan, perusahaan yang memiliki leverage akan memiliki
nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa
leverage. Kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran
bunga atas hutang merupakan pengurang pajak, oleh karena itu
laba operasi yang mengalir kepada investor menjadi semakin besar.
5) Teori Pensinyalan
Teori ini muncul sebagai akibat dari adanya informasi yang tidak
simetris antara manajer dan investor. Manajer biasanya mempunyai
informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar. Investor yang
merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit, akan berusaha
menginterpretasikan perilaku manajer. Perilaku manajer dalam hal
menentukan struktur modal dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar
(investor)
Terdapatnya suatu informasi yang asimetris antara manajemen
dengan investor, membuat perusahaan akan memilih menggunakan hutang
daripada menerbitkan saham dalam pembentukan struktur modalnya.
Melakukan penerbitan saham akan memberikan sinyal yang negatif dan
25
akibatnya malah menekan harga saham, meskipun prospek perusahaan
tersebut sebetulnya cerah.
6) Pecking Order Theory
Pada teori ini dalam keputusan struktur modalnya perusahaan
mempunyai urutan preferensi dalam penggunaan dana. Berdasarkan
Pecking Order Theory urutan penggunaan dana tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Perusahaan memilih pendanaan internal
b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada
perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari
perubahan dividen yang tiba-tiba.
c. Jika perusahaan memiliki aliran kas yang cukup besar, perusahaan
akan membayar hutang atau membeli surat berharga. Sedangkan bila
aliran kas tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang
dipunyai atau menjual surat berharga.
d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahan akan mengeluarkan
surat berharga yang aman terlebih dahulu, mulai dengan hutang
kemudian yang terakhir saham.
2.4
Risiko Bisnis
Aktivitas yang dilakukan perusahaan tidak dapat dipisahkan dari adanya
suatu risiko. Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadi akibat buruk atau
kerugian yang tidak diinginkan (Imam, 2007). Menurut Brigham dan Daves
26
(2010) risiko didefinisikan dalam Webster’s sebagai ”a hazard; a peril; exposure
to loss or injury.” Dengan demikian, risiko mengacu pada kemungkinan bahwa
suatu peristiwa yang tidak menguntungkan/merugikan akan terjadi.
Brigham dan Houston (2011) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi
risiko, yaitu risiko keuangan dan risiko bisnis. Risiko keuangan merupakan
tambahan risiko yang dikenakan pada pemegang saham biasa sebagai akibat dari
keputusan perusahaan menggunakan hutang. Sedangkan risiko bisnis merupakan
tingkat risiko dari operasi perusahaan apabila tidak menggunakan hutang.
Menurut Brigham dan Houston (2011) yang dimaksud dengan risiko bisnis
adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam proyeksi
pengembalian atas modal yang diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Jadi,
sebelum memutuskan menggunakan hutang sebaiknya manajemen perusahaan
mempertimbangkan terlebih dahulu risiko bisnisnya. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka penelitian ini menggunakan risiko bisnis sebagai variabel dalam
menentukan suatu nilai perusahaan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko bisnis suatu
perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh karakteristik masingmasing
perusahan,
namun
pada
tingkat
tertentu
perusahaan
dapat
mengendalikannya. Menurut Brigham dan Houston (2011) faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko bisnis antara lain:
1. Variabilitas permintaan
Tingkat risiko bisnis perusahaan akan semakin kecil apabila permintaan atas
produk perusahaan semakin konstan dimana hal-hal lainnya tetap.
27
2. Variabilitas harga jual
Perusahaan akan menghadapi risiko bisnis yang lebih tinggi dari perusahaan
sejenis apabila harga jual atas produk perusahaan tersebut lebih fluktuatif.
3. Variabilitas harga input
Perusahaan yang memperoleh input dengan harga yang sangat tidak pasti juga
bisa menghadapi risiko bisnis yang tinggi.
4. Kemampuan menyesuaikan harga output terhadap harga input
Sejumlah perusahaan menghadapi kesulitan dalam meningkatkan harga
produknya apabila biaya inputnya meningkat. Semakin besar kemampuan
suatu perusahaan dalam menyesuaikan harga output, maka semakin kecil
risiko bisnisnya. Kemampuan ini sangat diperlukan perusahaan ketika tingkat
inflasi menjadi tinggi.
5. Proporsi biaya tetap
Risiko bisnis akan meningkat ketika sebagian besar biaya perusahaan
merupakan biaya tetap. Hal ini terjadi ketika permintaan menurun namun
biaya tetap yang ditanggung oleh perusahaan tetap.
Suatu perusahaan memiliki risiko bisnis kecil atau rendah apabila
perusahaan menghadapi permintaan produk yang stabil, harga-harga input dan
produknya relatif konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan apabila
terjadi kenaikan biaya dan sebagian besar biayanya bersifat variabel sehingga
akan menurun. Apabila hal-hal lain konstan/tetap sama, maka semakin rendah
risiko bisnis perusahaan, semakin tinggi rasio hutang yang digunakannya
(Mulianti, 2010)
28
2.5 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana
pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang
dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Growth adalah perubahan
(penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu
terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2004). Berdasarkan definisi di atas dapat
dijelaskan bahwa growth merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan
maupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode.
Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan akan
mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase
perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur
growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah
dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini,
pertumbuhan
perusahaan
diukur
dari
proporsi
perubahan
aset
untuk
membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh
perusahaan.
Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai
seberapa
jauh
perusahaan
akan
menggunakan
hutang
sebagai
sumber
pembiyaannya, hubungannya dengan leverage maka perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber
pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang
saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat
29
pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber
pembiyaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut
membayar bunga secara teratur.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki
kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan
datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan
untuk memiliki biaya modal rendah, oleh sebab itu leverage memiliki hubungan
negatif dengan tingkat pertumbuhan sehingga semakin tinggi pertumbuhan, maka
semakin rendah pula rasio hutang terhadap ekuitas dengan asumsi variabel yang
lain konsisten.
2.6 Hubungan Risiko Bisnis Terhadap Profitabilitas
Risiko adalah suatu fungsi yang menyangkut ketidakpastian dan
kompleksitas yang dihubungkan dengan lingkungan yang mempunyai suatu
dampak penting pada kesuksesan perusahaan Olsen et al (1998) dalam Andjarwati
dan Grahita (2006). Risiko bisnis akan menggambarkan suatu kegagalan
perusahaan yang mengakibatkan kerugian yang tak terduga yang dialami
perusahaan. Risiko bisnis merupakan suatu kegagalan pengawasan intern yang
mengakibatkan kerugian tak terduga dan ketidakberhasilan dari manajemen untuk
memastikan pengembalian kepada perusahaan. Apabila risiko bisnis tinggi maka
kinerja perusahaan akan rendah Veliyath (1996) dalam Andjarwati dan
Grahita(2006)
30
Houston (2001) menyatakan bahwa pengaruh antara risiko bisnis terhadap
kinerja adalah negatif. Apabila risiko bisnis tinggi maka kinerja perusahaan
rendah. Wahyono (2005) menyatakan bahwa risiko bisnis berpengaruh negatif
terhadap
kinerja
perusahaan.
Pengelolaan
risiko
dilakukan
dengan
mengindentifikasi, menghitung dan mengantisipasi serta menyiasati risiko bisnis
yang mungkin terjadi sehingga dapat meminimalkan risiko dan mengoptimalkan
kinerja. Sedangkan Anwar (2008) menemukan bahwa risiko bisnis berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan
perusahaan mengabaikan risiko bisnis dan lebih mengutamakan pertumbuhan
perusahaan dari aspek pertumbuhan aset.
2.7 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas
Pertumbuhan
perusahaan
menggambarkan
rata-rata
pertumbuhan,
perubahan kekayaan perusahaan maupun peningkatan kinerja perusahaan. Secara
teoritis pertumbuhan perusahaan menggambarkan tolak ukur keberhasilan suatu
perusahaan. Keberhasilan tersebut juga menjadi tolak ukur investasi untuk
pertumbuhan di masa yang akan datang. Growth mempengaruhi profitabilitas
melalui aset yang dimiliki sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan
efisiensi. Analisis profitabilitas akan sangat berkepentingan bagi pemegang saham
untuk memprediksi keuntungan yang akan diterima dalam jangka panjang.
Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al (1998), Kusumajaya (2011),
Kaptiana dan Asandimitra (2013), Memon et al. (2012) dan Kouser et al. (2012)
menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap
31
profitabilitas. Namun pada penelitian Fitzsimons et al (2005), Kuncoro dan
Marlien (2009) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap profitabilias, dan pada penelitian Anwar (2008) dan
Wardjono (2010)
membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh
negatif signifikan terhadap profitabilitas.
2.8 Hubungan Struktur Modal Terhadap Profitabilitas
Keputusan pendanaan adalah salah satu keputusan penting dalam
manajemen keuangan. Keputusan tersebut berkaitan dengan penentuan struktur
modal. Literatur-literatur manajemen keuangan cenderung menghubungkan
struktur modal optimal dengan nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan
peningkatan harga saham. Struktur modal dapat juga dihubungkan dengan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) sebagai
pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan
laba (profitabilitas) dapat diamati melalui rasio return on equity (ROE). Sartono
(2008) menjelaskan bahwa return on equity atau return on net worth mengukur
kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham
perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan,
apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Jika
rasio ROE semakin besar maka struktur modal perusahaan akan lebih besar
proporsi penggunaan hutang untuk menghasilkan laba perusahaan, dan bagian
laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham akan lebih besar. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan dengan
32
hutang maka semakin besar laba (profitabilitas) perusahaan yang dihubungkan
dengan kemakmuran pemegang saham. Maka, pada penelitian ini kinerja
keuangan diukur dengan salah satu rasio profitabilitas yaituReturn On Equity
(ROE).
Penelitian yang dilakukan oleh Chathoth (2002), Tsatsaronis dan Roumpis
(2007), Anwar (2009) dan Kusumajaya (2011) membuktikan bahwa struktur
modal mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan,
hasil tersebut mengindikasi bahwa penggunaan hutang dapat mempengaruhi
kinerja keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kusumasari,dkk (2010) dalam penelitian Kusumajaya (2011) menemukan bahwa
variabel struktur modal berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja keuangan
suatu perusahaan.
2.9 Hubungan Risiko Bisnis Terhadap Nilai Perusahaan
Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk yang
tidak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah
menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian ini merupakan kondisi yang
menyebabkan tumbuhnya risiko.Menurut Vaughan dalam Herman Darmawi
(2006) risiko adalah kans kerugian yang biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan terhadap kerugian atau kemungkinan kerugian.
Perusahaan dapat mengelola risiko yang dihadapi dengan mengindentifikasi
risiko. Adanya pengelolaan atas risiko menyebabkan ketidakpastian yang
33
berkaitan dengan risiko tersebut dapat diminimalkan, dan pada dasarnya nilai
perusahaan dapat ditingkatkan dengan suatu pengelolaan risiko yang efektif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslimin (2006),
Wasnieski (2008) dan Efni,dkk (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi risiko
suatu perusahaan akibat penggunaan hutang karena besarnya beban bunga tetap
yang harus dibayarkan dan mengurangi kemampuan perusahaan untuk
memperoleh pinjaman akan berdampak pada penurunan nilai perusahaan tersebut,
maka para peneliti dalam penelitiannya mereka masing-masing membuktikan
bahwa variabel risiko bisnis akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan suatu
perusahaan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Gama (2009) menemukan
bahwa variabel risiko bisnis yang mempunyai pengaruh terhadap struktur modal
tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.10 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan
Perusahaan yang besar lebih diminati daripada perusahaan yang kecil
sehingga pertumbuhan perusahaan sangat mempengaruhi nilai suatu perusahaan.
Perusahaan yang tumbuh dengan cepat juga menikmati keuntungan dan citra
positif yang diperoleh. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan
biaya yang kurang terkendali maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan
harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pengendalian biaya.
Stulz
(1990)
menemukan
bahwa
perusahaan
yang
menghadapi
pertumbuhan yang rendah, maka rasio hutang berhubungan secara positif dengan
nilai
perusahaan.
Sedangkan
perusahaan
yang
menghadapi
kesempatan
34
pertumbuhan yang tinggi, maka rasio hutang berhubungan secara negatif dengan
nilai perusahaan. Oleh karena itu pengaruh hutang terhadap nilai perusahaan
sangat tergantung pada keberadaan kesempatan pertumbuhan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasai (2002), Sriwardany (2006) dan
Ayuningtyas (2013) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan mempunyai
pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi
tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon positif oleh investor
sehingga akan meningkatkan harga saham, sedangkan hasil berbeda ditemukan
oleh Safrida (2008) dan Meythi,dkk (2012) membuktikan bahwa pertumbuhan
perusahaantidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.11 Hubungan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan
Struktur modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan.
Keputusan
keuangan
tersebut
ditetapkan
oleh
manajemen
perusahaan
dimaksudkan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Teori mengenai struktur
modal telah banyak berkembang terutama kaitannya terhadap nilai perusahaan.
Modigliani-Miller awalnya berpendapat bahwa penggunaan hutang tidak akan
meningkatkan nilai perusahaan karena adanya kemungkinan proses arbitrase yang
akan membuat nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang maupun
menggunakan hutang, akhirnya sama. Pendapatan ini berubah ketika ModiglianiMiller mempertimbangkan adanya pajak. Pajak penghasilan perusahaan akan
menyebabkan penggunaan hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan, karena
biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
35
Berdasarkan teori pensinyalan penggunaan hutang memberikan sinyal
positif pada pasar (Brigham dan Houston, 2011).Peningkatan hutang diartikan
oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban masa
datang, sehingga akan berdampak pada peningkatan harga saham yang merupakan
cerminan dari nilai perusahaan. Penggunaan hutang yang terlampau besar juga
tidak dapat dibenarkan karena pada tingkat tertentu penambahan hutang akan
menurunkan nilai perusahaan, seperti apa yang disebutkan dalam teori trade-off
penggunaan hutang yang terlampau besar akan menimbulkan biaya kebangkrutan
yang tinggi pula.
. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Chowdury dan Chowdury
(2010),
Kusumajaya
(2011),
Suadnyana
(2012),
Hermuningsih
(2013)
menemukan bahwa penggunaan hutang pada struktur modal berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasnawati (2005) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Driffield et al (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
adanya pengaruh yang signifikan untuk struktur kepemilikan terhadap leverage
(DAR) dan nilai perusahaan (Tobin’Q) di Indonesia, Korea, Malaysia dan tidak
signifikan di Thailand.
2.12 Hubungan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Kinerja keuangan adalah prestasi kerja di bidang keuangan yang telah
dicapai perusahaan yang dapat dianalisis melalui laporan keuangan. Analisis ini
sangat berguna bagi manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan secara
36
tepat, merencanakan dan mengendalikan perusahaan secara efisien sehingga dapat
memaksimalkan nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2011), kinerja
keuangan memiliki hubungan yang positif terhadap nilai perusahaan, dimana
semakin tinggi kinerja yang dicapai suatu perusahaan maka semakin tinggi pula
nilai perusahaan yang dihasilkan. Awat dan Mulyadi (1995) mengungkapkan
ROE adalah rasio rentabilitas penting dalam analisis laporan keuangan yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan modal sendiri untuk
menghasilkan keuntungan, artinya ROE dapat digunakan untuk mengukur
efisiensi penggunaan model sendiri yang dioperasionalkan dalam perusahaan.
Semakin besar rasio ROE berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bagi pemegang saham.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), Yuniasih dan
Wirakusuma (2006), Carningsih (2008) dan Kusumajaya (2011) membuktikan
bahwa variabel kinerja keuangan yang menggunakan rasio return on equity(ROE)
mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, karena semakin tinggi
nilai ROE maka semakin tinggi juga nilai price to book value perusahaan yang
dapat menarik minat investor untuk membeli saham suatu perusahaan
Download