BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nilai Perusahaan Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimalkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2011). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan hal penting yang harus dicapai oleh manajemen perusahaan (Brigham dan Daves, 2010). Memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dapat diterjemahkan menjadi memaksimalkan harga saham perusahaan. Meskipun perusahaan memiliki tujuan-tujuan yang lain, namun memaksimalkan harga saham adalah tujuan yang paling penting (Brigham dan Houston, 2011). Mengetahui tujuan manajemen keuangan secara benar dapat membantu perusahaan dalam menentukan keputusan-keputusan keuangannya. Tujuan meningkatkan nilai perusahaan semestinya melandasi segala bentuk keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi keputusan-keputusan keuangan yang ditetapkan oleh manajer keuangan. Keputusan yang tepat akan meningkatkan nilai perusahaan dan akhirnya akan berdampak pula pada kemakmuran pemilik perusahaan. Husnan (2008) menyatakan, yang dimaksud dengan nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan 15 16 tersebut dijual. Apabila perusahaan menawarkan saham ke publik maka nilai perusahaan akan tercermin pada harga sahamnya. Jadi, dengan meningkatnya harga saham membuat nilai perusahaan menjadi tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan berdampak pada kepercayaan pasar, tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga untuk melihat prospek perusahaan di masa depan. Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan beberapa rasio antara lain Earning per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham, Price Earning Ratio (PER) yang merupakan rasio harga saham suatu perusahaan dengan pendapatan per saham perusahaan tersebut, Dividend Yield yaitu perbandingan dividen dengan harga saham, dan Price to Book Value (PBV) yang merupakan rasio yang membandingkan antara nilai saham menurut pasar dengan harga saham berdasar harga buku /book value (Brigham and Houston,2011). Penelitian ini menggunakan Price to Book Value (PBV) sebagai proksi dari nilai perusahaan. Price to Book Value yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan dan mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Price to Book Value digunakan untuk melihat berapa besar tingkat undervalued maupun overvalued harga saham yang dihitung berdasarkan nilai buku setelah dibandingkan dengan harga pasar (Brigham dan Houston,2011). Semakin tinggi rasioprice to book value ini maka akan berpengaruh positif terhadap harga saham dari perusahaan yang bersangkutan karena semakin tinggi rasio maka semakin 17 berhasil perusahan menciptakan nilai (return) bagi pemegang saham dan semakin besar rasio PBVnya, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para investor. 2.2 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya (Chen, 2002). Menurut Brigham dan Gapenski (2006) ”Profitability is the net results of a number of policies and decisions”. Brigham dan Houston (2011) juga menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan dalam suatu perusahaan. Rasio profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Ang, 1997). Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba merupakan kewajiban perusahaan kepada para pemegang saham, dan juga laba merupakan elemen dalam menentukan nilai perusahaan. Maka setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi nilai profitabilitas maka perusahaan akan memiliki prospek yang baik di masa depan. Terdapat beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan (Sartono, 2009) dalam (Pratiska, 2012) diantaranya: 18 1) Gross profit margin (GPM) Gross profit margin berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. Nilai GPM semakin mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk penjualan dan semakin besar juga tingkat pengembalian keuntungan. GPM dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut: − = 2) Net Proft Margin (NPM) … . (2.1) Net profit margin mengukur tingkat pengembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Nilai NPM juga berada diantara nol dan satu. Nilai NPM semakin besar mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan dan juga berarti semakin besar tingkat pengembalian keuntungan bersihnya. = ℎ … … … … … … … … … … … . (2.2) 3) Return On Investment (ROI) Return on investment digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROI dapat dikatakan juga sebagai Return On Assets (ROA). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang ada. = ℎ … … … … … … … … … … (2.4) 19 4) Return On Equity (ROE) Return on equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan. Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Return on equity dapat dirumuskan sebagai berikut: = ℎ … … … … … … … … … … … . . . (2.5) Sesuai dengan kepentingan para investor terhadap pertumbuhan nilai investasi dan berdasarkan beberapa pendapat di atas maka rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan adalah Return On Equity (ROE). Return On Equity adalah salah satu rasio profitabilitas yang merupakan perbadingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Return On Equitymerupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola capital yang ada untuk mendapatkan net income. Husnan dan Pudjiastuti (2006) menjelaskan bahwa ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri, sedangkan menurut Harjanti dan Tandelilin (2007) ROE merupakan rasio yang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang dapat diperoleh pemegang saham. Return on equity merupakan rasio yang penting bagi pemilik perusahaan karena rasio ini dapat menunjukkan tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh manajemen perusahaan dari modal yang disediakan oleh pemegang saham dan 20 rasio ini dapat menunjukkan keuntungan yang akan dinikmatinya. Pertumbuhan return on equity (ROE) dapat menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena ini berarti terdapat potensi peningkatan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Hal ini akan memberikan sinyal positif bagi investor terhadap perusahaan, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan menarik modal dalam bentuk saham yang secara tidak langsung akan berdampak pada kenaikan harga saham di pasar modal. 2.3 Struktur Modal Struktur modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang suatu perusahaan (Arifin,2005). Husnan (2008) menyebutkan keputusan pendanaan akan tercermin pada sisi pasiva. Apabila hanya memperlihatkan dana yang tertanam dalam jangka waktu yang lama, maka perbandingan tersebut disebut sebagai struktur modal. Lebih jauh lagi, dijelaskan apakah terdapat pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Maksudnya, apabila komposisi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang terdapat dalam struktur modal berubah apakah harga saham akan berubah, dengan asumsi keputusan-keputusan lainnya tidak berubah. Struktur modal yang 21 terbaik (optimal) adalah struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham atau nilai perusahaan. Brigham dan Houston (2011) mengatakan struktur modal yang optimal dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu, di mana perubahan dalam struktur modal akan mempengaruhi tingkat risiko dan biaya dari masing-masing jenis modal, dan hal ini dapat mengubah rata-rata tertimbang biaya modalnya. Perubahan dalam biaya modal juga dapat mempengaruhi keputusan penganggaran modal dan akhirnya harga saham perusahaan tersebut. 2.3.1Teori Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan atau biaya modal. Keputusan pendanaan mempelajari bagaimana pengaruh sumber dana yang berbeda yaitu antara hutang dan modal sendiri terhadap nilai perusahaan, seandainya keputusan investasi dan kebijakan dividen tidak berubah atau konstan. Sartono (2008) mengemukakan teori struktur modal sebagai berikut : Begitu banyak teori tentang struktur modal dikembangkan, namun belum ada penjelasan yang memuaskan mengenai seberapa besar hutang yang ideal. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori mengenai struktur modal: 1) Pendekatan Laba Bersih (Net Income) Pendekatan laba bersih mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Biaya modal sendiri dan biaya hutang konstan akan 22 menyebabkan jumlah hutang yang digunakan perusahaan akan semakin besar sehingga biaya modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, maka nilai perusahaan akan meningkat. 2) Pendekatan Laba Operasi Bersih (NOI) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan hutang oleh perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dengan pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting. 3) Pendekatan tradisional Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal, dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan sehingga baik biaya hutang (kd) maupun biaya modal sendiri (ke) relatif konstan. Kendati demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, 23 biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat, oleh karena itu nilai perusahaan mulamula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar. 4) Pendekatan Modigliani-Miller (MM) (1) Pendekatan MM Tanpa Pajak Pertama kali MM memperkenalkan teori dtruktur modal dengan asumsi tidak ada pajak pendapatan perusahaan. MM berpendapat bahwa nilai perusahaan adalah tidak tergantung atau tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Hal ini dikarenakan adanya proses arbitrase dimana nilai dua perusahaan berbeda hanya karena kedua perusahaan tersebut memiliki struktur modal yang berbeda. Investor akan menjual saham perusahaan yang memiliki hutang dengan harga yang lebih tinggi, kemudian membeli saham perusahaan yang tidak memiliki hutang atau unlevered dan menginvestasikan kelebihan dananya pada investasi lain. Asumsi akan tidak ada biaya transaksi maka investor dapat meningkatkan tingkat keuntungan yang diterima dengan tingkat risiko yang sama. Proses ini akan berlangsung terus hingga kedua perusahaan memiliki nilai pasar yang sama. Harga saham perusahaan yang 24 tidak memiliki hutang akan meningkat sementara harga saham perusahaan yang memiliki hutang akan turun. (2) Pendekatan MM Ada Pajak MM juga mengembangkan teori struktur modal dalam kondisi ada pajak penghasilan perusahaan. Dalam kondisi ada pajak penghasilan, perusahaan yang memiliki leverage akan memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa leverage. Kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran bunga atas hutang merupakan pengurang pajak, oleh karena itu laba operasi yang mengalir kepada investor menjadi semakin besar. 5) Teori Pensinyalan Teori ini muncul sebagai akibat dari adanya informasi yang tidak simetris antara manajer dan investor. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar. Investor yang merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit, akan berusaha menginterpretasikan perilaku manajer. Perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (investor) Terdapatnya suatu informasi yang asimetris antara manajemen dengan investor, membuat perusahaan akan memilih menggunakan hutang daripada menerbitkan saham dalam pembentukan struktur modalnya. Melakukan penerbitan saham akan memberikan sinyal yang negatif dan 25 akibatnya malah menekan harga saham, meskipun prospek perusahaan tersebut sebetulnya cerah. 6) Pecking Order Theory Pada teori ini dalam keputusan struktur modalnya perusahaan mempunyai urutan preferensi dalam penggunaan dana. Berdasarkan Pecking Order Theory urutan penggunaan dana tersebut adalah sebagai berikut: a. Perusahaan memilih pendanaan internal b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. c. Jika perusahaan memiliki aliran kas yang cukup besar, perusahaan akan membayar hutang atau membeli surat berharga. Sedangkan bila aliran kas tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga. d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahan akan mengeluarkan surat berharga yang aman terlebih dahulu, mulai dengan hutang kemudian yang terakhir saham. 2.4 Risiko Bisnis Aktivitas yang dilakukan perusahaan tidak dapat dipisahkan dari adanya suatu risiko. Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadi akibat buruk atau kerugian yang tidak diinginkan (Imam, 2007). Menurut Brigham dan Daves 26 (2010) risiko didefinisikan dalam Webster’s sebagai ”a hazard; a peril; exposure to loss or injury.” Dengan demikian, risiko mengacu pada kemungkinan bahwa suatu peristiwa yang tidak menguntungkan/merugikan akan terjadi. Brigham dan Houston (2011) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi risiko, yaitu risiko keuangan dan risiko bisnis. Risiko keuangan merupakan tambahan risiko yang dikenakan pada pemegang saham biasa sebagai akibat dari keputusan perusahaan menggunakan hutang. Sedangkan risiko bisnis merupakan tingkat risiko dari operasi perusahaan apabila tidak menggunakan hutang. Menurut Brigham dan Houston (2011) yang dimaksud dengan risiko bisnis adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam proyeksi pengembalian atas modal yang diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Jadi, sebelum memutuskan menggunakan hutang sebaiknya manajemen perusahaan mempertimbangkan terlebih dahulu risiko bisnisnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini menggunakan risiko bisnis sebagai variabel dalam menentukan suatu nilai perusahaan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko bisnis suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh karakteristik masingmasing perusahan, namun pada tingkat tertentu perusahaan dapat mengendalikannya. Menurut Brigham dan Houston (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bisnis antara lain: 1. Variabilitas permintaan Tingkat risiko bisnis perusahaan akan semakin kecil apabila permintaan atas produk perusahaan semakin konstan dimana hal-hal lainnya tetap. 27 2. Variabilitas harga jual Perusahaan akan menghadapi risiko bisnis yang lebih tinggi dari perusahaan sejenis apabila harga jual atas produk perusahaan tersebut lebih fluktuatif. 3. Variabilitas harga input Perusahaan yang memperoleh input dengan harga yang sangat tidak pasti juga bisa menghadapi risiko bisnis yang tinggi. 4. Kemampuan menyesuaikan harga output terhadap harga input Sejumlah perusahaan menghadapi kesulitan dalam meningkatkan harga produknya apabila biaya inputnya meningkat. Semakin besar kemampuan suatu perusahaan dalam menyesuaikan harga output, maka semakin kecil risiko bisnisnya. Kemampuan ini sangat diperlukan perusahaan ketika tingkat inflasi menjadi tinggi. 5. Proporsi biaya tetap Risiko bisnis akan meningkat ketika sebagian besar biaya perusahaan merupakan biaya tetap. Hal ini terjadi ketika permintaan menurun namun biaya tetap yang ditanggung oleh perusahaan tetap. Suatu perusahaan memiliki risiko bisnis kecil atau rendah apabila perusahaan menghadapi permintaan produk yang stabil, harga-harga input dan produknya relatif konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan apabila terjadi kenaikan biaya dan sebagian besar biayanya bersifat variabel sehingga akan menurun. Apabila hal-hal lain konstan/tetap sama, maka semakin rendah risiko bisnis perusahaan, semakin tinggi rasio hutang yang digunakannya (Mulianti, 2010) 28 2.5 Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Taswan, 2003). Growth adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2004). Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa growth merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan maupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode. Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dari proporsi perubahan aset untuk membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiyaannya, hubungannya dengan leverage maka perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat 29 pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiyaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal rendah, oleh sebab itu leverage memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan sehingga semakin tinggi pertumbuhan, maka semakin rendah pula rasio hutang terhadap ekuitas dengan asumsi variabel yang lain konsisten. 2.6 Hubungan Risiko Bisnis Terhadap Profitabilitas Risiko adalah suatu fungsi yang menyangkut ketidakpastian dan kompleksitas yang dihubungkan dengan lingkungan yang mempunyai suatu dampak penting pada kesuksesan perusahaan Olsen et al (1998) dalam Andjarwati dan Grahita (2006). Risiko bisnis akan menggambarkan suatu kegagalan perusahaan yang mengakibatkan kerugian yang tak terduga yang dialami perusahaan. Risiko bisnis merupakan suatu kegagalan pengawasan intern yang mengakibatkan kerugian tak terduga dan ketidakberhasilan dari manajemen untuk memastikan pengembalian kepada perusahaan. Apabila risiko bisnis tinggi maka kinerja perusahaan akan rendah Veliyath (1996) dalam Andjarwati dan Grahita(2006) 30 Houston (2001) menyatakan bahwa pengaruh antara risiko bisnis terhadap kinerja adalah negatif. Apabila risiko bisnis tinggi maka kinerja perusahaan rendah. Wahyono (2005) menyatakan bahwa risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Pengelolaan risiko dilakukan dengan mengindentifikasi, menghitung dan mengantisipasi serta menyiasati risiko bisnis yang mungkin terjadi sehingga dapat meminimalkan risiko dan mengoptimalkan kinerja. Sedangkan Anwar (2008) menemukan bahwa risiko bisnis berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan mengabaikan risiko bisnis dan lebih mengutamakan pertumbuhan perusahaan dari aspek pertumbuhan aset. 2.7 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas Pertumbuhan perusahaan menggambarkan rata-rata pertumbuhan, perubahan kekayaan perusahaan maupun peningkatan kinerja perusahaan. Secara teoritis pertumbuhan perusahaan menggambarkan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Keberhasilan tersebut juga menjadi tolak ukur investasi untuk pertumbuhan di masa yang akan datang. Growth mempengaruhi profitabilitas melalui aset yang dimiliki sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi. Analisis profitabilitas akan sangat berkepentingan bagi pemegang saham untuk memprediksi keuntungan yang akan diterima dalam jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al (1998), Kusumajaya (2011), Kaptiana dan Asandimitra (2013), Memon et al. (2012) dan Kouser et al. (2012) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap 31 profitabilitas. Namun pada penelitian Fitzsimons et al (2005), Kuncoro dan Marlien (2009) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilias, dan pada penelitian Anwar (2008) dan Wardjono (2010) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas. 2.8 Hubungan Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Keputusan pendanaan adalah salah satu keputusan penting dalam manajemen keuangan. Keputusan tersebut berkaitan dengan penentuan struktur modal. Literatur-literatur manajemen keuangan cenderung menghubungkan struktur modal optimal dengan nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan peningkatan harga saham. Struktur modal dapat juga dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas) sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas) dapat diamati melalui rasio return on equity (ROE). Sartono (2008) menjelaskan bahwa return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Jika rasio ROE semakin besar maka struktur modal perusahaan akan lebih besar proporsi penggunaan hutang untuk menghasilkan laba perusahaan, dan bagian laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham akan lebih besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan dengan 32 hutang maka semakin besar laba (profitabilitas) perusahaan yang dihubungkan dengan kemakmuran pemegang saham. Maka, pada penelitian ini kinerja keuangan diukur dengan salah satu rasio profitabilitas yaituReturn On Equity (ROE). Penelitian yang dilakukan oleh Chathoth (2002), Tsatsaronis dan Roumpis (2007), Anwar (2009) dan Kusumajaya (2011) membuktikan bahwa struktur modal mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, hasil tersebut mengindikasi bahwa penggunaan hutang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumasari,dkk (2010) dalam penelitian Kusumajaya (2011) menemukan bahwa variabel struktur modal berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja keuangan suatu perusahaan. 2.9 Hubungan Risiko Bisnis Terhadap Nilai Perusahaan Risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian ini merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko.Menurut Vaughan dalam Herman Darmawi (2006) risiko adalah kans kerugian yang biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan terhadap kerugian atau kemungkinan kerugian. Perusahaan dapat mengelola risiko yang dihadapi dengan mengindentifikasi risiko. Adanya pengelolaan atas risiko menyebabkan ketidakpastian yang 33 berkaitan dengan risiko tersebut dapat diminimalkan, dan pada dasarnya nilai perusahaan dapat ditingkatkan dengan suatu pengelolaan risiko yang efektif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslimin (2006), Wasnieski (2008) dan Efni,dkk (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi risiko suatu perusahaan akibat penggunaan hutang karena besarnya beban bunga tetap yang harus dibayarkan dan mengurangi kemampuan perusahaan untuk memperoleh pinjaman akan berdampak pada penurunan nilai perusahaan tersebut, maka para peneliti dalam penelitiannya mereka masing-masing membuktikan bahwa variabel risiko bisnis akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Gama (2009) menemukan bahwa variabel risiko bisnis yang mempunyai pengaruh terhadap struktur modal tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2.10 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Perusahaan yang besar lebih diminati daripada perusahaan yang kecil sehingga pertumbuhan perusahaan sangat mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Perusahaan yang tumbuh dengan cepat juga menikmati keuntungan dan citra positif yang diperoleh. Agar pertumbuhan cepat tidak memiliki arti pertumbuhan biaya yang kurang terkendali maka dalam mengelola pertumbuhan, perusahaan harus memiliki pengendalian operasi dengan penekanan pengendalian biaya. Stulz (1990) menemukan bahwa perusahaan yang menghadapi pertumbuhan yang rendah, maka rasio hutang berhubungan secara positif dengan nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menghadapi kesempatan 34 pertumbuhan yang tinggi, maka rasio hutang berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan. Oleh karena itu pengaruh hutang terhadap nilai perusahaan sangat tergantung pada keberadaan kesempatan pertumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasai (2002), Sriwardany (2006) dan Ayuningtyas (2013) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon positif oleh investor sehingga akan meningkatkan harga saham, sedangkan hasil berbeda ditemukan oleh Safrida (2008) dan Meythi,dkk (2012) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaantidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2.11 Hubungan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Struktur modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan keuangan tersebut ditetapkan oleh manajemen perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Teori mengenai struktur modal telah banyak berkembang terutama kaitannya terhadap nilai perusahaan. Modigliani-Miller awalnya berpendapat bahwa penggunaan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan karena adanya kemungkinan proses arbitrase yang akan membuat nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang maupun menggunakan hutang, akhirnya sama. Pendapatan ini berubah ketika ModiglianiMiller mempertimbangkan adanya pajak. Pajak penghasilan perusahaan akan menyebabkan penggunaan hutang dapat meningkatkan nilai perusahaan, karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. 35 Berdasarkan teori pensinyalan penggunaan hutang memberikan sinyal positif pada pasar (Brigham dan Houston, 2011).Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban masa datang, sehingga akan berdampak pada peningkatan harga saham yang merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Penggunaan hutang yang terlampau besar juga tidak dapat dibenarkan karena pada tingkat tertentu penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, seperti apa yang disebutkan dalam teori trade-off penggunaan hutang yang terlampau besar akan menimbulkan biaya kebangkrutan yang tinggi pula. . Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Chowdury dan Chowdury (2010), Kusumajaya (2011), Suadnyana (2012), Hermuningsih (2013) menemukan bahwa penggunaan hutang pada struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasnawati (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Driffield et al (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan untuk struktur kepemilikan terhadap leverage (DAR) dan nilai perusahaan (Tobin’Q) di Indonesia, Korea, Malaysia dan tidak signifikan di Thailand. 2.12 Hubungan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Kinerja keuangan adalah prestasi kerja di bidang keuangan yang telah dicapai perusahaan yang dapat dianalisis melalui laporan keuangan. Analisis ini sangat berguna bagi manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan secara 36 tepat, merencanakan dan mengendalikan perusahaan secara efisien sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2011), kinerja keuangan memiliki hubungan yang positif terhadap nilai perusahaan, dimana semakin tinggi kinerja yang dicapai suatu perusahaan maka semakin tinggi pula nilai perusahaan yang dihasilkan. Awat dan Mulyadi (1995) mengungkapkan ROE adalah rasio rentabilitas penting dalam analisis laporan keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan, artinya ROE dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan model sendiri yang dioperasionalkan dalam perusahaan. Semakin besar rasio ROE berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan menghasilkan laba bagi pemegang saham. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), Yuniasih dan Wirakusuma (2006), Carningsih (2008) dan Kusumajaya (2011) membuktikan bahwa variabel kinerja keuangan yang menggunakan rasio return on equity(ROE) mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, karena semakin tinggi nilai ROE maka semakin tinggi juga nilai price to book value perusahaan yang dapat menarik minat investor untuk membeli saham suatu perusahaan