BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul “Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed (Kajian Feminisme)” pada tahun 2011. Penelitian tersebut membahas tentang (1) bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi dan eksploitasi wanita dalam novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed; (2) bagaimana perlawanan tokoh terhadap diskriminasi wanita dalam The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed; (3) bagaimana perlawanan tokoh terhadap eksploitasi wanita dalam novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa meski islam datang untuk memuliakan wanita, tetapi masih terdapat bentuk-bentuk diskriminasi dan eksploitasi wanita dalam novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed. Kemudian diskriminasi dalam novel tersebut memicu perlawanan dari tokoh-tokoh wanita yang berpendidikan khususnya yang berpendidikan di luar negeri. Selain itu, seperti halnya terhadap diskriminasi, tokoh wanita juga melawan eksploitasi dengan berbagai cara. Hal ini mengindikasikan kepedulian tokoh-tokoh wanita terhadap kondisi wanita lain yang tertindas. Berdasarkan uraian penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dan penelitian sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada pendekatan yang digunakan adalah pendekatan feminisme dan menyinggung adanya diskriminasi. Namun objek kajian penelitian sebelumnya lebih fokus pada perlawanan tokoh terhadap diskriminasi dan eksploitasi wanita dalam novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. Ahmed. Sedangakn dalam penelitian ini lebih fokus pada diskriminasi yang terjadi pada tokoh perempuan dalam novel Lintang Kemukus Dini Hari karya Ahmad Tohari. Jadi objek kajiannya jelas berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. 2.2 Hakikat Novel Dalam dunia sastra novel dikenal sebagai karya fiksi yang bersifat imajinatif. Pengertian novel dalam penelitian ini dimulai dari pendapat yang dikemukakan oleh Abrams. Menurut Abrams (Tuloli, 2000:16) bahwa istilah novel adalah fiksi prosa, yang dalam bahasa-bahasa di Eropa disebut roman berasal dari kata romance. Di Inggris novel berasal dari bahasa Italia novella yaitu sesuatu yang baru yang kecil, yang menjadi cerita pendek dalam bentuk prosa. Sekarang istilah novella sering disamakan dengan novelette, yaitu suatu fiksi prosa yang panjangnya menengah. Wiyatmi (2012:80) menyatakan bahwa novel merupakan salah satu karya seni yang diciptakan oleh sastrawan untuk mengkomunikasikan masalah sosial maupun individual yang dialami oleh sastrawan maupun masyarakatnya. Pengertian yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa Wiyatmi memandang sebuah novel sebagai salah satu karya seni yang digunakan oleh pengarang sebagai alat komunikasi untuk mempublikasikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Sedangkan Ian Watt (Tuloli, 2000:17) berpendapat bahwa novel adalah suatu ragam sastra yang memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Pendapat ini lebih memandang novel sebagai ragam sastra yang menggambaran pengalaman manusia yang berbudaya yang ditulis pengarang secara sistematis. Selanjutnya Stanton (2012: 90) megemukakan bahwa novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetil. Stanton memandang novel sebagai suatu gambaran sosial masa lalu atau sejarah yang ditulis kembali secara lengkap dan menghadirkan tokoh sebagai pemeran dalam peristiwa yang ada dalam novel. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan salah satu ragam sastra yang di dalamnya mengandung makna tentang kehidupan manusia dan situasi sosial maupun budaya yang digambarkan oleh seorang pengarang berdasarkan pengalaman, peristiwa masa lalu dan ditulis secara sistematis yang bersifat imajinatif (rekaan). 2.3 Hakikat Tokoh 1) Pengertian Tokoh Setiap karya sastra utamanya novel pasti mengisahkan seseorang atau beberapa orang sebagai tokoh. Tokoh merupakan pelaku dalam cerita fiksi. Sugihastuti dan Suharto (2010:50) mengemukakan bahwa tokoh adalah orangnya, sebagai subjek yang menggerakkan peristiwa-peristiwa cerita, tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak atau karakteristik tertentu. Sedangkan menurut Pujiharto (2012:43) mengemukakan bahwa istilah ‘tokoh’ biasa dipergunakan untuk menunjuk pada pelaku cerita. Tokoh merujuk pada individu-individu yang muncul di dalam cerita. Tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam fiksi, sesuai dengan namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang tak pernah ada di dunia nyata (Nurgiyantoro, 2010:169). Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang menjalani semua peristiwa yang ada dalam cerita. 2) Jenis Tokoh Pujiharto (2012:44) mengklasifikasikan tokoh-tokoh dalam cerita sebagai berikut. a) Tokoh berdasarkan fungsi penampilannya, dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis yaitu tokoh yang dihadirkan sebagai tokoh yang dikagumi oleh pembaca, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berkonflik dengan tokoh protagonis. b) Tokoh berdasarkan tingkat kepentingan peranannya bisa diklasifikasikan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. c) Tokoh berdasarkan wataknya, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat/kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang sifat dan tingkah lakunya datar, monoton, dan hanya satu watak tertentu yang dicerminkannya. Sedangkan tokoh bulat, sifat dan tingkah lakunya mengalami perubahan. Perubahan ini mampu memunculkan efek kejutan pada pembaca. 2.4 Hakikat Diskriminasi 1) Pengertian Diskriminasi Secara harfiah dikriminasi berarti “perbedaan”. Diskriminasi ini memiliki arti memperlakukan orang atau kelompok (biasanya minoritas) secara berbeda berdasarkan karakteristik seperti asal, ras, asal negara, agama, keyakinan politik atau agama, kebiasaan sosial, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, usia, dll. Diskriminasi adalah prinsip yang mengatakan bahwa semua orang tidak sama. Diskriminasi dapat dilihat sebagai ekspresi intoleransi dan untuk perbuatan prasangka (http://id.shvoong.com). Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Sementara dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; pasal 1 memuat definisi kerja mengenai arti diskriminasi terhadap wanita. Dinyatakan bahwa: “Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” ialah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang didasarkan atas jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau di bidang manapun, oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan pria dan wanita”(Ihromi, dkk : 2006:40). Jadi dapat disimpulkan bahwa diskriminasi adalah perlakuan tidak adil atau berbeda terhadap sesama manusia baik secara langsung maupun tidak langsung atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik dan lain-lain. 2) Jenis-jenis Diskriminasi Berbagai jenis diskriminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut. 1. Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan jender (peran sosial karena jenis kelamin). Definisi tentang diskriminasi meliputi kekerasan berdasarkan jenis kelamin, yaitu kekerasan yang ditujukan kepada wanita, karena ia adalah seorang wanita atau mempunyai pengaruh secara tidak sepadan pada wanita. Kekerasan itu meliputi tindakan yang mengakibatkan kerusakan atau penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan (Ihromi, dkk : 2006:54). 2. Diskriminasi terhadap penyandang cacat, contohnya penyandang cacat dianggap sakit dan tidak diterima kerja dimanapun (http://id.shvoong.com). 3. Diskriminasi pada penderita HIV/Aids, contohnya penderita HIV/Aids dikucilkan dari masyarakat dan dianggap sampah masyarakat (http://id.shvoong.com). 4. Diskriminasi karena status sosial, contohnya di India kasta paling rendah dianggap sampah masyarakat dan dimiskinkan atau dimarjinalkan sehingga tidak punya akses apapun untuk menikmati hak asasinya (http://id.shvoong.com). 5. Diskriminasi rasial, misalkan seorang perempuan dari etnis Tionghoa, mendapatkan perbedaan perlakuan atau diskriminasi karena ras atau etnisnya(http://id.shvoong.com). Dari beberapa jenis diskriminasi di atas, yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah jenis diskriminasi pada nomor 1 yaitu diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan jender (peran sosial karena jenis kelamin) dan jenis diskriminasi nomor 2 yaitu diskriminasi status sosial. Dalam novel Lintang Kemukus Dini Hari Karya Ahmad Tohari seorang perempuan mendapatkan diskriminasi karena jenis kelaminnya dan peran sosialnya di masyarakat karena ia adalah seorang ronggeng. Selain itu, status sosial tokoh perempuan dalam novel yaitu sebagai kaum kaula atau masyarakat yang berstatus rendah di kalangan masyarakat Jawa sehingga memperoleh diskriminasi dari kaum priyai. 2.5 Teori Feminisme Sastra Secara etimologis, feminis berasal dari kata femme (woman), yang berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Kutha Ratna, 2013:184). Didipu (2013:121) mengemukakan bahwa dalam bidang sastra, teori feminisme sastra atau disebut juga kritik sastra feminis berhubungan dengan eksistensi perempuan dalam karya sastra. Atau dalam pengertian yang lebih luas lagi, teori sastra feminis tidak lain merupakan reaksi kesadaran tentang peran para perempuan dalam semua aspek produksi sastra, baik sebagai penulis, sebagai pembaca dan sebagainya (Carter dalam Didipu, 2013:121). Teori feminis sastra berhubungan dengan bagaimana kedudukan perempuan dalam karya sastra, utamanya karya satra novel. Hal ini didukung oleh pendapat Sugihastuti dan Suharto (2010:15-16) bahwa dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Pertama, kedudukan dan peran para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih didominasi oleh lakilaki. Dengan demikian, upaya pemahamannya merupakan keharusan untuk mengetahui ketimpangan gender dalam karya sastra, seperti terlihat dalam realitas sehari-hari masyarakat. Kedua, dari resepsi pembaca karya sastra Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam hal latar sosial pendidikannya, pekerjaannya, perannya dalam masyarakat, dan pendeknya derajat mereka sebagai bagian integral dan susunan masyarakat. Ketiga, masih adanya resepsi pembaca karya sastra Indonesia yang menunjukkan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan hanyalah merupakan hubungan yang didasarkan pada pertimbangan biologis dan sosialekonomis semata-mata. Keempat, penelitian sastra telah melahirkan banyak perubahan analisis dan metodologinya, salah satunya adalah penelitian sastra yang berperspektif feminis. Kelima, banyak pembaca yang menganggap bahwa peran dan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki seperti nyata diresepsi dari karya sastra Indonesia. Tuloli (2000:85) mengemukakan bahwa perkembangan paham feminis dalam budaya Barat di Inggris dan Amerika, berkisar tahun 1960-an. Tujuan inti adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan (wanita) agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Julia Kristeva mengemukakan bahwa Feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan. Baik dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya (Syuropati dan Agustina Soebachman, 2012:115). Menurut Sugihastuti dan Suharto (2010:6) bahwa kritik sastra feminis menawarkan pandangan bahwa para pembaca perempuan dan kritikus perempuan membawa persepsi, pengertian, dan dugaan yang berbeda pada pengalaman membaca karya sastra apabila dibandingkan dengan laki-laki. Humm (Wiyatmi, 2012:10) mengatakan bahwa feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Selanjutnya Humm menyatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Ruthven (Wiyatmi, 2012:10) menyatakan bahwa pemikiran dan gerakan feminisme lahir untuk mengakhiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat. Homzah (2010:5) menyatakan bahwa Feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan yang mengupayakan transformasi bagi satu pranata sosial yang secara jender lebih egaliter. Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa feminisme adalah teori tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan disegala bidang yang di dalamnya terdapat gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan dan mengakhiri dominasi laki-laki. Jadi dalam penelitian ini teori feminisme sastra diterapkan untuk melihat kedudukan perempuan dalam novel Lintang Kemukus Dini Hari karya Ahmad Tohari yang mengalami berbagai bentuk diskriminasi.