ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Oleh Tim Penulis : 1. 2. 3. 4. Anisah SE., MM. Faramita Dwitama ST., MM. Devi Indriani SKom Christera Kuswahyu Indira SE i KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, yang selalu membimbing hamba- Nya. Atas pertolongan dan tuntunan-Nya penyusunan ebook dengan judul ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI dapat diselesaikan. Penulis berusaha untuk membuat ebook ini sebaik mungkin, namun karena keterbatasan yang ada, sangat terbuka kemungkinan terdapat kesalahan. Karena itu tim penulis mengharap masukan positif dari semua pihak untuk perbaikan ebook ini. Dengan penuh kerendahan hati, tim penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang langsung maupun tidak langsung, turut andil dan memotivasi penyelesaian ebook ini Tim penulis menyadari bahwa penulisan ebook ini masih jauh dari sempurna, namun tim penulis berharap semoga penulisan ebook ini bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, September 2013 Tim Penulis ii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ............................................................................................. i Kata Pengantar ............................................................................................ ii Daftar Isi ................................................................................................... iii BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi 1.1 Pengertian Hukum .................................................... 1 1.2 Tujuan Hukum dan Sumber-sum.............................. 1 1.3 Manfaat Hukum dari Berbagai Aspek....................... 1 1.4 Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi............... 2 Subyek dan Obyek Hukum 2.1 Subyek Hukum ......................................................... 3 2.2 Obyek Hukum Obyek Hukum ................................. 4 Hukum Perdata 3.1 Sejarah Singkat Hukum Perdata .......... ... ............... 5 3.2 Pengertian Hukum Perdata....................................... 5 3.3 Keadaan Hukum Di Indonesia................................. 3.4 Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia................ 6 6 Hukum Perikatan 4.1 Pengertian Hukum Perikatan........................................ 8 4.2 Dasar Hukum Perikatan................................................ 8 4.3 Asas-Asas Hukum Perikatan....................................... 9 4.4 Wanprestasi dan akibat-akibatnya ............................... 9 4.5 Hapusnya Perikatan …. .............................................. 9 BAB 5 Hukum Perjanjian 5.1 Pengertian Standar Kontrak ............................... 10 5.2 Macam-macam Perjanjian ……………….......... 10 5.3 Syarat Sahnya Perjanjian......................................... 13 5.4 Saat Lahirnya Perjanjian .......................................... 14 5.5 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian....... 14 BAB 6 Hukum Dagang ( KUHD ) 6.1 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang.... 15 6.2 Berlakunya Hukum Dagang........................................ 15 iii 6.3 BAB 7 BAB 8 Bentuk-bentuk Badan Usaha .................................15 Wajib Daftar Perusahaan 7.1 Dasar hukum wajib daftar perusahaan.................. 16 7.2 Ketentuan wajib daftar perusahaan…………........ 16 7.3 Tujuan wajib daftar perusahaan............................ 17 7.4 Kewajiban pendaftaran ............................................ 17 7.5 Cara & tempat serta waktu pendaftaran..................... 17 7.6 Hal – hal yang wajib didaftarkan............................ 17 Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) 8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)........... 18 8.2 Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual ………....... 8.3 Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.. ............................................................................ BAB 9 BAB 10 18 18 8.4 Hak Cipta ................................................................... 18 8.5 Hak Paten………………………............................ 19 8.6 Hak Merk………………………........................... 19 8.7 Desain Industri …………………........................... 20 8.8 Rahasia Dagang …………………........................... 20 Wajib Daftar Perusahaan 9.1 Pengertian Konsumen........................................... 21 9.2 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ............... 9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen.................................... 22 9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha............................ 22 9.5 Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha............... 23 9.6 Tanggung Jawab Pelaku Usaha ............................... 23 9.7 Sanksi Pelaku Usaha................................................. 23 21 Penyelesaian Sengketa Ekonomi 10.1 Pengertian Sengketa............................................ 25 10.2 Cara-cara Penyelesaian Sengketa …………........ 25 10.3 Perbandingan antara perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi................................................................. 26 Daftar Pustaka............................................................................................. 27 iv BAB I Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi 1.1 Pengertian Hukum Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum. Pengertian Hukum menurut para ahli Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”: Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Aristoteles Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. R. Soeroso SH Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Abdulkadir Muhammad, SH Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. 1.2 Tujuan Hukum dan Sumber-sumber Hukum Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata. 1.3 Manfaat Hukum dari Berbagai Aspek Instrumen hukum yang berkaitan dengan sumber daya alam dalam sistem hukum hukum Indonesia seperti : (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; (2) UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan; (3) UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; (4) UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan; dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; pada dasarnya memiliki karakteristik dan kelemahan-kelemahan substansial seperti berikut: 1 1. Berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (resources use-oriented) sehingga mengabaikan kepentingan konservasi dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam, karena hukum semata-mata digunakan sebagai perangkat hukum (legal instrument) untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan peningkatan pendapatan dan devisa negara. 2. Berorientasi dan berpihak pada pemodal-pemodal besar (capital oriented), sehingga mengabaikan akses dan kepentingan serta mematikan potensi-potensi perekonomian masyarakat adat/lokal. 3. Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berpusat pada negara/pemerintah (state-based resource management), sehingga orientasi pengelolaan sumberdaya alam bercorak sentralistik. 4. Manajemen pengelolaan sumber daya alam menggunakan pendekatan sektoral, sehingga sumber daya alam tidak dilihat sebagai sistem ekologi yang terintegrasi (ecosystem). 5. Corak sektoral dalam kewenangan dan kelembagaan mennyebabkan tidak adanya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengelolaan sumber daya alam 6. Tidak diakui dan dilindunginya hak-hak asasi manusia secara utuh, terutama hakhak masyarakat adat/lokal dan kemajemukan hukum dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam. 1.4. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu: a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal). b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan). BAB 2 Subyek dan Obyek Hukum 2 2.1 Subyek Hukum Subyek hukum adalah siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak didalam hukum atau dengan kata lain siapa yang cakap menurut hukum untuk mempunyai hak. Menurut Ilmu hukum, subyek hukum adalah orang atau person dari setiap badan hukum ORANG sebagai sebagai subyek hukum dibedakan dalam 2 pengertian : a. NATURLIJKE PERSOON (MENSELIJK PERSON), yang disebut orang dalam bentuk manusia b. RECHTS PERSOON, yang disebut orang dalam bentuk Badan Hukum atau orang yang diciptakan hukum secara fiksi. Badan Hukum (Rechts Persoon), terbagi 2 : 1) Badan Hukum Publik, yang sifatnya terlihat unsur kepentingan public yang ditangani oleh Negara. 2) Badan Hukum Privat, yang sifatnya terlihat unsur-unsur kepentingan individual dalam Badan Swasta. MANUSIA sebagai subyek hukum Manusia sebagai pribadi (Naturlijke person) sebagai subyek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya, dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Manusia sebagai subyek hukum diatur secara luas pada Buku I tentang Orang dalam KUHPer, Undang-Undang Orang Asing, dan beberapa perundangundangan lain. Pasal 2 KUHPer menegaskan “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, namun bila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia tidak pernah ada” BADAN HUKUM sebagai subyek hukum Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak sebagai manusia. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi dan mungkin pula kumpulan dari Badan Hukum yang pengaturannya sesuai & menurut hukum yang berlaku. Badan Hukum sebagai pembawa hak (tidak berjiwa), dimana ia dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, contoh : dapat melakukan persetujuan, dapat memiliki kekayaan. Perbedaan MANUSIA & BADAN HUKUM 1. Badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan 2. Badan hukum tidak dapat melakukan hukuman penjara (kecuali denda) 3. Badan hukum bertindak dengan perantara pengurus. BADAN HUKUM, terdiri dari : 1. Publik, yaitu Negara, Kotamadya, Desa 2. Perdata, yaitu PT, Yayasan, Lembaga, Koperasi 2.2 Obyek Hukum - Biasa disebut BENDA (zaak) - BENDA menurut KUHP Pasal 499 “segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang” 3 - BENDA yang bersifat tidak kebendaan, hanya dapat dirasa oleh panca indera, tidak dapat dilihat dan tidak dapat direalisasikan. Contoh : Merk perusahaan, paten, ciptaan musik. BENDA yang bersifat kebendaan (Zakelijk rechten atau Materiele Qoederen) dapat dibagi: 1. Benda bertubuh (berwujud) “benda ini dapat dilihat, diraba, dirasa, dengan panca indera” Terbagi menjadi : a. Benda bergerak (benda tidak tetap) 1) Benda yang dapat dihabiskan, adalah beras, minyak, uang. 2) Benda yang tidak dapat dihabiskan, adalah mobil, perhiasan, pulpen, arloji, dsb. b. Benda tidak bergerak (benda tetap), yaitu Tanah, rumah, pabrik, kapal 20 m3 keatas, gedung, hak pakai, hak usaha, dll. 2. Benda tidak bertubuh (Tidak berwujud) “benda ini dapat dirasakan dengan panca indera tetapi tidak dapat dilihat dan diraba, tapi bisa direalisasikan menjadi 1 kenyataan” Contoh : surat-surat berharga, wesel, cek, saham, obligasi, sertifikat. 4 BAB 3 Hukum Perdata 3.1 Sejarah Singkat Hukum Perdata Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda. Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”. Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce. Dan pada tahun 1948, kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle). 3.2 Pengertian Hukum Perdata Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana. Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu. Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum 5 yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. 3.3 Keadaan Hukum Di Indonesia Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu: 1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa. 2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu: Golongan Eropa dan yang dipersamakan Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab). 3.4 Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat : 1) Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi : Buku I : Berisi mengenai orang Buku II : Berisi tentanng hal benda Buku III : Berisi tentang hal perikatan Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa 2) Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu : I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi) Mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri. II. Hukum kekeluargaan Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lainlain. III. Hukum kekayaan Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain : hak seseorang pengarang atau karangannya hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak. IV. Hukum warisan Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. 6 BAB 4 Hukum Perikatan 4.1. Pengertian Hukum Perikatan Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law). Definisi Perikatan Menurut para ahli Menurut Hofmann : Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu. Menurut Pitlo : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi Menurut Subekti : Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang. 4.2 Dasar Hukum Perikatan Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat tiga sumber yaitu : 1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian). 2. Perikatan yang timbul undang-undang. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata : ”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan terjadi karena undang-undang semata yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming). 7 4.3 Asas-Asas Hukum Perikatan Azas azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni : 1. Asas Kebebasan Berkontrak, Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. 2. Asas konsensualisme, Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. 4.4 Wanprestasi dan akibat-akibatnya Para debitur berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan inkar janji (wanprestasi). Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan, 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni : 1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi). 2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian. 3. Peralihan Risiko 4.5 Hapusnya Perikatan Hapusnya Perikatan menurut pasal 1381: 1. Pembayaran. 2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. 3. Pembaharuan utang. 4. Perjumpaan utang atau kompensasi. 5. Percampuran utang. 6. Pembebasan utang. 7. Musnahnya barang yang terutang. 8. Kebatalan atau pembatalan. 9. Berlakunya suatu syarat batal. 10. Lewatnya waktu. 8 BAB 5 Hukum Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain. 5.1. Pengertian Standar Kontrak Standar Kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan) perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman) Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran. Jenis-jenis kontrak standar Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi: a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur; b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak; c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga. Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu: a. kontrak standar menyatu; b. kontrak standar terpisah. Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara: a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandatangani b. kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan. 5.2 Macam-macam Perjanjian A. Perjanjian Jual-beli Pengaturan tentang Jual beli sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima, yang pada Pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 9 B. Perjanjian Tukar Menukar Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertibal balik, sebagai gantinya barang lain. Objek tukar menukar, dalam KUHPerdata adalah semua yang dapat diperjual belikan, maka dapat menjadi objek tukar menukar. Terhadap hal ini juga dalam KUH Perdata menyatakan bahwa semua pengaturan tentang jual beli juga berlaku untuk perjanjian tukar menukar. C. Perjanjian Sewa-Menyewa Ketentuan KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548 yang berbunyi: ”Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yanag tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. D. Perjanjian Persekutuan Perjanjian persekutuan berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainnya yang juga bertujuan untuk mencari keuntungan bersama seperti Firma, maupun Perseroan Terbatas, dikarenakan dalam persekutuan perjanjian hanya lah antara para pihak yang mengikatkan dirinya dan tidak mempunyai pengaruh ke luar kepada pihak yang lain. Begitu juga sebalikna, pihak ketiga tidak mempunyai kepentingan bagaimana diaturnya kerjasama dalam persekutuan itu, karena para sekutu bertanggungjawab secara pribadi atau perseorangan tentang hutang-hutang yang mereka buat. E. Perjanjian Perkumpulan Perjanjian Perkumpulan menurut perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan tertentu, dalam hal mana kerja sama ini disusun dengan bentuk dan cara sebagaimana yang diatur dalam “anggaran dasar” ataupun “statuten” nya. F. Perjanjian Hibah Perjanjian Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuat barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada Pasal 1666 sampai dengan 1693 KUH Perdata. Menelaah dari pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian adalah bersifat sepihak, dikarenakan dalam perjanjian ini pihak penerima hibah tidak perlu memberikan kontraprestasi sebagai imbalan kepada pihak penghibah. G. Perjanjian Penitipan Barang Perjanjian Penitipan barang merupakan suatu perjanian riil yang baru akan terjadi apabila seseorang telah menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal. Dasar hukumnya bisa dapati pada Pasal 1694 KUH Perdata. H. Perjanjian Pinjam-Pakai Perjanjian pinjam pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan CumaCuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakai atau setelah lewat waktu tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan umum bisa kita dapatkan pada Pasal 1794 KUH Perdata. Perjanjian pinjam pakai mensyaratkan pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan barangnya dan memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik . dan terhadap objeknya ditentukan adalah setiap 10 I. J. K. L. M. barang yang dapat dipakai oleh orang dan mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian. Perjanjian Pinjam Meminjam Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Ketentuan umum terhadapnya dalapat kita lihat pada Pasal 1754 KUH Perdata. Perjanjian pinjam meminjam mensyaratkan bahwa pihak yang meminjamkan barang tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan si peminjam adalah berkewajiban untuk mengembalikanya dalam bentuk dan jumlah serta mutu yang sama. Perjanjian Untung-Untungan Perjanjian ini adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak adalah bergantung pada suatu keadaan yang belum tentu. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalan perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup dan perjudian dan pertaruhan. Pasal 1774 KUH perdata mengatur tentang perjanjian untung-untungan yang menyatakan bahwa suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, adalah bergantung kepada suatu keadaan yang belum tentu. Perjanjian Penanggungan Penanggungan adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang ketika orang ini sendiri tidak memenuhinya. Ketentuan tentang penaggungan kita dapatipada Pasal 1820 KUH Perdata. Perjanjian Perdamaian Pasal 1851 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian perdamaian, yang merupakan perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis, apabila terjadi perdamaian dibuat secara tidak tertulis adalah tidak sah. Perjanjian perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang termaktub dalam perjanjian tersebut, oleh karena itu, setiap perdamaian hanya mengakhiri apa yang dimaksud dalam perjanjian baik dirumskan secara khusus maupun umum. Perjanjian Pengangkutan Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dalam hal mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim adalah mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Objek dari perjanjian pengangkutan adalah barang dan orang. Untuk pengangkutan barang, biasanya ditandai dengan tanda bukti pengiriman barang berupa surat angkutan dan sifatnya adalah wajib ada. Isinya denga tegas harus mencantumkan tentang muatan yang diangkut serta bagaimana tanggung jawab dari pengangkut. Dalam perkembangannya, perjanjian pengangkut dituangkan dalam suatu kontrak standar yang klausula-klausula nya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak 11 pengangkut, dan seringkali juga membatasi tanggung jawab pengangkut dalam perjanjian tersebut. Untuk perjanjian pengangkutan orang adalah ditandai dengan diterbitkannya tanda bukti berupa tiket atau karcis penumpang. N. Perjanjian Kredit Perjanjian ini adalah perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, ibalan atau pembagian keuntungan. O. Perjanjian Pembiayaan Konsumen Yaitu perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran. P. Perjanjian Kartu Kredit Yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk pembayaran barang dan jasa. Q. Perjanjian Ke-Agen-an Yaitu perjanjian dimana agen adalah perusahaan yang bertindak atas nama prinsiple untuk kemudian menyalurkannya kepada konsumen dengan mendapatkan komisi. Barang-barang adalah tetap menjadi milik nya si prinsiple. R. Perjanjian Distributor Yang mana dalam perjanjian ini, distributor bertindak atas namanya sendiri ia membeli suatu barang dari produsen dan menjualnya kembali kepada konsumen untuk kepentingan sendiri. S. Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing) Perjanjian sewa guna usaha (leasing) ini adalah perjanjian yang memberikan barang modal, baik dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) untuk dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran berkala; T. Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement) Yaitu pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi Perdagangan dalam dan luar negeri; U. Perjanjian Modal Ventura Yaitu perjanjian penyertaan modal usaha dalam suatu perusahaan mitra dalam mencapai tujuan tertentu seperti pengembangan suatu penemuan baru, pengembangan perusahaan awal yang kesulitan modal, pengembangan proyek penelitian dan rekayasa serta berbagai pengembangan usaha dengan menggunakan teknologi. 5.3 Syarat Sahnya Perjanjian Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu : 1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan. 2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah 12 pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu. 3. Ada suatu hal tertentu Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak. 4. Adanya suatu sebab yang halal 5.4 Saat Lahirnya Perjanjian Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu: a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie) Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya. b. Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak. c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan. d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak. 5.5 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena; 1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki. 2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya. 3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan 4. Terlibat hukum 5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian. 13 BAB 6 Hukum Dagang ( KUHD ) Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ). 6.1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut. Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). 6.2 Berlakunya Hukum Dagang Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan). • Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus – menerus, bertindakkeluar, untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan perjanjian – perjanjian perdagangan. • Menurut Undang – undang Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba 6.3 Bentuk-bentuk Badan Usaha Usaha dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan usaha, yaitu : 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Badan Usaha Milik Swasta 3. Koperasi. 14 BAB 7 Wajib Daftar Perusahaan 7.1. Dasar hukum wajib daftar perusahaan Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi. Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan. Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273) 7.2 Ketentuan wajib daftar perusahaan Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah : Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan; Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembagalembaga sosial, misalnya, yayasan. 15 Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba; Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan. 7.3 Tujuan wajib daftar perusahaan Tujuan daftar perusahaan : Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan. Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan. Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha. Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha. Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha. Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ). 7.4 Kewajiban pendaftaran Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. 7.5 Cara & tempat serta waktu pendaftaran Menurut Pasal 9 : Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu : - di tempat kedudukan kantor perusahaan; - di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan; - di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian. 7.6 Hal – hal yang wajib didaftarkan Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan. Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut : Umum Mengenai Pengurus dan Komisaris Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris Mengenai Setiap Pemegang Saham Akta Pendirian Perseroan 16 BAB 8 Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) 8.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak ekslusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual: • Prinsip ekonomi • Prinsip keadilan • Prinsip kebudayaan • Prinsip sosial 8.2 Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industri (industrial property right). Hak Cipta (copyright) adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. 8.3 Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty 8.4 Hak Cipta Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1). Dasar Hukum Hak Cipta: • UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta • UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15) 17 • • 8.5 UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42) UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29) Hak Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001: • Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1). • Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten). • Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. • Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Dasar Hukum Hak Paten: •UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39) •UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30) •UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109) 8.6 Hak Merk Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 : • Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1) • Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen. • Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek). Dasar Hukum Hak Merk: • UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81) • UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31) • UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110) 8.7 Desain Industri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri : 18 Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1) 8.8 Rahasia Dagang Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang : Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. 19 BAB 9 Perlindungan Konsumen 9.1 Pengertian Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 9.2 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Asas perlindungan konsumen, Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen. Asas manfaat, Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan. Asas keadilan, asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas keseimbangan, asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas kepastian hukum,asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Tujuan perlindungan konsumen Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 20 9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen Hak Konsumen adalah : Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya Kewajiban konsumen adalah : membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa membayar dengan nilai tukar yang disepakati mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut 9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak pelaku usaha adalah : hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik; hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen; hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha adalah : beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 21 memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 9.5 Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni: larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 ) larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16) larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17) 9.6 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah). Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang. Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut. 9.7 Sanksi Pelaku Usaha Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen a. Sanksi Perdata : - Ganti rugi dalam bentuk : - Pengembalian uang atau - Penggantian barang atau - Perawatan kesehatan, dan/atau - Pemberian santunan - Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi b. c. Sanksi Administrasi : Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25 Sanksi Pidana : 22 Kurungan : - Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18 - Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1)huruf d dan f •Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian •Hukuman tambahan , antara lain : - Pengumuman keputusan Hakim - Pencabuttan izin usaha; - Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ; - Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa; - Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat . 23 BAB 10 Penyelesaian Sengketa Ekonomi 10.1 Pengertian Sengketa Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompokkelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan: 1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya. 2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan. 10.2 Cara-cara Penyelesaian Sengketa A. Negosiasi Sengketa tanah merupakan salah satu masalah yang tidak mudah diselesaikan dan harus diselesaikan secara hati-hati. Sebab, nuansa kekerasan begitu terasa setiap kali sengketa tanah terjadi.Tak hanya disimbolkan dengan kehadiran alat berat atau aparat, tapi juga benturan fisik antar pihak yang bersengketa. Masalah sengketa tanah tidak hanya menyangkut undang-undang, tapi juga implementasinya di lapangan. Penyelesaian melalui jalur hukum (litigasi) pun tidak dapat selalu menjanjikan keadilan, sedang jalan damai (nonlitigasi) juga tak mudah untuk ditempuh. B. Mediasi Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional. Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979 C. Arbitrase mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam Black’s Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultasion) adalah: “act of consuling or confering: e.g. patient with doctor; client with Lawyer. Deliberation of person on some subject. A conference between the counsel enganged in a cae, to discuss its question or arrange the method Of conducting” 10.3 Perbandingan antara perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi a. Negosiasi atau perundingan Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara 24 kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik. b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah: ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini). 25 DAFTAR PUSTAKA F.Katuuk, Neltje (1994) ,Diktat Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis, Gunadarma Jakarta Kadir Muhammad.,SH. Prof.Abdul,(1999). Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti Bandung Kansil., S.H ., Drs.C.S.T..(2005) Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 1, , PTt.Pradya Paramita Jakarta Kansil., S.H ., Drs.C.S.T..(2005)., Hukum Perusahaan Indonesia Bagian 2, , PTt.Pradya Paramita JakartA Burton Simatupang . Richard, S.H (2003).,Aspek Hukum dalam Bisnis Edisi Revisi,., Rineka Cipta Jakarta Margono, S.H, Suyud.(2001). Hak Kekayaan Intelektual, C.V. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html http://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/syarat-sahnya-perjanjian-saat-lahirnyaperjanjian-dan-pembatalan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-16/ 26