uin syarif hidayatullah jakarta analisis kandungan gelatin babi dan

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS KANDUNGAN GELATIN BABI DAN
GELATIN SAPI PADA CANGKANG KAPSUL KERAS
YANG MENGANDUNG VITAMIN A MENGGUNAKAN
REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION
SKRIPSI
FATHIYAH
NIM: 1111102000022
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JULI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS KANDUNGAN GELATIN BABI DAN
GELATIN SAPI PADA CANGKANG KAPSUL KERAS
YANG MENGANDUNG VITAMIN A MENGGUNAKAN
REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FATHIYAH
NIM: 1111102000022
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JULI 2015
ABSTRAK
Nama
: Fathiyah
Program Studi : Farmasi
Judul
: Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada
Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A
Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction
Vitamin A termasuk salah satu vitamin yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Salah satu bentuk sediaan vitamin A yang beredar di Indonesia adalah
kapsul keras. Bahan utama untuk membuat cangkang kapsul keras adalah gelatin.
Sumber gelatin yang digunakan adalah gelatin sapi dan gelatin babi. Penggunaan
gelatin babi menimbulkan kekhawatiran konsumen tentang kehalalan. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis ada atau tidaknya kandungan gelatin babi dan
gelatin sapi pada 5 sampel produk cangkang kapsul keras menggunakan RealTime Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). DNA gelatin pada cangkang kapsul
keras diisolasi menggunakan kit komersial. Isolat DNA yang didapat
diamplifikasi menggunakan RT-PCR sebanyak 65 siklus. Hasil kurva amplifikasi
menggunakan primer sapi menunjukkan bahwa semua kontrol positif DNA sapi
dan sampel E dapat teramplifikasi. Sedangkan hasil kurva amplifikasi
menggunakan primer babi menunjukkan bahwa kontrol sampel positif DNA babi,
serta sampel A, sampel C, dan sampel E mengalami amplifikasi. Dengan
demikian, dari 5 sampel yang diuji, terdapat 2 sampel cangkang kapsul keras yang
berasal dari gelatin babi, 1 sampel yang berasal dari gelatin sapi dan gelatin babi,
dan 2 sampel yang belum teridentifikasi.
Kata Kunci : gelatin, cangkang kapsul keras, kit komersial, Real-Time Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR)
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name
: Fathiyah
Major
: Pharmacy
Title
: Analysis of Porcine and Bovine Gelatin in Hard Shell Capsule
Containing Vitamin A Using Real-Time Polymerase Chain
Reaction
Vitamin A is a vitamin which is widely consumed by Indonesian people. One of
vitamin A dosage form in Indonesia is hard capsules. The material component of
hard shell capsule is gelatin. The sources of gelatin that used were bovine and
porcine gelatins. The used of porcine gelatin raised consumer’s attention about the
halal. The aims of this study were to analyze the presence of bovine and porcine
gelatin in 5 samples of hard shell capsule by using Real-Time Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR). DNA of gelatin in hard shell capsules were isolated by using
commercial kit. The isolated DNA were amplified by using RT-PCR in 65 cycles.
The beef primer amplification curve showed that all of positive control beef DNA
and sample E can be amplified. While the pork primer amplification curve
showed that all of positive control pork DNA, sample A, sample C, and sample E
can be amplified. It can be concluded from 5 samples of hard shell capsule that
there were 2 samples which derived from porcine gelatin, 1 sample derived from
bovine and porcine gelatin, and 2 samples were not identified yet.
Keyword : gelatin, hard shell capsule, commercial kit, Real-Time Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR)
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi kehadirat Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis, dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Gelatin Babi dan
Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A
Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction”. Shalawat dan salam
senantiasa terlimpah kepada junjungan Nabi Muhammad saw., teladan bagi umat
manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Far) pada Program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyususnan skripsi
ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini
perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Yardi, M. Si., Ph.D. Apt., selaku Ketua Prodi Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembimbing Akademik Farmasi 2011 A.
3. Ibu Zilhadia, M.Si. Apt., selaku Pembimbing I dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.
Si., Apt. selaku Pembimbing II yang sangat baik telah memberikan ilmu,
nasehat,
waktu,
tenaga,
pikiran,
dukungan,
serta
kesabaran
dalam
membimbing selama proses penelitian sampai penulisan skripsi, sehingga
penulis dapat menjadi lebih baik.
4. Kedua orang tua, ayahanda tercinta Ahmad Farid Yahya dan ibunda tercinta
Intan Assegaf, yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material,
nasehat, serta doa yang tiada pernah putus di setiap waktu dan selalu
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mendengarkan segala keluh kesah penulis hingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kakak-kakak tersayang Mohamad Wildan Yahya, Zakiyah Yahya, dan Zainal
Abidin Yahya, yang selalu memberikan dukungan, nasehat, dan semangat
kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada 2 keponakan tersayang, Nur
Karimah Shahab dan Ahmad Zain Shahab yang selalu memberikan keceriaan
bagi penulis.
6. Ahmad Arif Yahya yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat,
motivasi, dan waktu untuk mendengarkan keluh kesah penulis. Serta
memberikan keceriaan bagi penulis disetiap waktu.
7. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan, dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan
di Farmasi FKIK UIN Jakarta.
8. Teman-teman Farmasi 2011 “Effervesent” yang telah menemani dan
memberikan kenangan tak terlupakan selama penulis menempuh pendidikan
di Farmasi FKIK UIN Jakarta, khususnya Farmasi 2011 AC yang telah
bersama-sama menjalani proses kuliah dalam 1 kelas selama 3.5 tahun.
9. Kak Rahmadi, Kak Liken, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Mbak Rani, Kak
Walid, dan Kak Yaenap yang telah banyak membantu penulis melakukan
penelitian di laboratorium.
10. Teman-teman seperjuangan PCR, Rian Hidayat, yang telah meluangkan
waktunya untuk bekerja sama, berdiskusi, memberikan masukan, pikiran,
beribet-ribet ria bersama, dan membantu penulis dalam mengerjakan
penelitian sampai penyelesaian skripsi ini. Serta Kak Ifah, Kak Yanti, dan Kak
Sulaiman yang selalu memberikan masukan, waktu untuk berdiskusi ditengah
kesibukannya, dan semua bantuan berharga bagi penulis selama sebelum
memulai skripsi sampai selesainya skipsi ini.
11. Tim Roche Indonesia, Bapak Deka dan Mbak Helen, yang telah memberikan
masukan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Serta Mbak Ayu
dari BPPT, yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam
melakukan penelitian.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12. Sahabat tersayang, Qurry, Santi, dan Dana yang telah memberikan warna bagi
penulis selama kuliah di Farmasi FKIK UIN Jakarta. Terimakasih atas
dukungan, semangat, doa, perhatian, dan persahabatan yang kalian berikan.
Serta Fitri, Herlina, Ghina, Henny, Diyah, Cobi, Nana, Athiyyah, dan Rhesa
yang telah membantu dan menemani saat penelitian. Semua kenangan
bersama kalian tak akan terlupakan.
13. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan
penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan selanjutnya.
Jakarta, 8 Juli 2015
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
x
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
DAFTAR SINGKATAN
xvi
DAFTAR ISTILAH
xvii
BAB I.
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Hipotesis
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
1
3
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1. Vitamin A
2.2. Kapsul
2.2.1. Jenis Kapsul
2.2.2. Komponen Pembuatan Kapsul
2.2.3. Cara Penyimpanan Kapsul
2.3. Gelatin
2.3.1. Komposisi dan Struktur Kimia
2.3.2. Tipe Gelatin
2.3.3. Stabilitas
2.3.4. Karakteristik Kimia dan Fisika Gelatin
5
6
7
9
10
10
11
13
14
15
BAB II.
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III.
BAB IV.
BAB V.
2.3.5. Pengaruh Sifat Kimia dan Fisik
2.3.6. Aplikasi Penggunaan Gelatin
2.4. Deoxyribunucleic Acid (DNA)
2.5. Isolasi DNA
2.6. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA
2.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.7.1. Komponen PCR
2.7.2. Tahapan PCR
2.7.3. Real-Time PCR
15
17
18
19
21
21
22
24
27
METODE PENELITIAN
29
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
2.1.2. Bahan
3.3. Tahapan Penelitian
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pembuatan Cangkang Kapsul Simulasi
Menggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi
3.4.2. Pengumpulan Sampel
3.4.3. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul
Keras Sampel
3.4.4. Isolasi DNA Kontrol dan Sampel
3.4.5. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat
DNA Menggunakan Spektrofotometer UV
3.4.6. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe
3.4.7. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time
PCR
3.4.8. Analisis Data
29
29
29
29
30
31
31
31
32
32
34
35
35
36
HASIL DAN PEMBAHASAN
38
4.1. Analisis Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi
4.2. Proses Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul
Keras Sampel
4.3. Proses Isolasi DNA
4.4. Analisis Hasil Isolat DNA
4.5. Amplifikasi Menggunakan Real-Time PCR
38
KESIMPULAN DAN SARAN
49
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
49
49
39
40
42
44
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
55
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rekomendasi Asupan Vitamin A
6
Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino Dalam Gelatin
12
Tabel 3.1. Urutan Basa Primer dan TaqMan Probe
30
Tabel 3.2. Formulasi Lembar Cangkang Kapsul Keras
31
Tabel 3.3. Identitas Sampel yang berasal dari Produsen yang Berbeda
32
Tabel 3.4. Pengaturan Program Amplifikasi pada LightCycler® 480
Real-Time PCR
36
Tabel 4.1. Hasil Kemurnian dan Kadar Isolat DNA yang Diperoleh
43
Tabel 6. Spesifikasi High Pure PCR Template Preparation Kit
56
Tabel 7. Campuran Pereaksi PCR Mix untuk Setiap Isolat DNA
59
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Cangkang Kapsul Keras
7
Gambar 2.2. Berbagai Ukuran Kapsul Keras
8
Gambar 2.3. Asam Amino-Asam Amino Penyusun Gelatin
12
Gambar 2.4. Struktur Triple-Helix Gelatin
13
Gambar 2.5. Pengaruh Pemanasan atau Pendinginan Terhadap Struktur
Gelatin
16
Gambar 2.6. Struktur dan Komponen Penyusun DNA
18
Gambar 2.7. Spektrofotometri UV untuk Pemeriksaan DNA
21
Gambar 2.8. Tahapan Proses PCR
25
Gambar 2.9. Kerja Fluorescent Dye dan Quencher pada Real-Time PCR
28
Gambar 2.10. Bentuk Kurva Real-Time PCR
28
Gambar 4.1. Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi (a) Sapi dan (b)
Babi
38
Gambar 4.2. Hasil Pengujian Sumber Bahan Baku Cangkang Kapsul
39
Gambar 4.3. Reaksi yang Terjadi pada Proses Identifikasi Gelatin
40
Gambar 4.4. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Sapi
45
Gambar 4.5. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Babi
47
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja
55
Lampiran 2. Spesifikasi Kit Isolasi DNA
56
Lampiran 3. Uji Spesifikasi Primer Sapi Menggunakan BLAST NCBI
57
Lampiran 4. Uji Spesifikasi Primer Babi Menggunakan BLAST NCBI
58
Lampiran 5. Campuran Reaksi PCR Mix untuk Amplifikasi DNA
59
Lampiran 6. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer dan Probe
60
Lampiran 7. Perhitungan Tm (Temperature Melting) Primer
61
Lampiran 8. Gambar Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
62
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR SINGKATAN
BB
: Binding Buffer
BHQ-1
: Black Hole Quencher-1
BLAST
: Basic Local Alignment Search Tool
BLASTn
: Nucleotide Basic Local Alignment Search Tool
Cp
: Crossing Point
dATP
: Deoxyadenosine Triphosphate
dCTP
: Deoxycytidine Triphosphate
dGTP
: Deoxyguanosine Triphosphate
DNA
: Deoxyribonucleic Acid
dNTP
: Deoxynucleotide Triphosphate
dTTP
: Deoxythymidine Triphosphate
EB
: Elution Buffer
EDTA
: Ethylenediaminetetraacetic acid
FAM
: Fluorescein Amidite
IRB
: Inhibitor Removal Buffer
mtDNA
: DNA Mitokondria
NCBI
: National Center for Biotechnology Information
NTC
: No Template Control
RNA
: Ribonucleic Acid
RT-PCR
: Real-Time Polymerase Chain Reaction
TLB
: Tissue Lysis Buffer
Tm
: Temperature Melting
WB
: Washing Buffer
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
BLAST
: Program untuk menganalisis kesejajaran sekuen query (DNA atau
protein) dengan sekuen DNA atau protein pada database di NCBI.
Blastn
: Salah satu variasi dari program BLAST untuk menganalisis
kesejajaran nukleotida query dengan nukleotida pada database di
NCBI
Cp
: Fraksi jumlah siklus dimana tingkat amplifikasi yang tercermin
dari adanya flouresensi mencapai threshold (ambang)
Threshold
: Garis penanda siklus awal dari reaksi PCR, yaitu saat sinyal
fluoresensi berada pada tingkat terendah
NCBI
: Suatu institusi milik United States National Library of Medicine
yang berperan sebagai sumber informasi perkembangan biologi
molekuler.
Query
: Sekuen yang dimasukkan ke dalam program BLAST untuk
diketahui kesejajarannya
Tm
:
Temperatur
dimana
50%
untai
ganda
DNA
terpisah
xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Vitamin A merupakan nutrien esensial yang bersifat larut lemak yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia Vitamin ini berfungsi untuk sistem
penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, dan menjaga integritas sel
epitel, fungsi imun, dan reproduksi (WHO, 2001). Vitamin A biasa
dikonsumsi oleh anak-anak, dewasa, dan lansia untuk menjaga kesehatan mata
dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Karnadi, 2014). Selain itu, vitamin
A juga dikonsumsi oleh ibu hamil untuk perkembangan embrio (Hornstra et.
al, 2005).
Penggunaan vitamin A di Indonesia terus meningkat. Cakupan pemberian
vitamin A ini meningkat dari 71,5 persen pada tahun 2007 menjadi 75,5
persen pada tahun 2013 (Karnadi, 2014). Hal ini disebabkan karena terdapat
banyak kasus defisiensi vitamin A yang terjadi, seperti kebutaan dan kematian
ibu hamil. Setiap tahunnya, terdapat 250.000 – 500.000 anak yang mengalami
kebutaan akibat kekurangan vitamin A di Indonesia. Selain itu, terdapat 9352
ibu yang meninggal di Indonesia pada tahun 2013 (Tempo, 2014).
Salah satu bentuk sediaan vitamin A yang beredar di Indonesia adalah
kapsul. Kapsul adalah bentuk sediaan padat, dimana ia berisi satu bahan obat
atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
atau wadah kecil. Bahan utama untuk membuat cangkang kapsul keras adalah
gelatin (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008).
Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen,
yaitu komponen protein utama pada kulit, tulang, kulit jangat, dan jaringan
penghubung dari tubuh binatang. Gelatin digolongkan sebagai turunan protein,
karena didapat dari proses hidrolisis dan tidak terdapat di alam (Domb et. al,
1997). Kebutuhan dunia terhadap gelatin sangat besar. Laporan terakhir
menunjukkan bahwa produksi gelatin dunia setiap tahunnya adalah sekitar
326.000 ton (Shyni et. al., 2013).
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Gelatin dapat dimanfaatkan diberbagai sektor industri, yaitu sektor industri
makanan, farmasi, dan fotografi. Dalam industri makanan, gelatin dapat
digunakan sebagai gelling agent pada gummy, penstabil pada marshmallow,
pencegah kristalisasi gula pada manisan, pemberi bentuk dan pengikat pada
daging, emulgator pada produk susu, dan lain-lain. Dalam industri farmasi,
gelatin digunakan sebagai komponen pada cangkang kapsul keras dan kapsul
lunak, granulasi, penyalut tablet, dan enkapsulasi. Penggunaan gelatin pada
berbagai sediaan farmasi diperkirakan sebesar 17% dari konsumsi gelatin di
dunia (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).
Gelatin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu kulit
babi 44%, kulit sapi 28%, tulang sapi 27%, dan lainnya (misal gelatin ikan)
1% (Shyni et. al., 2013). Kulit babi memegang persentase paling besar karena
bahan baku babi lebih banyak dan harganya lebih murah jika dibandingkan
dengan sapi (Aisyah et. al, 2014).
Penggunaan gelatin yang berasal dari babi dan sapi sebagai bahan baku ini
menimbulkan masalah bagi seorang muslim yang merupakan agama mayoritas
yang banyak dianut oleh penduduk di dunia, yaitu 22.43%. Mayoritas
penduduk di Indonesia pun beragama Islam, yaitu dengan jumlah 1.6 Milyar
penduduk pada tahun 2010 (Riaz dan Caundry, 2004; Republika, 2014).
Agama Islam menjelaskan dalam Alqur’an dan Hadits bahwa salah satu
sumber makanan yang diharamkan adalah babi dan turunannya. Surat
Alqur’an yang menjelaskan tentang hal tersebut diantaranya QS. Al-Baqarah :
173 dan QS. Al-Maidah : 3.
Telah banyak metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan
gelatin dalam rangka mendeteksi kehalalan, misalnya dengan Mass
Spectrometry (Zhang et. al., 2009), Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spectroscopic (Al-Saidi et. al, 2012), dan Sodium Dodecyl SulphatePolyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) yang dikombinasi dengan
PCA (Azira et. al, 2012). Kekurangan dari metode-metode tersebut adalah
analisisnya yang masih didasarkan pada protein, dimana protein bersifat tidak
stabil terhadap pemanasan dan pH yang ekstrem. Seiring berjalannya waktu,
berkembang metode untuk menganalisis kandungan gelatin pada tingkat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
DNA, dimana DNA bersifat lebih stabil daripada protein (Cai et. al., 2011).
DNA yang akan diuji tersebut dapat diisolasi menggunakan metode kit
komersial. Metode ini dianggap lebih baik daripada metode konvensional,
karena dapat meminimalisir hilangnya DNA, lebih cepat, dan lebih aman
(Rochea, 2008).
Analisis tingkat DNA dapat dilakukan menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR). Salah satu tipe PCR yang dapat digunakan untuk mendeteksi
kehalalan gelatin dalam suatu produk adalah dengan menggunakan Real-Time
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Demirhan et. al, 2012). Analisis
menggunakan Real-Time PCR atau quantitative PCR (qPCR) ini didasarkan
pada kombinasi PCR tradisional yang mengunakan pendeteksi “end-point”
dengan teknologi pendeteksi fluoresen untuk mencatat akumulasi amplifikasi
dalam suatu waktu pada setiap siklus amplifikasi. Deteksi amplifikasi selama
fase eksponensial awal PCR ini memungkinkan kuantifikasi jumlah gen (atau
transkrip) ketika konsentrasi template awal proporsional. (Smith dan Osborn,
2008). Metode RT-PCR ini juga dapat mendeteksi campuran gelatin babi dan
gelatin sapi dengan level kontaminasi 1% (Cai et. al., 2011).
Berdasarkan
uraian
tersebut,
maka
dilakukan
penelitian
untuk
menganalisis kandungan gelatin babi dan gelatin sapi dalam cangkang kapsul
keras pada produk vitamin yang mengandung vitamin A yang beredar di
Indonesia menggunakan metode Real-Time PCR.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Belum
diketahuinya
efektivitas
metode
kit
komersial
untuk
mengisolasi DNA gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul
keras yang mengandung vitamin A.
2.
Belum diketahuinya efektivitas Real-Time PCR untuk mengamplifikasi
DNA gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras yang
mengandung vitamin A yang terisolasi menggunakan metode kit
komersial.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.3. Hipotesis
1.
DNA pada cangkang kapsul vitamin A dapat terisolasi dengan baik
menggunakan metode kit komersial
2.
DNA yang diisolasi menggunakan metode kit komersial dapat
teramplifikasi dengan baik menggunakan Real-Time PCR.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ada atau tidaknya
kandungan gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras dari
produk vitamin yang mengandung vitamin A yang beredar di Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
1.
Mengetahui kondisi optimal yang digunakan untuk mengisolasi
menggunakan metode kit komersial dan mengamplifikasi DNA pada
cangkang kapsul keras menggunakan Real-Time Polymerase Chain
Reaction.
2.
Memperoleh informasi kehalalan mengenai beberapa sediaan kapsul
yang beredar di Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vitamin A
Vitamin A merupakan nutrien esensial yang bersifat larut lemak yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh tubuh manusia normal yang berfungsi
untuk sistem penglihatan; pertumbuhan dan perkembangan; dan menjaga
integritas sel epitel, fungsi imun, dan reproduksi. Vitamin A biasanya
disediakan dalam bentuk retinol (khususnya retinyl ester), asam retinoat, dan
pro-vitamin A carotenoid yang merupakan prekursor retinol (WHO, 2001;
Otten et. al., 2006). Vitamin A dibutuhkan pula untuk perkembangan embrio
normal. Asam retinoat adalah retinoid yang secara signifikan mempengaruhi
proses embriogenesis. Ia mengatur proses apoptosis, proliferasi, dan
differensiasi. Vitamin A disalurkan dari ibu hamil ke janinnya melalui
plasenta (Hornstra et. al., 2005).
Vitamin A banyak ditemukan di produk hewani, seperti susu, daging, hati,
dan minyak hati ikan, dan kuning telur. Pro-vitamin A karotenoid ditemukan
dalam sayuran hijau (seperti bayam), sayuran kuning (seperti labu dan wortel),
buah-buahan kuning atau oren (seperti mangga dan pepaya) (WHO, 2001).
Kekurangan vitamin A didefinisikan sebagai konsentrasi vitamin A
jaringan yang rendah dan tidak cukup untuk menimbulkan efek yang
menyehatkan bagi tubuh, meskipun tidak ada bukti xeroftalmia (WHO, 2001).
Asupan vitamin A untuk laki-laki dan perempuan berbeda. Rekomendasi
asupan vitamin A sesuai tingkatan umur dapat dilihat pada tabel 2.1.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Tabel 2.1. Rekomendasi Asupan Vitamin A
(Sumber : Otten et. al., 2006)
Asupan (µl/hari)
Perkiraan Kebutuhan Rata-Rata
Laki-Laki
Wanita
Berdasarkan Umur
1 – 3 tahun
4 – 8 tahun
9 – 13 tahun
14 – 18 tahun
19 – 30 tahun
31 – 50 tahun
51 – 70 tahun
Lebih dari 70 tahun
Ibu Hamil
Kurang dari 18 tahun
19 – 50 tahun
Ibu Menyusui
Kurang dari 18 tahun
19 – 50 tahun
210
275
445
630
625
625
625
625
210
275
420
485
500
500
500
500
530
550
885
900
2.2. Kapsul
Dalam dunia farmasi, kapsul digunakan untuk mendeskripsikan bentuk
sediaan padat, dimana ia berisi satu bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert
lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang
umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008).
Kebanyakan kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang dapat
ditelan oleh pasien untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul juga dapat
dibuat untuk disisipkan ke dalam rektum, sehingga obat dilepaskan dan
diabsorpsi di tempat tersebut (Ansel, 2008).
Kapsul digunakan sebagai pelindung sediaan antibiotik, multivitamin dan
mineral, suplemen, dan sebagainya. Selain sebagai pelindung, kapsul juga
berguna untuk menutup rasa dan bau yang tidak menyenangkan dari obat,
memudahkan administrasi obat karena mudah ditelan dengan bantuan air, dan
cepat dicerna oleh saluran gastrointestinal (Rabadiya, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
2.2.1. Jenis Kapsul
Berdasarkan elastisitas dan komponen pembentuknya, kapsul
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu cangkang kapsul keras dan cangkang
kapsul lunak (Rabadiya, 2013).
a. Cangkang Kapsul Keras
Kapsul keras terdiri atas 2 cangkang, yaitu badan kapsul dan
tutup kapsul.
badan
tutup
Gambar 2.1. Cangkang Kapsul Keras
(Sumber: www.snailpharma.com)
Tutup kapsul yang sesuai akan menutup badan kapsul dengan
rapat. Bahan dasar cangkang kapsul keras terbuat dari campuran
gelatin, gula, dan air. Ia bersifat jernih dan tidak berasa (Rabadiya,
2013). Selain itu, titanium oksida juga dapat ditambahkan untuk
membuat cangkang menjadi tidak transparan dan tidak tembus
cahaya (Ansel, 2008).
Pembuatan
cangkang
kapsul
dilakukan
dengan
cara
mencelupkan cetakan logam ke dalam larutan gelatin panas pada
suhu kamar, kemudian gel akan membentuk sebuah film. Ia
dibiarkan kering, lalu dipotong memanjang dan dirapikan sesuai
dengan panjangnya. Proses ini dapat dilakukan menggunakan
mesin (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008).
Ukuran kapsul keras bervariasi. Ia berkisar antara ukuran 000
(paling besar) dan 5 (paling kecil). Secara umum, kapsul keras
digunakan untuk mengenkapsulasi antara 65 mg sampai 1 gram
(Rabadiya, 2013).
Cangkang kapsul gelatin dapat dibuat dengan berbagai ukuran,
bervariasi baik panjang maupun diameternya. Pemilihan ukuran
tergantung pada berapa banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
dalam kapsul dan dibandingkan dengan kapasitas isi dari cangkang
kapsul. Karena kepadatan dan penekanan dari serbuk atau
campuran serbuk akan menentukan berapa jumlah yang dapat
ditampung dalam kapsul dan karena tiap bahan mempunyai sifat
tersendiri, maka tidak ada pengaturan yang ketat untuk
menentukan ukuran kapsul yang tepat (Ansel, 2008).
Gambar 2.2. Berbagai Ukuran Kapsul Keras
(Sumber: Rabadiya, 2013)
b. Cangkang Kapsul Lunak
Kapsul lunak terdiri atas 1 cangkang yang tertutup rapat.
Kapsul lunak dapat dibentuk menjadi beberapa bentuk, di
antaranya oval dan bulat.
Kapsul lunak biasanya digunakan untuk mengenkapsulasi
formulasi higroskopis dan/atau obat yang sensitif terhadap air,
dimana formulasi gelatin standar dimodifikasi agar mengandung
sedikit air dan kering dengan cepat, sehingga produk stabil selama
proses pembuatan (Rabadiya, 2013).
Cangkang kapsul gelatin lunak dapat dibuat dengan cara proses
lempeng menggunakan seperangkat cetakan untuk membentuk
kapsul atau dengan cara die process yang lebih efisien dan
produktif. Yang dimaksud dengan proses lempeng yaitu selembar
gelatin hangat ditempatkan pada permukaan cetakan bagian bawah,
dan obat yang cair dituangkan kedalamnya. Kemudian selembar
gelatin lainnya
ditempatkan diatasnya dan
ditekan untuk
penyegelan. Sedangkan pembuatan dengan die process yaitu cairan
gelatin yang dituangkan dari tangki yang terletak diatas, dibentuk
menjadi dua buah pita yang berurutan oleh mesin rotary die.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Dalam waktu yang bersamaan bahan obat yang akan diisikan dan
diukur, dimasukkan diantaraa kedua pita secara tepat, ketika itu
dies membentuk kantung dari pita gelatin. Kemudian kantungkantung gelatin yang telah terisi, disegel dengan tekanan dan panas
(Ansel, 2008).
2.2.2. Komponen Pembuatan Kapsul
Bahan baku dalam pembuatan kapsul adalah gelatin, air, pewarna,
dan bahan penolong seperti pengawet dan surfaktan (Rabadiya, 2013;
Bhatt, 2007).
a. Gelatin
Gelatin merupakan komponen utama dari kapsul. Hal ini
disebabkan karena kemampuan larutan untuk membentuk gel atau
bentuk yang padat pada suhu ruang, dimana memungkinkan
terjadinya pembentukan lapisan homogen secara cepat. Gelatin
yang digunakan harus memiliki sifat:
-
Tidak toksik, dapat secara luas digunakan sebagai bahan
makanan dan dapat diterima.
-
Dapat larut dalam cairan biologis pada suhu tubuh.
-
Dapat membentuk lapisan film yang kuat dan fleksibel.
-
Lapisan gelatin homogen.
b. Pewarna
Pewarna terutama digunakan sebagai identitas sebuah produk.
Pewarna yang dapat digunakan untuk kapsul terbagi menjadi 2
jenis, yaitu pigmen larut air (contohnya eritrosin, indigo carmine,
dan quinolone yellow) dan pigmen tidak larut (contohnya iron
oxide- black dan titanium dioksida).
c. Bahan Penolong
Bahan penolong yang biasa ditambahkan adalah pengawet dan
surfaktan. Pengawet digunakan untuk mengurangi pertumbuhan
bakteri sampai. Pengawet yang biasanya digunakan adalah sulfur
dioksida, golongan paraben, dan asam benzoat. Sedangkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
surfaktan digunakan untuk wetting agent. Surfaktan yang biasa
digunakan adalah natrium lauril sulfat 0.15% b/b (Bhatt, 2007).
2.2.3. Cara Penyimpanan Kapsul
Meskipun terlihat keras, cangkang kapsul keras sebenarnya
mengandung air dengan kadar 10-15%. Bila disimpan di tempat yang
lembab, cangkang kapsul akan menjadi lunak dan lengket satu sama
lain, serta sukar dibuka. Sebaliknya bila disimpan di tempat yang
terlalu kering, kapsul akan kehilangan kandungan airnya sehingga
rapuh dan mudah pecah. Oleh karena itu, kapsul sebaiknya disimpan di
dalam tempat atau ruangan dengan kondisi:
-
Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.
-
Terbuat dari botol gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering
(silika gel).
-
Terbuat dari wadah botol plastik, tertutup rapat, dan diberi bahan
pengering.
-
Terbuat dari aluminium foil dalam blister atau strip (Syamsuni,
2006).
2.3. Gelatin
Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen,
yaitu komponen protein utama pada kulit, tulang, kulit jangat, dan jaringan
penghubung dari tubuh binatang (Domb et.al, 1997). Ketika kolagen
diperlakukan dengan asam atau basa dan diikuti dengan panas, struktur fibrosa
kolagen dipecah ireversibel menghasilkan gelatin. Gelatin dihasilkan melalui
ikatan cross-linking (ikatan silang-sambung) diantara rantai polipetida pada
kolagen (Zhou dan Regenstein, 2004).
Gelatin diklasifikasikan sebagai turunan protein. Hal ini disebabkan
karena ia diperoleh dari kolagen dengan mengontrol hidrolisis parsial dan
tidak terdapat di alam (Domb et.al, 1997). Gelatin tidak dapat diturunkan dari
tanduk, kuku, dan bagian non-kolagen lainnya dari binatang vertebrata. Tidak
ada tumbuhan yang menghasilkan gelatin dan tidak terdapat hubungan kimia
antara gelatin dengan bahan lainnya yang disebut sebagai gelatin nabati,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
seperti ekstrak rumput laut. Sumber alternatif lainnya adalah unggas dan ikan.
Mineral (pada tulang), lemak, albuminoid (pada kulit) akan dihilangkan secara
kimia dan perlakuan fisika untuk mendapatkan kolagen murni (Gelatin
Manufacturers Institute of America, 2012).
Hidrolisat gelatin atau yang biasanya disebut protein cair, adalah produk
yang diperoleh dengan hidrolisis yang lebih sempurna dari kolagen dan
dipertimbangkan sebagai fraksi gelatin dengan berat molekul yang lebih kecil.
Lem binatang ini pertama kali digunakan pada 4000 SM pada zaman Mesir
kuno. Pada abad berikutnya, lem dan ekstrak gelatin mentah dengan sifat
organoleptik yang buruk dipreparasi dengan merebus tulang dan lapisan kulit
jangat, serta membiarkan larutan tersebut dingin dan menjadi gel. Pada abad
ke-17, produksi gelatin secara komersial pertama kali dimulai. Pada awal abad
19, metode produksi komersial secara berangsur-angsur dikembangkan untuk
memperoleh ekstrak kolagen dengan berat molekul yang tinggi dengan
kualitas yang baik dari karakteristik gel gelatin. (Domb et. al., 1997)
2.3.1. Komposisi dan Struktur Kimia
Gelatin tersusun atas berbagai bahan kimia. Gelatin tersusun atas
karbon (50.5%), hidrogen (6.8%), nitrogen (17%), dan oksigen
(25.2%) (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012). Penyusun
utama gelatin adalah molekul polipeptida kompleks dari komposisi
asam amino yang sama seperti kolagen, yang memiliki distribusi
rentang berat molekul yang luas.
Pada kolagen, 18 asam amino yang berbeda tersusun menjadi
rantai yang panjang. Berdasarkan hasil analisis, asam amino yang
menyusun gelatin tersusun atas 0.2% tirosin sampai 30.5% glisin.
Lima asam amino utama yang menyusunnya adalah glisin 26.4-30.5%;
prolin 14.8-18%; hidroksiprolin 13.3-14.5%; asam glutamat 11.111.7%; dan alanin 8.6-11.3%. Selain ke-5 asam amino tersebut, asam
amino penyusun lainnya adalah arginin, asam aspartat, lisin, serin,
leusin, valin, fenilalanin, treonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin,
metionin, dan tirosin (Domb et. al., 1997).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gambar 2.3. Asam Amino-Asam Amino Penyusun Gelatin
(Sumber: www.pbgelatins.com)
Kandungan berbagai asam amino setiap gram dari 100 gram
gelatin kering dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino Dalam Gelatin
(Sumber: Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012)
Rantai penyusun gelatin berbentuk seperti batang (rod-like) dengan
struktur triple-helix yang tersusun atas 2 rantai identik (disebut α1) dan
1 rantai yang sedikit berbeda (disebut α2). Struktur gelatin dapat
diamati dengan mikrsokop elektron. Struktur gel ini merupakan
kombinasi dari hubungan rantai dalam yang halus dan kasar, dimana
perbandingannya tergantung pada suhu selama interaksi antar polimer
dan antara polimer-pelarut membentuk ikatan hidrogen. Rigiditas gel
tergantung pada konsentrasi gelatin. Kristalit yang ditunjukkan dengan
X-ray diffraction pattern dipercaya menjadi penghubung antara rantai
polipeptida.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Gambar 2.4. Struktur Triple-Helix Gelatin
(Sumber: www.worldwidewounds.com)
Rantai tersebut dapat diputus dan dirusak dengan cara hidrolisis.
Berat molekul gelatin memiliki rentang dari 25.000-250.000.
Distribusi berat molekul diketahui dari presipitasi fraksional dengan
etanol atau 2-propoanol dan dari mencampurkannya dengan molekul
detergen anionik. Hasilnya diisolasi dan disebut dengan fraksi gelatin
(Domb et.al, 1997).
2.3.2. Tipe Gelatin
Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin digolongkan menjadi 2
tipe, yaitu:
a. Gelatin Tipe A (Asam)
Gelatin tipe A diproduksi dengan memproses bahan baku kolagen
secara asam. Kebanyakan gelatin tipe A dibuat dari kulit babi.
Proses ini meliputi manyamak kulit, mencuci pengotor, dan
pengembangan selama 10-30 jam dalam 1-5% hidroklorida, fosfor,
dan asam sulfur. Kemudian tahap 4 sampai 5 kali ekstraksi yang
dilakukan pada suhu 55-65oC untuk ekstraksi pertama dan 95100oC untuk ekstraksi terakhir. Setiap ekstraksi dilakukan selama
4-5 jam. Kemudian lemak dihilangkan, larutan gelatin disaring,
dan dideionisasi. Larutan kental didinginkan, ditekan menjadi
lapisan tipis, dan dikeringkan pada suhu 30-60oC.
b. Gelatin Tipe B (Basa)
Tipe B diproduksi dengan proses basa atau dengan kapur.
Gelatin tipe B terbuat dari tulang dan kulit sapi, serta kulit babi.
Tulang berukuran 0.5-4 cm dengan lemak kurang dari 3% diproses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
pada suhu dingin, lalu ditambahkan asam hidroklorida selama 4-14
hari untuk menghilangkan kandungan mineralnya. Selanjutnya,
demineralisasi dicuci dan dipindahkan ke tangki besar untuk
disimpan dalam lime slurry. Pada proses liming selama 3-16
minggu, terjadi beberapa deaminasi kolagen. Proses ini merupakan
proses utama yang menghasilkan isoelektrik yang rendah pada
gelatin tipe B. Setelah dicuci selama 15-30 jam untuk
menghilangkan lime, ia diasamkan pada pH 5-7. Kemudian proses
dilanjutkan sesuai dengan tahapan pembuatan gelatin tipe A
(Domb et.al., 1997).
Suhu, pH, dan jumlah ekstraksi bervariasi tergantung pasa
kebutuhan
produk,
tipe
peralatan
yang
digunakan,
waktu
pengoperasian, dan aspek ekonomi. Prosedur ekstraksi harus dikontrol
karena akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas gelatin yang
dihasilkan (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).
Selama proses pembuatan, kebersihan merupakan hal yang penting
untuk mencegah kontaminasi bakteri atau enzim proteolitik. Peralatan
yang digunakan selama pembuatan gelatin sebaiknya terbuat dari
stainless steel (Domb et.al., 1997).
2.3.3. Stabilitas
Gelatin kering disimpan dalam wadah kedap udara pada suhu
ruangan memiliki waktu simpan bertahun-tahun. Meskipun begitu, ia
terdekomposisi diatas suhu 100oC. Untuk pembakaran yang sempurna,
suhu yang diperlukan adalah 500oC. Ketika gelatin kering dipanaskan
pada udara yang relatif kelembabannya tinggi (sekitar 60% rh) dan
pada suhu yang sedang (diatas 45oC), secara berangsur-angsur ia akan
kehilangan kemampuan untuk mengembang dan melarut.
Bentuk larutan atau gel dari gelatin sangat rentan terhadap
pertumbuhan mikroba dan rusak oleh enzim proteolisis. Stabilitas pH
dan elektrolit gelatin akan turun dengan kenaikan suhu yang
disebabkan oleh hidrolisis (Domb et.al., 1997).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.3.4. Karakteristik Kimia dan Fisika Gelatin
Gelatin memiliki bentuk yang kuat, seragam, jernih, dan fleksibel,
dimana dapat mengembang dan menyerap air (Domb et.al., 1997).
Gelatin komersial diproduksi pada berbagai rentang ukuran mesh,
mulai dari granul kasar sampai serbuk halus. Gelatin ini bersifat rapuh
dan berwarna kuning pucat. Gelatin kering komersial memiliki 9-13%
kelembaban dan tidak memiliki rasa, serta tidak berbau dengan berat
jenis antara 1.3-1.4 (Domb et.al., 1997; Gelatin Manufacturers
Institute of America, 2012).
Kebanyakan sifat fisika dan kimia gelatin diukur dalam bentuk
larutan dengan parameter sumber kolagen, metode pembuatan, kondisi
dan konsentrasi selama ekstraksi, suhu, pH, dan kemurnian bahan
kimia alami dan aditif (Domb et.al., 1997).
Kolagen
dapat
dipertimbangkan
sebagai
gelatin
anhidrat.
Perubahan hidrolitik kolagen menjadi gelatin menghasilkan berat
molekul yang bervariasi, dimana masing-masing merupakan fragmen
dari rantai kolagen. Oleh sebab itu, gelatin merupakan campuran fraksi
yang terdiri atas asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida
menjadi polimer yang berat molekulnya bervarasi dari 15.000-400.000.
Larutan gelatin bersifat amfoter. Ia dapat bereaksi dengan
penambahan asam maupun basa. Dalam suasana asam, gelatin
bermuatan positif dan berubah menjadi kation. Begitu pula sebaliknya.
pH pada titik intermediet, dimana muatan totalnya adalah 0 dan tidak
terdapat pergerakan, dikenal sebagai titik isoelektrik. Gelatin tipe A
memiliki rentang isoelektrik yang luas, yaitu 7-9. Sedangkan gelatin
tipe
B
memiliki
rentang
isoelektrik
dari
4.7-5.4
(Gelatin
Manufacturers Institute of America, 2012).
2.3.5. Pengaruh Sifat Kimia dan Fisik
a. Pembentukan Gel
Ketika larutan gelatin dengan konsentrasi yang besar (lebih dari
0.5%) didinginkan pada suhu 35-40oC, akan terjadi kenaikan
viskositas dan kemudian membentuk gel. Proses pembentukan gel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
ini terjadi melalui tahap, yaitu (1) penyusunan ulang dari rantai
molekul, struktur heliks, atau lekukan kolagen; (2) penggabungan 2
atau 3 bagian membentuk kristalit; dan (3) stabilisasi struktur
dengan ikatan hidrogen rantai dalam pada area heliks. Perubahan
suhu gelatin ditentukan oleh titik beku atau titik leleh. Gelatin
komersial meleleh pada suhu 23-30oC dan membeku pada suhu 25oC.
b. Solubilitas
Gelatin larut dalam air dan berbagai polihidrat alkohol, seperti
gliserin dan propilenglikol. Gelatin juga larut dalam pelarut dengan
kepolaran yang tinggi, seperti asam asetat, trifluoroetanol, dan
formamida. Gelatin praktis tidak larut dalam pelarut yang memiliki
kepolaran rendah, seperti aseton, karbon tetraklorida, etanol, eter,
benzene, dimetilformamida, dan kebanyakan pelarut nonpolar
(Domb et.al., 1997).
Gelatin larut dalam air hangat dan apabila didinginkan dibawah
suhu 30oC, larutan koloid ini akan membetuk gel dengan sifat
tiksotropik dan reversibel menjadi cair kembali apabila dipanaskan.
pH larutan atau gel gelatin akan berbeda tergantung tipenya yaitu
tipe A pH 3.8 – 5.5, sedangkan tipe B pH 5.0 – 7.5 (Rabadiya,
2013).
Gambar 2.5. Pengaruh Pemanasan atau Pendinginan terhadap
Struktur Gelatin
(Sumber: www.nitta-gelatin.co.jp)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
c. Koaservasi
Merupakan fenomena penggabungan dengan koloid, dimana
partikel terdispersi terpisah dari larutan membentuk larutan fase 2.
Larutan gelatin membentuk koaservat dengan penambahan garam,
seperti natrium sulfat, khususnya pada pH dibawah titik isoionik.
Selain itu, larutan gelatin juga membentuk koaservat dengan
penambahan
polimer
atau
berlawanan,
seperti
akasia.
makromolekul
Sifat
ini
yang
muatannya
bermanfaat
dalam
mikroenkapsulasi (Domb et.al., 1997).
d. Pengembangan
Sifat ini penting dalam disolusi kapsul farmaseutik. Komposisi
elektrolit dan pH mempengaruhi sifat pengembangan gelatin. Pada
pH yang lebih rendah dari titik isoelektrik, anion berperan
mengatur pengembangan, dan sebaliknya pada pH yang lebih
tinggi dari titik isoelektrik, kation berpern dalam mengatur
pengembangan. Pada kondisi 90% rh dan 20oC selama 24 jam,
pengembangan lapisan penyalut akan sangat berkurang (Domb
et.al., 1997).
2.3.6. Aplikasi Penggunaan Gelatin
Penggunaan gelatin didasarkan pada kombinasi berbagai sifat;
dapat atau tidaknya kembali menjadi bentuk transisi gel-menjadi-sol
dari larutannya; viskositas larutan hangatnya; kemampuan untuk
bertindak sebagai koloid pelindung; permeabilitas terhadap air, dan
ketidaklarutannya dalam air dingin, tetapi larut sempurna dalam air
panas. Gelatin juga merupakan protein yang bergizi. Sifat ini
dimanfaatkan dalam industri pangan, farmaseutik, dan industri
fotografi (Domb et.al., 1997).
Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai gelatin dapat
digunakan sebagai gelling agent pada gummy, penstabil pada
marshmallow, pencegah kristalisasi gula pada manisan, pemberi
bentuk dan pengikat pada daging, dan emulgator pada produk susu.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Selain itu, gelatin juga digunakan sebagai koloid pelindung,
pembentuk lapisan film, pengental, dan agen perekat.
Dalam industri farmaseutik, penggunaan gelatin diperkirakan
sebesar 17% dari konsumsi gelatin di seluruh dunia. Penggunaan
gelatin ini telah dikenal sejak awal abad 19, yaitu sebagai komponen
pada cangkang kapsul keras dan kapsul lunak, granulasi, penyalut
tablet, dan enkapsulasi. Tidak hanya pada industri pangan dan farmasi,
gelatin juga dapat bermanfaat pada bidang fotografi yaitu sebagai
pelapis zat warna film (Gelatin Manufacturers Institute of America,
2012).
2.4. Deoxyribunucleic Acid (DNA)
Terdapat 2 jenis asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan
asam ribonukleat (RNA). DNA merupakan materi genetik yang diwarisi
organism dari induk atau orang tuanya. Suatu molekul DNA sangat panjang
dan umumnya terdiri atas ribuan gen. DNA dapat mengarahkan replikasinya
sendiri. DNA juga dapat mengarahkan sintesis RNA dan mengontrol sintesis
protein melalui RNA. Ketika sel bereproduksi dengan cara membelah, DNA
akan disalin dan diteruskan dari 1 generasi sel ke generasi sel berikutnya.
Informasi yang terkode dalam struktur DNA memprogram semua aktivitas sel
tersebut.
Gambar 2.6. Struktur dan Komponen Penyusun DNA
(Sumber : serendip.brynmawr.edu)
DNA terdiri atas 2 untai polimer dari monomer nukleotida (basa) yang
membentuk struktur double helix. Masing-masing nukleotida terdiri atas 3
bagian, yaitu basa nitrogen (purin dan pirimidin), gula pentosa, dan gugus
fosfat. Antara nukleotida tersebut dihubungkan dengan ikatan kovalen yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
disebut ikatan fosfodiester, yaitu ikatan antara fosfat dengan gula pentosa
(Campbell, 2002).
Salah satu jenis DNA yang pada makhluk hidup adalah DNA mitokondria
(mtDNA), yaitu DNA rantai ganda yang berbentuk sirkuler yang tersimpan
dalam matriks mitokondria (Bandelt et. al., 2006). Ukuran mtDNA relatif
sangat kecil dibandingkan dengan ukuran DNA nukleus. Namun, mtDNA
mempunyai jumlah kopi yang tinggi, yaitu sekitar 1.000-10.000 kopi. Oleh
sebab itu, mtDNA dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah
DNA yang sangat tebatas (Hartati et. al., 2004)
2.5.Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahapan penting dalam proses bioteknologi.
Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponen-komponen sel
lain. Isolasi DNA dari organisme eukariotik dilakukan melalui 3 tahap utama,
yaitu proses penghancuran membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein
sel dengan cara pengendapan, dan purifikasi DNA (Muladno, 2010).
Pertama adalah tahap proses penghancuran membran sel (lisis). Semua
protokol isolasi dimulai dengan proses melisiskan sel. Proses ini dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan denaturasi kuat, seperti detergen ionik,
garam guanidium, atau fenol-kloroform. Reagen ini akan melisiskan sel
bersamaan dengan mendenaturasikan protein (Greene dan Rao, 1998).
Membran terlebih dahulu dilisiskan dengan senyawa kimia yang dapat
mempengaruhui dinding sel, seperti lisozim, EDTA, dan SDS (Muladno,
2010). Kerja lisozim dalam melisiskan dinding sel adalah dengan memotong
senyawa polimer yang ada pada dinding sel. Kerja EDTA adalah dengan
mengikat ion magnesium yang bertugas menjaga struktur dinding sel dan juga
menghambat enzim lain yang akan memotong DNA. Sedangkan kerja SDS
(Sodium Dodecyl Sulphate) adalah dengan menghilangkan lipid pada dinding
sel. Pada tahap preparasi, pelisisan dilakukan pada suasana alkali (pH 12).
Pada keadaan ini, molekul DNA akan terfragmentasi dan terdenaturasi. Proses
pelisisan juga dapat dilakukan menggunakan metode fisika, misalnya dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
kekuatan mekanik. Namun metode kimia lebih banyak digunakan (Sudjadi,
2008).
Kedua adalah tahap pemisahan DNA dari protein sel dengan cara
pengendapan. Protein pada sel dihancurkan dengan bantuan enzim proteinase
K. Enzim ini dapat memecahkan protein histon, sehingga DNA pun terurai.
Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan fenol (untuk mengikat
protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (untuk membersihkan protein
dan polisakarida dari larutan). Umumnya ditambahkan dengan perbandingan
1:1. Kemudian dilakukan sentifugasi kembali untuk mengendapkan molekul
yang berat, kemudian DNA yang berada pada supernatan dipisahkan
(Muladno, 2010).
Ketiga adalah tahap purifikasi DNA. DNA yang telah dibersihkan dari
protein masih tercampur dengan RNA. Cara baku untuk menghilangkan
protein
adalah
dengan
penambahan
fenol
atau
campuran
fenol:kloroform:isoamil alkohol (50:49:1). Larutan organik ini akan
mengendapkan protein yang akan menggumpal pada batas antara fase air dan
fase organik. Isoamil alkohol berfungsi mencegah terjadinya emulsi.
Sedangkan untuk menghilangkan molekul RNA dari larutan, dapat digunakan
enzim RNAse yang akan mendegradasi molekul RNA (Sudjadi, 2008).
Dengan hilangnya protein dan RNA, maka DNA dapat diisolasi secara
utuh. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan
dengan cara presipitasi menggunakan etanol absolut dan larutan garam.
Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu 20oC etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik, sehingga mudah
dipisahkan dengan cara sentrifugasi (Muladno, 2010).
Setelah semua tahapan isolasi dilakukan, perlu dilakukan penilaian
terhadap kemurnian DNA yang dihasilkan. Penilaian dapat dilakukan salah
satunya dengan menggunakan spektroskopi UV dan fluorometri. Untuk
memperkirakan kemurnian asam nukleat, digunakanlah rasio absorbansi pada
260 nm terhadap 280 nm (rasio A260/A280) atau rasio absorbansi pada 260 nm
terhadap 230 nm (rasio A260/A230) (Greene dan Rao, 1998; Kulkarni dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Pfeifer, 2015). Jika rasio berkisar antara 1.8 sampai 2.0, artinya asam nukleat
yang diperoleh relatif murni (Greene dan Rao, 1998).
Selain menggunakan spektroskopi UV dan fluorometri, metode lain yang
dapat digunakan adalah elektroforesis agarosa. Metode ini dapat memastikan
adanya berat molekul DNA. Adanya noda (smear) pada hasil elektroforesis
menandakan bahwa sampel terdegradasi atau terkontaminasi (Kulkarni dan
Pfeifer, 2015).
2.6. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA
Spektrofotometer UV dapat digunakan untuk menghitung kadar dan
kemurnian asam nukleat. Spektrofotometer ini dapat mengukur yang sangat
kecil, yaitu sekitar 0.2-2 µl tanpa harus mengencerkan sampel terlebih dahulu.
Spektrum atau panjang gelombang yang dapat digunakan berkisar dari 220750 nm. Alat ini tidak membutuhkan kuvet dan peralatan sampel lainnya, serta
dapat dibersihkan dengan cepat. Pengukuran yang dilakukan oleh alat ini
sangat cepat, yaitu hanya beberapa detik. Namun, kontaminan dalam sampel
asam nukleat dapat mempengaruhi akurasi yang dihasilkan (Kennedy dan
Oswald, 2011).
Gambar 2.7. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA
(Sumber: www.labtech.ie dan www.promarchive.com)
2.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan alat yang dapat melakukan
amplifikasi DNA yang dipilih pada daerah tertentu genom dengan bantuan
sekurangnya sepasang sekuens nukleotidanya (primer) yang telah diketahui
(Alberts et. al., 1989). PCR merupakan teknik analisis biologi molekular baru
untuk mereplikasi DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
hidup. Teknik PCR ini membutuhkan jumlah molekul DNA yang sedikit
untuk kemudian diamplifikasi beberapa kali dalam fase eksponensial. Dengan
lebih banyak DNA yang tersedia, analisis yang dilakukan menjdi lebih mudah.
PCR biasanya digunakan dalam laboratorium medic dan biologi untuk tujuan
deteksi penyakit keturunan, diagnosis penyakit infeksi, identifikasi sidik jari
genetic, kloning gen, paternity testing, dan komputasi DNA (Rahman, et. al.,
2013).
Teknik ini dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1983. PCR dapat
menganalisis sampel dengan volume 10-200 µl dalam tabung reaksi kecil
(volume 0.2-0.5 ml) dalam thermal cycler. Di dalam thermal cycler, terjadi
reaksi pemanasan dan pendinginan kepada tabung untuk memperoleh suhu
yang dibutuhkan pada setiap langkah selama reaksi.
PCR digunakan untuk mengamplifikasi untai DNA yang pendek dan
bagian yang teridentifikasi, yaitu dapat berupa gen tunggal atau hanya bagian
dari gen. Berbeda dengan organism hidup, proses PCR dapat menyalin
fragmen DNA yang pendek, biasanya sampai 10 kb (kilo base pairs).
Beberapa metode tertentu dapat menyalin fragmen sampai ukuran 40 kb,
dimana ukuran tersebut lebih kecil daripada kromosom DNA pada sel eukariot
(Rahman et. al., 2013).
2.7.1. Komponen PCR
Beberapa komponen penting yang dibutuhkan dalam PCR adalah
DNA template, primer, enzim Taq Polymerase, deoxyribonucleaside
triphosphate (dNTP’s), dan dapar PCR.
a. DNA template atau cDNA
DNA template mengandung daerah fragmen DNA yang akan
diamplifikasi (Rahman et. al., 2013). Fungsi DNA template adalah
sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang
sama. DNA template dapat berupa DNA kromosom atau fragmen
DNA apapun yang mengandung fragmen DNA target yang dituju.
b. Primer
Primer dibutuhkan untuk menentukan awal dan akhir daerah
(batas) yang akan diamplifikasi dari fragmen DNA. Primer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
merupakan untai DNA buatan yang terdiri atas tidak lebih dari 50
nukleotida (biasanya 18-25 bp) yang komplementer dengan urutan
nukleotida DNA template. Ia akan menempel ke DNA template
pada titik awal dan akhir, tepatnya ditempat DNA polymerase
terikat dan mulai mensintesis untai DNA baru. Selain itu, primer
menyediakan gugus hidroksi (OH-) pada ujung 3’ yang diperlukan
untuk proses pemanjangan DNA. (Rahman et. al., 2013; Handoyo
dan Rudiretna, 2000)
Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan rutan DNA
yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data
urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari data GenBank.
Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum
diketahui, maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil
analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah
diketahui mempunyai kekerabatan yang dekat.
Dalam perancangan primer, kriteria yang harus dipenuhi
adalah: (1) Panjang basa berkisar antara 18-30 basa. Jika terlalu
pendek dapat menyebabkan mispriming; (2) Komposisi primer
tersusun atas kandungan G+C (% jumlah G dan C) yang sama atau
lebih besar dari kandungan G+C DNA target. Hal ini disebabkan
karena primer dengan % G+C yang rendah diperkirakan tidak akan
mampu berkompetisi untuk menempel secara efektif pada tempat
yang dituju; (3) Melting Point (Tm, temperatur dimana 50% untai
ganda DNA terpisah) yang dipilih akan berpengaruh dalam
pemilihan suhu annealing proses PCR. Penentuan Tm berkaitan
dengan komposis primer dan panjang primer. Perhitungan Tm
dilakukan dengan rumus [2(A+T)+4(C+G)]. Sebaiknya Tm primer
berkisar antara 50 – 65oC; (4) Interaksi primer-primer harus
dihindari, seperti cross-homology atau self-homology.
c. Enzim Taq polymerase
Taq polymerase dibutuhkan sebagai katalisator untuk reaksi
polimerisasi DNA yang diperlukan untuk tahap pemanjangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
DNA.
Enzim
ini
diisolasi
dari
bakteri
termofilik
atau
hipertermofilik, sehingga bersifat termolabil sampai suhu 95oC.
Aktivitas Taq polymerase tergantung dari jenisnya dan asal bakteri
tersebut diisolasi. (Handoyo dan Rudiretna, 2000)
d. Nukleotida atau deoxyribonucleaside triphosphate (dNTP)
Nukleotida merupakan bahan dasar untuk membentuk DNA
baru yang bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan
dalam proses pemanjanan DNA (Rahman et. al., 2013). Ia terdiri
atas dATP, dTTP, dGTP, dan dCTP. dNTP akan menempel pada
gugus –OH pada ujung 3’ dari primer, kemudian membentuk untai
baru yang komplementer dengan untai DNA template.
e. Dapar dan MgCl2
Dapar dibutuhkan untuk menjaga pH medium tetap berada
pada pH yang sesuai agar proses PCR dapat berlangsung dan
menstabilkan enzim DNA polimerase. Sedangkan MgCl2 yang
menyediakan ion Mg2+ bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi
untuk menstimulasi aktivitas DNA polymerase. Dengan adanya
MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan DNA
template yang membentuk kompleks larut dengan dNTP.
Umumnya dapar PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang
diperlukan. Namun, lebih disarakan agar dapat PCR dan MgCl2
dipisahkan (Handoyo dan Rudiretna, 2000).
2.7.2. Tahapan PCR
Tahapan PCR melibatkan 5 tahap, yaitu (1) pradenaturasi DNA
template; (2) denaturasi DNA template; (3) penempelan primer pada
DNA template (annealing); (4) pemanjangan primer (extension), dan
(5) pemantapan (post-extension). Tahap (2) sampai (4) merupakan
tahapan berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi
jumlah DNA. Tahapan PCR biasanya terdiri atas 20-35 siklus.
Penggunaan jumlah siklus yang terlalu banyak dapat meningkatkan
jumlah produk yang non target.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Gambar 2.8. Tahapan Proses PCR
(Sumber: www.flmnh.ufl.edu)
1. Pemisahan atau Denaturasi
Pada tahap ini, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua
untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang
tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen. Enzim Taq polymerase diaktifkan pada tahap ini
(Rahman et. al., 2013). Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu
90-95oC selama 3 menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA
target yang ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar telah
terdenaturasi menjadi untai tunggal. Untuk denaturasi berikutnya,
waktu yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 95oC atau 15
detik pada suhu 97oC.
Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sekuen DNA target. Jika
DNA target kaya akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih
tinggi. Hal ini disebabkan karena ikatan hidrogen pada G-C lebih
banyak dibandingkan ikatan A-T. Selain itu, suhu denaturasi juga
tidak boleh terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama,
karena dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas
enzim Taq polymerase (Sambrook et. al., 1989).
2. Penempelan (Annealing)
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-60oC. Dengan
terjadinya penurunan suhu, primer dapat menempel pada untai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
DNA tunggal (Rahman et. al., 2013). Primer akan menuju daerah
yang spesifik, dimana daerah tersebut memiliki komplemen dengan
primernya. Pada proses penempelan ini, ikatan hidrogen akan
terbentuk. Selanjutnya enzim Taq polymerase akan berikatan,
sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan
tidak akan putus kembali. Spesifisitas PCR sangat tergantung pada
suhu melting (Tm) primer. Temperatur penempelan yang digunakan
biasanya 5oC di bawah Tm (Sambrook et. al., 1989). Jika suhu yang
digunakan pada tahap penempelan ini tidak tepat, primer tidak
akan mengikat di DNA template atau terikat di bagian yang salah.
Waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini adalah sekitar 1-2 menit
(Rahman, et. al., 2013).
3. Pemanjangan atau polimerasi (Extention)
Primer yang telah menempel pada DNA template akan
mengalami pemanjangan pada sisi 3' nya dengan penambahan
dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase.
Umumnya reaksi pemanjangan (extension) atau polimerasi, terjadi
pada suhu 72-78oC. Hal ini disebaban karena suhu tersebut
merupakan suhu optimum untuk Taq polymerase. Kecepatan
penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72-78oC
diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik,
bergantung pada dapar, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA
target. Dengan demikian, untuk produk PCR sepanjang 2000
pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap
pemanjangan primer ini.
Jumlah siklus yang dibutuhkan untuk amplifikasi tergantung pada
jumlah salisan DNA template yang ada pada saat mulai reaksi dan
efisiensi pemanjangan dan amplifikasi primer. Produk DNA pada
siklus amplifikasi pertama akan menjadi cetakan pada siklus
berikutnya. Dibutuhkan sedikitnya 25 siklus untuk memperoleh tingkat
amplifikasi sekuens target yang diterima (Sambrook et. al., 1989).
Secara teori, hubungan kuantitatif antara jumlah awal sekuens target
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
(Xo) dan jumlah produk PCR setiap siklus (Xn) ketika fase
eksponensial adalah Xn = Xo (1+E)n., dimana E adalah nilai antara 0
(tidak ada amplifikasi) atau 1 (setiap amplikon tereplikasi setiap
siklus) (Vaerman, et. al., 2004).
2.7.3. Real-Time PCR
Real-Time PCR juga dikenal sebagai quantitative real time
polymerase chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase
chain reaction. Real-Time PCR adalah suatu metoda analisis yang
dikembangkan dari reaksi PCR. RT-PCR adalah suatu teknik
pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi sekaligus
mengkuantifikasi jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi
tersebut, yang bersifat sensitif, spesifik, dan reprodusibel untuk asam
nukleat (Vaerman et. al., 2004; Arya et. al., 2005).
Pada PCR konvensional, pengamatan hasil amplifikasi DNA
dilakukan menggunakan elektroforesis gel agarosa pada end-point
amplifikasi DNA tersebut. Sedangkan analisis menggunakan RealTime PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat
reaksi berlangsung. Keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati
pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari
probe (penanda). Pada Real-Time PCR pengamatan hasil tidak lagi
membutuhkan tahap elektroforesis. (Pranawaty et.al., 2012)
Konsentrasi awal sekuens target ditunjukkan sebagai fraksi jumlah
siklus (CT atau Cycle Theshold). Nilai ini dibutuhkan untuk
memperoleh
adanya
awal
amplifikasi.
Real-Time
PCR
tidak
terpengaruh terhadap berbagai variasi komponen dalam reaksi dan
kurang sensitif terhadap perbedaan efisiensi amplifikasi.
Kemampuan untuk menghitung amplifikasi DNA selama fase
eksponensial
dihasilkan
dengan
mengembangkan
ketelitian
menghitung sekuens target. Terdapat beberapa metode untuk
menegaskan spesifisitas produk amplifikasi, yaitu dengan melting
temperatures,
probe
oligonukleotida
yang
dilabelkan
dengan
fluoresensi, metode TaqMan, hibridisasi probe.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Metode TaqMan menggunakan oligonukleotida yang menempel ke
sekuens internal dalam fragmen DNA yang diamplifikasi. Biasanya
oligonukleotida, yang terdiri atas 20-24 basa, dilabelkan dengan
fluorescent group pada ujung 5’ dan quencher group pada akhir 3’,
dimana mereka dibatasi oleh PO2, NH2, atau blocked base. Label
oligonukleotida tersebut ditambahkan bersama dengan primer untuk
mengamati perubahan amplifikasi sekuens target (Sambrook et. al.,
1989).
Gambar 2.9. Kerja Fluorescent Dye dan Quencher pada Real-Time
PCR (Sumber : www.isu.edu)
Hasil
peningkatan
fluorescent
digambarkan
melalui
kurva
amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa
eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil (Vaerman,
2004).
Gambar 2.10. Bentuk Kurva Real-Time PCR
(Sumber: Arya et. al., 2005)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan
Halal, Laboratorium Penelitian 2, dan Laboratorium Kimia Obat pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Teknologi Gen, Balai Pengkajian
Bioteknologi-BPPT Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan Februari 2015 hingga Juni 2015.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spatula, plastic
wrap, aluminium foil, termometer, api bunsen, mikropipet 0.5-10 µl; 220 µl; 20-200 µl; dan 100-1000 µl [Bio-rad], mikropipet tip 10 µl; 200
µl; dan 1000 µl [Bio-rad], Tabung mikrosentrifugasi [Bio-rad], High
Pure Filter Tube [Roche], Collection Tube [Roche], Setrifugator
[Eppendorf Centrifuge 5417 R-Ogawa Seiki], Vortex [VM-300],
wadah cetakan, lemari pendingin, timbangan analitik, Waterbath
[Eyela], Moisture Balance Analyzer [Wiggen], satu set alat Real-Time
PCR [LightCycler® 480.0-Roche], dan Spektrofotometer UV [Bio
Drop]. Alat gelas yang digunakan yaitu beaker glass, erlenmeyer,
batang pengaduk, gelas ukur, pipet tetes, cawan penguap, tabung
reaksi, dan kaca arloji.
3.2.2. Bahan
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah Gelatin Sapi
[Sigma-Aldrich], Gelatin Babi [Sigma-Aldrich], sorbitol, pewarna
tartrazine, 5 sampel kapsul yang mengandung vitamin A dengan
produsen yang berbeda, satu set High Pure PCR Template Preparation
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Kit (meliputi: Tissue Lysis Buffer, Proteinase K, Binding Buffer,
Inhibitor Removal Buffer, Wash Buffer, dan Elution Buffer) [Roche],
Aquabidest [Roche], Aquadest, Isopropanol [Merck], Etanol Absolut
[Merck], LC 480 TaqMan Probe Master (yang terdiri atas: FastStart
Taq DNA Polymerase, buffer, dNTP mix, MgCl2 6.4 mM) [Roche],
dan primer-probe dengan urutan basa seperti yang tertera dalam tabel
3.1.
Tabel 3.1. Urutan Basa Primer dan TaqMan Probe
(Sumber : Tanabe et. al.., 2007)
Nama Primer
Babi
Forward
5'-ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTG -3'
Reverse
5'-CGTTTGCATGTAGATAGCGAATAAC-3'
Probe
Sapi
Urutan Basa
5'-(FAM)-CACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTAC-(BHQ1)-3'
Forward
5'-CCCGATTCTTCGCTTTCCAT-3'
Reverse
5'-CTACGTCTGAGGAAATTCCTGTTG-3'
Probe
5'-(FAM)-CATCATAGCAATTGCC-(BHQ1)-3'
3.3. Tahapan Penelitian
a. Pembuatan Cangkang Kapsul Simulasi Menggunakan Gelatin Babi dan
Gelatin Sapi
b. Pengumpulan Sampel
c. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel
d. Isolasi DNA Kontrol dan Sampel
e. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat DNA
f. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe
g. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR
h. Analisis Hasil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pembuatan Lembar Cangkang Kapsul Simulasi Menggunakan Gelatin
Sapi dan Gelatin Babi (Widyaninggar et. al., 2012)
Tabel 3.2. Formulasi Lembar Cangkang Kapsul Keras
Bahan
Jumlah
Gelatin
30%
Sorbitol
5%
Pewarna
0.05%
Aquadest
Ad 100%
Sebanyak 9 gram gelatin sapi ditimbang dan dibasahi dengan 9 ml
air panas sambil diaduk perlahan sampai homogen. Kemudian
sebanyak 1.5 gram sorbitol dan 0.0015 gram pewarna ditambahkan,
lalu dicukupkan sampai 30 ml aquadest. Larutan dipanaskan dan
diaduk sampai semua gelatin larut dan larutan menjadi jernih. Larutan
tersebut kemudian dituang ke cetakan menjadi sebuah lapisan tipis.
Campuran
diletakkan
di
dalam
desikator
untuk
menjaga
kelembabannya. Pembuatan cangkang kapsul dari gelatin babi sama
dengan perlakuan seperti diatas.
3.4.2. Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan mendata
produk vitamin yang mengandung vitamin A yang berbentuk cangkang
kapsul keras yang beredar di Indonesia berdasarkan ISO 2013/2014.
Diperoleh sebanyak 14 produsen produk vitamin yang mengandung
vitamin A yang berbentuk cangkang kapsul keras. Kemudian lima
produk vitamin yang berasal dari produsen yang berbeda diambil
secara acak. Pengambilan sampel ini dilakukan pada tanggal 08-20
April 2015. Masing-masing sampel diberi identitas seperti yang
terlihat dalam tabel 3.3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Tabel 3.3. Identitas Sampel yang berasal dari Produsen yang Berbeda
No.
Sampel
Identitas
1
Produsen E
A
2
Produsen I
B
3
Produsen N
C
4
Produsen Ei
D
5
Produsen V
E
3.4.3. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel (Anonim,
2013)
Larutan uji yang digunakan untuk uji identifikasi gelatin terdiri
atas larutan gelatin sebagai kontrol positif; air, larutan koloid HPMC,
dan larutan koloid natrium alginat sebagai kontrol negatif; dan larutan
cangkang kapsul sampel. Larutan gelatin dan larutan cangkang kapsul
sampel disiapkan dengan cara meleburkan gelatin dan cangkang kapsul
tersebut pada air hangat. Larutan koloid HPMC disiapkan dengan cara
melarutkan 0.1 gram serbuk HPMC dalam 10 ml aquadest panas
(90oC). Sedangkan larutan koloid natrium alginat disiapkan dengan
cara melarutkan 0.1 gram serbuk natrium alginat dalam 10 ml
aquadest.
Proses identifikasi dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 2
ml masing-masing larutan uji, lalu menambahkannya dengan 0.05 ml
larutan CuSO4 0.7 M dan dihomogenkan. Kemudian sebanyak 0.5 ml
larutan NaOH 2 M ditambahkan kedalamnya. Jika timbul warna violet,
artinya sampel mengandung gelatin.
3.4.4. Isolasi dan Purifikasi DNA Kontol dan Sampel
a.
Preparasi Daging Sapi dan Daging Babi (Rochea, 2008;
Erwanto et.al., 2012)
Sebanyak 50 mg daging sapi dan daging babi segar
dicincang halus dengan pisau steril. Masing-masing daging
tersebut dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifugasi.
Kemudian ke dalam tube tersebut ditambahkan 200 µl Tissue
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Lysis Buffer dan 40 µl larutan Proteinase K. Campuran tersebut
divortex selama 1 menit dan diinkubasi pada suhu 57oC selama
21 jam dalam waterbath. Selanjutnya larutan preparasi tersebut
siap untuk proses ekstraksi dan isolasi DNA.
b.
Preparasi Gelatin, Simulasi Cangkang Kapsul, dan Sampel
(Rochea, 2008; Izzah dengan modifikasi, 2014)
Sebanyak 100 mg gelatin sapi dan gelatin babi, cangkang
kapsul simulasi sapi dan simulasi babi, serta cangkang kapsul
sampel kosong ditimbang dan ditambahkan air hangat
sebanyak
200
µl
mikrosentrifugasi.
dan
dimasukkan
Kemudian
ke
ke
dalam
dalam
tabung
tube
tersebut
ditambahkan 250 µl Tissue Lysis Buffer dan 50µl larutan
Proteinase K. Masing-masing campuran tersebut divortex
selama 1 menit dan diinkubasi pada suhu 57oC selama 21 jam
dalam waterbath. Selanjutnya khusus pada larutan sampel,
dilakukan sentrifugasi 10.000 rpm selama 30 menit karena
terbentuk endapan putih. Selanjutnya larutan preparasi tersebut
siap untuk proses ekstraksi dan isolasi DNA.
c. Isolasi DNA (Rochea, 2008; Izzah dengan modifikasi, 2014)
Larutan preparasi daging, gelatin, kapsul simulasi , dan
kapsul sampel yang didapatkan kemudian ditambahkan
sebanyak 200 µl untuk larutan preparasi daging dan sebanyak
230 µl larutan Binding Buffer. Campuran tersebut divortex
segera selama 20 detik dan diinkubasi pada suhu 70oC selama
10 menit dalam waterbath. Kemudian ke dalam tube tersebut
ditambahkan 150 µl isopropanol dan dihomogenkan dengan
vortex selama 20 detik. Campuran dipipet dan dimasukkan ke
dalam Filter Tube yang telah dipasangkan Collecting Tube.
Kemudian tube ditutup dan disentrifugasi dengan kecepatan
8000 rpm selama 1 menit.
Filter Tube dilepaskan dari Collection Tube dan cairan
yang melewati filter dibuang bersama dengan Collection Tube.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Filter Tube dipasangkan kembali dengan Collection Tube yang
baru. Kemudian 500 µl Inhibitor Removal Buffer ditambahkan
melalui penyangga atas Filter Tube dan disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Filter Tube
dipasangkan kembali dengan Collection Tube yang baru.
Kemudian
500µl
Washing
Buffer
ditambahkan
dan
disentrifugasi dengan kecepatan 8000rpm selama 1 menit.
Pencucian
dengan
Washing
Buffer
dilakukan
2
kali.
Selanjutnya, Filter Tube dilepaskan dari Collection Tube dan
cairan yang melewati filter dibuang. Filter Tube dipasangkan
kembali dengan Collection Tube dan disentrifugasi kembali
selama 10 detik dengan kecepatan 12000 rpm agar semua
Washing Buffer terbuang dengan sempurna.
Setelah disentrifugasi, Collection Tube dipisahkan dengan
Filter Tube dan dibuang. Kemudian Filter Tube dipasangkan
dengan tabung mikrosentrifugasi steril. Ke dalam filter yang
berisi DNA daging sapi, daging babi, gelatin sapi, gelatin babi,
kapsul
simulasi,
dan
kapsul
sampel,
masing-masing
ditambahkan 150 µl Elution Buffer hangat (70oC). Filter Tube
dan tabung mikrosentrifugasi yang telah ditambahkan Elution
Buffer disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1
menit. Filter Tube dilepaskan dari tabung sentrifugasi yang
telah berisi isolat DNA. Tabung mikrosentrifugasi tersebut
disimpan pada suhu 4 oC untuk dianalisis selanjutnya.
3.4.5. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat DNA Menggunakan
Spektrofotometer UV (Biodropb, 2012)
Alat dinyalakan dan panel Nucleid Acid dipilih untuk menentukan
konsentrasi dan kemurnian DNA. Sample port dibersihkan dengan tisu
steril. Sebanyak 2 µl Elution Buffer dituangkan di atas sample port dan
dianalisis
sebagai
blanko.
Sample
port
kembali
dibersihkan
menggunakan tisu steril. Identitas sampel dimasukkan pada kolom
Sample ID. Kemudian sebanyak 2 µl masing-masing DNA sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
dituangkan di atas sample port secara bergantian. Kemudian tombol
Measure ditekan. DNA dianalisis pada panjang gelombang 260 nm
dan 280 nm. Hasil instrumentasi yang akan didapat adalah data
konsentrasi DNA dengan satuan ng/µl dan data kemurnian DNA
dengan perbandingan rasio A260 dan A280.
3.4.6. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe (NCBI)
Uji spesifisitas primer dan probe dilakukan dengan melakukan
BLAST melalui database NCBI. Pada halaman “BLAST”, dipilih
menu “Nucleid Acid”. Kemudian pada kolom “Enter Query Sequence”
dimasukkan urutan basa primer yang akan diuji. Tombol “BLAST”
diklik. Data hasil pengujian yang didapat berupa daftar spesies yang
memiliki kemiripan 99-100% dengan urutan basa primer yang diuji.
3.4.7. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR (Rocheb, 2005;
Rochec; Izzah dengan modifikasi, 2014)
Larutan primer dan probe disiapkan dengan konsentrasi 10 µM dari
larutan induk dengan konsentrasi 100 µM dan disimpan dalam sebuah
tube. Selanjutnya dalam tube berukuran 1,5 ml, sebanyak 15 µl PCR
Mix disiapkan dengan cara mencampurkan larutan yang terdiri atas:
1,4 µl aquabidest; 1,6 µl primer forward 10µM; 1,6 µl primer reverse
10 µM; 0,4 µl probe 10 µM; dan 10 µl LightCycler® 480 Probe
Master (enzim Taq DNA Polymerase, dNTP mix, dapar, dan 6.4 mM
MgCl2). Campuran dihomogenkan menggunakan micropipette dengan
cara up and down. Kemudian, sebanyak 5 µl isolat DNA yang akan
diuji dipipet ke dalam multiwell plate pada well yang diinginkan dan
ditambahkan sebanyak 15 µl PCR Mix yang telah dibuat. Multiwell
plate yang berisi campuran DNA yang akan diuji dan PCR Mix
tersebut ditutup dengan sealing foil yang akan mengeliminasi
penguapan pada suhu tinggi, kemudian diletakkan pada alat Real-Time
PCR. Semua proses pencampuran sampai pemipetan ke dalam
multiwall plate dilakukan pada tempat yang gelap. Tahap tersebut
dilakukan untuk masing-masing DNA daging babi, daging sapi, gelatin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
sapi, gelatin babi, kapsul simulasi, dan kapsul sampel yang akan
diamplifikasi.
Program LightCycler® 480 Real-Time PCR yang akan digunakan
untuk mengamplifikasi DNA diatur dengan pengaturan seperti yang
tertera dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4. Pengaturan Program Amplifikasi pada LightCycler® 480
Real-Time PCR
Jumlah Siklus
Suhu (oC)
Waktu
Pre Incubation
1
95
10 menit
Amplification
65
95
10 detik
60
1 menit
72
1 detik
40
10 detik
Cooling
1
3.4.8. Analisis Data
Analisis kandungan babi dan kandungan sapi pada cangkang
kapsul keras yang mengandung vitamin A dilakukan dengan melihat
hasil amplifikasi DNA pada Real-Time PCR. Jika DNA pada sampel
tertentu dengan primer babi dapat teramplifikasi, maka dapat
disimpulkan bahwa gelatin pada cangkang kapsul keras tersebut
berasal dari babi. Begitu juga sebaliknya, jika DNA pada sampel
tertentu dengan primer sapi dapat teramplifikasi, maka dapat
disimpulkan bahwa gelatin pada cangkang kapsul keras tersebut
berasal dari sapi.
Kurva amplifikasi dihasilkan dengan memplotkan jumlah siklus
secara
horizontal dan nilai flouresen secara vertikal. Kurva ini
dihasilkan secara otomatis oleh RT-PCR. Dari kurva tersebut,
kemudian dilihat nilai Cp (Crossing Point) dari setiap isolat DNA yang
diuji. Adanya nilai Cp menunjukkan bahwa isolat DNA tersebut dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
teramplifikasi. Cp adalah fraksi jumlah siklus dimana tingkat
amplifikasi yang tercermin dari adanya flouresensi mencapai threshold
(ambang). Tingkat ambang flouresensi diatur pada posisi yang sama
untuk semua reaksi yang sedang diamati (Vaerman et. al, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi
Cangkang kapsul simulasi dibuat dengan bahan utama gelatin, yaitu
gelatin sapi dan gelatin babi secara terpisah. Gelatin yang digunakan sebanyak
30%. Persentase gelatin ini sesuai dengan standar gelatin yang digunakan
dalam pembuatan cangkang kapsul keras, yaitu 30% (Gelatin Manufacturers
Institute of America, 2012). Sebagai plasticizer, digunakanlah bahan yang
berasal dari golongan gula, yaitu sorbitol. Bahan ini digunakan untuk
membuat cangkang kapsul keras tidak terlalu kaku dan dapat diambil dari
cetakan. Sorbitol yang digunakan adalah sebanyak 5%. Hal ini sesuai dengan
kadar yang ditentukan dalam Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
Edition untuk penggunaan sorbitol sebagai plasticizer untuk gelatin.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi (a) Sapi dan (b) Babi
Lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dihasilkan berupa lapisan
tipis, berwarna kuning, dan dapat digulung. Berdasarkan gambar 4.1, terlihat
bahwa lembar cangkang kapsul simulasi sapi yang dihasilkan berwarna
kuning pucat dan lembar cangkang kapsul simulasi babi yang dihasilkan
berwarna kuning terang. Perbedaan warna ini disebabkan karena warna asal
dari gelatin sapi (berwarna kuning pucat) dan gelatin babi (berwarna putih)
yang digunakan.
Evaluasi yang dilakukan terhadap lembar cangkang kapsul keras simulasi
yang dibuat adalah mengukur kadar airnya menggunakan moisture balance
analyzer. Kadar air yang didapat adalah berkisar antara 10.6-15% untuk
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
cangkang kapsul keras simulasi sapi dan untuk cangkang kapsul keras
simulasi babi. Nilai ini memenuhi syarat sebuah cangkang kapsul keras, yaitu
10-15% (Anonim, 1995).
4.2. Proses Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel
Sebelum dilakukan proses isolasi dan amplifikasi pada cangkang kapsul
dari produk yang beredar di Indonesia, terlebih dahulu dilakukan identifikasi
gelatin pada setiap cangkang kapsul sampel tersebut. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa cangkang kapsul yang akan diuji berasal dari gelatin.
Pengujian sumber bahan baku dilakukan dengan cara menambahkan
CuSO4 dan NaOH ke dalam larutan sampel (Anonim, 2013). Pengujian ini
disebut juga uji biuret, yaitu pengujian kandungan protein pada suatu sampel.
Uji ini dapat digunakan untuk uji identifikasi gelatin, karena pada dasarnya
gelatin adalah turunan protein yang diperoleh dari kolagen (Shyni et. al.,
2013). Artinya, gelatin juga mengandung ikatan peptida.
Gambar 4.2. Hasil Pengujian Sumber Bahan Baku Cangkang Kapsul
(1) Kontrol Positif; (2) Kontrol Negatif (A. Air, B. Na Alginat, C. HPMC); dan
(3)Sampel (A, B, C, D, E)
Larutan yang diuji terdiri atas larutan gelatin sebagai kontrol positif; air,
larutan koloid HPMC, dan larutan koloid natrium alginat sebagai kontrol
negatif; dan larutan cangkang kapsul sampel. HPMC dan natrium alginat
digunakan sebagai kontrol negatif, karena kedua bahan tersebut dapat
digunakan sebagai bahan baku cangkang kapsul keras pula (Al-Tabakha,
2010; Natalia, 2011). Pada air, larutan koloid HPMC, dan larutan koloid
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
natrium alginat tidak muncul warna violet. Sedangkan pada larutan gelatin dan
kelima larutan cangkang kapsul sampel muncul warna violet. Namun karena
cangkang kapsul sampel memiliki warna yang berbeda-beda, perubahan warna
violet agak sulit diamati. Berdasarkan proses identifikasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kelima cangkang kapsul pada produk yang ingin diuji
berasal dari gelatin.
Uji biuret hanya dapat dilakukan untuk menguji sampel yang mengandung
lebih dari 2 ikatan peptida (Das, 2010). Gelatin mengandung lebih dari 2
ikatan peptida, sehingga uji ini dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
gelatin. Setelah ditambahkan CuSO4 dan NaOH, larutan gelatin, dan larutan
cangkang kapsul sampel akan membentuk senyawa Cu kompleks yang
melibatkan nitrogen dari ikatan peptida dan oksigen dari air. Senyawa Cu
kompleks tersebut akan membentuk warna violet pada larutan (Das, 2010).
Fungsi NaOH pada proses uji tersebut adalah membuat suasana menjadi basa,
sehingga gugus amida pada larutan gelatin dan larutan sampel akan bersifat
nukleofilik dan dapat berikatan dengan ion Cu.
Gambar 4.3. Reaksi yang Terjadi pada Proses Identifikasi Gelatin
(Sumber: people.uwplatt.edu)
4.3. Proses Isolasi DNA
Proses isolasi dibutuhkan untuk mendapatkan DNA dari setiap sampel
yang ingin diamplifikasi pada RT-PCR. Prinsip isolasi terdiri atas 3 tahap,
yaitu proses penghancuran membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein
sel dengan cara pengendapan, dan purifikasi DNA (Muladno, 2010).
Pada penelitian ini, isolasi dilakukan dengan menggunakan High Pure
PCR Template Preparation Kit yang diproduksi oleh Roche. Metode tersebut
dipilih karena memiliki beberapa keuntungan. Pertama, meminimalisir
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
hilangnya DNA pada proses isolasi. Kedua, meminimalisir waktu (jika
dibandingkan dengan cara manual yang harus menyiapkan berbagai reagen
terlebih dahulu). Ketiga, mengeliminasi penggunaan senyawa organik yang
berbahaya (seperti fenol dan kloroform) (Rochea, 2008).
Prinsip isolasi menggunakan High Pure PCR Template Preparation Kit
adalah melisiskan sel dengan bantuan chaotropic salt, kemudian mengikatkan
asam nukleat sel dengan silika yang ada pada filter tube dan mengelusinya
kembali dengan low salt elution (Rochea, 2008).
Proses isolasi dimulai dengan melisiskan membran sel. Proses
penghancuran membran sel ini dilakukan oleh Tissue Lysis Buffer (TLB). TLB
ini mengandung Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) yang dapat
mengikat ion magnesium (yang bertugas menjaga struktur dinding sel) dan
juga menghambat enzim lain yang akan memotong DNA (Sudjadi, 2008).
Setelah sel lisis, protein pada sel dihancurkan dengan bantuan enzim
proteinase K. Enzim ini dapat memecahkan protein histon, sehingga DNA pun
terurai (Muladno, 2010). Selanjutnya reagen lainnya ditambahkan secara
berturut-turut, yaitu Binding Buffer (BB) yang dapat membuat DNA
(bermuatan negatif) sehingga dapat teradsorpsi oleh silika dioksida
(bermuatan positif) yang terdapat pada filter tube; isopropanol yang berguna
untuk proses pemurnian DNA; Inhibitor Removal Buffer (IRB) yang berguna
untuk menghilangkan berbagai pengotor yang dapat menghambat proses PCR;
Washing Buffer (WB) yang berguna untuk mencuci chaotropic salt dan
pengotor lainnya; dan Elution Buffer (EB) yang berguna untuk mengelusi
DNA yang terikat pada silika (Roched, 2007). Masing-masing reagen
ditambahkan bersamaan dengan penggantian collection tube dan disusul
dengan proses setrifugasi.
Proses isolasi cangkang kapsul sampel dilakukan sama dengan proses
isolasi gelatin dan simulasi cangkang kapsul. Namun karena setelah inkubasi
21 jam terbentuk endapan putih, maka dilakukan proses sentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit. Sentrifugasi dilakukan untuk
memastikan larutan sampel sudah terpisah secara sempurna dengan endapan
putih tersebut. Diperkirakan endapan putih yang berasal dari cangkang kapsul
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
sampel tersebut adalah TiO2. Hal ini disebabkan karena endapan tersebut
berwarna putih dan tidak larut air. Selain itu jika dilihat cangkang kapsul
sampel yang bersifat opaque (tidak transparan), dapat disimpulkan bahwa ada
penambahan opacifier. Salah satu opacifier yang sering digunakan adalah
TiO2 (Bhatt, 2007). Endapan tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu karena
dapat menghambat proses PCR (Wan et.al., 2009).
Isolat DNA dari daging babi, daging sapi, gelatin sapi, gelatin babi,
simulasi cangkang kapsul sapi, simulasi cangkang kapsul babi, dan cangkang
kapsul sampel yang telah didapatkan kemudian dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV.
4.4. Analisis Hasil Isolat DNA
Proses analisis hasil isolat DNA dilakukan menggunakan spektrofotometer
UV Biodrop. Kelebihan dari alat ini adalah dapat menganalisis isolat DNA
dengan volume yang sangat kecil, yaitu 2 µl (Biodropa, 2012). Hal ini sangat
berguna, dimana hasil isolat DNA yang didapatkan tidak banyak.
Prinsip kerja spektrofotometer UV adalah penyerapan cahaya atau energi
radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap
memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara
kuantitatif (Triyati, 1985). Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
260 dan 280, dimana DNA akan terabsorpsi kuat pada panjang gelombang 260
nm dan protein pada panjang gelombang 280 nm.
Kuantitas (kadar) dan kualitas (kemurnian) DNA yang diekstraksi dari
sampel dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti teknik sampling, ukuran
sampel, substansi penghalang, tingkat kerusakan, dan panjang fragmen DNA.
Faktor-faktor tersebut tergantung pada sampel itu sendiri, proses pembuatan
makanan, dan parameter fisik dan kimia dari metode ekstraksi (Branquinho et.
al., 2012).
Analisis hasil isolat DNA ini meliputi pemeriksaan kemurnian dan kadar
DNA. Data yang didapatkan dari pemeriksaan isolat DNA menggunakan
spektrofotometer UV dapat dilihat pada tabel 4.1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Tabel 4.1. Hasil Kemurnian dan Kadar Isolat DNA yang Diperoleh
Kemurnian
No.
Isolat
1
Daging Sapi
2.003
75.88
2
Daging Babi
1.882
59.74
3
Gelatin Sapi
1.695
48.77
4
Gelatin Babi
1.519
11.78
2.006
3.988
1.31
4.224
Simulasi Cangkang Kapsul
5
Keras Sapi
Simulasi Cangkang Kapsul
6
Keras Babi
(A260/A280)
Kadar (ng/µl)
7
Sampel A
1.589
2.693
8
Sampel B
1.843
4.372
9
Sampel C
1.854
4.342
10
Sampel D
1.725
2.617
11
Sampel E
1.697
2.435
Isolat DNA dikatakan murni atau bebas dari protein jika kemurniannya
berkisar antara 1.8-2.0 (Greene dan Rao, 1998). Jika kemurnian isolat DNA
lebih kecil dari 1.8 artinya isolat terkontaminasi oleh protein, sedangkan jika
kemurnian isolat DNA lebih dari 2 artinya senyawa guanidine-HCl yang
digunakan pada saat proses isolasi masih ada (Pranawaty et.al., 2012;
Branquinho et. al., 2012). Hasil kemurnian yang diperoleh dari setiap isolat
DNA kontrol adalah 2.003 untuk daging sapi; 1.882 untuk daging babi; 1.695
untuk gelatin sapi; 1.519 untuk gelatin babi; 2.006 untuk simulasi cangkang
kapsul sapi; dan 1.31 untuk simulasi cangkang kapsul babi. Sedangkan
kemurnian dari setiap isolat DNA sampel adalah 1.589 untuk sampel A; 1.843
untuk sampel B; 1.854 untuk sampel C; 1.725 untuk sampel D; dan 1.697
untuk sampel E. Isolat sampel A dan isolat sampel E dapat dikatakan murni,
karena memiliki kemurnian dalam rentang 1.8-2.0. Meskipun begitu, isolat
DNA yang memiliki kemurnian diatas 1.0 masih dapat diterima dan dapat
dilanjutkan ke proses amplifikasi pada RT-PCR (Kusumadewi et.al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Hasil kadar yang diperoleh dari setiap isolat DNA kontrol adalah 75.88
ng/µl untuk daging sapi; 59,74 ng/µl untuk daging babi; 48.77 ng/µl untuk
gelatin sapi; 11.78 ng/µl untuk gelatin babi; 3.988 ng/µl untuk simulasi
cangkang kapsul sapi; dan 4.224 ng/µl untuk simulasi cangkang kapsul babi.
Sedangkan kadar dari setiap isolat DNA sampel adalah 2.693 ng/µl untuk
sampel A; 4.372 ng/µl untuk sampel B; 4.342 ng/µl untuk sampel C; 2.617
ng/µl untuk sampel D; dan 2.435 ng/µl untuk sampel E. Kadar simulasi
cangkang kapsul dan kadar sampel berkisar antara 2.0-4.5 ng/µl atau lebih
kecil jika dibandingkan dengan kadar gelatin dan daging. Hal ini disebabkan
karena pada simulasi cangkang kapsul dan sampel, gelatin yang digunakan
sebagai bahan baku telah mengalami berbagai proses yang dapat
menyebabkan degradasi DNA yang ada, seperti pemanasan pada suhu tinggi
(Demirhan et. al, 2012). Selain itu jika dibandingkan dengan DNA pada
daging yang belum mengalami proses pengolahan, kadar DNA pada gelatin
akan berjumlah lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena gelatin telah
mengalami proses lebih lanjut dari bahan asalnya (kolagen) yang dapat
menyebabkan degradasi DNA (Puspitaningrum, 2014). Namun dengan jumlah
kadar tersebut, semua isolat DNA tetap dapat dilanjutkan untuk proses
amplifikasi menggunakan RT-PCR. Hal ini disebabkan karena RT-PCR cukup
sensitif dan dapat mendeteksi sampai dengan kadar 1 pg/ml (Cai et. al., 2011).
4.5. Amplifikasi Menggunakan Real-Time PCR
Isolat DNA yang didapat kemudian diamplifikasi menggunakan RT-PCR.
Proses amplifikasi DNA ini membutuhkan beberapa komponen, yaitu probe
dan sepasang primer; isolat DNA sebagai DNA template yang akan
diamplifikasi; enzim Taq Polymerase, buffer, MgCl2 dan dNTP (yang
terkandung dalam LC 480 Probe Master). Primer yang digunakan
diidentifikasi secara in silico dengan bantuan website BLAST NCBI.
Berdasarkan hasil BLAST, primer sapi yang digunakan spesifik hanya untuk
sapi (Bos taurus) (Lampiran 3). Sedangkan untuk primer babi, terdapat
beberapa spesies yang memiliki urutan pasang basa yang mirip, yaitu babi
(Sus scrofa), nyamuk (Phlebotomus perniciosus), dan landak afrika (Atherurus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
africanus) (Lampiran 4). Namun jika dilihat dari spesies dan lokasi adanya
spesies tersebut, yang mungkin diambil bagian tubuhnya dan dijadikan sumber
gelatin hanya babi (Sus scrofa). Sehingga, primer tersebut dapat digunakan
untuk mendeteksi kandungan babi pada sampel.
Proses amplifikasi DNA dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
Hydrolysis Probe. Prinsip kerja metode ini adalah berdasarkan flouresen yang
dihasilkan oleh reporter (FAM) yang sebelumnya diredam oleh quencher
(BHQ1). Metode Hydrolysis Probe ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu PreIncubation yang berguna untuk mengaktivasi enzim polimerase yang
terkandung dalam LC 480 Probe Master, Amplifikasi dari DNA target yang
terdiri atas 3 proses (denaturation, annealing, extention), dan Cooling untuk
mengembalikan kondisi alat seperti semula. Masing-masing tahapan
membutuhkan suhu dan waktu yang berbeda-beda sesuai kondisi optimalnya.
Sebelum melakukan amplifikasi pada RT-PCR, harus disiapkan terlebih
dahulu PCR mix yang terdiri atas primer forward, primer reverse, probe, dan
LC 480 Probe Master sebanyak 15 µl untuk setiap isolat DNA yang ingin
diamplifikasi (perhitungan pembuatan PCR mix tertera pada Lampiran 5).
Gambar 4.4. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Sapi.
Keterangan: db = daging babi, gb = gelatin babi, sb = simulasi cangkang kapsul babi,
ds=daging sapi, gs = gelatin sapi, dan ss = simulasi cangkang kapsul sapi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Amplifikasi pada isolat DNA sampel menggunakan primer sapi dilakukan
sebanyak 65 siklus. Jumlah siklus yang digunakan cukup banyak, karena
kadar isolat DNA sampel kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
semakin sedikit jumlah DNA yang akan diamplifikasi, maka siklus yang
dibutuhkan akan semakin banyak untuk mencapai Cp (Rochec, 2008).
Berdasarkan gambar 4.4, terlihat bahwa daging sapi, gelatin sapi, dan
simulasi cangkang kapsul sapi dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk
daging sapi 13.87; gelatin sapi 29.64; dan simulasi cangkang kapsul sapi
30.97. Nilai Cp daging lebih kecil daripada gelatin dan simulasi cangkang
kapsul sapi disebabkan karena kadar daging yang lebih besar, yaitu 75.88. Hal
ini sesuai dengan penyataan bahwa semakin besar kadar DNA, maka semakin
kecil nilai Cp yang didapat. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil kadar
DNA, maka semakin besar nilai Cp yang didapat (Rochec, 2008). Sedangkan
untuk cangkang kapsul sampel, dapat terlihat bahwa sampel E mengalami
amplifikasi dengan nilai Cp 57.82. Artinya, cangkang kapsul pada sampel E
mengandung gelatin sapi. Nilai Cp yang sangat tinggi pada sampel E dapat
disebabkan karena gelatin yang digunakan untuk formulasi cangkang kapsul
tersebut sedikit. Namun pada proses amplifikasi menggunakan primer sapi
tersebut, terjadi kenaikan positif untuk daging babi dengan nilai Cp 33.01. Hal
ini dapat disebabkan karena proses pengerjaan yang kurang baik, sehingga
terjadi kontaminasi.
Selanjutnya, amplifikasi pada isolat DNA sampel dilakukan menggunakan
primer babi sebanyak 65 siklus. Sama halnya dengan amplifikasi dengan
primer sapi, jumlah siklus yang digunakan cukup banyak karena kadar isolat
DNA sampel kecil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Gambar 4.5. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Babi.
Keterangan: db = daging babi, gb = gelatin babi, sb = simulasi cangkang kapsul babi, ds =
daging sapi, gs = gelatin sapi, dan ss = simulasi cangkang kapsul sapi
Berdasarkan gambar 4.5, terlihat bahwa daging babi, gelatin babi, dan
simulasi cangkang kapsul babi dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk
daging babi 13.57, gelatin babi 40.08, dan simulasi cangkang kapsul babi
43.51. Nilai Cp daging lebih kecil daripada simulasi cangkang kapsul
disebabkan karena nilai kadar daging yang lebih besar, yaitu 59.74. Hal ini
sesuai dengan penyataan bahwa semakin besar kadar DNA, maka semakin
kecil nilai Cp yang didapat. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil kadar
DNA, maka semakin besar nilai Cp yang didapat (Rochec, 2008). Untuk
cangkang kapsul sampel, terlihat bahwa sampel B, sampel C, dan sampel E
dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk sampel B 53.79, sampel C 31.72,
dan sampel E 50.83. Artinya, cangkang kapsul pada sampel C, sampel E, dan
sampel B mengandung gelatin babi.
Sampel A dan sampel D tidak mengalami amplifikasi menggunakan
primer sapi maupun primer babi. Artinya cangkang kapsul pada kedua sampel
tersebut tidak mengandung gelatin sapi ataupun gelatin babi, melainkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
berasal dari sumber gelatin lainnya seperti ikan atau unggas (Gelatin
Manufacturers Institute of America, 2012). Sedangkan untuk sampel E, ia
mengalami amplifikasi menggunakan primer sapi dan primer babi. Maka
dapat diartikan bahwa cangkang kapsul pada sampel E tersebut berasal dari
campuran gelatin sapi dan gelatin babi dengan komposisi gelatin babi lebih
banyak daripada gelatin sapi (dilihat dari nilai Cp). Hal ini dapat dilakukan
oleh suatu produsen dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas cangkang
yang bagus dengan harga yang murah.
Amplifikasi menggunakan primer babi menghasilkan kurva yang kurang
baik (tidak sigmoid). Hal ini dapat disebabkan karena probe babi yang
digunakan sudah lama, sehingga kondisinya kurang bagus. Selain itu,
amplifikasi DNA sampel juga menghasilkan kurva yang kurang baik. Hal ini
dapat disebabkan karena DNA pada sampel tersebut sudah terfragmentasi
akibat proses pembuatan cangkang kapsul. Jika fragmentasi DNA terjadi,
jumlah produk amplifikasi dan efisiensi amplifikasi akan menurun. Dengan
kondisi DNA yang terfragmentasi, DNA templat yang akan dituju oleh primer
menjadi terbatas. Akibatnya proses amplifikasi akan semakin sulit (Edward
et.al., 1996).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. DNA pada cangkang kapsul keras vitamin A dapat terisolasi dengan baik
menggunakan metode kit komersial. Kisaran kemurnian isolat DNA dan
kadar isolat DNA yang didapat masing-masing adalah 1.589 – 1.854 dan
2.435 – 4.372 ng/µl.
2. Kurva amplifikasi menggunakan primer sapi menunjukkan hasil positif
untuk daging sapi, gelatin sapi, simulasi cangkang kapsul sapi, dan sampel
E dengan nilai Cp secara berturut-turut adalah 13.87; 29.64; 30.97; dan
57.82. Namun terjadi hasil positif pada daging babi yang diduga
disebabkan oleh kontaminasi. Kurva amplifikasi menggunakan primer
babi menunjukkan hasil positif untuk daging babi, gelatin babi, simulasi
cangkang kapsul babi, sampel B, sampel C, dan sampel E dengan nilai Cp
secara berturut-turut adalah 13.57; 40.08; 43.51; 53.79; 31.72; dan 50.83.
3. Cangkang kapsul pada sampel B dan sampel C mengandung gelatin babi,
serta cangkang kapsul pada sampel E mengandung gelatin sapi dan gelatin
babi. Sedangkan untuk cangkang kapsul pada sampel A dan sampel D
belum teridentifikasi.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan proses optimasi isolasi cangkang kapsul keras lebih lanjut
untuk mendapatkan kemurnian yang ideal dan kadar yang lebih banyak.
2. Perlu dilakukan pencarian primer babi yang lebih spesifik yang benarbenar hanya dapat mendeteksi spesies babi.
3. Perlu dilakukan proses optimasi amplifikasi menggunakan RT-PCR untuk
isolat DNA dari cangkang kapsul keras lebih lanjut agar mendapatkan
kurva amplifikasi yang lebih baik.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abraham J. Domb, Joseph Kost, dan David M. Wiseman. 1997.Handbook of
Biodegradable Polymers. Netherlands: Harwood Academic Publishers
Al-Saidi, et. al... 2012. Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopic Study of
Extracted Gelatin from Shaari (Lithrinus Microdon) Skin: Effects of
Extraction Conditions. International Food Research Journal 19 (3): 1167-1173
Alberts et.al.. 1989. Molecular Biology of the Cell, Volume 1. New York:
Garland Publishing Inc.
Al-Tabakha, Moawia M..2010. HPMC Capsules: Current Status and Future
Prospects.UAE : J Pharm Pharmaceut Sci 13(3) : 428 - 442
Agustin, Agnes Triasih.2013.Gelatin Ikan: Sumber, Komposisi Kimia dan Potensi
Pemanfaatannya.Manado: Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 1 (2):
44-46
Aisyah et.al.. 2014. Poultry as an Alternative Source of Gelatin. Malaysia:
Health and The Environment Journal Vol 5 (1) : 27-49
Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Anonim.2013.US Pharmacopeial Convention – Revision Edition. USA : US
Pharmacopeial Convention Inc.
Ansel, Howard C..2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI
Press
Arya et.al..2005. Basic Principles of Real-Time Quantitative PCR.London: Food
Drug Ltd. Vol 5(2) : 209–219
Atto.2008.ATTO Printgraph AE-6933 Operation Manual. Tokyo : ATTO Corp.
Azira et.al..2012. Differentiation of Bovine and Porcine Gelatins in Processed
Products Via Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(SDS-PAGE) and Principal Component Analysis (PCA) Techniques.
International Food Research Journal 19 (3): 1175-1180
Bandelt, Hans-Jürgen, Martin Richards, dan Vincent Macaulay.2006. Human
Mitochondrial DNA and The Evolution of Homo sapiens.Berlin : Springer
Bhatt, Bhawna. 2007. Pharmaceutical Technology : Capsules.India: Delhi
Institute of Pharmaceutical Science and Research
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Biodropa. 2012. BioDrop™ μLITE dsDNA Application Note dari dari
http://www.biodrop.co.uk yang diakses pada 21 Januari 2015 pada pukul
20.36
BioDropb. 2012. Quick Start Guide dari http://www.biodrop.co.uk yang diakses
pada 28 Januari 2015 pada pukul 18.12
Biorad. 2012. Sub-Cell® GT Agarose Gel Electrophoresis Systems : Instruction
Manual.Bio-Rad Laboratories, Inc.
Branquinho et. al..2012. Use of Real-Time PCR to Evaluate Two DNA Extraction
Methods from Food.Brazil: Ciênc. Tecnol. Aliment., Campinas, 32(1): 112118
Cai, H. et.al.. 2012. Realtime PCR Assays for Detection and Quantitation of
Porcine and Bovine DNA in Gelatin Mixtures and Gelatin Capsules. USA :
Journal of Food Composition and Analysis 25 : 83–87
Campbell, Neil A.. 2008. Biologi. Jakarta : Erlangga
Das, Debajyoti.2010.Biochemistry.Kalkota: Bimal Kumar of Academic Publishers
Demirhan Y, Ulca P, dan Senyuva HZ. 2012. Detection of Porcine DNA in
Gelatine and Gelatine-Containing Processed Food Products-Halal/Kosher
Authentication. NCBI Vol. 90 (3) : 686 – 689
Edward, M.G., Ann Bickel, dan Paul Weihs.1996.Effect of Highly Fragmented
DNA on PCR. USA : Oxford University Press Nucleid Acids Research Vol. 24
(24)
Erwanto et.al..2012. Pig Species Identification in Meatballs Using Polymerase
Chain Reaction – Restriction Fragment Length Polymorphism for Halal
Aunthentication. Yogyakarta : International Food Research Journal 19 (3):
901-906
Gelatin Manufacturers Institute of America. 2012. Gelatin Handbook.
Massachusetts: Atlantic Gelatin / Kraft Foods Global Inc.
Greene, James J.dan Venigalla B. Rao. 1998. Recombinant DNA Principles and
Methodologies. New York: Marcel Dekker Inc.
Handoyo, Darmo dan Ari Rudiretna.2000.Prinsip Umum dan Pelaksanaan
Polymerase Chain Reaction (PCR).Surabaya: Unitas Vol 9 (1) : 17 – 29
Hartati, Yeni W., Maksum, Iman P..2010.Amplifikasi 0,4 kb Daerah D-Loop DNA
Mitokondria dari Sel Epitel Rongga Mulut untuk Keperluan Forensik.
Bandung : FMIPA-Universitas Padjajaran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Hornstra, Gerard, et.al..2005. The Impact of Maternal Nutrition on the Offspring.
Switzerland: Karger
Izzah, Afifah Nurul.2014.Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolisis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Babi dengan
Menggunakan Real-Time PCR. Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas
Kedokteran dan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Karnadi, Annisa.2014.Bulan Vitamin A. http://duniasehat.net/. Diakses pada
tanggal 28 April 2015
Kennedy, Suzanne dan Nick Oswald.2011. PCR Troubleshooting and
Optimization: The Essential Guide.UK: Caister Academic Press
Kulkarni, Shashikant dan John Pfeifer. 2015.Clinical Genomics: A Guide to
Clinical Next Generation Sequencing. USA: Academic Press
Kusumadewi, Arlene, Soekry Erfan Kusuma, Ahmad Yudianto.2012. Analisis
DNA Jaringan Lunak Manusia yang Terpapar Formalin dalam Interval
Waktu 1 Bulan Selama 6 Bulan pada Lokus D13S317 dengan Metode STRPCR.Suravaya: JBP Vol. 14 (2) : 115-121
Melia, Colin David.1983. Some Physical Properties of Gelatin Films in Relation
to Hard Capsule Production.Inggris: University of Nottingham
Muladno. 2010.Teknologi Rekayasa Genetika Edisi ke-2. Bogor : IPB Press
Natalia, D.. 2011. Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat yang Mengandung
Pewarna Ponceau 4R dan Pengujian Sifat-Sifat Fisiknya.Medan : Universitas
Sumatera Utara
Otten, Jennifer J., et.al..2006. Dietary Reference Intakes: The Essential Guide to
Nutrient Requirements. USA: The National Academies Press
Pranawaty, Rina Novita, Ibnu Dwi Buwono, dan Evi Liviawaty. 2012. Aplikasi
Polymerase Chain Reaction (PCR) konvensional dan Real-Time PCR untuk
Deteksi White Spot Syndrome Virus pada Kepiting.Jurnal Perikanan dan
Kelautan Vol. 3 (4) : 61 – 74
Puspitaningrum, Yanti.2014.Deteksi DNA Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Pada
Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real-Time Polymerase Chain
Reaction untuk Analisis Kehalalan. Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas
Kedokteran dan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Rabadiya, Bhavisha. 2013. A Review: Capsule Shell Material from Gelatin to Non
Animal Origin.IJPRBS Vol. 2(3) : 42 – 71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Rahman et. al... 2013. Polymerase Chain Reaction (PCR): A Short Review.
Dhaka: AKMMC J Vol. 4(1) : 30-36
Republika.2014. Hari Ini, Islam Jadi Agama Terbesar
www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 13 Januari 2014.
di
Dunia.
Riaz, Mian N.dan Muhammad M. Chaudry. 2004.Halal Food Production. USA:
CRC Press
Rizal, Subahar.2014. Pengaruh Pemberian Vitamin A Dosis Rendah terhadap
Respon Imun Sitokin Proinflamasi dan Antiinflamasi pada Ibu Hamil
Terinfeksi Ascaris Lumbricoides. http://fk.ui.ac.id/. Diakses pada tanggal 28
April 2015
Rochea.2008. High Pure PCR Template Preparation Kit : Rapidly Purify
Genomic DNA for Diverse Applications. Jerman : Roche Diagnostics GmbH
Rocheb.2005.LightCycler® 480 Probes Master. Jerman : Roche Diagnostics
GmbH
Rochec.2008. LightCycler® 480 Instrument Operator’s Manual : Software
Version 1.5. Jerman : Roche Diagnostics GmbH
Roched.2007. Nucleic Acid Isolation and Purification 3rd Edition. Jerman : Roche
Diagnostics GmbH
Rowe, Raymond C., et. al.. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
Edition. London : Pharmaceutical Press
Sambrook et. al.. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory Manual Edisi 3. New
York: Cold Spring Harbour Lab. Press
Smith, Cindy J. dan A. Mark Osborn.2008. Advantages and Limitations of
Quantitative PCR (Q-PCR)-Based Approaches in Microbial Ecology.
Federation of European Microbiological Societies : Blackwell Publishing Ltd.
67 : 6 – 20
Shyni et.al.. 2013. Isolation and Characterization of Gelatin from The Skins of
Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Dog Shark (Scoliodon sorrakowah),
and Rohu (Labeo rohita). India: Elsevier Food Hydrocolloids 39 : 68-76
Syamsuni. 2006.Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi.Jakarta: EGC
Tanabe, et.al.2007. A Real-Time Quantitative PCR Detection Method for Pork,
Chicken, Beef, Mutton, and Horseflesh in Foods. Jepang: Biosci. Biotechnol.
Biochem., 71 (12) : 3131–3135.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Tempo.2014.Tiap 1 Jam 1 Ibu Meninggal di Indonesia. http://www.tempo.co/.
Diakses pada tanggal 28 April 2015
Triyati, Etty.1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi.Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Laut,
Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI Vol. 10 (1) : 39-47
Vaerman, J.L., P. Saussoy, I. Ingargiola. 2004. Evaluation of Real-Time PCR
Data. Belgium : Cliniques Saint Luc, Bruxelles
Wan, Weijie, John T.W. Yeow, dan Michele I. Van Dyke.2009.Effect of Silver
and Titanium Dioxide Nanoparticles on PCR Efficiency.Canada : 9th IEEE
Conference on Nanotechnology : 458 - 461
WHO.2001.Human Vitamin and Mineral Requirements.Thailand: Food and
Nutrition Division
Widyaninggar, Amalia, et.al..2012. Differentiation Between Porcine and Bovine
Gelatin in Commercial Capsule Shells Based on Amino Acid Profiles and
Principal Component Analysis.Yogyakarta: Indonesian J. Pharm. Vol. 23 (2) :
96 – 101
Zhang, et.al..2009. Mass Spectrometric Detection of Marker Peptides in Tryptic
Digests of Gelatin: A New Method to Differentiate Between Bovine and
Porcine Gelatin.Elsevier: Food Hydrocolloids 23 : 2001–2007
Zhou, P. dan Regenstein, J. M. 2005. Effects of Alkaline and Acid Pretreatments
on Alaska Pollock Skin Gelatin Extraction. Journal of Food Science, 70(6):
C392–C396
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Membuat Simulasi
Cangkang Kapsul
Keras
Mengumpulkan
Kapsul Keras
sebagai Sampel
Evaluasi Simulasi
Cangkang Kapsul
Keras
Identifikasi Gelatin
pada Cangkang
Kapsul
Preparasi Isolasi
DNA dari Simulasi
Cangkang Kapsul
Keras
Preparasi Isolasi
DNA dari Cangkang
Kapsul Keras
Sampel
Preparasi Isolasi DNA
dari Daging Babi,
Daging Sapi, Gelatin
Babi, dan Gelatin Sapi
Isolasi DNA
Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat DNA Menggunakan
Spektrofotometer UV
Memenuhi Persyaratan
Ya
Amplifikasi DNA
Menggunakan RealTime PCR
spesifik
Pemeriksaan
Spesifisitas
Primer dan Probe
Tidak
Analisis Data
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 2. Spesifikasi Kit Isolasi DNA (Rochea, 2012)
Tabel 6. Spesifikasi High Pure PCR Template Preparation Kit
No.
1
Nama
Tissue Lysis Buffer
Kandungan
4M urea, 200 mM Tris, 20 mM NaCl,
200nM EDTA pH 7.4
Binding Buffer
2
6M guanidine-HCl, 10 mM urea, 10
mM Tris-HCl, 20% Triton X-100 (v/v).
pH 4.4
3
4
Proteinase K
Proteinase K (rekombinan, PCR grade)
Inhibitor Removal
5M guanidine-HCl, 20 mM Tris-HCl,
Buffer
36% etanol absolut. pH 6.6
20 mM NaCl, 2 mM Tris-HCl, 80%
5
Washing Buffer
6
Elution Buffer
10 mM Tris-HCl, pH 8.5
High Pure Filter Tube
Berbahan polipropilen dengan filter
7
8
etanol absolute (v/v). pH 7.5
yang terbuat dari kapas fiber glass.
Collection Tube
Berbahan polipropilen.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 3. Uji Spesifikasi Primer Sapi Menggunakan BLAST NCBI
CCCGATTCTTCGCTTTCCATTTTATCCTTCCATTTATCATCATAGCA
ATTGCCATAGTCCACCTACTATTCCTCCACGAAACAGGCTCCAACA
ACCCAACAGGAATTTCCTCAGACGTAG
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 4. Uji Spesifikasi Primer Babi Menggunakan BLAST NCBI
a. Sus scrofa
ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCA
GACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTA
AATTACGGATGAGTTATTCGCTATCTACATGCAAACG
b. Phlebotomus perniciosus
TCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCAG
ACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTAA
ATTACGGATGAGTTATTCGCTATCTACATGCAAACG
c. Atherurus africanus
ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCA
GACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTA
AATTACGGATGAGTTATTCGCTATCTACATGCAAACG
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 5. Campuran Reaksi PCR Mix untuk Proses Amplifikasi DNA
Tabel 7. Campuran Pereaksi PCR Mix untuk Setiap Isolat DNA
Konsentrasi
Konsentrasi
Volume yang
dalam PCR Mix
Larutan Induk
digunakan
(µM)
(µM)
(µl)
-
-
1.4
Primer Forward
0.8
10
1.6
Primer Reverse
0.8
10
1.6
Probe
0.2
10
0.4
-
-
10.0
-
-
5.0
ddH2O
LC 480 Probe
Master
DNA Template
Total Volume PCR Mix
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 6. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer dan Probe
a. Pembuatan larutan primer dengan konsentrasi 10 µM dari larutan induk
100µM
Maka, sebanyak 3 µl dari larutan induk 100 µM pada masing-masing
primer diambil dan di add 27 µl ddH2O (PCR water grade)
b. Pembuatan larutan primer dengan konsentrasi 0.8 µM dari larutan primer
10µM untuk setiap isolat DNA
Maka, sebanyak 1.6 µl dari masing-masing larutan primer 10 µM diambil
dan ditambahkan ke PCR mix.
c. Pembuatan larutan probe dengan konsentrasi 10 µM dari larutan induk
100µM
Maka, sebanyak 1 µl dari larutan induk probe 100 µM diambil dan di add
9 µl ddH2O (PCR water grade)
d. Pembuatan larutan probe dengan konsetrasi 0.2 µM dari larutan probe 10
µM untuk setiap isolat DNA
Maka, sebanyak 0.4 µl dari larutan probe 10 µM diambil dan ditambahkan
ke PCR mix.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 7. Perhitungan Tm (Temperature Melting) Primer
(
)
(
)
a. Primer Sapi
-
Primer forward
= 2oC (2+8) + 4oC (2+8)
= 60oC
-
Primer reverse
= 2oC (5+8) + 4oC (6+5)
= 70oC
b. Primer Babi
-
Primer forward
= 2oC (7+6) + 4oC (4+7)
= 70oC
-
Primer reverse
= 2oC (8+7) + 4oC (6+3)
= 66oC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 8. Gambar Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
Satu Set Alat Real-Time PCR
Satu Set High Pure PCR Template
Preparation Kit
Multiplate Well dan Sealing Foil
Moisture Balance Analyzer
Spektrofotometri UV (Biodrop)
LC 480 Probe Master
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download