Matakuliah : F0422 / Pengantar Hukum Perdata dan Dagang Tahun Versi : 2005 : Revisi 1 Pertemuan 10 PENGANGKUTAN 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : •Menjelaskan hukum pengangkutan (C2) 2 Outline Materi • • • • • • • • • SUMBER HUKUM PENGERTIAN PENGANGKUTAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BILL OF LADING KEKEBALAN PENGANGKUTAN KEWAJIBAN PENGANGKUTAN HAK-HAK PENGANGKUT HAK DAN KEWAJIBAN PENGIRIM CLAIM 3 POINT MATERI : Menurut tempat berlakunya atau jalan yang ditempuh oleh sarana tranpor yang bersangkutan, maka perjanjian transpor pada dasarnya dapat dibedakan atas : 1. Perjanjian transpor darat, misalnya perjanjian transpor penumpang barang dengan kereta api, perjanjian tranpor penumpang dengan bis, perjanjian transpor barang/surat dengan truk atau bis barang dan sejenisnya dan sebagainya. 2. Perjanjian transpor udara, misalnya perjanjian tranpor penumpang/barang (cargo) dengan kapal terbang, helicopter dan sejenisnya. 3. Perjanjian transpor laut, misalnya perjanjian transpor penumpang/barang dengan kapal laut, perahu, tongkang dan sejenisnya. 4 POINT MATERI : Menurut terjadinya/jangka waktu berlakunya, maka perjanjian transpor itu pada dasarnya dapat dibedakan atas : 1. Perjanjian transpor yang terjadinya seketika dan jangka waktunya singkat. 2. Perjanjian transpor yang terjadi melalui suatu perundingan dan berlaku untuk jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam perundingan tersebut sendiri. 5 POINT MATERI : Suatu perjanjian pengangkutan, ialah suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan saja. Jadi tidak perlu ia sendiri mengusahakan sebuah alat pengangkutan, meskipun pada umumnya ia sendiri yang mengusahakannya. Selanjutnya menurut undangundang, ada perbedaan antara seorang pengangkut dengan seorang expeditur, yang hanya memberikan jasa-jasanya dalam soal pengiriman barang saja. Pada hakekatnya mereka hanya merupakan perantara antara orang yang hendak mengirimkan barang dengan orang yang akan mengangkutnya. 6 POINT MATERI : Untuk pengangkutan darat, suatu peraturan seperti yang disebutkan di atas terdapat dalam Wegverkeersordonnatie (Stbl. 1933 – 86), yang memberikan peraturan-peraturan untuk lalu lintas di jalan-jalan umum. Mengenai tanggung jawab seorang pengangkut, ditetapkan dalam pasal 28 ayat 1, bahwa seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkut, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak disebabkan oleh kesalahannya atau orang-orang yang bekerja padanya. Dengan kata lain tiap kerugian yang timbul karena pengangkutan, oleh undang-undang dianggap sebagai akibat kelalaian pihak si pengangkut, yang memberikan hak pada pihak si penumpang atau pengirim barang untuk menuntut penggantian kerugian itu. 7 POINT MATERI : Perihal pengangkutan laut, oleh undang-undang diatur dalam Buku II W.v.K. Pasal-pasal 468 dan 470 W.v.K, memuat peraturan-peraturan yang maksudnya sama dengan pasal 28 Wegverkeersordonnantie tersebut di atas. Pasal 470 di antaranya melarang seorang pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia tidak akan menanggung atau hanya akan menanggung sebagian saja kerusakan-kerusakan pada barangbarang yang diangkutnya, yang mungkin timbul karena kurang baiknya alat pengangkutan atau kurang cakapnya pekerja-pekerja yang dipakainya. Perjanjian yang diadakan dengan melanggar larangan tersebut, diancam dengan kebatalan. 8 POINT MATERI : Jika orang mengirimkan barang-barang dengan angkutan darat, misalnya kereta api, lazimnya dibuat sepucuk surat pengangkutan (vrachtbrief), yang memuat barang-barang yang diangkut, biaya pengangkutan dan namanya orang yang dialamatkan. 9