KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI: Dari Kesan Pertama Hingga Hubungan Erat APA YANG MENYEBABKAN KETERTARIKAN? Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis, 1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression). Pada bab ini didiskusikan penyebab keteratrikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam hubungan yang erat. 1. Efek Kedekatan Salah satu yang menentukan ketertarikan interpersonal adalah kedekatan (proximity, propinquity). Orang yang mempunyai kesempatan paling sering kita lihat dan kita jumpai, sangat mungkin menjadi sahabat kita atau kita cintai (Berscheid & Reis, 1998). Pada tahun 1950, satu tim psikolog sosial (Leon Festinger, Stanley Schachter, dan Kurt Back) meneliti efek kedekatan di sebuah apartemen besar yang dikenal sebagai Westgate West. Apartemen ini memiliki 17 bangunan terpisah dua lantai, masingmasing memiliki 10 apartemen. Penghuni apartemen adalah mahasiswa MIT yang telah berkeluarga. Mereka menempati apartemen tsb secara acak, tidak memilih sendiri, sehingga tidak saling mengenal pada awalnya. Dalam penelitian tersebut para penghuni diminta menyebutkan 3 orang teman dekatnya yang ada di sekitar tempat tinggalnya (apartemen). Hasilnya menunjukkan adanya ‚propinquity effect‛: Sebanyak 65% menyebutkan sahabat yang tinggal dalam gedung yang sama, meskipun gedung yang lain tidak jauh. Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 1 Propinquity effect: Semakin sering kita melihat dan berinteraksi dengan seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu menjadi sahabat kita. Lebih khusus, pola persahabatan di dalam gedung dapat digambarkan sbb: mereka yang merupakan teman dekat, sebanyak 41% tinggal bersebelahan; 22% tinggalnya terpisah dua pintu, dan hanya 10 persen yang tinggal di ujung lorong berlawanan. Festinger dkk (1950) menunjukkan bahwa ketertarikan dan kedekatan hubungan tidak hanya tergantung pada jarak fisik yang nyata, melainkan juga karena ‘jarak fungsional’. Jarak fungsional menunjuk pada aspek desain arsitektur yang memungkinkan beberapa orang bertemu lebih sering. Efek keakraban terjadi karena familiaritas (efek eksposur semata-mata). Semakin sering kita mengalami eksposur suatu stimulus, semakin besar kecenderungan kita menyukainya. Komputer: Keakraban Jarak Jauh Komputer merupakan media komunikasi yang memberikan tempat baru bagi pengaruh keakraban. Kenyataannya, seseorang dengan jarak ribuan mil menjadi tidak berarti dengan adanya internet walau tidak bisa bertemu. Keakraban dan jarak fungsional ditentukan oleh layar komputer. Apakah terdapat perbedaan antara hubungan yang dijalin via computer dibanding dengan yang dibentuk dalam kehidupan sehari-hari? Berbagai riset telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan tsb. Dalam salah satu penelitian, partisipan secara random dirancang untuk bertemu dengan salah satu cara: bertatap muka atau melalui internet. Surprise, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang berkenalan melalui internet lebih saling tertarik dibanding mereka yang berjumpa secara langsung (tatap muka). Bagaimanapun, ketika berjumpa melalui internet, ketertarikan berkembang melalui kualitas percakapan, sedangkan mereka yang berjumpa secara langsung dengan tatap muka ketertarikannya lebih tergantung pada daya tarik fisik (Mc Kenna, Green, & Gleason, 2002). Jika kita bertemu dengan orang baru secara tatap muka kita segera melihat penampilan fisiknya. Sebaliknya, ketika orang bertemu online, mereka dapat menyembunyikan tampangnya dan ciri lain yang mungkin menurunkan daya tariknya, seperti rasa gugup saat berada dalam situasi sosial. Anonimitas internet dapat memudahkan orang untuk mengungkapkan informasi personalnya. Sebagai akibatnya, individu mungkin merasa bahwa mereka lebih mampu mengekspresikan aspek-aspek penting dari diri riil mereka saat berinteraksi melalui internet. Katelyn McKenna dan rekannya (2002) memperkirakan bahwa orang mungkin menjalin persahabatan awal dengan cepat secara online ketimbang melalui tatap muka. 2. Kesamaan Bagaimana awal berkembangnya suatu hubungan? Para peneliti membedakan adanya dua jenis situasi sosial: situasi yang tertutup (close-field situations) atau situasi yang terbuka (open-field situations) yang mendukung perkembangan hubungan. Closefield situations: situasi yang mendorong orang untuk berinteraksi satu sama lain. Misalnya, di kompleks perumahan, di tempat kerja, dsb. Open-field situations : situasi di Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 2 mana orang bebas untuk merinteraksi maupun tidak, sesuai pilihan pribadi mereka. Bagaimanapun situasinya, kadang dibutuhkan hal yang dapat melumasi hubungan untuk berkembang menjadi lebih erat atau menjadi hubungan percintaan. ‛Minyak pelumas‛ itu adalah kesamaan, seperti kesamaan kepribadian, minat, dsb. Kesamaan Opini dan Kepribadian Berbagai hasil eksperimen telah menunjukkan bahwa bila kita mengetahui pendapat/opini seseorang mengenai suatu isu, meskipun kita belum pernah bertemu, semakin sama opini tsb dg opini kita (misalnya, Birne & Nelson, 1965). Bagaimana bila dalam kondisi bertemu? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesamaan demografis, nilai-nilai, sikap, dan kepribadian, merupakan hal yang menentukan ketertarikan untuk mengembangkan hubungan lebih lanjut, menuju persahabatan ataupun hubungan percintaan. Kesamaan Gaya Interpersonal Kita juga cenderung tertarik dengan orang yang memiliki gaya interpersonal dan keterampilan komunikasi seperti kita. Hasil penelitian Burleson dan Samter (1996) menunjukkan bahwa orang-orang cenderung tertarik dengan teman sepermainan yang sama dalam berpikir mengenai orang-orang dan bagaimana mereka menyukai percakapan mengenai hubungan antar pribadi. Orang yang memiliki keterampilan interpersonal tinggi (fokus pada aspek psikologis relasi sosial dan memandang relasi sosial sebagai hal yang kompleks) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya juga tinggi, demikian pula orang yang memiliki keterampilan interpersonal rendah (fokus pada aspek instrumental/ apa yang terjadi secara aktual) merasa cocok dengan orang yang keterampilan interpersonalnya rendah. Kesamaan Minat dan Pengalaman Berbagai riset menunjukkan bahwa kita cenderung menyukai orang yang memiliki minat dan pengalaman yang sama. Misalnya, penelitian Kubitscheck dan Hallinan (1998) mengenai pola persahabatan pada mahasiswa, mereka cenderung lebih memilih teman yang memiliki pengalaman dan minat yang sama dengannya dibanding yang berbeda. 3. Kesukaan Timbal-balik Kita semua merasa senang disukai. Hal ini cukup kuat menimbulkan ketertarikan, tanpa harus ada kesamaan. Kesukaan timbal-balik kadang terjadi karena self-fulfilling prophecy. Hal ini ditunjukkan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Curtis dan Miller (1986) dengan subjek mahasiswa. Partisipan dipasangkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya, dan selanjutnya salah satu diantaranya menerima pesan khusus: sebagian partisipan diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya (dalam eksperimen) menyukainya, dan sebagian partisipan lainnya diberi pesan yang meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya tidak menyukainya. Ketika kemudian pasangan tersebut diberi kesempatan untuk bertemu kembali, satu sama lain saling berbicara, hasilnya seperti yang diduga, yaitu bahwa mereka yang yakin disukai pasangannya berperilaku dengan cara yang lebih disukai pasangannya, lebih membuka diri, lebih sedikit ketidaksetujuan dalam mendiskusikan suatu isu, lebih hangat, dan lebih menyenangkan dibanding dengan individu yang berpikir dirinya Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 3 tidak disukai. Akibatnya, mahasiswa yang yakin dirinya disukai menjadi jauh lebih disukai oleh pasangannya bila dibanding mahasiswa yang yakin dirinya tidak disukai. 4. Ketertarikan Fisik dan Kesukaan Selain kedekatan (propinquity), kesamaan, dan rasa suka timbal-balik, keteratrikan juga ditentukan oleh penampilan fisik. Seberapa penting penampilan fisik dalam menentukan kesan pertama kita mengenai seseorang? Suatu penelitian klasik yang dilakukan oleh Walster, Aronseon, Abrahams, dan Rottman (1996) menunjukkan pentingnya penampilan fisik dalam pembentukan kesan pertama. Penelitian dilakukan dengan memasangkan secara acak (random) 752 mahasiswa baru di Unversitas Minesota, dalam acara dansa pada masa orientasi mahasiswa baru. Pada malam ’kencan buta’ tersebut tiap pasangan mendapat kesempatan beberapa jam untuk berdansa dan mengobrol. Setelah itu kencan mereka dievaluasi untuk mengetahui seberapa besar keinginan mereka untuk kembali berkencan dengan orang yang sama. Beberapa hal yang menjadi alasan keinginan berkencan antara lain kecerdasan, kemandirian, sensitivitas (kepekaan), atau ketulusan, namun yang paling utama adalah ketertarikan fisik. Daya tarik fisik merupakan hal yang menentukan kesan pertama baik pada lakilaki maupun perempuan. Namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan, laki-laki menilai daya tarik fisik lebih penting. Hasil penelitian meta-analisis (penelitian yang menganalisis lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang topiknya sama) yang dilakukan oleh Feingold, 1990) menunjukkan bahwa bila yang diukur sikapnya, dibanding pada perempuan pada umumnya laki-laki menilai penampilan fisik leih penting; bagaimanapun juga bila yang diukur adalah perilaku aktual, antara laki-laki dan perempuan memberikan respon yang sama terhadap daya tarik fisik pihak lain. Apakah yang Menarik? Ciri-ciri fisik seperti apakah yang menimbulkan daya tarik? Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik (beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara keseluruhan seperti boneka-boneka barbie. Pada orang dewasa, hasil penelitian kreatif yang dilakukan oleh Cunningham (1986) menunjukkan kriteria dari yang disebut cantik dan tampan pada budaya Barat. Ia meminta mahasiswa laki-laki untuk menilai (rating) daya tarik 50 foto wajah perempuan yang diambil dari buku tahunan kampus dan juga dari kontes-kontes kecantikan. Hasilnya menunjukkan bahwa penilaian tinggi diberikan untuk wajah perempuan yang memiliki ciri-ciri: mata besar, hidung mungil, dagu kecil, tulang pipi menonjol, pipi sempit, alis tinggi, pupil mata besar, dan senyum lebar. Penelitian pada subjek perempuan (Cunningham dkk, 1990), dengan meminta mereka menilai daya tarik fisik foto-foto wajah laki-laki, hasilnya menunjukkan kriteria wajah laki-laki yang tampan adalah sbb: mata lebar, tulang pipi menonjol, dagu besar, dan senyum yang lebar. Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 4 Standar Budaya Mengenai Keindahan Persepsi mengenai wajah cantik dan ganteng antar berbagai budaya apakah sama? Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun beberapa penelitian lain memberikan jawaban ’ya’, bahwa dalam berbagai budaya terdapat kesamaan persepsi mengenai kriteria cantik dan ganteng. Hal ini diperkuat dengan hasil meta-analisis oleh Judith Langlois dkk (2000). Kekuatan dari Familiaritas (familiarity) Salah satu variabel yang menentukan ketertarikan adalah familiaritas (banyaknya eksposur). Hal ini perlu dicatat sebagai hal yang menentukan ketika partisipan memberikan rating terhadap sekumpulan foto wajah. Mereka memilih satu wajah yang nampak secara tipikal, familiar, dan menarik secara fisik. Asumsi Mengenai Orang yang Menarik Pada umumnya kita menyukai keindahan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam menilai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menemukan bahwa ketertarikan fisik mempengaruhi atribusi orang mengenai apa yang menarik. Secara khusus, orang cenderung memberikan atribut kualitas yang positif (yang tidak ada hubungannya dengan apa yang terlihat) terhadap orang yang nampak cantik/tampan. Hal ini disebut sebagai stereotip ’apa yang baik dari keindahan’. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa ketertarikan fisik berpengaruh sangat besar terhadap subjek laki-laki maupun perempuan ketika melakukan penilaian terhadap kompetensi seseorang: Mereka yang lebih menarik secara fisik dianggap lebih mampu bersosialisasi, ekstrovert, dan populer dibanding yang kurang menarik. (Eagly dkk, 1991; Faingold, 1992b). Mereka juga dinilai lebih menarik secara seksual, lebih bahagia, dan lebih asertif. Namun demikian, menarik bahwa stereotip di atas menjadi kenyataan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mereka yang lebih menarik (secara fisik) juga mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik dan memiliki kepuasan lebih tinggi dalam interaksi sosial bila dibanding mereka yang kurang menarik. Mengapa demikian? Tidak diragukan lagi, hal ini terjadi melalui self-fulfilling prophecy: cara kita memperlakukan seseorang mempengaruhi bagaimana ia berperilaku dan juga bagaimana ia mempersepsi dirinya. TEORI-TEORI KETERTARIKAN INTERPERSONAL Di atas telah diuraikan mengenai penentu ketertarikan antara pribadi yang memperhatikan aspek situasi (propinquity, familiarity), atribut-atribut (daya tarik fisik, kesamaan, self-esteem), dan perilaku individu (kesukaan). Selanjutnya, berikut ini diuraikan mengenai teori-teori ketertarikan antar pribadi. Social Exchange Theory Teori ini mengacu pada pernyataan sederhana bahwa relasi berlangsung mengikuti model ekonomi ‘costs and benefits’ seperti kondisi pasar, yang telah diperluas oleh para psikolog dan sosiolog menjadi teori pertukaran sosial (social exchange theory) yang lebih kompleks. Teori pertukaran sosial menyatakan bahwa perasaan orang tentang suatu hubungan tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif (rewards) dan ongkos Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 5 (costs) hubungan, jenis hubungan yang mereka jalani, dan kesempatan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Social Exchange Theory: Gagasan bahwa perasaan orang tentang suatu hubungan tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif (rewards) dan ongkos (costs) hubungan, jenis hubungan yang mereka jalani, dan kesempatan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Konsep-konsep dasar teori pertukaran sosial terdiri dari rewards, costs, outcomes, dan comparison level. - Rewards adalah aspek positif yang memuaskan dalam hubungan, yang memberikan manfaat dan memperkuat hubungan tsb. - Costs adalah sisi lain dari rewards yang ada dalam semua hubungan persahabatan maupun hubungan romantik, misalnya berhadapan dengan kebiasaan dan karakteristik negatif pada orang lain. - Outcomes (perolehan) dalam hubungan merupakan selisih antara rewards dan costs. Bila rewards dikurangi cost hasilnya minus, maka hubungan cenderung berakhir. - Comparison level (standar pembanding), yaitu harapan individu mengenai tingkat rewards dan costs yang mereka inginkan dalam hubungan tertentu. Banyak orang memiliki standar pembanding yang tinggi dengan banyak rewards dan sedikit costs. Jika apa yang diterima dalam hubungan tidak sesuai dengan standar pembanding, maka individu akan kecewa dalam hubungan. Sebaliknya bila standar pembanding rendah, maka individu cenderung bahagia dengan berbagai hubungan yang dijalin. Equity Theory Beberapa peneliti mengritik teori pertukaran sosial yang mengabaikan pentingnya keadilan atau keseimbangan dalam hubungan. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa orang tidak sekedar berusaha mendapatkan rewards sebanyakbanyaknya dan mengurangi costs, melainkan juga peduli mengenai keseimbangan dalam hubungan, yaitu bahwa rewards dan costs yang mereka alami dan kontribusi yang mereka berikan dalam hubungan tersebut kira-kira seimbang dengan pihak lain. Teori ini menggambarkan bahwa hubungan yang seimbang adalah yang membahagiakan dan relatif stabil. Equity Theory: Gagasan bahwa orang akan bahagia dengan hubungan yang dijalinnya bila pengalaman rewards dan costs dan kontribusi antara dua belah pihak diperkirakan seimbang. HUBUNGAN ERAT Mendefinisikan Cinta Apakah yang dimaksud dengan ’cinta’? Usaha awal yang dilakukan ahli psikologi sosial untuk mendefinisikan cinta adalah membedakan antara ’cinta’ dengan Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 6 ’suka’ (Rubin, 1970). Seorang psikolog sosial, Zick Rubin (1970, 1973) telah mengembangkan dua kuesioner, masing-masing untuk mengukur kondisi suka dan cinta. Menurut Rubin : - Kesukaan, lebih didasarkan pada afeksi dan respek. Item-item skala ini dikaitkan dengan kesepakatan tentang kualitas positif seorang teman dan kebutuhan untuk menjadi sama dengan teman tersebut. - Kecintaan, bersandar pada keintiman, kelekatan, dan peduli terhadap kesejahteraan pihak lain. Item untuk skala ini dihubungkan dengan kesedihan karena tidak adanya seseorang yang dicintai, pemaafan terhadap kesalahan, dan tingginya tingkat keterbukaan diri. Selanjutnya dalam mendefinisikan cinta secara umum membedakan antara companionate love dan passionate love (Hartfield, 1988; Hardfield & Rapson, 1993; Hardfild & Walster, 1978). Companionate love adalah keintiman dan afeksi yang dirasakan seseorang ketika ia sangat peduli terhadap seseorang yang lain, tetapi tidak mengalami gairah atau bangkitan fisiologis (arousal) saat kehadiran orang lain tsb. Passionate love adalah kerinduan yang sangat kuat yang dirasakan seseorang, disertai arousal; bila cinta itu berbalas maka ada rasa kepenuhan yang sangat besar, tetapi bila tak berbalas maka terjadi rasa sedih dan putus asa. Penelitian lintas budaya yang membandingkan budaya Amerika Serikat (individualistik) dan China (kolektivistik) menunjukkan bahwa pasangan di Amerika cenderung menghargai psionate love daripada pasangan China, dan pasangan China cenderung menghargai companionate love daripada pasangan Amerika (Gao, 1993; Jankowiak, 1995; Ting-Toomey & Chung, 1996). Di sisi lain, pasangan di Kenya, Afrika Timur menilai keduanya secar se.imbang, mereka mengonsepkan cinta romantik sebagai kombinasi psionate love dan companionate love. Mereka beranggapan gabungan keduanya merupakan jenis cinta yang terbaik, dan menjadi tujuan utama dalam masyarakat (Bell, 1995). CINTA DAN RELASI SOSIAL Apakah penyebab cinta sama dengan penyebab saat ketertarikan awal? Adakah variabel lain yang ikut menentukan ketika kita mengembangkan dan mengelola hubungan erat? Pendekatan Evolusioner dalam hal Cinta: Memilih Pasangan Pendekatan evolusioner ini merupakan konsep biologis yang diterapkan untuk perilaku sosial oleh para ahli psikologi. Evolutionary Psychology didefinisikan sebagai usaha untuk menjelaskan perilaku sosial dalam konteks faktor genetik yang berevolusi sepanjang waktu sesuai dengan prinsip seleksi alami. Evolutionary psychology berpandangan bahwa manusia berevolusi untuk memaksimalkan kesuksesan reproduksi, bahwa laki-laki dan perempuan memiliki agenda yang berbeda atas peran yang berbeda dalam menghasilkan keturunan. Dalam dunia binatang, kesuksesan reproduksi pejantan diukur dari kuantitas keturunannya sehingga mereka sering berganti pasangan untuk itu. Di sisi lain kesuksesan reproduksi makhluk betina bergantung pada kesuksesan meningkatkan tiap-tiap keturunanya menuju kematangan sehingga mereka hanya berpasangan dengan pejantan pilihan, mengingat bahwa untuk mematangkan tiap keturunan Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 7 memerlukan ongkos yang tinggi (Berkow, 1989; Symons,1979). Pendekatan evolusioner dalam hal cinta dikembangkan berdasarkan konsep ini. Pendekatan evolusioner dalam hal cinta merupakan teori yang diturunkan dari teori biologi evolusioner yang mendukung pandangan bahwa laki-laki dan perempuan tertatrik satu sama lain dengan karakteristik yang berbeda: laki-laki tertarik pada penampilan fisik perempuan; perempuan tertarik pada sumber daya yang dimiliki lakilaki. Hal ini untuk memaksimalkan kesuksesan reproduksi. Beberapa penelitian hasilnya mendukung pendekatan evolusioner tersebut. Misalnya hasil penelitian Bush dkk (Bus 1989; Buss dkk, 1990) dengan subjek dari 37 negara yang menanyakan berbagai kriteria pemilihan pasangan (untuk menikah) dan seberapa penting kriteria tsb, pada umumnya perempuan menilai kriteria ambisius, rajin, penghasilan yang baik lebih tinggi (penting) daripada subjek laki-laki, dan subjek laki-laki menilai lebih penting daya tarik fisik. Bagaimanapun perlu dicatat bahwa berbagai penelitian menyatakan bahwa karakteristik paling tinggi pada laki-laki maupun perempuan adalah kejujuran, dapat dipercaya, dan kepribadian yang baik. Gaya Kelekatan dalam Hubungan Erat Teori lain mengenai cinta menyatakan bahwa relasi kita pada masa dewasa didasari oleh pengalaman pada awal kehidupan kita (masa kanak-kanak) dengan orang tua atau pengasuh kita. Pendekatan ini berfokus pada gaya kelekatan (attachment style) dan bersandar pada karya John Bowlby (1969, 1973, 1980) dan Mary Ainsworth (Ainsworth dkk, 1978) mengenai bagaimana bayi membentuk ikatan dengan pengasuhnya (orang tua, dsb). Menurut teori gaya kelekatan, jenis kelekatan yang kita bentuk pada awal kehidupan memengaruhi jenis kelekatan yang kita bentuk pada masa dewasa. Ainsworth (1978) mengidentifikasi adanya tiga tipe hubungan antara bayi dan pengasuhnya: secure attachment style, avoidant attachment style, dan anxious attachment style. - Secure attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai oleh rasa percaya, tidak kuatir ditinggalkan, dan memandang dirinya layak dan disukai. - Avoidant attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai dengan menekan (suppression) kebutuhan kelekatan, karena upaya untuk intim telah ditolak; orangorang dengan gaya ini sulit untuk membangun hubungan intim. - Anxious attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai oleh kekhawatiran bahwa orang lain tidak akan membalas keinginan diri untuk intiman, dihasilkan oleh kecemasan yang cenderung tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver (1987) dengan responden orang dewasa menunjukkan bahwa 56% responden memiliki secure style, 25% avoidant style, dan 19% anxious style. Hasil-hasil penelitian lain (Feeney dkk, 2000; Hazan & Shaver, 1994a, 1994b; Shaver dkk, 1998; Simpson & Rholes, 1994) menggambarkan bahwa responden dengan secure style mengaku diri mereka mudah untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain, mudah percaya, dan memiliki hubungan romantik yang memuaskan. Responden dengan avoidant style mengaku dirinya tidak nyaman menjalin hubungan dekat dengan orang lain, sulit untuk memercayai orang lain, dan kurang puas dalam hubungan romantik. Responden dengan anxious/ambivalent style cenderung memiliki hubungan yang tidak memuaskan, namun dengan gambaran Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 8 khusus: cenderung obsesif dan asyik dalam menjalin hubungan, takut bahwa pasangannya tidak menginginkan keintiman seperti dirinya menginginkan. Adanya teori kelekatan tidak berarti bahwa orang yang memiliki hubungan tidak membahagiakan dengan orang tuanya akan mengulang ketidakbahagiaan tsb dalam tiap-tiap hubungan (Slimms, 2002). Hasil penelitian longitudinal (beberapa peneliti kembali menghubungi partisipan penelitiannya dalam hitungan bulan atau tahun setelah penelitian awalnya dan kembali mengukur gaya kelekatan mereka) menunjukkan bahwa 25-30% partisipan telah berubah gaya kelekatannya (Feeney & Noller, 1996; Kirkpatrick & Hazan, 1994). Hal tersebut terjadi karena pengalaman mereka dalam hubungan membantu mereka untuk mempelajari perilaku yang lebih sehat. Pertukaran Sosial dalam Relasi Jangka Panjang Teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa kelangsungan hubungan ditentukan oleh perolehan (outcomes) dalam hubungan, dan bahwa rewards merupakan hal yang penting menentukan outcomes. Teori ini mendapatkan dukungan hasil-hasil penelitian mengenai hubungan erat pada masyarakat yang berbeda budaya seperti Taiwan dan Belanda (Lin & Rusbult, 1995; Rusbuld & Van Lange, 1996; Van Lange, 19970. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan partisipan pasangan mahasiswa menunjukkan bahwa tiga bulan pertama dalam hubungan mereka banyak diwarnai dengan rewards, namun makin lama makin berkurang, dan semakin banyak costs. Akibatnya, banyak hubungan yang semula intim kemudian berakhir. Tetapi bagaimanapun kita mengetahui bahwa banyak orang tidak meninggalkan pasangannya meskipun hubungannya tidak memuaskan, dan nampak memiliki alternatif yang menarik. Berkaitan dengan kenyataan tersebut, para ahli mempertimbangkan adanya faktor tambahan untuk memahami hubungan erat, yaitu tingkat investasi (level investment) dalam hubungan (Impett dkk, 2001-2002; Rusbult dkk, 2001; Rusbult dkk, 1998). Dalam model teori investasi (investmen model) mengenai hubungan erat ini Cheryl Rusbult (1983) mendefinisikan investasi sebagai segala sesuatu yang telah dimasukkan seseorang ke dalam hubungan dengan orang lain, yang akan hilang jika mereka meninggalkan hubungan tsb. Investasi mencakup sesuatu yang tangible (dapat dilihat) seperti sumber daya finansial dan kepemilikan (misalnya rumah), maupun yang intangible (tak dapat dilihat) seperti kesejahteraan emosi anak, waktu dan energy emosi untuk membangun hubungan, dan rasa integritas pribadi, yang akan hilang bila terjadi perpisahan. Investmen Model: Teori yang menyatakan bahwa komitmen seseorang untuk sebuah hubungan tidak hanya tergantung pada kepuasan dalam hal imbalan (rewards), biaya (costs), dan tingkat perbandingan (level comparison), dan tingkat perbandingan alternatif, melainkan juga seberapa banyak mereka telah berinvestasi dalam hubungan yang akan hilang bila ia meninggalkan hubungan itu. Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 9 Berikut ini gambar lengkap model teori investasi dalam hubungan erat (The Investment Model of Commitement, diadaptasi dari Rusbult, 1983): Hasil penelitian Rusbult (1983): Equity dalam Relasi Jangka Panjang Apakah teori keadilan/keseimbangan (equity theory) berlaku untuk hubungan jangka panjang sama seperti yang berlaku dalam hubungan yang baru atau kurang erat? Menurut Margaret Clark dan Judson Mills, interaksi antara orang yang baru saling mengenal berlangsung dengan kepedulian terhadap keadilan/keseimbangan yang disebut hubungan pertukaran (exchange relationship). Dalam hubungan pertukaran, orang melacak, siapa memberikan kontribusi apa, dan merasa dimanfaatkan ketika ia merasa memberi lebih daripada yang mereka dapatkan dari hubungan itu. Di sisi lain, dalam hubungan dengan teman dekat, anggota keluarga, dan pasangan romantik, norma keadilan/keseimbangan kurang berlaku dan lebih dipengaruhi kebutuhan untuk saling membantu saat dibutuhkan. Dalam hubungan komunal (communal), orang memberikan respon terhadap kebutuhan pihak lain, terlepas apakah mereka dibayar kembali (Clark, 1994, 1986; Clark & Mills, 1993; Milss & Clark, 1982,1994, 2001; Vaananen dkk, 2005). Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 10 BERAKHIRNYA HUBUNGAN ERAT Di berbagai belahan dunia (Amerika, Inggris, Indonesia, dsb), kasus perceraian semakin lama semakin banyak. Bagaiamana terjadinya perpisahan dijelaskan sbb: Proses Putus Hubungan Duck (1982) menjelaskan bahwa perceraian merupakan proses dengan beberapa tahap: fase interpersonal, fase dyadic, fase sosial, dan fase interpersonal: Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 11 Pengalaman Perpisahan Akert (1998) dan yang lain menemukan bahwa peran orang dalam perpisahan menentukan bagaimana perasaan mereka tentang hal ini: mereka yang diputus (breakees) yang paling sedih-bingung, pemutus (breakers) hanya sedikit sedih-bingung, dan bila timbal-balik (saling memutus) kesediahan-kebingungannya menengah. Wanita mengalami emosi negatif agak lebih daripada laki-laki. Bila perpisahan itu keputusan bersama, dua belah pihak ini lebih mungkin untuk tetap berteman setelah hubungan berakhir. . ________________________________________________________________________ Sumber: Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6 th edition). Singapore: Pearson Prentice Hall. Handout Psi Sosial II: KETERATARIKAN INTERPERSONAL/ MM. Nilam Widyarini 12