POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Mas Apri Yani Lubis DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACK MAS APRI YANI LUBIS, Population of Rotylenchulus reniformis and Incidence of Wilt Disease on Integrated Pest Management of Pineapple (Ananas comosus) Plot at Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Guidance by SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA. Reniform nematodes (Rotylenchulus reniformis) was one of potential threat which able to decreasing the pineapple productivity. Moreover, existence of this reniform nematodes on pineapple planting was capable to increase pineapple wilt severity by infection of Pineapple Maelybug Wilt associated Virus (PMWaV). The high demand for pineapple impelling better culture system which capable to reduce damage caused by pineapple wilt disease. This research was established to determine the influence of integrated pest management (IPM) system on pineapple planting against population growth of R. reniformis, pineapple wilt disease incidence, and production of fresh fruit. There were three culture system conducted in this study, 1) conventional, appropriate the local culture (KON), 2) using virus-free seed (BBV), and 3) integrated pest management, mixed with virus-free seed, good cultivation, organic and synthetic fertilizer application, and nematicide (PHT). In the first year in IPM system was not giving impact to R. reniformis population (P>0,05), otherwise in second year this system could reduce the reniformis nematodes significantly (P<0,05). Application of IPM was also capable to decrease disease incidence rate (P<0,05). The number of total colony of isolated soil-infested microorganism, especially bacteria and fungi, from IPM plot was not significantly different both from conventional and BBV. ABSTRAK MAS APRI YANI LUBIS, Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA. Nematoda bentuk ginjal (Rotylenchulus reniformis) merupakan salah satu penyebab menurunnya produktivitas nanas. Selain itu keberadaan nematoda bentuk ginjal di pertanaman nanas mampu memperparah penyakit layu nanas oleh infeksi Pineapple Maelybug Wilt associated Virus (PMWaV). Tingginya permintaan terhadap buah nanas mendorong sistem budidaya yang lebih baik yang mampu menurunkan kerusakan akibat penyakit layu nanas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian hama terpadu (PHT) nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis, kejadian penyakit layu nanas, dan produksi buah segar. Terdapat tiga sistem budidaya yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu 1) konvensional, mengikuti cara budidaya setempat (KON), 2) bibit bebas virus (BBV), dan 3) pengendalian hama terpadu, perpaduan bibit bebas virus, budidaya tanaman yang baik, aplikasi pupuk organik dan sintetik, serta nematisida (PHT). Pada tahun pertama sistem PHT belum berpengaruh pada populasi R. reniformis (P>0,05), tetapi pada tahun kedua sistem PHT dapat menurunkan secara nyata populasi nematoda bentuk ginjal (P<0,05). Penerapan PHT dapat menurunkan tingkat kejadian penyakit (P<0,05). Jumlah koloni total mikroorganisme tanah yang berhasil diisolasi, terutama bakteri dan cendawan, dari petak PHT tidak berbeda nyata terhadap contoh tanah dari petak konvensional dan BBV. POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Mas Apri Yani Lubis A34050009 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 HALAMAN PENGESAHAN Judul : POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN JALAN CAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Nama : Mas Apri Yani Lubis NRP : A34050009 Disetujui Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. Ir. Supramana, M.Si. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. 19620618 198911 1 001 19620607 198703 1 003 Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, M.Sc. 19640204 199002 1 002 Tanggal lulus: RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Panyabungan, 11 April 1987, dari pasangan Sofyan Sori Lubis dan Siti Masrah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 1 Panyabungan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2006. Selama di IPB penulis pernah aktif dalam Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal sebagai bendahara umum periode 2006-2007. Selain itu, penulis pernah magang di unit kerja Kultur Jaringan, Bidang Koservasi Ex-situ, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dari tanggal 24 Januari sampai 10 Februari 2007. PRAKATA Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT untuk setiap petunjuk dan kemudahan yang senantiasa diberikan-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran pengendalian hama terpadu terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di pertanaman nanas dan semoga hasilnya dapat menjadi salah satu dasar dalam pengambilan keputusan pengendaliannya di lapangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, dukungan, dan semangat bagi penulis. Terima kasih kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Bapak Haji Odon, petani nanas Desa Bunihayu. Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua yang telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan penulis. Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Gatut Heru Bromo dan Bapak Cece atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Terimaksih juga kepada Mira, Dede, Pipit, Bruce, Huda, Ade, Dila, Fitri, Dora, Mela, Rizqa, Lulu, Wiwin, Duma, Nisa, Rosma, Bontor, Yoki, dan Ismed Hasibuan atas bantuan dan dukunganya. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Bogor, 13 Oktober 2009 Mas Apri Yani Lubis DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii PENDAHULUAN ................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................... 1 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2 Manfaat Penelitian ......................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3 Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas ......................................... 3 Rotylenchulus reniformis ................................................................ 3 Klasifikasi ................................................................................. 3 Morfologi .................................................................................. 3 Biologi dan daur hidup ............................................................. 4 Gejala penyakit .......................................................................... 5 Cara bertahan ............................................................................. 5 Penyakit Layu Nanas ...................................................................... 6 Pengendalian Hama Terpadu .......................................................... 7 BAHAN DAN METODE ........................................................................ 9 Tempat dan Waktu ......................................................................... 9 Metode Penelitian ........................................................................... 9 Percobaan PHT ............................................................................... 9 Pengambilan Contoh ...................................................................... 10 Ekstraksi Nematoda dari Akar ........................................................ 10 Ekstraksi Nematoda dari Tanah ...................................................... 10 Metode sentrifugasi-flotasi ........................................................ 11 Metode Baermann ...................................................................... 11 Pewarnaan Nematoda dalam Jaringan Akar ................................... 11 Penghitungan Nematoda ................................................................. 12 Identifikasi Nematoda ..................................................................... 12 Analisis Mikroorganisme Tanah ..................................................... 12 Analisis Data ................................................................................... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 14 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 23 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 24 LAMPIRAN ............................................................................................. 27 DAFTAR TABEL No Halaman Teks 1. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar .................................................................................................... 14 2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua .............................. 16 3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil ekstraksi Baermann pada tahun kedua ............................ 16 4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) dan produksi buah segar ........................................................................... 18 5. Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi mikroorganisme tanah pada pertanamana nanas ............................... 20 DAFTAR GAMBAR No Halaman Teks 1. Rotylenchulus reniformis (a) pradewasa (b) bentuk kepala dan stilet (c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400 x) ..................... 14 2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R. reniformis dalam akar ........................................................................ 15 3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R. reniformis dalam tanah ...................................................................... 16 4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit pada tahun kedua ................................................................................................. 18 5. Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c) konvensional ...................................................................................... 20 6. Koloni mikroorganisme pada media NA (a), TSA (b), dan Martin agar (c) ............................................................................................... 21 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman Teks 1. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas ......... 14 2. Hasil analisi ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam .......................................... 16 3. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam .............................................. 16 4. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi dengan Baermann tahun kedua tanam ............................................... 16 5. Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas ............................... 17 6. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama tanam ................................................................................................. 18 7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun ke dua tanam ................................................................................................. 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Nanas (Ananas comosus L. Merr) sudah banyak dibudidayakan secara komersil. Buah nanas banyak diminati baik sebagai buah segar maupun makanan olahan. Produk olahan buah nanas dapat berupa sari buah, selai, manisan, asinan, dan keripik. Selain itu daun nanas yang mengandung serat tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku pakaian. Permintaan akan buah yang semakin meningkat mendorong meluasnya budidaya nanas. Budidaya nanas tidak lepas dari gangguan hama dan penyakit. Beberapa hama yang merusak adalah semut dan kutu putih. Penyakit yang paling merugikan saat ini adalah penyakit layu nanas yang disebabkan oleh Rotylenchulus reniformis yang dapat meningkatkan keparahan layu Mealybug Wilt Pineapple (MWP). Munculnya layu MWP disebabkan oleh Pineapple mealybug wilt-associated virus (PMWaV). Layu MWP hampir membinasakan industri nanas di Hawaii pada awal 1900 (Sipes et al. 2002). Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia sintetik masih memegang peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena caracara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Di luar negeri, pengendalian R. reniformis yang pernah dilakukan antara lain pengendalian pra-tanam dengan fumigasi. Pengendalian Meloydogyne javanica dan R. reniformis di Hawaii berhasil dilakukan menggunakan 1,3-dichloropropene atau methyl bromide (CABI 2003). Pengendalian nematoda dengan nematisida sintetik secara terus-menerus dapat merusak sistem ekologi lingkungan. Pengendalian nematoda yang lebih bijaksana perlu dilakukan salah satunya dengan pengendalian hama terpadu. Pengendalian nematoda secara terpadu dapat dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa metode pengendalian ke dalam suatu sistem. Komponen-komponen utama pengendalian nematoda terpadu adalah teknik budidaya tanaman sehat (varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, tanaman perangkap, bahan organik), agen hayati, pestisida (nabati dan kimia), dan karantina (Mustika 2005). Sebagai bagian yang cukup penting dalam pengembangan PHT pengendalian nematoda harus dilaksanakan berdasarkan wawasan lingkungan. Oleh karena itu strategi pengendalian nematoda harus didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PHT nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis dan kaitannya dengan kejadian penyakit layu nanas serta produksi buah segar. Manfaat Sistem budidaya yang baik diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki sifat mikrobiologi tanah, dan menekan penyakit dalam tanah khususnya penyakit layu nanas oleh R. reniformis yang dapat meningkatkan keparahan penyakit layu Mealybug Wilt Pineapple (MWP). TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas Spesies nematoda parasitik tumbuhan yang terpenting pada produksi nanas ialah nematoda puru akar Meloydogyne javanica, M. incognita, nematoda bentuk ginjal R. reniformis, dan nematoda luka akar Pratylenchus brachyurus (Caswell et al. 1993). Nematoda puru akar menyebabkan bengkak pada akar dengan ukuran dan bentuk yang beragam, tergantung pada spesies dan kepadatan nematoda dalam puru tersebut. Nematoda luka akar P. brachyurus merupakan nematoda endoparasit berpindah yang dapat menyebabkan penghambatan akar dan nekrosis (CABI 2003). Rotylenchulus reniformis Nematoda bentuk ginjal, R. reniformis menyebar luas di seluruh daerah tropis dan sub-tropis, dan merupakan parasit obligat pada berbagai tanaman pertanian (Kinloch 1998). Rotylenchulus reniformis menyukai tanah bertekstur baik dan populasi terbesar berada pada kedalaman 0 sampai 15 cm (Westphal et al. 2003). Populasi yang sangat tinggi dari R. reniformis dapat berkembang pada berbagai jenis tanaman inang, antara lain kapas, jagung. teh, kacang panjang, tanaman berpolong, nanas, kedelai, dan ubi jalar (Dropkin 1992). Nematoda R. reniformis mengurangi hasil tanaman dan menghancurkan ratoon crop pertama pada pertanaman nanas di Hawaii ( Sipes et al. 2002). Klasifikasi Rotylenchulus reniformis termasuk dalam ordo Tylenchida, sub-ordo Tylenchina, super famili Tylenchidea, famili Hoplolaimidae, sub-famili Rotylenchulinae (Dropkin 1989). Morfologi Nematoda R. reniformis bersifat seksual dimorfik, tubuhnya berbentuk cacing dan berukuran kecil (0,23-0,64 mm) (Luc et al. 1993). Daerah bibir menonjol , konoid dan tidak berlekuk terhadap tubuhnya; kerangka daerah bibir bersklerotin yang kuat. Panjang stilet 12 sampai 15 µm (Dropkin 1991). Esofagusnya mempunyai median bulbus yang tumbuh baik berikut kelepkelepnya; lubang saluran kelenjar esofagus dorsal terdapat pada bagian posterior basal stilet (0,6-1,9 kali panjang stilet); kelenjarnya tumbuh baik dan bagian lateralnya yang panjang menjorok ke daerah usus. Vulvanya terdapat di daerah posterior tubuhnya (V = 58-72%); bibir vulvanya tidak menonjol. Mempunyai dua saluran genital, masing-masing melekuk dua kali. Ekornya berbentuk kerucut dan ujungnya tumpul (Luc et al. 1993) Betina dewasa bertubuh gemuk, berbentuk seperti ginjal dan mempunyai vulva yang menonjol (Dropkin 1991). Bagian tubuh anterior tidak teratur (Luc et al. 1993). Ovarium menggulung (Thorne 1961). Nematoda jantan berbentuk cacing; kerangka kepala bersklerotin; stilet dan esofagus mereduksi (esofagus mempunyai median bulbus lemah dan tanpa kelep), tetapi tampak jelas, spikula melengkung, ekor runcing, dan bursa tidak mencapai ujung ekor. Juvenil mirip dengan nematoda betina pra-dewasa, tetapi lebih pendek, tanpa vulva dan saluran genital (Luc et al. 1993). Biologi dan daur hidup Nematoda bentuk ginjal adalah semi-endoparasit menetap dimana sepertiga tubuh bagian anterior masuk ke dalam akar inang sedangakan dua per tiga tubuh bagian posterior berada di luar akar. Nematoda R. reniformis tidak memiliki pembatas daerah infeksi sebagaimana nematoda puru akar. Daerah infeksi untuk nematoda bentuk ginjal tidak terbatas pada ujung akar, ia memarasit pada setiap titik sepanjang akar (Starr 1998). Nematoda bentuk ginjal mempunyai daur hidup yang unik. Penetasan telur distimulasi oleh eksudat akar tanaman inang tertentu (Kahn 1985 dalam Caswell et al. 1993). Juvenil stadium kedua dari R. reniformis muncul dari telur, tidak makan, tetapi mengalami tiga kali pergantian kulit di dalam tanah dan dapat berkembang menjadi nematoda betina muda. Rangsangan dari akar yang sedang tumbuh sangat diperlukan untuk pergantian kulit yang terakhir (Dropkin 1992). Selain itu menurut Kinloch (1998) juvenil kedua dari nematoda ini ditemukan bebas di dalam tanah. Sebagian atau seluruh betina melakukan penetrasi ke dalam korteks akar kemudian menetap di sana. Betina membengkak seperti ginjal dan biasanya menyimpan lebih dari seratus telur ke dalam kantung telur yang gelatinus, yang kemudian dikeluarkan ke dalam tanah. Jantan seperti cacing tidak masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditemukan mengumpul di dalam serta di sekitar kantung telur (Kinloch 1998). Seks rasio dari larva yang menetas sekitar 1 banding 1, tetapi di dalam tanah jumlah jantan biasanya lebih banyak dari pada betina muda (Thorne 1961). Reproduksi R. reniformis adalah secara amfimiksis walaupun demikian beberapa populasi dari Jepang telah dilaporkan sebagai individu yang berkembang biak secara partenogenetik (Nakasono 1977, 1983 dalam Caswell et al. 1993). Sepanjang yang telah diketahui, nematoda parasitik yang jantan tidak pernah makan (Luc et al. 1993). Siklus hidup mencapai 3-4 minggu (Kalshoven 1981), dan beberapa generasi tumpang tindih dapat terjadi dalam satu musim pertumbuhan (Kinloch 1998). Gejala penyakit Berbeda dengan infeksi oleh nematoda puru akar, aka-akar primer tanaman nanas yang terinfeksi oleh R. reniformis tetap memanjang dan menambat baik di tanah, sehingga tanaman nanas masih tetap tegak berdiri dengan baik. Walaupun demikian infeksi oleh nematoda bentuk ginjal menghambat pembentukan akar sekunder dan sistem akar sangat lambat berkembang (Caswell et al. 1993). Di Hawaii, daun-daun tanaman yang terinfeksi kurang tegak daripada daun-daun tanaman yang sehat, berwarna kemerahan, dan tampak pertumbuhannya terhambat. Gejala pada daun sama seperti kekuranagn hara atau air. Serangan berat dapat menimbulkan tanaman rebah dan mati (Caswell et al. 1993). Cara bertahan Nematoda bentuk ginjal toleran terhadap suhu yang ekstrim dan dapat hidup dalam jangka waktu yang panjang tanpa inang. Populasi nematoda bentuk ginjal di Lousiana, Teksas, dan Poerto Riko dapat hidup selama 6 bulan tanpa inang pada suhu -5, -1, 4, dan 250 C (Heald et al. 1988). Populasi R. reniformis mampu hidup sampai 2 tahun di tanah yang diberakan. Nematoda tersebut mampu hidup selama periode bera dalam stadium telur atau stadium larva anhidrobiotik tergantung pada kelengasan tanah (Caswell et al. 1993). Penyakit Layu Nanas Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan di Hawaii pada tahun 1990 (Barroto et al. 1998). Penyakit layu hampir mengancam industri nanas di Hawaii pada awal 1900 (Sipes et al. 2002). Pada awalnya, penyakit diduga disebabkan oleh keberdaaan toksin yang dihasilkan oleh kutu putih Dysmicoccus spp. pada saat makan (Carter 1973). Menurut Sether & Hu (2002a) partikel virus berhasil diisolasi dari tanaman nanas yang terserang layu di Hawaii, Australia, dan Cuba. Virus yang ditemukan dikenal dengan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV). Gejala awal adalah daun memerah, biasanya terdapat pada pinggir lahan. Gejala ini disebabkan terhambatnya pertumbuhan akar dan gagalnya sistem akar, tetapi gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh kekeringan, kerusakan oleh nematoda, dan busuk akar (Rohrbach & Schmitt 2003). MWP hanya berkembang pada tanaman yang terekspos kutu putih. Jika salah satu PMWaV atau kutu putih tidak ada, MWP tidak akan berkembang (Sether & Hu 2002a). Menurut Sether et al. (2001) penyakit ini dicirikan oleh sebagian ujung yang mati, daun melengkung ke bawah, memerah, dan layu pada daun yang dapat menyebabkan kematian tanaman. PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan bahan perbanyakan vegetatif. Tunas-tunas yang digunakan sebagai bibit dapat menularkan PMWaV jika tanaman induk sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Virus ini merupakan virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu PMWaV-1 dan PMWaV-2. Kedua strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes. Gejala infeksi PMWaV-2 akan muncul bila terdapat D. brevipes pada tanaman yang terinfeksi, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala (Sether & Hu 2002a). Menurut Sether et al. (1998) tanaman yang terserang kutu putih yang berasal dari jaringan tanaman bebas PMWaV tetap tidak terinfeksi. Virus dapat dimusnahkan dengan hanya menanam bibit tanaman yang bebas virus (Sether et al. 2005). Interaksi antara infeksi PMWaV dan kutu putih sudah terdeteksi pada tanaman plant crop tetapi tidak pada ratoon crop. Infeksi PMWaV mengurangi hasil pada ratoon crop. Perkembanagn MWP selama 3 bulan pertama pada plant crop menghasilkan pengurangan berat buah rata-rata 55% dibandingkan buah dari tanaman yang bebas PMWaV. Namun terlihat bahwa MWP yang terlambat pada siklus plant crop tidak mengurangi berat buah. Tanaman yang terserang MWP 14 bulan setelah tanam mengurangi produksi buah rata-rata 7% dari pada buah tanaman bebas PMWaV (Sether & Hu 2002b). Infeksi PMWaV-2 biasanya lebih sedikit dibanding infeksi PMWaV-1 di Hawaii. Tanaman yang menunjukkan gejala MWP mudah menurunkan produksi buah dan propagul. Sebelumnya sudah dideteksi bahwa pengurangan jumlah produksi buah pada siklus ratoon dari tanaman terinfeksi PMWaV relatif lebih rendah dari pada tanaman bebas PMWaV (Sether et al. 2001). Terdapat interaksi antara Rotylenchus reniformis dan penyakit Pineapple Mealybug Wilt associated Virus-1 (PMWaV-1) pada tanamana nanas. Pada ratoon crop interaksi keduanya dapat menurunkan rata-rata produksi buah (Sipes et al. 2002). Menurut Nurmahayu (2008) nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah Pratylenchus dan Rotylenchulus. Pada stadia vegetatif, nematoda Rotylenchulus sudah berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP. Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian hama terpadu, biasa disingkat PHT, adalah suatu pendekatan yang diusahakan untuk mengombinasikan semua metode yang ada dari perlindungan tanaman untuk menjaga kerusakan oleh penyakit atau hama di bawah ambang ekonomi, dengan sedikit biaya dan sedikit kerusakan terhadap ligkungan. Pengertian lain dari PHT adalah penggunaan secara bersamaan dari metode perlindungan tanaman yang ada (budidaya, biologi, kimia, dll) untuk mengontrol patogen atau hama (Lehmann-Danzinger 2003). Pengendalian nematoda secara terpadu dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa komponen pengendalian ke dalam suatu sistem. Komponen-komponen utama pengendalian nematoda terpadu adalah teknik budidaya (tanaman sehat, varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, tanaman perangkap, bahan organik), agens hayati, pestisida (nabati dan kimia), dan karantina (Mustika 2005). Penambahan bahan organik ke dalam tanah meningkatkan daya tanah menahan air dan kesuburan tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat dan tanaman lebih tahan terhadap serangan nematoda. Kegiatan musuh-musuh alami nematoda khususnya cendawan dan invertebrata predator terpacu, sementara senyawa kimia yang bersifat racun terhadap nematoda (seperti ammonia, nitrit, hidrogen sulfida dan asam-asam organik) di lepas ke dalam tanah selama proses dekomposisi (Sayre 1980 dalam Mustika 2005). Menurut Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996 dalam Mustika 2005) penggunaan pestisida kimia harus merupakan alternatif terakhir apabila teknik pengendalian yang lain dinilai tidak berhasil dan harus dilakukan secara bijaksana. Yang dimaksud dengan penggunaan nematisida secara bijaksana, adalah (1) Nematisida yang digunakan adalah jenis yang terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian, (2) Memenuhi kriteria 6 tepat, yaitu tepat jenis, mutu, waktu, sasaran (nematoda dan tanamannya), dosis dan konsentrasinya, serta cara dan alat aplikasinya (3) Tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Dewasa ini telah terdaftar sebanyak 12 formulasi nematisida yang dizinkan digunakan untuk berbagai tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Keduabelas nematisida tersebut adalah dazomet 98%, karbofuran 3% (sebanyak 4 nama dagang), fenamifos 10%, natrium metam (3 nama dagang), etoprofos 10%, kadusafos 10%, dan oksamil 100,6 g/l. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pertanaman nanas milik petani di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari Maret sampai Agustus 2009. Metode Penelitian Percobaan PHT Lahan percobaan seluas 1 Ha dibagi menjadi tiga petak masing-masing petak berukuran 3000 m2, kemudian tiap petak dibagi menjadi lima bedengan dengan ukuran masing-masing bedengan adalah 600 m2 dan jarak antar bedengan 1,2 meter. Setiap bedengan terdiri dari dua baris, setiap baris ditanami 55 tanaman nanas dengan jarak tanam 40-50 cm. Jumlah tanaman seluruhnya adalah 2 x 10 x 55 x 15 = 16.500 tanaman. Perlakuan yang digunakan adalah : 1. KON = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani (Kontrol) 2. BBV = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani, tetapi menggunakan bibit tanaman nanas bebas virus 3. PHT = Sistem budidaya dengan menerapkan PHT (menggunakan bibit bebas virus, pembebasan lahan dari infestasi nematoda, penambahan bahan organik sebagai pupuk dan mulsa, dan perawatan tanaman yang baik). Pengamatan dilakukan ketika tanaman utama berumur 12 bulan dan dilanjutkan pada tanaman ratoon yang berumur 8 bulan. Pengamatan dilakukan dengan mengevaluasi tingkat keparahan dan kejadian penyakit layu, populasi R. reniformis, hasil panen buah segar, dan isolasi mikroorganisme tanah dari petak percobaan. Pengambilan Contoh Contoh tanah dan akar nanas diambil pada tiap petak contoh. Sebagaimana dilaporkan peneliti sebelumnya bahwa nematoda R. reniformis sudah mempengaruhi tingkat keparahan layu MWP, sehingga akar dan tanah yang diambil sebagai sampel berasal dari tanaman yang menunjukkan gejala layu. Contoh tanah dan akar nanas diambil 9 titik contoh masing-masing 3 tanaman pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Contoh akar diperoleh dengan cara memotong bagian akar dari masing-masing tanaman. Contoh akar dan tanah diambil di daerah perakaran dengan kedalaman ± 10 cm dari permukaan tanah. Akar dan tanah yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik, dimasukkan dalam boks, dijaga agar tidak mengalami kekeringan, dan dibawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut. Ekstraksi Nematoda dari Akar Nematoda diekstraksi dengan menggunakan metode pengabutan. Akar tanaman yang diperoleh dari lapang dibersihkan dengan air dan dipotong-potong kurang lebih 1 cm dan ditimbang seberat 10 g. Akar yang telah dipotong kemudian disimpan di atas saringan kecil. Saringan diletakkan di atas corong dan corong tersebut diletakkan di atas gelas penampung nematoda. Pada bagian atas gelas tersebut terdapat lubang pembuangan air, agar air keluar melalui lubang tersebut sedangkan nematoda tetap berada pada dasar gelas penampung. Pengabutan air dibuat dengan nozel khusus. Suspensi nematoda yang didapat dari dalam jaringan tumbuhan yang dikumpulkan dalam gelas penampung disaring dengan menggunakan saringan 500 mesh dan dimasukkan ke dalam tabung koleksi nematoda. Metode pengabutan dilakukan selama tujuh hari, dan panen nematoda dilakukan tiap satu hari. Kemudian nematoda yang terkumpul siap untuk diidentifikasi di bawah mikroskop stereo dan mikroskop kompon. Ekstraksi Nematoda dari Tanah Ekstraksi nematoda dari tanah menggunakan metode modifikasi corong Baermann dan metode sentrifugasi-flotasi. Metode sentrifugasi-foltasi. Tanah sebanyak 100 cm3 dicampur dengan air sehingga mencapai 800 ml dalam ember, campur lalu diaduk kencang dan dibiarkan mengendap selama 20 detik kemudian disaring dengan saringan kasar dan ditampung dalam ember lain. Hasilnya disaring kembali dengan menggunakan saringan kasar 50 mesh dan saringan halus 400 mesh. Dua saringan tersebut diletakkan bertumpuk dengan posisis saringan ukuran 50 mesh di atas dan ukuran 400 mesh di bawah. Partikel tanah dan nematoda yang tertinggal pada saringan 400 mesh dicuci dengan cara menyemprotkan air dari balik saringan. Partikel tanah dan nematoda tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse untuk dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1700 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, endapan tanah dan nematoda disuspensikan dengan larutan gula (50%) kemudian disentrifugasi kembali selama 30 detik. Supernatan disaring dengan saringan 500 mesh, lalu dibilas dan ditampung di dalam botol koleksi untuk diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di bawah mikroskop stereo (Dropkin 1989). Metode Baermann. Tanah sebanyak 25 g ditempatkan di atas saringan kecil yang dilapisi kertas saring. Saringan tersebut diletakkan tepat di atas gelas penampung yang berisi air lalu dibiarkan sekitar empat hari. Dasar saringan diusahakan menyentuh permukaan air di dalam gelas penampung sampai tanah tergenang. Suspensi yang terkumpul kemudian disaring menggunakan saringan 500 mesh dan dimasukkan dalam tabung koleksi nematoda. Nematoda dalam suspensi diamati dan dihitung di bawah mikroskop stereo. Identifikasi Nematoda Identifikasi nematoda berdasarkan ciri morfologi dilakukan dengan mengamati preparat nematoda di bawah mikroskop cahaya dan hasilnya dibandingkan dengan buku Plant Parasitic Nematodes : a Pictorial Key to Genera (May et al. 1996). Penghitungan Nematoda Sediaan nematoda diamati di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 40 kali. Sediaan diambil sebanyak 1 ml dan dihitung jumlah populasinya dengan tiga kali ulangan, kemudian dikonversi ke 10 g akar. Pengamatan Kejadian Penyakit Pengamatan kejadian penyakit layu nanas dilakukan pada setiap tanaman pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Seluruh individu di dalam baris tersebut diamati jumlah tanaman yang terserang kemudian dihitung persentasi kejadian penyakit dengan menggunakan rumus: KP = n N x 100% Keterangan : KP = Kejadian Penyakit (%) n = Jumlah tanaman yang terserang penyakit layu N = Populasi tanaman yang diamati Analisis Mikroorganisme Tanah Analisis mikroorganisme tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang sama dari contoh untuk ekstraksi nematoda. Pengambilan contoh untuk analisis mikroorganisme tanah hanya dilakukakan 1 kali. Sampel tanah diambil sebanyak 5 g dan dicampur dengan 50 ml aquades steril dalam tabung erlenmeyer, kemudian diaduk sampai merata dengan shaker pada 100 rpm selama 24 jam, selanjutnya diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml aquades steril sehingga menjadi pengenceran 10-1, begitu seterusnya pengenceran berseri sampai diperoleh pengenceran 10-7. Pada pengenceran 10-2 sampai dengan 10-5 masingmasing diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media nutrien agar (NA) dalam cawan petri yang berbeda dengan 2 ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 sampai 7 hari. Pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media Martin Agar dalam cawan petri yang berbeda dengan 2 ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 sampai 7 hari. Selanjutnya suspensi pada pengenceran 10-6 dan 10-7 disebar sebanyak masing-masing 0,1 ml pada media TSA dalam cawan petri yang berbeda dan diinkubasikan selama 5 sampai 7 hari pada suhu ruang. Pengerjaan dilakukan secara aspetik di dalam laminar flow. Mikroorganisme yang tumbuh diamati jenis/kelompoknya dan dihitung jumlah koloninya. Perhitungan mikroorganisme dilakukan dengan metode hitung cawan. Populasi mikroba dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah koloni Populasi Total = Faktor pengenceran x volume suspensi (ml) Analisis Data Data dianalisis dengan Statistical Analisis System (SAS) for Windows V.6.12 dan pembandingan nilai tengah dengan uji selang berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Populasi R. reniformis Rotylenchulus yang ditemukan pada akar dan tanah adalah nematoda betina pradewasa dan juvenil. Betina pra-dewasa berbentuk seperti cacing, pada posisi istirahat tubuh melengkung sehingga berbentuk seperti huruf C, berukuran kecil (0,23-0,64 mm), bentuk kepala bulat sampai kerucut, stilet terlihat jelas, dan bentuk ekor meruncing (Gambar 1). a b c Gambar 1 Rotylenchulus reniformis (a) betina pradewasa (b) bentuk kepala dan stilet (c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400x) Pengaruh perbedaan teknik pengelolaan penyakit terhadap populasi R. reniformis dalam akar dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi nematoda nyata lebih rendah pada petak PHT, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi nematoda pada petak BBV. Teknik budidaya nanas sudah berpengaruh terhadap populasi R. reniformis dalam akar nanas (P<0,05; Lampiran 1) setelah tahun ke-2. Tabel 1 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/10 g akar* Konvensional 44,24a BBV 14,08b PHT 13,12b *angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Pengamatan dilakukan sejak umur tanaman berkisar 13 bulan dan selanjutnya dilakukan tiap sebulan sekali. Perubahan populasi R. reniformis disajikan pada Gambar 2. Populasi R. reniformis pada petak PHT jauh lebih rendah dibanding petak BBV dan konvensional. Jumlah nematoda berubah dari waktu ke waktu. Pada perlakuan PHT dan BBV terlihat ada fluktuasi jumlah R. reniformis meskipun tidak terlalu kontras, sedangakan pada petak konvensional fluktuasi hanya terjadi pada pengamatan ke-4 tetapi menurun setelah pengamatan ke-5. Jumlah R. reniformis pada petak konvensional terus menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca di lokasi penelitian, pada pengamatan ke-2 dan ke-4 bertepatan ada hujan pada bulan-bulan tersebut, sedangkan pada pengamatan ke-1 dan ke-3 cukup panas. Pada pengamatan ke-5 jumlah nematoda pada ketiga perlakuan tersebut sangat jauh menurun dari sebelumnya. Ini disebabkan kondisi lahan pada pengamatan ke-5 sangat kering. Akar yang diambil sebagai sampel juga sangat kering karena hujan tidak turun selama hampir satu bulan. Gambar 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar Keberadaan nematoda di dalam tanah diekstraksi dengan dua metode yaitu metode sentrifugasi-flotasi dan metode modifikasi Baermann. Kedua hasil pengujian (Tabel 2 dan Tabel 3) menunjukkan bahwa populasi R. reniformis pada petak PHT berbeda nyata dengan petak konvensional, tetapi tidak berbeda nyata dengan petak BBV. Penambahan bahan organik (kotoran kambing) mampu menekan populasi R. reniformis. Menurut Kaplan & Noe (1993) dalam Duncan & Noling (1998), penambahan kompos kotoran ayam dan pupuk kandang lainnya ke dalam tanah mampu memicu pertumbuhan tanaman dan menekan populasi Meloidogyne spp. di dalam tanah. Tabel 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/100 cm3 tanah* Konvensional 42,25a BBV 14,95b PHT 12,80b *angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Tabel 3 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil ektraksi Baermann pada tahun kedua Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/25 g tanah* Konvensional 28,84a BBV 12,04b PHT 15,24b *angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Jumlah R. reniformis menurun dari tahun pertama ke tahun kedua (Gambar 3). Jumlah R. reniformis pada tahun pertama masih sangat tinggi, kemudian mengalami penurunan setelah tahun kedua pada semua perlakuan. Teknik pengendalian berpengaruh terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di dalam tanah setelah tahun kedua tanam (P<0,05; Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pada tahun pertama (Lampiran 2) menunjukkan belum ada pengaruh teknik budidaya nanas terhadap populasi R. reniformis (P>0,05). Diduga pada tahun pertama, tingkat reproduksi R. reniformis masih cukup tinggi. Kondisi akar yang masih muda masih sangat mampu menyediakan eksudat yang cukup untuk memicu reproduksi nematoda. Gambar 3 Pengaruh tiga teknik budidaya nanas (KON, BBV, dan PHT) terhadap perubahan populasi R. reniformis dalam tanah hasil sentrifugasi-flotasi Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Produksi dan Kejadian Penyakit Layu Nanas Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diketahui bahwa teknik pengelolaan penyakit terhadap tingkat produksi tidak terlalu berpengaruh P>0,05 (Lampiran 5). Petak-petak yang ditanami bibit sehat (BBV dan PHT) cenderung menghasilkan produksi buah lebih tinggi daripada petak yang ditanami bibit yang tidak terjamin kesehatannya (petak KON). Walaupun secara statistik tidak nyata, rata-rata produksi buah nanas per petak pada petak PHT lebih tinggi dari rata-rata produksi pada petak BBV, yaitu 2529 kg dibanding 2252 kg per petak, dan ratarata produksi buah nanas pada petak BBV lebih tinggi dari rata-rata produksi petak konvensional sebesar 2022 kg per petak. Penelitian Sipes at al. (2002) menunjukkan bahwa dalam budidaya nanas, R. reniformis memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap total hasil berdasarkan beratnya. Pengaruh teknik pengendalian penyakit yang tidak nyata terhadap produksi buah pada penelitian ini diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kejadian penyakit layu nanas pada saat penelitian ini dilaksanakan. Populasi R. reniformis pada penelitian ini juga tidak berbeda nyata pada semua teknik pengendalian. Teknik pengendalian menggunakan bibit sehat (bebas virus) baik dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik yang intensif. Menurut Bridge (1987) perbaikan tanah dengan penambahan bahan organik sudah diuji dengan maksud untuk mengendalikan nematoda di lahan, dan beberapa sudah menunjukkan peningkatan hasil dengan atau tanpa mengurangi populasi nematoda. Pada tahun pertama kejadian penyakit pada petak PHT berbeda nyata dengan petak konvensional, tetapi petak BBV dengan petak PHT tidak berbeda nyata. Pada perkembangannya, kejadian penyakit di tahun kedua menunjukkan keadaan yang berbeda dimana rata-rata kejadian penyakit layu pada petak PHT (KP=24,11%) berbeda nyata dengan petak BBV (KP=39,89%) dan petak konvensional (KP = 44,64%), tetapi petak BBV dengan petak konvensional tidak berbeda nyata. Secara umum kejadian penyakit di petak PHT lebih rendah dibanding petak BBV dan konvensional. Ini menunjukkan bahwa teknik pengendalian dengan menggunakan bibit sehat (bebas virus) baik dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik yang intensif. Nilai P<0,05 pada perlakuan (Lampiran 6 dan Lampiran 7), berarti ada pengaruh teknik pengelolaan penyakit layu nanas terhadap kejadian penyakit di tahun pertama maupun tahun kedua. Tabel 4 Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) layu nanas dan produksinya KP tahun ke-1 KP tahun ke-2 Perlakuan Produksi 2008* (%)* (%)* Konvensional 8,91a 44,64a 2022,2a BBV 1,40b 39,89a 2252,9a PHT 0,74b 24,11b 2529,1a *angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05) Perubahan kejadian penyakit dari waktu ke waktu dapat dilihat pada gambar 4. Kejadian penyakit terus mengalami peningkatan dengan bertambannya umur tanaman. Perubahan yang sangat kontras juga dapat dilihat dari tahun pertama ke tahun kedua (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Damanik (2008) bahwa laju penyebaran penyakit dari tanaman nanas generasi pertama ke generasi kedua terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan setelah selesai masa panen pertama, biasanya petani melakukan kegiatan sanitasi berupa pembersihan gulma dan pencabutan tanaman yang menunjukkan gejala layu sebagai persiapan memasuki masa panen kedua. Tanaman yang telah dicabut di buang di area sekitar pertanaman. Perilaku ini berpengaruh terhadap laju penyebaran penyakit. Gambar 4 Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit tahun kedua Menurut Nurmahayu (2008) nematoda R. reniformis mempengaruhi tingkat keparahan layu penyakit MWP. Namun terdapat hubungan negatif antara kejadian penyakit dengan jumlah populasi R. reniformis. Kejadian penyakit terus meningkat tetapi populasi R. reniformis menurun. Sebagaimana dilaporkan oleh Sipes et al. (2002) bahwa kejadian penyakit PMWaV-1 tidak berkontribusi terhadap peningkatan populasi nematoda bentuk ginjal. Kejadian penyakit di petak PHT menunjukkan kejadian penyakit yang lebih rendah dengan jumlah nematoda yang rendah pula. Berbeda dengan petak BBV dan konvensional, keduanya tidak berbeda nyata pada kejadian penyakit sedangkan jumlah populasi R. reniformis menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar keduanya. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan bahan organik yang lebih tinggi pada petak PHT dibanding dengan kedua petak lainnya. Dengan pengendalian terpadu selain populasi nematoda dapat ditekan, secara fisiologis tanaman tumbuh normal dan daya tahan terhadap serangan penyakit juga lebih tinggi, sehingga potensi produksi tanaman tersebut tercapai karena kebutuhan hara terpenuhi. Penambahan sisa tanaman atau kotoran hewan meningkatkan pertukaran ion-ion di tanah, pengikatan mikronutrisi membuatnya dapat diambil oleh tanaman, dan penambahan nitrogen yang tersedia. Tanaman yang tumbuh pada kondisi seperti itu akan sehat dan kemampuannya lebih baik dalam menghadapi serangan nematoda dibandingkan tanaman yang stres. Perbedaan kondisi pertanaman pada ketiga teknik pengendalian dapat dilihat pada gambar 5. Tanaman pada petak PHT (Gambar 5a) tampak lebih subur dan gejala layu nanas jarang terlihat dibanding kedua petak lainnya. Kondisi tanaman di petak BBV masih cukup bagus (Gambar 5b). Tanaman banyak yang layu dan mati pada petak konvensional (Gambar 5c). Kondisinya jauh lebih buruk dibanding kedua petak lainnya. a b c Gambar 5 Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c) konvensional Keragaman Mikroorganisme Tanah Disamping populasi R. Reniformis; kejadian penyakit; dan produksi, peubah lain yang diamati adalah jenis/keragaman mikroorganisme tanah. Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari contoh tanah pertanaman nanas adalah dari kelompok bakteri dan cendawan. Jumlah koloni total yang diperoleh dari contoh tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi mikroorganisme tanah pada pertanaman nanas Populasi total Jenis Sistem media budidaya Bakteri (cfu/ml) Cendawan (cfu/ml) 5 PHT 2,0 x 10 0 NA BBV 2,9 x 105 0 4 Konvensional 1,5 x 10 0 PHT 0 4,0 x 105 MA BBV 0 4,0 x 105 Konvensional 0 5,0 x 105 8 0 PHT 1,2 x 10 TSA BBV 1,4 x 108 0 Konvensional 1,7 x 108 0 Berdasarkan morfologi koloni secara umum terdapat 16 jenis koloni bakteri dan 12 jenis koloni cendawan. Koloni bakteri yang paling banyak dan sering muncul di media kultivasi adalah koloni berbentuk bulat, berwarna kuning, elevasi seperti ada tombol, dan permukaan agak licin sebagaimana ditunjukkan oleh tanda panah pada Gambar 6a dan 6b. Sedangkan koloni cendawan yang banyak ditemukan adalah koloni dengan ciri umum berwarna hijau toska, semakin ke tengah hijaunya semakin tua, sedangkan bagian luar koloni berwarna putih diduga adalah cendawan Trichoderma (Gambar 6c). Mikroba yang diperoleh belum dapat dipastikan jenis dan peranannya terhadap populasi nematoda karena tidak dilakukan identifikasi dan uji patogenesitas. a b c Gambar 6 Koloni mikroorganisme pada media (a) NA, (b) TSA, dan (c) Martin agar Keragaman mikroorganisme tanah yang paling banyak berasal dari golongan bakteri. Menurut Wollum (1999) bakteri adalah mikroorganisme paling melimpah di dalam tanah, populasinya mencapai lebih dari seratus juta (108) per gram tanah. Selanjutnya diikuti oleh actinomysetes dan cendawan, dengan jumlah berturut-turut 106 sampai 107 dan 104 sampai 106 / g tanah. Ini terjadi karena bakteri memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan. Selain itu bakteri juga memiliki kompetisi yang lebih baik dari pada mikroorganisme lainnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah mampu meningkatkan jumlah dan keragaman mikroorganisme tanah. Menurut Dropkin (1989) banyak organisme, mulai dari bakteri hingga cacing tanah, dengan memasukkan bahan organik ke dalam tanah. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi mikroorganisme pada petak PHT lebih rendah dibanding petak BBV dan konvensional. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi ini. Petak PHT mendapatkan penamabahan pupuk kandang dan carbofuran 3% sekitar 50% lebih banyak dibanding petak lainnya. Penambahan bahan kimia sintetik yang lebih banyak ke dalam tanah dapat mengurangi jumlah dan keragaman mikroorganisme yang hidup di dalamnya. Selain itu menurut Wollum (1999) banyak mikroorganisme yang hidup di dalam tanah tetapi tidak dapat dibiakkan, yaitu lebih dari 99% total populasi tanah. Ini berarti kita baru bisa mengamati 1% dari populasi tanah. Meskipun demikian pertumbuhan dan kondisi tanaman nanas di petak PHT lebih subur dibandingkan petak konvensional. Hal ini dapat disebabkan karena bahan organik pada tanah di petak PHT lebih banyak. Diduga unsur makro atau mikro yang dibutuhkan tanaman pada petak konvensional hanya dapat mencukupi keperluan mikroorganisme tanah tetapi tidak cukup untuk menyokong pertumbuhan tanaman yang memuaskan. Oleh karena itu, jumlah organisme yang dapat diisolasi dari tanah harus dipertimbangakan sebagai gambaran dan tidak digunakan langsung sebagai indeks kesuburan tanah. Studi tentang hubungan antara nematoda dan bakteri sudah biasa dilakukan. Interaksi antara bakteri dan nematoda dapat berupa kompetisi, predasi, dan metabolit bakteri yang bersifat anatagonis terhadap nematoda. Produk yang berasal dari metabolisme bakteri menjangkau molekul kompleks sampai yang sederhana, sebagian yang ada di dalam tanah dapat bersifat toksik, antibiotik, atau sifat penghambatan yang lain terhadap nematoda parasit tanaman (Sayre & Starr 1988). Bakteri yang dapat menyebabkan sakit terhadap nematoda juga sudah banyak dilaporkan. Menurut Soesanto (2008) bakteri patogen nematoda yang paling banyak dikaji adalah dari genus Pasteuria, misalnya Pasteuria penetrans (Thorne) Sayre & Starr. sejumlah nematoda. Bakteri ini telah banyak ditemukan menginfeksi Bakteri tidak menyerang organisme tanah lainnya dan merupakan parasit obligat paling khas terhadap nematoda. menempel dan memenetrasi kutikula nematoda. Spora bakteri Bakteri antagonis ini hidup sebagai parasit obligat pada nematoda Meloydogine spp. Peranan cendawan terhadap nematoda parasit tanaman dapat berupa patogenik. Cendawan tersebar luas dan umumnya mampu tumbuh secara saprotrof, tetapi sering tampak terbatas di dalam tanah, sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 5. Banyak jenis tanah menekan pertumbuhan cendawan, kondisi ini dikenal sebagai fungistasis atau mikostasis tanah. Menurut Soesanto (1998) hal ini mungkin terjadi karena dua penyebab yang berbeda, yaitu 1) senyawa yang terlarut dalam air, yang menghambat perkecambahan konidium jamur 2) peningkatan keaktifan karena penambahan nutrisi atau bahan organik ke dalam tanah, yang menyebabkan keterbatasan sumber tertentu dan timbul fenomena fungistasis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengendalian hama terpadu (PHT) mampu menurunkan populasi R. reniformis pada nanas ratoon. Selain itu PHT juga dapat menekan kejadian penyakit dan meningkatkan produksi buah segar. Jumlah mikroorganisme pada petak PHT secara umum tidak berbeda dengan petak BBV dan konvensional. Jumlah koloni bakteri lebih banyak dari pada cendawan. Saran Perlu dilakukan identifikasi dan pengujian lebih lanjut terhadap mikroorganisme tanah dan pengaruhnya terhadap populasi R. reniformis pada pertanaman nanas. DAFTAR PUSTAKA Borroto EG, Cintra M, Gonzales J, Borroto C. 1998. First report of a closterovirus-like particle associsted with pineapple plants (Ananas comosus cv. Smooth Cayenne) affected with pineapple maelybug wilt in Cuba. Plant Disease 82:263. [CABI] Central for Agriculutural and Biosciens International. 2003. Disease of Tropical Fruit Crops. USA: CAB International. Carter W. 1973. Insect in Relation to Plant Disease. Newyork: John Wiley. Caswell EP, Sarah JL, Apt AJ. 1993. Nematode parasites of pineapple. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. UK: CAB International. Damanik ES. 2008. Laju penyebaran penyakit layu nanas (Pineapple Maelybug Wilt) di pertanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dropkin VH. 1989. Introduction to Plant Nematology. Ed ke-2. USA: John Wiley & Sons, Inc. Dropkin VH. 1992. Pengantar Nematology Tumbuhan. Ed ke-2. Yogyakarta: UGM Press. Duncan LW & Noling JW. 1998. Agricultural sustainability and nematode integrated pest management. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L, editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 251-287 Heald CM, Insrerra RN. 1988. Effect of temperature on infection and survival of Rotylenchulud reniformis [abstrak]. Journal of Nematology 20:356-361.. http://fulltextt10.fcla.edu/DLData/SN/SN0022300X/0020_003/88_45.pdf [18 Desember 2009] Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van Der, penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kinloch RA. 1998. Soybean. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L, editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 317-333 Lehmann-Danzinger H. 2003. Introduction to Integrated Pest Management of Plant Disease and Pest in the Tropics/subtropics. Ed ke-5. Goettingen: Pflanzenschutz university of Goettingen. Luc M, Hunt DJ, Machon JE. 1993. Morphology, anatomy and biology of plant parasitic nematodes-a synopsis. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. UK: CAB International. May WF, Mullin PG, Lyon HH, Leofflerk. 1996. Plant Parasitic Nematodes : A Pictorial Key to Genera. London: Cornell University Press. Mustika I. 2005. Konsep dan strategi pengendalian nematoda parasit tanaman perkebunan di indonesia. Departemen Pertanian. http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/perspektif/ Perspektif_vol_4_No_1_2_IkaMustika.pdf [11 Okt 2009] Nurmahayu I. 2008. Hubungan nematoda parasit dengan tingkat keparahan layu MWP (Maelybug wilt pineapple) pada nanas (Ananas comosus L Merr) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sayre RM, Starr MP. 1988. Bacterial disease and antagonisms of nematodes. Di dalam: Poinar GO, Jansson HB, editor. Disease of Nematodes. US: CRC Press, Inc. Sether DM, Hu JS. 2002a. Closterovirus infection and mealybug exposure are necessary for the development of mealybug wilt of pineapple disease. Phytopathology 92:z928-935. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009] Sether DM, Hu JS. 2002b. Yield impact and spread of Pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Dis. 86:867-874. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009] Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL, Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two different Pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant Dis. 85:856-864. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [7 Okt 2009] Sether DM, Melzer MJ, Busto J, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Dis. 89:450-456. http://ddr.nal.usda.gov/dspace/bitstream/10113/1505/1/IND43710657.pdf [7 Okt 2009] Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt– associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp.) [abstrak]. Phytopathology 88:1224-1230. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [9 Mar 2009] Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interactions between Rotylenchus reniformis and Pineapple mealybug wilt associated virus-1 in pineapple. Plant Dis. 86:933-938. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009] Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Starr JL. 1998. Cotton. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L, editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 317-333 Thorne G. 1961. Principle of Nematology. London: McGraw-Hill Company, Inc. Westphal A, Smart JR. 2003. Depth distribution of Rotylenchulus reniformis under different tillage and crop sequence systems. Phytopathology 93:11821189. Wollum AG. 1999. Introduction and historical perspective. Di dalam: Sylvia DM, Fuhrmann JJ, Hartel PG, Zuberer DA, editor. Principles and Applications of Soil microbiology. USA: Prentice Hall, Inc. hlm 1-20. LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 121,71 60,86 11,68 0,0001 Kelompok 4 47,27 11,82 2,27 0,0708 Galat 68 354,41 5,21 Total 74 523,40 Lampiran 2 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 1,10 0,55 0,03 0,9673 Kelompok 4 100,24 25,06 1,52 0,2088 Galat 53 872,04 16,45 Total 59 973,37 Lampiran 3 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 81,99 40,99 10,19 0,0002 Kelompok 4 1,11 0,28 0,07 0,9910 Galat 53 114,82 4,02 Total 59 296,27 Lampiran 4 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi dengan Baermann tahun kedua tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 55,11 27,55 7,66 0.0010 Kelompok 4 11,19 2,80 0,78 0,5436 Galat 68 244,61 3,60 Total 74 310,91 Lampiran 5 Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas Sumber Db JK KT F hitung Perlakuan 2 644017,24 322008,62 1,50 Ulangan 4 503441,49 125860,37 0,59 Galat 8 1719464,09 214933,01 Total 14 2866922,82 Pr > F 0,2801 0,6823 Lampiran 6 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 10,88 5,44 32,87 0,0001 Kelompok 4 0,19 0,05 0,29 0,8741 Galat 8 1,32 0,17 Total 14 12,40 Lampiran 7 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun kedua tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 25,94 12,97 20,66 0,0001 Kelompok 4 26,05 6,51 10,37 0,0001 Galat 38 23,86 0,63 Total 44 75,86