POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT

advertisement
POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN
PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA
TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,
KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,
JAWA BARAT
Mas Apri Yani Lubis
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRACK
MAS APRI YANI LUBIS, Population of Rotylenchulus reniformis and
Incidence of Wilt Disease on Integrated Pest Management of Pineapple (Ananas
comosus) Plot at Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang,
Jawa Barat. Guidance by SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.
Reniform nematodes (Rotylenchulus reniformis) was one of potential
threat which able to decreasing the pineapple productivity. Moreover, existence of
this reniform nematodes on pineapple planting was capable to increase pineapple
wilt severity by infection of Pineapple Maelybug Wilt associated Virus
(PMWaV). The high demand for pineapple impelling better culture system which
capable to reduce damage caused by pineapple wilt disease. This research was
established to determine the influence of integrated pest management (IPM)
system on pineapple planting against population growth of R. reniformis,
pineapple wilt disease incidence, and production of fresh fruit. There were three
culture system conducted in this study, 1) conventional, appropriate the local
culture (KON), 2) using virus-free seed (BBV), and 3) integrated pest
management, mixed with virus-free seed, good cultivation, organic and synthetic
fertilizer application, and nematicide (PHT). In the first year in IPM system was
not giving impact to R. reniformis population (P>0,05), otherwise in second year
this system could reduce the reniformis nematodes significantly (P<0,05).
Application of IPM was also capable to decrease disease incidence rate (P<0,05).
The number of total colony of isolated soil-infested microorganism, especially
bacteria and fungi, from IPM plot was not significantly different both from
conventional and BBV.
ABSTRAK
MAS APRI YANI LUBIS, Populasi Rotylenchulus reniformis dan
Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas
comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.
Nematoda bentuk ginjal (Rotylenchulus reniformis) merupakan salah satu
penyebab menurunnya produktivitas nanas. Selain itu keberadaan nematoda
bentuk ginjal di pertanaman nanas mampu memperparah penyakit layu nanas oleh
infeksi Pineapple Maelybug Wilt associated Virus (PMWaV). Tingginya
permintaan terhadap buah nanas mendorong sistem budidaya yang lebih baik yang
mampu menurunkan kerusakan akibat penyakit layu nanas. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian hama terpadu (PHT)
nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis, kejadian penyakit layu
nanas, dan produksi buah segar. Terdapat tiga sistem budidaya yang dilakukan
pada penelitian ini, yaitu 1) konvensional, mengikuti cara budidaya setempat
(KON), 2) bibit bebas virus (BBV), dan 3) pengendalian hama terpadu, perpaduan
bibit bebas virus, budidaya tanaman yang baik, aplikasi pupuk organik dan
sintetik, serta nematisida (PHT). Pada tahun pertama sistem PHT belum
berpengaruh pada populasi R. reniformis (P>0,05), tetapi pada tahun kedua sistem
PHT dapat menurunkan secara nyata populasi nematoda bentuk ginjal (P<0,05).
Penerapan PHT dapat menurunkan tingkat kejadian penyakit (P<0,05). Jumlah
koloni total mikroorganisme tanah yang berhasil diisolasi, terutama bakteri dan
cendawan, dari petak PHT tidak berbeda nyata terhadap contoh tanah dari petak
konvensional dan BBV.
POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN
PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA
TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,
KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,
JAWA BARAT
Mas Apri Yani Lubis
A34050009
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT
LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU
NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN
JALAN CAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Nama : Mas Apri Yani Lubis
NRP
: A34050009
Disetujui
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Supramana, M.Si.
Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
19620618 198911 1 001
19620607 198703 1 003
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
19640204 199002 1 002
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Panyabungan, 11 April 1987, dari pasangan Sofyan
Sori Lubis dan Siti Masrah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 1
Panyabungan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
dan tercatat sebagai
mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB pada tahun
2006. Selama di IPB penulis pernah aktif dalam Ikatan Mahasiswa Mandailing
Natal sebagai bendahara umum periode 2006-2007. Selain itu, penulis pernah
magang di unit kerja Kultur Jaringan, Bidang Koservasi Ex-situ, Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Bogor dari tanggal 24 Januari sampai 10 Februari 2007.
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT untuk setiap
petunjuk dan kemudahan yang senantiasa diberikan-Nya sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Populasi Rotylenchulus reniformis dan
Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas
comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad saw yang
merupakan suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Penulisan ini bertujuan
untuk mengetahui peran pengendalian hama terpadu terhadap populasi nematoda
bentuk ginjal di pertanaman nanas dan semoga hasilnya dapat menjadi salah satu
dasar dalam pengambilan keputusan pengendaliannya di lapangan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si. dan
Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas
bimbingan, dukungan, dan semangat bagi penulis. Terima kasih kepada Dra.
Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan
kritik yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada
Bapak Haji Odon, petani nanas Desa Bunihayu. Terima kasih yang tidak
terhingga kepada kedua orang tua yang telah mengasuh, membimbing,
mendukung, dan mendoakan penulis.
Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Gatut Heru Bromo dan
Bapak Cece atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Terimaksih
juga kepada Mira, Dede, Pipit, Bruce, Huda, Ade, Dila, Fitri, Dora, Mela, Rizqa,
Lulu, Wiwin, Duma, Nisa, Rosma, Bontor, Yoki, dan Ismed Hasibuan atas
bantuan dan dukunganya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, 13 Oktober 2009
Mas Apri Yani Lubis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................
2
Manfaat Penelitian .........................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas .........................................
3
Rotylenchulus reniformis ................................................................
3
Klasifikasi .................................................................................
3
Morfologi ..................................................................................
3
Biologi dan daur hidup .............................................................
4
Gejala penyakit ..........................................................................
5
Cara bertahan .............................................................................
5
Penyakit Layu Nanas ......................................................................
6
Pengendalian Hama Terpadu ..........................................................
7
BAHAN DAN METODE ........................................................................
9
Tempat dan Waktu .........................................................................
9
Metode Penelitian ...........................................................................
9
Percobaan PHT ...............................................................................
9
Pengambilan Contoh ......................................................................
10
Ekstraksi Nematoda dari Akar ........................................................
10
Ekstraksi Nematoda dari Tanah ......................................................
10
Metode sentrifugasi-flotasi ........................................................
11
Metode Baermann ......................................................................
11
Pewarnaan Nematoda dalam Jaringan Akar ...................................
11
Penghitungan Nematoda .................................................................
12
Identifikasi Nematoda .....................................................................
12
Analisis Mikroorganisme Tanah .....................................................
12
Analisis Data ...................................................................................
13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
14
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
24
LAMPIRAN .............................................................................................
27
DAFTAR TABEL
No
Halaman
Teks
1. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam
akar ....................................................................................................
14
2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam
tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua ..............................
16
3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam
tanah hasil ekstraksi Baermann pada tahun kedua ............................
16
4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) dan
produksi buah segar ...........................................................................
18
5. Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi
mikroorganisme tanah pada pertanamana nanas ...............................
20
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
Teks
1. Rotylenchulus reniformis (a) pradewasa (b) bentuk kepala dan stilet
(c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400 x) .....................
14
2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R.
reniformis dalam akar ........................................................................
15
3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R.
reniformis dalam tanah ......................................................................
16
4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit pada tahun
kedua .................................................................................................
18
5. Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c)
konvensional ......................................................................................
20
6. Koloni mikroorganisme pada media NA (a), TSA (b), dan Martin
agar (c) ...............................................................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
Teks
1. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas .........
14
2. Hasil analisi ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan
sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam ..........................................
16
3. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan
sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam ..............................................
16
4. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi
dengan Baermann tahun kedua tanam ...............................................
16
5. Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas ...............................
17
6. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama
tanam .................................................................................................
18
7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun ke dua
tanam .................................................................................................
18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus L. Merr) sudah banyak dibudidayakan secara
komersil. Buah nanas banyak diminati baik sebagai buah segar maupun makanan
olahan. Produk olahan buah nanas dapat berupa sari buah, selai, manisan, asinan,
dan keripik. Selain itu daun nanas yang mengandung serat tinggi dapat digunakan
sebagai bahan baku pakaian.
Permintaan akan buah yang semakin meningkat mendorong meluasnya
budidaya nanas. Budidaya nanas tidak lepas dari gangguan hama dan penyakit.
Beberapa hama yang merusak adalah semut dan kutu putih. Penyakit yang paling
merugikan saat ini adalah penyakit layu nanas yang disebabkan oleh
Rotylenchulus reniformis yang dapat meningkatkan keparahan layu Mealybug
Wilt Pineapple (MWP).
Munculnya layu MWP disebabkan oleh Pineapple
mealybug wilt-associated virus (PMWaV). Layu MWP hampir membinasakan
industri nanas di Hawaii pada awal 1900 (Sipes et al. 2002).
Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia sintetik
masih memegang peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena caracara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Di
luar negeri, pengendalian R. reniformis yang pernah dilakukan antara lain
pengendalian pra-tanam dengan fumigasi. Pengendalian Meloydogyne javanica
dan R. reniformis di Hawaii berhasil dilakukan menggunakan 1,3-dichloropropene
atau methyl bromide (CABI 2003).
Pengendalian nematoda dengan nematisida sintetik secara terus-menerus
dapat merusak sistem ekologi lingkungan. Pengendalian nematoda yang lebih
bijaksana perlu dilakukan salah satunya dengan pengendalian hama terpadu.
Pengendalian
nematoda
secara
terpadu
dapat
dilakukan
dengan
cara
menggabungkan beberapa metode pengendalian ke dalam suatu sistem.
Komponen-komponen utama pengendalian nematoda terpadu adalah teknik
budidaya tanaman sehat (varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, tanaman
perangkap, bahan organik), agen hayati, pestisida (nabati dan kimia), dan
karantina (Mustika 2005).
Sebagai bagian yang cukup penting dalam
pengembangan PHT pengendalian nematoda harus dilaksanakan berdasarkan
wawasan lingkungan.
Oleh karena itu strategi pengendalian nematoda harus
didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat berdasarkan pertimbangan
kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PHT nanas terhadap
perkembangan populasi R. reniformis dan kaitannya dengan kejadian penyakit
layu nanas serta produksi buah segar.
Manfaat
Sistem budidaya yang baik diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara di dalam tanah, memperbaiki sifat mikrobiologi tanah, dan menekan
penyakit dalam tanah khususnya penyakit layu nanas oleh R. reniformis yang
dapat meningkatkan keparahan penyakit layu Mealybug Wilt Pineapple (MWP).
TINJAUAN PUSTAKA
Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas
Spesies nematoda parasitik tumbuhan yang terpenting pada produksi nanas
ialah nematoda puru akar Meloydogyne javanica, M. incognita, nematoda bentuk
ginjal R. reniformis, dan nematoda luka akar Pratylenchus brachyurus (Caswell et
al. 1993). Nematoda puru akar menyebabkan bengkak pada akar dengan ukuran
dan bentuk yang beragam, tergantung pada spesies dan kepadatan nematoda
dalam puru tersebut. Nematoda luka akar P. brachyurus merupakan nematoda
endoparasit berpindah yang dapat menyebabkan penghambatan akar dan nekrosis
(CABI 2003).
Rotylenchulus reniformis
Nematoda bentuk ginjal, R. reniformis menyebar luas di seluruh daerah
tropis dan sub-tropis, dan merupakan parasit obligat pada berbagai tanaman
pertanian (Kinloch 1998). Rotylenchulus reniformis menyukai tanah bertekstur
baik dan populasi terbesar berada pada kedalaman 0 sampai 15 cm (Westphal et
al. 2003). Populasi yang sangat tinggi dari R. reniformis dapat berkembang pada
berbagai jenis tanaman inang, antara lain kapas, jagung. teh, kacang panjang,
tanaman berpolong, nanas, kedelai, dan ubi jalar (Dropkin 1992). Nematoda R.
reniformis mengurangi hasil tanaman dan menghancurkan ratoon crop pertama
pada pertanaman nanas di Hawaii ( Sipes et al. 2002).
Klasifikasi
Rotylenchulus reniformis termasuk dalam ordo Tylenchida, sub-ordo
Tylenchina, super famili Tylenchidea, famili Hoplolaimidae, sub-famili
Rotylenchulinae (Dropkin 1989).
Morfologi
Nematoda R. reniformis bersifat seksual dimorfik, tubuhnya berbentuk
cacing dan berukuran kecil (0,23-0,64 mm) (Luc et al. 1993).
Daerah bibir
menonjol , konoid dan tidak berlekuk terhadap tubuhnya; kerangka daerah bibir
bersklerotin yang kuat.
Panjang stilet 12 sampai 15 µm (Dropkin 1991).
Esofagusnya mempunyai median bulbus yang tumbuh baik berikut kelepkelepnya; lubang saluran kelenjar esofagus dorsal terdapat pada bagian posterior
basal stilet (0,6-1,9 kali panjang stilet); kelenjarnya tumbuh baik dan bagian
lateralnya yang panjang menjorok ke daerah usus. Vulvanya terdapat di daerah
posterior tubuhnya (V = 58-72%); bibir vulvanya tidak menonjol. Mempunyai
dua saluran genital, masing-masing melekuk dua kali. Ekornya berbentuk kerucut
dan ujungnya tumpul (Luc et al. 1993)
Betina dewasa bertubuh gemuk, berbentuk seperti ginjal dan mempunyai
vulva yang menonjol (Dropkin 1991). Bagian tubuh anterior tidak teratur (Luc et
al. 1993). Ovarium menggulung (Thorne 1961). Nematoda jantan berbentuk
cacing; kerangka kepala bersklerotin; stilet dan esofagus mereduksi (esofagus
mempunyai median bulbus lemah dan tanpa kelep), tetapi tampak jelas, spikula
melengkung, ekor runcing, dan bursa tidak mencapai ujung ekor. Juvenil mirip
dengan nematoda betina pra-dewasa, tetapi lebih pendek, tanpa vulva dan saluran
genital (Luc et al. 1993).
Biologi dan daur hidup
Nematoda bentuk ginjal adalah semi-endoparasit menetap dimana
sepertiga tubuh bagian anterior masuk ke dalam akar inang sedangakan dua per
tiga tubuh bagian posterior berada di luar akar. Nematoda R. reniformis tidak
memiliki pembatas daerah infeksi sebagaimana nematoda puru akar.
Daerah
infeksi untuk nematoda bentuk ginjal tidak terbatas pada ujung akar, ia memarasit
pada setiap titik sepanjang akar (Starr 1998).
Nematoda bentuk ginjal mempunyai daur hidup yang unik. Penetasan
telur distimulasi oleh eksudat akar tanaman inang tertentu (Kahn 1985 dalam
Caswell et al. 1993). Juvenil stadium kedua dari R. reniformis muncul dari telur,
tidak makan, tetapi mengalami tiga kali pergantian kulit di dalam tanah dan dapat
berkembang menjadi nematoda betina muda. Rangsangan dari akar yang sedang
tumbuh sangat diperlukan untuk pergantian kulit yang terakhir (Dropkin 1992).
Selain itu menurut Kinloch (1998) juvenil kedua dari nematoda ini ditemukan
bebas di dalam tanah. Sebagian atau seluruh betina melakukan penetrasi ke dalam
korteks akar kemudian menetap di sana. Betina membengkak seperti ginjal dan
biasanya menyimpan lebih dari seratus telur ke dalam kantung telur yang
gelatinus, yang kemudian dikeluarkan ke dalam tanah. Jantan seperti cacing tidak
masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditemukan mengumpul di dalam serta di
sekitar kantung telur (Kinloch 1998). Seks rasio dari larva yang menetas sekitar 1
banding 1, tetapi di dalam tanah jumlah jantan biasanya lebih banyak dari pada
betina muda (Thorne 1961).
Reproduksi R. reniformis adalah secara amfimiksis walaupun demikian
beberapa populasi dari Jepang telah dilaporkan sebagai individu yang berkembang
biak secara partenogenetik (Nakasono 1977, 1983 dalam Caswell et al. 1993).
Sepanjang yang telah diketahui, nematoda parasitik yang jantan tidak pernah
makan (Luc et al. 1993). Siklus hidup mencapai 3-4 minggu (Kalshoven 1981),
dan beberapa generasi tumpang tindih dapat terjadi dalam satu musim
pertumbuhan (Kinloch 1998).
Gejala penyakit
Berbeda dengan infeksi oleh nematoda puru akar, aka-akar primer
tanaman nanas yang terinfeksi oleh R. reniformis tetap memanjang dan menambat
baik di tanah, sehingga tanaman nanas masih tetap tegak berdiri dengan baik.
Walaupun demikian infeksi oleh nematoda bentuk ginjal menghambat
pembentukan akar sekunder dan sistem akar sangat lambat berkembang (Caswell
et al. 1993).
Di Hawaii, daun-daun tanaman yang terinfeksi kurang tegak daripada
daun-daun
tanaman
yang
sehat,
berwarna
kemerahan,
dan
tampak
pertumbuhannya terhambat. Gejala pada daun sama seperti kekuranagn hara atau
air. Serangan berat dapat menimbulkan tanaman rebah dan mati (Caswell et al.
1993).
Cara bertahan
Nematoda bentuk ginjal toleran terhadap suhu yang ekstrim dan dapat
hidup dalam jangka waktu yang panjang tanpa inang. Populasi nematoda bentuk
ginjal di Lousiana, Teksas, dan Poerto Riko dapat hidup selama 6 bulan tanpa
inang pada suhu -5, -1, 4, dan 250 C (Heald et al. 1988).
Populasi R. reniformis mampu hidup sampai 2 tahun di tanah yang
diberakan. Nematoda tersebut mampu hidup selama periode bera dalam stadium
telur atau stadium larva anhidrobiotik tergantung pada kelengasan tanah (Caswell
et al. 1993).
Penyakit Layu Nanas
Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan di Hawaii pada tahun 1990
(Barroto et al. 1998). Penyakit layu hampir mengancam industri nanas di Hawaii
pada awal 1900 (Sipes et al. 2002). Pada awalnya, penyakit diduga disebabkan
oleh keberdaaan toksin yang dihasilkan oleh kutu putih Dysmicoccus spp. pada
saat makan (Carter 1973). Menurut Sether & Hu (2002a) partikel virus berhasil
diisolasi dari tanaman nanas yang terserang layu di Hawaii, Australia, dan Cuba.
Virus yang ditemukan dikenal dengan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus
(PMWaV). Gejala awal adalah daun memerah, biasanya terdapat pada pinggir
lahan.
Gejala ini disebabkan terhambatnya pertumbuhan akar dan gagalnya
sistem akar, tetapi gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh kekeringan,
kerusakan oleh nematoda, dan busuk akar (Rohrbach & Schmitt 2003). MWP
hanya berkembang pada tanaman yang terekspos kutu putih. Jika salah satu
PMWaV atau kutu putih tidak ada, MWP tidak akan berkembang (Sether & Hu
2002a). Menurut Sether et al. (2001) penyakit ini dicirikan oleh sebagian ujung
yang mati, daun melengkung ke bawah, memerah, dan layu pada daun yang dapat
menyebabkan kematian tanaman.
PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan bahan perbanyakan
vegetatif. Tunas-tunas yang digunakan sebagai bibit dapat menularkan PMWaV
jika tanaman induk sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Virus ini merupakan
virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu PMWaV-1 dan PMWaV-2.
Kedua strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes. Gejala infeksi PMWaV-2
akan muncul bila terdapat D. brevipes pada tanaman yang terinfeksi, sedangkan
infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala
(Sether & Hu 2002a). Menurut
Sether et al. (1998) tanaman yang terserang kutu putih yang berasal dari jaringan
tanaman bebas PMWaV tetap tidak terinfeksi. Virus dapat dimusnahkan dengan
hanya menanam bibit tanaman yang bebas virus (Sether et al. 2005).
Interaksi antara infeksi PMWaV dan kutu putih sudah terdeteksi pada
tanaman plant crop tetapi tidak pada ratoon crop. Infeksi PMWaV mengurangi
hasil pada ratoon crop. Perkembanagn MWP selama 3 bulan pertama pada plant
crop menghasilkan pengurangan berat buah rata-rata 55% dibandingkan buah
dari tanaman yang bebas PMWaV. Namun terlihat bahwa MWP yang terlambat
pada siklus plant crop tidak mengurangi berat buah. Tanaman yang terserang
MWP 14 bulan setelah tanam mengurangi produksi buah rata-rata 7% dari pada
buah tanaman bebas PMWaV (Sether & Hu 2002b).
Infeksi PMWaV-2 biasanya lebih sedikit dibanding infeksi PMWaV-1 di
Hawaii. Tanaman yang menunjukkan gejala MWP mudah menurunkan produksi
buah dan propagul. Sebelumnya sudah dideteksi bahwa pengurangan jumlah
produksi buah pada siklus ratoon dari tanaman terinfeksi PMWaV relatif lebih
rendah dari pada tanaman bebas PMWaV (Sether et al. 2001).
Terdapat interaksi antara Rotylenchus reniformis dan penyakit Pineapple
Mealybug Wilt associated Virus-1 (PMWaV-1) pada tanamana nanas.
Pada
ratoon crop interaksi keduanya dapat menurunkan rata-rata produksi buah (Sipes
et al. 2002). Menurut Nurmahayu (2008) nematoda yang paling dominan di
pertanaman nanas adalah Pratylenchus dan Rotylenchulus. Pada stadia vegetatif,
nematoda Rotylenchulus sudah berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit
layu MWP.
Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama terpadu, biasa disingkat PHT, adalah suatu pendekatan
yang diusahakan untuk mengombinasikan semua metode yang ada dari
perlindungan tanaman untuk menjaga kerusakan oleh penyakit atau hama di
bawah ambang ekonomi, dengan sedikit biaya dan sedikit kerusakan terhadap
ligkungan. Pengertian lain dari PHT adalah penggunaan secara bersamaan dari
metode perlindungan tanaman yang ada (budidaya, biologi, kimia, dll) untuk
mengontrol patogen atau hama (Lehmann-Danzinger 2003).
Pengendalian
nematoda
secara
terpadu
dilakukan
dengan
cara
menggabungkan beberapa komponen pengendalian ke dalam suatu sistem.
Komponen-komponen utama pengendalian nematoda terpadu adalah teknik
budidaya (tanaman sehat, varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, tanaman
perangkap, bahan organik), agens hayati, pestisida (nabati dan kimia), dan
karantina (Mustika 2005).
Penambahan bahan organik ke dalam tanah meningkatkan daya tanah
menahan air dan kesuburan tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat dan
tanaman lebih tahan terhadap serangan nematoda. Kegiatan musuh-musuh alami
nematoda khususnya cendawan dan invertebrata predator terpacu, sementara
senyawa kimia yang bersifat racun terhadap nematoda (seperti ammonia, nitrit,
hidrogen sulfida dan asam-asam organik) di lepas ke dalam tanah selama proses
dekomposisi (Sayre 1980 dalam Mustika 2005).
Menurut Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996 dalam Mustika
2005) penggunaan pestisida kimia harus merupakan alternatif terakhir apabila
teknik pengendalian yang lain dinilai tidak berhasil dan harus dilakukan secara
bijaksana.
Yang dimaksud dengan penggunaan nematisida secara bijaksana,
adalah (1) Nematisida yang digunakan adalah jenis yang terdaftar dan atau
diizinkan oleh Menteri Pertanian, (2) Memenuhi kriteria 6 tepat, yaitu tepat jenis,
mutu, waktu, sasaran (nematoda dan tanamannya), dosis dan konsentrasinya, serta
cara dan alat aplikasinya (3) Tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
Dewasa ini telah terdaftar sebanyak 12 formulasi nematisida yang dizinkan
digunakan untuk berbagai tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.
Keduabelas nematisida tersebut adalah dazomet 98%, karbofuran 3% (sebanyak 4
nama dagang), fenamifos 10%, natrium metam (3 nama dagang), etoprofos 10%,
kadusafos 10%, dan oksamil 100,6 g/l.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pertanaman nanas milik petani di Desa
Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan di
Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
IPB. Penelitian dilakukan dari Maret sampai Agustus 2009.
Metode Penelitian
Percobaan PHT
Lahan percobaan seluas 1 Ha dibagi menjadi tiga petak masing-masing
petak berukuran 3000 m2, kemudian tiap petak dibagi menjadi lima bedengan
dengan ukuran masing-masing bedengan adalah 600 m2 dan jarak antar bedengan
1,2 meter.
Setiap bedengan terdiri dari dua baris, setiap baris ditanami
55
tanaman nanas dengan jarak tanam 40-50 cm. Jumlah tanaman seluruhnya adalah
2 x 10 x 55 x 15 = 16.500 tanaman.
Perlakuan yang digunakan adalah :
1. KON = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani (Kontrol)
2. BBV = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani, tetapi menggunakan
bibit tanaman nanas bebas virus
3. PHT = Sistem budidaya dengan menerapkan PHT (menggunakan bibit bebas
virus, pembebasan lahan dari infestasi nematoda, penambahan bahan
organik sebagai pupuk dan mulsa, dan perawatan tanaman yang
baik).
Pengamatan dilakukan ketika tanaman utama berumur 12 bulan dan
dilanjutkan pada tanaman ratoon yang berumur 8 bulan. Pengamatan dilakukan
dengan mengevaluasi tingkat keparahan dan kejadian penyakit layu, populasi R.
reniformis, hasil panen buah segar, dan isolasi mikroorganisme tanah dari petak
percobaan.
Pengambilan Contoh
Contoh tanah dan akar nanas diambil pada tiap petak contoh.
Sebagaimana dilaporkan peneliti sebelumnya bahwa nematoda R. reniformis
sudah mempengaruhi tingkat keparahan layu MWP, sehingga akar dan tanah yang
diambil sebagai sampel berasal dari tanaman yang menunjukkan gejala layu.
Contoh tanah dan akar nanas diambil 9 titik contoh masing-masing 3 tanaman
pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Contoh akar diperoleh dengan cara memotong
bagian akar dari masing-masing tanaman. Contoh akar dan tanah diambil di
daerah perakaran dengan kedalaman ± 10 cm dari permukaan tanah. Akar dan
tanah yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik, dimasukkan
dalam boks, dijaga agar tidak mengalami kekeringan, dan dibawa ke laboratorium
untuk diproses lebih lanjut.
Ekstraksi Nematoda dari Akar
Nematoda diekstraksi dengan menggunakan metode pengabutan. Akar
tanaman yang diperoleh dari lapang dibersihkan dengan air dan dipotong-potong
kurang lebih 1 cm dan ditimbang seberat 10 g.
Akar yang telah dipotong
kemudian disimpan di atas saringan kecil. Saringan diletakkan di atas corong dan
corong tersebut diletakkan di atas gelas penampung nematoda. Pada bagian atas
gelas tersebut terdapat lubang pembuangan air, agar air keluar melalui lubang
tersebut sedangkan nematoda tetap berada pada dasar gelas penampung.
Pengabutan air dibuat dengan nozel khusus. Suspensi nematoda yang didapat dari
dalam jaringan tumbuhan yang dikumpulkan dalam gelas penampung disaring
dengan menggunakan saringan 500 mesh dan dimasukkan ke dalam tabung
koleksi nematoda. Metode pengabutan dilakukan selama tujuh hari, dan panen
nematoda dilakukan tiap satu hari. Kemudian nematoda yang terkumpul siap
untuk diidentifikasi di bawah mikroskop stereo dan mikroskop kompon.
Ekstraksi Nematoda dari Tanah
Ekstraksi nematoda dari tanah menggunakan metode modifikasi corong
Baermann dan metode sentrifugasi-flotasi.
Metode sentrifugasi-foltasi. Tanah sebanyak 100 cm3 dicampur dengan
air sehingga mencapai 800 ml dalam ember, campur lalu diaduk kencang dan
dibiarkan mengendap selama 20 detik kemudian disaring dengan saringan kasar
dan ditampung dalam ember lain.
Hasilnya disaring kembali dengan
menggunakan saringan kasar 50 mesh dan saringan halus 400 mesh.
Dua
saringan tersebut diletakkan bertumpuk dengan posisis saringan ukuran 50 mesh
di atas dan ukuran 400 mesh di bawah.
Partikel tanah dan nematoda yang
tertinggal pada saringan 400 mesh dicuci dengan cara menyemprotkan air dari
balik saringan.
Partikel tanah dan nematoda tersebut dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse untuk dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 1700 rpm selama 5 menit.
Supernatan yang terbentuk dibuang,
endapan tanah dan nematoda disuspensikan dengan larutan gula (50%) kemudian
disentrifugasi kembali selama 30 detik. Supernatan disaring dengan saringan 500
mesh, lalu dibilas dan ditampung di dalam botol koleksi untuk diidentifikasi dan
dihitung jumlahnya di bawah mikroskop stereo (Dropkin 1989).
Metode Baermann. Tanah sebanyak 25 g ditempatkan di atas saringan
kecil yang dilapisi kertas saring. Saringan tersebut diletakkan tepat di atas gelas
penampung yang berisi air lalu dibiarkan sekitar empat hari. Dasar saringan
diusahakan menyentuh permukaan air di dalam gelas penampung sampai tanah
tergenang. Suspensi yang terkumpul kemudian disaring menggunakan saringan
500 mesh dan dimasukkan dalam tabung koleksi nematoda. Nematoda dalam
suspensi diamati dan dihitung di bawah mikroskop stereo.
Identifikasi Nematoda
Identifikasi nematoda berdasarkan ciri morfologi dilakukan dengan
mengamati preparat nematoda di bawah mikroskop cahaya dan hasilnya
dibandingkan dengan buku Plant Parasitic Nematodes : a Pictorial Key to Genera
(May et al. 1996).
Penghitungan Nematoda
Sediaan nematoda diamati di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran
40 kali. Sediaan diambil sebanyak 1 ml dan dihitung jumlah populasinya dengan
tiga kali ulangan, kemudian dikonversi ke 10 g akar.
Pengamatan Kejadian Penyakit
Pengamatan kejadian penyakit layu nanas dilakukan pada setiap tanaman
pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Seluruh individu di dalam baris tersebut diamati
jumlah tanaman yang terserang kemudian dihitung persentasi kejadian penyakit
dengan menggunakan rumus:
KP =
n
N
x 100%
Keterangan :
KP
= Kejadian Penyakit (%)
n
= Jumlah tanaman yang terserang penyakit layu
N
= Populasi tanaman yang diamati
Analisis Mikroorganisme Tanah
Analisis mikroorganisme tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang
sama dari contoh untuk ekstraksi nematoda. Pengambilan contoh untuk analisis
mikroorganisme tanah hanya dilakukakan 1 kali. Sampel tanah diambil sebanyak
5 g dan dicampur dengan 50 ml aquades steril dalam tabung erlenmeyer,
kemudian diaduk sampai merata dengan shaker pada 100 rpm selama 24 jam,
selanjutnya diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml aquades steril sehingga
menjadi pengenceran 10-1, begitu seterusnya pengenceran berseri sampai
diperoleh pengenceran 10-7. Pada pengenceran 10-2 sampai dengan 10-5 masingmasing diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media nutrien agar (NA) dalam
cawan petri yang berbeda dengan 2 ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang
selama 5 sampai 7 hari. Pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 diambil 0,1 ml kemudian
disebar pada media Martin Agar dalam cawan petri yang berbeda dengan 2
ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 sampai 7 hari. Selanjutnya
suspensi pada pengenceran 10-6 dan 10-7 disebar sebanyak masing-masing 0,1 ml
pada media TSA dalam cawan petri yang berbeda dan diinkubasikan selama 5
sampai 7 hari pada suhu ruang. Pengerjaan dilakukan secara aspetik di dalam
laminar flow.
Mikroorganisme yang tumbuh diamati jenis/kelompoknya dan dihitung
jumlah koloninya. Perhitungan mikroorganisme dilakukan dengan metode hitung
cawan. Populasi mikroba dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah koloni
Populasi Total =
Faktor pengenceran x volume suspensi (ml)
Analisis Data
Data dianalisis dengan Statistical Analisis System (SAS) for Windows
V.6.12 dan pembandingan nilai tengah dengan uji selang berganda Duncan
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Populasi R. reniformis
Rotylenchulus yang ditemukan pada akar dan tanah adalah nematoda
betina pradewasa dan juvenil. Betina pra-dewasa berbentuk seperti cacing, pada
posisi istirahat tubuh melengkung sehingga berbentuk seperti huruf C, berukuran
kecil (0,23-0,64 mm), bentuk kepala bulat sampai kerucut, stilet terlihat jelas, dan
bentuk ekor meruncing (Gambar 1).
a
b
c
Gambar 1 Rotylenchulus reniformis (a) betina pradewasa (b) bentuk kepala dan
stilet (c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400x)
Pengaruh perbedaan teknik pengelolaan penyakit terhadap populasi R.
reniformis dalam akar dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi nematoda nyata lebih
rendah pada petak PHT, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi nematoda
pada petak BBV. Teknik budidaya nanas sudah berpengaruh terhadap populasi R.
reniformis dalam akar nanas (P<0,05; Lampiran 1) setelah tahun ke-2.
Tabel 1 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar
Perlakuan
Populasi rata-rata R. reniforrmis/10 g akar*
Konvensional
44,24a
BBV
14,08b
PHT
13,12b
*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji
selang ganda Duncan α = 0,05)
Pengamatan dilakukan sejak umur tanaman berkisar 13 bulan dan
selanjutnya dilakukan tiap sebulan sekali.
Perubahan populasi R. reniformis
disajikan pada Gambar 2. Populasi R. reniformis pada petak PHT jauh lebih
rendah dibanding petak BBV dan konvensional. Jumlah nematoda berubah dari
waktu ke waktu. Pada perlakuan PHT dan BBV terlihat ada fluktuasi jumlah R.
reniformis meskipun tidak terlalu kontras, sedangakan pada petak konvensional
fluktuasi hanya terjadi pada pengamatan ke-4 tetapi menurun setelah pengamatan
ke-5.
Jumlah R. reniformis pada petak konvensional terus menurun sejalan
dengan bertambahnya umur tanaman. Ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca di lokasi
penelitian, pada pengamatan ke-2 dan ke-4 bertepatan ada hujan pada bulan-bulan
tersebut, sedangkan pada pengamatan ke-1 dan ke-3 cukup panas.
Pada
pengamatan ke-5 jumlah nematoda pada ketiga perlakuan tersebut sangat jauh
menurun dari sebelumnya. Ini disebabkan kondisi lahan pada pengamatan ke-5
sangat kering. Akar yang diambil sebagai sampel juga sangat kering karena hujan
tidak turun selama hampir satu bulan.
Gambar 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar
Keberadaan nematoda di dalam tanah diekstraksi dengan dua metode yaitu
metode sentrifugasi-flotasi dan metode modifikasi Baermann.
Kedua hasil
pengujian (Tabel 2 dan Tabel 3) menunjukkan bahwa populasi R. reniformis pada
petak PHT berbeda nyata dengan petak konvensional, tetapi tidak berbeda nyata
dengan petak BBV.
Penambahan bahan organik (kotoran kambing) mampu
menekan populasi R. reniformis. Menurut Kaplan & Noe (1993) dalam Duncan
& Noling (1998), penambahan kompos kotoran ayam dan pupuk kandang lainnya
ke dalam tanah mampu memicu pertumbuhan tanaman dan menekan populasi
Meloidogyne spp. di dalam tanah.
Tabel 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah
hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua
Perlakuan
Populasi rata-rata R. reniforrmis/100 cm3 tanah*
Konvensional
42,25a
BBV
14,95b
PHT
12,80b
*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji
selang ganda Duncan α = 0,05)
Tabel 3 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah
hasil ektraksi Baermann pada tahun kedua
Perlakuan
Populasi rata-rata R. reniforrmis/25 g tanah*
Konvensional
28,84a
BBV
12,04b
PHT
15,24b
*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji
selang ganda Duncan α = 0,05)
Jumlah R. reniformis menurun dari tahun pertama ke tahun kedua
(Gambar 3).
Jumlah R. reniformis pada tahun pertama masih sangat tinggi,
kemudian mengalami penurunan setelah tahun kedua pada semua perlakuan.
Teknik pengendalian berpengaruh terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di
dalam tanah setelah tahun kedua tanam (P<0,05; Lampiran 3 dan Lampiran 4).
Pada tahun pertama (Lampiran 2) menunjukkan belum ada pengaruh teknik
budidaya nanas terhadap populasi R. reniformis (P>0,05). Diduga pada tahun
pertama, tingkat reproduksi R. reniformis masih cukup tinggi. Kondisi akar yang
masih muda masih sangat mampu menyediakan eksudat yang cukup untuk
memicu reproduksi nematoda.
Gambar 3 Pengaruh tiga teknik budidaya nanas (KON, BBV, dan PHT) terhadap
perubahan populasi R. reniformis dalam tanah hasil sentrifugasi-flotasi
Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Produksi dan Kejadian
Penyakit Layu Nanas
Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diketahui bahwa teknik
pengelolaan penyakit terhadap tingkat produksi tidak terlalu berpengaruh P>0,05
(Lampiran 5). Petak-petak yang ditanami bibit sehat (BBV dan PHT) cenderung
menghasilkan produksi buah lebih tinggi daripada petak yang ditanami bibit yang
tidak terjamin kesehatannya (petak KON). Walaupun secara statistik tidak nyata,
rata-rata produksi buah nanas per petak pada petak PHT lebih tinggi dari rata-rata
produksi pada petak BBV, yaitu 2529 kg dibanding 2252 kg per petak, dan ratarata produksi buah nanas pada petak BBV lebih tinggi dari rata-rata produksi
petak konvensional sebesar 2022 kg per petak. Penelitian Sipes at al. (2002)
menunjukkan bahwa dalam budidaya nanas, R. reniformis memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap total hasil berdasarkan beratnya. Pengaruh teknik
pengendalian penyakit yang tidak nyata terhadap produksi buah pada penelitian
ini diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kejadian penyakit layu nanas pada
saat penelitian ini dilaksanakan. Populasi R. reniformis pada penelitian ini juga
tidak berbeda nyata pada semua teknik pengendalian.
Teknik pengendalian
menggunakan bibit sehat (bebas virus) baik dikombinasikan dengan penggunaan
pupuk organik yang intensif. Menurut Bridge (1987) perbaikan tanah dengan
penambahan bahan organik sudah diuji dengan maksud untuk mengendalikan
nematoda di lahan, dan beberapa sudah menunjukkan peningkatan hasil dengan
atau tanpa mengurangi populasi nematoda.
Pada tahun pertama kejadian penyakit pada petak PHT berbeda nyata
dengan petak konvensional, tetapi petak BBV dengan petak PHT tidak berbeda
nyata. Pada perkembangannya, kejadian penyakit di tahun kedua menunjukkan
keadaan yang berbeda dimana rata-rata kejadian penyakit layu pada petak PHT
(KP=24,11%) berbeda nyata dengan petak BBV (KP=39,89%) dan petak
konvensional (KP = 44,64%), tetapi petak BBV dengan petak konvensional tidak
berbeda nyata.
Secara umum kejadian penyakit di petak PHT lebih rendah
dibanding petak BBV dan konvensional. Ini menunjukkan bahwa teknik
pengendalian dengan menggunakan bibit sehat (bebas virus) baik dikombinasikan
dengan penggunaan pupuk organik yang intensif. Nilai P<0,05 pada perlakuan
(Lampiran 6 dan Lampiran 7), berarti ada pengaruh teknik pengelolaan penyakit
layu nanas terhadap kejadian penyakit di tahun pertama maupun tahun kedua.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) layu nanas dan
produksinya
KP tahun ke-1
KP tahun ke-2
Perlakuan
Produksi 2008*
(%)*
(%)*
Konvensional
8,91a
44,64a
2022,2a
BBV
1,40b
39,89a
2252,9a
PHT
0,74b
24,11b
2529,1a
*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji
selang ganda Duncan α = 0,05)
Perubahan kejadian penyakit dari waktu ke waktu dapat dilihat pada
gambar 4. Kejadian penyakit terus mengalami peningkatan dengan bertambannya
umur tanaman. Perubahan yang sangat kontras juga dapat dilihat dari tahun
pertama ke tahun kedua (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Damanik
(2008) bahwa laju penyebaran penyakit dari tanaman nanas generasi pertama ke
generasi kedua terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan setelah selesai masa
panen pertama, biasanya petani melakukan kegiatan sanitasi berupa pembersihan
gulma dan pencabutan tanaman yang menunjukkan gejala layu sebagai persiapan
memasuki masa panen kedua. Tanaman yang telah dicabut di buang di area
sekitar pertanaman. Perilaku ini berpengaruh terhadap laju penyebaran penyakit.
Gambar 4 Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit tahun kedua
Menurut Nurmahayu (2008)
nematoda R. reniformis mempengaruhi
tingkat keparahan layu penyakit MWP. Namun terdapat hubungan negatif antara
kejadian penyakit dengan jumlah populasi R. reniformis. Kejadian penyakit terus
meningkat tetapi populasi R. reniformis menurun. Sebagaimana dilaporkan oleh
Sipes et al.
(2002) bahwa kejadian penyakit PMWaV-1 tidak berkontribusi
terhadap peningkatan populasi nematoda bentuk ginjal.
Kejadian penyakit di petak PHT menunjukkan kejadian penyakit yang
lebih rendah dengan jumlah nematoda yang rendah pula. Berbeda dengan petak
BBV dan konvensional, keduanya tidak berbeda nyata pada kejadian penyakit
sedangkan jumlah populasi R. reniformis menunjukkan hasil yang berbeda nyata
antar keduanya. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan bahan organik yang
lebih tinggi pada petak PHT dibanding dengan kedua petak lainnya. Dengan
pengendalian terpadu selain populasi nematoda dapat ditekan, secara fisiologis
tanaman tumbuh normal dan daya tahan terhadap serangan penyakit juga lebih
tinggi, sehingga potensi produksi tanaman tersebut tercapai karena kebutuhan hara
terpenuhi.
Penambahan sisa tanaman atau kotoran hewan meningkatkan
pertukaran ion-ion di tanah, pengikatan mikronutrisi membuatnya dapat diambil
oleh tanaman, dan penambahan nitrogen yang tersedia. Tanaman yang tumbuh
pada kondisi seperti itu akan sehat dan kemampuannya lebih baik dalam
menghadapi serangan nematoda dibandingkan tanaman yang stres.
Perbedaan kondisi pertanaman pada ketiga teknik pengendalian dapat
dilihat pada gambar 5. Tanaman pada petak PHT (Gambar 5a) tampak lebih
subur dan gejala layu nanas jarang terlihat dibanding kedua petak lainnya.
Kondisi tanaman di petak BBV masih cukup bagus (Gambar 5b).
Tanaman
banyak yang layu dan mati pada petak konvensional (Gambar 5c). Kondisinya
jauh lebih buruk dibanding kedua petak lainnya.
a
b
c
Gambar 5 Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c) konvensional
Keragaman Mikroorganisme Tanah
Disamping populasi R. Reniformis; kejadian penyakit; dan produksi,
peubah lain yang diamati adalah jenis/keragaman mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari contoh tanah pertanaman nanas
adalah dari kelompok bakteri dan cendawan. Jumlah koloni total yang diperoleh
dari contoh tanah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi mikroorganisme
tanah pada pertanaman nanas
Populasi total
Jenis
Sistem
media
budidaya
Bakteri (cfu/ml)
Cendawan (cfu/ml)
5
PHT
2,0 x 10
0
NA
BBV
2,9 x 105
0
4
Konvensional
1,5 x 10
0
PHT
0
4,0 x 105
MA
BBV
0
4,0 x 105
Konvensional
0
5,0 x 105
8
0
PHT
1,2 x 10
TSA
BBV
1,4 x 108
0
Konvensional
1,7 x 108
0
Berdasarkan morfologi koloni secara umum terdapat 16 jenis koloni
bakteri dan 12 jenis koloni cendawan. Koloni bakteri yang paling banyak dan
sering muncul di media kultivasi adalah koloni berbentuk bulat, berwarna kuning,
elevasi seperti ada tombol, dan permukaan agak licin sebagaimana ditunjukkan
oleh tanda panah pada Gambar 6a dan 6b. Sedangkan koloni cendawan yang
banyak ditemukan adalah koloni dengan ciri umum berwarna hijau toska, semakin
ke tengah hijaunya semakin tua, sedangkan bagian luar koloni berwarna putih
diduga adalah cendawan Trichoderma (Gambar 6c). Mikroba yang diperoleh
belum dapat dipastikan jenis dan peranannya terhadap populasi nematoda karena
tidak dilakukan identifikasi dan uji patogenesitas.
a
b
c
Gambar 6 Koloni mikroorganisme pada media (a) NA, (b) TSA, dan (c) Martin
agar
Keragaman mikroorganisme tanah yang paling banyak berasal dari
golongan bakteri. Menurut Wollum (1999) bakteri adalah mikroorganisme paling
melimpah di dalam tanah, populasinya mencapai lebih dari seratus juta (108) per
gram tanah. Selanjutnya diikuti oleh actinomysetes dan cendawan, dengan jumlah
berturut-turut 106 sampai 107 dan 104 sampai 106 / g tanah. Ini terjadi karena
bakteri memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik terhadap kondisi
lingkungan. Selain itu bakteri juga memiliki kompetisi yang lebih baik dari pada
mikroorganisme lainnya.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah mampu meningkatkan jumlah
dan keragaman mikroorganisme tanah. Menurut Dropkin (1989) banyak
organisme, mulai dari bakteri hingga cacing tanah, dengan memasukkan bahan
organik ke dalam tanah. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi
mikroorganisme pada petak PHT lebih rendah dibanding petak BBV dan
konvensional. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi ini. Petak
PHT mendapatkan penamabahan pupuk kandang dan carbofuran 3% sekitar 50%
lebih banyak dibanding petak lainnya. Penambahan bahan kimia sintetik yang
lebih banyak ke dalam tanah dapat mengurangi jumlah dan keragaman
mikroorganisme yang hidup di dalamnya. Selain itu menurut Wollum (1999)
banyak mikroorganisme yang hidup di dalam tanah tetapi tidak dapat dibiakkan,
yaitu lebih dari 99% total populasi tanah. Ini berarti kita baru bisa mengamati 1%
dari populasi tanah.
Meskipun demikian pertumbuhan dan kondisi tanaman nanas di petak
PHT lebih subur dibandingkan petak konvensional. Hal ini dapat disebabkan
karena bahan organik pada tanah di petak PHT lebih banyak. Diduga unsur
makro atau mikro yang dibutuhkan tanaman pada petak konvensional hanya dapat
mencukupi keperluan mikroorganisme tanah tetapi tidak cukup untuk menyokong
pertumbuhan tanaman yang memuaskan. Oleh karena itu, jumlah organisme yang
dapat diisolasi dari tanah harus dipertimbangakan sebagai gambaran dan tidak
digunakan langsung sebagai indeks kesuburan tanah.
Studi tentang hubungan antara nematoda dan bakteri sudah biasa
dilakukan. Interaksi antara bakteri dan nematoda dapat berupa kompetisi, predasi,
dan metabolit bakteri yang bersifat anatagonis terhadap nematoda. Produk yang
berasal dari metabolisme bakteri menjangkau molekul kompleks sampai yang
sederhana, sebagian yang ada di dalam tanah dapat bersifat toksik, antibiotik, atau
sifat penghambatan yang lain terhadap nematoda parasit tanaman (Sayre & Starr
1988). Bakteri yang dapat menyebabkan sakit terhadap nematoda juga sudah
banyak dilaporkan.
Menurut Soesanto (2008) bakteri patogen nematoda yang
paling banyak dikaji adalah dari genus Pasteuria, misalnya Pasteuria penetrans
(Thorne) Sayre & Starr.
sejumlah nematoda.
Bakteri ini telah banyak ditemukan menginfeksi
Bakteri tidak menyerang organisme tanah lainnya dan
merupakan parasit obligat paling khas terhadap nematoda.
menempel dan memenetrasi kutikula nematoda.
Spora bakteri
Bakteri antagonis ini hidup
sebagai parasit obligat pada nematoda Meloydogine spp.
Peranan cendawan terhadap nematoda parasit tanaman dapat berupa
patogenik.
Cendawan tersebar luas dan umumnya mampu tumbuh secara
saprotrof, tetapi sering tampak terbatas di dalam tanah, sebagaimana ditunjukkan
oleh Tabel 5. Banyak jenis tanah menekan pertumbuhan cendawan, kondisi ini
dikenal sebagai fungistasis atau mikostasis tanah. Menurut Soesanto (1998) hal
ini mungkin terjadi karena dua penyebab yang berbeda, yaitu 1) senyawa yang
terlarut dalam air, yang menghambat perkecambahan konidium jamur 2)
peningkatan keaktifan karena penambahan nutrisi atau bahan organik ke dalam
tanah, yang menyebabkan keterbatasan sumber tertentu dan timbul fenomena
fungistasis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengendalian hama terpadu (PHT) mampu menurunkan populasi R.
reniformis pada nanas ratoon. Selain itu PHT juga dapat menekan kejadian
penyakit dan meningkatkan produksi buah segar.
Jumlah mikroorganisme pada petak PHT secara umum tidak berbeda
dengan petak BBV dan konvensional. Jumlah koloni bakteri lebih banyak dari
pada cendawan.
Saran
Perlu dilakukan identifikasi dan pengujian lebih lanjut terhadap
mikroorganisme tanah dan pengaruhnya terhadap populasi R. reniformis pada
pertanaman nanas.
DAFTAR PUSTAKA
Borroto EG, Cintra M, Gonzales J, Borroto C. 1998. First report of a
closterovirus-like particle associsted with pineapple plants (Ananas comosus
cv. Smooth Cayenne) affected with pineapple maelybug wilt in Cuba. Plant
Disease 82:263.
[CABI] Central for Agriculutural and Biosciens International. 2003. Disease of
Tropical Fruit Crops. USA: CAB International.
Carter W. 1973. Insect in Relation to Plant Disease. Newyork: John Wiley.
Caswell EP, Sarah JL, Apt AJ. 1993. Nematode parasites of pineapple. Di dalam:
Luc M, Sikora RA, Bridge J. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and
Tropical Agriculture. UK: CAB International.
Damanik ES. 2008. Laju penyebaran penyakit layu nanas (Pineapple Maelybug
Wilt) di pertanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) di Desa Bunihayu,
Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dropkin VH. 1989. Introduction to Plant Nematology. Ed ke-2. USA: John Wiley
& Sons, Inc.
Dropkin VH. 1992. Pengantar Nematology Tumbuhan. Ed ke-2. Yogyakarta:
UGM Press.
Duncan LW & Noling JW. 1998. Agricultural sustainability and nematode
integrated pest management. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L,
editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm
251-287
Heald CM, Insrerra RN. 1988. Effect of temperature on infection and survival of
Rotylenchulud reniformis [abstrak]. Journal of Nematology 20:356-361..
http://fulltextt10.fcla.edu/DLData/SN/SN0022300X/0020_003/88_45.pdf
[18 Desember 2009]
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van Der,
penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Kinloch RA. 1998. Soybean. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L,
editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm
317-333
Lehmann-Danzinger H. 2003. Introduction to Integrated Pest Management of
Plant Disease and Pest in the Tropics/subtropics. Ed ke-5. Goettingen:
Pflanzenschutz university of Goettingen.
Luc M, Hunt DJ, Machon JE. 1993. Morphology, anatomy and biology of plant
parasitic nematodes-a synopsis. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J.
Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. UK:
CAB International.
May WF, Mullin PG, Lyon HH, Leofflerk. 1996. Plant Parasitic Nematodes : A
Pictorial Key to Genera. London: Cornell University Press.
Mustika I. 2005. Konsep dan strategi pengendalian nematoda parasit tanaman
perkebunan di indonesia. Departemen Pertanian.
http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/perspektif/
Perspektif_vol_4_No_1_2_IkaMustika.pdf [11 Okt 2009]
Nurmahayu I. 2008. Hubungan nematoda parasit dengan tingkat keparahan layu
MWP (Maelybug wilt pineapple) pada nanas (Ananas comosus L Merr)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sayre RM, Starr MP. 1988. Bacterial disease and antagonisms of nematodes. Di
dalam: Poinar GO, Jansson HB, editor. Disease of Nematodes. US: CRC
Press, Inc.
Sether DM, Hu JS. 2002a. Closterovirus infection and mealybug exposure are
necessary for the development of mealybug wilt of pineapple disease.
Phytopathology 92:z928-935. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17
Mar 2009]
Sether DM, Hu JS. 2002b. Yield impact and spread of Pineapple mealybug wilt
associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Dis.
86:867-874. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009]
Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL,
Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two different
Pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant Dis.
85:856-864. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [7 Okt 2009]
Sether DM, Melzer MJ, Busto J, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug
transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Dis. 89:450-456.
http://ddr.nal.usda.gov/dspace/bitstream/10113/1505/1/IND43710657.pdf
[7 Okt 2009]
Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt–
associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp.) [abstrak].
Phytopathology 88:1224-1230. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [9
Mar 2009]
Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interactions between Rotylenchus reniformis
and Pineapple mealybug wilt associated virus-1 in pineapple. Plant Dis.
86:933-938. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009]
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Starr JL. 1998. Cotton. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L, editor.
Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 317-333
Thorne G. 1961. Principle of Nematology. London: McGraw-Hill Company, Inc.
Westphal A, Smart JR. 2003. Depth distribution of Rotylenchulus reniformis
under different tillage and crop sequence systems. Phytopathology 93:11821189.
Wollum AG. 1999. Introduction and historical perspective. Di dalam: Sylvia DM,
Fuhrmann JJ, Hartel PG, Zuberer DA, editor. Principles and Applications
of Soil microbiology. USA: Prentice Hall, Inc. hlm 1-20.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
121,71
60,86
11,68
0,0001
Kelompok
4
47,27
11,82
2,27
0,0708
Galat
68
354,41
5,21
Total
74
523,40
Lampiran 2 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan
sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
1,10
0,55
0,03
0,9673
Kelompok
4
100,24
25,06
1,52
0,2088
Galat
53
872,04
16,45
Total
59
973,37
Lampiran 3 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan
sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
81,99
40,99
10,19
0,0002
Kelompok
4
1,11
0,28
0,07
0,9910
Galat
53
114,82
4,02
Total
59
296,27
Lampiran 4 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi
dengan Baermann tahun kedua tanam
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
55,11
27,55
7,66
0.0010
Kelompok
4
11,19
2,80
0,78
0,5436
Galat
68
244,61
3,60
Total
74
310,91
Lampiran 5 Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Perlakuan
2
644017,24 322008,62
1,50
Ulangan
4
503441,49 125860,37
0,59
Galat
8
1719464,09 214933,01
Total
14
2866922,82
Pr > F
0,2801
0,6823
Lampiran 6 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama
tanam
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
10,88
5,44
32,87
0,0001
Kelompok
4
0,19
0,05
0,29
0,8741
Galat
8
1,32
0,17
Total
14
12,40
Lampiran 7 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun kedua tanam
Sumber
Db
JK
KT
F hitung
Pr > F
Perlakuan
2
25,94
12,97
20,66
0,0001
Kelompok
4
26,05
6,51
10,37
0,0001
Galat
38
23,86
0,63
Total
44
75,86
Download