600/PRT/M/2005 Tanggal

advertisement
LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor
: 600/PRT/M/2005
Tanggal
: 23 Desember 2005
PEDOMAN PENYELESAIAN PERKARA
ATAU SENGKETA HUKUM DI PENGADILAN
BAB I
UMUM
A. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :
1.
Departemen adalah Departemen Pekerjaan Umum.
2.
Pimpinan adalah Menteri, Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal dan
Kepala Badan di lingkungan Departemen yang mempunyai
kewenangan untuk menetapkan kebijakan Departemen.
3.
Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan
struktural dan fungsional selain Pimpinan.
4.
Pejabat Tata Usaha Negara (Pejabat TUN) adalah Menteri dan/atau
pejabat Departemen yang berwenang mengeluarkan kebijakan TUN.
5.
Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil Departemen.
6.
Unit Lain adalah unit kerja yang ditugasi untuk menangani bidang
hukum atau masalah hukum di Inspektorat Jenderal, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pekerjaan Umum, dan Badan Pembinaan
Konstruksi, dan Sumber Daya Manusia.
B. Acuan Hukum
Dalam melaksanakan pedoman ini agar memperhatikan peraturan
perundang-undangan terkait, antara lain:
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek Stbl. 1847
Nomor 237);
2.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht Stbl.
1915 Nomor 732) sebagaimana telah ditetapkan dengan Undangundang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana;
3.
Reglement Buiten Gewesten (RBg Stbl. 1927 Nomor 227);
4.
Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herzeine Indonesisch
Reglement – HIR) sebagaimana diatur dalam Stbl. 1941 Nomor 44);
5.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
6.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4359);
7.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4379);
8.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 35,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380);
9.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3872);
10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4150);
11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4282);
12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4358);
13. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2004, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258).
BAB II
PELAKSANAAN PENYELESAIAN
PERKARA ATAU SENGKETA HUKUM
A. UMUM
1.
Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang digugat dalam perkara atau
sengketa hukum, berhak mendapatkan bantuan hukum dari
departemen.
2.
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud angka 1, secara struktural
dilaksanakan oleh Biro Hukum, Bagian Hukum, dan/atau unit lain.
B. PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
1.
Tindak Pidana Umum
1.1
Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana umum, dapat memperoleh
bantuan penyelesaian perkara dari Biro Hukum, Bagian Hukum,
dan/atau unit lain.
1.2
Bantuan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud angka
1.1. diberikan kepada pimpinan, pejabat dan/atau pegawai aktif
maupun yang telah pensiun.
1.3
Bantuan penyelesaian perkara yang diberikan kepada pejabat
dan/atau pegawai yang telah pensiun sebagaimana dimaksud
angka 1.2. diberikan dalam hal tindak pidana yang disangkakan
atau didakwakan kepadanya berkaitan dengan tugas kedinasan
dan dilakukan pada waktu yang bersangkutan masih berstatus
sebagai pejabat dan/atau pegawai aktif.
1.4
Bantuan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud angka
1.1. antara lain dengan memberikan:
a. nasehat hukum khususnya mengenai hak dan kewajiban
tersangka/terdakwa dalam setiap tahapan pemeriksaan.
b. konsultasi hukum yang berkaitan dengan materi sangkaan/
dakwaan.
c. pemahaman tentang ketentuan hukum acara pidana yang
harus diperhatikan oleh tersangka/terdakwa.
d. bantuan menyiapkan saksi dan alat bukti guna kepentingan
pembelaan.
e. pendampingan pada saat proses di pengadilan.
1.5
Bantuan penyelesaian perkara tindak pidana umum kepada
Menteri, Sekretaris Jenderal, pejabat dan/atau pegawai di
lingkungan Sekretariat Jenderal dilakukan oleh Biro Hukum.
1.6
Bantuan penyelesaian perkara pejabat dan/atau pegawai selain
sebagaimana dimaksud angka 1.5. dilaksanakan oleh Bagian
Hukum dan/atau unit lain.
1.7
Bantuan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud angka
1.6. dapat dibantu oleh Biro Hukum dengan mengajukan
permohonan kepada Sekretaris Jenderal dengan tembusan
Kepala Biro Hukum.
1.8
Persetujuan permohonan bantuan sebagaimana dimaksud
angka 1.7. diberikan setelah:
a. meneliti
dan
mempelajari
permohonan
bantuan
penyelesaian perkara;
b. meneliti tindak pidana yang dilakukan pejabat dan/atau
pegawai sebagai tersangka/terdakwa.
1.9
Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang tidak menggunakan
bantuan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud angka
1.1. dapat menggunakan jasa advokat atas biaya yang
bersangkutan.
1.10 Biro Hukum, Bagian Hukum, dan/atau unit lain sebagaimana
dimaksud angka 1.1. mendampingi pimpinan, pejabat dan/atau
pegawai yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana
umum pada setiap tahapan pemeriksaan sampai dengan proses
peradilan.
1.11 Dalam proses peradilan sebagaimana dimaksud angka 1.10,
Biro Hukum, Bagian Hukum, dan/atau unit lain terkait dapat
memberikan bantuan penyelesaian perkara berupa:
c. memberikan saran-saran hukum dalam beracara di
pengadilan.
d. menghadiri sidang pengadilan sebagai kuasa hukum;
e. membantu mempersiapkan jawaban dan alat bukti;
2.
Tindak Pidana Korupsi
2.1 Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana korupsi dapat memperoleh
bantuan hukum dari Biro Hukum, Bagian Hukum, dan/atau unit
lain.
2.2 Bantuan Hukum kepada Menteri, Sekretaris Jenderal, pejabat
dan/atau pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal dilakukan
oleh Biro Hukum.
2.3 Bantuan Hukum kepada pejabat dan/atau pegawai selain
sebagaimana dimaksud angka 2.2. dilaksanakan oleh Bagian
Hukum dan/atau unit lain
2.4 Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud angka 2.3. dapat
dibantu oleh Biro Hukum dengan mengajukan permohonan
kepada Sekretaris Jenderal dengan tembusan Kepala Biro
Hukum.
2.5 Pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud angka 2.1,
berupa:
f. memberikan saran dan konsultasi hukum mengenai hak dan
kewajiban dalam menjalani proses penyelidikan;
g. pendampingan pada saat penyelidikan;
h. membantu mempersiapkan alat bukti.
3.
Rehabilitasi
3.1 Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang tidak terbukti
melakukan tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi atau
terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana umum maupun
tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, wajib direhabilitasi
berupa pemulihan hak dan atau martabat pimpinan, pejabat,
dan/atau pegawai yang bersangkutan
3,2 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada angka 3.1, diproses
secara berjenjang dan dikoordinasikan dengan Biro Hukum
C. PENYELESAIAN PERKARA PERDATA
1. Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang menghadapi perkara perdata
dapat memperoleh bantuan penyelesaian perkara dari Biro Hukum,
Bagian Hukum, dan/atau unit lain baik sebagai tergugat maupun sebagai
penggugat.
2. Bantuan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud angka 1. antara
lain meliputi:
i.
memberikan konsultasi hukum dan pertimbangan hukum mengenai
hak dan kewajiban tergugat maupun penggugat dan masalah yang
menjadi obyek perkara.
ii.
iii.
iv.
v.
melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait dalam menyiapkan
administrasi perkara yang sedang ditangani.
membantu menyiapkan dokumen terkait sebagai bahan bukti
pemeriksaan persidangan di pengadilan.
membantu menyiapkan jawaban, replik, duplik, gugatan, dan
tindakan hukum lain yang diperlukan dalam beracara di pengadilan.
menyiapkan serta memberikan pengarahan kepada saksi-saksi
yang terkait dengan perkara dalam persidangan.
3. Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud angka 1.
melaporkan proses penyelesaian perkara kepada atasannya secara
berjenjang.
4. Pimpinan, pejabat dan/atau pegawai yang tidak menggunakan bantuan
penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud huruf A.1. dapat
menggunakan jasa kejaksaan agung selaku pengacara negara atau
advokat.
5. Penggunaan jasa sebagaimana dimaksud angka 4. dapat:
i. diminta secara langsung oleh yang bersangkutan dalam hal
menggunakan jasa advokat;
ii. diminta melalui bantuan Biro Hukum dalam hal menggunakan jasa
pengacara negara.
6. Proses penggunaan jasa pengacara negara sebagaimana dimaksud
angka 5.b. meliputi:
i.
menyiapkan surat permohonan dari Sekretaris Jenderal kepada
Jaksa Agung untuk menjadi kuasa hukum;
ii. menyiapkan surat kuasa dari Menteri kepada Jaksa Agung untuk
menangani perkara;
iii. mengkoordinasikan penanganan perkara antara Kejaksaan Agung
dengan pejabat dan/atau pegawai dan/atau pejabat instansi di luar
departemen.
7. Penunjukan advokat sebagai kuasa hukum sebagaimana dimaksud
angka 4. dapat berkonsultasi dengan Biro Hukum, Bagian Hukum,
dan/atau unit lain.
8. Penunjukan advokat sebagai kuasa hukum sebagaimana dimaksud
angka 7. terlebih dulu harus mendapat izin tertulis dari pejabat eselon I
yang bersangkutan.
9. Pejabat dan/atau pegawai yang menunjuk advokat sebagaimana
dimaksud angka 4. wajib melaporkan proses penyelesaian perkara
kepada atasannya secara berjenjang dengan tembusan kepada Menteri
cq. Sekretaris Jenderal.
D. PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN)
1.
Pimpinan, dan/atau pejabat TUN yang digugat dalam sengketa tata
usaha negara, dapat memperoleh bantuan penyelesaian sengketa dari
Biro Hukum, Bagian Hukum dan/atau unit lain.
2.
Bantuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud angka 1.
antara lain meliputi:
i. memberikan konsultasi hukum obyek sengketa tata usaha negara;
ii. menyiapkan administrasi sengketa tata usaha negara;
iii. menyiapkan dokumen terkait sebagai bahan bukti pemeriksaan
persidangan di pengadilan;
iv.
menyiapkan jawaban, duplik dan kesimpulan dalam beracara di
pengadilan;
v.
menyiapkan dan/atau mengarahkan saksi yang diperlukan di
persidangan;
vi.
melakukan pemantauan pelaksanaan penyelesaian sengketa di
pengadilan tata usaha negara.
3.
Pimpinan, dan/atau pejabat TUN yang tidak menggunakan bantuan
penyelesaian sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud
huruf A.1. dapat menggunakan jasa kejaksaan agung selaku
pengacara negara atau advokat.
4.
Penggunaan jasa sebagaimana dimaksud angka 3. dapat:
i. diminta secara langsung oleh yang bersangkutan dalam hal
menggunakan jasa advokat;
ii. diminta melalui bantuan Biro Hukum dalam hal menggunakan jasa
pengacara negara.
5.
Proses penggunaan jasa pengacara negara sebagaimana dimaksud
pada angka 3 meliputi:
i. menyiapkan surat permohonan dari Sekretaris Jenderal kepada
Jaksa Agung untuk menjadi kuasa hukum;
ii. menyiapkan surat kuasa dari Menteri kepada Jaksa Agung untuk
menangani sengketa tata usaha negara;
iii.
mengkoordinasikan sengketa tata usaha negara antara Kejaksaan
Agung dengan pejabat TUN dan/atau pejabat instansi di luar
departemen.
6. Penggunaan advokat sebagai kuasa hukum harus mendapat izin
tertulis dari pejabat eselon I yang bersangkutan.
7. Penggunaan advokat sebagai kuasa hukum dapat dikonsultasikan
dengan Biro Hukum, Bagian Hukum, dan/atau unit lain.
8. Pejabat TUN yang menunjuk advokat sebagai kuasa hukum, wajib
melaporkan perkembangan proses peradilannya kepada atasannya
secara berjenjang dengan tembusan kepada Menteri cq. Sekretaris
Jenderal.
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
DJOKO KIRMANTO
Download