GANGGUAN PADA KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN NITRIT PADA DARAH MENCIT (Mus musculus L.) AKIBAT INDUKSI 2-Methoxyethanol. Jovita Ayu Claudia,Prof. Win Darmanto, Ph. D. dan Dr. Sri Puji Astuti W., M.Si. Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian 2methoxyethanol terhadap kadar glukosa darah puasa dan nitrit pada mencit (Mus musculus L.). Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Hewan coba yang digunakan sebanyak 30 ekor mencit betina galur Balb/C. Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu KN (kontrol negatif), KP (kontrol positif dengan pemberian STZ), P1 (pemberian 2-methoxyethanol 200 mmol/kg BB), P2 (pemberian 2-methoxyethanol 250 mmol/kg BB) dan P3 (pemberian 2-methoxyethanol 300 mmol/kg BB). Pemberian STZ dilakukan dengan injeksi intraperitonealmultiple low-dose 30 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut. Induksi 2-methoxyethanol dilakukan secara intraperitoneal yang dilakukan selama 10 hari berturut-turut. Dan pada hari ke-16 dan hari ke-21 dilakukan pengambilan darah secara intracardiac. Uji kadar nitrit oksida dilakukan melaui serum darah dengan pengukuran OD menggunakan λ 540 dengan spektrofotometer dan kadar nitrit diperoleh dari persamaan y = 0,242x + 0,083, y = nilai OD dan x = nilai kadar nitrit. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan uji Levene untuk mengetahui homogenitas variasi. Selanjutnya, dilakukan uji One Way Anova untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan uji Duncan untuk mengetahui beda antar kelompok perlakuan. Data yang normal tetapi tidak homogen di analisis dengan uji Brown-Forsythe dan uji t-independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 2-methoxyethanol memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa darah puasa dengan dapat meningkatkan kadar glukosa darah puasa, dan hasil uji kadar glukosa darah puasa yang paling efektif meningkatkan kadar glukosa darah puasa hewan coba pada pengujian hari ke dua setelah pemberian perlakuan terakhir pada kelompok P1 (dosis 2-ME 200 mmol/kg BB) sebesar 163 mg/dl dan pemberian 2-ME memberikan pengaruh juga terhadap kadar nitrit pada hewan coba dengan terjadinya penurunan kadar nitrit pada kelompok perlakuan P1 (dosis 2-ME 200 mmol/kg BB) yaitu sebesar 0,493 M. Kata kunci: 2-Methoxyethanol, kadar glukosa darah puasa, kadar nitrit oksida ABSTRACT This research was designed to determine effect of 2-methoxyethanol on fasting blood glucose levels and the levels of nitrite of mice (Mus musculus L.). This research was an experimental research with Completely Randomized Design (CRD). The experimental animal were used 30 strain female Balb/C mice. The samples were devided into 5 groups, named KN (negative control), KP (positive control with STZ), P1 (dose of 200 mmol/kg BW of 2methoxyethanol), P2 (dose of 250 mmol/kg BW of 2-methoxyethanol), as well as P3 (dose of 300 mmol/kg BW of 2-methoxyethanol). Induction of STZ is conducted by intraperitonial injection of STZ multiple low-dose 30 mg/kg BW daily for five consecutive days. Induction 2-methoxyethanol is conducted by intraperitonial injection daily for ten consecutive days. On 16thday and 21thday, the intracardiac blood was taken. The nitric oxide levels was conducted by blood serum with measuring OD (λ 540) used spectrofotometer, nitric oxide levels obtained by the equation of regression y = 0,242x + 0,083, y = OD and x = levels of nitric. Result of this research were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov test to determine the distribution of the data and Levene test to determine the homogenity of the varience. Futhermore, One Way Anova test was performed to determie the effect of the treatment and Duncan test to find out the difference between the treatment groups, if the result was normal but not homogen analyzed using Brown-Forsythe and t-independent. The result showed that determination of 2-methoxyethanol affected of increasing fasting blood glucose levels, the most effective result for increasing fasting blood glucose levels was P1 (dose 200 mmol/kg BW of 2-methoxyethanol) on 2ndday after the last treatment, 163 mg/dl, and 2methoxyethanol also affected of lowering nitric oxide levels on P1 group ( dose 200 mmol/kg BW of 2-methoxyethanol), 0,493 M. Keywords: 2-Methoxyethanol, fasting blood glucose levels, nitric levels. PENDAHULUAN Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2020 (Wild et al., 2004). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler (Wild et al., 2000). 2-Methoxyethanol (2-ME) merupakan salah satu hasil metabolit dari dimethoxy ethilphatalate (DMEP). Dimethoxy ethilphatalate ini merupakan salah satu kelompok dari phthalic acid ester (PAEs) yang banyak digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan plastik. 2-Methoxyethanol merupakan suatu senyawa kelompok glycol ether yang memiliki ikatan organic volatile (VOC). Senyawa 2-ME bersifat sangat mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap dan memiliki sifat kelarutan yang sangat baik (Johanson, 2000). Penggunaan 2-ME ini juga dapat dijumpai pada perusahaan yang memproduksi semikonduktor, tekstil, leather finishing dan plastik kotak makanan, banyak digunakan sebagai pelarut, biasanya digunakan pada cat, tinta, tiner, smear, pelapis permukaan, percetakan sablon, photo lithographic processes dan foto (Rumanta et al., 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa plasticizer mampu menyebabkan obesitas, diabetes dan menyebabkan gangguan sistem hormonal, seperti menyebabkan resistansi insulin. Sehingga diduga menyebabkan pemunculan diabetes, melalui resistansi insulin (Cranton, 2008). Alonso-Magdalenaet al (2006) menduga bahwa dengan banyaknya penggunaan bahan plastik untuk keperluan rumah tangga yang terkait dengan tempat atau pembungkus makanan, dapat menjelaskan kemungkinan adanya peningkatan epidemik dari penyakit diabetes dan obesitas yang banyak terjadi pada negara negara industri. Data yang ada menunjukkan adanya peningkatan penyakit diabetes, insiden obesity, atherosclerosis, penyakit jantung koroner, penyakit infeksi dan penyakit ginjal (Saal et al., 2005). Dari hasil penelitian yang lain menunjukkan plastik yang digunakan sebagai peralatan rumah tangga mampu melepaskan Bisphenol-A (BPA), selain itu juga BPA diproduksi untuk campuran plasticizer agar plastik bisa lebih keras. Data di tahun 2004 menunjukkan bahwa Bisphenol-A (BPA) telah digunakan sebanyak lebih dari 6 milyard pound selama tahun 2004 (AlonsoMagdalena et al., 2006). Dugaan adanya keterkaitan antara plasticizer dengan sejumlah masalah kesehatan, termasuk meningkatnya resiko penyimpangan kelainan sistem reproduksi, obesitas, asthma, atherosclerosis, dan alergi juga telah dilaporkan sebelumnya. Stres oksidatif yang terjadi pada penderita penyakit DM dikarenakan ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat serta lipid, kemudian terjadi penurunan kapasitas antioksidan. Peningkatan konsentrasi asam lemak bebas terjadi seiring peningkatan produksi superoksida oleh mitokondria dan peningkatan resiko terpaparnya sel oleh ROS. Nitrit oksida (NO) merupakan senyawa yang bersifat toksik dan berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi oleh inducible NO shyntase (iNOS) dengan cara mengubah asam amino L-arginin menjadi NO dan citrulin (Yoshida dan Tunder, 2007).Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO- yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot polos (Ruse et al., 1999; Thompson et al., 2004). Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan 2-ME sebagai bahan toksik yang di induksikan ke tubuh hewan coba dengan berbagai macam kerusakan yang di akibatkan, namun sepanjang pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian yang menggunakan 2-ME untuk menginduksi diabetes pada hewan coba. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh induksi senyawa 2-ME yang bersifattoksik dan teratogenik, sehingga dapat menyebabkan efek teratogenik dan toksik terhadap organ tubuh ini terhadap kadarglukosadarah dan nitritoksida hewan coba. Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian senyawa 2-ME terhadapkadar glukosa darah dan nitrit mencit (Mus musculus). METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rumah Hewan dan Laboratorium Genentika Molekuler, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan pada Bulan Januari sampai dengan Juni 2016. Alat Dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bak plastik dengan penutupan dari kawat kasa dan botol minuman, tempat pakan, sekam. alat-alat untuk perlakuan untuk induksi 2-ME pada hewan coba berupa jarum suntik ukuran tuberkulin, disposable syringe 1 mL, jarum 27G, alkohol swab. Lalu alat yang digunakan untuk pembuatan stock larutan 2ME adalah mikropipet, tip (blue, dan yellow tip), gelas beaker, pengaduk, botol kaca berwarna gelap,magnetic stirrer, stirrer, alumunium, glukometer Accu-check Active beserta glucose strip, gunting, alkohol swab. Timbangan digital, tabungeppendorf, Thermo Fisher Scientific,microplete 96-well maxisorb flat bottom,mikropipet, tip (white, blue, dan yellow tip). Bahan yang digunakan untuk perlakuan yaitu senyawa 2-ME, STZ, lard dan akuades steril. Lalu, dilakukanuji ion nitrituntukmengetahuikadarnitritdanbahan yang digunakanuntukuji ion nitritiniyaitusulfanilamidedanphosphoric aciduntukmembuatlarutanGriess reagent 1lalu, phosphoric aciddannaphtylenediaminedigunakanuntukmembuatlarutanGriess reagent 2. Hewan Coba Penelitian ini menggunakan hewan coba yang diperoleh dari pembiakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga. Sebanyak 50 ekor berupa mencit (Mus musculus L.) strain Balb/C betina, umur 2-3 bulan dengan rata-rata berat badan 25-30 g. Selama pemeliharaan dan perlakuan pakan mencit adalah pakan diet standar berupa pellet (makanan ayam), sedangkan sumber air minum berasal dari air minum isi ulang, dan penggantian secara rutin serbuka kayu (sekam). Suhu dan kelembapan ruangan dibiarkan pada kisaran alamiah, dengan intensitas penyinaran 12 jam terang (pukul 06,0018.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00-06.00).Sebelum perlakuan dimulai, hewan coba dalam penelitian ini terlebih dahulu diperlihara selama 3 minggu untuk memberikan waktu pada hewan coba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya setelah ditempatkan pada tempat baru (Laboratorium Hewan Coba). Lalu, untuk pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Dan, setiap satu minggu sekali dilakukan pembersihan kandang dengan cara mengganti sekam dan membersihkan botol air minum. Penentuan dosis 2-ME Untuk menentukan dosis 2-ME perlu diketahui berat jenis (ρ) air = 1 g/mL, berat jenis (ρ) 2-ME = 0,965 g/mL. Dari kedua berat jenis maka diperoleh perbandingan ρ air : ρ 2ME = 1 : 0,965 = 1,04 g/ mL. Dosis 2-ME yang digunakan adalah 200 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB setara dengan 207 mmol/kg BB, 250 mmol/kg BB setara dengan 259 mmol/ kg BB, 300 mg/kg BB setara dengan 311 mmol/kg BB. Untuk per gram berat badan: 200/1000 x 1,04 mL = 0,208 mg/mL. Misalnya, berat badan rata-rata mencit adalah 25 g, maka 2-ME yang diberikan kepada mencit tersebut adalah: 25/1000 x 0,208 mL = 0,005 mg/mL. Larutan yang disuntikkan untuk seekor mencit adalah 0,1 mL yang di dalamnya mengandung 0,005 mL 2-ME dan 0,095 mL akuades. Tahap pengukuran berat badan Pengukuran berat badan dilakukan pada mencit semua kelompok sebelum di induksi larutan 2-ME, awal perlakuan dan akhir perlakuan. Mencit yang digunakan adalah mencit dengan berat badan berkisar 20-30 g. Tahap pengukuran kadar glukosa darah puasa Pengukuran kadar glukosa darah puasa dilakukan pada saat sebelum perlakuan, satu hari setelah pemberian lard, hari ke dua setelah induksi 2-ME, hari ke tujuh setelah induksi 2ME dan hari ke 14 setelah induksi 2-ME. Mencit dipuasakan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran. Tahapan ini untuk mengetahui apakah induksi yang diberikan telah memberian efek yang diharapkan (Sandu et al., 2005). Sampel darah yang diambil dari vena di daerah ekor mencit yang sudah dipuasakan selama 6 jam. Tahap induksi mencit dengan minyak babi (lard) Sebelum diinduksi dengan STZ dan 2-ME, mencit diberi lard untuk mengkondisikan mencit kondisi high fat diet. Induksi lard diberikan secara per oral selama 21 hari dengan dosis 0.3 mL/30 g berat badan mencit. Lard diberikan pada semua kelompok kecuali kelompok kontrol normal. Tahap induksi mencit diabetes dengan streptozotocin (STZ) Mencit dikondisikan diabetik dengan cara diinduksi streptozotocin(STZ), STZ atau 2-deoksidasil-(3-(metil-3-nitrosourea)-1-D-glukopiranosa dihasilkan oleh bakteri tanah Streptomycetes achromogenes dan digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 dan DM tipe 2(Szkudeski, 2001). STZ dilarutkan dalam bufer sitrat pH 4,5 dengan multiple low dose 30 mg/kg BB dan di injeksikan pada mencit secara intra-peritonial setiap hari selama 5 hari berturut-turut. Sebelum diinduksi STZ mencit diukur terlebih dahulu berat badannya. Mencit dengan berat badan ≤ 28 g diinduksi dengan dosis STZ 0,09 mL, mencit dengan berat badan 29-32 g diinjeksi dengan volume 0,1 mL, dan mencit dengan berat badan ≥ 33 g diinduksi dengan dosis 0,11 mL. Pada hari ke-2, ke-7 dan hari ke-14 setelah pemberian STZ terkahir, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa (GDP) menggunakan glukometer. Apabila kadar glukosa darah puasa melebihi (diatas 126 mg/dL) maka mencit dapat diindikasikan dalam keadaan hiperglikemik. Tahap pengelompokan dan perlakuan terhadap hewan coba Mencit (Mus musculus) yang telah diaklimasi pada kondisi kandang selama dua minggu, lalu dibagi menjadi lima kelompok perlakuan dengan masing masing kelompok terdapat enam ekor mencit. Kelompok kontrol normaltidak diberi larutan 2-ME. Kelompok kontrol positif diinduksi STZsetiap hari selama lima hariberturut-turutsecaraintra-peritonial, kemudian kelompok perlakuan pertama,kelompok perlaukan ke dua, dan kelompok perlakuan ke tiga diberi 2-ME dengan variasi dosis 2-ME 200 mmol/kg BB, 250 mmol/kg BB, dan 300 mmol/kg BB setiap satu kali sehari selama sepuluh hari berturut-turut. Kelompok perlakuan satu (P1)diberi 200 mmol/kg BB 2-ME setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut secara intra-peritonial. Kelompok perlakuan dua (P2) diberi 250 mmol/kg BB 2-ME setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut secara intra-peritonial. Kelompok perlakuan tiga (P3) diberi 300 mmol/kg BB 2-ME setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut secara intraperitonial. Tahappengukuran kadar nitrit Pengukuran kadar nitrit dilakukan dengan menggunakan uji ion nitrit. Berikut ini adalah tahap-tahap yang dilakukan dalam pengukuran kadar nitrit : Tahap I persiapan reagen 1. Griess Reagent I dibuat dari 0,3% sulfanilamide dalam 2,5% phosphoric acid. 2,5% phosphoric acid dibuat terlebih dahulu dengan melarutkan 2,5 mL phosphoric acid dalam 97,5 ml aquadest. 0,3 g sulfanilamide kemudian dilarutkan dalam 100 mL phosphoric acid 2,5%. Larutan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan stirrer. Larutan Griess Reagent I ini akan berwarna merah muda. 2. Griess Reagent II dibuat dari 0,3% naphtylenediamine dalam 2,5% phosphoric acid 2,5% phosphoric acid dibuat terlebih dahulu dengan melarutkan 2,5 mL phosphoric acid dalam 97,5 mL aquadest. 0,3 g naphtylenediamine kemudian dilarutkan dalam 100 mL phosphoric acid 2,5%. Larutan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan stirrer. Larutan Griess Reagent I ini akan berwarna abu-abu. Tahap pemeriksaan 1. Mencit dikorbankan dengan di eutanasia dengan kloroform 2. Darah diambil melalui ventrikel kanan dengan syringe 1 mL, sekitar 0,7 mL. 3. Darah di masukkan ke dalam tabung falcon dan diletakkan miring dalam suhu ruanganselama 2 jam. 4. Darah dalam tabung falcon kemudian di sentrifus dengan 5500 rpm selama 15 menit. 5. Supernatan yang didapat dari hasil sentrifus diambil sebanyak 150 µL kemudian di pindah ke dalam tabung Eppendorf baru. 6. Supernatan dalam tabung Eppendorf tersebut kemudian di beri TCA 10% sebanyak 300 µL lalu di sentrifus kembali selama 5 menit, 14000 rpm. 7. Sampel serum setiap pengulangan untuk setiap kelompok di ambil sebanyak 50 µL diletakkan dalam microplete 96-well maxisorb flat bottom. 8. Sampel serum 50 µLdalam microplete 96-well maxisorb flat bottom kemudian ditambahkan dengan 100 µLGriessReagent I dan ditambahkan dengan 100 µl GriessReagent II. 9. Sampel dikocok dengan perlahan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 – 15 menit. 10. Nilai Optical Density (OD) sampel dibaca pada ƛ = 540 nm menggunakan Thermo Fisher Scientific. 11. Kadar nitrit sampel (M) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan regresi nitrit standart yang telah diketahui sebelumnya sebagai berikut y = 0,242x + 0,083, (R = 0,850), dimana y adalah nilai OD dan x adalah konsetrasi. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnovuntuk mengetahui normalitas data, kemudian dilakukan uji Leveneuntuk mengetahui homogenitas data. Apabila data yang diperoleh homogen dan terdistribusi normal, maka dilakukan uji analisis varian satu arah (One Way ANOVA) untuk mengetahui ada beda pengaruh antar kelompok perlakuan. Sedangkan untuk mengetahui beda nyata antar kelompok perlakuan, maka dilakukan uji beda nyata terkecil menggunakan uji Duncan dengan taraf signifikasi 0,05 (α = 0,05). Apabila data yang diperoleh terdistribusi normal namun tidak homogen maka dilakukan uji Brown-Forsytheuntuk mengetahui ada beda pengaruh antar kelompok perlakuan. Kemudian dilanjutkan uji t-independendengan taraf signifikasi 0,05 (α = 0,05) untuk mengetahui beda nyata antar kelompok perlakuan. Uji statistik dilakukan menggunakan software SPSS 15. HASIL DAN PEMBAHASAN Adanya perubahan kadar glukosa darah puasa pada berbagai kelompok perlakuan mulai dari kadar glukosa darah puasa pada mencit sebelum perlakuan dilakukan, 1 hari setelah pemberian lard, hari ke dua setelah induksi 2-ME, hari ke tujuh setelah induksi 2-ME dan hari ke 14setelahinduksi 2-ME menunjukkan hasil yang beranekaragam. Gambar 1Kadar glukosa darah puasa sebelum perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Gambar 2Kadar glukosa darah puasa setelah pemberian lard. Huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Gambar 3Kadar glukosa darah puasa hari ke dua setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Gambar 4Kadar glukosa darah puasa hari ke tujuh setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Gambar 5Kadar glukosa darah puasa hari ke-14 setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Beradasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada hari kedua setelah induksi 2-ME dilakukan terlihat bahwa KN (kontrol normal) dan KP (kontrol positif) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan antara kelompok KN (kontrol normal) dengan kelompok P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB) terdapat beda signifikan. Hal tersebut dikarena pada kelompok KN (kontrol normal) tidak di induksi dengan 2-ME melainkan hanya diinduksi dengan akuades saja. Kemudian jika kelompok KP (kontrol positif) dibandingkan dengan kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB) menunjuukan adanya perbedaan signifikan antara KP (kontrol positif) dengan P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB 2-ME) dikarenakan 2-ME proses oksidasi senyawa 2-ME yang masuk ke dalam tubuh biasanya terjadi di sitoplasma mitokondria hati (Dreosti, 1991) sehingga tujuan utama 2-ME masuk ke dalam tubuh adalah organ hati , selain itu senyawa 2-ME di dalam tubuh akan ikut dalam aliran darah dan masuk ke dalam sel, selanjutnya 2-ME akan mengalami transformasi metabolik menghasilkan metabolit primer dan sekunder, berbeda hal nya dengan streptozotocin (STZ) yang secara selektif merusak sel β di pulau Langerhans pada organ pankreas (Ganong, 2003). Perbedaan letak sasaran utama organ yang dituju oleh senyawa-senyawa tersebut menyebabkan hasil yang berbeda karena pada senyawa 2-ME yang sasaran utamanya adalah mitokondria hati dan setelah dioksidasi dalam tubuh akan menghasilkan metabolit sekunder yaitu MAA dan MALD dimana kereaktifan dari MALD dapat menyebabkan kerusakan sel(Dhalluin et al., 1999) dan dampak dari MAA dapat menyebabkan efek teratogenik dan toksik terhadap organ tubuh (Rumanta, 2001). Akibat adanya dampak dari MAA dan MALD yang mampu merusak organ dan sel pada tubuh, hal tersebut dapat memicu timbulnya ROS, 2-ME telah terbukti menghasilkan radikal H2O2 dalam proses oksidasinya, reduksi oksigen molekular selama respirasi sel di mitokondria juga memicu terbentuknya radikal dengan memroduksi superoksida (O2-), hidroksi (HO) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Sudjarwo, 1999 dalam Maslachah, 2003). Semakin banyaknya radikal bebas yang terkandung dalam tubuh akan menyebabkan meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan organ lain dan pada kasus ini apabila kerusakan organ tersebut merusak sel β pankreas maka hal tersebut akan mempengaruhi kestabilan dari kadar glukosa darah itu sendiri. Jika dilihat dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa pengujian pada hari ke dua setelah induksi 2-ME menunjukkan hasil yang paling efektif dimana pada kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB) memiliki kadar glukosa darah tertinggi yaitu 163 mg/dl, hal tersebut dapat terjadi karena 2-ME memiliki sifat yang cepat, dampak akut dari senyawa 2-ME bersifat pendek atau cepat setelah pemapaparan 2-ME tersebut ( New Jersey Departement of Health and Senior Services, 2002), sehingga semakain cepat pengujian dilakukan hasil yang diperoleh akan semakin baik dan apabila semakin lama dibiarkan efek dari senyawa 2-ME tersebut akan berkurang, hal tersebut didukung dengan penjelasan menurut WHO, (1990) yang menerangkan bahwa oksidasi 2-ME menjadi MAA di dalam serum dan plasma berjalan cepat, dengan waktu paruh sekitar 6 jam pada tikus, tetapi ekskresi MAA lambat, dengan waktu paruh sekitar 20 jam pada monyet dan waktu paruh MAA pada urin manusia adalah 77 jam, MAA yang diekskresikan dalam urine manusia sekitar 86% dari 2-ME yang terhirup (Groeseneken et al., 1989; Shih, 2003). Pada hasil kadar glukosa darah puasa pada pengujian tujuh hari setelah induksi 2-ME dilakukan menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara kelompok KN (kontrol normal) dengan kelompok KP (kontrol positif), P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB) dan P3 (perlakuan dengan dosis 300 mmol/kg BB) hal tersebut dapat dikarenakan terjadi stres yang cukup tinggi pada hewan coba kelomok KN sehingga menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah puasa pada hewan coba yang digunakan sehingga kadar glukosa darah puasanya meningkat dari uji glukosa darah pada saat hari kedua setelah perlakuan terakhir dilakukan hingga mencapai 132 mg/dl dan pada akhirnya hasil kadar gluksoa darah puasa tidak berbeda signifikan dengan kadar glukosa darah puasa milik kelompok KP (kontrol positif) dan P1. Apabila dilihat dari KN (kontrol normal), KP (kontrol positif), P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB) dan P3 (perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) nilai ratarata kadar glukosa darah puasa yang paling tinggi adalah milik kelompok P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB) yaitu sebesar 134 mg/dl. Selanjutnya jika dibandingkan antara kelompok KN (kontrol normal) dan KP (kontrol positif) dengan kelompok perlakuan P1, P2, dan P3 yang menunjukkan adanya beda signifikan adalah antar KN (kontrol normal), KP (kontrol positif) dengan P2 (perlakuan 2-ME dengan dosis 250 mmol/kg BB). Hal ini dikarenakan pada kelompok P2 (perlakuan 2) mengalami penurunan berat badan jika dibandingkan dengan kelompok sebelumnya hal ini dapat di lihat pada Lampiran 3, sehingga hal itu juga dapat mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah puasa dari kelompok P2 (perlakuan 2) yang cukup signifikan dari kelompok itu sendiri. Selanjutnya untuk hasil pengujian nilai kadar glukosa darah puasa pada hari ke-14 setelah induksi 2-ME menunjukan hasil yang tidak signifikan pada seluruh kelompok perlakuan yang ada. Namun tetap nilai kadar glukosa darah puasa yang paling tinggi pada kelompok perlakuan 1 (P1) dengan pemberian dosis 200 mmol/kg BB 2-ME sebesar 142 mg/dl, hal tersebut dapat terjadi karena mulai terjadi proses pemulihan dari hewan coba itu sendiri, seperti hal nya penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hayati et al., (2004) bahwa lama waktu penghentian selama 3 minggu setelah pemberian 2-ME mampu memberi kesempatan untuk pemulihan. Gambar 6Hasil pengujian kadar nitrit. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada kelompok KN (kontrol normal) dengan kelompok KP (kontrol positif) memiliki beda signifikan, hal ini disebabkan oleh kelompok KN (kontrol normal) yang hanya di induksi oleh akuades sedangkan pada kelompok KP (kontrol positif) di induksi dengan STZ. Lalu apabila kelompok KN (kontrol normal) dibandingkan dengan kelompok P1, P2, dan P3, yang memiliki beda signifikan dengan kelompok KN (kontrol normal) yaitu kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB), hal tersebut disebabkan KN (kontrol normal) tidak di induksi dengan 2ME, sehingga memiliki perbedaan yang signifikan. Dan jika dibandingkan antara kelompok KP (kontrol positif) dengan kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB) menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Hal tersebut dikarenakan pengujian kadar nitrit ini dilakukan pada hari ke-21 setelah perlakuan terakhir dilakukan sehingga pada kelompok P1 (perlakuan dengan 2-ME dosis 200 mmol/kg BB) telah mengalami pemulihan kondisi seperti pada hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hayati et al., (2004) yang menyatakan bahwa lama waktu penghentian selama 3 minggu setelah pemberian 2-ME mampu memberi kesempatan untuk pemulihan.Hal ini juga kemungkinan dapat dipengaruhi oleh jumlah kandungan nitrit di dalam darah yang terhitung sedikit karena NO yang segera teroksidasi menjadi nitrit dan sisanya berupa nitrat inert yang tersebar ke seluruh tubuh (Ellis, 1998; Tsikas, 2005), didukung oleh pernyataan dari Gunawijaya, (2000) yang menyatakan bahwa NO akan cepat bereaksi dengan O2 membentuk nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Namun waktu paruh NO dan nitrit dalam darah sangat singkat yaitu masing-masing kurang dari 5 detik dan 13 menit (Tsikas, 2005). Dan, jika dibandingkan antara kelompok P2 (perlakuan 2-ME dengan dosis 250 mmol/kg BB) dengan kelompok P3 (perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) yang tidak beda signifikan, nilai rata-rata kadar nitrit, rata-rata milik kelompok P2 (perlakuan dengan 2-ME dosis 250 mmol/kg BB) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok P3 (perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) yaitu sebesar 0,611 M. Perbedaan nilai rata-rata kadar nitrit tersebut dapat terjadi akibat adanya gangguan pada hewan coba ditengah masa pengujian glukosa darah hari ke tujuh setelah perlakuan terakhir dilakukan, hal tersebut juga dikuatkan dengan berat badan hewan coba pada kelompok P2 yang mengalami penurunan begitu juga dengan kadar glukosa darahnya yang menurun secara signifikan, sehingga menyebabkan kadar nitrit milik kelompok P2 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok P3. Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kadar nitrit yang berpengaruh pada penelitian yang telah dilakukan ini yaitu pada kelompok P1 (pemberian dosis 200 mmol/kg BB 2-ME) yaitu sebeasar 0,493 M. KESIMPULAN 1. Pemberian variasi dosis senyawa 2-methoxyethanol berpengaruh terhadap kadar glukosa darah puasa. Pemberian senyawa 2-methoxyethanolpada dosis 200 mmol/kg BB pada pengujian kadar glukosa darah puasa hari ke dua setelah induksi 2-ME terbukti meningkatkan kadar glukosa darah puasa (hiperglikemia). 2. Pemberian variasi dosis senyawa 2-methoxyethanol berpengaruh terhadap kadar nitrit. Pada pemberian dosis 200 mmol/kg BB menurunkan kadar nitrit. DAFTAR PUSTAKA Alonso-Magdalena P, Morimoto S, Ripoll C, Fuentes E, Nadal A. The estrogenic effect of Bisphenol-A disrupts pancreatic beta-cell function in vivo and induces insulin resistance. Environment Health Perspective. 2006 Jan;114(1):106-12. Cranton, E. M. 2008. Diabetes and Obesity are Related to Plastics in Food and Beverage Containers. Dhalluin, S., Elias, Z., Doirot, O., Gate, L., Pages, N., Tapeiro, H., Vaseur, P., and NguyemBa, G., 1999. Apoptosis inhibition and ornithine decarboxylase superinduction as early epigenetic event in morphological transformation of syrian hamster embryo cells exposed to 2 methoxyacetaldehyde a metabolit of 2-methoxyethanol. Toxicology Letters105(2), 163-175. Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. Ke 20. EGC. Jakarta. H: 320-341. Hayati, A., Binti, Y., I. B. Rai Pidada, Win Darmanto, Dwi Winarni. 2004. Efek 2Methoxyethanol Terhadap Struktur Histologi Testis Mencit (Mus musculus). Berkala Penelitian Hayati. 10: 7-12. Rumanta, M., TW. Surjowo dan S. Sudarwati 2001. Pengaruh Asam Methoxoacetat terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Swiss Webster Jantan. Prociding Institute Technology Bandung. Bandung Ruse M, Nitrates and Nitrites. IPCS, Newcastle. United Kingdom. 1999. Available from: http://www.inchem.org/nitrates&nitrites.html. Diakses pada 17 Desember 2015. Thompson B, Nitrates And Nitrites Dietary Exposure and Risk Assessment. Institute of Environmental Science & Research Limited. Christchurch Science Centre. New Zealand. 2004. Available from: www.esr.cri.nz. Diakses pada 17 Desember 2015. Shih, T-s., A-T Hsieh., Y-H Chen., G-D liao., C-Y Chen., J-S Chou and S-H Liou. 2003. Follow Up Study of Haematological Effect in Workers Exposed to 2-Methoxyethanol. Occupational and Environmental Medicine. 60: 130-135 (www.accenvmed.com). Tsikas, D. 2005. Methods of Quantitative Analysis of The Nitric Oxide Metabolites Nitrite and Nitrate in Human Biological Fluids. Free Radical Reasearch. 39: 797-815. WHO. 1990. 2-Methoxyethanol, 2-ethoxyethanol and Their Acetates, Environmental Health Criteria 115. International Progamme on Chemical Safety. Geneva. Wild S., Roglic G., Green A., Sicree R., King H. 2004. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 27(5):53-1047. Yoshida T dan Tuder RM. 2007. Pathobiology of Cigarette Smoke-Induced Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland Physics Reviews.(87):1047-1082