i PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI

advertisement
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI,
DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP
PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh:
IRMA SURYANI RAHMAN
NIM: 208082000026
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI,
DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP
PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Irma Suryani Rahman
NIM: 208082000026
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203 2001121 1 003
Reskino, SE., Ak., M.Si
NIP. 19740928 200801 2 004
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa, 04 Desember 2012 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
1.
2.
3.
4.
Nama
NIM
Jurusan
Judul skripsi
: Irma Suryani Rahman
: 208082000026
: Akuntansi
: Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 Desember 2012
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19570617 1985 03 1 002
( ______________________ )
Ketua
2. Rahmawati, SE., MM
NIP. 19770814 200604 2 003
( ______________________ )
Sekretaris
3. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si
NIP. 19730615 200501 1 009
( ______________________ )
Penguji Ahli
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 23 Juli 2013 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1.
2.
3.
4.
Nama
NIM
Jurusan
Judul skripsi
: Irma Suryani Rahman
: 208082000026
: Akuntansi
: Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Juli 2013
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19570617 198503 1 002
( ______________________ )
Ketua
2. Dr. Rini, SE, Ak., M.Si
NIP. 19760315 200501 2 002
( ______________________ )
Sekretaris
3. Fitri Damayanti, SE, M.Si
NIP. 19810731 200604 2 003
( ______________________ )
Penguji Ahli
4. Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203 2001121 1 003
( ______________________ )
Pembimbing I
5. Reskino, SE., Ak., M.Si
NIP. 19740928 200801 2 004
( ______________________ )
Pembimbing II
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Irma Suryani Rahman
NIM
: 208082000026
Fakultas
: Ekonomi Dan Bisnis (FEB)
Jurusan
: Akuntansi (Pajak)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur
dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan
serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 01 Juli 2013
Yang Menyatakan
(Irma Suryani Rahman)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama
: Irma Suryani Rahman
2. Tempat Tanggal Lahir
: Tangerang, 19 Juli 1990
3. Alamat
: Perumahan
Villa
Cinere
Mas,
Kawasan
Matahari, Jl. Matahari 1 L3 No.36 Tangerang
Selatan 15419
4. Agama
: Islam
5. Nama Ayah
: H. Abdurahman Sidik
6. Nama Ibu
: Rochilah Abdurasyid, S.Sos
7. Nomor Telepon
: 085780677575
8. E-mail
: [email protected]
II. Data Pendidikan Formal
1. 1994 - 1996
: TK Seruni 407 Adiwerna Tegal
2. 1996 - 2002
: SDN 1 Kalikangkung Tegal
3. 2002- 2005
: SMPI Hasyim Asy’ari Tegal
4. 2005 - 2008
: SMAN 1 Pangkah Tegal
5. 2008 - 2012
: Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Jurusan
Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (Perpajakan).
vi
THE EFFECT OF FAIRNESS, TAX SYSTEM, DISCRIMINATION AND
PROBABILITY OF CHEAT DETACT AGAINTS TAXPAYER
PERCEPTIONS ABOUT ETHICAL OF TAX EVASION
ABSTRACT
This study examines to the influence of fairness, tax system, discrimination
and the probability of cheat detact against the taxpayer perceptions about the
ethical of tax evasion. The population was KPP Jakarta. The sample in this study
is determined by sampling convinience method, the data collected with the
distribution of questionnaires. The method of analysis used is multiple linear
regression. Based on the results of the analysis indicate that the fairness positive
and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion,
tax system has negative and significant on taxpayer perceptions about ethical of
tax evasion, discrimination positive and significant impact on taxpayer
perceptions about the ethical of tax evasion and the probability of cheat detact
significantly and negatively impact on taxpayer perceptions about the ethical of
tax evasion. The most dominant variable influencing taxpayer perceptions about
the ethical of tax evasion is discriminatory because it has a beta value of 0.587
standard coefficient
Keyword: Fairness, Tax System, Discrimination, Tax Audit, Ethical Perceptions
of Taxpayers, Tax Evasion.
vii
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN
KECENDERUNGAN PERSONAL TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Populasi penelitian ini
adalah KPP wilayah Jakarta. Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
metode convinience sampling, data di kumpulkan dengan pembagian kuesioner.
Metode analisis penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak,
sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak, diskriminasi berpengaruh postif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Variabel yang paling
dominan mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak
adalah diskriminasi karena memiliki nilai standard coeficient beta 0,587
Kata Kunci : Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, Pemeriksaan Pajak,
Persepsi Etika Wajib Pajak, Penggelapan Pajak
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem
Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan
terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Junjungan Nabi
besar Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan Para Sahabat. Peneliti
sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program
Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta selalu
menuntun peneliti dalam proses penyusunan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
2. Ibunda, Almarhum Ayahanda tercinta, adik ku tersayang Almarhumah
Andriyani Rahman, Kak Era Umbra Sari dan Kak Rima Fatima yang selalu
memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a yang tak pernah
putus - putusnya untuk peneliti, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
semangat, do’a dan kebahagiaan untuk terus berusaha memberikan yang
terbaik.
ix
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan
ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi, hingga
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Reskino, SE., M.Si, Ak., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan,
dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi hingga
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen beserta Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi
ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
7. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mas heri, mas ajiz, mas alfred,
mpok heni, mba ani, bu siska dll yang telah membantu peneliti dalam
mengurus segala kebutuhan administrasi dan lainnya.
8. Ibu Wahyu Suminarsasi, SE., M.Si., selaku Dosen UGM Yogyakarta yang
telah memberikan referensi penelitian kepada peneliti sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan dengan baik.
9. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru II (Bapak Pri), KPP Pratama Jakarta
Pancoran (Bapak Frandi), KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk II (Ibu Ela dan
Bapak Sembodo) dan KPP Pratama Jakarta Tamansari II (Bapak Soni dan
Bapak Supandi) yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
diperkenankan riset dengan menyebarkan kuesioner penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan fazlun, jodi, shandy, helmi, maulana, nawang,
soim, aya, anjani, nike, silvy, putri, tika, ani, iis, sam, eka, alifah, dian, otha dll
khususnya Akuntansi A angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas akhir kuliah. Seluruh sahabat,
terima kasih atas bantuan, semangat dan do’anya.
x
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu
kebahagiaan telah dipertemukan dengan kalian semua, terima kasih banyak.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi
dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 01 Juli 2013
(Irma Suryani Rahman)
xi
DAFTAR ISI
Cover Dalam .................................................................................................. i
Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................ ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .................................................. iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .............................................................. iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .............................................. v
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. vi
Abstract ........................................................................................................... vii
Abstrak ........................................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................................. ix
Daftar Isi ........................................................................................................ xi
Daftar Tabel .................................................................................................. xvi
Daftar Gambar .............................................................................................. xvii
Daftar Lampiran ........................................................................................... xviii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 15
1. Tujuan Penelitian .................................................................. 15
2. Manfaat Penelitian ................................................................ 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 18
A. Tinjauan Umum Tentang Pajak .................................................. 18
1. Pengertian Pajak..................................................................... 18
2. Fungsi Pajak .......................................................................... 20
3. Jenis Pajak ............................................................................. 22
4. Tata Cara Pemungutan Pajak ................................................. 23
5. Tarif Pajak ............................................................................. 27
6. Pengertian Wajib Pajak (WP) ............................................... 28
xii
B. Etika ........................................................................................... 30
1. Pengertian Etika .................................................................... 30
2. Jenis-Jenis Etika .................................................................... 30
C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) .............................................. 33
1. Pengertian Penggelapan Pajak .............................................. 33
2. Dampak Penggelapan Pajak .................................................. 34
D. Keadilan ..................................................................................... 37
1. Jenis Keadilan Pajak .............................................................. 37
2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak......................................... 41
E. Sistem Perpajakan ...................................................................... .. 45
1. Asas Perpajakan ..................................................................... 45
2. Sistem Perpajakan di Indonesia ............................................ 46
F. Diskriminasi ............................................................................... 53
G. Pemeriksaan Pajak ..................................................................... 54
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak .............................................. 54
2. Kriteria Pemeriksaan Pajak .................................................... 55
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak ..................................................... 57
4. Wewenang Pemeriksaan Pajak ............................................. 58
5. Standar Pemeriksaan Pajak .................................................... 58
6. Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak ............................................... 59
7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak.......................................... 66
H. Penelitian Terdahulu .................................................................. 67
I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis ................................. 72
1. Keadilan dengan Etika Penggelapan Pajak ........................... 72
2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak ............ 73
3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak...................... 75
4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika
Penggelapan Pajak ................................................................ 77
J. Kerangka Pemikiran ................................................................... 78
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 79
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 79
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 79
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 80
D. Metode Analisis Data ................................................................ 81
1. Statistik Deskriptif ............................................................... 81
2. Uji Kualitas Data ................................................................... 81
3. Uji Asumsi Klasik ................................................................. 83
4. Uji Hipotesis Penelitian ........................................................ 85
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian .......................................... 88
1. Variabel Independen (X) ....................................................... 88
2. Variabel Dependen (Y): Etika Penggelapan Pajak ............... 92
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 96
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................... 96
1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 96
2. Data Responden .................................................................... 97
B. Hasil dan Pembahasan ............................................................... 101
1. Hasil Uji Kualitas Data ......................................................... 101
a. Hasil Statistik Deskriptif .................................................. 101
b. Hasil Uji Validitas ............................................................ 102
c. Hasil Uji Reliabilitas ........................................................ 105
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ....................................................... 106
a. Hasil Uji Normalitas ......................................................... 106
b. Hasil Uji Multikolinearitas ............................................... 107
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................... 108
3. Hasil Uji Hipotesis ................................................................. 109
a. Hasil Uji t (parsial) ........................................................... 109
b. Hasil Uji F (Simultan) ...................................................... 116
c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda ................... 117
d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ................. 118
C. Interpretasi ................................................................................ 120
xiv
BAB V
Kesimpulan Dan Saran ................................................................ 124
A. Kesimpulan ................................................................................ 124
B. Implikasi .................................................................................... 125
C. Saran ........................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 127
LAMPIRAN ................................................................................................... 130
xv
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak ........................................ 4
1.2
Kasus Penggelapan Pajak .............................................................. 7
2.1
Penelitian Terdahulu ...................................................................... 68
3.1
Operasional Variabel Penelitian .................................................... 93
4.1
Data Distribusi Sampel Penelitian ................................................. 97
4.2
Sampel Penelitian........................................................................... 97
4.3
Data Statistik Responden .............................................................. 98
4.4
Hasil Statistik Deskriptif ............................................................... 102
4.5
Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan .......................................... 103
4.6
Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan ........................... 103
4.7
Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi .................................... 104
4.8
Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi
Kecurangan ................................................................................... 104
4.9
Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak ........................... 105
4.10
Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................... 105
4.11
Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................... 108
4.12
Hasil Uji t (Parsial) ........................................................................ 110
4.13
Hasil Uji Statistik F (Simultan)...................................................... 116
4.14
Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 117
4.15
Hasil Uji Determinasi R2 ............................................................... 118
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................... 78
4.1
Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 99
4.2
Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ............. 99
4.3
Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ....... 100
4.4
Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan ......................... 101
4.5
Hasil Uji Normalitas Data .............................................................. 107
4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 109
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Kuesioner Penelitian ..................................................................... 130
2
Data Mentah hasil Jawaban Responden ........................................ 136
3
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................... 151
4
Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 156
5
Surat Riset Penelitian .................................................................... 159
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka
membiayai
pelaksanaan pembangunan nasional,
Pemerintah terus berusaha meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
khususnya sektor non migas. Dari sektor ini, Pemerintah terus meningkatkan
penerimaan Negara dimana yang menjadi andalan adalah penerimaan dari
sektor pajak. Menurut Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi
seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan
undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya
imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut
undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai
dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1).
Ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: 1) Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya
dapat dipaksakan; 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi
pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; 5)
Pajak mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur (Waluyo, 2010:5).
1
Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang
menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum
terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self
assessment system, dan withholding system. Seiring dengan berjalannya waktu,
sejak adanya reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai
menerapkan self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut
untuk berperan aktif, mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi
SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan
menyetorkan kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai
pembina, pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan
oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila
masyarakat memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary
tax compliance) yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1).
Dengan menganut prinsip self assessment system tersebut pemerintah
memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan
menegakan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu
pelayanan yang prima diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman
dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut
serta berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional (Setiawan,
2008:174).
2
Seperti yang diketahui, belum optimalnya penerimaan pajak di negara
berkembang, khususnya Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh masih
buruknya administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan berkorelasi
langsung dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), penggelapan
pajak (tax evasion), dan korupsi pajak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tax
gap, yaitu selisih antara kewajiban pajak yang seharusnya dengan pajak yang
dibayar. Tax gap dibedakan menjadi tiga: non-filing gap yaitu tax gap yang
terjadi karena pajak yang terutang tidak dibayar dan wajib pajak tidak
menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), underreporting gap yaitu
pajak yang dilaporkan dalam SPT dan berada di bawah yang seharusnya,
underpayment gap yaitu potensi pajak yang hilang akibat wajib pajak
menyampaikan SPT tetapi tidak membayar pajak yang seharusnya terutang.
Seperti
yang
dikemukakan
oleh
Adams
bahwa
orang-orang
telah
menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak. Mereka
melakukan hal tersebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu
beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus
menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila
tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa
dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Nickerson, et
al, 2009:1).
Fakta di lapangan menunjukkan dengan fenomena dimana sampai saat
ini pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, bisa dilihat
dari penjelasan dari Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak A. Fuad Rachmany yang
3
memaparkan bahwa realisasi penerimaan pajak cenderung mengalami
penurunan, berikut peneliti tampilkan target dan realisasi penerimaan pajak ke
dalam format tabel pada lima tahun terakhir:
Tabel 1.1
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak
Target
Realisasi
Persentase
Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak
2007
395 triliun
382,22 triliun
96,7 %
2008
480,9 triliun
494,1 triliun
102,7 %
2009
528 triliun
515,73 triliun
97,61 %
2010
661,4 triliun
649,042 triliun
98,12 %
2011
878,7 triliun
873,9 triliun
99,3 %
2012
1.016,2 triliun
1.021,8 triliun
100,5 %
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia
dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Dirjen pajak, 2013)
Tahun
Dilihat dari gambaran tabel diatas menunjukan adanya pendapatan
pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, hanya pada tahun 2008 dan
2012 target penerimaan pajak dapat tercapai, namun seiring dengan
berkembangnya waktu penerimaan pajak yang fluktuatif dari tahun ke tahun
yang dapat kita lihat dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2007 (96,7%)
2009 (97,61%), 2010 (98,12%), 2011 (99,3%) tidak mencapai target
penerimaan pajak yang telah ditentukan.
Salah satu indikasi tidak tercapainya target penerimaan pajak, yaitu
adanya praktek penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dari tiap
tahunnya realisasi penerimaan pajak, terutama PPh tidak mencapai target.
Seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen
Pajak M. Iqbal Alamsjah dalam surat kabar elektronik ANTARA, dalam
keterangannya dia mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat
sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan
4
tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai
97,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2010. Berbagai macam
statemen bermunculan, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak
melaporkan semua penghasilannya, serta kasus kerjasama penggelapan pajak
antara petugas pajak dengan wajib pajak (Suminarsasi, 2011:1).
Pada umumnya baik Wajib Pajak pribadi maupun badan cenderung
mengupayakan untuk membayar pajak serendah-rendahnya, bahkan jika
memungkinkan akan berusaha untuk menghindarinya. Sesuai dengan undangundang pajak yang berlaku, bahwa setiap Perusahaan yang didirikan di
Indonesia atau melakukan kegiatan di Indonesia merupakan Wajib Pajak,
dimana sebagai Wajib pajak Perusahaan dituntut untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan,
dimana Wajib pajak menganggap bahwa pajak merupakan momok yang dapat
mengurangi pendapatan sehingga beban pajak harus ditekan seminimal
mungkin bahkan dengan menghindari pajak tersebut.
Berbagai cara dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari
kewajibannya, baik menggunakan cara yang diperbolehkan oleh undangundang maupun cara yang melanggar peraturan undang-undang yang berlaku.
Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar dan menentang
peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion yang
akan merugikan Negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan
pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya
dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan
yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan pengelolaan yang
baik disebut Tax Avoidence (Masri, 2012:1).
5
Pengertian–pengertian pajak menurut para ahli menunjukan bahwa
pajak mempunyai karakteristik hubungan searah, di mana pihak yang satu
mempunyai kewajiban membayar, namun pihak yang lain tidak mempunyai
kewajiban apapun secara langsung terhadap pihak yang membayarnya tersebut.
Hal ini menyebabkan munculnya kesenjangan kepentingan antara pemungut
pajak yang kemudian menimbulkan pertentangan diametral (Suminarsasi,
2011:2).
Pertentangan diametral disini berarti bahwa fiskus sebagai pihak yang
diuntungkan dalam proses penerimaan pajak, akan selalu berusaha untuk
mencapai target pemasukan ke dalam kas negara sebesar–besarnya. Di lain
pihak, masyarakat pembayar pajak sebagai pihak yang harus membayar pajak
tanpa mendapatkan pengembalian jasa secara langsung akibat pembayaran
yang dilakukannya, akan berupaya sebaliknya, yaitu mencari cara agar dapat
mengurangi pajak terutang yang harus dibayar kepada kas Negara. Hal ini
terjadi karena dari sudut pandang pembayar pajak, pajak merupakan biaya
yang akan mengurangi laba atau kenikmatan yang diperolehnya. Pandangan
inilah yang kemudian mendorong munculnya perencanaan pengurangan pajak
yang harus dibayar (Ayu, 2009:2).
Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang bertujuan untuk mengurangi
jumlah pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Tax Avoidance maupun
dengan Tax Evasion. Meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama,
namun karakteristik keduanya sangatlah berebeda. Tax Avoidance diartikan
sebagai kegiatan penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah–celah
(loophole) dari peraturan–peraturan dan perundang–undangan perpajakan yang
6
berlaku di negara tempat masyarakat pembayar pajak berada. Sulitnya
penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk
melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan
menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak (Ayu, 2009:2).
Berbagai macam kasus adanya tindak penggelapan pajak yang marak
terjadi di Indonesia pada khususnya dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1.2
Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia
No.
1.
2.
Tersangka
Tuduhan
KPP/Perusahaan
Sanksi Bagi
Dugaan Kasus
Penggelapan dan
Mafia Pajak
(Tahun)
Kasus
Kecurangan
yang Terlibat
Fiskus/Wajib
Pajak
Gayus
Halomoan
Tambunan
Penggelapan
pajak, Suap
pajak dan
PT Mega Cipta
Jaya Garmindo,
PT Metropolitan
Vonis
hukuman
penjara total
(2009)
hakim , Mafia
pajak,
Pemalsuan
paspor,
gratifikasi
Retailermart, PT
Megah Citra
Raya, PT Surya
Alam, Bakrie
Group
28 tahun, dan
masih ada
beberapa kasus
dengan tahap
banding.
Suwir Laut
Penggelapan
PT Asian Agri
Denda dua kali
(2011)
pajak,
penyampaian
surat
pemberitahuan
dan keterangan
Goup
lipat tagihan
pajak yakni
sebesar Rp 2,5
triliun plus
sanksi denda
palsu
48% dari
tagihan pajak.
Bersambung ke halaman berikutnya
7
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia
No.
3.
Tersangka
Dugaan Kasus
Penggelapan
dan Mafia
Pajak (Tahun)
Bahasyim
Assifie (2011)
Tuduhan
Kasus
Kecurangan
KPP/Perusahaan
yang Terlibat
Sanksi Bagi
Fiskus/Wajib
Pajak
Menerima suap
dari Wajib
Pajak yang
melakukan
keberatan dan
Kepala KPP
Jakarta VII, KPP
Koja dan KPP
Palmerah
Hukuman
enam tahun
penjara dan
denda Rp. 500
juta
banding,
pencucian uang
4.
Johnny Basuki
(2012)
Kasus suap
kepada
pegawai pajak
PT Mutiara Virgo
(MV)
Hukuman
penjara dua
tahun dan
denda Rp 100
juta
5.
Herly
Isdiharsono
(2012)
Menerima suap
untuk
mengurangi
pajak PT
Mutiara Virgo
KPP Pratama
Jakarta Palmerah,
Jakarta Barat dan
PT Mutiara Virgo
Penjara
selama enam
tahun dan
denda Rp 500
juta subsider
dan pencucian
uang
6.
Dhana
Widyatmika
(2012)
enam bulan
kurungan
Penggelapan
pajak,
Pencucian
KPP Pratama
Jakarta Pancoran,
PT Kornet Trans
Hukuman
sepuluh tahun
penjara dan
uang, suap
pajak,
pemerasan
pajak
Utama dan PT
Mutiara Virgo
denda Rp 300
juta subsider
tiga bulan
kurungan
penjara
Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013
8
Banyaknya skandal dan kekacauan yang terjadi di institusi dan individu
dalam bidang perpajakan merupakan akibat dari kegagalan etis/ethical failure
(Hartman, 2008:27). Dimana semua orang (pada posisi manapun) di sebuah
institusi selalu menemui masalah yang menuntut keputusan yang bersifat etis.
Dalam hal ini tindak penggelapan pajak akan dianggap menjadi suatu
perbuatan yang etis dikarenakan buruknya birokrasi yang ada dan minimnya
kesadaran hukum Wajib Pajak terhadap tindakan tersebut, seperti halnya
dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2006) menjelaskan bahwa
penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya
keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi
pemerintah, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah
dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan pajak
Negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi
terkait dalam membayarkan pajaknya.
Tax evasion adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan
di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih
rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan
atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya
(overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih
parah adalah apabila Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan
penghasilannya (non-reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang
informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam
9
membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi
kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk
melakukan tax evasion (Izzah, 2008:3).
Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak
mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan harga atau jika
pendapatan
menyebabkan
kenaikan
pajak.
Dengan
demikian,
pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari segi
moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga
menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak. Namun, percakapan
pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan, setidak-tidaknya beberapa
sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan pajak tidak selalu etis. Ulama
dan sarjana Muslim mengutip dari segi perspektif Quran untuk membenarkan
pendapatnya. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak seseorang pastilah
diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh-sungguh dalam
kehidupan beragama. Dengan demikian, jikalau ajaran agama itu mengandung
nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut
menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah
sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia (fiskus dan WP).
Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilainilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksananya. Dengan kata lain,
etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi
kesuksesan pemungutan pajak. Bila nilai etika tersebut dijunjung tinggi, maka
aparat pajak maupun Wajib Pajak tentunya sebisa mungkin akan bersikap
10
profesional dan menjalankan perannya dengan baik, demikian juga sebaliknya
(Nickerson, et al, 2009:3).
Salah satu upaya pemerintah dalam menangani kecurangan dalam
perpajakan yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan pajak, karena pada masa
sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh
Wajib
Pajak,
diantaranya
adalah
memanipulasi
pendapatan
atau
penyelewengan dana pajak. Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk menguji
sejauhmana kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya (Aritonang, 2010:2).
Pemeriksaan pajak yang telah di laksanakan dapat memberikan
pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak
oleh WP yang diperiksa. Pendapat tersebut menunjukan bahwa pemeriksaan
pajak merupakan bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment,
karena tujuan pemeriksaan adalah menguji kebenaran pajak terutang yang
dilaporkan WP berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dalam
meningkatkan kepatuhan sukarela dari WP diperlukan keadilan dan
keterbukaan dalam menerapkan ketentuan perpajakan, dan prosedur perpajakan
dengan pelayanan prima terhadap WP yang melaksanakan kewajiban
perpajakan, disamping pengawasan dan penegakan hukum (Salip, 2006:3).
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif
etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi
tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Menurut literatur katolik memberikan
beberapa alasan yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu
11
hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi
pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak (Nickerson, et
al, 2009:3), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa
penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini
karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat
kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi
melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi
lainnya terlihat buruk (McGee, 2008:5).
Nickerson, et al, (2009:4) membahas tentang dimensionalitas skala
etika tentang penggelapan pajak. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus
orang di enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item
disajikan, dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan
pajak (tax evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala
etis dari item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan
positif dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan
kegunaan negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan
penggelapan pajak dalam kondisi tertentu.
Determinan - determinan atas kecenderungan untuk melakukan
penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di Argentina. Dengan
menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi cemas, 2) persepsi
tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang seberapa baik
pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan teknologi yang
dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari pajak (Ayu,
2009:2).
12
Penelitian ini selanjutnya mengacu pada variabel-variabel seperti yang
dilakukan oleh Andres dengan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku di
Indonesia. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011)
menghasilkan bahwa keadilan berpengaruh positif, sistem perpajakan
berpengaruh negatif dan diskriminasi berpengaruh positif terhadap etika
penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di Yogyakarta.
Berdasarkan paparan penelitian mengenai perilaku wajib pajak (dalam
berbagai aspek) yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya wajib pajak
akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia
untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga
tahapan yang akan dilakukan oleh seorang wajib pajak dalam melakukan
penghindaran kewajibannya dalam membayar pajak, langkah pertama yaitu
dengan melakukan penghindaran pajak secara legal ataupun illegal. Apabila
upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan, maka wajib pajak akan mulai
menerima bahwa pajak itu merupakan kewajiban dengan tetap melakukan
usaha meminimalkan beban pajaknya. Dan ternyata jika hal tersebut telah
dilakukan (atau ternyata tidak dapat dilakukan secara maksimal), maka barulah
wajib pajak akan membayar kewajiban pajaknya tersebut.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan
menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan
dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan
pemahaman yang menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk
kemaslahatan masyarakat umum dan meningkatkan pengawasan dari berbagai
13
kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan untuk menjadikan
masayarakat/WP bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan
dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk
penelitian ini merupakan implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Suminarsasi (2011). Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu:
1. Adanya penambahan variabel independen. Penelitian ini menggunakan
variabel independen keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan. Sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, dan
diskriminasi.
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Pribadi
Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya adalah
Wajib Pajak pribadi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 sedangkan penelitian
sebelumnya pada tahun 2011.
Dari berbagai uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini karena maraknya tindak penggelapan pajak yang terungkap
akhir-akhir ini yang banyak dilakukan oleh Wajib Pajak beserta fiskus. Selain
itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa mengukur sejauh mana
keberhasilan suatu Negara dalam mengoptimalkan pendistribusian dana pajak
secara adil dan merata, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
14
variabel-variabel terkait terhadap persepsi dari wajib pajak terhadap tindakan
penggelapan pajak. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul
“Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan
Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak dalam Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang penelitian diatas penulis merumuskan
masalah sbb:
1. Bagaimana keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak ?
2. Manakah variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan
mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan
pajak) ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi Wajib
Pajak mengenai etika penggelapan pajak
15
b. Untuk menganalisis variabel independen (keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling
dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika
penggelapan pajak)
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan
Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak.
b. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak.
16
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya,
dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai
pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak.
d. Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan,
sistem
perpajakan,
diskriminasi
dan
kemungkinan
terdeteksinya
kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang pajak
1. Pengertian Pajak
Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang
tercantum dalam undang-undang yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya:
Definisi pajak menurut Undang-undang No.28 tahun 2007, pajak
adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat dipaksakan dan tanpa
adanya timbal jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara (Suminarsasi,
2011:1).
Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak
oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan
secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2).
18
Menurut Djayaningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan
sebagaian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan
sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Resmi, 2009:1)
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur - unsur:
a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan.
b. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
c. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke negara
(pemerintah)
d. Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.
e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi
budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
digunakan untuk membiayai investasi publik.
f. Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi (fungsi regulerend). Contoh: dikenakan pajak yang tinggi
terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat
ditekan.
19
Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Setiap
Wajib Pajak yang membayar iuran atau pajak kepada negara tidak akan
mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang
secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah
yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana
irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.
2. Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2009:3) fungsi pajak dalam masyarakat suatu
negara terbagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:
a. Fungsi Budgetair (sumber dana bagi pemerintah) fungsi ini bertujuan
untuk memasukan penerimaan uang untuk kas negara sebanyakbanyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (APBN) sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah
ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang
berimbang tercapai.
b. Fungsi Regulerend (mengatur) fungsi pajak yang secara tidak langsung
dapat mengatur dan menggerakan perkembangan sarana perekonomian
nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang
demikian maka akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak
yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat
lagi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi regulerend adalah:
20
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka
tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal
harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi
gaya hidup mewah).
2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar
pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapatan.
3) Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para pengusaha
terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat
memperbesar devisa Negara.
4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan hasil barang industri
tertentu,
seperti
industri
semen,
rokok,
baja
dan
lain-lain:
dimaksudkan agar terdapat penekanan terhadap produksi tersebut
karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan
kesehatan).
5) Pemebebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
6) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing
agar menanamkan modalnya di Indonesia.
21
Berdasarkan fungsi pajak diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau daerah
sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan
pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi
regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi
dan budaya.
3. Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:5) terdapat berbagai jenis pajak yang
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut golongannya,
menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.
a. Menurut golongannya, jenis pajak terdiri:
1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain.
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
b. Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari:
1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan
pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan pada subjeknya.
2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa yang
mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar
pajak,
tanpa
memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun
tempat tinggal.
22
c. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari:
1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umumnya.
2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga masing-masing
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas bahwa jenis-jenis dari pajak
daerah pada hakekatnya sama dengan pajak pusat, yaitu dalam
pemungutannya pajak pusat maupun pajak daerah sama harus berdasarkan
peraturan perundang-undangan begitu juga dengan hasil penerimaannya
dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, baik pembangunan pusat
maupun pembangunan daerah, dan yang membedakannya hanyalah
pelaksana pemungutnya.
4. Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2009:16) tata cara pemungutan pajak terdiri atas
stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.
a. Stelsel Pajak
1) Stelsel nyata (rill), stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak
didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan
maka objeknya adalah pajak penghasilan). Oleh karena itu,
pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu
tahun pajak diketahui.
23
2) Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
3) Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak
didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Dianutnya suatu stelsel pajak tertentu dalam suatu negara
membawa adanya sistem pemungutan tertentu juga di dalamnya, seperti
yang telah di uraikan di atas stelsel dibagi menjadi tiga, dan ketiganya
juga memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing.
b. Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:7) dalam era globalisasi sekarang ini,
batas negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan
memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini
penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa
dilakukan sebagai berikut:
1) Asas domisili (asas tempat tinggal)
Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau
tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana Wajib
Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak
tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut
diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa
melihat kebangsaan atau kewarganegaraan Wajib Pajak tersebut.
24
2) Asas sumber
Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber
pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini,
negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut
berhak
memungut
pajak
tanpa
memerhatikan
domisili
dan
kewarganegaraan Wajib Pajak.
3) Asas kebangsaan
Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan
atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana
sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal
(domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara
ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu
undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang
akan dijadikan landasan oleh negara. Seperti yang telah di uraikan di atas
merupakan asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.
c. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment
System, With Holding System.
25
1) Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada
pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak
timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.
2) Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari,
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.
Di Indonesia, menerapkan ketiga sistem tersebut: (1) Official
assessment system diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak
mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi Wajib Pajak
tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan
26
Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP
dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar . (2) Self assessment system
contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk
Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa
PPN. PBB juga menganut system self assessment dimana Wajib Pajak
diberikan kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada Wajib
Pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang
dikuasai
dimiliki
atau
dimanfaatkan
(self
declaration)
dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). (3) With
Holding System diterapkan dalam mekanisme pemotongan atau
pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal
26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti
atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut.
Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP).
Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
5. Tarif Pajak
Menururt Mardiasmo (2009:9) pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada
empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif progresif,
dan tarif degresif.
27
a. Tarif Proposional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang
dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
b. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
c. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
d. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak
semakin besar.
Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak,
dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam
UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana
diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Sedangkan untuk pajak
pertambahan nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.
6. Pengertian Wajib Pajak (WP)
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
28
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai
dengan undang-undang KUP antara lain:
a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat
untuk mendapatkan NPWP.
b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan
benar, lengkap dan jelas.
c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos
atau Bank persepsi yang ditunjuk.
Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini
terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.
29
B. Etika
1. Pengertian Etika
Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "Ethos"
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu
"mos" yang dalam bentuk melakukan perbuatan baik dan menghindari halhal tindakan yang buruk. Menurut seorang muslim etika adalah cara
manusia berprilaku yang didasarkan pada aturan-aturan agama dan
masyarakat (Izza, 2008:4).
2. Jenis - Jenis Etika
Untuk menganalisis arti etika, menurut Bertens etika dibedakan
menjadi dua, yaitu (Syopiansyah, 2009:4):
a. Etika Sebagai Praktis
1) Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh yang dipraktekkan atau
justru tidak diparktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
2) Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sejauh dengan nilai dan
norma moral.
b. Etika Sebagai Refleksi
1) Pemikiran moral berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2) Berbicara tentang etika sebagai praktis atau mengambil praktis etik
sebagai objeknya.
3) Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang.
30
Menurut Sidik (2007), etika dapat dikelompokan menjadi dua
definisi yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang
yang beretika adalah orang yang baik, dan
b. Etika merupakan hukum sosial. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika
bertugas:
1) Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku;
2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya;
3) Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orangtua,
sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan
yang harus ditaati;
4) Etika dapat mengantarkan manusia pada sifat kritis dan rasional;
5) Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab
bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombangambingkan oleh norma-norma yang ada.
Objek etika menurut Zubair (1987) adalah pernyataan moral, apabila
diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam, yaitu
pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia
sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif,
maksud, dan watak (Syopiansyah, 2009:6). Etika berhubungan dengan
empat hal yaitu:
a. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas
perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
31
b. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau
filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak,
absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki
kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
c. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu
apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
hina dan sebagainya. Jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan
atau cara hidup seseorang.
Etika mempunyai beragam makna yang berbeda, salah satu
maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau
kelompok”. Seperti penggunaan istilah etika personal, yaitu mengacu pada
aturan-aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan
pribadinya. Selain itu, kita menggunakan istilah akuntansi ketika mengacu
pada seperangkat aturan yang mengatur tindakan professional akuntan.
Untuk makna yang kedua, etika adalah “kajian moralitas.” Hal ini berarti
etika berkaitan dengan moralitas. Meskipun berkaitan, etika tidak sama
persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan (baik aktivitas
penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas
merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa
itu benar dan salah, atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011:4).
Setelah mengaitkan dengan moralitas, Velasquez mengembangkan
pengertian etika sebagai ilmu yang mendalami standar moral perorangan
dan standar moral masyarakat. Merujuk pada uraian di atas dapat diambil
32
pengertian bahwa etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang
per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup
perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya,
apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat (Suminarsasi, 2011:4).
C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
1. Pengertian Penggelapan Pajak
Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang
dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.
Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion)
“Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban
pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar
undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara
yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan
formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau
mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar”.
Menurut Siahaan (2010:110) mengatakan bahwa penggelapan pajak
“adalah usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari
kewajiban pajak yang sesungguhnya dan merupakan perbuatan yang
melanggar undang-undang pajak, sehingga membawa berbagai macam
akibat, meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang
keuangan, ekonomi, dan psikologi”.
Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan
pajak (tax evasion) adalah sebagai berikut:
“Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar ketentuanketentuan pajak yang berlaku. Pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi
administratif maupun sanksi pidana.”
33
Menurut Setiawan (2008:181) tax evasion yaitu
“cara menghindari pajak dengan cara-cara yang bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bila diketemukan
dalam pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi
administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.
Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan
Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2004:26),
adalah sebagai berikut:
a. Ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan
perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuanketentuan tertentu
b. Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil
c. Manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya
d. Sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat
e. Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak
f. Pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi
2. Dampak Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Menurut Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat
pada pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat
beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain
sebagai berikut:
a. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan
Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan
penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi
34
Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan
konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif
pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara
tepat, sering dikemukakan falsafah sebagai berikut, “Wajib Pajak yang
mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah
yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil
uang dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain
(untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak
yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”.
b. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi
Menurut Siahaan (2010:110), adapun akibat dari penggelapan
pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut
1. Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat
diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan
pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka
mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingansaingan yang tidak berbuat demikian.
2. Pengelakan/penggelapan pajak tersebut merupakan penyebab stagnasi
perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan
berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan
penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan
aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup-nutupinya agar
jangan sampai terlihat oleh fiskus.
35
3. Pengelakan/penggelapan
pajak
termaksud
juga
menyebabkan
langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan
keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupinya agar tidak
sampai terdeteksi oleh fiskus.
Oleh karena itu pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan
oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak
langsung menghambat pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan
mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang
dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran
modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha
menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak
sampai terdeteksi oleh fiskus.
c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi
Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang
psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk
melanggar undang-undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan
penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segansegan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi-komplikasi ini
pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak
penggelapan pajak, seperti: kemungkinan terungkapnya praktek penipuan
tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda
karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan
denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian kadang-
36
kadang terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan
kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya
tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya
terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan
mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya
secara jangka panjang (Siahaan, 2010:111).
Dari
penjelasan
di
atas,
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh WP memiliki
konsekuensi yang sangat beresiko secara materil dan non materil. Secara
materil bahwa WP akan menganggap perbuatan penggelapan pajak itu akan
menguntungkannya secara jangka panjang, akan tetapi konsekuensi yang
terjadi jika terungkapnya tindak penggelapan pajak tersebut, maka WP akan
membayar dengan kerugian berkali-kali lipat disertai dengan dengan denda
dan kurungan pidana dalam jangka waktu tertentu, ditambah pula jika WP
tidak mempunyai cukup dana untuk menutup denda yang diputuskan,
sejumlah asset akan disita dan bisa berdampak pada kebangkrutan bahkan
resiko kejiwaan.
D. Keadilan
1. Keadilan Pajak
Asas keadilan pemungutan pajak dibedakan menjadi dua (Rosdiana,
2008:18), yaitu:
a. Benefit Principle
Wajib pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang
dinikmatinya yang disediakan oleh pemerintah.
37
b. Ability Principle
Pajak dibedakan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan
membayar dan penghasilannya.
Keadilan oleh Siahaan (2010:112) dibagi dalam tiga pendekatan
aliran pemikiran, yaitu:
a. Prinsip Manfaat (Benefit Principle)
Seperti teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith serta beberapa
ahli perpajakan lain tentang keadilan, mereka mengatakan bahwa
keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan
bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang
diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang
diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi
berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak
yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur
pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya
menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran
pemerintah yang dibiayai oleh pajak.
b. Prinsip Kemampuan Untuk Membayar (Ability To Pay)
Dalam pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak
itu sendiri, terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran pemerintah
untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut prinsip
ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu,
dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan
kemampuannya.
38
Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai
pembebanan
pajak.
Pendekatan
prinsip
kemampuan
membayar
dipandang lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi dalam
pendapatan masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan
dengan penyediaan jasa-jasa publik (Siahaan, 2010:113).
c. Keadilan Horizontal Dan Keadilan Vertikal
Mengacu pada prinsip kemampuan untuk membayar, dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan pajak,
yaitu:
1) Keadilan Horizontal
Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib
Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama (equal
treatment for equals) dalam hal sebagai berikut (Andria, 2008:18):
a) Definisi penghasilan
Apabila beban pajaknya sama atas semua Wajib Pajak yang
memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan
yang sama, tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilan.
b) Globality
Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran
membayar (The Global Ability to Pay) karena itu harus
dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.
c) Net Income
Yang menjadi Ability to pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi
semua biaya yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan,
39
menagih dan memelihara penghasilan. Sebab penerimaan atau
perolehan yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan, tidak
dapat dipakai lagi untuk memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Jadi
yang dipakai untuk biaya tersebut bukan merupakan tambahan dari
kemampuan ekonomis.
d) Personal Exemption
Pengurangan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi
yang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
e) Equal Treatment for The Equals
Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa
membebankan jenis atau sumber penghasilan.
Prinsip keadilan horizontal ini diberlakukan kepada WP
dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat kesetaraan dalam
perolehan penghasilan. WP yang memiliki tingkat penghasilan yang
setara, akan dikenakan pajak yang setara pula. Tentunya disertai
dengan berapa besar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) masingmasing WP yang menjadi pengurang beban pajaknya.
2) Keadilan Vertikal
Sedangkan pemungutan pajak diakatakan adil secara vertikal
apabila orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang
berbeda dikenakan pajak penghasilan yang berbeda setara dengan
perbedaannya atau yang sering disebut dengan unequal treatment for
the unequals (Adrian, 2008:19 (Mansyuri, 1996:10)). Syarat-syarat
keadilan vertikal adalah sebagai berikut:
40
a) Unequal Treatment for The Unequals
Besarnya tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau
jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan
jenis atau sumber penghasilan).
b) Progression
Wajib Pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak
yang besar dengan presentase tarif yang besar.
Dalam hal ini keadilan vertikal dapat kita jumpai pada WP
yang memilki profesi dibidang keahlian pribadi, contohnya adalah
seorang dokter.
Dimana
seorang dokter
memiliki
tambahan
penghasilan lain diluar pekerjaannya di rumah sakit dengan membuka
praktek secara pribadi ditempat yang berbeda, maka dokter ini akan
dikenakan tarif penghasilan progresif, dan masih banyak lagi jenis
pekerjaan yang dikenakan tarif progresif.
2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak
Masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam
pemungutran pajak adalah bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak,
hal ini tidak mudah dijawab karena keadilan memiliki perspektif yang
sangat luas, dimana keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda.
Walaupun demikian, Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber
penerimaan harus berusaha untuk mencapai kondisi dimana masyarakat
secara makro dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang
pajak. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam
41
penerapan pajak, sebagai berikut (Siahaan, 2010:114-116 (pembahasan ini
diambil dari makalah kuliah perpajakan yang digunakan di STAN, tidak
dipublikasikan):
a. Keadilan Dalam Penyusunan Undang - Undang Pajak
Keadilan dalam penyusunan undang-undang merupakan salah
satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan
melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang
kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah
pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan
peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek
pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak,
tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang
mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya
secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang
dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang
dapat diberikan kepada WP, dan hal lainnya.
Undang - undang pajak yang disusun dengan mengakomodasi
perkembangan yang terjadi di masyarakat akan lebih mengakomodir
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat yang akan lebih mudah
diterima oleh masyarakat yang akan membayar pajak, karena mereka
diperlakukan secara adil oleh pemerintah dalam penetapan pungutan
wajib yang akan membebani WP. Untuk menilai apakah suatu undangundang pajak mewakili fungsi dan tujuan dari hukum pajak dapat
42
dilakukan dengan cara melihat sejauh mana asas-asas dalam pemungutan
pajak dimasukkan ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang pajak
yang bersangkutan. Untuk memenuhi keadilan perpajakan, maka
seharusnya
pemerintah bersama
dengan DPR mengikuti
syarat
pembuatan undang-undang pajak, yaitu syarat yuridis, ekonomi dan
finansial.
b. Keadilan Dalam Penerapan Ketentuan Perpajakan
Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan merupakan hal
yang harus diperhatikan benar oleh Negara/pemerintah sebagai pihak
yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik/memungut
pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah
melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan
pajak dengan baik.
Pada dasarnya salah satu bentuk keadilan didalam penerapan
hukum pajak adalah terjadinya keseimbangan antara pelaksanaan
kewajiban perpajakan dan perpajakan dari WP. Karena itu dalam asas
pemungutan pajak yang baik, fiskus harus konsisten dalam menerapkan
ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang pajak dengan juga
memperhatikan kepentingan WP, hal ini dapat dilihat dari contoh sebagai
berikut: Dalam pasal 27A ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa apabila pengajuan keberatan,
permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar
43
sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Lebih Bayar
(SKPLB) yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak,
kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila fiskus dengan sengaja
berlarut-larut waktu dalam melakukan pengembalian kelebihan karena
tidak diatur dalam batang tubuh undang-undang KUP kapan paling
lambatnya pengembalian ini harus dilakukan, dan di lain pihak kapanpun
pengembalian dilakukan
kepada WP diberikan bunga yang jumlah
maksimalnya tidak berubah karena telah ditentukan dalam sistem hukum
(yaitu maksimal 24 bulan). Terlebih jika sengaja tidak menerbitkan
imbalan bunga; hal tersebut tentulah akan menimbulkan ketidakadilan
bagi WP. kelebihan pembayaran pajak tersebut adalah hak sepenuhnya
milik WP yang harus dikembalikan. Dalam kasus tersebut timbul
pengikraran keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak yang berdampak
pada ketidak puasan masyarakat/WP dan mungkin berakibat menurunnya
kepatuhan atau menghilangnya kepatuhan WP dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
c. Keadilan Dalam Penggunaan Uang Pajak
Keadilan dalam penggunaan uang pajak merupakan aspek ketiga
yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan
44
dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut
dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang
bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar
pajak tidak menerima kontra prestasi secara langsung yang “dapat”
ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga
manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus
benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung
oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat
adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang
pajak oleh pemerintah.
E. Sistem Perpajakan
1. Asas Perpajakan
Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas
perpajakan yang harus ditegakan dalam membangun suatu sistem
perpajakan, Tjahjono mengemukakan dari Adam Smith dalam buku Wealth
of Nations, menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan
oleh empat asas, equality/equity, certainly, convenience of payment dan
economy (Andria 2008:14):
Tjahjono (2005:16) menjelaskan ke empat asas tersebut sebagai
berikut:
a. Equality dan equity
Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau
orang dalam keadaaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama.
45
b. Certainly
Kepastian hukum merupakan tujuan dari Undang-undang, dalam
pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat didalam
undang-undang harus jelas, tegas, tidak mengandung arti ganda atau
memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum banyak
tergantung pada susunan kalimat, susunan kata, dan penggunaan istilah
yang sudah dibakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut penggunaan
bahasa hukum sangat mutlak dibutuhkan.
c. Convinience of Payment
Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika Wajib
Pajak mempunyai uang. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai saat
Convinience yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak.
Seseorang yang menerima gaji akan lebih mudah membayar gaji pada
saat menerima gaji.
d. Economics of Collection
Dalam pembuatan undang-undang pajak perlu dipertimbangkan bahwa
biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk. Tidak
ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk biaya
pemungutan saja (Adrian, 2005:21 (Tjahjono dan Husein, 2005:16-17)).
2. Sistem Perpajakan di Indonesia
Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System,
With Holding System.
46
a. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada
pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah
dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus (Mardiasmo, 2009:9).
Menurut Siahaan (2010:178-179) sistem perpajakan yang telah
diterapkan pada perundang-undangan perpajakan atas penghasilan dan
kekayaan adalah sistem penetapan pajak oleh instansi pajak (official
assessment). Oleh karena itu berlaku hal-hal sebagai berikut:
1) Pemungutan pajak dibebankan kepada administrasi pajak, sehingga
berhasil atau tidaknya pemungutan pajak bergantung pada aktivitas
aparatur perpajakan, baik dalam mencari subjek pajak maupun dalam
menetukan besarnya pajak terutang.
2) WP dalam memenuhi kewajibannya mengisi dan memasukan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) tergantung pada aktivitas aparatur
perpajakan untuk mengirimkan SPT tersebut kepada WP. Meskipun
ditentukan, apabila sampai akhir bulan Maret tahun berikutnya masih
belum bisa menerima pengiriman SPT, WP diwajibkan mengambil
sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
3) Fungsi SPT adalah sebagai dasar administrasi perpajakan untuk
menetapkan besarnya pajak yang terutang. Hasil penghitungan dan
penetapan pajak tersebut tertuang pada Surat Ketetapan Pajak (SKP)
47
yang dikirimkan kepada WP yang bersangkutan. Pada saat SKP
diterbitkan, secara formal timbul utang pajak dan pada administrasi
perpajakan (KPP) timbul dasar penagihan pajak.
4) Sesuai fungsi SPT diatas, maka pada penyampaian SPT tidak
merupakan keharusan adanya pelunasan pajak terlebih dahulu atas
jumlah pajak yang terutang seperti yang tertera dalam SPT.
5) Terlambat menyampaikan SPT atau melakukan penundaan dalam
menyampaikan SPT tidak dikenakan sanksi, baik berupa denda
maupun bunga. Kecuali apabila telah diperingatkan secara tertulis dan
tercatat ternyata masih belum memenuhinya, kepada WP dikenakan
sanksi berupa penetapan secara jabatan, yaitu penetapan pajak
berdasarkan penghasilan yang telah diperkirakan oleh fiskus.
6) Kepasifan WP diatas juga terjadi pada tahun berjalan, dimana WP
baru melakukan pembayaran pajak apabila telah memperoleh SKP
meskipun masih bersifat sementara.
b. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung,
menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut
campur dan hanya mengawasi (Mardiasmo, 2009:9).
48
Menurut Siahaan (2010:184-185) self assessment system sebagai
suatu bentuk sistem hukum yang modern dibidang perpajakan, dan ini
sejalan dengan falsafah bangsa yang meletakkan pembayaran pajak
sebagai bentuk kegotongroyongan nasional sebagaimana yang dimaksud
dalam jiwa Pancasila. Dalam sistem ini pajak terutang bukan karena
adanya SKP (faham formal dalam utang pajak), namun adanya pajak
terutang karena timbulnya subjek memiliki objek pajak (faham material
dari timbulnya utang pajak). Dalam hal ini bukan berarti pengertian
faham formal timbulnya utang pajak (melalui penerbitan SKP) tidak ada,
SKP diterbitkan apabila WP memiliki kesalahan dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya, yang bersifat bukan merupakan perbuatan
pidana. Dalam hal kesalahan tersebut bersifat kekeliruan yang bersifat
manusiawi dari WP maka kekeliruan itu cukup diterbitkan Surat Tagihan
Pajak (STP) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007
yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008).
Menurut
Siahaan
(2010:185)
keuntungan
penerapan
self
assessment system adalah sebagai berikut:
1) Uang pajak dapat segera masuk ke kas Negara tanpa melalui proses
penagihan yang bertele-tele. Begitu suatu taatbestand terpenuhi, maka
telah ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib pajak tanpa
menunggu adanya SKP dari pejabat pajak. Dengan demikian WP
dapat segera membayar utang pajak ke kas Negara tanpa perlu
menunggu ditagih oleh fiskus. Tindakan penagihan tetap diperlukan,
49
hanya saja tidak dilakukan kepada semua WP tetapi terhadap WP
tertentu saja, yaitu WP yang tidak melunasi utang pajak sebagaimana
mestinya.
2) Karena tanpa melalui proses penagihan terhadap semua WP, maka ada
unsur efisiensi biaya pemungutan pajak. Fiskus hanya perlu
meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap WP agar mereka
memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar.
3) Adanya sanksi perpajakan bagi WP yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Baik sanksi administrasi
maupun
sanksi
pidana,
diharapkan
adanya
efek
jera
serta
menimbulkan tingkat kepatuhan di dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
4) Meningkatkan kebanggaan kepada masyarakat karena telah dipercaya
oleh Negara untuk melaksanakan hak dan kewajiban kenegaraannya
tanpa harus dilayani oleh fiskus; hal ini menunjukan telah
meningkatnya kecerdasan bangsa.
5) Meningkatkan kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax
compliance) masyarakat karena tanpa campur tangan fiskus yang
besar, masyarakat telah memahami tata cara pelaksanaan kewajiban
perpajakan secara baik dan benar.
Dengan demikian, penerapan self assessment ini Negara
khususnya Dirjen Pajak memberikan kepercayaan penuh kepada
masyarakat/WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sejalan
50
dengan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia. Dengan
diberlakukannya sistem ini, diharapkan masyarakat/WP bisa dengan
baik dan jujur dalam menghitung dan melaporkan utang pajaknya.
Perlu adanya kerja sama dan sosialisasi yang baik antara pemerintah
khususnya fiskus dengan WP untuk mensukseskan self assessment ini.
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo,
2009:9).
Menurut Siahaan (2010:185) sistem with holding diterapkan
khususnya terhadap WP yang penghitungan dan pemungutannya lebih
efektif apabila dilakukan oleh orang atau badan tertentu yang ditunjuk
oleh fiskus sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pada pengenaan
dan pemungutan PPh pasal 21, misalnya PPh terhadap karyawan, lebih
efektif apabila pemberi kerja diberi kewenangan untuk memungut pajak
atas pekerja yang bekerja kepadanya. Dengan pemungutan pajak pada
sumbernya, yaitu pada pemberi kerja, maka pemungutan pajak dapat
segera dilakukan dan dimasukan ke kas Negara tepat waktu, karena
pemungut pajak diharuskan untuk segera memasukan (menyetorkan)
pajak yang dipungutnya ke kas Negara (umumnya paling lambat 15
bulan berikutnya).
51
Dari ulasan materi di atas, menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan
bagian umum angka 3) pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan
ciri tersendiri yang berbeda dengan Negara lain dan menunjukan pajak
sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Ciri dan
corak pemungutan pajak di Indonesia adalah sebagaimana dijelaskan berikut
ini:
a. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran
serta WP untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban
perpajakan
yang
diperlukan
untuk
pembiayaan
penyelenggaraan Negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung
jawab
pencerminan
atas
kewajiban
pelaksanaan
dibidang
pemungutan
perpajakan
pajak
dengan
sebagai
fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan
terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang (self
assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan
mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP.
52
Dengan berbagai akses kemudahan WP dalam membayarkan
pajaknya, diharapkan masyarakat/WP dapat melaksanakan pemenuhan
kewajibannya dengan baik. Sistem pembayaran pajak yang berlaku di
Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh dari dalam
diri
WP,
sehingga
masyarakat/WP bisa
diharapkan
secara
bersama-sama
mewujudkan ketaatannya
dalam
seluruh
kehidupan
bernegara khususnya untuk membayarkan kewajiban pajaknya yang
digunakan untuk pembangunan nasional.
F. Diskriminasi
1. Pengertian Diskriminasi
Berdasarkan Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan bahwa
diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang
langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan
aspek kehidupan yang lain.
53
Menurut Danandjaja (2003:18), diskriminasi adalah perlakuan yang
tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan
ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.”
Sedangkan definisi diskriminasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) adalah mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan
yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang
tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.
G. Pemeriksaan Pajak
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya ditulis
UU No. 28/2007) Pemeriksaan Pajak adalah kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (Waluyo, 2010:66).
Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti
yang berupa buku - buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara
objektif oleh pemeriksaan pajak yang professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan, pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan WP tetapi
untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan (Pardiat, 2008:11).
54
2. Kriteria Pemeriksaan Pajak
Sebagaimana yang dipaparkan Pardiat (2008:5) bahwa di dalam
sistem self assessment tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak,
kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar
karena dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanda
terima penerimaan SPT lebih bayar, Direktur Jenderal Pajak harus sudah
memberikan ketetapan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
No.199/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (3), Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak dari
Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember
2004, kriteria pemeriksaan adalah:
a. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
a) SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar
b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar
c) SPT Tahun PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya
perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian
kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
2) Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan
usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan
Indonesia selama-lamanya.
55
3) Wajib Pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT
Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah
ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
4) Wajib Pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan
membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan
tersebut patut diduga tidak melaksanakan sebagaiman mestinya.
b. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari:
1) Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan
analisis resiko.
2) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan
sistem scoring secara komputerisasi.
c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal:
1) Adanya dugaan melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan
2) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000
3) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang
dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktorat
Jenderal Pajak
4) Permintaan Wajib Pajak
5) Pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak
6) Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.
56
d. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya
indikasi tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis
data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan
pemeriksaan pajak (Pardiat, 2008:6).
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut Pardiat (2008:6) Pemeriksaan pajak yang dilakukan
Pemeriksa Pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang - undangan
perpajakan.
Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan,
seperti
yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28
Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
b. Penghapusan NPWP
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
f.
Pencocokan data dan alat keterangan
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
h. Penetuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
57
j. Penetuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
k. Memenuhi
permintaan
informasi
dari
negara
mitra
Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
Jadi pemeriksaan pajak terkait dengan tujuan lain ini merupakan
suatu kegiatan review/peninjauan oleh fiskus terkait dengan kondisi objek
pajak baru maupun objek pajak yang lama atas rekomendasi/laporan dari
WP terhadap kegiatan usahanya.
4. Wewenang Pemeriksaan Pajak
Menurut (Pardiat, 2008:12) berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU. No.
28/2007, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan berwewenang melakukan pemeriksaan
untuk:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan.
5. Standar Pemeriksaan
Menurut Waluyo (2010:70) pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai
dengan standar pemeriksaan (audit standar), standar pemeriksaan ini
meliputi:
58
a. Standar umun pemeriksaan pajak
Standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan
berkaitan dengan persyaratan pemeriksaan pajak dan mutu pekerjaan.
b. Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak
Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standar
pelaksanaan pemeriksaan pajak.
c. Standar pelaporan hasil pemeriksaan pajak
Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan
yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan.
6. Jenis - Jenis Pemeriksaan Pajak
a. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan
ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib
Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak (yang meliputi satu, beberapa jenis pajak, untuk
tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun sebelumnya). Prosedur pemeriksaan
lapangan (Pardiat, 2008:58):
1) Pemeriksaan pajak ke tempat WP yang akan diperiksa:
a) Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan kepada
WP, dilampirkan kopi surat perintah pemeriksaan,
b) Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan,
c) Pemeriksaan lapangan di laksanakan pada jam kerja, dalam hal
tertentu dilakukan jam kerja.
59
2) WP yang diperiksa
a) WP
berhak
meminta
kepada
Pemeriksa
Pajak
untuk
memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal
pemeriksa
b) WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan pajak.
3) Pemeriksa pajak berwenang
a) Memeriksa atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen pendukung lainya termasuk keluaran atau media
computer dan perangkat elektronik pengolah data lainya.
b) Meminta keterangan lisan atau tulisan dari WP yang diperiksa.
c) Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat
menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk
tentang keadaan usaha WP.
d) Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c,
apabila WP atau wakil atau kuasanya tidak memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat ruangan dimaksud.
e) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak
ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP yang diperiksa.
4) Peminjaman buku - buku, catatan dan dokumen-dokumen yang terkait
dan membuat bukti peminjaman buku dan dokumen tersebut serta
memberikan tanda bukti peminjaman buku-buku tersebut secara rinci
dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya. WP wajib memenuhi
permintaan peminjaman
buku-buku tersebut dalam jangka waktu
60
paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal permintaan, jika WP tidak
memenuhinya dalam jangka waktu yang di tetapkan maka dikirim
surat peringatan pada hari kerja berikutnya. Pemeriksa Pajak wajib
mengembalikan buku-buku dan catatan-catatan yang dipinjam dari
WP paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan.
5) Keterangan pihak ketiga
a) Pemeriksaan pajak melalui Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan
Pajak dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan dengan
pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap WP kepada pihak
ketiga sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) KUP (Undangundang No. 16 Tahun 2000), secara tertulis.
b) Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh)
hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan/bukti.
c) Apabila dalam waktu jangka tersebut no 5b tidak terpenuhi
Pemeriksa Pajak memberikan surat peringatan I, dan apabila tidak
dipenuhi diberikan surat peringatan II.
d) Apabila surat peringatan II tidak dipenuhi Pemeriksa Pajak
membuat
berita
acara
tidak
dipenuhinya
permintaan
keterangan/bukti dari pihak ketiga dan dapat melaporkannya
kepada pihak kepolisian tempat pihak ketiga tersebut berdomisili
atau berkedudukan.
61
6) Metode pemeriksaan pajak
Pemeriksa Pajak setelah menerima buku-buku, catatan-catatan,
dokumen-dokumen dari WP melakukan pemeriksaan, metode
pemeriksaan pajak terdiri dari metode langsung dan metode tidak
langsung
7) Laporan pemeriksaan pajak (LPP)
a) Hasil pemeriksaan di tuangkan dalam LPP setelah disetujui oleh
Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak (UPPP), diberitahukan
kepada WP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan
Pajak,
b) WP dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal SPHP diterima
memberikan tanggapan tertulis baik setuju maupun tidak setuju,
WP dapat mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu
pemberian tanggapan kepada Kepala UPPP,
c) Setelah menerima SPHP, WP berhak meminta kepada Pemeriksa
Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara
hasil pemeriksaan dengan SPT,
d) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, menanda-tangani:
1) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP)
2) Pernyatan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (PPHP)
3) Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP)
4) Dan mengembalikan kepada Kepala UPPP.
62
e) WP yang tidak setuju sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan,
menyampaikan STHP dilampiri bukti-bukti pendukung sanggahan
serta penjelasan seperlunya kepada Kepala UPPP.
8) Tata cara pembahasan akhir
Menurut Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.123/PMK.03/2006.
a) Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksaan
Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang
hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat
Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi WP.
b) Atas pemberitahuan tersebut, WP wajib menyampaikan tanggapan
secara tertulis berdasarkan tanggapan tertulis.
c) Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksaan
Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan.
d) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat
didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik.
e) Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur
lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak.
f) Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak
mengahadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan, wajib
dibuatkan Berita Acara, dan Surat Ketetapan Pajak dan Surat
Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil
pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.
63
g) Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak
dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan
penyidikan.
b. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
Wajib Pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang meliputi
data jenis pajak tertentu pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun
sebelumnya yang dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan melalui
Pemeriksaan Sederhana (Pardiat, 2008:71). Prosedur Pemeriksaan
Kantor:
1) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) dapat diterbikan untuk 1
(satu) atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk
1 (satu) Tahun Pajak terhadap 1 (satu) Wajib Pajak.
2) Bedasarkan SPPP tersebut, Kepala UPPP segera memanggil Wajib
Pajak
dengan
menggunakan
Surat
Panggilan
dalam
rangka
Pemeriksaan Pajak yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan
Dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak.
3) Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal
Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah pemeriksaan pajak kepada WP
yang diperiksa.
4) Surat Pangggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak harus sudah
dikirimkan kepada WP paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal
penerbitan SPPP kepada WP yang diperiksa.
64
5) WP yang harus memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat
yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam rangka
Pemeriksaan Pajak dengan membawa buku, catatan dan dokumen
yang
diperlukan
oleh
Pemeriksa
Pajak
dan
dibuat
bukti
peminjaman/pengambilan dengan rinci dan jelas oleh Pemeriksa
Pajak.
6) Apabila buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
yang
dipinjam berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya
dengan surat pernyataan Wajib Pajak.
7) Terhadap WP yang tidak memenuhi panggilan segera diterbitkan
Surat Panggilan kedua.
8) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan harus menandatangi
STHP (surat tanggapan hasil pemeriksaan) beserta Lembar Pernyataan
Persetujuan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Persetujuan Hasil
Pemeriksaan dan menyerahkan kembali kepada Kepala UPPP.
9) Wajib Pajak yang tidak setuju atas sebagian atau seluruh hasil
pemeriksaan harus mengisi, menandatangani dan menyampaikan
STHP kepada Kepala UPPP dan dilampiri dengan bukti-bukti
pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya.
10) Berdasarkan tanggapan WP, Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat
Panggilan melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengiriman lainnya
kepada Wajib Pajak untuk menandatangani Berita Acara Hasil
Pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
65
11) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, WP dapat didampingi
oleh Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik yang melakukan audit
atas laporan keuangan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang
diperiksa.
12) Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara Hasil
Pemeriksaan beserta lampirannya berupa Ikhtisar Pembahasan Akhir
dan harus ditandatangani WP dan pemeriksaan Pajak, dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak.
13) Dalam hal WP menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil
Pemeriksaan, Tim Pemeriksaan Pajak membuat catatan tentang
penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan.
14) Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan
atau
menandatangani
Berita
Acara
Hasil
Pemeriksaan
dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan harus diselesaikan dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak SPHP diterima WP.
15) Apabila WP tidak memberikan tanggapan dan atau tidak menghadiri
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dibuatkan Berita Acara
Tidak Memberikan Tanggapan/Berita Acara Ketidakhadiran Wajib
Pajak, sebagai dasar penerbitan SKP berdasarkan hasil pemeriksaan
yang disampaikan kepada WP.
16) Bentuk formulir tersebut di atas sudah tersedia.
7. Jangka Waktu Pemeriksaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang diberlakukan sejak 1
Januari 2008, ditetapkan bahwa:
66
a. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang
dihitung sejak tangggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan
dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan.
b. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan)
bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai
dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
c. Apabila Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi khusus lain
yang dapat berindikasi adanya rekayasa transaksi dengan transfer pricing
dan/atau transaksi khusus lainnya yang berindikasi adanya rekayasa
transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam
serta memerlukan waktu yang paling lama, Pemeriksaan Lapangan
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria Pemeriksaan
Pajak. Dalam hal ini Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1, 2, dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka
waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak. (Waluyo, 2008:70).
H. Penelitian Terdahulu
Penulis merujuk pada lima penelitian terdahulu dalam melakukan
penelitian, yaitu:
67
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian
(Tahun)
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Suminarsasi
dan
Supriyadi
(2011)
Pengaruh
Keadilan,
Sistem
Perpajakan dan
Diskriminasi
Terhadap
Persepsi Wajib
Pajak Mengenai
Etika
Penggelapan
Pajak (Tax
Evasion)
1. Keadilan (X1)
2. Sistem
Perpajakan
(X2)
3. Diskriminasi
(X3)
4. Etika
Penggelapan
Pajak (Y)
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1. Variabel
independen yang
sama yaitu Sistem
Perpajakan dan
Diskriminasi
2. Proses
pengambilan
sampel dengan
metode
convenience
nonprobability
sampling
3. Menggunakan
skala likert untuk
pengukuran
variabel
1. Ruang lingkup
pengambilan
sampel dalam
penelitian ini pada
KPP di Jakarta
2. Variable
independen yaitu
Kecenderungan
Personal.
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
penggelapan pajak dipandang
sebagai suatu hal yang etis dan
juga tidak etis, hasil dalam
penelitian ini hanya mendukung
dua dimensi saja, yaitu sistem
perpajakan dan diskriminasi,
sehingga variable keadilan belum
bisa dibuktikan.
Bersambung ke halaman berikutnya
68
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian
(Tahun)
Ayu dan
Hastuti
(2009)
Judul
Penelitian
Persepsi Wajib
Pajak : Dampak
Pertentangan
Diametral Pada
Tax Evasion
Wajib Pajak
Dalam Aspek
Kemungkinan
Terdeteksinya
Kecurangan,
Keadilan,
Ketepatan
Pengalokasian,
Teknologi
Sistem
Perpajakan dan
Kecenderungan
Personal (Studi
Wajib Pajak
Orang Pribadi)
Variabel
Penelitian
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1. Variabel
1. Ruang lingkup
Variabel
Independen yaitu
penelitian ini
Independen:
Kecurangan,
Kemungkinan
dilakukan Pada
Keadilan,
Terdeteksi
Wajib Pajak di
Ketepatan
Kecurangan
Kantor Pelayanan
Pengalokasian,
2. Variabel Dependen
Pajak se-Jogjakarta
dan Teknologi
Penggelapan Pajak
Informasi Sistem
(Tax Evasion)
Perpajakan
3. Data dianalisis
dengan Analisis
Regresi Linier
Variabel
Berganda
Dependen:
Penggelapan
Pajak (Tax
Evasion)
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Berdasarkan pengujian yang
dilakukan dengan regresi liner
ditemukan bahwa kemungkinan
terdeteksinya kecurangan
terhadap tax evasion mempunyai
koefisien negatif ( -0.501 ) yang
signifikan (.00), Hasil pengujian
juga menunjukan bahwa
pengaruh ketepatan pemanfaatan
hasil pajak berpengaruh secara
negatif (0.286) dan signifikan
(.003) terhadap tax
evasion.Sedangkan persepsi
terhadap keadilan, penggunaan
teknologi dan kecenderungan tax
evasion seseorang ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan
pada tingkat tax evasion.
Bersambung ke halaman berikutnya
69
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian
(Tahun)
Ayu (2011)
Nickerson,
Barry
University,
Larry
Pleshko,
Kuwait
University),
Judul
Penelitian
Persepsi
Efektivitas
Pemeriksaan
Pajak Terhadap
Kecenderungan
Melakukan
Perlawanan
Pajak
Variabel
Penelitian
Variabel
Independen:
Wajib Pajak,
Fiskus dan
Pemeriksaan
Pajak
Presenting The
Dimensionality
of An Ethics
Scale Pertaining
to Tax Evasion
Variabel
Independen:
Fairness, Tax
System, and
Discrimination
Variabel
Dependen: Tax
Evasion
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1. Ruang lingkup
1. Variabel
penelitian ini
independen
dilakukan di Wajib
Pemeriksaan pajak
Pajak Orang Pribadi
2. Variabel
yang mempunyai
Dependen
usaha, yang
Penggelapan Pajak
berlokasi di
Semarang.
2. Metode penentuan
sample dalam
penelitian ini adalah
quota sampling.
3. Anlisis data dengan
regresi linier
sederhana
Variabel
Dependen:
Penggelapan
Pajak
1. Variabel
Independen Tax
System and
Discrimination
2. Variabel
Dependen Tax
Evasion
1. Ruang lingkup
penelitian ini
dilakukan di enam
Negara, yaitu
Argentina,
Guatemala,
Poland, Romania,
United Kingdom
dan USA.
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Hasil pengujian dengan
menggunakan regresi linear
sederhana menunjukan hasil
bahwa persepsi terhadap
kemungkinan terdeteksinya
kecurangan berpengaruh negatif
terhadap tax evasion. Porsentase
kemungkinan suatu pemeriksaan
pajak dilakukan sesuai dengan
aturan perpajakan dapat
mendeteksi kecurangan yang
dilakukan wajib pajak sehingga
berpengaruh pada Tax Evasion
Hasil penelitian menunjukkan
tingkat penilaian di masingmasing Negara berbeda-beda. UK
memiliki nilai rata-rata terendah
sebesar 4.15 yang
mengindikasikan rendahnya
perlawanan terhadap tindak
penggelapan pajak, USA
memiliki skor rata-rata tertinggi
sebesar 5.62.
Bersambung ke halaman berikutnya
70
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian
(Tahun)
McGee,
Florida
International
University
(2009)
Mcgee,
Simon S.M
Ho., and
Annie
(2008)
Judul
Penelitian
A Comparative
Study on
Perceived,
Ethics of Tax
Evasion:
Hongkong Vs
the United
States
Variabel
Penelitian
Variabel
Independen:
Ethics, Tax,
Hongkong, The
US, Cultural
differecnes
Variabel
Dependen: Tax
Evasion
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
2. Populasi dalam
penelitian adalah
1100 mahasiswa
dan sarjana yang
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
yang mengindikasikan tingginya
kengganan terhadap penggelapan
pajak
1. Ruang lingkup
1. Variabel
Hasil penelitian menunjukkan
penelitian ini
Independen Ethics
penelitian di dua Negara tersebut
dilakukan
Hongkong
2. Variabel
bahwa penggelapan pajak adalah
dan US.
Dependen Tax
etis atau tidak etis, tergantung
2.
Populasi
dalam
Evasion
dari beberapa keadaan dimana
penelitian adalah 90
pemerintah yang korup, performa
mahasiswa bisnis di
pemerintahan yang buruk, adanya
Universitas Baptist
ketidakadilan, lemahnya hukum,
di Hongkong dan
perbedaan kebudayaan dan motiv
273 mahasiswa
keegoisan.
bisnis di US
3. Teknik
pengumpulan data
melalui survei
Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013
71
I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis
1. Keadilan Dengan Etika Penggelapan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009) dalam Suminarsasi dan Supriyadi
(2011:6) mengutarakan bahwa sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai
keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam perundang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan
adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib
pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011)
menunjukan adanya pengaruh positif keadilan terhadap persepsi etis Wajib
Pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Penelitian McGee (2006) mengemukakan pandangan mengenai
penggelapan pajak dimana menurut hasil penelitiannya mengemukakan
penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak pernah beretika.
Selain itu, penelitian yang dilakukan McGee, et al (2007) yang dilakukan di
Hongkong dengan Amerika juga menghasilkan dampak yang sama bahwa
variabel keadilan memiliki pengaruh yang kuat terhadap etika penggelapan
pajak. Alasan-alasan yang mendukung pandangan ini antara lain bahwa
setiap masyarakat mempunyai kewajiban kepada negaranya untuk
membayar pajak. Selain itu, McGee (2008) memeriksa literatur Yahudi dan
menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan
72
untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran dalam literatur Yahudi
bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi yang lain.
Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat
semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) juga mendukung variabel keadilan
yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak terhadap etika penggelapan
pajak.
Adanya berbagai pemikiran tentang pentingnya keadilan bagi
seseorang termasuk dalam pembayaran pajak juga akan mempengaruhi
sikap mereka dalam melakukan pembayaran pajak. Semakin rendahnya
keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak maka tingkat
kepatuhannya
akan
semakin
menurun
hal
ini
berarti
bahwa
kecenderungannya untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin
tinggi, maka hipotesis yang pertama adalah:
Ha1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak
2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak
Sistem perpajakan Indonesia mempunyai arti bahwa penentuan
penetapan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada WP sendiri untuk
melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah
dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Aparat perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan
pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas
pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan.
73
Pembinaan masyarakat atau WP dilakukan melalui berbagai upaya, antara
lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui media
massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat (Siahaan,
2010:187).
Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini
menjadi acuan oleh WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam
penerapannya, maka WP akan memberikan respon yang baik dan taat pada
sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal
sebaliknya yang terjadi karena WP merasa bahwa sistem pajak yang ada
belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka WP akan
menurunkan
tingkat
kepatuhan
atau
menghindar
dari
kewajiban
Suminarsasi
(2011:15)
perpajakannya.
Dalam
penelitian
Supriyadi
dan
menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (hipotesis alternatif
diterima). Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin
bagus sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap
sebagai perilaku yang tidak etis. Akan tetapi apabila sistem perpajakannya
semakin tidak bagus, maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai
perilaku yang cenderung etis. Penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) yang menemukan dimensi skala etis
dalam penggelapan pajak, salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan.
Peneliti
berargumen
bahwa
pengelolaan
uang
pajak
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup, dan
74
juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat wajib
pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan
uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya justru mengorupsi
uang pajak, maka para wajib pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya
dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak.
Penelitian Andres (2002) dalam Ayu (2009:5) mengindikasikan
sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap etika penggelapan
pajak, kondisi ini dimaksudkan dengan semakin rendahnya sistem pajak
yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak
kepatuhannya
akan
semakin
menurun
hal
ini
maka tingkat
berarti
bahwa
kecenderungannya untuk melakukan penghindaran pajak akan semakin
tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik
mengakomodir segala kepentingannya. Oleh karena itu, hipotesis kedua
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Ha2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan
pajak
3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak
Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang
tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan
ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Perilaku
diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang
menyebabkan keengganan masyarakat/WP (baik domistik dan asing) dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti perlakuan diskriminasi pajak
75
pada Investor asing (konstruksi dan manufaktur) yang menanamkan
modalnya di Indonesia, dimana para investor dikenakan tarif pajak yang
tinggi sebesar 30% dibandingkan Negara ASIA lainnya (malaysia, Thailand
dll) yang menimbulkan para Investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia menjadi enggan (www.ortax, diakses pada Juni 2012).
Dalam penelitian yang dilakukan Suminarsasi (2010) membuktikan
jika diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi mengenai etika
penggelapan pajak. Dimana Variabel diskriminasi menunjukkan nilai
koefisien regresi 0,966, thitung = 8,222 dengan nilai p=0,000, sedangkan t
tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah = 1,6517. Menurut t hitung > ttabel
(8,222 > 1,6517), dengan p<0,05, variabel diskriminasi berpengaruh
terhadap persepsi etis wajib pajak. Selain itu, menurut nilai koefisien
regresinya bertanda positif sesuai dengan tanda yang diharapkan untuk
hipotesis ketiga, yaitu bertanda positif, maka hipotesis null berhasil ditolak,
hipotesis ketiga terdukung.
Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Nickerson, et
al (2009) yang mengindikasikan bahwa diskriminasi berpengaruh positif
terkait dengan etika penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh
McGee, et al (2007) juga menghasilkan bahwa diskriminasi berpengaruh
terhadap etika penggelapan pajak. Jadi, apabila semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan maka perilaku penggelapan pajak cenderung
dianggap sebagai perilaku yang etis. Maka hipotesis ketiga dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Ha3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak
76
4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika Penggelapan
Pajak
Penelitian yang dilakukan (Ayu dan Hastuti, 2009) tentang tax
evasion pada wajib Pajak Orang Pribadi menemukan bahwa bahwa persepsi
terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif
terhadap tax evasion. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak
dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan
yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion.
Penelitian tersebut juga menunjukan hasil bahwa persepsi terhadap
ketepatan Pemanfaatan Hasil Pajak berpengaruh negatif terhadap tax
evasion.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009)
dengan regresi liner ditemukan bahwa kemungkinan terdeteksinya
kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif (-0,501) yang
signifikan (0,000), meskipun tidak secara signifikan mengindikasikan
kondisi tersebut. Ayu (2011) melakukan pengujian dengan menggunakan
regresi linear sederhana menunjukan hasil bahwa pengaruh kemungkinan
terdeteksinya kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif
(-0,807) dan mempunyai pengaruh yang signifikan (0,000) maka hipotesis
persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh
negatif terhadap tax evasion diterima Oleh karena itu, hipotesis kelima
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Ha4: Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap
etika penggelapan pajak
77
J. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka secara
skematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Kantor Pelayanan Pajak
di Jakarta
Persepsi Etika
Penggelapan Pajak (Y)
Keadilan (X1)
Sistem
Perpajakan (X2)
Diskriminasi (X3)
Kemungkinan Terdeteksi
Kecurangan (X4)
Statistik Deskriptif
Uji Kualitas Data:
1. Uji Validitas Data
2. Uji Reliabilitas Data
Uji Model Regresi
Uji Asumsi Klasik:
1. Normalitas
2. Multikolonieritas
3. Heteroskedastisitas
Uji Regresi Berganda
Adjusted R2
Uji F
Uji t
Analisis dan Pembahasan
78
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Penelitian ini akan menguji pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,
Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak dalam Etika Penggelapan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama wilayah Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini berupa Wajib Pajak Pribadi yang berada
pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Populasi bukan hanya orang, tetapi
juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek yang diteliti itu
(Sugiyono, 2010:61).
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling,
yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan
memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk
diukurnya dan bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini
dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga
dapat memudahkan peneliti dalam penggumpulan sampel yang akan digunakan
79
dalam penelitian ini. Sampel yang di ambil yaitu Wajib Pajak pribadi yang
terdaftar pada 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di Wilayah Jakarta.
Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi
yang berkaitan tentang persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak
maka peneliti memilih wajib pajak orang pribadi sebagai sampel penelitian.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu
penelitian pustaka dan penelitian lapangan.
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder
(Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, internet
dan perangkat lain yang berkaitan dengan penerimaan pajak.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti
memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian
ini, yang menjadi subyek penelitian adalah WP pribadi yang terdaftar di
KPP tersebut diatas. Pengumpulan data kuesioner dilakukan dengan teknik
personally administered questionnaires, yaitu kuisioner disampaikan dan
dikumpulkan langsung oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:154).
80
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data,
uji asumsi klasik dan uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi
responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu
data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi)
(Ghozali, 2011:19). Priyatno (2010:12) menjelaskan bahwa analisis
deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti
mean, standar deviasi, variasi, modus, dll. Juga dilakukan pengukuran
skewness dan kurtosis untuk menggambarkan distribusi data apakah normal
atau tidak.
2. Uji Kualitas Data
Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti
menggunakan uji validitas dan reliabilitas.
a. Uji Validitas
Sebagaimana dikemukakan dimuka, bahwa validitas adalah ukuran
yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur
apa yang diukur. Menurut Ghozali (2011:52) uji validitas digunakan
untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner
dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
81
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kusioner tersebut.
Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf signifikasi 0,05. Kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
1) Jika rhitung ≥ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau
item-item pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total
(dinyatakan valid)
2) Jika rhitung < rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau
item-item pertanyaan tidak berkolerasi signifikan terhadap skor total
(dinyatakan tidak valid). (Priyatno, 2010:94)
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk diinginkan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang
tidak baik akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk
memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat
dipercaya, yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya
juga.
Reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas ini
digunakan untuk menguji konsistensi data dalam jangka waktu tertentu,
yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat
dipercaya atau diandalkan. Variabel-variabel tersebut dikatakan cronbach
alpha nya memiliki nilai lebih besar 0,70 yang berarti bahwa instrumen
82
tersebut dapat dipergunakan sebagai pengumpul data yng handal yaitu
hasil pengukuran relatif koefisien jika dilakukan pengukuran ulang. Uji
realibilitas ini bertujuan untuk melihat konsistensi (Ghozali, 2011:48).
3. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka
peneliti
melakukan
uji
normalitas,
uji
multikolonieritas
dan
uji
heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas Data
Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan apakah
dalam model regresi variabel dependen (terikat) dan variabel independen
(bebas) mempunyai kontribusi atau tidak. Penelitian yang menggunakan
metode yang lebih handal untuk menguji data mempunyai distribusi
normal atau tidak yaitu dengan melihat Normal Probability Plot. Model
Regresi yang baik adalah data distribusi normal atau mendekati normal,
untuk mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal grafik.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah suatu
model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen).
Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation
Factor) dan Tolerance. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
83
lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF =
1/Tolerance. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan
nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011:106).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau jika tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).
Pada saat mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
ditentukan dengan melihat grafik Plot (Scatterplot) antara nilai prediksi
variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID). Jika grafik plot
menunjukkan suatu pola titik yang bergelombang atau melebar kemudian
menyempit,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
telah
terjadi
heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas, serat titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).
84
4. Uji Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan melalui:
a. Uji Statistik t
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen secara parsial. Untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing
independen yaitu: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap satu variabel dependen,
yaitu persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak, maka nilai
signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya.
Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima. Demikian
pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak. Bila Ho
ditolak ini berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:101).
b. Uji Statistik Fisher (F)
Model regresi linier berganda di atas, untuk membuktikan apakah
variabel - variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji F. Uji F dilakukan
dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel independen, yaitu:
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan terhadap satu variabel dependen, yaitu persepsi WP
mengenai etika penggelapan pajak. Secara bebas dengan signifikan
sebesar 0,05, dapat disimpulkan (Ghozali, 2011:98).
85
1) Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, ini
berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas
tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen atau terikat.
2) Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima, ini
berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas
mempunyai
pengaruh
secara
bersama-sama
terhadap variabel
dependen atau terikat.
c. Uji Persamaan Regresi Linier Berganda
Metode yang digunakan peneliti adalah regresi linier berganda.
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua
atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen
(Y). Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel
dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah
diketahui besarnya (Santoso, 2004:163).
Model ini digunakan untuk
menguji apakah ada hubungan sebab akibat antara kedua variabel untuk
meneliti seberapa besar pengaruh antara variabel independen, yaitu
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu persepsi WP
mengenai etika penggelapan pajak, adapun rumus yang digunakan:
Y = a + β X + β X + β X + β X +e
86
Dimana:
Y
= Etika Penggelapan Pajak
X1 = Keadilan
X2 = Sistem Perpajakan
X3 = Diskriminasi
X4 = Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan
a
= Bilangan Konstanta (harga Y, bila X=0)
e
= error yang ditolerir (5%)
d. Koefisien Determinan (Adjusted R2)
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Pada
pengujian hipotesis pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya
nilai (Adjusted R2) untuk mengetahui seberapa jauh variabel bebas yaitu
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan serta pengaruhnya terhadap persepsi WP mengenai etika
penggelapan pajak. Nilai (Adjusted R2) mempunyai interval antara 0
dan 1. Jika niali Adjusted R2 bernilai besar (mendeteksi 1) berarti variabel
bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika (Adjusted R2) bernilai
kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel
dependen sangat terbatas. Secara umum koefisien determinasi untuk data
silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar
antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu
(time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi
(Ghozali, 2011:97).
87
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel
yang digunakan berikut dengan definisi operasional dan cara pengukurannya.
1. Variabel Independen
a. Keadilan (X1)
Prinsip keadilan pajak menurut Siahaan (2010) yang pertama
didasarkan pada keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip
ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila
kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat
yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi
berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Prinsip yang kedua mengacu pada prinsip
keadilan
dalam
membayar,
menurut
prinsip
ini,
perekonomian
memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib
pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. Dan
prinsip yang ketiga adalah bagaimana WP dikenakan kewajibannya
disesuaikan dengan keadilan horizontal dan keadilan vertikal, yang mana
WP yang memiliki penghasilan yang sama akan disesuaikan pula dengan
pengenaan pajak yang sama, WP yang memiliki penghasilan yang besar
akan dikenakan kewajiban perpajakan yang besar pula, demikian
sebaliknya.
Ketiga prinsip yang dipaparkan tersebut harus diterapkan dan
dilaksanakan secara penuh terhadap para WP, dimana dibutuhkan
kesadaran yang besar dari dalam WP sendiri untuk melaksanakan
88
kewajibannya dan sekaligus pengawasan dari pihak fiskus dalam
mensukseskan target penerimaan pajak Negara.
Salah satu yang harus diperhatikan dalam penerapan pajak suatu
negara adalah adanya keadilan yang dapat dirasakan oleh masyarakat
pembayar pajak. Karena secara psikologis masyarakat merasakan pajak
merupakan suatu beban, maka tentunya masyarakat memerlukan suatu
kepastian bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam
pengenaan pungutan pajak oleh Negara. Hal ini perlu agar kesadaran
masyarakat pajak mampu meningkatkan penerimaan Negara.
Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan pertanyaan yang
dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009).
Terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan yang menggunakan skala likert 5
poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak
setuju, (5) Sangat tidak setuju.
b. Sistem Perpajakan (X2)
Sistem Perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak
yang merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta WP untuk
secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan Negara dan
pembangunan nasional. Tanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan
pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan dengan
fungsinya
berkewajiban
melakukan
pembinaan,
pelayanan,
dan
pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan
89
ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk
melaksanakan
kegotongroyongan
nasional
melalui
menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak
terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi
perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali,
sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP
(Siahaan, 2010).
Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan
menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5
(lima) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu:
(1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak
setuju.
c. Diskriminasi (X3)
Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang
tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan
sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti
berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas
sosial.
Diskriminasi, yang terkait dengan penghindaran dalam kondisi
tertentu menganggap bahwa suatu penggelapan pajak dipandang sebagai
yang paling dibenarkan dalam kasus tertentu, dimana sistem pajak dilihat
90
tidak adil, dana pajak yang terkumpul terbuang sia-sia dan di mana
pemerintah mendiskriminasikan beberapa segmen penduduk. Budaya
yang berbeda, perspektif sejarah dan agama semua memiliki pengaruh
terhadap pandangan etis terhadap penggelapan pajak.
Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan
menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 4
(empat) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu:
(1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak
setuju.
d. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan (X4)
Pemeriksaan pajak dilaksanakan dalam rangka melaksanakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan.
Porsentase
kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan
perpajakan untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak
sehingga berpengaruh pada Tax Evasion. Ketika seseorang menganggap
bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui
pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk
patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan
penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena ia takut jika ketika diperiksa
dan ternyata dia melakukan kecurangan maka dana yang akan
dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak
yang sebenarnya harus ia bayar.
91
Variabel Kemungkinan terdeteksinya kecurangan adalah persepsi
responden, terhadap seberapa mungkin suatu kecurangan yang dilakukan
wajib pajak dapat dideteksi oleh para wajib pajak. Skor 1 diberikan
ketika responden menganggap sama sekali tidak mungkin kecurangan
yang dilakukan terdeteksi hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat
Tidak Setuju (STS). Sedangkan skor 5 diberikan ketika responden
menganggap bahwa terdeteksinya kecurangan sangat mungkin untuk
diketahui pemeriksa pajak hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat
Setuju (SS). Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Ayu (2011), dan
Nickerson, et al (2009) dengan menggunakan skala likert. Setiap
responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan yang
berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3)
Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.
2. Variabel Dependen
a. Etika Penggelapan Pajak (Y)
Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax
evasion) Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.
Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan
dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali
mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya,
memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak
benar.
Etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per
orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup
92
perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya,
apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat. Etika penggelapan pajak
dalam hal ini menjelaskan konteks pengaruh terhadap variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan WP
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta.
Pengukuran
variabel
ini
menggunakan
instrumen
yang
dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009).
Variabel ini diukur dengan berdasarkan aspek keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta
diukur dengan menggunakan skala likert (likert scale) yang berkaitan
dengan 8 (delapan) pilihan, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3)
Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Sub Variabel
Keadilan
a. Prinsip
(X1)
Keadilan
(Sumber:
Pajak
Supriyadi dan
Suminarsasi(
2011) dan
Nickerson et
al (2009))
b. Cara
Mewujudk
an
Keadilan
Pajak
Indikator
1. Prinsip manfaat dari penggunaan
uang yang bersumber dari pajak
2. Prinsip kemampuan dalam
membayar kewajiban pajak
3. Keadilan horizontal dan keadilan
vertikal dalam pemugutan pajak
1. Keadilan dalam penyusunan
undang-undang pajak
2. Keadilan dalam penerapan
ketentuan perpajakan
Butir
Pertanyaan
1, 2
Skala
Pengukuran
Interval
3
4
5
Interval
6
Bersambung ke halaman berikutnya
93
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Sub Variabel
Indikator
Sistem
Perpajakan
(X2)
(Sumber:
Supriyadi dan
Suminarsasi(
2011) dan
Nickerson et
al (209))
Diskriminasi
(X3)
(Sumber:
Supriyadi dan
Suminarsasi(
2011) dan
Nickerson et
al (209))
Penerapan
sistem
perpajakan
secara
menyeluruh
kepada
masyarakat
Cara
1. Pendiskriminasian atas agama, ras,
Mewujudkan
kebudayaan dan keanggotaan
Keadilan Pajak
kelas-kelas sosial.
2. Pendiskriminasian terhadap halhal yang disebabkan oleh manfaat
perpajakan
1, 2
Kemungkinan
terdeteksi
Kecurangan
Pemeriksaan
Pajak
1, 2
(X4)
(Sumber:
Supriyadi dan
Suminarsasi(2
011), Hastuti
dan Ayu
(2009) dan
Nickerson et
1. Tarif pajak yang diberlakukan di
Indonesia
2. Pendistribusian dana yang
bersumber dari pajak
3. Kemudahan fasilitas Sistem
Perpajakan
Butir
Pertanyaan
1, 2
1. Masyarakat memenuhi
kewajibannya atas dasar karena
takut terhadap hukum
2. Diterapkan pemeriksaan pajak
untuk mengidentifikasi adanya
kecurangan
Skala
Pengukuran
Interval
3
4, 5
Interval
3, 4
Interval
3, 4, 5
al (2009))
Bersambung ke halaman berikutnya
94
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Etika
Penggelapan
Pajak (Y)
(Sumber:
Supriyadi
dan
Suminarsasi
(2011) dan
Nickerson et
al (2009))
Sub Variabel
Indikator
1. Penerapan tarif pajak dan
Pentingnya kerjasama yang baik
antara fiskus dan WP
2. Penggelapan pajak dianggap
beretika karena pelaksanaan
hukum yang mengaturnya lemah
dan terdapat peluang terhadap WP
dalam melakukan penggelapan
pajak
3. Integritas atau mentalitas aparatur
perpajakan/fiskus dan pejabat
pemerintah yang buruk serta
pendiskriminasian terhadap
perlakuan pajak
4. Konsekuensi melakukan
penggelapan pajak
Butir
Pertanyaan
1, 2, 3
Skala
Pengukuran
Interval
4, 5
6, 7
8
95
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian menggunakan instrumen angket atau kuesioner yang telah
disebar, dengan objek penelitian adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di wilayah Jakarta yang terdiri dari
empat KPP yaitu: KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 yang beralamat
di Jalan Ciputat Raya No. 2 Pondok Pinang, Jakarta Selatan. KPP Pratama
Jakarta Pancoran yang beralamat di Jalan TB. Simatupang Kavling 5
Kebagusan Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2, yang
beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat, dan KPP Pratama
Jakarta Tamansari 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta
Barat.
Sampel diambil dengan metode convenience sampling, yaitu anggota
sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data
yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukurnya dan
bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini dipilih
karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat
memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian dan dilakukan dengan penyebaran atau pembagian
kuesioner di beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jakarta
96
yang di lakukan mulai dari 24 Mei 2013 sampai dengan 10 Juni 2012.
Dimana data distribusi sampel penelitian dapat di lihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Distribusi Sampel Penelitian
No.
Nama KPP
1
2
3
4
KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2
KPP Pratama Jakarta Pancoran
KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2
KPP Pratama Jakarta Tamansari 2
Jumlah
Sumber data: Data primer yang diolah, 2013
Kuesioner
Yang
Dibagikan
35
20
50
25
130
Kuesioner
Yang
Kembali
35
20
50
25
130
Kuesioner yang dibagikan berjumlah 130 buah dan jumlah yang
kembali sebanyak 130 buah atau 100%, kuesioner yang dapat diolah
sebanyak 127 atau 98%.
Tabel 4.2
Sampel Penelitian
No
Keterangan
1 Jumlah kuesioner yang disebar
2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali
3 Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah
4 Kuesioner yang dapat diolah
Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Penerimaan
Pajak
130
0
3
127
Persentase
(%)
100%
0%
2%
98%
2. Data Responden
Karakteristik responden yang diukur dengan skala interval yang
menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur
responden, pendidikan terakhir responden dan jenis pekerjaan responden.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang
terdaftar pada empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama: KPP Pratama
97
Jakarta Kebayoran Baru 2, KPP Pratama Jakarta Pancoran, KPP Pratama
Jakarta Kebon Jeruk 2, dan KPP Pratama Jakarta Tamansari 2. Kuesioner
disebar dengan harapan dapat diisi berdasarkan pegawai, sehingga akan
menghasilkan suatu penelitian yang balance.
Pada karakteristik reponden, terdapat 130 responden yang terdiri dari
para Wajib Pajak yang dapat mewakili dan menjadi responden. Data
mengenai karakteristik responden ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3
Data Statistik Responden
Deskripsi
Jumlah Responden
Jenis
Pria
Kelamin
Wanita
Umur
Jumlah Responden
Responden
20 – 24 tahun
25 – 35 tahun
> 35 tahun
Pendidikan
Jumlah Responden
Terakhir
D3
S1
S2
S3
Lainya
Pekerjaan
Jumlah Responden
Wiraswasta
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Jumlah
127
89
38
127
7
64
56
127
10
97
13
0
7
127
87
8
32
Persentase (%)
100%
70%
30%
100%
6%
50%
44%
100%
8%
76%
10%
0%
6%
100%
69%
6%
25%
Tabel di atas menjelaskan mengenai data responden berdasarkan
jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir dan pekerjaan. Adapun
penjelasan mengenai data responden disajikan dalam gambar grafik sebagai
berikut:
98
Gambar 4.1
Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa
responden dengan jenis kelamin pria lebih mendominasi, terlihat dari
jumlah responden sebanyak 89 responden atau 70 % adalah pria dan 38
responden atau 30 % adalah wanita. Hal ini menggambarkan kondisi dimana
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak didominasi oleh pria
dibandingkan wanita.
Gambar 4.2
Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden
Sumber: data primer yang diolah, 2013
99
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan umur responden terlihat
bahwa umur responden 20 – 24 tahun berjumlah 7 responden atau sebesar
6%, umur responden 25 – 35 tahun berjumlah 64 responden atau sebesar
50%, umur responden di atas 35 tahun berjumlah 56 responden atau sebesar
44%. Hal ini membuktikan bahwa Wajib Pajak yang melakukan
pembayaran pajak rata-rata adalah Wajib Pajak yang berusia 25 – 35 tahun.
Gambar 4.3
Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pendidikan terakhir yang
dimiliki responden terlihat bahwa pendidikan terakhir D3 berjumlah 10
responden atau sebesar 8%, pendidikan terakhir S1 berjumlah 97 responden
atau sebesar 76%, pendidikan terakhir S2 berjumlah 13 responden atau
sebesar 10% dan pendidikan terakhir lainya berjumlah 7 responden atau
sebesar 6%. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak yang melakukan
pembayaran pajak adalah wajib pajak yang berpendidikan S1.
100
Gambar 4.4
Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pekerjaan responden terlihat
bahwa responden dengan pekerjaan wiraswasta berjumlah 87 responden
atau sebesar 69%, pekerjaan pegawai negeri berjumlah 8 responden atau
sebesar 6%, pegawai swasta berjumlah 32 responden atau sebesar 25%.
B. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Uji Kualitas Data
a. Hasil Statistik Deskriptif
Pengukuran
statistik
deskriptif
variabel
dilakukan
untuk
memberikan gambaran umum mengenai kisaran teoritis, kisaran aktual,
rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yaitu
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan dan penggelapan pajak disajikan sebagai berikut:
101
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif
N
KP
SP
DP
KTK
PP
Valid N (listwise)
127
127
127
127
127
127
Descriptive Statistics
Minimum
Maximum
1.00
4.50
2.60
5.00
1.00
4.25
2.40
5.00
1.00
4.25
Mean
2.5131
3.9638
2.1614
4.0929
2.6178
Std. Deviation
.79342
.53120
.81317
.53321
.75903
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah
responden (N) ada 127. Dari 127 responden ini variabel independen
keadilan memiliki nilai minimum 1,00, nilai maksimum 4,50, nilai mean
2,5131, dengan standar deviasi 0,79342. Sistem perpajakan memiliki
nilai minimum 2,60, nilai maksimum 5,00, nilai mean 3,9638, dengan
standar deviasi 0,53120. Diskriminasi memiliki nilai minimum 1,00, nilai
maksimum 4,25, nilai mean 2,1614 dengan standar deviasi 0,81317.
Kemungkinan terdeteksi kecurangan memiliki nilai minimum 2,40, nilai
maksimum 5,00, nilai mean 4,0929 dengan standar deviasi 0,53321,
sedangkan pada variabel dependen (penggelapan pajak) nilai minimum
1,00, nilai maksimum 4,25, nilai mean 2,6178 dengan standar deviasi
0,75903.
b. Hasil Uji Validitas
Pengujian validitas dari instrumen penelitian dilakukan dengan
menghitung angka korelasional atau rhitung dari nilai jawaban tiap
responden untuk tiap butir pertanyaan, kemudian dibandingkan dengan
rtabel. Nilai rtabel 0,176, didapat dari jumlah kasus - 2, atau 127 - 2 = 125,
tingkat signifikansi 5%, maka didapat r tabel 0,176. Setiap butir pertanyaan
102
dikatakan valid bila angka korelasional yang diperoleh dari perhitungan
lebih besar atau sama dengan rtabel (Imam Ghozali, 2011:53). Berdasarkan
hasil pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid,
karena koefisien korelasi (rhitung) > rtabel. Tabel di bawah ini menunjukkan
hasil uji validitas dari variabel keadilan dengan 127 sampel responden.
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan
Pertanyaan
Nilai rhitung
0,597
KP1
0,576
KP2
0,450
KP3
0,545
KP4
0,541
KP5
0,560
KP6
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Nilai rtabel
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Variabel keadilan terdiri atas 6 butir pernyataan, dari ke - 6 butir
pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan
hasil uji validitas dari variabel sistem perpajakan dengan 127 sampel
responden.
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan
Pertanyaan
Nilai rhitung
0,699
SP1
0,753
SP2
0,653
SP3
0,693
SP4
0,541
SP5
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Nilai rtabel
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
103
Variabel sistem perpajakan terdiri atas 5 butir pernyataan, dari ke
- 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini
menunjukkan hasil uji validitas dari variabel diskriminasi dengan 127
sampel responden.
Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi
Pertanyaan
Nilai rhitung
0,592
DP1
0,671
DP2
0,534
DP3
0,495
DP4
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Nilai rtabel
0,176
0,176
0,176
0,176
Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Variabel diskriminasi terdiri atas 4 butir pernyataan, dari ke - 4
butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini
menunjukkan hasil uji validitas dari variabel kemungkinan terdeteksi
kecurangan dengan 127 sampel responden.
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan
Pertanyaan
Nilai rhitung
0,822
KTK1
0,700
KTK2
0,516
KTK3
0,608
KTK4
0,496
KTK5
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Nilai rtabel
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan terdiri atas 5 butir
pernyataan, dari ke - 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel
di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel penggelapan
pajak dengan 127 sampel responden.
104
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak
Pertanyaan
Nilai rhitung
0,704
PP1
0,434
PP2
0,462
PP3
0,560
PP4
0,619
PP5
0,428
PP6
0,472
PP7
0,596
PP8
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Nilai rtabel
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
0,176
Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Variabel penggelapan pajak terdiri atas 8 butir pernyataan, dari ke
- 8 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel)
c. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen
telah dipastikan validitasnya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini
untuk menunjukan tingkat reliabilitas konsistensi internal teknik yang
digunakan adalah dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha dengan
bantuan program SPSS 20. Nilai alpha bervariasi dari 0 – 1, suatu
pertanyaan dapat dikategorikan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari
0,70 dalam (Ghozali, 2011:48).
Tabel 4.10
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Keadilan
Sistem Perpajakan
Diskriminasi
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan
Penggelapan Pajak
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
Cronbach's
Alpha
0,788
0,852
0,767
0,813
0,810
N of
Items
6
5
4
5
8
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
105
Tabel 4.10 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel
keadilan sebesar 0,788, variabel sistem perpajakan sebesar 0,852,
variabel diskriminasi sebesar 0,767, kemungkinan terdeteksi kecurangan
sebesar 0,813 dan variabel penggelapan pajak sebesar 0,810. sehingga
dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner semua variabel ini
reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,7.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang
digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti
bila pernyataan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif
sama dengan jawaban sebelumnya. Uji validitas digunakan untuk
mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu
mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali,
2011:45). Maksudnya untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam kuesioner tersebut mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas Data
Data - data bertipe skala sebagai pada umumnya mengikuti
asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak
mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui kepastian sebaran data
yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang
bersangkutan. Dengan demikian, analisis statistika yang pertama harus
digunakan dalam rangka analisis data adalah analisis statistik berupa uji
normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel independen
106
dan variabel dependen yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi
kemungkinan terjadi kecurangan dan penggelapan pajak (Y) keduanya
memiliki distribusi normal atau tidak, berikut ini gambar grafik uji
normalitas data pada grafik pp – plot.
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas Data
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Pada grafik normal plot terlihat titik - titik menyebar di sekitar
garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.
Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena
asumsi normalitas (Ghozali 2011:163).
b. Hasil Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah
pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.
Untuk mendeteksi adanya problem multikol, maka dapat dilakukan
dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta
besaran korelasi antar variabel independen.
107
Tabel 4.11
Hasil Uji Multikolonieritas
a
Coefficients
Collinearity Statistics
Tolerance
Model
VIF
(Constant)
KP
SP
DP
KTK
a. Dependent Variable: PP
.376
.852
.372
.896
1
2.660
1.174
2.688
1.117
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa masing-masing variabel
mempunyai nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai variance
inflation factor (VIF) disekitar angka 1. keadilan mempunyai nilai
tolerance 0,376, sistem perpajakan mempunyai nilai tolerance 0,852,
diskriminasi mempunyai nilai tolerance 0,372, kemungkinan terdeteksi
kecurangan mempunyai nilai tolerance 0,896 dan keadilan mempunyai
nilai VIF 2,660, sistem perpajakan mempunyai nilai VIF 1,174,
diskriminasi mempunyai nilai VIF 2,688 dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan mempunyai nilai VIF 1,117. Dengan demikian, dapat
disimpulkan
bahwa
persamaan
regresi
tidak
terdapat
problem
multikolineritas karena nilai tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF
(variance inflation factor) di bawah 10.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas menunjukan bahwa variasi
variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heteroskedastisitas
108
kesalahan yang terjadi tidak secara acak tetapi menunjukan hubungan
yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel.
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka hasil Scatterplot dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Dari grafik Scatterplot yang ada pada gambar di atas dapat dilihat
bahwa titik - titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas
maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Ghozali,
2011:139).
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Hasil Uji t (Parsial)
Uji statistik t berguna untuk menguji pengaruh dari masingmasing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing - masing variabel
109
independen secara parsial terhadap variabel dependen dapat dilihat pada
tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.13,
jika nilai probability t < 0,05 maka Ha diterima, sedangkan jika nilai
probability t > 0,05 maka Ha ditolak. (Ghozali, 2011: 101).
Tabel 4.12
Hasil Uji t (Parsial)
a
Coefficients
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
Model
(Constant)
KP
SP
DP
KTK
a. Dependent Variable: PP
1
2.780
.364
.251
-.159
.548
-.329
.076
.075
.075
.073
Standardized
Coefficients
Beta
.263
-.112
.587
-.231
t
Sig.
7.640
.000
3.310
-2.115
7.350
-4.490
.001
.036
.000
.000
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan hasil pengujian dari tabel 4.12 dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan
Pajak.
Hasil uji hipotesis 1 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel
keadilan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,001 dan nilai t
sebesar 3,310. Hal ini berarti Ha1 diterima sehingga dapat dikatakan
bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel
keadilan < 0,05 (0,001 < 0,05) dan nilai thitung > 1,97 (3,310 > 1,97).
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil
penelitian menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan
110
pajak dianggap suatu hal yang etis ataupun tidak etis tergantung
bagaimana pemerintah mengelola dana yang bersumber dari pajak
Negara, dimana masyarakat/WP menganggap bahwa perwujudan
keadilan dalam perpajakan belumlah maksimal.
Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang
sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan
pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan
keadilan pajak, hal ini tidak mudah diterapkan karena keadilan
memiliki perspektif yang sangat luas, dimana menurut Siahaan
(2010:114) keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda.
Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam
penerapan pajak, yaitu: pertama, keadilan dalam penyusunan undang –
undang pajak terkait penyusunan undang-undang merupakan salah satu
penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan
melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang
kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah
pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan
peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi
objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara
pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus
kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak
melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan
WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan
ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan kepada WP,
111
dan hal lainnya. Kedua, keadilan dalam penerapan ketentuan
perpajakan yang merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh
Negara/pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum
pajak untuk menarik/memungut pajak dari masyarakat. Dalam
mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah melalui fiskus harus
memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik.
Ketiga, keadilan dalam penggunaan uang pajak yang menjadi tolok
ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan dengan harapan sampai
dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk
kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada
penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak
menerima kontraprestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau
yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak
untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar
mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah
fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak
oleh pemerintah.
2) Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap
Penggelapan Pajak
Hasil uji hipotesis 2 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel
sistem perpajakan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,036 dan
nilai t sebesar - 2,115. Hal ini berarti Ha2 diterima sehingga dapat
112
dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang
dimiliki variabel sistem perpajakan < 0,05 (0,036 < 0,05) dan nilai
thitung > 1,97 (- 2,115 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al
(2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa sistem perpajakan
memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak.
Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem
perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap
suatu yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak
penggelapan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan
bagian umum angka 3) sistem pemungutan pajak di Indonesia
memiliki corak dan ciri tersendiri dengan menganut self assessment
system dimana masyarakat/WP diberikan kepercayaan penuh untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan kewajiban
pajaknya, dan menunjukan sifat kegotongroyongan pajak sebagai
wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Dengan
berbagai akses kemudahan sistem perpajakan yang ada, baik dalam
hal pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dan SSP (Surat
Setoran Pajak, serta kemudahan dalam membayar pajaknya,
diharapkan masyarakat/WP mampu bekerjasama dengan baik dan
jujur dalam melaporkan kewajiban perpajakannya sehingga mampu
menekan angka penggelapan pajak dan dapat meningkatkan
penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan nasional.
113
3) Hasil
Uji
Hipotesis
3:
Pengaruh
Diskriminasi
Terhadap
Penggelapan Pajak.
Hasil uji hipotesis 3 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel
diskriminasi mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t
sebesar 7,350. Hal ini berarti Ha3 diterima sehingga dapat dikatakan
bahwa diskriminasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel
diskriminasi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (7,350 >
1,97). Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal luar negeri
yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk
diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan
kepada semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun
yang tidak mempunyai NPWP. Hal ini merupakan persamaan hak
kepada
warga
negara
yang
sudah
sama-sama
menunaikan
kewajibannya. Selain itu, kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai
faktor pengurang kewajiban perpajakan dan adanya zona bebas pajak
hanya menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Sehingga
akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok yang tidak
menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang nantinya akan
mengakibatkan tindakan penggelapan pajak
Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008),
Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa
diskriminasi memiliki korelasi positif signifikan terhadap penggelapan
pajak.
114
4) Hasil Uji Hipotesis 4: Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi
Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak
Hasil uji hipotesis 4 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel
kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai tingkat signifikasi
sebesar 0,000 dan nilai t sebasar - 4,490. Hal ini berarti Ha4 diterima
sehingga dapat dikatakan bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena
tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kemungkinan terjadinya
kecurangan < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (- 4,490 >
1,97).
Ketika
masyarakat/WP
menganggap
bahwa
porsentase
kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak
yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk patuh terhadap
aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan penghindaran
Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut jika ketika
diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang akan
dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada
pajak yang sebenarnya harus ia bayar. Pendekatan negatif yang
dilakukan oleh pemerintah dalam mengupayakan peningkatan pajak
atau penurunan tax evasion ternyata cukup bermanfaat. Pendekatan
negatif berupa ancaman pemeriksaan yang dibarengi dengan denda
yang besar cukup efektif untuk menekan tax evasion Wajib Pajak. Hal
ini terlihat dari ketakutan terhadap kemungkinan kecurangan yang
dilakukan ketahuan, ternyata secara psikologis berpengaruh signifikan
115
terhadap tindakan yang mereka lakukan. Tekanan psikologis ini
menyebabkan mereka cenderung tidak melakukan tax evasion. Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti
(2009) dan Dyah (2011) dimana kemungkinan terdeteksi kecurangan
melalui pemeriksaan pajak memiliki korelasi negatif yang signifikan
terhadap penggelapan pajak.
b. Hasil Uji F (Simultan)
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel di bawah ini, jika nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak Ho,
sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka H o diterima
dan menolak Ha.
Tabel 4.13
Hasil Uji Statistik F (Simultan)
a
Model
Regression
1
ANOVA
Sum of Squares
51.603
df
4
Mean Square
12.901
.172
Residual
20.990
122
Total
72.593
126
F
74.982
Sig.
b
.000
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa dari hasil uji
F diperoleh nilai Fhitung sebesar 74,982 > Ftabel sebesar 2,45 dengan
tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Karena tingkat signifikansi lebih kecil
dari 0,05 maka Ha5 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan
terhadap penggelapan pajak berpengaruh secara simultan (bersamasama). Dengan demikian dalam upaya mengurangi penggelapan pajak
116
pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem yang lebih baik lagi dan
menerapkan suatu keadilan bagi Wajib Pajak dalam hal perpajakan dan
menghindari tindakan kecurangan dengan melakukan pemeriksaan pajak
dengan pengawasan yang lebih baik lagi sehingga tidak hilangnya
pemasukan pajak Negara yang dapat digunakan sebagai pembangunan.
Jika hal tersebut tidak ditindaklanjuti, maka akan menyebabkan akibat
yang buruk seperti yang diungkapkan oleh Siahaan (2010:110)
penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara
makro. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Mcgee (2008).
c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda
Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar
variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang
sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:163), berikut ini hasil
persamaan regresi linier berganda.
Tabel 4.14
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
a
Coefficients
Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
Model
(Constant)
KP
SP
DP
KTK
a. Dependent Variable: PP
1
2.780
.364
.251
-.159
.548
-.329
.076
.075
.075
.073
Standardized Coefficients
Beta
.263
-.112
.587
-.231
Sumber: data primer yang diolah, 2013
Koefisien regresi pada variabel keadilan berarah positif dan
signifikan sebesar 0,251, hal ini berarti jika variabel keadilan bertambah
satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah sebesar 0,251
117
satuan atau sebesar 25,1%. Koefisien regresi pada variabel sistem
perpajakan berarah negatif dan signifikan sebesar - 0,159, hal ini berarti
jika variabel sistem perpajakan bertambah satu satuan maka variabel
penggelapan pajak berkurang sebesar 0,159 satuan atau sebesar 15,9%.
Koefisien regresi pada variabel diskriminasi berarah positif dan
signifikan sebesar 0,548, hal ini berarti jika variabel diskriminasi
bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah
sebesar 0,548 satuan atau sebesar 54,8%. Koefisien regresi pada variabel
kemungkinan terdeteksi kecurangan berarah negatif dan signifikan
sebesar - 0,329, hal ini berarti jika variabel kemungkinan terdeteksi
kecurangan bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak
berkurang sebesar 0,329 satuan atau sebesar 32,9% Berdasarkan hasil uji
persamaan regresi berganda maka dapat dilihat variabel independen yang
paling dominan mempengaruhi penggelapan pajak adalah variabel
diskriminasi, karena dilihat berdasarkan nilai beta terbesar sebesar 0,587.
d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi)
Menurut Ghozali (2011:97) untuk menentukan seberapa besar
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu
diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Adapun hasil
uji determinasi Adjusted R2:
Tabel 4.15
Hasil Uji Determinasi ( Adjusted
R2)
b
Model
R
R Square
a
Model Summary
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
1
.843
.711
a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
b. Dependent Variable: PP
.701
.41479
Durbin-Watson
1.311
Sumber: data primer yang diolah, 2013
118
Hasil pengujian menunjukkan besarnya koefisien korelasi
berganda (R), koefisien determinasi (R Square), dan koefisien
determinasi yang disesuaikan (Adjusted R Square). Berdasarkan tabel
model summaryb di atas diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi
berganda (R) sebesar 0,843. Ini menunjukkan bahwa variabel keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan
terhadap penggelapan pajak mempunyai hubungan yang sangat kuat.
Hasil pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R Square) sebesar 0,711 dan nilai koefisien determinasi
yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah 0,701. Hal ini berarti
70,1% variasi dari penggelapan pajak bisa dijelaskan oleh variasi
variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan). Sedangkan sisanya (100% - 70,1%
= 29,9%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini seperti variabel kecenderungan personal (Ayu,
2009), teknologi informasi (Ayu, 2009), dan budaya yang berbeda
(Mcgee, 2009) diharapkan variabel lain ini juga akan mempengaruhi
penggelapan pajak. Jadi terdapat banyak variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi penggelapan pajak, dengan mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi penggelapan pajak, maka akan mencegah terjadinya
penggelapan pajak yang sering terjadi di indonesia, sehingga kasus
perpajakan lainnya dapat terungkap.
119
C. Interpretasi
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda mengenai pengaruh
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan terhadap penggelapan pajak, maka dapat diinterpretasikan sebagai
berikut:
1. Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan Pajak
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara
parsial antara keadilan terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai
signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya
keadilan maka akan semakin tinggi penggelapan pajak, sehingga pemerintah
perlu meningkatkan keadilan yang berkaitan dengan penggunaan dana yang
bersumber dari pajak secara adil dan merata.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil penelitian
menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan pajak dianggap suatu
hal yang etis ataupun tidak etis tergantung bagaimana pemerintah mengelola
dana yang bersumber dari pajak Negara, dimana masyarakat/WP
menganggap bahwa perwujudan keadilan dalam perpajakan belumlah
maksimal. Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang
sangat
mendasar
yang
selalu
dijumpai
dalam
pemungutan
dan
pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan keadilan
pajak.
120
2. Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara
parsial antara sistem perpajakan terhadap penggelapan pajak dilihat
berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa
semakin
baiknya
sistem
perpajakan,
maka
semakin
menurunkan
penggelapan pajak.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan
bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap
penggelapan pajak. Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem
perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap suatu
yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak penggelapan
pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan bagian umum angka 3) sistem
pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri dengan
menganut self assessment system dimana masyarakat/WP diberikan
kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta
melaporkan kewajiban pajaknya.dan menunjukan sifat kegotongroyongan
pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat.
121
3. Pengaruh Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara
parsial antara diskrimanasi terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan
nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin
tingginya diskriminasi maka semakin meningkatkan penggelapan pajak.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan
bahwa
diskriminasi
memiliki
korelasi
positif
signifikan
terhadap
penggelapan pajak. Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal
luar negeri yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk
diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan kepada
semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun yang tidak
mempunyai NPWP.
4. Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Penggelapan
Pajak
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara
parsial antara pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dilihat
berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktian bahwa
semakin tingginya kemungkinan terdeteksi kecurangan maka semakin
menurunkan tindak penggelapan pajak.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andreas (2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) dimana
kemungkinan terdeteksi kecurangan melalui pemeriksaan pajak memiliki
122
korelasi negatif yang signifikan terhadap penggelapan pajak. Ketika
masyarakat/WP menganggap bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya
kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan
cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak
melakukan penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut
jika ketika diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang
akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada
pajak yang sebenarnya harus ia bayar.
123
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa keadilan, sistem
perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap
penggelapan pajak. Responden penelitian ini berjumlah 127 orang Wajib Pajak
pada wilayah Jakarta. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan
pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan
model regresi berganda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji regresi ditemukan bahwa pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa secara parsial variabel keadilan berpengaruh
positif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian
Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Nickerson, et al (2009) yang menyatakan
bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan
pajak. Pada variabel sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap
penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Ayu dan Hastuti (2009),
Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa
sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan
pajak. Pada variabel diskriminasi berpengaruh positif terhadap penggelapan
pajak. Hal ini mendukung penelitian Nickerson, et al (2009), Suminarsasi
dan Supriyadi (2011) dan Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa
diskriminasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan
pajak. Pada variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh
124
negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Andreas
(2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) yang menyatakan bahwa
diskriminasi
berpengaruh
secara
negatif
dan
signifikan
terhadap
penggelapan pajak dan hasil penelitian secara simultan variabel keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan
Supriyadi (2011), Ayu dan Hastuti (2009), Mcgee (2008).
2. Dalam penelitian ditemukan bahwa variabel diskriminasi memiliki pengaruh
paling
dominan
mempengaruhi
diantara
variabel
lainya
terhadap
penggelapan pajak dapat dilihat berdasarkan nilai standard coeficient beta
sebesar 0,587.
B. Implikasi
Implikasi pada penelitian ini didasarkan dari kesimpulan bahwa
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan secara bersama-sama mempengaruhi penggelapan pajak (tax
evasion). Hal ini menunjukan, bahwa pemerintah harus lebih baik dalam
mengawasi, mengakomodir, mendistribusikan dan mengolah dana pajak yang
ada, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis dan stabil dalam
mewujudkan
pembangunan
yang
adil
dan
merata.
Di
lain
sisi,
masyarakat/Wajib Pajak sebagai pihak yang membayarkan pajak dan
pemerintah sebagai lembaga tertinggi yang diamanahkan untuk mengelola dana
pajak yang ada harus lebih meningkatkan kinerja, mutu, kualitas, disiplin dan
125
integritas tinggi yang berkaitan dengan moral yang dituntut dari setiap aparat
Ditjen Pajak dengan bersikap jujur dan bersih dari tindakan - tindakan tercela
yang
senantiasa
mengutamakan
kepentingan
Negara
sehingga
masyarakat/Wajib Pajak menjadi senang dan memiliki tingkat kesadaran
kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi. Oleh
karena demikian, maka target penerimaan pajak Negara bisa meningkat demi
terciptanya pembangunan nasional yang merata.
C. Saran
Hasil menyatakan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan sangat penting dalam mengurangi
penggelapan pajak pada wilayah Jakarta maka perlu adanya analisa dan
tindaklanjut mengenai
kemungkinan
terdeteksi
keadilan, sistem
kecurangan,
perpajakan, diskriminasi
dengan
demikian
peneliti
dan
akan
memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya:
1. Menambah jumlah responden dan wilayah penelitian sehingga menambah
sebuah penelitian yang lebih baik.
2. Menambahkan jumlah variabel independen yang dapat mempengaruhi
penggelapan pajak, seperti ketepatan pengalokasian, teknologi informasi
dan budaya yang berbeda.
3. Tidak hanya menggunakan kuisioner tapi juga melakukan wawancara secara
langsung
126
DAFTAR PUSTAKA
Andria, Harry. 2008. “Aspek Keadilan Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap
Transaksi Perdagangan Saham Di Bursa Efek”. Tesis, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Aritonang, Meli. 2010. “Analisis Implementasi Teknik Audit Berbantuan
Komputer Pengaruhnya terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Rutin
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang”, Jakarta.
Ayu, Dyah. 2011. “Persepsi Efektivitas Pemerikasaaan Pajak Terhadap
Kecenderungan Perlawanan Pajak”. Seri Kajian Ilmiah, Volume 14,
Nomor 1, Januari 2011.
Ayu, Dyah dan Rini Hastuti. 2009. “Persepsi WP: Dampak Pertentangan
Diametral Pada Tax Evasion WP Dalam Aspek Kemungkinan
Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian,
Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi WP
Orang Pribadi")”. Kajian akuntansi.
Budiman Judi dan Setiyono. 2012. “Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Penghindaran Pajak”. PPJK 29 Universitas Gajah Mada dan Universitas
Islam Sultan Agung. Yogyakarta.
Danandjaja, James. 2003. “Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan
Masalah Aktual di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera”.
Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM
SPSS 19, Edisi 5”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hamid, Abdul. 2010. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Jakarta.
Hartman, Laura P dan Desjardins. 2008. “Business Ethics: decision Making for
Personal Integrity and Social Responsibility”. New York.
Hartono, Jogiyanto. 2004. “Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-Pengalaman”. Yogyakarta, BPFE.
Izza, Nur Ika Alfi dan Ardi Hamzah. “Etika Penggelapan Pajak Perspektif
Agama: Sebuah Studi Interpretatif ”. Surabaya.
Mardiasmo. 2009. “Perpajakan Edisi Revisi 2009”. Yogyakarta, Penerbit Andi.
Masri, Indah dan Dwi Martani. 2012. “ Pengaruh Tax Avoidence Terhadap Cost
of Debt”. PPJK 20, Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
127
McGee, Robert W. 2006. “Three Views on the Ethics of Tax Evasion”, Journal of
Business Ethics 2006, pp. 15-35.
McGee, R.W., Simon dan Annie. 2008. “A comparative Study on Perceived
Ethics of Tax Evasion: Hong Kong Vs the United Stated”, Journal of
Business Ethics 2008, pp. 147-158.
Mc. Graw Hill. Gujarati D. N and Porter D C. 2009. Basic Econometrics. .
Nickerson, Inge. 2009. “Pleshko dan McGee. Presenting the Dimensionality of An
Ethics Scale pertaining To Tax Evasion”, Journal of Legal, Ethical and
Regulatory Issues, Volume 12, Number 1.
Nurmantu, Safri. 2003. “Pengantar Perpajakan”. Jakarta , Granit
Pardiat. 2008. “Pemeriksaan Pajak”. Jakarta, Mitra Wacana Media.
Priantara, Diaz. 2011. “Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan
Pajak”. Jakarta, PT Indeks..
Priyatno, Dwi. 2008 . “Mandiri Belajar SPSS”, Cet-1, Jakarta. PT. Buku Kita.
Rahayu, Dewi P. 2006. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Transparansi
Belanja Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Pada
Wajib Pajak di Kota Surakarta”. Yogyakarta, Tesis Program Magister
Sains Akuntansi UGM.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
manusia. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Resmi, Siti. 2009. “ Perpajakan Teori dan Kasus”, Jakarta, Salemba Empat.
Rosdiana Haula dan Edi Slamet Irianto. 2011. “Pengantar Ilmu Pajak, Kebijakan
dan Implementasi di Indonesia “. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
Saidi, Muhammad Djafar. 2007. “Pembaharuan Hukum Pajak. Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada.
Salip dan Tendy Wato. 2006. “Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak (Studi Kasus: Di KPP Jakarta Kebon Jeruk)”, Jurnal
Keuangan Publik Vol. 4, No. 2, September 2006
Sekaran, Uma. 2000. “Research Methods for Business Third Edition”. USA, John
Wiley & Sons, Inc.
128
Setiawan, Maria Justina. 2008. “Sekilas Tentang Manajemen Pajak”. Jurnal
Administrasi Bisnis Volume 4 No.2: halaman 174-178 (ISSN:02161249). FISIP-UNPAR.
Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Elementer”. Yogyakarta, Penerbit
Graha Ilmu.
Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Material”. Yogyakarta, Penerbit Graha
Ilmu.
Soemitro, Rochmat. 1992. “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan
1994”. Bandung, Eresco.
Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. Cetakan ke-16, Bandung,
Alfabeta.
Syopiansyah Jaya Putra dan DurrachamanYusuf. 2009. “Etika Bisnis dan Hak
Kekayaan Intelektual”. Jakarta.
Suminarsasi, Wahyu dan Supriyadi. 2011. “Pengaruh Keadilan, Sistem
Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Penggelapan Pajak.” Yogyakarta, PPJK 15 Universitas Gajah Mada.
Tjahyono, Achmad dan M. Fakhri Husein. 2005 . “Perpajakan”, Edisi 3, UPP
AMP YKPN.
Trihendradi, Cornelius. 2007. “Langkah Mudah Menguasai
Menggunakan SPSS 15”. Yogyakarta, Penerbit Andi.
Statistik
Velasquez, Manuel G. 2002. “Business Ethics: Consepts and Cases Fift Edition”.
New Jersey, Mc. Pearson Education.
Waluyo. 2010. “Perpajakan Indonesia”, Jakarta. Salemba Empat.
www.ikpi.or.id/sites/default/files/peraturan_pajak/SE_29.PJ_.2011.pdf
www.pbtaxand.com/uploads/regulation/SE_07_PJ_2012.pdf
www.ortax.org
www.pajak.go.id
www.antaranews.com
129
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian
KUESIONER
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN
KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP
PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)
IRMA SURYANI RAHMAN
NIM: 208082000026
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
130
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner
Jakarta,
Mei 2013
Kepada YTH.
Bapak/Ibu Responden
Di tempat
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program
Srata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya.
Nama : Irma Suryani Rahman
NIM
: 208082000026
Untuk itu saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dengan mengisi lembar kuesioner ini dengan lengkap dan sebelumnya
saya mohon maaf telah mengganggu waktu bekerjanya. Data yang di peroleh
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga kerahasiaannya
akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian.
Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu merupakan faktor
kunci untuk mengetahui Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Etika Penggelapan Pajak.

Responden diharapkan membaca setiap pertanyaan secara hati-hati dan
menjawab dengan lengkap semua pertanyaan kerena apabila terdapat salah
satu nomor yang tidak diisi maka kuesioner dianggap tidak berlaku.
 Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda yang penting
jawaban sesuai dengan pendapat anda.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi dan
menjawab semua pertanyaan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Pembimbing I
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
Pembimbing II
Reskino, SE., Ak., M.Si
Penulis
Irma Suryani Rahman
131
Petunjuk: mohon jawaban atas pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda
centang (√) pada jawaban yang paling tepat menurut pendapat
Bapak/Ibu/Saudara.
IDENTITAS RESPONDEN
Beri tanda( x ) atau ( √ ) pada identitas pengenal Bapak,/Ibu/Saudara
1. Nama
: ……………………………………………….
2. Jenis Kelamin
:
Pria
3. Umur Responden
:
20-24
4. PendidikanTerakhir
:
D3
5. Pekerjaan
:
Wiraswasta
Wanita
25-35
S1
>35 Tahun
S2
S3
Lainnya
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda centang (√) pada
jawaban yang sesuai dengan keadaan, pendapat dan perasaan Anda yang
sebenarnya.
1. Sangat setuju
2. Setuju
(SS)
(S)
3. Netral
(N)
4. Tidak Setuju
(TS)
5. Sangat tidak setuju
(STS)
Catatan : Jawaban apapun yang diberikan tidak akan mempengaruhi apapun
tehadap Bapak/Ibu, karena penelitian ini semata-mata digunakan hanya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
132
KEADILAN PAJAK
No
Pertanyaan
1. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun dana
2.
3.
4.
5.
6.
SS
S
N
TS
yang bersumber dari pajak digunakan untuk
membangun fasilitas umum yang bersifat penting.
Penggelapan pajak dianggap etis meskipun uang
yang bersumber dari pajak telah digunakan secara
baik dan benar
Penggelapan pajak dianggap etis meskipun tarif
pajaknya rendah
Penggelapan pajak dianggap etis jika orang yang
memiliki penghasilan tinggi, maka kewajiban
perpajakannya juga tinggi
Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
tidak adil dalam penyusunan undang-undang
perpajakan
Penggelapan pajak dianggap etis jika pihak fiskus
atau Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) tidak adil
dalam melaksanakan ketentuan perpajakan
SISTEM PERPAJAKAN
No
Pertanyaan
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika sistem
SS
S
N
TS
perpajakan yang ada tidak adil
2.
Penggelapan pajak dianggap etis jika tarif pajak yang
dikenakan oleh Wajib Pajak (WP) tidak sesuai
dengan tingkat penghasilan WP.
3.
Menurut saya, uang pajak yang terkumpul harus
dikelola dengan bijaksana
4.
Menurut saya, prosedur sistem perpajakan yang ada
memberikan
kemudahan
oleh
WP
dalam
menyetorkan pajaknya
Menurut saya, Direktorat jenderal perpajakan (Ditjen
Pajak) sudah memberikan sosialisasi yg baik untuk
kemudahan akses penyetoran pajak
5.
STS
133
STS
DISKRIMINASI PAJAK
No
Pertanyaan
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
2.
3.
4.
SS
S
N
TS
STS
SS
S
N
TS
STS
melakukan pendiskriminasian atas agama yang saya
anut, ras dan kebudayaan saya.
Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
memenjarakan
orang
dikarenakan
pendapat
politiknya.
Menurut saya, zakat diperbolehkan sebagai faktor
pengurang pajak merupakan suatu bentuk
diskriminasi
Menurut saya, kebijakan fiskal luar negeri terkait
dengan kepemilikan NPWP merupakan bentuk
diskriminasi
KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN
No
Pertanyaan
1. WP membayar pajak karena takut akan hukum
perpajakan
2. WP akan mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) pajaknya dengan benar, dari pada mengisi
SPT secara tidak benar dengan kesengajaan
sehingga menyebabkan timbulnya sanksi denda
3. Jika saya diperiksa oleh fiskus terkait dengan
kekeliruan dalam pengisian SPT, maka saya akan
membayar pajak dengan benar
4. Penggelapan pajak dilakukan Jika kemungkinan
terdeteksi atas kecurangan dalam pengisian SPT
itu rendah.
5. Menurut saya, fiskus harus melaksanakan
tugasnya dengan baik dan benar serta menghargai
hak dan kewajibannya.
134
ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
No
Pertanyaan
SS
S
N
TS
1. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila
tarif pajaknya terlalu tinggi
2. Penggelapan pajak etis apabila uang pajak yang
terkumpul tidak dikelola untuk membiayai
pengeluaran umum
3. Menurut saya, penggelapan etis apabila saya tidak
merasakan manfaat dari uang pajak yang saya
setor
4. WP akan melakukan penggelapan pajak apabila
hukum yang ada lemah
5. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila
terdapat diskriminasi dalam perpajakan
6. Jika kinerja pemerintah khususnya aparatur
perpajakan buruk dan tingginya angka korupsi
terhadap dana perpajakan, maka masyarakat/WP
akan enggan dalam membayar pajak
7. Jika kinerja pemerintahan khususnya aparatur
perpajakan baik, komunikatif dan inspiratif
terhadap masyarakat/WP, maka masyarakat/WP
akan membayar kewajiban pajaknya dengan
perasaan senang
8. Penggelapan pajak dianggap etis jika WP yang
memiliki penghasilan sama besar, maka kewajiban
membayar pajaknya juga sama
----------TERIMA KASIH----------
135
STS
Lampiran 2: Data Mentah Hasil Jawaban Responden
Keadilan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
KP1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
5
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
KP2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
2
2
2
2
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
KP3
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
1
3
1
4
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
4
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
1
1
1
2
2
4
KP4
2
2
3
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
3
3
4
4
2
2
3
3
4
4
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
KP5
4
5
3
4
4
5
4
3
4
5
3
4
4
5
3
4
4
5
4
3
4
5
3
4
5
5
4
4
4
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
KP6
4
5
3
4
4
5
4
3
4
5
3
4
4
4
4
5
4
4
5
3
5
4
4
4
5
4
4
5
3
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
Total
17
24
15
13
20
14
16
11
13
22
11
16
12
14
19
22
18
16
19
14
18
17
18
15
17
23
16
19
17
10
16
24
12
8
18
6
12
8
8
18
8
11
6
8
18
22
16
Rata - Rata
2,83
4,00
2,50
2,17
3,33
2,33
2,67
1,83
2,17
3,67
1,83
2,67
2,00
2,33
3,17
3,67
3,00
2,67
3,17
2,33
3,00
2,83
3,00
2,50
2,83
3,83
2,67
3,17
2,83
1,67
2,67
4,00
2,00
1,33
3,00
1,00
2,00
1,33
1,33
3,00
1,33
1,83
1,00
1,33
3,00
3,67
2,67
136
No
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
KP1
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
1
KP2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
2
3
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
5
1
2
2
KP3
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
1
1
2
2
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
4
4
3
2
3
1
1
1
KP4
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
3
4
2
4
2
2
3
2
2
3
3
3
3
3
4
3
2
4
3
3
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
3
1
1
2
KP5
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
4
5
4
KP6
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
2
3
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
5
4
4
4
Total
24
13
9
18
6
11
8
8
16
9
12
6
9
16
24
12
18
14
10
16
7
10
15
11
16
10
10
16
17
14
24
14
13
18
6
17
11
11
16
9
11
9
11
19
18
13
9
20
13
17
14
Rata - Rata
4,00
2,17
1,50
3,00
1,00
1,83
1,33
1,33
2,67
1,50
2,00
1,00
1,50
2,67
4,00
2,00
3,00
2,33
1,67
2,67
1,17
1,67
2,50
1,83
2,67
1,67
1,67
2,67
2,83
2,33
4,00
2,33
2,17
3,00
1,00
2,83
1,83
1,83
2,67
1,50
1,83
1,50
1,83
3,17
3,00
2,17
1,50
3,33
2,17
2,83
2,33
137
No
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
KP1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
5
1
2
1
1
5
1
2
1
3
3
4
3
3
3
3
3
KP2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
5
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
KP3
1
1
2
1
1
1
2
2
3
4
4
3
5
4
3
4
3
4
3
4
4
1
4
4
3
2
3
1
1
KP4
2
3
3
1
1
1
4
3
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
KP5
4
4
5
5
4
4
4
3
4
4
4
5
5
5
4
4
4
3
4
4
3
4
5
4
4
4
5
4
4
KP6
5
4
4
5
5
3
4
4
4
4
3
5
4
5
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
5
5
5
4
4
Total
15
18
17
16
13
12
20
20
18
24
18
19
27
17
16
16
16
23
17
16
14
15
21
24
20
19
22
14
15
Rata - Rata
2,50
3,00
2,83
2,67
2,17
2,00
3,33
3,33
3,00
4,00
3,00
3,17
4,50
2,83
2,67
2,67
2,67
3,83
2,83
2,67
2,33
2,50
3,50
4,00
3,33
3,17
3,67
2,33
2,50
138
Sistem Perpajakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
SP1
5
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
5
5
5
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
5
4
4
4
4
4
4
SP2
4
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
5
5
4
4
4
5
4
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
SP3
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
5
5
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
5
5
4
5
4
4
5
4
4
4
SP4
5
4
4
5
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
5
5
4
4
5
5
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
5
5
4
4
5
4
4
5
5
4
1
SP5
5
4
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
5
4
4
5
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
5
4
4
5
4
4
5
5
4
5
Total
23
20
20
21
20
20
20
24
25
20
20
20
20
22
23
21
20
20
23
20
25
23
24
23
21
20
23
22
20
20
20
21
24
22
20
20
20
20
20
23
25
21
20
24
20
20
24
22
20
18
Rata - Rata
4,60
4,00
4,00
4,20
4,00
4,00
4,00
4,80
5,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,40
4,60
4,20
4,00
4,00
4,60
4,00
5,00
4,60
4,80
4,60
4,20
4,00
4,60
4,40
4,00
4,00
4,00
4,20
4,80
4,40
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,60
5,00
4,20
4,00
4,80
4,00
4,00
4,80
4,40
4,00
3,60
139
No
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
SP1
4
4
4
4
4
3
4
4
5
4
4
3
4
4
3
3
4
2
3
5
5
2
4
4
5
4
4
3
3
2
3
3
4
4
4
1
3
2
3
3
4
4
2
3
4
3
3
2
4
3
4
SP2
4
4
4
5
4
3
4
5
4
4
3
3
4
5
3
4
4
4
4
5
4
2
3
4
4
3
4
3
3
2
2
3
4
4
4
2
3
2
3
3
3
4
4
4
4
3
3
3
5
4
4
SP3
4
4
4
5
4
3
4
4
5
4
4
3
4
4
2
3
4
4
3
5
4
3
4
4
3
3
2
3
3
3
2
2
4
3
3
5
4
1
2
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
4
5
SP4
3
1
2
1
1
3
1
2
5
4
4
3
4
4
2
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
3
2
4
3
3
4
3
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
SP5
4
4
4
5
4
4
4
5
5
4
4
3
4
5
4
4
4
4
3
5
4
2
4
4
4
4
3
3
3
3
4
4
4
5
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
Total
19
17
18
20
17
16
17
20
24
20
19
15
20
22
14
17
20
18
17
24
21
13
19
21
21
17
15
16
15
13
15
15
20
20
19
15
19
14
16
17
19
20
17
19
18
17
17
16
21
19
21
Rata - Rata
3,80
3,40
3,60
4,00
3,40
3,20
3,40
4,00
4,80
4,00
3,80
3,00
4,00
4,40
2,80
3,40
4,00
3,60
3,40
4,80
4,20
2,60
3,80
4,20
4,20
3,40
3,00
3,20
3,00
2,60
3,00
3,00
4,00
4,00
3,80
3,00
3,80
2,80
3,20
3,40
3,80
4,00
3,40
3,80
3,60
3,40
3,40
3,20
4,20
3,80
4,20
140
No
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
SP1
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
4
4
3
1
3
5
4
5
5
3
5
4
4
5
5
5
SP2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
3
5
4
5
4
5
5
SP3
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
5
4
5
5
4
5
SP4
4
4
4
4
3
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
3
3
4
4
5
3
4
5
5
5
5
SP5
3
4
3
4
3
4
4
5
3
4
4
4
2
4
4
4
4
5
4
2
4
4
4
4
4
5
Total
19
20
19
20
18
19
20
21
19
20
20
20
17
18
19
21
21
24
23
17
22
20
23
23
23
25
Rata - Rata
3,80
4,00
3,80
4,00
3,60
3,80
4,00
4,20
3,80
4,00
4,00
4,00
3,40
3,60
3,80
4,20
4,20
4,80
4,60
3,40
4,40
4,00
4,60
4,60
4,60
5,00
141
Diskriminasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
DP1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
DP2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
2
2
2
2
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
DP3
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
2
2
4
3
2
2
2
2
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
2
4
4
3
2
DP4
2
2
5
2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
3
1
2
2
1
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
4
3
2
4
3
3
Total
9
14
11
6
11
4
8
6
8
12
8
8
5
8
9
14
10
7
9
8
9
4
7
6
6
12
7
7
4
5
9
16
9
7
12
4
7
6
6
12
7
7
4
5
12
13
11
16
10
8
Rata - Rata
2,25
3,50
2,75
1,50
2,75
1,00
2,00
1,50
2,00
3,00
2,00
2,00
1,25
2,00
2,25
3,50
2,50
1,75
2,25
2,00
2,25
1,00
1,75
1,50
1,50
3,00
1,75
1,75
1,00
1,25
2,25
4,00
2,25
1,75
3,00
1,00
1,75
1,50
1,50
3,00
1,75
1,75
1,00
1,25
3,00
3,25
2,75
4,00
2,50
2,00
142
No
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
DP1
3
1
2
1
1
5
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
5
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
1
1
3
1
DP2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
DP3
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
DP4
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
4
3
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
Total
12
4
6
6
6
14
8
6
4
5
11
16
10
10
11
5
7
5
6
11
8
9
5
5
11
11
10
16
10
8
12
4
8
7
7
10
8
6
5
6
12
14
10
8
11
5
8
6
6
10
8
Rata - Rata
3,00
1,00
1,50
1,50
1,50
3,50
2,00
1,50
1,00
1,25
2,75
4,00
2,50
2,50
2,75
1,25
1,75
1,25
1,50
2,75
2,00
2,25
1,25
1,25
2,75
2,75
2,50
4,00
2,50
2,00
3,00
1,00
2,00
1,75
1,75
2,50
2,00
1,50
1,25
1,50
3,00
3,50
2,50
2,00
2,75
1,25
2,00
1,50
1,50
2,50
2,00
143
No
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
DP1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
3
1
2
1
1
5
1
2
1
1
2
4
2
1
5
1
2
DP2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
2
5
1
2
DP3
1
1
1
2
2
3
4
4
3
3
4
3
4
3
4
3
4
4
1
4
4
3
2
3
1
1
DP4
1
1
1
4
3
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
Total
6
4
5
12
13
10
16
11
9
12
7
8
9
8
17
9
9
7
5
11
16
10
8
16
4
6
Rata - Rata
1,50
1,00
1,25
3,00
3,25
2,50
4,00
2,75
2,25
3,00
1,75
2,00
2,25
2,00
4,25
2,25
2,25
1,75
1,25
2,75
4,00
2,50
2,00
4,00
1,00
1,50
144
Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
KTK1
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
4
5
5
5
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
5
5
4
5
4
4
4
4
4
4
KTK2
5
5
5
5
4
5
5
5
5
4
4
5
5
5
5
4
4
5
4
4
5
4
5
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
5
4
4
4
4
5
4
5
5
4
5
4
4
4
4
4
4
KTK3
5
5
5
4
5
5
5
4
5
5
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
KTK4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
4
4
5
5
4
4
4
5
4
5
5
4
5
4
4
5
4
4
4
4
5
4
5
5
5
5
4
4
4
5
4
4
4
4
KTK5
5
5
5
5
5
4
5
4
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
5
3
4
4
5
4
3
4
5
3
4
4
5
3
4
4
5
4
4
5
4
5
5
4
5
4
4
4
4
4
4
Total
25
25
25
24
24
24
24
23
25
24
22
25
25
25
23
19
20
21
21
22
21
20
21
22
20
21
24
21
20
20
20
25
19
21
20
21
21
20
25
21
24
24
20
24
20
21
20
20
20
20
Rata - Rata
5,00
5,00
5,00
4,80
4,80
4,80
4,80
4,60
5,00
4,80
4,40
5,00
5,00
5,00
4,60
3,80
4,00
4,20
4,20
4,40
4,20
4,00
4,20
4,40
4,00
4,20
4,80
4,20
4,00
4,00
4,00
5,00
3,80
4,20
4,00
4,20
4,20
4,00
5,00
4,20
4,80
4,80
4,00
4,80
4,00
4,20
4,00
4,00
4,00
4,00
145
No
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
KTK1
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
2
4
3
3
4
5
4
4
4
4
4
2
3
4
3
3
4
5
3
4
5
4
3
3
4
4
3
2
3
4
KTK2
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
5
4
4
3
4
4
4
5
5
4
4
3
4
4
2
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
3
2
4
3
3
4
3
4
KTK3
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
5
4
4
4
5
4
4
4
3
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
3
4
4
4
3
2
4
4
KTK4
5
4
4
4
5
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
2
5
2
4
4
5
3
4
4
4
4
2
3
3
3
3
4
4
3
4
4
5
4
2
3
3
3
2
2
3
KTK5
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
5
4
4
3
4
4
2
3
4
4
4
4
4
4
4
5
5
3
2
4
3
3
4
3
4
Total
21
20
20
20
21
20
20
23
22
20
20
20
20
20
22
21
19
17
20
19
18
12
18
15
16
20
24
19
20
18
20
21
12
16
19
18
18
20
21
18
20
23
24
16
13
19
17
15
14
15
19
Rata - Rata
4,20
4,00
4,00
4,00
4,20
4,00
4,00
4,60
4,40
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,40
4,20
3,80
3,40
4,00
3,80
3,60
2,40
3,60
3,00
3,20
4,00
4,80
3,80
4,00
3,60
4,00
4,20
2,40
3,20
3,80
3,60
3,60
4,00
4,20
3,60
4,00
4,60
4,80
3,20
2,60
3,80
3,40
3,00
2,80
3,00
3,80
146
No
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
KTK1
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
5
KTK2
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
4
5
KTK3
4
4
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
5
5
4
5
KTK4
3
5
4
4
3
4
5
3
4
5
4
3
4
4
5
4
3
4
4
4
4
3
4
5
3
4
KTK5
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
Total
19
21
21
24
23
21
21
19
20
21
20
19
20
20
21
19
19
20
20
20
20
19
21
24
19
23
Rata - Rata
3,80
4,20
4,20
4,80
4,60
4,20
4,20
3,80
4,00
4,20
4,00
3,80
4,00
4,00
4,20
3,80
3,80
4,00
4,00
4,00
4,00
3,80
4,20
4,80
3,80
4,60
147
Penggelapan Pajak
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
PP1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
5
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
PP2
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
5
1
3
5
3
4
5
3
4
4
5
4
3
4
5
3
4
4
4
4
5
4
5
5
3
PP3
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
1
3
1
4
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
4
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
1
1
1
2
2
4
4
3
2
PP4
2
2
3
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
3
3
4
4
2
2
3
3
4
4
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
PP5
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
5
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
PP6
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
2
2
4
3
4
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
1
1
1
2
2
4
4
3
2
PP7
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
2
2
1
2
1
2
1
1
5
1
4
4
4
4
5
3
4
4
5
4
3
5
5
4
5
5
4
3
5
3
4
4
3
PP8
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
2
2
2
2
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
TOTAL
17
30
17
9
24
8
16
9
9
24
9
16
8
9
28
29
18
15
18
12
17
12
19
11
11
28
13
21
24
18
25
34
18
15
26
16
20
13
16
28
14
19
15
15
25
30
24
33
23
15
Rata - Rata
2,13
3,75
2,13
1,13
3,00
1,00
2,00
1,13
1,13
3,00
1,13
2,00
1,00
1,13
3,50
3,63
2,25
1,88
2,25
1,50
2,13
1,50
2,38
1,38
1,38
3,50
1,63
2,63
3,00
2,25
3,13
4,25
2,25
1,88
3,25
2,00
2,50
1,63
2,00
3,50
1,75
2,38
1,88
1,88
3,13
3,75
3,00
4,13
2,88
1,88
148
No
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
PP1
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
2
4
1
1
3
PP2
3
4
5
5
5
4
4
4
4
4
5
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
4
3
2
4
3
3
3
1
4
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
5
1
2
2
2
3
PP3
2
3
1
1
1
1
1
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
1
1
2
2
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
4
4
3
2
3
1
1
1
1
1
PP4
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
3
4
2
4
2
2
3
2
2
3
3
3
3
3
4
3
2
4
3
3
3
1
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
3
1
1
2
2
3
PP5
1
3
1
2
1
1
3
1
2
1
1
2
4
2
1
3
1
2
1
1
5
1
2
1
1
4
4
2
4
2
3
3
1
4
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
1
2
1
1
2
4
PP6
2
3
1
1
1
3
5
4
4
3
3
4
4
4
5
5
5
4
4
4
3
4
5
4
4
4
5
4
4
4
5
4
5
4
3
5
5
5
4
4
5
4
3
4
3
4
4
4
5
5
4
PP7
3
4
5
4
5
3
5
4
4
3
3
4
5
4
4
4
5
4
4
4
5
4
5
3
4
5
5
5
4
4
5
4
5
4
4
4
5
5
5
4
5
5
4
4
4
3
4
4
5
4
4
PP8
2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
4
2
2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
2
4
2
2
3
1
2
2
2
3
2
2
1
2
3
4
2
2
3
1
2
2
2
3
TOTAL
15
26
16
19
17
16
29
19
22
15
18
24
33
20
27
23
20
24
15
18
25
19
28
17
18
28
28
23
32
23
24
26
16
27
18
20
26
21
21
18
22
27
26
22
18
24
16
19
19
19
25
Rata - Rata
1,88
3,25
2,00
2,38
2,13
2,00
3,63
2,38
2,75
1,88
2,25
3,00
4,13
2,50
3,38
2,88
2,50
3,00
1,88
2,25
3,13
2,38
3,50
2,13
2,25
3,50
3,50
2,88
4,00
2,88
3,00
3,25
2,00
3,38
2,25
2,50
3,25
2,63
2,63
2,25
2,75
3,38
3,25
2,75
2,25
3,00
2,00
2,38
2,38
2,38
3,13
149
No
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
PP1
1
2
1
1
4
4
2
4
2
1
5
1
2
1
1
5
1
2
1
3
3
4
3
3
3
3
3
PP2
3
1
1
1
4
3
2
4
2
2
5
1
2
2
1
5
1
2
1
3
3
4
3
3
3
3
3
PP3
2
1
1
1
2
2
3
4
4
3
5
4
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
PP4
3
1
1
1
4
3
2
4
3
3
3
1
1
2
2
3
3
1
1
1
2
4
3
3
3
1
1
PP5
2
1
3
3
2
5
3
3
4
2
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3
PP6
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
4
4
4
4
5
4
4
PP7
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
4
4
4
4
5
4
4
PP8
2
2
1
2
2
4
3
4
2
2
3
1
2
2
2
5
2
2
1
2
3
4
2
2
5
1
2
TOTAL
21
16
16
17
26
29
23
31
25
21
33
20
20
21
19
33
23
21
19
24
25
31
25
26
31
21
21
Rata - Rata
2,63
2,00
2,00
2,13
3,25
3,63
2,88
3,88
3,13
2,63
4,13
2,50
2,50
2,63
2,38
4,13
2,88
2,63
2,38
3,00
3,13
3,88
3,13
3,25
3,88
2,63
2,63
150
Lampiran 3: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Keadilan
Case Processing Summary
N
%
Valid
127
100.0
a
Cases
Excluded
0
.0
Total
127
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.788
6
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
2.09
1.137
2.31
.932
2.19
1.132
2.28
1.036
3.02
1.365
3.18
1.178
KP1
KP2
KP3
KP4
KP5
KP6
Scale Mean if
Item Deleted
KP1
KP2
KP3
KP4
KP5
KP6
Mean
15.08
12.98
12.76
12.89
12.80
12.06
11.90
N
127
127
127
127
127
127
Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted
Total
Correlation
15.936
.597
17.309
.576
17.146
.450
16.921
.545
15.052
.541
15.982
.560
Scale Statistics
Variance
Std. Deviation
22.645
4.759
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.742
.752
.777
.755
.760
.751
N of Items
6
151
Sistem Perpajakan
Case Processing Summary
N
%
Valid
127
100.0
a
Cases
Excluded
0
.0
Total
127
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.852
5
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
3.87
.820
3.99
.707
3.98
.776
4.04
.660
4.05
.615
SP1
SP2
SP3
SP4
SP5
Scale Mean if
Item Deleted
SP1
SP2
SP3
SP4
SP5
Mean
19.93
16.06
15.94
15.94
15.89
15.88
N
127
127
127
127
127
Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted
Total
Correlation
4.917
.699
5.202
.753
5.211
.653
5.543
.693
6.105
.541
Scale Statistics
Variance
Std. Deviation
8.130
2.851
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.814
.798
.825
.815
.851
N of Items
5
152
Diskriminasi
Case Processing Summary
N
%
Valid
127
100.0
a
Cases
Excluded
0
.0
Total
127
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.767
4
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
2.04
1.157
2.31
.930
2.06
1.111
2.24
1.027
DP1
DP2
DP3
DP4
Scale Mean if
Item Deleted
DP1
DP2
DP3
DP4
Mean
8.65
6.61
6.34
6.58
6.41
N
127
127
127
127
Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted
Total
Correlation
5.907
.592
6.527
.671
6.356
.534
6.863
.495
Scale Statistics
Variance
Std. Deviation
10.580
3.253
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.699
.666
.731
.748
N of Items
4
153
Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan
Case Processing Summary
N
%
Valid
127
100.0
a
Cases
Excluded
0
.0
Total
127
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.813
5
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
4.11
.633
4.18
.597
4.18
.510
4.08
.803
3.91
.909
KTK1
KTK2
KTK3
KTK4
KTK5
Scale Mean if
Item Deleted
KTK1
KTK2
KTK3
KTK4
KTK5
Mean
20.46
16.35
16.28
16.28
16.39
16.55
N
127
127
127
127
127
Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted
Total
Correlation
4.500
.822
4.903
.700
5.602
.516
4.413
.608
4.392
.496
Scale Statistics
Variance
Std. Deviation
7.108
2.666
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.715
.754
.803
.777
.829
N of Items
5
154
Penggelapan Pajak
Case Processing Summary
N
%
Valid
127
100.0
a
Cases
Excluded
0
.0
Total
127
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.810
8
Item Statistics
Mean
Std. Deviation
2.09
1.137
2.83
1.292
2.09
1.084
2.28
1.036
2.36
1.186
3.24
1.355
3.72
1.186
2.31
.930
PP1
PP2
PP3
PP4
PP5
PP6
PP7
PP8
Scale Mean if
Item Deleted
PP1
PP2
PP3
PP4
PP5
PP6
PP7
PP8
Mean
20.92
18.83
18.09
18.83
18.65
18.56
17.68
17.20
18.61
N
127
127
127
127
127
127
127
127
Item-Total Statistics
Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted
Total
Correlation
27.240
.704
29.166
.434
30.203
.462
29.500
.560
27.741
.619
28.824
.428
29.397
.472
29.953
.596
Scale Statistics
Variance
Std. Deviation
36.883
6.073
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.763
.804
.798
.785
.775
.807
.797
.783
N of Items
8
155
Lampiran 4: Hasil Uji Regresi Linier Berganda
N
KP
SP
DP
KTK
PP
Valid N (listwise)
127
127
127
127
127
127
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Descriptive Statistics
Minimum
Maximum
1.00
4.50
2.60
5.00
1.00
4.25
2.40
5.00
1.00
4.25
Correlations
PP
KP
PP
1.000
.697
KP
.697 1.000
SP
-.203
.081
DP
.780
.775
KTK
-.204
.048
PP
.
.000
KP
.000
.
SP
.011
.183
DP
.000
.000
KTK
.011
.295
PP
127
127
KP
127
127
SP
127
127
DP
127
127
KTK
127
127
Mean
2.5131
3.9638
2.1614
4.0929
2.6178
SP
-.203
.081
1.000
-.077
.292
.011
.183
.
.194
.000
127
127
127
127
127
DP
.780
.775
-.077
1.000
.080
.000
.000
.194
.
.184
127
127
127
127
127
Std. Deviation
.79342
.53120
.81317
.53321
.75903
KTK
-.204
.048
.292
.080
1.000
.011
.295
.000
.184
.
127
127
127
127
127
b
Model
Model Summary
R Square Adjusted Std. Error of
R Square the Estimate
R
a
1
.843
.711
.701
a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
b. Dependent Variable: PP
Durbin-Watson
.41479
1.311
a
Model
Regression
1
ANOVA
Sum of Squares
df
51.603
4
Residual
20.990
122
Total
72.593
126
Mean Square
12.901
F
74.982
Sig.
b
.000
.172
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
156
a
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
Model
(Constant)
KP
SP
DP
KTK
a. Dependent Variable: PP
1
2.780
.364
.251
-.159
.548
-.329
.076
.075
.075
.073
.263
-.112
.587
-.231
t
Sig.
Collinearity Statistics
Tolerance
7.640
.000
3.310
-2.115
7.350
-4.490
.001
.036
.000
.000
.376
.852
.372
.896
VIF
2.660
1.174
2.688
1.117
157
158
Lampiran 5: Surat Riset Penelitian
159
160
161
162
Download