PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun oleh: IRMA SURYANI RAHMAN NIM: 208082000026 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M i PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Irma Suryani Rahman NIM: 208082000026 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203 2001121 1 003 Reskino, SE., Ak., M.Si NIP. 19740928 200801 2 004 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini Selasa, 04 Desember 2012 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: 1. 2. 3. 4. Nama NIM Jurusan Judul skripsi : Irma Suryani Rahman : 208082000026 : Akuntansi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 04 Desember 2012 1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 1985 03 1 002 ( ______________________ ) Ketua 2. Rahmawati, SE., MM NIP. 19770814 200604 2 003 ( ______________________ ) Sekretaris 3. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si NIP. 19730615 200501 1 009 ( ______________________ ) Penguji Ahli iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini Selasa, 23 Juli 2013 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. 2. 3. 4. Nama NIM Jurusan Judul skripsi : Irma Suryani Rahman : 208082000026 : Akuntansi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 23 Juli 2013 1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002 ( ______________________ ) Ketua 2. Dr. Rini, SE, Ak., M.Si NIP. 19760315 200501 2 002 ( ______________________ ) Sekretaris 3. Fitri Damayanti, SE, M.Si NIP. 19810731 200604 2 003 ( ______________________ ) Penguji Ahli 4. Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203 2001121 1 003 ( ______________________ ) Pembimbing I 5. Reskino, SE., Ak., M.Si NIP. 19740928 200801 2 004 ( ______________________ ) Pembimbing II iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Irma Suryani Rahman NIM : 208082000026 Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis (FEB) Jurusan : Akuntansi (Pajak) Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya. Jakarta, 01 Juli 2013 Yang Menyatakan (Irma Suryani Rahman) v DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi 1. Nama : Irma Suryani Rahman 2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Juli 1990 3. Alamat : Perumahan Villa Cinere Mas, Kawasan Matahari, Jl. Matahari 1 L3 No.36 Tangerang Selatan 15419 4. Agama : Islam 5. Nama Ayah : H. Abdurahman Sidik 6. Nama Ibu : Rochilah Abdurasyid, S.Sos 7. Nomor Telepon : 085780677575 8. E-mail : [email protected] II. Data Pendidikan Formal 1. 1994 - 1996 : TK Seruni 407 Adiwerna Tegal 2. 1996 - 2002 : SDN 1 Kalikangkung Tegal 3. 2002- 2005 : SMPI Hasyim Asy’ari Tegal 4. 2005 - 2008 : SMAN 1 Pangkah Tegal 5. 2008 - 2012 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Perpajakan). vi THE EFFECT OF FAIRNESS, TAX SYSTEM, DISCRIMINATION AND PROBABILITY OF CHEAT DETACT AGAINTS TAXPAYER PERCEPTIONS ABOUT ETHICAL OF TAX EVASION ABSTRACT This study examines to the influence of fairness, tax system, discrimination and the probability of cheat detact against the taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion. The population was KPP Jakarta. The sample in this study is determined by sampling convinience method, the data collected with the distribution of questionnaires. The method of analysis used is multiple linear regression. Based on the results of the analysis indicate that the fairness positive and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion, tax system has negative and significant on taxpayer perceptions about ethical of tax evasion, discrimination positive and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion and the probability of cheat detact significantly and negatively impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion. The most dominant variable influencing taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion is discriminatory because it has a beta value of 0.587 standard coefficient Keyword: Fairness, Tax System, Discrimination, Tax Audit, Ethical Perceptions of Taxpayers, Tax Evasion. vii PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN KECENDERUNGAN PERSONAL TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Populasi penelitian ini adalah KPP wilayah Jakarta. Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan metode convinience sampling, data di kumpulkan dengan pembagian kuesioner. Metode analisis penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak, sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak, diskriminasi berpengaruh postif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Variabel yang paling dominan mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak adalah diskriminasi karena memiliki nilai standard coeficient beta 0,587 Kata Kunci : Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, Pemeriksaan Pajak, Persepsi Etika Wajib Pajak, Penggelapan Pajak viii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Junjungan Nabi besar Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan Para Sahabat. Peneliti sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta selalu menuntun peneliti dalam proses penyusunan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Ibunda, Almarhum Ayahanda tercinta, adik ku tersayang Almarhumah Andriyani Rahman, Kak Era Umbra Sari dan Kak Rima Fatima yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a yang tak pernah putus - putusnya untuk peneliti, serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, do’a dan kebahagiaan untuk terus berusaha memberikan yang terbaik. ix 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi, hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. 5. Ibu Reskino, SE., M.Si, Ak., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. 6. Seluruh Dosen beserta Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua. 7. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mas heri, mas ajiz, mas alfred, mpok heni, mba ani, bu siska dll yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lainnya. 8. Ibu Wahyu Suminarsasi, SE., M.Si., selaku Dosen UGM Yogyakarta yang telah memberikan referensi penelitian kepada peneliti sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. 9. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru II (Bapak Pri), KPP Pratama Jakarta Pancoran (Bapak Frandi), KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk II (Ibu Ela dan Bapak Sembodo) dan KPP Pratama Jakarta Tamansari II (Bapak Soni dan Bapak Supandi) yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk diperkenankan riset dengan menyebarkan kuesioner penelitian. 10. Teman-teman seperjuangan fazlun, jodi, shandy, helmi, maulana, nawang, soim, aya, anjani, nike, silvy, putri, tika, ani, iis, sam, eka, alifah, dian, otha dll khususnya Akuntansi A angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas akhir kuliah. Seluruh sahabat, terima kasih atas bantuan, semangat dan do’anya. x 11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dengan kalian semua, terima kasih banyak. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 01 Juli 2013 (Irma Suryani Rahman) xi DAFTAR ISI Cover Dalam .................................................................................................. i Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................ ii Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .................................................. iii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .............................................................. iv Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .............................................. v Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. vi Abstract ........................................................................................................... vii Abstrak ........................................................................................................... viii Kata Pengantar ............................................................................................. ix Daftar Isi ........................................................................................................ xi Daftar Tabel .................................................................................................. xvi Daftar Gambar .............................................................................................. xvii Daftar Lampiran ........................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................... 15 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 15 1. Tujuan Penelitian .................................................................. 15 2. Manfaat Penelitian ................................................................ 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 18 A. Tinjauan Umum Tentang Pajak .................................................. 18 1. Pengertian Pajak..................................................................... 18 2. Fungsi Pajak .......................................................................... 20 3. Jenis Pajak ............................................................................. 22 4. Tata Cara Pemungutan Pajak ................................................. 23 5. Tarif Pajak ............................................................................. 27 6. Pengertian Wajib Pajak (WP) ............................................... 28 xii B. Etika ........................................................................................... 30 1. Pengertian Etika .................................................................... 30 2. Jenis-Jenis Etika .................................................................... 30 C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) .............................................. 33 1. Pengertian Penggelapan Pajak .............................................. 33 2. Dampak Penggelapan Pajak .................................................. 34 D. Keadilan ..................................................................................... 37 1. Jenis Keadilan Pajak .............................................................. 37 2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak......................................... 41 E. Sistem Perpajakan ...................................................................... .. 45 1. Asas Perpajakan ..................................................................... 45 2. Sistem Perpajakan di Indonesia ............................................ 46 F. Diskriminasi ............................................................................... 53 G. Pemeriksaan Pajak ..................................................................... 54 1. Pengertian Pemeriksaan Pajak .............................................. 54 2. Kriteria Pemeriksaan Pajak .................................................... 55 3. Tujuan Pemeriksaan Pajak ..................................................... 57 4. Wewenang Pemeriksaan Pajak ............................................. 58 5. Standar Pemeriksaan Pajak .................................................... 58 6. Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak ............................................... 59 7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak.......................................... 66 H. Penelitian Terdahulu .................................................................. 67 I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis ................................. 72 1. Keadilan dengan Etika Penggelapan Pajak ........................... 72 2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak ............ 73 3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak...................... 75 4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika Penggelapan Pajak ................................................................ 77 J. Kerangka Pemikiran ................................................................... 78 xiii BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 79 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 79 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 79 C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 80 D. Metode Analisis Data ................................................................ 81 1. Statistik Deskriptif ............................................................... 81 2. Uji Kualitas Data ................................................................... 81 3. Uji Asumsi Klasik ................................................................. 83 4. Uji Hipotesis Penelitian ........................................................ 85 E. Operasionalisasi Variabel Penelitian .......................................... 88 1. Variabel Independen (X) ....................................................... 88 2. Variabel Dependen (Y): Etika Penggelapan Pajak ............... 92 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 96 A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................... 96 1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 96 2. Data Responden .................................................................... 97 B. Hasil dan Pembahasan ............................................................... 101 1. Hasil Uji Kualitas Data ......................................................... 101 a. Hasil Statistik Deskriptif .................................................. 101 b. Hasil Uji Validitas ............................................................ 102 c. Hasil Uji Reliabilitas ........................................................ 105 2. Hasil Uji Asumsi Klasik ....................................................... 106 a. Hasil Uji Normalitas ......................................................... 106 b. Hasil Uji Multikolinearitas ............................................... 107 c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................... 108 3. Hasil Uji Hipotesis ................................................................. 109 a. Hasil Uji t (parsial) ........................................................... 109 b. Hasil Uji F (Simultan) ...................................................... 116 c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda ................... 117 d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ................. 118 C. Interpretasi ................................................................................ 120 xiv BAB V Kesimpulan Dan Saran ................................................................ 124 A. Kesimpulan ................................................................................ 124 B. Implikasi .................................................................................... 125 C. Saran ........................................................................................... 126 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 127 LAMPIRAN ................................................................................................... 130 xv DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak ........................................ 4 1.2 Kasus Penggelapan Pajak .............................................................. 7 2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 68 3.1 Operasional Variabel Penelitian .................................................... 93 4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ................................................. 97 4.2 Sampel Penelitian........................................................................... 97 4.3 Data Statistik Responden .............................................................. 98 4.4 Hasil Statistik Deskriptif ............................................................... 102 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan .......................................... 103 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan ........................... 103 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi .................................... 104 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan ................................................................................... 104 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak ........................... 105 4.10 Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................... 105 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................... 108 4.12 Hasil Uji t (Parsial) ........................................................................ 110 4.13 Hasil Uji Statistik F (Simultan)...................................................... 116 4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 117 4.15 Hasil Uji Determinasi R2 ............................................................... 118 xvi DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................... 78 4.1 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 99 4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ............. 99 4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ....... 100 4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan ......................... 101 4.5 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................. 107 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 109 xvii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 130 2 Data Mentah hasil Jawaban Responden ........................................ 136 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................... 151 4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 156 5 Surat Riset Penelitian .................................................................... 159 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah terus berusaha meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri khususnya sektor non migas. Dari sektor ini, Pemerintah terus meningkatkan penerimaan Negara dimana yang menjadi andalan adalah penerimaan dari sektor pajak. Menurut Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1). Ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; 5) Pajak mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur (Waluyo, 2010:5). 1 Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self assessment system, dan withholding system. Seiring dengan berjalannya waktu, sejak adanya reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai menerapkan self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut untuk berperan aktif, mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan menyetorkan kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai pembina, pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1). Dengan menganut prinsip self assessment system tersebut pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan menegakan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu pelayanan yang prima diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut serta berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional (Setiawan, 2008:174). 2 Seperti yang diketahui, belum optimalnya penerimaan pajak di negara berkembang, khususnya Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh masih buruknya administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan berkorelasi langsung dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), dan korupsi pajak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tax gap, yaitu selisih antara kewajiban pajak yang seharusnya dengan pajak yang dibayar. Tax gap dibedakan menjadi tiga: non-filing gap yaitu tax gap yang terjadi karena pajak yang terutang tidak dibayar dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), underreporting gap yaitu pajak yang dilaporkan dalam SPT dan berada di bawah yang seharusnya, underpayment gap yaitu potensi pajak yang hilang akibat wajib pajak menyampaikan SPT tetapi tidak membayar pajak yang seharusnya terutang. Seperti yang dikemukakan oleh Adams bahwa orang-orang telah menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak. Mereka melakukan hal tersebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Nickerson, et al, 2009:1). Fakta di lapangan menunjukkan dengan fenomena dimana sampai saat ini pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, bisa dilihat dari penjelasan dari Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak A. Fuad Rachmany yang 3 memaparkan bahwa realisasi penerimaan pajak cenderung mengalami penurunan, berikut peneliti tampilkan target dan realisasi penerimaan pajak ke dalam format tabel pada lima tahun terakhir: Tabel 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Target Realisasi Persentase Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak 2007 395 triliun 382,22 triliun 96,7 % 2008 480,9 triliun 494,1 triliun 102,7 % 2009 528 triliun 515,73 triliun 97,61 % 2010 661,4 triliun 649,042 triliun 98,12 % 2011 878,7 triliun 873,9 triliun 99,3 % 2012 1.016,2 triliun 1.021,8 triliun 100,5 % Sumber: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Dirjen pajak, 2013) Tahun Dilihat dari gambaran tabel diatas menunjukan adanya pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, hanya pada tahun 2008 dan 2012 target penerimaan pajak dapat tercapai, namun seiring dengan berkembangnya waktu penerimaan pajak yang fluktuatif dari tahun ke tahun yang dapat kita lihat dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2007 (96,7%) 2009 (97,61%), 2010 (98,12%), 2011 (99,3%) tidak mencapai target penerimaan pajak yang telah ditentukan. Salah satu indikasi tidak tercapainya target penerimaan pajak, yaitu adanya praktek penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dari tiap tahunnya realisasi penerimaan pajak, terutama PPh tidak mencapai target. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal Alamsjah dalam surat kabar elektronik ANTARA, dalam keterangannya dia mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan 4 tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai 97,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2010. Berbagai macam statemen bermunculan, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak melaporkan semua penghasilannya, serta kasus kerjasama penggelapan pajak antara petugas pajak dengan wajib pajak (Suminarsasi, 2011:1). Pada umumnya baik Wajib Pajak pribadi maupun badan cenderung mengupayakan untuk membayar pajak serendah-rendahnya, bahkan jika memungkinkan akan berusaha untuk menghindarinya. Sesuai dengan undangundang pajak yang berlaku, bahwa setiap Perusahaan yang didirikan di Indonesia atau melakukan kegiatan di Indonesia merupakan Wajib Pajak, dimana sebagai Wajib pajak Perusahaan dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan, dimana Wajib pajak menganggap bahwa pajak merupakan momok yang dapat mengurangi pendapatan sehingga beban pajak harus ditekan seminimal mungkin bahkan dengan menghindari pajak tersebut. Berbagai cara dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari kewajibannya, baik menggunakan cara yang diperbolehkan oleh undangundang maupun cara yang melanggar peraturan undang-undang yang berlaku. Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar dan menentang peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion yang akan merugikan Negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence (Masri, 2012:1). 5 Pengertian–pengertian pajak menurut para ahli menunjukan bahwa pajak mempunyai karakteristik hubungan searah, di mana pihak yang satu mempunyai kewajiban membayar, namun pihak yang lain tidak mempunyai kewajiban apapun secara langsung terhadap pihak yang membayarnya tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya kesenjangan kepentingan antara pemungut pajak yang kemudian menimbulkan pertentangan diametral (Suminarsasi, 2011:2). Pertentangan diametral disini berarti bahwa fiskus sebagai pihak yang diuntungkan dalam proses penerimaan pajak, akan selalu berusaha untuk mencapai target pemasukan ke dalam kas negara sebesar–besarnya. Di lain pihak, masyarakat pembayar pajak sebagai pihak yang harus membayar pajak tanpa mendapatkan pengembalian jasa secara langsung akibat pembayaran yang dilakukannya, akan berupaya sebaliknya, yaitu mencari cara agar dapat mengurangi pajak terutang yang harus dibayar kepada kas Negara. Hal ini terjadi karena dari sudut pandang pembayar pajak, pajak merupakan biaya yang akan mengurangi laba atau kenikmatan yang diperolehnya. Pandangan inilah yang kemudian mendorong munculnya perencanaan pengurangan pajak yang harus dibayar (Ayu, 2009:2). Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Tax Avoidance maupun dengan Tax Evasion. Meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, namun karakteristik keduanya sangatlah berebeda. Tax Avoidance diartikan sebagai kegiatan penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah–celah (loophole) dari peraturan–peraturan dan perundang–undangan perpajakan yang 6 berlaku di negara tempat masyarakat pembayar pajak berada. Sulitnya penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak (Ayu, 2009:2). Berbagai macam kasus adanya tindak penggelapan pajak yang marak terjadi di Indonesia pada khususnya dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 1.2 Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia No. 1. 2. Tersangka Tuduhan KPP/Perusahaan Sanksi Bagi Dugaan Kasus Penggelapan dan Mafia Pajak (Tahun) Kasus Kecurangan yang Terlibat Fiskus/Wajib Pajak Gayus Halomoan Tambunan Penggelapan pajak, Suap pajak dan PT Mega Cipta Jaya Garmindo, PT Metropolitan Vonis hukuman penjara total (2009) hakim , Mafia pajak, Pemalsuan paspor, gratifikasi Retailermart, PT Megah Citra Raya, PT Surya Alam, Bakrie Group 28 tahun, dan masih ada beberapa kasus dengan tahap banding. Suwir Laut Penggelapan PT Asian Agri Denda dua kali (2011) pajak, penyampaian surat pemberitahuan dan keterangan Goup lipat tagihan pajak yakni sebesar Rp 2,5 triliun plus sanksi denda palsu 48% dari tagihan pajak. Bersambung ke halaman berikutnya 7 Tabel 1.2 (Lanjutan) Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia No. 3. Tersangka Dugaan Kasus Penggelapan dan Mafia Pajak (Tahun) Bahasyim Assifie (2011) Tuduhan Kasus Kecurangan KPP/Perusahaan yang Terlibat Sanksi Bagi Fiskus/Wajib Pajak Menerima suap dari Wajib Pajak yang melakukan keberatan dan Kepala KPP Jakarta VII, KPP Koja dan KPP Palmerah Hukuman enam tahun penjara dan denda Rp. 500 juta banding, pencucian uang 4. Johnny Basuki (2012) Kasus suap kepada pegawai pajak PT Mutiara Virgo (MV) Hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 100 juta 5. Herly Isdiharsono (2012) Menerima suap untuk mengurangi pajak PT Mutiara Virgo KPP Pratama Jakarta Palmerah, Jakarta Barat dan PT Mutiara Virgo Penjara selama enam tahun dan denda Rp 500 juta subsider dan pencucian uang 6. Dhana Widyatmika (2012) enam bulan kurungan Penggelapan pajak, Pencucian KPP Pratama Jakarta Pancoran, PT Kornet Trans Hukuman sepuluh tahun penjara dan uang, suap pajak, pemerasan pajak Utama dan PT Mutiara Virgo denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013 8 Banyaknya skandal dan kekacauan yang terjadi di institusi dan individu dalam bidang perpajakan merupakan akibat dari kegagalan etis/ethical failure (Hartman, 2008:27). Dimana semua orang (pada posisi manapun) di sebuah institusi selalu menemui masalah yang menuntut keputusan yang bersifat etis. Dalam hal ini tindak penggelapan pajak akan dianggap menjadi suatu perbuatan yang etis dikarenakan buruknya birokrasi yang ada dan minimnya kesadaran hukum Wajib Pajak terhadap tindakan tersebut, seperti halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2006) menjelaskan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi pemerintah, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan pajak Negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait dalam membayarkan pajaknya. Tax evasion adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam 9 membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk melakukan tax evasion (Izzah, 2008:3). Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak. Namun, percakapan pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan, setidak-tidaknya beberapa sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan pajak tidak selalu etis. Ulama dan sarjana Muslim mengutip dari segi perspektif Quran untuk membenarkan pendapatnya. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, jikalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia (fiskus dan WP). Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilainilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksananya. Dengan kata lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemungutan pajak. Bila nilai etika tersebut dijunjung tinggi, maka aparat pajak maupun Wajib Pajak tentunya sebisa mungkin akan bersikap 10 profesional dan menjalankan perannya dengan baik, demikian juga sebaliknya (Nickerson, et al, 2009:3). Salah satu upaya pemerintah dalam menangani kecurangan dalam perpajakan yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan pajak, karena pada masa sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diantaranya adalah memanipulasi pendapatan atau penyelewengan dana pajak. Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk menguji sejauhmana kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Aritonang, 2010:2). Pemeriksaan pajak yang telah di laksanakan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak oleh WP yang diperiksa. Pendapat tersebut menunjukan bahwa pemeriksaan pajak merupakan bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment, karena tujuan pemeriksaan adalah menguji kebenaran pajak terutang yang dilaporkan WP berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dalam meningkatkan kepatuhan sukarela dari WP diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan ketentuan perpajakan, dan prosedur perpajakan dengan pelayanan prima terhadap WP yang melaksanakan kewajiban perpajakan, disamping pengawasan dan penegakan hukum (Salip, 2006:3). Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Menurut literatur katolik memberikan beberapa alasan yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu 11 hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak (Nickerson, et al, 2009:3), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk (McGee, 2008:5). Nickerson, et al, (2009:4) membahas tentang dimensionalitas skala etika tentang penggelapan pajak. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan, dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak dalam kondisi tertentu. Determinan - determinan atas kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi cemas, 2) persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan teknologi yang dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari pajak (Ayu, 2009:2). 12 Penelitian ini selanjutnya mengacu pada variabel-variabel seperti yang dilakukan oleh Andres dengan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku di Indonesia. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) menghasilkan bahwa keadilan berpengaruh positif, sistem perpajakan berpengaruh negatif dan diskriminasi berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di Yogyakarta. Berdasarkan paparan penelitian mengenai perilaku wajib pajak (dalam berbagai aspek) yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya wajib pajak akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga tahapan yang akan dilakukan oleh seorang wajib pajak dalam melakukan penghindaran kewajibannya dalam membayar pajak, langkah pertama yaitu dengan melakukan penghindaran pajak secara legal ataupun illegal. Apabila upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan, maka wajib pajak akan mulai menerima bahwa pajak itu merupakan kewajiban dengan tetap melakukan usaha meminimalkan beban pajaknya. Dan ternyata jika hal tersebut telah dilakukan (atau ternyata tidak dapat dilakukan secara maksimal), maka barulah wajib pajak akan membayar kewajiban pajaknya tersebut. Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan pemahaman yang menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk kemaslahatan masyarakat umum dan meningkatkan pengawasan dari berbagai 13 kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan untuk menjadikan masayarakat/WP bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk penelitian ini merupakan implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011). Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yaitu: 1. Adanya penambahan variabel independen. Penelitian ini menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi. 2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Pribadi Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya adalah Wajib Pajak pribadi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 sedangkan penelitian sebelumnya pada tahun 2011. Dari berbagai uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena maraknya tindak penggelapan pajak yang terungkap akhir-akhir ini yang banyak dilakukan oleh Wajib Pajak beserta fiskus. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa mengukur sejauh mana keberhasilan suatu Negara dalam mengoptimalkan pendistribusian dana pajak secara adil dan merata, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh 14 variabel-variabel terkait terhadap persepsi dari wajib pajak terhadap tindakan penggelapan pajak. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak dalam Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang penelitian diatas penulis merumuskan masalah sbb: 1. Bagaimana keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak ? 2. Manakah variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan pajak) ? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut: a. Untuk menganalisis pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak 15 b. Untuk menganalisis variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan pajak) 2. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. Kantor Pelayanan Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. b. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 16 c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya, dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. d. Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang pajak 1. Pengertian Pajak Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang tercantum dalam undang-undang yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya: Definisi pajak menurut Undang-undang No.28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat dipaksakan dan tanpa adanya timbal jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara (Suminarsasi, 2011:1). Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2). 18 Menurut Djayaningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Resmi, 2009:1) Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur - unsur: a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan. b. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. c. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke negara (pemerintah) d. Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung. e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai investasi publik. f. Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (fungsi regulerend). Contoh: dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. 19 Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Setiap Wajib Pajak yang membayar iuran atau pajak kepada negara tidak akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya. 2. Fungsi Pajak Menurut Resmi (2009:3) fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu: a. Fungsi Budgetair (sumber dana bagi pemerintah) fungsi ini bertujuan untuk memasukan penerimaan uang untuk kas negara sebanyakbanyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang tercapai. b. Fungsi Regulerend (mengatur) fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakan perkembangan sarana perekonomian nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat lagi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi regulerend adalah: 20 1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). 2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 3) Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara. 4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan hasil barang industri tertentu, seperti industri semen, rokok, baja dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan terhadap produksi tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan). 5) Pemebebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 6) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia. 21 Berdasarkan fungsi pajak diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. 3. Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2009:5) terdapat berbagai jenis pajak yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya. a. Menurut golongannya, jenis pajak terdiri: 1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. 2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. b. Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari: 1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan pada subjeknya. 2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. 22 c. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari: 1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. 2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas bahwa jenis-jenis dari pajak daerah pada hakekatnya sama dengan pajak pusat, yaitu dalam pemungutannya pajak pusat maupun pajak daerah sama harus berdasarkan peraturan perundang-undangan begitu juga dengan hasil penerimaannya dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, baik pembangunan pusat maupun pembangunan daerah, dan yang membedakannya hanyalah pelaksana pemungutnya. 4. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2009:16) tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak. a. Stelsel Pajak 1) Stelsel nyata (rill), stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan maka objeknya adalah pajak penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui. 23 2) Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. 3) Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Dianutnya suatu stelsel pajak tertentu dalam suatu negara membawa adanya sistem pemungutan tertentu juga di dalamnya, seperti yang telah di uraikan di atas stelsel dibagi menjadi tiga, dan ketiganya juga memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing. b. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:7) dalam era globalisasi sekarang ini, batas negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak. Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan sebagai berikut: 1) Asas domisili (asas tempat tinggal) Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan atau kewarganegaraan Wajib Pajak tersebut. 24 2) Asas sumber Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak. 3) Asas kebangsaan Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara. Seperti yang telah di uraikan di atas merupakan asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. c. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System. 25 1) Official Assessment System Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus. 2) Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak. Di Indonesia, menerapkan ketiga sistem tersebut: (1) Official assessment system diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi Wajib Pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan 26 Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar . (2) Self assessment system contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN. PBB juga menganut system self assessment dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang dikuasai dimiliki atau dimanfaatkan (self declaration) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). (3) With Holding System diterapkan dalam mekanisme pemotongan atau pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan. 5. Tarif Pajak Menururt Mardiasmo (2009:9) pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif progresif, dan tarif degresif. 27 a. Tarif Proposional Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif Progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. d. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak semakin besar. Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak, dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Sedangkan untuk pajak pertambahan nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%. 6. Pengertian Wajib Pajak (WP) Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. 28 Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai dengan undang-undang KUP antara lain: a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat untuk mendapatkan NPWP. b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas. c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos atau Bank persepsi yang ditunjuk. Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 29 B. Etika 1. Pengertian Etika Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "Ethos" yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu "mos" yang dalam bentuk melakukan perbuatan baik dan menghindari halhal tindakan yang buruk. Menurut seorang muslim etika adalah cara manusia berprilaku yang didasarkan pada aturan-aturan agama dan masyarakat (Izza, 2008:4). 2. Jenis - Jenis Etika Untuk menganalisis arti etika, menurut Bertens etika dibedakan menjadi dua, yaitu (Syopiansyah, 2009:4): a. Etika Sebagai Praktis 1) Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh yang dipraktekkan atau justru tidak diparktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan. 2) Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sejauh dengan nilai dan norma moral. b. Etika Sebagai Refleksi 1) Pemikiran moral berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 2) Berbicara tentang etika sebagai praktis atau mengambil praktis etik sebagai objeknya. 3) Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang. 30 Menurut Sidik (2007), etika dapat dikelompokan menjadi dua definisi yang dijelaskan sebagai berikut: a. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik, dan b. Etika merupakan hukum sosial. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika bertugas: 1) Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku; 2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya; 3) Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati; 4) Etika dapat mengantarkan manusia pada sifat kritis dan rasional; 5) Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombangambingkan oleh norma-norma yang ada. Objek etika menurut Zubair (1987) adalah pernyataan moral, apabila diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam, yaitu pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud, dan watak (Syopiansyah, 2009:6). Etika berhubungan dengan empat hal yaitu: a. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. 31 b. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. c. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang. Etika mempunyai beragam makna yang berbeda, salah satu maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok”. Seperti penggunaan istilah etika personal, yaitu mengacu pada aturan-aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan pribadinya. Selain itu, kita menggunakan istilah akuntansi ketika mengacu pada seperangkat aturan yang mengatur tindakan professional akuntan. Untuk makna yang kedua, etika adalah “kajian moralitas.” Hal ini berarti etika berkaitan dengan moralitas. Meskipun berkaitan, etika tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan (baik aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011:4). Setelah mengaitkan dengan moralitas, Velasquez mengembangkan pengertian etika sebagai ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Merujuk pada uraian di atas dapat diambil 32 pengertian bahwa etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat (Suminarsasi, 2011:4). C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) 1. Pengertian Penggelapan Pajak Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan. Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) “Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar”. Menurut Siahaan (2010:110) mengatakan bahwa penggelapan pajak “adalah usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban pajak yang sesungguhnya dan merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang pajak, sehingga membawa berbagai macam akibat, meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan, ekonomi, dan psikologi”. Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan pajak (tax evasion) adalah sebagai berikut: “Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar ketentuanketentuan pajak yang berlaku. Pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana.” 33 Menurut Setiawan (2008:181) tax evasion yaitu “cara menghindari pajak dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bila diketemukan dalam pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2004:26), adalah sebagai berikut: a. Ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuanketentuan tertentu b. Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil c. Manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya d. Sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat e. Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak f. Pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi 2. Dampak Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Menurut Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut: a. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi 34 Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara tepat, sering dikemukakan falsafah sebagai berikut, “Wajib Pajak yang mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil uang dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain (untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”. b. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi Menurut Siahaan (2010:110), adapun akibat dari penggelapan pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut 1. Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingansaingan yang tidak berbuat demikian. 2. Pengelakan/penggelapan pajak tersebut merupakan penyebab stagnasi perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup-nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus. 35 3. Pengelakan/penggelapan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupinya agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus. Oleh karena itu pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak langsung menghambat pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus. c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk melanggar undang-undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segansegan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi-komplikasi ini pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak penggelapan pajak, seperti: kemungkinan terungkapnya praktek penipuan tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian kadang- 36 kadang terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya secara jangka panjang (Siahaan, 2010:111). Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh WP memiliki konsekuensi yang sangat beresiko secara materil dan non materil. Secara materil bahwa WP akan menganggap perbuatan penggelapan pajak itu akan menguntungkannya secara jangka panjang, akan tetapi konsekuensi yang terjadi jika terungkapnya tindak penggelapan pajak tersebut, maka WP akan membayar dengan kerugian berkali-kali lipat disertai dengan dengan denda dan kurungan pidana dalam jangka waktu tertentu, ditambah pula jika WP tidak mempunyai cukup dana untuk menutup denda yang diputuskan, sejumlah asset akan disita dan bisa berdampak pada kebangkrutan bahkan resiko kejiwaan. D. Keadilan 1. Keadilan Pajak Asas keadilan pemungutan pajak dibedakan menjadi dua (Rosdiana, 2008:18), yaitu: a. Benefit Principle Wajib pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya yang disediakan oleh pemerintah. 37 b. Ability Principle Pajak dibedakan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar dan penghasilannya. Keadilan oleh Siahaan (2010:112) dibagi dalam tiga pendekatan aliran pemikiran, yaitu: a. Prinsip Manfaat (Benefit Principle) Seperti teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith serta beberapa ahli perpajakan lain tentang keadilan, mereka mengatakan bahwa keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak. b. Prinsip Kemampuan Untuk Membayar (Ability To Pay) Dalam pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak itu sendiri, terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. 38 Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai pembebanan pajak. Pendekatan prinsip kemampuan membayar dipandang lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi dalam pendapatan masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan dengan penyediaan jasa-jasa publik (Siahaan, 2010:113). c. Keadilan Horizontal Dan Keadilan Vertikal Mengacu pada prinsip kemampuan untuk membayar, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan pajak, yaitu: 1) Keadilan Horizontal Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama (equal treatment for equals) dalam hal sebagai berikut (Andria, 2008:18): a) Definisi penghasilan Apabila beban pajaknya sama atas semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilan. b) Globality Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran membayar (The Global Ability to Pay) karena itu harus dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak. c) Net Income Yang menjadi Ability to pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi semua biaya yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan, 39 menagih dan memelihara penghasilan. Sebab penerimaan atau perolehan yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan, tidak dapat dipakai lagi untuk memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Jadi yang dipakai untuk biaya tersebut bukan merupakan tambahan dari kemampuan ekonomis. d) Personal Exemption Pengurangan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). e) Equal Treatment for The Equals Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa membebankan jenis atau sumber penghasilan. Prinsip keadilan horizontal ini diberlakukan kepada WP dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat kesetaraan dalam perolehan penghasilan. WP yang memiliki tingkat penghasilan yang setara, akan dikenakan pajak yang setara pula. Tentunya disertai dengan berapa besar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) masingmasing WP yang menjadi pengurang beban pajaknya. 2) Keadilan Vertikal Sedangkan pemungutan pajak diakatakan adil secara vertikal apabila orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda dikenakan pajak penghasilan yang berbeda setara dengan perbedaannya atau yang sering disebut dengan unequal treatment for the unequals (Adrian, 2008:19 (Mansyuri, 1996:10)). Syarat-syarat keadilan vertikal adalah sebagai berikut: 40 a) Unequal Treatment for The Unequals Besarnya tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan jenis atau sumber penghasilan). b) Progression Wajib Pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak yang besar dengan presentase tarif yang besar. Dalam hal ini keadilan vertikal dapat kita jumpai pada WP yang memilki profesi dibidang keahlian pribadi, contohnya adalah seorang dokter. Dimana seorang dokter memiliki tambahan penghasilan lain diluar pekerjaannya di rumah sakit dengan membuka praktek secara pribadi ditempat yang berbeda, maka dokter ini akan dikenakan tarif penghasilan progresif, dan masih banyak lagi jenis pekerjaan yang dikenakan tarif progresif. 2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak Masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutran pajak adalah bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak, hal ini tidak mudah dijawab karena keadilan memiliki perspektif yang sangat luas, dimana keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda. Walaupun demikian, Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber penerimaan harus berusaha untuk mencapai kondisi dimana masyarakat secara makro dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang pajak. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam 41 penerapan pajak, sebagai berikut (Siahaan, 2010:114-116 (pembahasan ini diambil dari makalah kuliah perpajakan yang digunakan di STAN, tidak dipublikasikan): a. Keadilan Dalam Penyusunan Undang - Undang Pajak Keadilan dalam penyusunan undang-undang merupakan salah satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan kepada WP, dan hal lainnya. Undang - undang pajak yang disusun dengan mengakomodasi perkembangan yang terjadi di masyarakat akan lebih mengakomodir perkembangan yang terjadi dalam masyarakat yang akan lebih mudah diterima oleh masyarakat yang akan membayar pajak, karena mereka diperlakukan secara adil oleh pemerintah dalam penetapan pungutan wajib yang akan membebani WP. Untuk menilai apakah suatu undangundang pajak mewakili fungsi dan tujuan dari hukum pajak dapat 42 dilakukan dengan cara melihat sejauh mana asas-asas dalam pemungutan pajak dimasukkan ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Untuk memenuhi keadilan perpajakan, maka seharusnya pemerintah bersama dengan DPR mengikuti syarat pembuatan undang-undang pajak, yaitu syarat yuridis, ekonomi dan finansial. b. Keadilan Dalam Penerapan Ketentuan Perpajakan Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh Negara/pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik/memungut pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik. Pada dasarnya salah satu bentuk keadilan didalam penerapan hukum pajak adalah terjadinya keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban perpajakan dan perpajakan dari WP. Karena itu dalam asas pemungutan pajak yang baik, fiskus harus konsisten dalam menerapkan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang pajak dengan juga memperhatikan kepentingan WP, hal ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut: Dalam pasal 27A ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar 43 sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKPLB) yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila fiskus dengan sengaja berlarut-larut waktu dalam melakukan pengembalian kelebihan karena tidak diatur dalam batang tubuh undang-undang KUP kapan paling lambatnya pengembalian ini harus dilakukan, dan di lain pihak kapanpun pengembalian dilakukan kepada WP diberikan bunga yang jumlah maksimalnya tidak berubah karena telah ditentukan dalam sistem hukum (yaitu maksimal 24 bulan). Terlebih jika sengaja tidak menerbitkan imbalan bunga; hal tersebut tentulah akan menimbulkan ketidakadilan bagi WP. kelebihan pembayaran pajak tersebut adalah hak sepenuhnya milik WP yang harus dikembalikan. Dalam kasus tersebut timbul pengikraran keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak yang berdampak pada ketidak puasan masyarakat/WP dan mungkin berakibat menurunnya kepatuhan atau menghilangnya kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. c. Keadilan Dalam Penggunaan Uang Pajak Keadilan dalam penggunaan uang pajak merupakan aspek ketiga yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan 44 dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak menerima kontra prestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak oleh pemerintah. E. Sistem Perpajakan 1. Asas Perpajakan Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan yang harus ditegakan dalam membangun suatu sistem perpajakan, Tjahjono mengemukakan dari Adam Smith dalam buku Wealth of Nations, menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan oleh empat asas, equality/equity, certainly, convenience of payment dan economy (Andria 2008:14): Tjahjono (2005:16) menjelaskan ke empat asas tersebut sebagai berikut: a. Equality dan equity Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang dalam keadaaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. 45 b. Certainly Kepastian hukum merupakan tujuan dari Undang-undang, dalam pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat didalam undang-undang harus jelas, tegas, tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum banyak tergantung pada susunan kalimat, susunan kata, dan penggunaan istilah yang sudah dibakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut penggunaan bahasa hukum sangat mutlak dibutuhkan. c. Convinience of Payment Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika Wajib Pajak mempunyai uang. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai saat Convinience yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak. Seseorang yang menerima gaji akan lebih mudah membayar gaji pada saat menerima gaji. d. Economics of Collection Dalam pembuatan undang-undang pajak perlu dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk. Tidak ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk biaya pemungutan saja (Adrian, 2005:21 (Tjahjono dan Husein, 2005:16-17)). 2. Sistem Perpajakan di Indonesia Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System. 46 a. Official Assessment System Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus (Mardiasmo, 2009:9). Menurut Siahaan (2010:178-179) sistem perpajakan yang telah diterapkan pada perundang-undangan perpajakan atas penghasilan dan kekayaan adalah sistem penetapan pajak oleh instansi pajak (official assessment). Oleh karena itu berlaku hal-hal sebagai berikut: 1) Pemungutan pajak dibebankan kepada administrasi pajak, sehingga berhasil atau tidaknya pemungutan pajak bergantung pada aktivitas aparatur perpajakan, baik dalam mencari subjek pajak maupun dalam menetukan besarnya pajak terutang. 2) WP dalam memenuhi kewajibannya mengisi dan memasukan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tergantung pada aktivitas aparatur perpajakan untuk mengirimkan SPT tersebut kepada WP. Meskipun ditentukan, apabila sampai akhir bulan Maret tahun berikutnya masih belum bisa menerima pengiriman SPT, WP diwajibkan mengambil sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 3) Fungsi SPT adalah sebagai dasar administrasi perpajakan untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang. Hasil penghitungan dan penetapan pajak tersebut tertuang pada Surat Ketetapan Pajak (SKP) 47 yang dikirimkan kepada WP yang bersangkutan. Pada saat SKP diterbitkan, secara formal timbul utang pajak dan pada administrasi perpajakan (KPP) timbul dasar penagihan pajak. 4) Sesuai fungsi SPT diatas, maka pada penyampaian SPT tidak merupakan keharusan adanya pelunasan pajak terlebih dahulu atas jumlah pajak yang terutang seperti yang tertera dalam SPT. 5) Terlambat menyampaikan SPT atau melakukan penundaan dalam menyampaikan SPT tidak dikenakan sanksi, baik berupa denda maupun bunga. Kecuali apabila telah diperingatkan secara tertulis dan tercatat ternyata masih belum memenuhinya, kepada WP dikenakan sanksi berupa penetapan secara jabatan, yaitu penetapan pajak berdasarkan penghasilan yang telah diperkirakan oleh fiskus. 6) Kepasifan WP diatas juga terjadi pada tahun berjalan, dimana WP baru melakukan pembayaran pajak apabila telah memperoleh SKP meskipun masih bersifat sementara. b. Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (Mardiasmo, 2009:9). 48 Menurut Siahaan (2010:184-185) self assessment system sebagai suatu bentuk sistem hukum yang modern dibidang perpajakan, dan ini sejalan dengan falsafah bangsa yang meletakkan pembayaran pajak sebagai bentuk kegotongroyongan nasional sebagaimana yang dimaksud dalam jiwa Pancasila. Dalam sistem ini pajak terutang bukan karena adanya SKP (faham formal dalam utang pajak), namun adanya pajak terutang karena timbulnya subjek memiliki objek pajak (faham material dari timbulnya utang pajak). Dalam hal ini bukan berarti pengertian faham formal timbulnya utang pajak (melalui penerbitan SKP) tidak ada, SKP diterbitkan apabila WP memiliki kesalahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, yang bersifat bukan merupakan perbuatan pidana. Dalam hal kesalahan tersebut bersifat kekeliruan yang bersifat manusiawi dari WP maka kekeliruan itu cukup diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008). Menurut Siahaan (2010:185) keuntungan penerapan self assessment system adalah sebagai berikut: 1) Uang pajak dapat segera masuk ke kas Negara tanpa melalui proses penagihan yang bertele-tele. Begitu suatu taatbestand terpenuhi, maka telah ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib pajak tanpa menunggu adanya SKP dari pejabat pajak. Dengan demikian WP dapat segera membayar utang pajak ke kas Negara tanpa perlu menunggu ditagih oleh fiskus. Tindakan penagihan tetap diperlukan, 49 hanya saja tidak dilakukan kepada semua WP tetapi terhadap WP tertentu saja, yaitu WP yang tidak melunasi utang pajak sebagaimana mestinya. 2) Karena tanpa melalui proses penagihan terhadap semua WP, maka ada unsur efisiensi biaya pemungutan pajak. Fiskus hanya perlu meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap WP agar mereka memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar. 3) Adanya sanksi perpajakan bagi WP yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, diharapkan adanya efek jera serta menimbulkan tingkat kepatuhan di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 4) Meningkatkan kebanggaan kepada masyarakat karena telah dipercaya oleh Negara untuk melaksanakan hak dan kewajiban kenegaraannya tanpa harus dilayani oleh fiskus; hal ini menunjukan telah meningkatnya kecerdasan bangsa. 5) Meningkatkan kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) masyarakat karena tanpa campur tangan fiskus yang besar, masyarakat telah memahami tata cara pelaksanaan kewajiban perpajakan secara baik dan benar. Dengan demikian, penerapan self assessment ini Negara khususnya Dirjen Pajak memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat/WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sejalan 50 dengan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia. Dengan diberlakukannya sistem ini, diharapkan masyarakat/WP bisa dengan baik dan jujur dalam menghitung dan melaporkan utang pajaknya. Perlu adanya kerja sama dan sosialisasi yang baik antara pemerintah khususnya fiskus dengan WP untuk mensukseskan self assessment ini. c. With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo, 2009:9). Menurut Siahaan (2010:185) sistem with holding diterapkan khususnya terhadap WP yang penghitungan dan pemungutannya lebih efektif apabila dilakukan oleh orang atau badan tertentu yang ditunjuk oleh fiskus sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pada pengenaan dan pemungutan PPh pasal 21, misalnya PPh terhadap karyawan, lebih efektif apabila pemberi kerja diberi kewenangan untuk memungut pajak atas pekerja yang bekerja kepadanya. Dengan pemungutan pajak pada sumbernya, yaitu pada pemberi kerja, maka pemungutan pajak dapat segera dilakukan dan dimasukan ke kas Negara tepat waktu, karena pemungut pajak diharuskan untuk segera memasukan (menyetorkan) pajak yang dipungutnya ke kas Negara (umumnya paling lambat 15 bulan berikutnya). 51 Dari ulasan materi di atas, menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan bagian umum angka 3) pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri yang berbeda dengan Negara lain dan menunjukan pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Ciri dan corak pemungutan pajak di Indonesia adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini: a. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta WP untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan Negara dan pembangunan nasional. b. Tanggung jawab pencerminan atas kewajiban pelaksanaan dibidang pemungutan perpajakan pajak dengan sebagai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP. 52 Dengan berbagai akses kemudahan WP dalam membayarkan pajaknya, diharapkan masyarakat/WP dapat melaksanakan pemenuhan kewajibannya dengan baik. Sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh dari dalam diri WP, sehingga masyarakat/WP bisa diharapkan secara bersama-sama mewujudkan ketaatannya dalam seluruh kehidupan bernegara khususnya untuk membayarkan kewajiban pajaknya yang digunakan untuk pembangunan nasional. F. Diskriminasi 1. Pengertian Diskriminasi Berdasarkan Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain. 53 Menurut Danandjaja (2003:18), diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.” Sedangkan definisi diskriminasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya. G. Pemeriksaan Pajak 1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya ditulis UU No. 28/2007) Pemeriksaan Pajak adalah kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2010:66). Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa buku - buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksaan pajak yang professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan, pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan WP tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan (Pardiat, 2008:11). 54 2. Kriteria Pemeriksaan Pajak Sebagaimana yang dipaparkan Pardiat (2008:5) bahwa di dalam sistem self assessment tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar karena dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanda terima penerimaan SPT lebih bayar, Direktur Jenderal Pajak harus sudah memberikan ketetapan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (3), Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah: a. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal: 1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan: a) SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar c) SPT Tahun PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak. 2) Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya. 55 3) Wajib Pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. 4) Wajib Pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak melaksanakan sebagaiman mestinya. b. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari: 1) Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis resiko. 2) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem scoring secara komputerisasi. c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal: 1) Adanya dugaan melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan 2) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000 3) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktorat Jenderal Pajak 4) Permintaan Wajib Pajak 5) Pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak 6) Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan. 56 d. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya indikasi tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak (Pardiat, 2008:6). 3. Tujuan Pemeriksaan Pajak Menurut Pardiat (2008:6) Pemeriksaan pajak yang dilakukan Pemeriksa Pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan b. Penghapusan NPWP c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak d. Wajib Pajak mengajukan keberatan e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Neto f. Pencocokan data dan alat keterangan g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil h. Penetuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak 57 j. Penetuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Jadi pemeriksaan pajak terkait dengan tujuan lain ini merupakan suatu kegiatan review/peninjauan oleh fiskus terkait dengan kondisi objek pajak baru maupun objek pajak yang lama atas rekomendasi/laporan dari WP terhadap kegiatan usahanya. 4. Wewenang Pemeriksaan Pajak Menurut (Pardiat, 2008:12) berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU. No. 28/2007, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwewenang melakukan pemeriksaan untuk: a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan. 5. Standar Pemeriksaan Menurut Waluyo (2010:70) pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan (audit standar), standar pemeriksaan ini meliputi: 58 a. Standar umun pemeriksaan pajak Standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksaan pajak dan mutu pekerjaan. b. Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan pemeriksaan pajak. c. Standar pelaporan hasil pemeriksaan pajak Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan. 6. Jenis - Jenis Pemeriksaan Pajak a. Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (yang meliputi satu, beberapa jenis pajak, untuk tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun sebelumnya). Prosedur pemeriksaan lapangan (Pardiat, 2008:58): 1) Pemeriksaan pajak ke tempat WP yang akan diperiksa: a) Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan kepada WP, dilampirkan kopi surat perintah pemeriksaan, b) Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, c) Pemeriksaan lapangan di laksanakan pada jam kerja, dalam hal tertentu dilakukan jam kerja. 59 2) WP yang diperiksa a) WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa b) WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan pajak. 3) Pemeriksa pajak berwenang a) Memeriksa atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainya termasuk keluaran atau media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainya. b) Meminta keterangan lisan atau tulisan dari WP yang diperiksa. c) Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha WP. d) Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila WP atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat ruangan dimaksud. e) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP yang diperiksa. 4) Peminjaman buku - buku, catatan dan dokumen-dokumen yang terkait dan membuat bukti peminjaman buku dan dokumen tersebut serta memberikan tanda bukti peminjaman buku-buku tersebut secara rinci dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya. WP wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku tersebut dalam jangka waktu 60 paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal permintaan, jika WP tidak memenuhinya dalam jangka waktu yang di tetapkan maka dikirim surat peringatan pada hari kerja berikutnya. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku dan catatan-catatan yang dipinjam dari WP paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan. 5) Keterangan pihak ketiga a) Pemeriksaan pajak melalui Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap WP kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) KUP (Undangundang No. 16 Tahun 2000), secara tertulis. b) Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan/bukti. c) Apabila dalam waktu jangka tersebut no 5b tidak terpenuhi Pemeriksa Pajak memberikan surat peringatan I, dan apabila tidak dipenuhi diberikan surat peringatan II. d) Apabila surat peringatan II tidak dipenuhi Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan keterangan/bukti dari pihak ketiga dan dapat melaporkannya kepada pihak kepolisian tempat pihak ketiga tersebut berdomisili atau berkedudukan. 61 6) Metode pemeriksaan pajak Pemeriksa Pajak setelah menerima buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen dari WP melakukan pemeriksaan, metode pemeriksaan pajak terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung 7) Laporan pemeriksaan pajak (LPP) a) Hasil pemeriksaan di tuangkan dalam LPP setelah disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak (UPPP), diberitahukan kepada WP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak, b) WP dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal SPHP diterima memberikan tanggapan tertulis baik setuju maupun tidak setuju, WP dapat mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu pemberian tanggapan kepada Kepala UPPP, c) Setelah menerima SPHP, WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT, d) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, menanda-tangani: 1) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP) 2) Pernyatan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (PPHP) 3) Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP) 4) Dan mengembalikan kepada Kepala UPPP. 62 e) WP yang tidak setuju sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan, menyampaikan STHP dilampiri bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya kepada Kepala UPPP. 8) Tata cara pembahasan akhir Menurut Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.123/PMK.03/2006. a) Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksaan Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi WP. b) Atas pemberitahuan tersebut, WP wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis berdasarkan tanggapan tertulis. c) Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. d) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik. e) Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak. f) Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak mengahadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan, wajib dibuatkan Berita Acara, dan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak. 63 g) Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. b. Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang meliputi data jenis pajak tertentu pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan melalui Pemeriksaan Sederhana (Pardiat, 2008:71). Prosedur Pemeriksaan Kantor: 1) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) dapat diterbikan untuk 1 (satu) atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk 1 (satu) Tahun Pajak terhadap 1 (satu) Wajib Pajak. 2) Bedasarkan SPPP tersebut, Kepala UPPP segera memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak. 3) Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah pemeriksaan pajak kepada WP yang diperiksa. 4) Surat Pangggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak harus sudah dikirimkan kepada WP paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal penerbitan SPPP kepada WP yang diperiksa. 64 5) WP yang harus memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak dengan membawa buku, catatan dan dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak dan dibuat bukti peminjaman/pengambilan dengan rinci dan jelas oleh Pemeriksa Pajak. 6) Apabila buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang dipinjam berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya dengan surat pernyataan Wajib Pajak. 7) Terhadap WP yang tidak memenuhi panggilan segera diterbitkan Surat Panggilan kedua. 8) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan harus menandatangi STHP (surat tanggapan hasil pemeriksaan) beserta Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan dan menyerahkan kembali kepada Kepala UPPP. 9) Wajib Pajak yang tidak setuju atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan harus mengisi, menandatangani dan menyampaikan STHP kepada Kepala UPPP dan dilampiri dengan bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya. 10) Berdasarkan tanggapan WP, Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat Panggilan melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengiriman lainnya kepada Wajib Pajak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. 65 11) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, WP dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik yang melakukan audit atas laporan keuangan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang diperiksa. 12) Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya berupa Ikhtisar Pembahasan Akhir dan harus ditandatangani WP dan pemeriksaan Pajak, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak. 13) Dalam hal WP menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, Tim Pemeriksaan Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan. 14) Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak SPHP diterima WP. 15) Apabila WP tidak memberikan tanggapan dan atau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dibuatkan Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan/Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak, sebagai dasar penerbitan SKP berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada WP. 16) Bentuk formulir tersebut di atas sudah tersedia. 7. Jangka Waktu Pemeriksaan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang diberlakukan sejak 1 Januari 2008, ditetapkan bahwa: 66 a. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tangggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. b. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. c. Apabila Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi khusus lain yang dapat berindikasi adanya rekayasa transaksi dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lainnya yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang paling lama, Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria Pemeriksaan Pajak. Dalam hal ini Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir 1, 2, dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. (Waluyo, 2008:70). H. Penelitian Terdahulu Penulis merujuk pada lima penelitian terdahulu dalam melakukan penelitian, yaitu: 67 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian (Tahun) Judul Penelitian Variabel Penelitian Suminarsasi dan Supriyadi (2011) Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) 1. Keadilan (X1) 2. Sistem Perpajakan (X2) 3. Diskriminasi (X3) 4. Etika Penggelapan Pajak (Y) Metode Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Variabel independen yang sama yaitu Sistem Perpajakan dan Diskriminasi 2. Proses pengambilan sampel dengan metode convenience nonprobability sampling 3. Menggunakan skala likert untuk pengukuran variabel 1. Ruang lingkup pengambilan sampel dalam penelitian ini pada KPP di Jakarta 2. Variable independen yaitu Kecenderungan Personal. Hasil Penelitian (Kesimpulan) penggelapan pajak dipandang sebagai suatu hal yang etis dan juga tidak etis, hasil dalam penelitian ini hanya mendukung dua dimensi saja, yaitu sistem perpajakan dan diskriminasi, sehingga variable keadilan belum bisa dibuktikan. Bersambung ke halaman berikutnya 68 Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian (Tahun) Ayu dan Hastuti (2009) Judul Penelitian Persepsi Wajib Pajak : Dampak Pertentangan Diametral Pada Tax Evasion Wajib Pajak Dalam Aspek Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan dan Kecenderungan Personal (Studi Wajib Pajak Orang Pribadi) Variabel Penelitian Metode Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Variabel 1. Ruang lingkup Variabel Independen yaitu penelitian ini Independen: Kecurangan, Kemungkinan dilakukan Pada Keadilan, Terdeteksi Wajib Pajak di Ketepatan Kecurangan Kantor Pelayanan Pengalokasian, 2. Variabel Dependen Pajak se-Jogjakarta dan Teknologi Penggelapan Pajak Informasi Sistem (Tax Evasion) Perpajakan 3. Data dianalisis dengan Analisis Regresi Linier Variabel Berganda Dependen: Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Hasil Penelitian (Kesimpulan) Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan regresi liner ditemukan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif ( -0.501 ) yang signifikan (.00), Hasil pengujian juga menunjukan bahwa pengaruh ketepatan pemanfaatan hasil pajak berpengaruh secara negatif (0.286) dan signifikan (.003) terhadap tax evasion.Sedangkan persepsi terhadap keadilan, penggunaan teknologi dan kecenderungan tax evasion seseorang ternyata tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat tax evasion. Bersambung ke halaman berikutnya 69 Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian (Tahun) Ayu (2011) Nickerson, Barry University, Larry Pleshko, Kuwait University), Judul Penelitian Persepsi Efektivitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kecenderungan Melakukan Perlawanan Pajak Variabel Penelitian Variabel Independen: Wajib Pajak, Fiskus dan Pemeriksaan Pajak Presenting The Dimensionality of An Ethics Scale Pertaining to Tax Evasion Variabel Independen: Fairness, Tax System, and Discrimination Variabel Dependen: Tax Evasion Metode Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Ruang lingkup 1. Variabel penelitian ini independen dilakukan di Wajib Pemeriksaan pajak Pajak Orang Pribadi 2. Variabel yang mempunyai Dependen usaha, yang Penggelapan Pajak berlokasi di Semarang. 2. Metode penentuan sample dalam penelitian ini adalah quota sampling. 3. Anlisis data dengan regresi linier sederhana Variabel Dependen: Penggelapan Pajak 1. Variabel Independen Tax System and Discrimination 2. Variabel Dependen Tax Evasion 1. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di enam Negara, yaitu Argentina, Guatemala, Poland, Romania, United Kingdom dan USA. Hasil Penelitian (Kesimpulan) Hasil pengujian dengan menggunakan regresi linear sederhana menunjukan hasil bahwa persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap tax evasion. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion Hasil penelitian menunjukkan tingkat penilaian di masingmasing Negara berbeda-beda. UK memiliki nilai rata-rata terendah sebesar 4.15 yang mengindikasikan rendahnya perlawanan terhadap tindak penggelapan pajak, USA memiliki skor rata-rata tertinggi sebesar 5.62. Bersambung ke halaman berikutnya 70 Tabel 2.1 (Lanjutan) Penelitian (Tahun) McGee, Florida International University (2009) Mcgee, Simon S.M Ho., and Annie (2008) Judul Penelitian A Comparative Study on Perceived, Ethics of Tax Evasion: Hongkong Vs the United States Variabel Penelitian Variabel Independen: Ethics, Tax, Hongkong, The US, Cultural differecnes Variabel Dependen: Tax Evasion Metode Penelitian Persamaan Perbedaan 2. Populasi dalam penelitian adalah 1100 mahasiswa dan sarjana yang Hasil Penelitian (Kesimpulan) yang mengindikasikan tingginya kengganan terhadap penggelapan pajak 1. Ruang lingkup 1. Variabel Hasil penelitian menunjukkan penelitian ini Independen Ethics penelitian di dua Negara tersebut dilakukan Hongkong 2. Variabel bahwa penggelapan pajak adalah dan US. Dependen Tax etis atau tidak etis, tergantung 2. Populasi dalam Evasion dari beberapa keadaan dimana penelitian adalah 90 pemerintah yang korup, performa mahasiswa bisnis di pemerintahan yang buruk, adanya Universitas Baptist ketidakadilan, lemahnya hukum, di Hongkong dan perbedaan kebudayaan dan motiv 273 mahasiswa keegoisan. bisnis di US 3. Teknik pengumpulan data melalui survei Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013 71 I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis 1. Keadilan Dengan Etika Penggelapan Pajak Menurut Mardiasmo (2009) dalam Suminarsasi dan Supriyadi (2011:6) mengutarakan bahwa sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011) menunjukan adanya pengaruh positif keadilan terhadap persepsi etis Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak. Penelitian McGee (2006) mengemukakan pandangan mengenai penggelapan pajak dimana menurut hasil penelitiannya mengemukakan penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak pernah beretika. Selain itu, penelitian yang dilakukan McGee, et al (2007) yang dilakukan di Hongkong dengan Amerika juga menghasilkan dampak yang sama bahwa variabel keadilan memiliki pengaruh yang kuat terhadap etika penggelapan pajak. Alasan-alasan yang mendukung pandangan ini antara lain bahwa setiap masyarakat mempunyai kewajiban kepada negaranya untuk membayar pajak. Selain itu, McGee (2008) memeriksa literatur Yahudi dan menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan 72 untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran dalam literatur Yahudi bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi yang lain. Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) juga mendukung variabel keadilan yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak terhadap etika penggelapan pajak. Adanya berbagai pemikiran tentang pentingnya keadilan bagi seseorang termasuk dalam pembayaran pajak juga akan mempengaruhi sikap mereka dalam melakukan pembayaran pajak. Semakin rendahnya keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa kecenderungannya untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin tinggi, maka hipotesis yang pertama adalah: Ha1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak 2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak Sistem perpajakan Indonesia mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada WP sendiri untuk melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Aparat perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan. 73 Pembinaan masyarakat atau WP dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat (Siahaan, 2010:187). Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini menjadi acuan oleh WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka WP akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi karena WP merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka WP akan menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban Suminarsasi (2011:15) perpajakannya. Dalam penelitian Supriyadi dan menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (hipotesis alternatif diterima). Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin bagus sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis. Akan tetapi apabila sistem perpajakannya semakin tidak bagus, maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang cenderung etis. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) yang menemukan dimensi skala etis dalam penggelapan pajak, salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan. Peneliti berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup, dan 74 juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat wajib pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya justru mengorupsi uang pajak, maka para wajib pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak. Penelitian Andres (2002) dalam Ayu (2009:5) mengindikasikan sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap etika penggelapan pajak, kondisi ini dimaksudkan dengan semakin rendahnya sistem pajak yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak kepatuhannya akan semakin menurun hal ini maka tingkat berarti bahwa kecenderungannya untuk melakukan penghindaran pajak akan semakin tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya. Oleh karena itu, hipotesis kedua dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut: Ha2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak 3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Perilaku diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang menyebabkan keengganan masyarakat/WP (baik domistik dan asing) dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti perlakuan diskriminasi pajak 75 pada Investor asing (konstruksi dan manufaktur) yang menanamkan modalnya di Indonesia, dimana para investor dikenakan tarif pajak yang tinggi sebesar 30% dibandingkan Negara ASIA lainnya (malaysia, Thailand dll) yang menimbulkan para Investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia menjadi enggan (www.ortax, diakses pada Juni 2012). Dalam penelitian yang dilakukan Suminarsasi (2010) membuktikan jika diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi mengenai etika penggelapan pajak. Dimana Variabel diskriminasi menunjukkan nilai koefisien regresi 0,966, thitung = 8,222 dengan nilai p=0,000, sedangkan t tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah = 1,6517. Menurut t hitung > ttabel (8,222 > 1,6517), dengan p<0,05, variabel diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi etis wajib pajak. Selain itu, menurut nilai koefisien regresinya bertanda positif sesuai dengan tanda yang diharapkan untuk hipotesis ketiga, yaitu bertanda positif, maka hipotesis null berhasil ditolak, hipotesis ketiga terdukung. Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) yang mengindikasikan bahwa diskriminasi berpengaruh positif terkait dengan etika penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh McGee, et al (2007) juga menghasilkan bahwa diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Jadi, apabila semakin tinggi tingkat diskriminasi dalam perpajakan maka perilaku penggelapan pajak cenderung dianggap sebagai perilaku yang etis. Maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak 76 4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika Penggelapan Pajak Penelitian yang dilakukan (Ayu dan Hastuti, 2009) tentang tax evasion pada wajib Pajak Orang Pribadi menemukan bahwa bahwa persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap tax evasion. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion. Penelitian tersebut juga menunjukan hasil bahwa persepsi terhadap ketepatan Pemanfaatan Hasil Pajak berpengaruh negatif terhadap tax evasion. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009) dengan regresi liner ditemukan bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif (-0,501) yang signifikan (0,000), meskipun tidak secara signifikan mengindikasikan kondisi tersebut. Ayu (2011) melakukan pengujian dengan menggunakan regresi linear sederhana menunjukan hasil bahwa pengaruh kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif (-0,807) dan mempunyai pengaruh yang signifikan (0,000) maka hipotesis persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap tax evasion diterima Oleh karena itu, hipotesis kelima dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut : Ha4: Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak 77 J. Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka secara skematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Persepsi Etika Penggelapan Pajak (Y) Keadilan (X1) Sistem Perpajakan (X2) Diskriminasi (X3) Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan (X4) Statistik Deskriptif Uji Kualitas Data: 1. Uji Validitas Data 2. Uji Reliabilitas Data Uji Model Regresi Uji Asumsi Klasik: 1. Normalitas 2. Multikolonieritas 3. Heteroskedastisitas Uji Regresi Berganda Adjusted R2 Uji F Uji t Analisis dan Pembahasan 78 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian ini akan menguji pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak dalam Etika Penggelapan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama wilayah Jakarta. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini berupa Wajib Pajak Pribadi yang berada pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek yang diteliti itu (Sugiyono, 2010:61). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling, yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukurnya dan bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat memudahkan peneliti dalam penggumpulan sampel yang akan digunakan 79 dalam penelitian ini. Sampel yang di ambil yaitu Wajib Pajak pribadi yang terdaftar pada 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di Wilayah Jakarta. Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan tentang persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak maka peneliti memilih wajib pajak orang pribadi sebagai sampel penelitian. C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan. 1. Penelitian Pustaka (Library Research) Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penerimaan pajak. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah WP pribadi yang terdaftar di KPP tersebut diatas. Pengumpulan data kuesioner dilakukan dengan teknik personally administered questionnaires, yaitu kuisioner disampaikan dan dikumpulkan langsung oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:154). 80 D. Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2011:19). Priyatno (2010:12) menjelaskan bahwa analisis deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti mean, standar deviasi, variasi, modus, dll. Juga dilakukan pengukuran skewness dan kurtosis untuk menggambarkan distribusi data apakah normal atau tidak. 2. Uji Kualitas Data Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reliabilitas. a. Uji Validitas Sebagaimana dikemukakan dimuka, bahwa validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang diukur. Menurut Ghozali (2011:52) uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk 81 mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kusioner tersebut. Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf signifikasi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: 1) Jika rhitung ≥ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid) 2) Jika rhitung < rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item pertanyaan tidak berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). (Priyatno, 2010:94) b. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk diinginkan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang tidak baik akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas ini digunakan untuk menguji konsistensi data dalam jangka waktu tertentu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat dipercaya atau diandalkan. Variabel-variabel tersebut dikatakan cronbach alpha nya memiliki nilai lebih besar 0,70 yang berarti bahwa instrumen 82 tersebut dapat dipergunakan sebagai pengumpul data yng handal yaitu hasil pengukuran relatif koefisien jika dilakukan pengukuran ulang. Uji realibilitas ini bertujuan untuk melihat konsistensi (Ghozali, 2011:48). 3. Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji heteroskedastisitas. a. Uji Normalitas Data Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan apakah dalam model regresi variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas) mempunyai kontribusi atau tidak. Penelitian yang menggunakan metode yang lebih handal untuk menguji data mempunyai distribusi normal atau tidak yaitu dengan melihat Normal Probability Plot. Model Regresi yang baik adalah data distribusi normal atau mendekati normal, untuk mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik. b. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen). Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen 83 lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF = 1/Tolerance. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011:106). c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau jika tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139). Pada saat mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat ditentukan dengan melihat grafik Plot (Scatterplot) antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID). Jika grafik plot menunjukkan suatu pola titik yang bergelombang atau melebar kemudian menyempit, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas, serat titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139). 84 4. Uji Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dilakukan melalui: a. Uji Statistik t Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen secara parsial. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen yaitu: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap satu variabel dependen, yaitu persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak, maka nilai signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima. Demikian pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak. Bila Ho ditolak ini berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:101). b. Uji Statistik Fisher (F) Model regresi linier berganda di atas, untuk membuktikan apakah variabel - variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji F. Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel independen, yaitu: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap satu variabel dependen, yaitu persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak. Secara bebas dengan signifikan sebesar 0,05, dapat disimpulkan (Ghozali, 2011:98). 85 1) Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. 2) Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. c. Uji Persamaan Regresi Linier Berganda Metode yang digunakan peneliti adalah regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen (Y). Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:163). Model ini digunakan untuk menguji apakah ada hubungan sebab akibat antara kedua variabel untuk meneliti seberapa besar pengaruh antara variabel independen, yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak, adapun rumus yang digunakan: Y = a + β X + β X + β X + β X +e 86 Dimana: Y = Etika Penggelapan Pajak X1 = Keadilan X2 = Sistem Perpajakan X3 = Diskriminasi X4 = Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan a = Bilangan Konstanta (harga Y, bila X=0) e = error yang ditolerir (5%) d. Koefisien Determinan (Adjusted R2) Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Pada pengujian hipotesis pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya nilai (Adjusted R2) untuk mengetahui seberapa jauh variabel bebas yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta pengaruhnya terhadap persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak. Nilai (Adjusted R2) mempunyai interval antara 0 dan 1. Jika niali Adjusted R2 bernilai besar (mendeteksi 1) berarti variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika (Adjusted R2) bernilai kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2011:97). 87 E. Operasionalisasi Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan definisi operasional dan cara pengukurannya. 1. Variabel Independen a. Keadilan (X1) Prinsip keadilan pajak menurut Siahaan (2010) yang pertama didasarkan pada keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip yang kedua mengacu pada prinsip keadilan dalam membayar, menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. Dan prinsip yang ketiga adalah bagaimana WP dikenakan kewajibannya disesuaikan dengan keadilan horizontal dan keadilan vertikal, yang mana WP yang memiliki penghasilan yang sama akan disesuaikan pula dengan pengenaan pajak yang sama, WP yang memiliki penghasilan yang besar akan dikenakan kewajiban perpajakan yang besar pula, demikian sebaliknya. Ketiga prinsip yang dipaparkan tersebut harus diterapkan dan dilaksanakan secara penuh terhadap para WP, dimana dibutuhkan kesadaran yang besar dari dalam WP sendiri untuk melaksanakan 88 kewajibannya dan sekaligus pengawasan dari pihak fiskus dalam mensukseskan target penerimaan pajak Negara. Salah satu yang harus diperhatikan dalam penerapan pajak suatu negara adalah adanya keadilan yang dapat dirasakan oleh masyarakat pembayar pajak. Karena secara psikologis masyarakat merasakan pajak merupakan suatu beban, maka tentunya masyarakat memerlukan suatu kepastian bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam pengenaan pungutan pajak oleh Negara. Hal ini perlu agar kesadaran masyarakat pajak mampu meningkatkan penerimaan Negara. Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan pertanyaan yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009). Terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan yang menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. b. Sistem Perpajakan (X2) Sistem Perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta WP untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan Negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan 89 ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP (Siahaan, 2010). Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. c. Diskriminasi (X3) Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Diskriminasi, yang terkait dengan penghindaran dalam kondisi tertentu menganggap bahwa suatu penggelapan pajak dipandang sebagai yang paling dibenarkan dalam kasus tertentu, dimana sistem pajak dilihat 90 tidak adil, dana pajak yang terkumpul terbuang sia-sia dan di mana pemerintah mendiskriminasikan beberapa segmen penduduk. Budaya yang berbeda, perspektif sejarah dan agama semua memiliki pengaruh terhadap pandangan etis terhadap penggelapan pajak. Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 4 (empat) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. d. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan (X4) Pemeriksaan pajak dilaksanakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion. Ketika seseorang menganggap bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena ia takut jika ketika diperiksa dan ternyata dia melakukan kecurangan maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak yang sebenarnya harus ia bayar. 91 Variabel Kemungkinan terdeteksinya kecurangan adalah persepsi responden, terhadap seberapa mungkin suatu kecurangan yang dilakukan wajib pajak dapat dideteksi oleh para wajib pajak. Skor 1 diberikan ketika responden menganggap sama sekali tidak mungkin kecurangan yang dilakukan terdeteksi hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan skor 5 diberikan ketika responden menganggap bahwa terdeteksinya kecurangan sangat mungkin untuk diketahui pemeriksa pajak hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat Setuju (SS). Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Ayu (2011), dan Nickerson, et al (2009) dengan menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. 2. Variabel Dependen a. Etika Penggelapan Pajak (Y) Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar. Etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup 92 perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat. Etika penggelapan pajak dalam hal ini menjelaskan konteks pengaruh terhadap variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan WP pribadi di Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009). Variabel ini diukur dengan berdasarkan aspek keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta diukur dengan menggunakan skala likert (likert scale) yang berkaitan dengan 8 (delapan) pilihan, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel Sub Variabel Keadilan a. Prinsip (X1) Keadilan (Sumber: Pajak Supriyadi dan Suminarsasi( 2011) dan Nickerson et al (2009)) b. Cara Mewujudk an Keadilan Pajak Indikator 1. Prinsip manfaat dari penggunaan uang yang bersumber dari pajak 2. Prinsip kemampuan dalam membayar kewajiban pajak 3. Keadilan horizontal dan keadilan vertikal dalam pemugutan pajak 1. Keadilan dalam penyusunan undang-undang pajak 2. Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan Butir Pertanyaan 1, 2 Skala Pengukuran Interval 3 4 5 Interval 6 Bersambung ke halaman berikutnya 93 Tabel 3.1 (Lanjutan) Operasional Variabel Penelitian Variabel Sub Variabel Indikator Sistem Perpajakan (X2) (Sumber: Supriyadi dan Suminarsasi( 2011) dan Nickerson et al (209)) Diskriminasi (X3) (Sumber: Supriyadi dan Suminarsasi( 2011) dan Nickerson et al (209)) Penerapan sistem perpajakan secara menyeluruh kepada masyarakat Cara 1. Pendiskriminasian atas agama, ras, Mewujudkan kebudayaan dan keanggotaan Keadilan Pajak kelas-kelas sosial. 2. Pendiskriminasian terhadap halhal yang disebabkan oleh manfaat perpajakan 1, 2 Kemungkinan terdeteksi Kecurangan Pemeriksaan Pajak 1, 2 (X4) (Sumber: Supriyadi dan Suminarsasi(2 011), Hastuti dan Ayu (2009) dan Nickerson et 1. Tarif pajak yang diberlakukan di Indonesia 2. Pendistribusian dana yang bersumber dari pajak 3. Kemudahan fasilitas Sistem Perpajakan Butir Pertanyaan 1, 2 1. Masyarakat memenuhi kewajibannya atas dasar karena takut terhadap hukum 2. Diterapkan pemeriksaan pajak untuk mengidentifikasi adanya kecurangan Skala Pengukuran Interval 3 4, 5 Interval 3, 4 Interval 3, 4, 5 al (2009)) Bersambung ke halaman berikutnya 94 Tabel 3.1 (Lanjutan) Operasional Variabel Penelitian Variabel Etika Penggelapan Pajak (Y) (Sumber: Supriyadi dan Suminarsasi (2011) dan Nickerson et al (2009)) Sub Variabel Indikator 1. Penerapan tarif pajak dan Pentingnya kerjasama yang baik antara fiskus dan WP 2. Penggelapan pajak dianggap beretika karena pelaksanaan hukum yang mengaturnya lemah dan terdapat peluang terhadap WP dalam melakukan penggelapan pajak 3. Integritas atau mentalitas aparatur perpajakan/fiskus dan pejabat pemerintah yang buruk serta pendiskriminasian terhadap perlakuan pajak 4. Konsekuensi melakukan penggelapan pajak Butir Pertanyaan 1, 2, 3 Skala Pengukuran Interval 4, 5 6, 7 8 95 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian menggunakan instrumen angket atau kuesioner yang telah disebar, dengan objek penelitian adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di wilayah Jakarta yang terdiri dari empat KPP yaitu: KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 yang beralamat di Jalan Ciputat Raya No. 2 Pondok Pinang, Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta Pancoran yang beralamat di Jalan TB. Simatupang Kavling 5 Kebagusan Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat, dan KPP Pratama Jakarta Tamansari 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat. Sampel diambil dengan metode convenience sampling, yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukurnya dan bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel yang akan digunakan dalam penelitian dan dilakukan dengan penyebaran atau pembagian kuesioner di beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jakarta 96 yang di lakukan mulai dari 24 Mei 2013 sampai dengan 10 Juni 2012. Dimana data distribusi sampel penelitian dapat di lihat dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian No. Nama KPP 1 2 3 4 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 KPP Pratama Jakarta Pancoran KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2 KPP Pratama Jakarta Tamansari 2 Jumlah Sumber data: Data primer yang diolah, 2013 Kuesioner Yang Dibagikan 35 20 50 25 130 Kuesioner Yang Kembali 35 20 50 25 130 Kuesioner yang dibagikan berjumlah 130 buah dan jumlah yang kembali sebanyak 130 buah atau 100%, kuesioner yang dapat diolah sebanyak 127 atau 98%. Tabel 4.2 Sampel Penelitian No Keterangan 1 Jumlah kuesioner yang disebar 2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali 3 Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah 4 Kuesioner yang dapat diolah Sumber : Data primer yang diolah, 2013 Penerimaan Pajak 130 0 3 127 Persentase (%) 100% 0% 2% 98% 2. Data Responden Karakteristik responden yang diukur dengan skala interval yang menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir responden dan jenis pekerjaan responden. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama: KPP Pratama 97 Jakarta Kebayoran Baru 2, KPP Pratama Jakarta Pancoran, KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2, dan KPP Pratama Jakarta Tamansari 2. Kuesioner disebar dengan harapan dapat diisi berdasarkan pegawai, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang balance. Pada karakteristik reponden, terdapat 130 responden yang terdiri dari para Wajib Pajak yang dapat mewakili dan menjadi responden. Data mengenai karakteristik responden ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Data Statistik Responden Deskripsi Jumlah Responden Jenis Pria Kelamin Wanita Umur Jumlah Responden Responden 20 – 24 tahun 25 – 35 tahun > 35 tahun Pendidikan Jumlah Responden Terakhir D3 S1 S2 S3 Lainya Pekerjaan Jumlah Responden Wiraswasta Pegawai Negeri Pegawai Swasta Sumber: data primer yang diolah, 2013 Jumlah 127 89 38 127 7 64 56 127 10 97 13 0 7 127 87 8 32 Persentase (%) 100% 70% 30% 100% 6% 50% 44% 100% 8% 76% 10% 0% 6% 100% 69% 6% 25% Tabel di atas menjelaskan mengenai data responden berdasarkan jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir dan pekerjaan. Adapun penjelasan mengenai data responden disajikan dalam gambar grafik sebagai berikut: 98 Gambar 4.1 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan grafik di atas berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa responden dengan jenis kelamin pria lebih mendominasi, terlihat dari jumlah responden sebanyak 89 responden atau 70 % adalah pria dan 38 responden atau 30 % adalah wanita. Hal ini menggambarkan kondisi dimana Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak didominasi oleh pria dibandingkan wanita. Gambar 4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden Sumber: data primer yang diolah, 2013 99 Berdasarkan grafik di atas berdasarkan umur responden terlihat bahwa umur responden 20 – 24 tahun berjumlah 7 responden atau sebesar 6%, umur responden 25 – 35 tahun berjumlah 64 responden atau sebesar 50%, umur responden di atas 35 tahun berjumlah 56 responden atau sebesar 44%. Hal ini membuktikan bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak rata-rata adalah Wajib Pajak yang berusia 25 – 35 tahun. Gambar 4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pendidikan terakhir yang dimiliki responden terlihat bahwa pendidikan terakhir D3 berjumlah 10 responden atau sebesar 8%, pendidikan terakhir S1 berjumlah 97 responden atau sebesar 76%, pendidikan terakhir S2 berjumlah 13 responden atau sebesar 10% dan pendidikan terakhir lainya berjumlah 7 responden atau sebesar 6%. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak adalah wajib pajak yang berpendidikan S1. 100 Gambar 4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pekerjaan responden terlihat bahwa responden dengan pekerjaan wiraswasta berjumlah 87 responden atau sebesar 69%, pekerjaan pegawai negeri berjumlah 8 responden atau sebesar 6%, pegawai swasta berjumlah 32 responden atau sebesar 25%. B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Uji Kualitas Data a. Hasil Statistik Deskriptif Pengukuran statistik deskriptif variabel dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai kisaran teoritis, kisaran aktual, rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan dan penggelapan pajak disajikan sebagai berikut: 101 Tabel 4.4 Statistik Deskriptif N KP SP DP KTK PP Valid N (listwise) 127 127 127 127 127 127 Descriptive Statistics Minimum Maximum 1.00 4.50 2.60 5.00 1.00 4.25 2.40 5.00 1.00 4.25 Mean 2.5131 3.9638 2.1614 4.0929 2.6178 Std. Deviation .79342 .53120 .81317 .53321 .75903 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah responden (N) ada 127. Dari 127 responden ini variabel independen keadilan memiliki nilai minimum 1,00, nilai maksimum 4,50, nilai mean 2,5131, dengan standar deviasi 0,79342. Sistem perpajakan memiliki nilai minimum 2,60, nilai maksimum 5,00, nilai mean 3,9638, dengan standar deviasi 0,53120. Diskriminasi memiliki nilai minimum 1,00, nilai maksimum 4,25, nilai mean 2,1614 dengan standar deviasi 0,81317. Kemungkinan terdeteksi kecurangan memiliki nilai minimum 2,40, nilai maksimum 5,00, nilai mean 4,0929 dengan standar deviasi 0,53321, sedangkan pada variabel dependen (penggelapan pajak) nilai minimum 1,00, nilai maksimum 4,25, nilai mean 2,6178 dengan standar deviasi 0,75903. b. Hasil Uji Validitas Pengujian validitas dari instrumen penelitian dilakukan dengan menghitung angka korelasional atau rhitung dari nilai jawaban tiap responden untuk tiap butir pertanyaan, kemudian dibandingkan dengan rtabel. Nilai rtabel 0,176, didapat dari jumlah kasus - 2, atau 127 - 2 = 125, tingkat signifikansi 5%, maka didapat r tabel 0,176. Setiap butir pertanyaan 102 dikatakan valid bila angka korelasional yang diperoleh dari perhitungan lebih besar atau sama dengan rtabel (Imam Ghozali, 2011:53). Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid, karena koefisien korelasi (rhitung) > rtabel. Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel keadilan dengan 127 sampel responden. Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan Pertanyaan Nilai rhitung 0,597 KP1 0,576 KP2 0,450 KP3 0,545 KP4 0,541 KP5 0,560 KP6 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Nilai rtabel 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Variabel keadilan terdiri atas 6 butir pernyataan, dari ke - 6 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel sistem perpajakan dengan 127 sampel responden. Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan Pertanyaan Nilai rhitung 0,699 SP1 0,753 SP2 0,653 SP3 0,693 SP4 0,541 SP5 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Nilai rtabel 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid 103 Variabel sistem perpajakan terdiri atas 5 butir pernyataan, dari ke - 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel diskriminasi dengan 127 sampel responden. Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi Pertanyaan Nilai rhitung 0,592 DP1 0,671 DP2 0,534 DP3 0,495 DP4 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Nilai rtabel 0,176 0,176 0,176 0,176 Kriteria Valid Valid Valid Valid Variabel diskriminasi terdiri atas 4 butir pernyataan, dari ke - 4 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan dengan 127 sampel responden. Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Pertanyaan Nilai rhitung 0,822 KTK1 0,700 KTK2 0,516 KTK3 0,608 KTK4 0,496 KTK5 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Nilai rtabel 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan terdiri atas 5 butir pernyataan, dari ke - 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel penggelapan pajak dengan 127 sampel responden. 104 Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak Pertanyaan Nilai rhitung 0,704 PP1 0,434 PP2 0,462 PP3 0,560 PP4 0,619 PP5 0,428 PP6 0,472 PP7 0,596 PP8 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Nilai rtabel 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 0,176 Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Variabel penggelapan pajak terdiri atas 8 butir pernyataan, dari ke - 8 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel) c. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan validitasnya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini untuk menunjukan tingkat reliabilitas konsistensi internal teknik yang digunakan adalah dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha dengan bantuan program SPSS 20. Nilai alpha bervariasi dari 0 – 1, suatu pertanyaan dapat dikategorikan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari 0,70 dalam (Ghozali, 2011:48). Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Keadilan Sistem Perpajakan Diskriminasi Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Penggelapan Pajak Sumber: Data primer yang diolah, 2013 Cronbach's Alpha 0,788 0,852 0,767 0,813 0,810 N of Items 6 5 4 5 8 Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel 105 Tabel 4.10 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel keadilan sebesar 0,788, variabel sistem perpajakan sebesar 0,852, variabel diskriminasi sebesar 0,767, kemungkinan terdeteksi kecurangan sebesar 0,813 dan variabel penggelapan pajak sebesar 0,810. sehingga dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner semua variabel ini reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pernyataan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan jawaban sebelumnya. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali, 2011:45). Maksudnya untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. 2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Data Data - data bertipe skala sebagai pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui kepastian sebaran data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan. Dengan demikian, analisis statistika yang pertama harus digunakan dalam rangka analisis data adalah analisis statistik berupa uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel independen 106 dan variabel dependen yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi kemungkinan terjadi kecurangan dan penggelapan pajak (Y) keduanya memiliki distribusi normal atau tidak, berikut ini gambar grafik uji normalitas data pada grafik pp – plot. Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Sumber: data primer yang diolah, 2013 Pada grafik normal plot terlihat titik - titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena asumsi normalitas (Ghozali 2011:163). b. Hasil Uji Multikolinieritas Pengujian multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multikol, maka dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel independen. 107 Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolonieritas a Coefficients Collinearity Statistics Tolerance Model VIF (Constant) KP SP DP KTK a. Dependent Variable: PP .376 .852 .372 .896 1 2.660 1.174 2.688 1.117 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai variance inflation factor (VIF) disekitar angka 1. keadilan mempunyai nilai tolerance 0,376, sistem perpajakan mempunyai nilai tolerance 0,852, diskriminasi mempunyai nilai tolerance 0,372, kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai nilai tolerance 0,896 dan keadilan mempunyai nilai VIF 2,660, sistem perpajakan mempunyai nilai VIF 1,174, diskriminasi mempunyai nilai VIF 2,688 dan kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai nilai VIF 1,117. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak terdapat problem multikolineritas karena nilai tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF (variance inflation factor) di bawah 10. c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas menunjukan bahwa variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heteroskedastisitas 108 kesalahan yang terjadi tidak secara acak tetapi menunjukan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka hasil Scatterplot dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: data primer yang diolah, 2013 Dari grafik Scatterplot yang ada pada gambar di atas dapat dilihat bahwa titik - titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2011:139). 3. Hasil Uji Hipotesis a. Hasil Uji t (Parsial) Uji statistik t berguna untuk menguji pengaruh dari masingmasing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing - masing variabel 109 independen secara parsial terhadap variabel dependen dapat dilihat pada tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.13, jika nilai probability t < 0,05 maka Ha diterima, sedangkan jika nilai probability t > 0,05 maka Ha ditolak. (Ghozali, 2011: 101). Tabel 4.12 Hasil Uji t (Parsial) a Coefficients Unstandardized Coefficients B Std. Error Model (Constant) KP SP DP KTK a. Dependent Variable: PP 1 2.780 .364 .251 -.159 .548 -.329 .076 .075 .075 .073 Standardized Coefficients Beta .263 -.112 .587 -.231 t Sig. 7.640 .000 3.310 -2.115 7.350 -4.490 .001 .036 .000 .000 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan hasil pengujian dari tabel 4.12 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan Pajak. Hasil uji hipotesis 1 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel keadilan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,001 dan nilai t sebesar 3,310. Hal ini berarti Ha1 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel keadilan < 0,05 (0,001 < 0,05) dan nilai thitung > 1,97 (3,310 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan 110 pajak dianggap suatu hal yang etis ataupun tidak etis tergantung bagaimana pemerintah mengelola dana yang bersumber dari pajak Negara, dimana masyarakat/WP menganggap bahwa perwujudan keadilan dalam perpajakan belumlah maksimal. Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak, hal ini tidak mudah diterapkan karena keadilan memiliki perspektif yang sangat luas, dimana menurut Siahaan (2010:114) keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam penerapan pajak, yaitu: pertama, keadilan dalam penyusunan undang – undang pajak terkait penyusunan undang-undang merupakan salah satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan kepada WP, 111 dan hal lainnya. Kedua, keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan yang merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh Negara/pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik/memungut pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik. Ketiga, keadilan dalam penggunaan uang pajak yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak menerima kontraprestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak oleh pemerintah. 2) Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 2 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel sistem perpajakan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,036 dan nilai t sebesar - 2,115. Hal ini berarti Ha2 diterima sehingga dapat 112 dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel sistem perpajakan < 0,05 (0,036 < 0,05) dan nilai thitung > 1,97 (- 2,115 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak. Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap suatu yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak penggelapan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan bagian umum angka 3) sistem pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri dengan menganut self assessment system dimana masyarakat/WP diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan kewajiban pajaknya, dan menunjukan sifat kegotongroyongan pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Dengan berbagai akses kemudahan sistem perpajakan yang ada, baik dalam hal pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dan SSP (Surat Setoran Pajak, serta kemudahan dalam membayar pajaknya, diharapkan masyarakat/WP mampu bekerjasama dengan baik dan jujur dalam melaporkan kewajiban perpajakannya sehingga mampu menekan angka penggelapan pajak dan dapat meningkatkan penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan nasional. 113 3) Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak. Hasil uji hipotesis 3 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel diskriminasi mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t sebesar 7,350. Hal ini berarti Ha3 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa diskriminasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel diskriminasi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (7,350 > 1,97). Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal luar negeri yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan kepada semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun yang tidak mempunyai NPWP. Hal ini merupakan persamaan hak kepada warga negara yang sudah sama-sama menunaikan kewajibannya. Selain itu, kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai faktor pengurang kewajiban perpajakan dan adanya zona bebas pajak hanya menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Sehingga akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang nantinya akan mengakibatkan tindakan penggelapan pajak Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa diskriminasi memiliki korelasi positif signifikan terhadap penggelapan pajak. 114 4) Hasil Uji Hipotesis 4: Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak Hasil uji hipotesis 4 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t sebasar - 4,490. Hal ini berarti Ha4 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kemungkinan terjadinya kecurangan < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (- 4,490 > 1,97). Ketika masyarakat/WP menganggap bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut jika ketika diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak yang sebenarnya harus ia bayar. Pendekatan negatif yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengupayakan peningkatan pajak atau penurunan tax evasion ternyata cukup bermanfaat. Pendekatan negatif berupa ancaman pemeriksaan yang dibarengi dengan denda yang besar cukup efektif untuk menekan tax evasion Wajib Pajak. Hal ini terlihat dari ketakutan terhadap kemungkinan kecurangan yang dilakukan ketahuan, ternyata secara psikologis berpengaruh signifikan 115 terhadap tindakan yang mereka lakukan. Tekanan psikologis ini menyebabkan mereka cenderung tidak melakukan tax evasion. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009) dan Dyah (2011) dimana kemungkinan terdeteksi kecurangan melalui pemeriksaan pajak memiliki korelasi negatif yang signifikan terhadap penggelapan pajak. b. Hasil Uji F (Simultan) Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel di bawah ini, jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak Ho, sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka H o diterima dan menolak Ha. Tabel 4.13 Hasil Uji Statistik F (Simultan) a Model Regression 1 ANOVA Sum of Squares 51.603 df 4 Mean Square 12.901 .172 Residual 20.990 122 Total 72.593 126 F 74.982 Sig. b .000 a. Dependent Variable: PP b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP Sumber: data primer yang diolah, 2013 Berdasarkan tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa dari hasil uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 74,982 > Ftabel sebesar 2,45 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ha5 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap penggelapan pajak berpengaruh secara simultan (bersamasama). Dengan demikian dalam upaya mengurangi penggelapan pajak 116 pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem yang lebih baik lagi dan menerapkan suatu keadilan bagi Wajib Pajak dalam hal perpajakan dan menghindari tindakan kecurangan dengan melakukan pemeriksaan pajak dengan pengawasan yang lebih baik lagi sehingga tidak hilangnya pemasukan pajak Negara yang dapat digunakan sebagai pembangunan. Jika hal tersebut tidak ditindaklanjuti, maka akan menyebabkan akibat yang buruk seperti yang diungkapkan oleh Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara makro. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Mcgee (2008). c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:163), berikut ini hasil persamaan regresi linier berganda. Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda a Coefficients Unstandardized Coefficients B Std. Error Model (Constant) KP SP DP KTK a. Dependent Variable: PP 1 2.780 .364 .251 -.159 .548 -.329 .076 .075 .075 .073 Standardized Coefficients Beta .263 -.112 .587 -.231 Sumber: data primer yang diolah, 2013 Koefisien regresi pada variabel keadilan berarah positif dan signifikan sebesar 0,251, hal ini berarti jika variabel keadilan bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah sebesar 0,251 117 satuan atau sebesar 25,1%. Koefisien regresi pada variabel sistem perpajakan berarah negatif dan signifikan sebesar - 0,159, hal ini berarti jika variabel sistem perpajakan bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak berkurang sebesar 0,159 satuan atau sebesar 15,9%. Koefisien regresi pada variabel diskriminasi berarah positif dan signifikan sebesar 0,548, hal ini berarti jika variabel diskriminasi bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah sebesar 0,548 satuan atau sebesar 54,8%. Koefisien regresi pada variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan berarah negatif dan signifikan sebesar - 0,329, hal ini berarti jika variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak berkurang sebesar 0,329 satuan atau sebesar 32,9% Berdasarkan hasil uji persamaan regresi berganda maka dapat dilihat variabel independen yang paling dominan mempengaruhi penggelapan pajak adalah variabel diskriminasi, karena dilihat berdasarkan nilai beta terbesar sebesar 0,587. d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Menurut Ghozali (2011:97) untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Adapun hasil uji determinasi Adjusted R2: Tabel 4.15 Hasil Uji Determinasi ( Adjusted R2) b Model R R Square a Model Summary Adjusted R Std. Error of the Square Estimate 1 .843 .711 a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP b. Dependent Variable: PP .701 .41479 Durbin-Watson 1.311 Sumber: data primer yang diolah, 2013 118 Hasil pengujian menunjukkan besarnya koefisien korelasi berganda (R), koefisien determinasi (R Square), dan koefisien determinasi yang disesuaikan (Adjusted R Square). Berdasarkan tabel model summaryb di atas diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,843. Ini menunjukkan bahwa variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap penggelapan pajak mempunyai hubungan yang sangat kuat. Hasil pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,711 dan nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah 0,701. Hal ini berarti 70,1% variasi dari penggelapan pajak bisa dijelaskan oleh variasi variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan). Sedangkan sisanya (100% - 70,1% = 29,9%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini seperti variabel kecenderungan personal (Ayu, 2009), teknologi informasi (Ayu, 2009), dan budaya yang berbeda (Mcgee, 2009) diharapkan variabel lain ini juga akan mempengaruhi penggelapan pajak. Jadi terdapat banyak variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penggelapan pajak, dengan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penggelapan pajak, maka akan mencegah terjadinya penggelapan pajak yang sering terjadi di indonesia, sehingga kasus perpajakan lainnya dapat terungkap. 119 C. Interpretasi Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap penggelapan pajak, maka dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara parsial antara keadilan terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya keadilan maka akan semakin tinggi penggelapan pajak, sehingga pemerintah perlu meningkatkan keadilan yang berkaitan dengan penggunaan dana yang bersumber dari pajak secara adil dan merata. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis ataupun tidak etis tergantung bagaimana pemerintah mengelola dana yang bersumber dari pajak Negara, dimana masyarakat/WP menganggap bahwa perwujudan keadilan dalam perpajakan belumlah maksimal. Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak. 120 2. Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara parsial antara sistem perpajakan terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin baiknya sistem perpajakan, maka semakin menurunkan penggelapan pajak. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak. Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap suatu yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak penggelapan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan bagian umum angka 3) sistem pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri dengan menganut self assessment system dimana masyarakat/WP diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan kewajiban pajaknya.dan menunjukan sifat kegotongroyongan pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. 121 3. Pengaruh Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara parsial antara diskrimanasi terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya diskriminasi maka semakin meningkatkan penggelapan pajak. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa diskriminasi memiliki korelasi positif signifikan terhadap penggelapan pajak. Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal luar negeri yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan kepada semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun yang tidak mempunyai NPWP. 4. Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara parsial antara pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktian bahwa semakin tingginya kemungkinan terdeteksi kecurangan maka semakin menurunkan tindak penggelapan pajak. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andreas (2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) dimana kemungkinan terdeteksi kecurangan melalui pemeriksaan pajak memiliki 122 korelasi negatif yang signifikan terhadap penggelapan pajak. Ketika masyarakat/WP menganggap bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut jika ketika diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak yang sebenarnya harus ia bayar. 123 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap penggelapan pajak. Responden penelitian ini berjumlah 127 orang Wajib Pajak pada wilayah Jakarta. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan model regresi berganda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil uji regresi ditemukan bahwa pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa secara parsial variabel keadilan berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Nickerson, et al (2009) yang menyatakan bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Pada variabel sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Ayu dan Hastuti (2009), Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Pada variabel diskriminasi berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Nickerson, et al (2009), Suminarsasi dan Supriyadi (2011) dan Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa diskriminasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Pada variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh 124 negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Andreas (2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) yang menyatakan bahwa diskriminasi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak dan hasil penelitian secara simultan variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Ayu dan Hastuti (2009), Mcgee (2008). 2. Dalam penelitian ditemukan bahwa variabel diskriminasi memiliki pengaruh paling dominan mempengaruhi diantara variabel lainya terhadap penggelapan pajak dapat dilihat berdasarkan nilai standard coeficient beta sebesar 0,587. B. Implikasi Implikasi pada penelitian ini didasarkan dari kesimpulan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan secara bersama-sama mempengaruhi penggelapan pajak (tax evasion). Hal ini menunjukan, bahwa pemerintah harus lebih baik dalam mengawasi, mengakomodir, mendistribusikan dan mengolah dana pajak yang ada, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis dan stabil dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Di lain sisi, masyarakat/Wajib Pajak sebagai pihak yang membayarkan pajak dan pemerintah sebagai lembaga tertinggi yang diamanahkan untuk mengelola dana pajak yang ada harus lebih meningkatkan kinerja, mutu, kualitas, disiplin dan 125 integritas tinggi yang berkaitan dengan moral yang dituntut dari setiap aparat Ditjen Pajak dengan bersikap jujur dan bersih dari tindakan - tindakan tercela yang senantiasa mengutamakan kepentingan Negara sehingga masyarakat/Wajib Pajak menjadi senang dan memiliki tingkat kesadaran kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi. Oleh karena demikian, maka target penerimaan pajak Negara bisa meningkat demi terciptanya pembangunan nasional yang merata. C. Saran Hasil menyatakan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan sangat penting dalam mengurangi penggelapan pajak pada wilayah Jakarta maka perlu adanya analisa dan tindaklanjut mengenai kemungkinan terdeteksi keadilan, sistem kecurangan, perpajakan, diskriminasi dengan demikian peneliti dan akan memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya: 1. Menambah jumlah responden dan wilayah penelitian sehingga menambah sebuah penelitian yang lebih baik. 2. Menambahkan jumlah variabel independen yang dapat mempengaruhi penggelapan pajak, seperti ketepatan pengalokasian, teknologi informasi dan budaya yang berbeda. 3. Tidak hanya menggunakan kuisioner tapi juga melakukan wawancara secara langsung 126 DAFTAR PUSTAKA Andria, Harry. 2008. “Aspek Keadilan Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Transaksi Perdagangan Saham Di Bursa Efek”. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. Aritonang, Meli. 2010. “Analisis Implementasi Teknik Audit Berbantuan Komputer Pengaruhnya terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang”, Jakarta. Ayu, Dyah. 2011. “Persepsi Efektivitas Pemerikasaaan Pajak Terhadap Kecenderungan Perlawanan Pajak”. Seri Kajian Ilmiah, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011. Ayu, Dyah dan Rini Hastuti. 2009. “Persepsi WP: Dampak Pertentangan Diametral Pada Tax Evasion WP Dalam Aspek Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi WP Orang Pribadi")”. Kajian akuntansi. Budiman Judi dan Setiyono. 2012. “Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak”. PPJK 29 Universitas Gajah Mada dan Universitas Islam Sultan Agung. Yogyakarta. Danandjaja, James. 2003. “Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan Masalah Aktual di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera”. Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19, Edisi 5”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hamid, Abdul. 2010. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Jakarta. Hartman, Laura P dan Desjardins. 2008. “Business Ethics: decision Making for Personal Integrity and Social Responsibility”. New York. Hartono, Jogiyanto. 2004. “Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman”. Yogyakarta, BPFE. Izza, Nur Ika Alfi dan Ardi Hamzah. “Etika Penggelapan Pajak Perspektif Agama: Sebuah Studi Interpretatif ”. Surabaya. Mardiasmo. 2009. “Perpajakan Edisi Revisi 2009”. Yogyakarta, Penerbit Andi. Masri, Indah dan Dwi Martani. 2012. “ Pengaruh Tax Avoidence Terhadap Cost of Debt”. PPJK 20, Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 127 McGee, Robert W. 2006. “Three Views on the Ethics of Tax Evasion”, Journal of Business Ethics 2006, pp. 15-35. McGee, R.W., Simon dan Annie. 2008. “A comparative Study on Perceived Ethics of Tax Evasion: Hong Kong Vs the United Stated”, Journal of Business Ethics 2008, pp. 147-158. Mc. Graw Hill. Gujarati D. N and Porter D C. 2009. Basic Econometrics. . Nickerson, Inge. 2009. “Pleshko dan McGee. Presenting the Dimensionality of An Ethics Scale pertaining To Tax Evasion”, Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, Volume 12, Number 1. Nurmantu, Safri. 2003. “Pengantar Perpajakan”. Jakarta , Granit Pardiat. 2008. “Pemeriksaan Pajak”. Jakarta, Mitra Wacana Media. Priantara, Diaz. 2011. “Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak”. Jakarta, PT Indeks.. Priyatno, Dwi. 2008 . “Mandiri Belajar SPSS”, Cet-1, Jakarta. PT. Buku Kita. Rahayu, Dewi P. 2006. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Transparansi Belanja Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Pada Wajib Pajak di Kota Surakarta”. Yogyakarta, Tesis Program Magister Sains Akuntansi UGM. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Resmi, Siti. 2009. “ Perpajakan Teori dan Kasus”, Jakarta, Salemba Empat. Rosdiana Haula dan Edi Slamet Irianto. 2011. “Pengantar Ilmu Pajak, Kebijakan dan Implementasi di Indonesia “. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. Saidi, Muhammad Djafar. 2007. “Pembaharuan Hukum Pajak. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. Salip dan Tendy Wato. 2006. “Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus: Di KPP Jakarta Kebon Jeruk)”, Jurnal Keuangan Publik Vol. 4, No. 2, September 2006 Sekaran, Uma. 2000. “Research Methods for Business Third Edition”. USA, John Wiley & Sons, Inc. 128 Setiawan, Maria Justina. 2008. “Sekilas Tentang Manajemen Pajak”. Jurnal Administrasi Bisnis Volume 4 No.2: halaman 174-178 (ISSN:02161249). FISIP-UNPAR. Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Elementer”. Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu. Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Material”. Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu. Soemitro, Rochmat. 1992. “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994”. Bandung, Eresco. Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. Cetakan ke-16, Bandung, Alfabeta. Syopiansyah Jaya Putra dan DurrachamanYusuf. 2009. “Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual”. Jakarta. Suminarsasi, Wahyu dan Supriyadi. 2011. “Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak.” Yogyakarta, PPJK 15 Universitas Gajah Mada. Tjahyono, Achmad dan M. Fakhri Husein. 2005 . “Perpajakan”, Edisi 3, UPP AMP YKPN. Trihendradi, Cornelius. 2007. “Langkah Mudah Menguasai Menggunakan SPSS 15”. Yogyakarta, Penerbit Andi. Statistik Velasquez, Manuel G. 2002. “Business Ethics: Consepts and Cases Fift Edition”. New Jersey, Mc. Pearson Education. Waluyo. 2010. “Perpajakan Indonesia”, Jakarta. Salemba Empat. www.ikpi.or.id/sites/default/files/peraturan_pajak/SE_29.PJ_.2011.pdf www.pbtaxand.com/uploads/regulation/SE_07_PJ_2012.pdf www.ortax.org www.pajak.go.id www.antaranews.com 129 Lampiran 1: Kuesioner Penelitian KUESIONER PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION) IRMA SURYANI RAHMAN NIM: 208082000026 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M 130 Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, Mei 2013 Kepada YTH. Bapak/Ibu Responden Di tempat Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program Srata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya. Nama : Irma Suryani Rahman NIM : 208082000026 Untuk itu saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dengan mengisi lembar kuesioner ini dengan lengkap dan sebelumnya saya mohon maaf telah mengganggu waktu bekerjanya. Data yang di peroleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga kerahasiaannya akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian. Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu merupakan faktor kunci untuk mengetahui Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak. Responden diharapkan membaca setiap pertanyaan secara hati-hati dan menjawab dengan lengkap semua pertanyaan kerena apabila terdapat salah satu nomor yang tidak diisi maka kuesioner dianggap tidak berlaku. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda yang penting jawaban sesuai dengan pendapat anda. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih. Hormat Saya, Pembimbing I Prof. Dr. Ahmad Rodoni Pembimbing II Reskino, SE., Ak., M.Si Penulis Irma Suryani Rahman 131 Petunjuk: mohon jawaban atas pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda centang (√) pada jawaban yang paling tepat menurut pendapat Bapak/Ibu/Saudara. IDENTITAS RESPONDEN Beri tanda( x ) atau ( √ ) pada identitas pengenal Bapak,/Ibu/Saudara 1. Nama : ………………………………………………. 2. Jenis Kelamin : Pria 3. Umur Responden : 20-24 4. PendidikanTerakhir : D3 5. Pekerjaan : Wiraswasta Wanita 25-35 S1 >35 Tahun S2 S3 Lainnya Pegawai Swasta Pegawai Negeri Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan, pendapat dan perasaan Anda yang sebenarnya. 1. Sangat setuju 2. Setuju (SS) (S) 3. Netral (N) 4. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat tidak setuju (STS) Catatan : Jawaban apapun yang diberikan tidak akan mempengaruhi apapun tehadap Bapak/Ibu, karena penelitian ini semata-mata digunakan hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 132 KEADILAN PAJAK No Pertanyaan 1. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun dana 2. 3. 4. 5. 6. SS S N TS yang bersumber dari pajak digunakan untuk membangun fasilitas umum yang bersifat penting. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun uang yang bersumber dari pajak telah digunakan secara baik dan benar Penggelapan pajak dianggap etis meskipun tarif pajaknya rendah Penggelapan pajak dianggap etis jika orang yang memiliki penghasilan tinggi, maka kewajiban perpajakannya juga tinggi Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah tidak adil dalam penyusunan undang-undang perpajakan Penggelapan pajak dianggap etis jika pihak fiskus atau Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) tidak adil dalam melaksanakan ketentuan perpajakan SISTEM PERPAJAKAN No Pertanyaan 1. Penggelapan pajak dianggap etis jika sistem SS S N TS perpajakan yang ada tidak adil 2. Penggelapan pajak dianggap etis jika tarif pajak yang dikenakan oleh Wajib Pajak (WP) tidak sesuai dengan tingkat penghasilan WP. 3. Menurut saya, uang pajak yang terkumpul harus dikelola dengan bijaksana 4. Menurut saya, prosedur sistem perpajakan yang ada memberikan kemudahan oleh WP dalam menyetorkan pajaknya Menurut saya, Direktorat jenderal perpajakan (Ditjen Pajak) sudah memberikan sosialisasi yg baik untuk kemudahan akses penyetoran pajak 5. STS 133 STS DISKRIMINASI PAJAK No Pertanyaan 1. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah 2. 3. 4. SS S N TS STS SS S N TS STS melakukan pendiskriminasian atas agama yang saya anut, ras dan kebudayaan saya. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah memenjarakan orang dikarenakan pendapat politiknya. Menurut saya, zakat diperbolehkan sebagai faktor pengurang pajak merupakan suatu bentuk diskriminasi Menurut saya, kebijakan fiskal luar negeri terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan bentuk diskriminasi KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN No Pertanyaan 1. WP membayar pajak karena takut akan hukum perpajakan 2. WP akan mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya dengan benar, dari pada mengisi SPT secara tidak benar dengan kesengajaan sehingga menyebabkan timbulnya sanksi denda 3. Jika saya diperiksa oleh fiskus terkait dengan kekeliruan dalam pengisian SPT, maka saya akan membayar pajak dengan benar 4. Penggelapan pajak dilakukan Jika kemungkinan terdeteksi atas kecurangan dalam pengisian SPT itu rendah. 5. Menurut saya, fiskus harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar serta menghargai hak dan kewajibannya. 134 ETIKA PENGGELAPAN PAJAK No Pertanyaan SS S N TS 1. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila tarif pajaknya terlalu tinggi 2. Penggelapan pajak etis apabila uang pajak yang terkumpul tidak dikelola untuk membiayai pengeluaran umum 3. Menurut saya, penggelapan etis apabila saya tidak merasakan manfaat dari uang pajak yang saya setor 4. WP akan melakukan penggelapan pajak apabila hukum yang ada lemah 5. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila terdapat diskriminasi dalam perpajakan 6. Jika kinerja pemerintah khususnya aparatur perpajakan buruk dan tingginya angka korupsi terhadap dana perpajakan, maka masyarakat/WP akan enggan dalam membayar pajak 7. Jika kinerja pemerintahan khususnya aparatur perpajakan baik, komunikatif dan inspiratif terhadap masyarakat/WP, maka masyarakat/WP akan membayar kewajiban pajaknya dengan perasaan senang 8. Penggelapan pajak dianggap etis jika WP yang memiliki penghasilan sama besar, maka kewajiban membayar pajaknya juga sama ----------TERIMA KASIH---------- 135 STS Lampiran 2: Data Mentah Hasil Jawaban Responden Keadilan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 KP1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 5 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 KP2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 2 2 2 2 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 KP3 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 1 3 1 4 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 4 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2 2 4 KP4 2 2 3 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 3 3 4 4 2 2 3 3 4 4 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 KP5 4 5 3 4 4 5 4 3 4 5 3 4 4 5 3 4 4 5 4 3 4 5 3 4 5 5 4 4 4 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 KP6 4 5 3 4 4 5 4 3 4 5 3 4 4 4 4 5 4 4 5 3 5 4 4 4 5 4 4 5 3 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 Total 17 24 15 13 20 14 16 11 13 22 11 16 12 14 19 22 18 16 19 14 18 17 18 15 17 23 16 19 17 10 16 24 12 8 18 6 12 8 8 18 8 11 6 8 18 22 16 Rata - Rata 2,83 4,00 2,50 2,17 3,33 2,33 2,67 1,83 2,17 3,67 1,83 2,67 2,00 2,33 3,17 3,67 3,00 2,67 3,17 2,33 3,00 2,83 3,00 2,50 2,83 3,83 2,67 3,17 2,83 1,67 2,67 4,00 2,00 1,33 3,00 1,00 2,00 1,33 1,33 3,00 1,33 1,83 1,00 1,33 3,00 3,67 2,67 136 No 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 KP1 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 1 KP2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 2 3 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 5 1 2 2 KP3 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 1 1 2 2 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 4 3 2 3 1 1 1 KP4 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 3 4 2 4 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 2 4 3 3 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 3 1 1 2 KP5 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 4 5 4 KP6 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 2 3 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 5 4 4 4 Total 24 13 9 18 6 11 8 8 16 9 12 6 9 16 24 12 18 14 10 16 7 10 15 11 16 10 10 16 17 14 24 14 13 18 6 17 11 11 16 9 11 9 11 19 18 13 9 20 13 17 14 Rata - Rata 4,00 2,17 1,50 3,00 1,00 1,83 1,33 1,33 2,67 1,50 2,00 1,00 1,50 2,67 4,00 2,00 3,00 2,33 1,67 2,67 1,17 1,67 2,50 1,83 2,67 1,67 1,67 2,67 2,83 2,33 4,00 2,33 2,17 3,00 1,00 2,83 1,83 1,83 2,67 1,50 1,83 1,50 1,83 3,17 3,00 2,17 1,50 3,33 2,17 2,83 2,33 137 No 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 KP1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 5 1 2 1 1 5 1 2 1 3 3 4 3 3 3 3 3 KP2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 5 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 KP3 1 1 2 1 1 1 2 2 3 4 4 3 5 4 3 4 3 4 3 4 4 1 4 4 3 2 3 1 1 KP4 2 3 3 1 1 1 4 3 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 KP5 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4 3 4 4 3 4 5 4 4 4 5 4 4 KP6 5 4 4 5 5 3 4 4 4 4 3 5 4 5 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 Total 15 18 17 16 13 12 20 20 18 24 18 19 27 17 16 16 16 23 17 16 14 15 21 24 20 19 22 14 15 Rata - Rata 2,50 3,00 2,83 2,67 2,17 2,00 3,33 3,33 3,00 4,00 3,00 3,17 4,50 2,83 2,67 2,67 2,67 3,83 2,83 2,67 2,33 2,50 3,50 4,00 3,33 3,17 3,67 2,33 2,50 138 Sistem Perpajakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 SP1 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 SP2 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 SP3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 SP4 5 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 1 SP5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 5 Total 23 20 20 21 20 20 20 24 25 20 20 20 20 22 23 21 20 20 23 20 25 23 24 23 21 20 23 22 20 20 20 21 24 22 20 20 20 20 20 23 25 21 20 24 20 20 24 22 20 18 Rata - Rata 4,60 4,00 4,00 4,20 4,00 4,00 4,00 4,80 5,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,40 4,60 4,20 4,00 4,00 4,60 4,00 5,00 4,60 4,80 4,60 4,20 4,00 4,60 4,40 4,00 4,00 4,00 4,20 4,80 4,40 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,60 5,00 4,20 4,00 4,80 4,00 4,00 4,80 4,40 4,00 3,60 139 No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 SP1 4 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 5 5 2 4 4 5 4 4 3 3 2 3 3 4 4 4 1 3 2 3 3 4 4 2 3 4 3 3 2 4 3 4 SP2 4 4 4 5 4 3 4 5 4 4 3 3 4 5 3 4 4 4 4 5 4 2 3 4 4 3 4 3 3 2 2 3 4 4 4 2 3 2 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 5 4 4 SP3 4 4 4 5 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 2 3 4 4 3 5 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 2 2 4 3 3 5 4 1 2 3 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 5 SP4 3 1 2 1 1 3 1 2 5 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 2 4 3 3 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 SP5 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 3 5 4 2 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 Total 19 17 18 20 17 16 17 20 24 20 19 15 20 22 14 17 20 18 17 24 21 13 19 21 21 17 15 16 15 13 15 15 20 20 19 15 19 14 16 17 19 20 17 19 18 17 17 16 21 19 21 Rata - Rata 3,80 3,40 3,60 4,00 3,40 3,20 3,40 4,00 4,80 4,00 3,80 3,00 4,00 4,40 2,80 3,40 4,00 3,60 3,40 4,80 4,20 2,60 3,80 4,20 4,20 3,40 3,00 3,20 3,00 2,60 3,00 3,00 4,00 4,00 3,80 3,00 3,80 2,80 3,20 3,40 3,80 4,00 3,40 3,80 3,60 3,40 3,40 3,20 4,20 3,80 4,20 140 No 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 SP1 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 1 3 5 4 5 5 3 5 4 4 5 5 5 SP2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 3 5 4 5 4 5 5 SP3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 SP4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 5 3 4 5 5 5 5 SP5 3 4 3 4 3 4 4 5 3 4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 5 Total 19 20 19 20 18 19 20 21 19 20 20 20 17 18 19 21 21 24 23 17 22 20 23 23 23 25 Rata - Rata 3,80 4,00 3,80 4,00 3,60 3,80 4,00 4,20 3,80 4,00 4,00 4,00 3,40 3,60 3,80 4,20 4,20 4,80 4,60 3,40 4,40 4,00 4,60 4,60 4,60 5,00 141 Diskriminasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 DP1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 DP2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 DP3 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 2 2 4 3 2 2 2 2 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 2 4 4 3 2 DP4 2 2 5 2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 3 1 2 2 1 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 4 3 2 4 3 3 Total 9 14 11 6 11 4 8 6 8 12 8 8 5 8 9 14 10 7 9 8 9 4 7 6 6 12 7 7 4 5 9 16 9 7 12 4 7 6 6 12 7 7 4 5 12 13 11 16 10 8 Rata - Rata 2,25 3,50 2,75 1,50 2,75 1,00 2,00 1,50 2,00 3,00 2,00 2,00 1,25 2,00 2,25 3,50 2,50 1,75 2,25 2,00 2,25 1,00 1,75 1,50 1,50 3,00 1,75 1,75 1,00 1,25 2,25 4,00 2,25 1,75 3,00 1,00 1,75 1,50 1,50 3,00 1,75 1,75 1,00 1,25 3,00 3,25 2,75 4,00 2,50 2,00 142 No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 DP1 3 1 2 1 1 5 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 5 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 1 1 3 1 DP2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 DP3 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 DP4 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 4 3 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 Total 12 4 6 6 6 14 8 6 4 5 11 16 10 10 11 5 7 5 6 11 8 9 5 5 11 11 10 16 10 8 12 4 8 7 7 10 8 6 5 6 12 14 10 8 11 5 8 6 6 10 8 Rata - Rata 3,00 1,00 1,50 1,50 1,50 3,50 2,00 1,50 1,00 1,25 2,75 4,00 2,50 2,50 2,75 1,25 1,75 1,25 1,50 2,75 2,00 2,25 1,25 1,25 2,75 2,75 2,50 4,00 2,50 2,00 3,00 1,00 2,00 1,75 1,75 2,50 2,00 1,50 1,25 1,50 3,00 3,50 2,50 2,00 2,75 1,25 2,00 1,50 1,50 2,50 2,00 143 No 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 DP1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 3 1 2 1 1 5 1 2 1 1 2 4 2 1 5 1 2 DP2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 2 5 1 2 DP3 1 1 1 2 2 3 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 1 4 4 3 2 3 1 1 DP4 1 1 1 4 3 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 Total 6 4 5 12 13 10 16 11 9 12 7 8 9 8 17 9 9 7 5 11 16 10 8 16 4 6 Rata - Rata 1,50 1,00 1,25 3,00 3,25 2,50 4,00 2,75 2,25 3,00 1,75 2,00 2,25 2,00 4,25 2,25 2,25 1,75 1,25 2,75 4,00 2,50 2,00 4,00 1,00 1,50 144 Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 KTK1 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 KTK2 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 KTK3 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 KTK4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 KTK5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 3 4 4 5 4 3 4 5 3 4 4 5 3 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 Total 25 25 25 24 24 24 24 23 25 24 22 25 25 25 23 19 20 21 21 22 21 20 21 22 20 21 24 21 20 20 20 25 19 21 20 21 21 20 25 21 24 24 20 24 20 21 20 20 20 20 Rata - Rata 5,00 5,00 5,00 4,80 4,80 4,80 4,80 4,60 5,00 4,80 4,40 5,00 5,00 5,00 4,60 3,80 4,00 4,20 4,20 4,40 4,20 4,00 4,20 4,40 4,00 4,20 4,80 4,20 4,00 4,00 4,00 5,00 3,80 4,20 4,00 4,20 4,20 4,00 5,00 4,20 4,80 4,80 4,00 4,80 4,00 4,20 4,00 4,00 4,00 4,00 145 No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 KTK1 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 5 4 4 4 4 4 2 3 4 3 3 4 5 3 4 5 4 3 3 4 4 3 2 3 4 KTK2 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 5 5 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 2 4 3 3 4 3 4 KTK3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 2 4 4 KTK4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 2 5 2 4 4 5 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 4 4 3 4 4 5 4 2 3 3 3 2 2 3 KTK5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 5 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 2 4 3 3 4 3 4 Total 21 20 20 20 21 20 20 23 22 20 20 20 20 20 22 21 19 17 20 19 18 12 18 15 16 20 24 19 20 18 20 21 12 16 19 18 18 20 21 18 20 23 24 16 13 19 17 15 14 15 19 Rata - Rata 4,20 4,00 4,00 4,00 4,20 4,00 4,00 4,60 4,40 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,40 4,20 3,80 3,40 4,00 3,80 3,60 2,40 3,60 3,00 3,20 4,00 4,80 3,80 4,00 3,60 4,00 4,20 2,40 3,20 3,80 3,60 3,60 4,00 4,20 3,60 4,00 4,60 4,80 3,20 2,60 3,80 3,40 3,00 2,80 3,00 3,80 146 No 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 KTK1 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 KTK2 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 KTK3 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 KTK4 3 5 4 4 3 4 5 3 4 5 4 3 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 3 4 KTK5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 Total 19 21 21 24 23 21 21 19 20 21 20 19 20 20 21 19 19 20 20 20 20 19 21 24 19 23 Rata - Rata 3,80 4,20 4,20 4,80 4,60 4,20 4,20 3,80 4,00 4,20 4,00 3,80 4,00 4,00 4,20 3,80 3,80 4,00 4,00 4,00 4,00 3,80 4,20 4,80 3,80 4,60 147 Penggelapan Pajak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 PP1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 5 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 PP2 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 5 1 3 5 3 4 5 3 4 4 5 4 3 4 5 3 4 4 4 4 5 4 5 5 3 PP3 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 1 3 1 4 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 4 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2 2 4 4 3 2 PP4 2 2 3 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 3 3 4 4 2 2 3 3 4 4 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 PP5 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 5 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 PP6 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 4 3 4 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2 2 4 4 3 2 PP7 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 2 2 1 2 1 2 1 1 5 1 4 4 4 4 5 3 4 4 5 4 3 5 5 4 5 5 4 3 5 3 4 4 3 PP8 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 TOTAL 17 30 17 9 24 8 16 9 9 24 9 16 8 9 28 29 18 15 18 12 17 12 19 11 11 28 13 21 24 18 25 34 18 15 26 16 20 13 16 28 14 19 15 15 25 30 24 33 23 15 Rata - Rata 2,13 3,75 2,13 1,13 3,00 1,00 2,00 1,13 1,13 3,00 1,13 2,00 1,00 1,13 3,50 3,63 2,25 1,88 2,25 1,50 2,13 1,50 2,38 1,38 1,38 3,50 1,63 2,63 3,00 2,25 3,13 4,25 2,25 1,88 3,25 2,00 2,50 1,63 2,00 3,50 1,75 2,38 1,88 1,88 3,13 3,75 3,00 4,13 2,88 1,88 148 No 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 PP1 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 4 1 1 3 PP2 3 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 4 3 2 4 3 3 3 1 4 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 5 1 2 2 2 3 PP3 2 3 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 1 1 2 2 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 4 4 3 2 3 1 1 1 1 1 PP4 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 3 4 2 4 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 2 4 3 3 3 1 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 3 1 1 2 2 3 PP5 1 3 1 2 1 1 3 1 2 1 1 2 4 2 1 3 1 2 1 1 5 1 2 1 1 4 4 2 4 2 3 3 1 4 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 2 1 1 2 4 PP6 2 3 1 1 1 3 5 4 4 3 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4 3 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 3 5 5 5 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 5 5 4 PP7 3 4 5 4 5 3 5 4 4 3 3 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 PP8 2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 4 2 2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 1 2 3 4 2 2 3 1 2 2 2 3 TOTAL 15 26 16 19 17 16 29 19 22 15 18 24 33 20 27 23 20 24 15 18 25 19 28 17 18 28 28 23 32 23 24 26 16 27 18 20 26 21 21 18 22 27 26 22 18 24 16 19 19 19 25 Rata - Rata 1,88 3,25 2,00 2,38 2,13 2,00 3,63 2,38 2,75 1,88 2,25 3,00 4,13 2,50 3,38 2,88 2,50 3,00 1,88 2,25 3,13 2,38 3,50 2,13 2,25 3,50 3,50 2,88 4,00 2,88 3,00 3,25 2,00 3,38 2,25 2,50 3,25 2,63 2,63 2,25 2,75 3,38 3,25 2,75 2,25 3,00 2,00 2,38 2,38 2,38 3,13 149 No 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 PP1 1 2 1 1 4 4 2 4 2 1 5 1 2 1 1 5 1 2 1 3 3 4 3 3 3 3 3 PP2 3 1 1 1 4 3 2 4 2 2 5 1 2 2 1 5 1 2 1 3 3 4 3 3 3 3 3 PP3 2 1 1 1 2 2 3 4 4 3 5 4 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 PP4 3 1 1 1 4 3 2 4 3 3 3 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 4 3 3 3 1 1 PP5 2 1 3 3 2 5 3 3 4 2 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 PP6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 PP7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 PP8 2 2 1 2 2 4 3 4 2 2 3 1 2 2 2 5 2 2 1 2 3 4 2 2 5 1 2 TOTAL 21 16 16 17 26 29 23 31 25 21 33 20 20 21 19 33 23 21 19 24 25 31 25 26 31 21 21 Rata - Rata 2,63 2,00 2,00 2,13 3,25 3,63 2,88 3,88 3,13 2,63 4,13 2,50 2,50 2,63 2,38 4,13 2,88 2,63 2,38 3,00 3,13 3,88 3,13 3,25 3,88 2,63 2,63 150 Lampiran 3: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Keadilan Case Processing Summary N % Valid 127 100.0 a Cases Excluded 0 .0 Total 127 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .788 6 Item Statistics Mean Std. Deviation 2.09 1.137 2.31 .932 2.19 1.132 2.28 1.036 3.02 1.365 3.18 1.178 KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Scale Mean if Item Deleted KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Mean 15.08 12.98 12.76 12.89 12.80 12.06 11.90 N 127 127 127 127 127 127 Item-Total Statistics Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation 15.936 .597 17.309 .576 17.146 .450 16.921 .545 15.052 .541 15.982 .560 Scale Statistics Variance Std. Deviation 22.645 4.759 Cronbach's Alpha if Item Deleted .742 .752 .777 .755 .760 .751 N of Items 6 151 Sistem Perpajakan Case Processing Summary N % Valid 127 100.0 a Cases Excluded 0 .0 Total 127 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .852 5 Item Statistics Mean Std. Deviation 3.87 .820 3.99 .707 3.98 .776 4.04 .660 4.05 .615 SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Scale Mean if Item Deleted SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Mean 19.93 16.06 15.94 15.94 15.89 15.88 N 127 127 127 127 127 Item-Total Statistics Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation 4.917 .699 5.202 .753 5.211 .653 5.543 .693 6.105 .541 Scale Statistics Variance Std. Deviation 8.130 2.851 Cronbach's Alpha if Item Deleted .814 .798 .825 .815 .851 N of Items 5 152 Diskriminasi Case Processing Summary N % Valid 127 100.0 a Cases Excluded 0 .0 Total 127 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .767 4 Item Statistics Mean Std. Deviation 2.04 1.157 2.31 .930 2.06 1.111 2.24 1.027 DP1 DP2 DP3 DP4 Scale Mean if Item Deleted DP1 DP2 DP3 DP4 Mean 8.65 6.61 6.34 6.58 6.41 N 127 127 127 127 Item-Total Statistics Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation 5.907 .592 6.527 .671 6.356 .534 6.863 .495 Scale Statistics Variance Std. Deviation 10.580 3.253 Cronbach's Alpha if Item Deleted .699 .666 .731 .748 N of Items 4 153 Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan Case Processing Summary N % Valid 127 100.0 a Cases Excluded 0 .0 Total 127 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .813 5 Item Statistics Mean Std. Deviation 4.11 .633 4.18 .597 4.18 .510 4.08 .803 3.91 .909 KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Scale Mean if Item Deleted KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Mean 20.46 16.35 16.28 16.28 16.39 16.55 N 127 127 127 127 127 Item-Total Statistics Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation 4.500 .822 4.903 .700 5.602 .516 4.413 .608 4.392 .496 Scale Statistics Variance Std. Deviation 7.108 2.666 Cronbach's Alpha if Item Deleted .715 .754 .803 .777 .829 N of Items 5 154 Penggelapan Pajak Case Processing Summary N % Valid 127 100.0 a Cases Excluded 0 .0 Total 127 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's N of Items Alpha .810 8 Item Statistics Mean Std. Deviation 2.09 1.137 2.83 1.292 2.09 1.084 2.28 1.036 2.36 1.186 3.24 1.355 3.72 1.186 2.31 .930 PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 Scale Mean if Item Deleted PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 Mean 20.92 18.83 18.09 18.83 18.65 18.56 17.68 17.20 18.61 N 127 127 127 127 127 127 127 127 Item-Total Statistics Scale Variance Corrected Itemif Item Deleted Total Correlation 27.240 .704 29.166 .434 30.203 .462 29.500 .560 27.741 .619 28.824 .428 29.397 .472 29.953 .596 Scale Statistics Variance Std. Deviation 36.883 6.073 Cronbach's Alpha if Item Deleted .763 .804 .798 .785 .775 .807 .797 .783 N of Items 8 155 Lampiran 4: Hasil Uji Regresi Linier Berganda N KP SP DP KTK PP Valid N (listwise) 127 127 127 127 127 127 Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Descriptive Statistics Minimum Maximum 1.00 4.50 2.60 5.00 1.00 4.25 2.40 5.00 1.00 4.25 Correlations PP KP PP 1.000 .697 KP .697 1.000 SP -.203 .081 DP .780 .775 KTK -.204 .048 PP . .000 KP .000 . SP .011 .183 DP .000 .000 KTK .011 .295 PP 127 127 KP 127 127 SP 127 127 DP 127 127 KTK 127 127 Mean 2.5131 3.9638 2.1614 4.0929 2.6178 SP -.203 .081 1.000 -.077 .292 .011 .183 . .194 .000 127 127 127 127 127 DP .780 .775 -.077 1.000 .080 .000 .000 .194 . .184 127 127 127 127 127 Std. Deviation .79342 .53120 .81317 .53321 .75903 KTK -.204 .048 .292 .080 1.000 .011 .295 .000 .184 . 127 127 127 127 127 b Model Model Summary R Square Adjusted Std. Error of R Square the Estimate R a 1 .843 .711 .701 a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP b. Dependent Variable: PP Durbin-Watson .41479 1.311 a Model Regression 1 ANOVA Sum of Squares df 51.603 4 Residual 20.990 122 Total 72.593 126 Mean Square 12.901 F 74.982 Sig. b .000 .172 a. Dependent Variable: PP b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP 156 a Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta Model (Constant) KP SP DP KTK a. Dependent Variable: PP 1 2.780 .364 .251 -.159 .548 -.329 .076 .075 .075 .073 .263 -.112 .587 -.231 t Sig. Collinearity Statistics Tolerance 7.640 .000 3.310 -2.115 7.350 -4.490 .001 .036 .000 .000 .376 .852 .372 .896 VIF 2.660 1.174 2.688 1.117 157 158 Lampiran 5: Surat Riset Penelitian 159 160 161 162