BAB II KAJIAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang Berjudul Kajian Semantik Nama Diri Anak SD Negeri (Kelas Satu) di Eks Kota Administrasi Puwokerto Kabupaten Banyumas oleh Chandra Devani Bagus Nugraha (2014). Penelitian Nugraha yang dilakukan pada tahun 2014 merupakan penelitian pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama diri. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan sumber data. Pada penelitian Nugraha data berupa nama diri pada anak SD Negeri yang berada di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa anak SD Negeri yang berada di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Pada penelitian ini data berupa nama panggilan unik remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. 2. Penelitian yang Berjudul Kajian Semantik Nama Panggilan Unik Siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Kroya Tahun Pelajaran 2013-2014 oleh Evi Yuniarti (2014). Penelitian Yuniarti yang dilakukan pada tahun 2014 merupakan penelitian pada bidang semantik yang mengkaji tentang nama panggilan unik. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan sumber data. Pada penelitian Yuniarti data berupa nama panggilan unik siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang berada di Kota Kroya, Kabupaten Cilacap, sumber data berupa siswa di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri yang berada di Kota Kroya, Kabupaten Cilacap. Pada 8 Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 9 penelitian ini data berupa nama panggilan unik pada remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, sumber data berupa remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. B. Semantik 1. Pengertian Semantik Secara sederhana istilah semantik adalah cabang ilmu linguistik yang membahas tentang arti atau makna. Contoh jelas dari perilaku atau deskripsi semantik adalah leksikografi. Masing-masing leksem diberi perian artinya atau maknanya (Verhaar, 2012: 13). Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantiks) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti tanda atau lambang). Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud lambang atau tanda di sini, sebagai padanan kata sema, adalah tanda linguistik (Perancis: signe linguistique). Seperti yang telah dikemukakan oleh Ferdinand de Sausure (dalam Chaer, 2013: 2), tanda terdiri dari (a) komponen yang mengartikan (b) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan halhal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bagan dibawah ini. Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 10 Bagan 1 Makna „makna‟ yang diartikan Tanda linguistik referen [bunyi] yang mengartikan yang menandai (intralingual) 2. yang ditandai (ekstralingual) Jenis Semantik jenis semantik ada dua, yaitu semantik leksikal dan semantik gramatikal. Chaer (2013: 8), yang diselidiki pada semantik leksikal yaitu makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Maka yang ada pada leksem-leksem tersebut disebut makna leksikal. Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua, yaitu morfologi dan sintaksis karena objek studinya adalah maknamakna gramatikal dari tataran tersebut. Verhaar (2012: 385), semantik leksikal menyangkut makna leksikal yang mengkaji tentang makna-makna dalam leksem. Semantik gramatikal yaitu yang menkaji tentang tataran pada morfologi dan sintaksis. C. Penamaan (Penyebutan) 1. Pengertian Penamaan (Penyebutan) Penamaan merupakan proses atau cara pemberian nama dari seseorang kepada orang lain. Sudaryat (2011: 59) mengatakan, proses penamaan berkaitan Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 11 dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya, sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke benda yang beratap, berdinding, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat. Plato (dalam Chaer, 2013: 43) mengatakan bahwa nama itu sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya. Itu berarti pemberian nama itu pun bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali. 2. Jenis Penamaan (Penyebutan) Jenis penamaan menurut Chaer (2013: 43) ada sembilan, yaitu: (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan penemu dan pembuat, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, dan (9) penyebutan penamaan baru. Sedangkan menurut Sudaryat (2011: 59) dalam proes penamaan ada sepuluh cara, yaitu: (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penamaan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan. Dengan demikian dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua perbedaan, yaitu (1) menurut Chaer penyebutan pengistilahan bukan termasuk jenis penamaan. Sedangkan menurut Sudaryat penyebutan pengistilahan termasuk jenis penamaan dan (2) Chaer menyebut dengan penyebutan penemu dan pembuat, sedangkan Sudaryat menyebutnya dengan istilah apelativa. Kedua pendapat tersebut peneliti rangkum untuk keperluan landasan teori dalam Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 12 penelitian ini yaitu, (1) penyebutan peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan penemu dan pembuat (apelativa), (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penamaan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan. a. Peniruan Bunyi Chaer (2013: 44) mengatakan bahwa di dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penamaan dengan peniruan bunyi (onomatope) muncul jika kata atau ungkapan tersebut merupakan bunyi dari benda yang diacunya. Misalnya, binatang sejenis reptile kecil yang malate di dinding disebut cicak karena bunyinya “cak, cak, cak-,”. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. b. Penyebutan Bagian Chaer (2013: 45) mengatakan bahwa penamaan sesuatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu biasanya berdasarkan ciri yang khas atau yang menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. Sejalan dengan itu, Sudaryat (2011: 59) menyebut istilah penamaan dengan istilah pars pro toto adalah penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari suatu benda, padahal yang dimaksud keseluruhannya. Misalnya pada tahun enam puluhan Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 13 kalau ada orang mengatakan “ingin membeli rumah tetapi tidak ada Sudirmannya” maka dengan kata Sudirman yang dimaksudkan adalah uang karena pada waktu itu uang bergambar Almarhum Jendral Sudirman. Sekarang mungkin dikatakan tidak ada Soekarno-Hattanya sebab uang kertas sekarang bergambar Soekarno-Hatta (lembaran seratus ribu). c. Penyebutan Sifat Khas Chaer (2013: 46) mengatakan bahwa hampir sama dengan pars pro toto yang dibicarakan di atas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian, yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penyebutan sifat khas, yakni penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Misalnya, ungkapan si Jangkung muncul berdasarkan tubuhnya yang jangkung. Penyebutan sifat khas di sini nantinya akan dibagi menjadi dua, yaitu sifat khas yang berdasarkan pada ciri fisik dan sifat khas yang berdasarkan pada karakter. Kemudian sifat khas yang berdasarkan pada ciri fisik akan dibedakan lagi menjadi beberapa bagian, yaitu ciri fisik karena gerak, bentuk tubuh, warna kulit, kelainan fisik, dan kelainan alat ucap. d. Penyebutan Penemu dan Pembuat Chaer (2013: 47), banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 14 peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa. Sejalan dengan Chaer, ahli lain, yaitu Sudaryat (2011: 59), menyebut istilah penyebutan penemu dan pembuat dengan istilah apelativa adalah penamaan suatu benda berdasarkan nama penemu, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah. Misalnya, nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Volt adalah nama satuan kekuatan listrik yang diturunkan dari nama penemunya Volta seorang sarjana fisika bangsa Italia. e. Penyebutan Tempat Asal Chaer (2013: 48) mengatakan bahwa sejumlah nama benda dapat ditelusuri dari nama tempat asal benda tersebut. Sejalan dengan itu, Sudaryat (2011: 59) mengatakan bahwa penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda berdasarkan tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnet berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama Pulau Kenari di Afrika; kata sarden, atau ikan sarden, berasal dari nama Pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari au de Co-logne artinya air dari Kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat. Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti piagam kota Kapur, prasasti. f. Penyebutan Bahan Chaer (2013: 49) mengatakan bahwa ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Sejalan dengan hal itu, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan bahan adalah penamaan berdasarkan nama Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 15 bahan pokok benda tersebut. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa Latin disebut Chorcorus capsularis, disebut juga goni atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya membeli beras dua karung. g. Penyebutan Keserupaan Chaer (2013: 50) mengatakan bahwa di dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari makna itu. Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan keserupaan adalah penamaan suatu benda berdasarkan keserupaan suatu benda dengan benda lain. Misalnya, dari kata kaki ada frase kaki meja, kaki gunung, dan kaki kursi. Kata kaki dari frasa tersebut memiliki kesamaan makna dengan salah satu ciri makna dari kata kaki itu, yaitu alat penopang berdirinya tubuh pada frasa kaki gunung. h. Penyebutan Pemendekan Chaer (2013: 51) mengatakan bahwa banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya, ABRI yang berasal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; KONI yang berasal dari Komite Olahraga Nasional Indonesia; Tilang yang berasal dari Bukti Pelanggaran; Tabanas yang berasal Tabungan Pembangunan Nasional; Monas yang berasal dari Monumen Nasional; dan Depnaker yang berasal dari Departemen Tenaga Kerja. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penyingkatan Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 16 ini lazim disebut akronim. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan pemendekan adalah penamaan suatu benda dengan cara memendekkan ujaran atau kata lain. Maksudnya, yaitu pemberian nama yang berasal dari bentuk atau kata asli menjadi bentuk atau kata yang lain. Misalnya, kata Iptek yang berasal dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kridalaksana (1992: 165-176) menyebut kependekan ada empat, yaitu singkatan, akronim dan kontraksi, penggalan, dan lambang huruf. i. Penyebutan Penamaan Baru Chaer (2013: 51) mengatakan bahwa banyak kata atau istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada itu perlu diganti dengan kata-kata baru, atau sebutan baru, karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau kurang ilmiah. Sejalan dengan hal itu, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan penamaan baru adalah penamaan suatu benda berdasarkan masuknya kata-kata baru untuk mengganti kata-kata lama yang dirasakan kurang tepat, kurang ilmiah, atau kurang halus. Misalnya, kata pariwisata untuk mengganti tourisme; kata wisatawan untuk mengganti tourist atau pelancong; kata darmawisata untuk mengganti kata piknik; dan kata suku cadang untuk mengganti onderdil. j. Penyebutan Pengistilahan Chaer (2013: 52) mengatakan, berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, maka pengistilahan lebih banyak Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 17 berlangsung menurut suatu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan ketepatan dan kecermatan makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan. Di sinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dengan nama sebagai hasil penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, Sudaryat (2011: 60) mengatakan bahwa penyebutan pengistilahan merupakan penamaan suatu benda yang khusus dibuat untuk bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Umpamanya kata < telinga > dan < kuping > sebagai nama dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan orang bisa mengatakan kuping saya sakit yang sama saja dengan telinga saya sakit. D. Makna 1. Pengertian Makna Menurut cf. Grice dan Bolinger (dalam Aminuddin 2011: 52), makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Sedangkan menurut de Sausure (dalam Chaer 2013: 29) setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (a) yang diartikan (Prancis: signifie, Inggris: signified) dan (b) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (Prancis: signifie, Inggris: signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (Prancis: signifiant, Inggris: signifier) itu tidak lain dari pada bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain setiap tanda-linguistik Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 18 terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalambahasa (intralingual) yang biasanya merujuk/mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). 2. Jenis Makna Djajasudarma (2009: 7) membagi jenis makna mnjadi makna kognitif (denotatif, deskriptif), makna konotatif, emotif, makna sempit, makna luas, makna gramatikal, makna leksikal, makna kontruksi, makna referensial, makna majas (kiasan), makna inti, makna idesional, makna proposisi, dan makna piktorial. Selain itu, Pateda (2010: 96) juga membagi jenis makna menjadi makna kognitif, makna idesional, makna denotasi,makna proposisi, makna emotif, makna kognitif (deskriptif), makna referensial, makna pictorial, makna kamus, makna samping, makna inti, makna gramatikal, makna leksikal, makna sempit, makna luas. Dari dua pendapat tersebut, peneliti merangkum untuk digunakan sebagai landasan teori yaitu, 1) makna denotasi, 2) makna konotasi, 3) makna referensial, dan 4) makna nonreferensial. a. Makna Denotatif Harimurti (dalam Pateda 2010: 98) mengatakan bahwa makna denotatif (denotatif meaning) adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat. Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya. Sifatnya objektif. Makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang dasarkan pada konvensi tertentu. Kemudian Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 19 tokoh lain, yaitu Djajasudarma, menyebut makna denotatif dengan istilah lain, yaitu makna kognitif atau makna deskriptif. Djajasudarma (2009: 11) mengatakan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif. Makna tersebut menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan (bandingkan dengan makna konotatif dan emotif). Makna kognitif adalah makna yang lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus, antara lain itu, ini, ke sana, ke sini; numeralia, antara lain, satu, dua, tiga, dan sebagainya. b. Makna Konotatif Sudaryat (2011: 25) mengatakan bahwa makna konotatif adalah makna yang tidak langsung menunjukkan hal, benda, atau objek yang diacunya. Makna konotatif biasanya mengandung perasaan, kenangan, dan tafsiran terhadap objek lain. Makna konotatif merupakan pemakaian makna yang tidak sebenarnya. Sedangkan Djajasudarma (2009: 12) mengatakan bahwa makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotasi adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. c. Makna Referensial Pateda (2010: 125) mengatakan, makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 20 Djajasudarma (2009: 14) mengatakan bahwa makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referen (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa), seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuhan (referent) pada segitiga dibawah ini: Bagan 2 Makna Referensial KATA (b) konsep (a) bentuk d. (c) referen Makna Nonreferensial Makna nonreferensial adalah makna yang tidak mempunyai referen. Dalam bahasa Indonesia makna tersebut terdapat pada kata sambung dan kata depan. (Chaer, 1995: 54). Sedangkan menurut Keraf (1985: 28), makna nonreferensial juga disebut makna konotatif atau makna emosional. Menurutnya, makna nonreferensional (konotatif) sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 21 Maksudnya kata nonreferensial tidak merujuk pada suatu makna atau konsep tertentu. Misalnya kata karena dan kata tetapi. Kedua kata sambung tersebut termasuk ke dalam makna nonreferensial karena kedua kata tersebut tidak mempunyai acuan (referen) dan tidak ada wujud berupa benda E. Nama Diri 1. Pengertian Nama Diri Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (2011: 345) disebutkan bahwa nama diri merupakan nama untuk menyebut diri seseorang, benda, tempat tertentu, dan sebagainya. Sumarsono (2014: 84) mengatakan bahwa mempunyai sebuah nama adalah hak istimewa atau kehormatan tiap orang. Nama itu memegang peranan penting dalam hubungan antarmanusia. Karena itu, nama itu sering digayuti oleh kekuatan magis dan dikelilingi oleh hal-hal gaib dan tabu. Satu contoh, di antara masyarakat Masai di Afrika, nama orang yang sudah meninggal tidak boleh disebut-sebut lagi, dan kalau ada kata sehari-hari yang kebetulan mirip bunyinya dengan nama itu, kata itu harus diganti: jika seseorang yang tidak penting bernama Ol-onana (dia yang lembut, lemah atau gagah) meninggal, maka kegagahan tidak lagi disebut en-nanai lagi sebagaimana biasanya orang menyebut si mayat melainkan ia akan diganti dengan nama lain, misalnya epolpol (si lembut). 2. Pemilihan Kata Nama Diri Masyarakat Jawa Ditinjau dari sudut semantik, bentuk satuan bunyi yang digunakan sebagai nama diri orang Jawa pada umumnya tidak seluruhnya sama dengan kata. Hal itu Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 22 disebabkan oleh tidak semua bentuk satuan bunyi itu mempunyai makna di dalam bahasa Jawa. Misalnya, nama Lestari, Purnama, dan Sujana terdapat dalam perbendaharaan kata bahasa Jawa, tetapi nama Juminten, Wagiman, dan Paina tidak terdapat dalam kosakata bahasa Jawa. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa bentuk-bentuk satuan bunyi yang dipakai sebagai nama diri itu mempunyai ciri-ciri yang sama dengan kata dalam bahasa Jawa pada umumnya. Tidak lazimnya pemakaian nama diri seperti George Foreman, Richard Nixon, William Shakespeare, atau Liem Swie King dalam masyarakat Jawa merupakan bukti yang membenarkan kenyataan bahwa nama diri itu merupakan bentuk satuan bunyi yang asing jika dibandingkan dengan ciri-ciri kata bahasa Jawa pada umumnya (Soeharno,. dkk, 1987: 13). F. Nama Panggilan Unik Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar disebutkan bahwa panggilan adalah sebutan nama (2011: 389) dan unik adalah lain daripada yang lain; khusus (2011: 592). Jadi, nama panggilan unik yaitu sebutan nama yang lain daripada yang lain atau khusus diberikan kepada seseorang. Sementara Nagata (2014), Sudah menjadi kodrat setiap manusia yang lahir di dunia akan memiliki nama yang diberikan oleh orangtuanya. Selain nama lengkap, setiap orang tentu memiliki nama panggilan dari kecil. Biasanya nama itu berupa panggilan kesayangan dari orang tua, atau nama yang diberikan oleh seseorang agar lebih mudah dalam memanggil seseorang tersebut. Misalnya, kalangan artis atau selebritis biasanya memiliki nama panggilan yang khas, yang mencirikan sesuatu yang unik, atau nama yang berbeda dari nama yang sebenarnya. Contoh, Zazkia Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 23 Shinta yang memiliki goyangan itik sehingga dirinya dipanggil dengan Zazkia Gotik. Sebuah nama panggilan biasanya ada yang melekat pada diri seseorang sejak bayi sampai beranjak dewasa. Penyebutan nama panggilan tentu memiliki sejarah atau asal-usul yang unik sehingga tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. G. Pengertian Remaja Csikszentimihalyi dan Larson (dalam Sarwono, 1991: 10), remaja adalah restrukturisasi kesadaran, yaitu merupakan masa penyempurnaan dari perkembangan pada tahap-tahap sebelumnya. Perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy ke kondisi negentropy. Entropy adalah keadaan di mana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi. Kemudian negentropy adalah keadaan di mana isi kesadaran tersusun dengan baik. Sedangkan Sunarto, dkk. (2008: 51) mengatakan bahwa istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain adalah puberteit, adolescentia, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latin pubertas yang berarti usai kedewasaan (the age of manhood). Kata ini berkaitan dengan kata Latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pusik (di wilayah kemaluan). Penggunaan istilah ini lebih terbatas dan menunjukkan lebih berkembang dan tercapainya kematangan seksual ditinjau dari aspek biologisnya. Istilah adolescentia berasal dari kata Latin: adulescentis. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda. Adolescentia menunjukkan masa yang tercepat antara usia 12 – 22 tahun dan mencakup seluruh perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut. Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016 24 Kerangka Pikir Dari landasan teori pada BAB II di atas dapat dibentuk menjadi kerangka pikir sebagai beriku. Pengertian Semantik Nama Diri Pemilihan Kata Nama Diri Masyarakat Jawa Nama Panggilan Unik Penamaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Peniruan Bunyi Penyebutan Bagian Penyebutan Sifat Khas Penyebutan Penemu dan Pembuat Penyebutan Tempat Asal Penyebutan Bahan Penyebutan Keserupaan Penyebutan Pemendekan Penyebutan Penamaan Baru Penyebutan Pengistilahan Nama Panggilan Unik pada Remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas Makna 1. 2. Jenis Makna Makna Denotatif Makna Konotatif Makna Referensial 3. 4. Makna Nonreferensial Analisis Jenis Penamaan…, Nanang Rahmat Hidayat, FKIP UMP, 2016