BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola interaksi sosial Manusia sebagai individu hidup dalam sebuah lingkungan sosial, dimana diantara individu saling berkomunikasi dengan sesamanya baik itu secara personal (dengan individu lain) maupun secara kelompok. Komunikasi yang terjalin sematamata tidak hanya satu arah, tetapi juga saling memberikan respon terhadap satu sama lain. Sehingga dari peristiwa semacam itu muncullah interaksi diantara kedua pihak. Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi. Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial. Sementara itu proses sosial merupakan hubungan antar sesama manusia dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan suatu keterikatan kepentingan yang membentuk status sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, proses sosial merupakan kunci dari kehidupan bermasyarakat karena tanpa adanya proses sosial tidak mungkin adanya jalinan hubungan antar individu itu sendiri. Karena interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial maka interaksi adalah syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, Universitas Sumatera Utara maupun antara orang perorangan dengan kelompok individu. Syarat utama terjadinya interaksi sosial adalah terjadinya kontak sosial serta adanya komunikasi. a. Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal dari interaksi sosial, dan masing-masing pihak saling bereaksi satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak. Kontak sosial dapat dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu kontak sosial primer, yaitu apabila kontak sosial terjadi secara langsung atau tatap muka tampa melalui perantara ataupun media. Yang kedua adalah kontak sosial bersifat sekunder dimana kontak sosial terjadi didukung oleh media atau perantara. Individu saling berhubungan dapat menggunakan bahasa gestural atau verbal seperti berjabat tangan dan nongesturan atau nonverbal seperti lambangian tangan dsb. b. Komunikasi yaitu aksi antara dua individu atau lebih yang melakukan hubungan yang memberi tafsiran atas pesan yang diberikan oleh masing-masing pihak (setiadi dan usman 2011: 75). Manusia tidak lepas dari individu lainnya, ketika satu individu dengan individu lainnya berhubungan mereka menggunakan bahasa-bahasa, symbol-simbol tertentu sehingga individu lain mengerti. Dalam komunikasi terdapat empat unsur yaitu: a. Pengirim (sender) atau yang biasa disebut communicator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada orang lain. b. Penerima (receiver) yang biasa disebut communicant adalah pihak yang menerima pesan dari sender. c. Pesan (message) adalah isi atau informasi yang disampakan pengirim kepada penerima. Universitas Sumatera Utara d. Media adalah alat / sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak. Media digolongkan menjadi 4, yaitu : media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa. Umpan balik (feed back) adalah reaksi dari penerima atas pesan yang diterima. Individu merupakan mahluk sosial sehingga tidak bisa hidup sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam pergaulan hidup manusia didalam masyarakat setiap individu menduduki fungsi yang bermacammacam, dan dalam keadaan seperti inilah terjadinya interaksi sosial baik antar individu antar kelompok-kelompok manusia yang terdapat didalam masyarakat. Interaksi ini akan jauh jelas terlihat apabila terjadi benturan antara kepetingan kelompok dengan kepentingan perorangan. Berlangsungnya suatu interaksi sosial didukung oleh berbagai faktor antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi. Faktor imitasi merupakan memiliki peranan yang penting dalam interaksi sosial. Faktor imitasi mampu memberikan faktor positif yaitu mendorong seseorang mematuhi kaidah-kaidah atau nilai-nilai yang berlaku. Sementara itu faktor sugesti terjadi apabila yang memberikan adalah orang yang berwibawa atau seorang pemimpin, dan faktor identifikasi sebenarnya adanya kecenderungan seseorang ingin sama dengan pihak lain. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara terpisah, maupun dalam keadaan bergabung. Bentuk-bentuk interaksi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu a. Kerja sama (corporation) Kerja sama merupakan usaha bersama antar-manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dengan perkataan lain, kerja sama adalah suatu bentuk interaksi sisosial individu individu atau kelompok-kelompok berusaha saling menolong untuk Universitas Sumatera Utara mencapai tujuan bersama atau mengoordinasikan kegiatan mereka guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama merupakan proses sosial yang paling banyak terjadi di masyarakat. Masyarakat yang sangat kompetitif pun tidak akan dapat berjalan jika tidak ada kerja sama di dalamnya. Kerja sama dapat terjadi dengan sendirinya, tanpa disadari oleh pihak-pihak yang bekerja sama. Kerja sama merupakan suatu bentuk interaksi yang paling pokok, dan merupakan proses utamanya. Bentuk dan pola interaksi dapat dijumpain pada semua kelompok manusia. Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya, dan kelompok lainnya. Menurut Charles Cooley (dalam Soekanto, 2012: 66), “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta- fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Kerja sama dapat berupa kerja sama spontan yang merupakan kerja sama serta merta, kerja sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, kerja sama kontrak merupakan atas dasar-dasar tertentu, dan kerja sama tradisonal merupakan bagian atau unsur dari sistem. b. Pertikaian (Konflik) Konflik adalah proses dimana orang atau kelompok berusaha memperoleh sesuatu (imbalan tertentu) dengan cara melemahkan atau menghilangkan pesaing atau kompetitor lain, bukan hanya mencoba tampil lebih baik seperti dalam kompetisi. Menurut Soekonto (2012:91) faktor-faktor permasalahan konflik adalah pertama perbedaan antar orang- perorangan atau antar kelompok yang menimbulkan benturan- Universitas Sumatera Utara benturan antar individu ataupun kelompok. Kedua perbedaan kebudayaan, yang mempengaruhi pada perbedaan kepribadian seseorang atau kelompok sebab karakter kebudayaan akan mempengaruhi kepribadian manusia. Ketiga bentrokan antar kepentingan, bentrokan atau benturan kepentingan dilatarbelakangi oleh pertentangan hal ini karena adapun kepetingan manusia baik secara individu maupun kelompok beragam. Keempat perubahan sosial, perubahan sosial dapat menimbulkan pertentangan didalam kelompok masyarakat yang diakibatkan karena ketidaksiapan kelompok tersebut terhadap perubahan sosial. Secara garis besar akibat dari konflik sosial adalah pertama bertambahnya solidaritas antar individu dalam kelompok atau retaknya kelompok tersebut, hal ini disebut juga akibat ganda. Kedua perubahan kepribadian seseorang, jika bentuk pertentang terjadi karena dominasi satu individu atau kelompok. Ketiga hancurnya harta benda atau korban manusia (Soekanto, 2012: 95). Dalam proses interaksi sosial, satu individu memiliki pengaruh terhadap perubahan yang terjadi disetiap lapisan masyarakat, baik itu perubahan ke arah yang lebih maju ataupun tetap. Faktor pendukung terjadinya interaksi adalah kedekatan sosial, dan kedekatan geografis, kedekatan menumbuhkan interaksi yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok sosial. Pembentukan kelompok sosial tidak hanya dipengaruhi oleh kedekatan tetapi juga karena adanya persamaan baik itu terkait dengan kepercayaan, pekerjaaan, usia, tingkat intelejensi,dll. Interaksi sosial terjadi diberbagai lapisan masyarakat, seperti halnya pada masyarakat desa dan masyarakat kota. Dalam masyarakat perkebunan interaksi terjalin antara masyarakat perkebunan maupun dengan masyarakat bukan perkebunan. Masyarakat perkebunan memiliki keterikatan. Selain itu terdapat pengelompokan—pengelompokan didalam Universitas Sumatera Utara struktur anggota masyarakat perkebunan yang mempengaruhi proses interaksi (Kaus, 2012: 9). Uraian diatas menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara manusia dalam kehidupan sosial yang didorong oleh motif-motif internal yaitu kepentingan dan tujuan. Didalam masyarakat terdapat keberagaman tujuan dan kepentingan maka hal ini menyebabkan terjadinya pola-pola hubungan sosial yang melahirkan pertentangan antar individu maupun kelompok, dimana pola hubungan timbal balik seperti ini menimbulkan pertikaian, perselisihan dan konflik. Proses sosial ini akan menghasilkan interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Serta pola-pola sosial yang yang melahirkan kerja sama antar individu ataupun antar kelompok. Dilatar belakangi oleh sifat manusia sebagai mahluk sosial yang satu dengan yang lain bersifat komplementer (saling membutuhkan). Proses sosial ini akan menciptakan proses sosial asosiatif, yaitu interaksi yang mengidentifikasikan adanya persatuan diantara masyarakat. 2.2 Masyarakat Desa Menurut Paul. H Landis (dalam Setiadi dan Usman, 2011:838) “Desa sebagai wilayah yang penduduknya kurang dari 2500 jiwa dengan ciri-ciri mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal, adanya pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kesamaan dan cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang dipengaruhi oleh alam”. Dalam ketentuan umum yang dimuat dalam pasal 10 undangundang nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat. Kepentingan masyarakat setempat yang diakui dalam sitem pemerintahan nasional dan berada di daerah Universitas Sumatera Utara kabupaten. Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia, vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh. Masyarakat desa terbentuk adanya persekutuan hidup manusia dalam suatu kelompok dalam masyarakat tradisional yang dalam hidupan social. Menurut Koentjaraningrat (dalam Setiadi dan Usman, 2011: 841) “Persekutuan hidup manusia dalam kelompok sosial didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu hubungan kekerabatan dan hubungan tempat tinggal”. Masyarakat pedesaan tinggal dilingkungan alamiah sehingga berkegantungan pada keadaan alam secara menyeluruh, serta adanya kedekatan bahkan kepercayaan masyarakat terhadap alam. Karena ketergantungan masyarakat desa terhadap alam, hal ini juga menyebabkan pekerjaan masyarakat pedesaan secara mayoritas adalah petani yang secara langsung berhungan denga alam, Sementara masyarakat yang bekerja dibidang lainnya relative sedikit. Sementara dalam pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat pedesaan umumnya disebabkan oleh kepemilikan tanah. Yang umumnya terdiri antara tuan tanah dan buruh tani yang menjadi pekerja. Selain kepemilikan tanah, status dan peranan juga menjadi faktor pendukung pelapisan sosial seperti kepala desa, pemangku adat, dll. Dalam masyarakat pedesaan defrensiasi sosial sangatlah rendah, karena adanya keseragaman agama, adat istiadat, bahasa, dan budaya. Sehingga kesamaan ciri-ciri sosial, psikologis, agama, adat istiadat, budaya sering kali tampak dalam struktur masyarakat pedesaan. Universitas Sumatera Utara Masyarakat desa bersifat gemainschaft yaitu memiliki kehidupan bersama dimana setiap anggota memiliki hubungan batin yang bersifat alamiah dan kekal, serta tidak adanya spesialisasi. Menurut Ferdinan Tonnies (dalam Narwoko dan bagong, 2010: 34) gemainschaft dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: • Gemainschaft by blood, yaitu gemainschaft yang mendasarkan diri pad ikatan darah atau keturunan. Didalam pertumbuhan masyarakat hal ini semakin lama semakin menipis. • Gemainschaft of placo (locality), yaitu gemainschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan. Contoh RT dan RW. • Gemainschaft of mind, yaitu gemainschaft yang didasarkan pada ideology atau pikiran yang sama. 2.3 Perkebunan Inti Rakyat Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan terdiri atas perkebunan besar, perkebunan rakyat, dan perkebunan inti rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. Perkebunan besar, terdiri dari : Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing, perkebunan rakyat adalah (tidak berbadan hukum), dan perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun yang dikelompokkan dalam usaha kecil tanaman Universitas Sumatera Utara perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat. Serta Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma. Sistem perkebunan inti rakyat mulai dikenal pada tahun 1970-an, dengan nama nucleus estate small holding (NES) yang merupakan bantuan dari bank dunia, pada awal pengembangan pola pir dilaksanakan oleh 7 PTP atau yang sekarang dikenal dengan PTPN. Bantuan dari bank dunia dilakukan dengan tiga tahap, yaitu : • Tahapan pertama (1969-1972), Memberikan bantuan Kredit Bank Dunia kepada 7 PTP. • Tahapan kedua (mulai 1973), Merintis proyek pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) dan pola PIR yang dimulai dengan pembentukan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara (P3RSU) dan Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN). • Tahapan ketiga (mulai 1973), Penandatanganan perjanjian pinjaman proyek NES I dilakukan pada tahun 1977 untuk pengembangan karet di Aloimerah, Aceh dan Tebenan, Sumatera Selatan. Sedangkan proyek NES untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit baru dimulai sekitar awal tahun 80an, yaitu proyek NES IV Betung. Namun penggunaan system perkebunan inti rakyat pada perkebunan kelapa sawit baru pada akhir tahun 80-an yang pertama kali dilakukan di betung proyek tahapan ke IV NES. Tetapi pada tahun 1986 mengalami perkembangan menjadi Pirtrasmigrasi dan terus berlanjut sampai dengan KKPA (koperasi kredit primer Universitas Sumatera Utara anggota). Dan mengalami revisi dan menjadi keputusan menteri no.26/permentari/OT.104/2/2007. Tentang kewajiban BUMN unuk membangun kebun plasma disekitar perkebunan minimal 20 % dari luas perkebunan (Fadjar, 2006:48). Pembangunan perkebunan dengan pola PIR-BUN sampai dengan saat ini telah dikembangkan 562.156 Ha terdiri dari 397.762 ha kebun plasma dan 164.394 ha kebun inti dengan berbagai macam komoditas yakni karet, kelapa sawit, tebu, kapas, kelapa hibrida dan kakao yang tersebar di 20 propinsi, yang meliputi 381.227 Ha komoditas kelapa sawit. Program pembangunan perkebunan melalui pola PIR didasarkan pada Kepres No. 1 tahun 1986, pola ini bertujuan sama yaitu meningkatkan produksi non migas, meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah serta menunjang pengembangan perkebunan, meningkatkan serta memberdayakan KUD di wilayah plasma, (Mudjiati, 2004:4). Pengelolaan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat telah mengalami banyak perbaikan, selain itu sumber dana yang digunakan juga beragam, antara lain berasal dari luar negeri (world bank), disebut pola PIR Berbantuan seperti: PIR-Bun atau NESS. Dan dari dalam negeri (APBN/APBD) disebut pola PIR Swadana, seperti: PIR Khusus (PIR-Sus) PIR-Lokal. Selain itu dalam rangka meningkatkan pemerataan kesejahteraan penduduk, maka proyek PIR melibatkan semua penduduk baik penduduk lokal maupun pendatang (transmigran), sehingga dikenal proyek PIR-Lokal, jika sebagian besar pesertanya adalah penduduk lokal dan PIR-Transmigrasi (PIR-Trans), jika sebagian besar pesertanya adalah penduduk pendatang atau transmigran. Pola PIR-Bun kelapa sawit di Sumatera Selatan dimulai tahun 1980, dimana pola PIR-Sus atau NESS sejak Universitas Sumatera Utara tahun 1980/1981, pola PIR-Trans sejak tahun 1987/1988, dan pola PIR-KKPA dan PIR-KUK (Perusahaan Inti Rakyat Kredit Koperasi kepada Petani Anggota Koperasi dan Perusahaan Inti Rakyat Kredit Usaha Kecil) sejak tahun 1994. ( Laila, 2007.) Perusahaan inti dan petani plasma saling membutuhkan dalam menjalankan pola pengelolaan perkebunan inti rakyat, dimana pihak perusahaan inti membutuhkan petani plasma dalam hal penyediaan lahan dan petani plasma membutuhkan perusahaan inti dalam hal penanaman modal, perawatan tanaman, dan penyediaan tenaga kerja, yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Tolak ukur keberhasilan pola perkebunan inti rakyat adalah dilihat dari kinerja perkebunan, produksi perkebunan, kualitas hasil perkebunan, dan stabilnya harga hasil perkebunan. Selain untuk membantu masyarakat dengan adanya system perkebunan inti rakyat diharapkan tidak akan menimbulkan konflik yang sering terjadi di Indonesia, yaitu konflik agrarian antara perusahaan perkebunan besar dengan masyarakat disekitar berdirinya perkebunan tersebut. Pembangunan perkebunan inti rakyat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahan pertama yaitu tahap konstruksi meliputi persiapan pengurusan legalitas lahan, perencanaan lokasi perkebunan, serta peninjauan lokasi perkebunan. Tahap kedua adalah pembangunan fisik, yang meliputi pemberdayaan atau pelatihan yang dilakukan perusahaan inti kepada petani plasma serta pembangunan sarana pendukung. Tahap ketiga adalah masa penyerahan kebun sampai dengan pelunasan kebun, hal ini meliputi pembentukan kelompok tani, pengundian blok, pengukuran kavling pembuatan sertifikat, pelunasan meliputi pelunasan kredit. Perkebunan inti rakyat dikembangkan dengan tujuan utamanya untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan dan perawatan perkebunan, selain itu pengembangan perkebunan dengan pola perkebunan inti rakyat juga diharapkan Universitas Sumatera Utara mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, pembukaan lapangan pekerjaan, pengembangan wilayah dan mendukung program trasmigrasi serta terlaksananya reforma agraria melalui perkebunan inti rakyat, karena tanah yang semula tidak produktif dan tidak jelas pemiliknya dapat diusahakan lebih produktif dan lebih jelas statusnya. Untuk pencapaian tujuan ini maka kerja sama yang terjalin antara perusahaan atau perkebunan inti dengan petani plasma memiliki kontrak yang disetujui oleh kedua belah pihak yang memuat tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pola kerja sama yang dilakukan adalah pemberian bantuan yang akan dikembalikan oleh petani plasma setiap bulannya selama kurun waktu yang ditentukan dengan besaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau dilakukan pembagian hasil secara langsung oleh perkebunan inti dengan petani plasma dengan pemotongan utang modal. 2.4 Modal Sosial Modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Bourdieu yang sering digunakan acuan oleh tokoh-tokoh lain dalam mendefiniskan modal sosial. Menurut Bourdieu (1992) definisi modal sosial adalah jumlah sumber-sumber daya, aktual atau virtual (tersirat) yang berkembang pada seorang individu atau sekelompok individu karena kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang dapat bertahan lama dalam hubungan-hubungan yang lebih kurang telah diinstitusikan berdasarkan pengetahuan dan pengenalan timbal balik. Sementara itu menurut seorang ilmuwan politik Robert Putnam (dalam Damsar, 2009:210) memberi definisi modal sosial sebagai “jaringanjaringan, nilai-nilai, dan kepercayaan yang timbul di antara para anggota perkumpulan, yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk manfaat bersama”. Universitas Sumatera Utara Modal sosial dapat timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Pengukuran modal sosial dapat dilihat dari interaksi baik indiviual maupun instutisional, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Secara individual interaksi terjadi jika relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain kemudian melahirkan ikatan emosional. Sedangkan secara instutisional yaitu lahir pada visi dan misi atau tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Modal sosial menunjuk pada ciri-ciri pada organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi (Putnam, dalam Siisiäinen, 2000). Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi, Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara determinan utamanya adalah kerdilnya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, dan menghalangi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Ada tiga unsur utama dalam dalam modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan, nilai dan kepercayaan. 1. Jaringan Menurut Robert M.Z Lawang (dalam Damsar, 2009:67) jaringan merupakan terjemahan dari network, yang merupakan berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net diartikan sebagai jaring, dank work berarti kerja. Jadi network adalah jadi penekannya terletak pada kerja bukan jaring. Jaringan sosial merupakan suatu Universitas Sumatera Utara jaringan dimana terdiri dari ikatan-ikatan yang menghubungkan antara satu titik dengan titik lain di dalam suatu hubungan sosial. Berdasar pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia. Jaringan sosial muncul karena adanya interaksi sosial dan kepercayaan yang besar yang meluas menimbulkan jaringan sosial diantara masyarakat tersebut. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dll. Jaringan sosial yang tercipta antara masyarakat desa mahato dengan pihak perkebunan terjalin karena adanya persamaan kepentingan. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun tingkat yang lebih mikroskopik” (Ritzer, Douglas, 2004: 383). Pada jaringan sosial terdapat tiga tingkatan, yaitu: a. Jaringan mikro: yaitu suatu jaringan yang terjadi karena adanya hubungan sosial yang terus-menerus antar individu atau antar pribadi. Jaringan ini selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. b. Jaringan meso: yaitu suatu ikatan yang di bangun dari hubungan para aktor, dengan atau di dalam kelompok. Jaringan ini ditemui dalam berbagai kelompok sosial. c. Jaringan makro: yaitu suatu ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpulsimpul dari beberapa kelompok. Kelompok dapat berbentuk organisasi, institusi, dan negara. 2. Kepercayaan Dikemukakan Giddens Kepercayaan merupakan keyakinan akan reliabilitas seseorang atau sistem, terkait dengan berbagai hasil atau peristiwa, dimana Universitas Sumatera Utara keyakinan itu mengekspresikan suatu iman (faith) terhadap integritas atau cinta kasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinnsip abstrak (Damsar, 2009:186). Kepercayaan merupakan sebuah harapan yang tumbuh di dalam masyarakat, organisasi dan perusahaan yang ditujukan dengan perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut secara bersama demi kepentingan anggota didalamnya (Fukuyama, 2002: 36). Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Kepercayaan dalam modal sosial sangatlah diperlukan oleh masyarakat desa mahato timur kepada perusahaan perkebunan torganda dalam pengelolaan perkebunan sawit dengan sistem pola inti rakyat. Kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat desa mahato timur maupun sebaliknya mampu meningkatan kerja sama yang ada diantara kedua belah pihak, dan tidak ada kecurigaan antara kedua belah pihak. Bentuk kepercayaan dapat dilihat dari bentuk kemunculan kepercayaan itu, yaitu terdiri atas: a) Kepercayaan askriptif: yaitu muncul dari hubungan yang diperoleh berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pribadi, seperti latar belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki. b) Kepercayaan prosesual: yaitu muncul melalui proses interaksi sosial yang dibangun oleh para aktor yang terlibat. Hubungan kerja sama yang terjalin antara masyarakat desa Mahato Timur dengan pihak PT.Torganda didasari oleh rasa kepercayaan. Rasa percaya yang Universitas Sumatera Utara tumbuh antara masyarakat desa Mahato Timur dengan Pihak PT.Torganda didasari oleh kepercayaan prosesual yaitu muncul karena proses interaksi sosial yang dibangun oleh semua pihak yang terlibat, karena adanya interaksi sosial yang terjadi secara langsung maka rasa percaya dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa Mahato Timur semakin besar. Sementara untuk rasa kepercayaan antara sesame petani plasma desa Mahato Timur didasarkan pada kepercayaan askriptif dimana didasari oleh ciri-ciri yang melekat pada pribadi dan kepercayaan prosesual. 3. Nilai dan Norma Nilai dipahami sebagai gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti, berharga, bernilai, dan pantas untuk tidak berarti, tidak berharga, tidak bernilai dan tidak pantas. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudayaan, biasanya tumbuh dan berkembang dalam mendominasi kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola kultural. Berdasarkan ciri-cirinya, nilai dapat dibagi menjadi: a. Nilai dominan: yaitu nilai yang dianggap penting dari nilai lainnya, penentuan nilai dominan dengan kriteria sebagai berikut: banyak orang yang menganut nilai tersebut, sudah berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat, tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut, dan prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. b. Nilai mendarah daging (internalized value): adalah nilai yang menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang Universitas Sumatera Utara tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi. Biasanya nilai ini tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Menurut Notonegoro dalam (Setiadi, Usman, 2011: 124) nilai sosial terbagi atas 3, yaitu: 1. Nilai material: segala sesuatu yang berguna bagi fisik atau jasmani seseorang. 2. Nilai vital: segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang. 3. Nilai kerohanian: segala sesuatu yang berguna bagi jiwa atau psikis seseorang. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma terbentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau sesuatu kelompok masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul modal sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Ciri-ciri norma sosial adalah: 1. Tidak tertulis: norma hanya diingat dan diserap serta dipraktekkan dalam interaksi masyarakat. 2. Hasil kesepakatan bersama: norma dibentuk dan disepakati bersama seluruh warga masyarakat. 3. Ditaati bersama: untuk mengarahkan dan menertibkan perilaku anggota masyarakat dari keinginan bersama. 4. Ada sanksi: bagi yang melanggar norma akan dikenakan sanksi yang tegas, oleh sebab itu norma bersifat memaksa. Universitas Sumatera Utara 2.5 Penelitian Relevan Pembahasan tentang perkebunan inti rakyat bukan ini kali pertama diangkat dalam penyusunan skripsi, namun sebalumnya telah banyak dibahas oleh peneliti lainnya. Salah satunya yaitu yang disusun oleh Laila Husin Bakri, dimana dia meneliti mengenai “Kinerja Perusahaan Inti Rakyat di Sumatra Selatan”. Proyek perusahaan inti rakyat (proyek PIR) kelapa sawit di Indonesia dimulai sejak tahun 1977 (khusus perkebunan karet), yaitu berupa proyek NES I di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan dan di Kabupaten Alue Merah, Daerah Istimewa Aceh. Pelaksanaan proyek PIR perkebunan (PIR-Bun) ini diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 11 tahun 1974 tertanggal 11 Maret 1974, nama PIR-Bun untuk membedakan dengan pola PIR pada sub sektor lainnya. Proyek PIR ini dikenal juga dengan nama pola PIRKhusus (PIR-Sus). Di Sumatra selatan proyek perkebunan inti rakyat dimiliki oleh PTP Nusantara VII berupa PIR IV betung dan tebanan, serta Pir-Sus di Muara Enim. PTPN VII hanya mengelola dua kebun di Sumatera Selatan, kinerja pada proyek PIR-Bun ini cukup baik terutama jika dibandingkan dengan kebun di Provinsi lain (terutama proyek PIR-Bun di Aceh dan Sumatera Utara) dalam hal kondisi tanaman kelapa sawit dan target realisasi kebun plasma. Target luas areal kebun plasma yang sudah dibuka mencapai 100% dengan luas 8 023.15 ha di Kabupaten Musi Banyuasin (tahun tanam sejak tahun 1982) dan 12 040.54 ha di Kabupaten Muara Enim (tahun tanam sejak tahun 1984). Semua kebun kelapa sawit dalam kondisi tanaman menghasilkan, yang mana hampir 50% kondisi kebun plasma di Musi Banyuasin dalam katagori kelas A (baik). Universitas Sumatera Utara Struktur kemitraan dalam pola perusahaan inti rakyat (pola PIR) dan perilaku peserta PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan (inti, petani plasma dan koperasi) umumnya telah sesuai dengan pedoman tentang tugas peserta proyek PIR serta kewajiban dan hak sebagai peserta proyek perusahaan inti rakyat yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2000, sehingga dapat dikatakan bahwa program perkebunan inti rakyat berjalan dengan baik, dimana hal ini juga berpengaruh pada pendapatan petani plasma yang menyebabkan pada peningkatan kesejahteraan petani plasma. Keberhasilan program perkebunan inti di Sumatra selatan juga dipengaruhi oleh tingkat interaksi antara perusahaan inti dengan petani plasma. Universitas Sumatera Utara