BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Penyakit Pulpa Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia.1 1. Iritan mikroba. Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intra pulpa, ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe. 1 5 2. Iritan mekanik. Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa.1 Preparasi kavitas mendekati pulpa dan dilakukan tanpa pendinginan sehingga jumlah dan diameter tubulus dentinalis akan meningkat. Pada daerah yang mendekati pulpa menyebabkan iritasi pulpa semakin meningkat oleh karena semakin banyak dentin yang terbuang. Pengaruh trauma yang disertai atau tanpa fraktur mahkota dan akar juga bisa menyebabkan kerusakan pulpa. Keparahan trauma dan derajat penutupan apeks merupakan faktor penting dalam perbaikan jaringan pulpa. Selain itu, aplikasi gaya yang melebihi batas toleransi fisiologis ligamentum periodontal pada perawatan ortodonsi akan mengakibatkan gangguan pada pasokan darah dan saraf jaringan pulpa. Scaling yang dalam dan kuretase juga bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan saraf di daerah apeks sehingga merusak jaringan pulpa.1 3. Iritan kimia. Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi, pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada jaringan pulpa. 1 6 2.2 Diagnosis Penyakit Pulpa Diagnosis penyakit pulpa didasarkan pada tanda dan gejala klinis oleh karena sedikit atau tidak adanya korelasi antara data histologik penyakit pulpa dan gejalanya. Diagnosis penyakit pulpa sebagai berikut : 1 1. Pulpitis reversibel. Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.1 Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.1 2. Pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, 7 tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.1,7 Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama. 8 3. Pulpitis irreversibel hiperplastik Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan drainase. Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan ikat yang 8 berwarna merah mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.1,8,9 4. Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke pulpa. 8 Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total.1 Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik.1,8 9 Tabel 2.1 Terminologi Diagnosis Pulpa Tes Diagnosis Keluran Riwayat Temuan Pulpa Utama Gigi Radiografi Elektrik Termal Perkusi Palpasi Pulpa Tidak ada Tidak Normal R RS TR TR Normal R RSB TR TR TR RLB TR TR TR TR R TR Normal ada Pulpitis Sensitif Tidak Reversibel terhadap ada dingin dan panas Pulpitis Sensitif Nyeri Normal / Irreversibel yang lama Spontan RLP Variasi Normal / terhadap dingin dan panas Nekrosis Tidak ada Pulpa RLP Keterangan : RLP : radiolusen pada periapikal; R: ada respon; TR: tidak ada respon; RS: respon singkat; RSB: respon singkat dan berlebihan; RLB: respon lama dan berlebihan Sumber : Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J; 2005: 27(9): 15-8. 10 2.3 Jenis-jenis Bakteri pada Gigi Nekrosis Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi pulpa yang mengakibatkan penyakit pulpa merupakan infeksi polimikrobial yaitu infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh E. Ercan (2006) menyatakan bahwa beberapa bakteri yang terdapat pada infeksi saluran akar gigi adalah bakteri Fusobacterium spp dan bakteri Prevotella spp . Daniel Saito et al (2006) menyatakan bahwa salah satu bakteri pada infeksi endodonsi adalah bakteri Peptostreptococcus. Berikut ini beberapa jenis bakteri yang menjadi iritan mikroba pada gigi nekrosis berdasarkan penelitian-penelitian tersebut : 10,11 1. Peptostreptococcus spp. Peptostreptococcus spp. merupakan Streptococcus yang hanya tumbuh dalam kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan menghasilkan berbagai hemolisin. Streptococcus ini adalah flora normal mulut, saluran napas atas, usus, dan traktus genitalia. Organisme ini bersama dengan spesies bakteri lain sering menimbulkan infeksi bakteri campuran di abdomen, pevis, paru, dan otak.12 2. Porphyromonas spp. Porphyromonas spp. merupakan bakteri basil gram negatif. Bakteri jenis ini merupakan bagian dari flora normal mulut dan terdapat juga pada organ tubuh yang lain. Genus Porphyromonas meliputi spesies yang sebelumnya dimasukkan ke 11 dalam genus Bacteroides. Spesies Porphyromonas dapat dibiakkan dari infeksi gusi dan periapikal gigi.12 3. Prevotella spp. Spesies Prevotella merupakan bakteri basil gram negatif dan dapat nampak seperti coccobasillus. Spesies yang paling sering diisolasi adalah P. melannognica, P.bivia, dan P.disiens. Prevotella sering dikaitkan dengan organisme anaerob lainnya yang merupakan bagian dari flora normal terutama Peptostreptococcus, bakteri basil anaerob gram positif, spesies Fusobacterium, bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negatif yang merupakan bagian dari flora normal.12 4. Fusobacterium spp. Fusobacterium merupakan bakteri basil pleomorfik gram negatif. Sebagian besar spesies menghasilkan asam butirat dan merubah treonin menjadi asam propionat. Kelompok Fusobacterium meliputi beberapa spesies yang paling sering diisolasi dari infeksi bakteri campuran yang disebabkan oleh flora normal mukosa. Namun, spesies Fusobacterium juga dapat menjadi satu-satunya bakteri pada sebuah infeksi. 12 5. Actinomyces spp. Kelompok Actinomyces meliputi beberapa spesies yang menyebabkan aktinomikosis. Pada pewarnaan gram, bakteri ini sangat bervariasi ukurannya. Beberapa spesies dapat bersifat aerotoleran dan tumbuh dengan adanya udara. 12 Spesies Actinomyces sensitif terhadap penisilin G, eritromisin, dan antibiotik lainya.12 6. Enterococcus spp. Kelompok Enterococcus merupakan bakteri kokus gram positif. Bakteri ini bersifat nonhemolitik, katalase negatif, dan merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial yang paling sering dan resisten terhadap antibiotik tertentu. Enterococcus lebih resisten terhadap penisilin G daripada Streptococcus. Banyak isolat Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin. 12 2.4 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa Derajat inflamasi pulpa sangat berhubungan intensitas dan keparahan jaringan pulpa yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas yang dangkal mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada pulpa sehingga tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya, iritan seperti pada karies yang dalam dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan perubahan inflamasi yang lebih parah. 1,8 Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel inflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel 13 imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa.1,8 Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.1,8 14