PEMBUATAN KOMPOSIT MAGNET OKSIDA BESI

advertisement
PENDAHULUAN
Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir telah banyak dimanfaatkan pada bidang
penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan
lain-lain. Pemanfaatan teknologi nuklir dapat
meningkatan kesejahteraan dan kemakmuran
manusia, tetapi terdapat pula potensi bahaya
radiasi terhadap lingkungan hidup. Bahaya
radiasi tersebut berasal dari limbah radioaktif
yang ditimbulkan dari kegiatan industri nuklir
(Suryantoro 2006). Sesium dan strontium
merupakan radionuklida hasil fisi bahan bakar
yang dominan dalam limbah nuklir dan sangat
berbahaya bagi makhluk hidup, karena dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bahkan
kematian. Hal ini dikarenakan Cs dan Sr yang
bersifat radioaktif memiliki waktu paruh
relatif panjang, yaitu 30 tahun (137Cs) dan 29.1
tahun (90Sr) (Khan et al. 1995). Radionuklida
tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan
melalui media udara, air, dan tanah (Tjahaja
dan Sukmabuana 2008).
Oleh karena itu, diperlukan suatu
penanganan
khusus
untuk
mencegah
kontaminasi
lingkungan
oleh
kedua
radionuklida tersebut. Salah satunya adalah
dengan menggunakan material penjerap atau
adsorben karbon aktif. Penelitian dengan
karbon aktif untuk menjerap Cs dan Sr telah
dilakukan oleh Alarifi dan Hanafi (2010),
serta oleh Chegrouche et al. (2009), yang
menjerap Sr di dalam medium berair. Kedua
penelitian di atas menyimpulkan bahwa Cs
dan Sr dapat terjerap dengan baik pada karbon
aktif karena adanya gugus karbonil pada sisi
aktif karbon aktif. Namun, penjerapan pada
kedua penelitian di atas menggunakan metode
tumpak sehingga diperlukan penyaringan
untuk memisahkan karbon aktif dengan
larutan adsorbat. Penyaringan tersebut
membutuhkan waktu lama dan diperlukan
penyaring yang dapat menahan seluruh ukuran
karbon aktif, sehingga diperlukan modifikasi
terhadap karbon aktif, yaitu dengan
mengompositkan partikel magnet oksida besi.
Magnetit atau Fe3O4 merupakan salah satu
fase oksida besi yang memiliki sifat magnet
terbesar di antara fase-fase lainnya
(Sulungbudi et al. 2006) sehingga karbon
aktif yang telah terkomposit magnetit dapat
merespons medan magnet dan akan
memudahkan proses pemisahannya. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Oliveira et
al. (2002), membuat komposit magnet oksida
besi-karbon aktif sebagai adsorben berbagai
kontaminan, dan Castro et al. (2009) membuat
komposit karbon aktif-oksida besi sebagai
adsorben atrazin di dalam medium berair.
Secara umum, terjadi penurunan luas
permukaan yang mengakibatkan penurunan
kapasitas penjerapan pada komposit karbon
aktif-oksida besi. Namun, hal ini diimbangi
dengan kemudahan pada proses pemisahan,
yaitu dengan memanfaatkan sifat magnet dari
komposit karbon aktif-oksida besi.
Penelitian
ini
bertujuan
membuat
komposit magnet oksida besi-karbon aktif
sehingga didapat komposit yang memiliki dua
sifat dari material penyusunnya, yaitu
kemampuan menjerap yang baik dari karbon
aktif dan kemampuan merespons medan
magnet dari oksida besi sehingga akan
memudahkan proses pemisahan karbon aktif
di dalam medium berair. Selanjutnya,
pencirian komposit dilakukan dengan
menggunakan berbagai instrumen, yaitu
difraksi sinar-X (XRD) untuk menentukan
fase oksida besi yang terbentuk, nilai
magnetisasi dengan magnetometri getar
cuplikan (VSM), alat Brunauer, Emmett, dan
Teller (BET) untuk menentukan luas
permukaan, serta mikroskop elektron payaran
(SEM) untuk mengetahui mikrostruktur
permukaan komposit.
Uji penjerapan dilakukan untuk melihat
pengaruh penjerapan komposit magnet oksida
besi-karbon aktif terhadap Cs dan Sr dengan
menggunakan metode tumpak. Parameter
yang digunakan dalam uji adsorpsi ini adalah
ragam jumlah adsorben, ragam pH larutan,
dan ragam konsentrasi awal kation Cs serta
Sr. Konsentrasi Cs dan Sr yang tersisa di
dalam larutan setelah penjerapan berlangsung
ditentukan
menggunakan
spektroskopi
serapan atom (AAS).
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon Aktif
Arang atau karbon aktif dapat dihasilkan
dari bahan-bahan yang mengandung karbon
atau dari arang dengan aktivasi secara fisik
menggunakan CO2 atau uap air, atau secara
kimia mengggunakan bahan kimia untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas.
Luas permukaan karbon aktif berkisar antara
300 dan 3500 m2/g. Oleh karena itu, karbon
aktif memiliki kemampuan menjerap yang
baik terhadap berbagai kontaminan. Karbon
aktif dapat menjerap secara selektif gas dan
senyawa-senyawa kimia tertentu bergantung
pada volume pori-pori serta luas permukaan
(Sembiring dan Sinaga 2003).
2
Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan
menjerap apa saja yang kontak dengannya,
terutama logam berat. Logam yang dijerap
akan melekat pada permukaan karbon aktif
secara fisik (ikatan van der Waals) maupun
secara kimia (ikatan kovalen atau ikatan
ionik). Selain itu, karbon aktif memiliki
jaringan berpori yang sangat luas dan dapat
berubah-ubah
bentuk
sehingga
dapat
menerima molekul pengotor berukuran besar
maupun kecil (Arifin 2008).
Karbon aktif dibedakan menjadi dua
macam, yaitu karbon aktif sebagai pemucat
dan sebagai penjerap uap. Karbon aktif
sebagai pemucat berbentuk serbuk yang
sangat halus dengan diameter pori mencapai
1000 Ǻ, digunakan dalam fase cair, berfungsi
sebagai pemindah zat-zat pengganggu yang
dapat menyebabkan warna dan bau, serta
dapat diperoleh dari bahan baku serbuk
gergaji dan ampas pembuatan kertas.
Sementara, karbon aktif sebagai penjerap uap
berbentuk granul, sangat keras, berdiameter
10–200 Ǻ, berpori halus, digunakan dalam
fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali
pelarut, sebagai katalis, untuk memisahkan
dan memurnikan gas, serta dapat diperoleh
dari bahan baku tempurung kelapa, tulang,
batu bata, dan bahan-bahan yang memiliki
struktur keras.
Oksida Besi
Oksida besi termasuk salah satu mineral
dalam tanah. Mineral-mineral oksida besi
bersifat amfoter dan memiliki daya serap yang
tinggi (Notodarmojo 2005). Oksida besi
memiliki empat fase yaitu magnetit (Fe3O4),
magemit (γ-Fe2O3), hematit (α-Fe2O3), dan
geotit (FeO(OH)). Hanya magnetit dan
magemit yang bersifat magnet (Gong et al.
2009).
Hematit merupakan mineral berwarna
merah yang terdapat dalam jumlah banyak
pada batuan dan tanah (Teja dan Koh 2009).
Mineral ini dapat bersifat antiferomagnetik
pada suhu di bawah -10 oC (Hadi 2009). Tipe
oksida besi yang lain, yaitu geotit, memiliki
ciri fisik berwarna kuning kecokelatan dan
juga bersifat antiferomagnetik.
Secara fisik, magnetit berwarna hitam.
Struktur magnetit dapat dilihat pada Gambar
1. Sementara itu, magemit berwarna cokelat
kemerah-merahan.
Fase
magnetit
dan
magemit memiliki sifat magnet yang baik,
maka sering digunakan dalam berbagai
aplikasi, misalnya dalam aplikasi biomedis
sebagai ’contrast agent’ untuk pencitraan
resonans magnet (MRI) dan dapat digunakan
sebagai penjerap logam berat dalam
pengolahan air, terutama fase magnetit
(Fe3O4) yang memiliki sifat megnet terbesar
atau ferimagnetik.
Gambar 1 Struktur magnetit.
Sifat Kemagnetan Bahan (Geo 2007)
Sifat kemagnetan bahan dikelompokkan
menjadi lima golongan, yaitu diamagnetik,
paramagnetik, feromagnetik, ferimagnetik,
dan antiferomagnetik. Bahan diamagnetik
memiliki elektron-elektron yang berpasangan
sehingga tidak menghasilkan momen magnet.
Contoh bahan diamagnetik ialah tembaga,
perak, emas, kalsit (CaCO3), dan air.
Bahan paramagnetik memiliki elektronelektron yang tidak berpasangan dengan
rangkaian spin yang tidak beraturan sehingga
memiliki sifat kemagnetan yang kecil,
contohnya
antara
lain
magnesium,
molibdenum, litium, dan tantalum. Di sisi
lain, sifat feromagnetik dimiliki oleh bahan
yang elektron-elektronnya tidak berpasangan
dengan spin yang tersusun secara paralel.
Karena itu, sifat kemagnetannya sangat besar,
contohnya adalah besi, nikel, dan kobalt.
Bahan ferimagnetik juga memiliki
elektron-elektron yang tidak berpasangan.
Namun, spin elektron tersusun secara
antiparalel dengan besar momen spin yang
berbeda. Total momen magnet yang positif
membuat
sifat
kemagnetannya
besar,
contohnya adalah magnetit, magemit,
MnFe2O4, Fe7S8, Fe3S4, dan γ-FeOOH. Sifat
antiferomagnetik dimiliki oleh bahan yang
memiliki elektron-elektron tidak berpasangan
dengan spin yang tersusun antiparalel dan
momen setiap spin saling meniadakan
sehingga momen magnet totalnya nol. Contoh
bahan antiferomagnetik adalah hematit, FeS,
FeTiO2, dan α-FeOOH.
Komposit
Komposit ialah material baru yang terbuat
dari dua atau lebih material berbeda yang bila
digabungkan memiliki sifat lebih baik dari
material asli. Bahan komposit antara lain
bertujuan meningkatkan sifat individu bahan
seperti kekuatan, struktur, stabilitas sifat
3
kimia dan fisika, sehingga diperoleh bahan
baru dengan mutu yang lebih baik (Fisli et al.
2007).
Strontium
Strontium (Sr) merupakan salah satu unsur
dalam tabel periodik yang banyak ditemukan
pada batuan, tanah, minyak, dan batu bara.
Selain itu, Sr juga ditemukan di dalam
mineralnya seperti kalestit (SrSO4), dan
strontianit (SrCO3). Sr digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan berbagai macam
produk keramik dan gelas, pewarna cat, lampu
flouresens, dan obat-obatan. Strontium
memiliki empat bentuk isotop yang stabil di
alam, yaitu 84Sr, 86Sr, 87Sr, dan 88Sr. Bentuk
stabil Sr tidak berbahaya pada dosis kurang
dari 4000 μg/L di dalam air minum, tetapi
berbahaya bagi pertumbuhan tulang pada
anak-anak (Gerberding 2004).
Sr memiliki bentuk yang aktif atau bersifat
radioaktif yaitu 90Sr. Bentuk aktif ini berasal
dari limbah hasil pembelahan bahan bakar
nuklir dan letusan senjata-senjata nuklir. 90Sr
sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena
dapat memancarkan partikel-β dan memiliki
waktu paruh yang panjang, yaitu 29 tahun.
Radionuklida ini dapat masuk ke dalam tubuh
makhluk hidup melalui tanah, udara, dan air
(Tjahaja dan Sukmabuana 2008). Jika berada
di atas ambang batas radiasi (8 pikocurie/L air
minum), 90Sr dapat menyebabkan gangguan
kesehatan bagi makhluk hidup termasuk
manusia. Gangguan kesehatan tersebut dapat
berupa penyakit anemia, kerusakan pada
tulang, penggumpalan darah, bahkan penyakit
berbahaya seperti kanker tulang, kanker kulit,
dan leukemia.
Sesium
Sesium merupakan logam yang banyak
terdapat pada mineral polusit. Sebanyak 13%
sesium oksida terkandung di dalam mineral
tersebut. 133Cs merupakan logam stabil yang
menyerupai merkuri, karena pada suhu kamar
(± 28 oC) berwujud cair. Selain itu, Cs juga
mudah bereaksi jika kontak dengan air dingin.
Cs dalam bentuk stabil digunakan sebagai
bahan pembuatan keramik dan gelas serta
sebagai alat optik, sedangkan Cs yang bersifat
radioaktif dapat digunakan sebagai bahan
sterilisasi pada produk makanan (Butterman
et. al. 2005).
Unsur ini memiliki sebelas bentuk isotop
yang bersifat radioaktif. Namun, hanya tiga
bentuk isotop yang memiliki waktu paruh
panjang, yaitu 134Cs, 135Cs, dan 137Cs. Isotopisotop ini memancarkan radiasi sinar-β dengan
waktu paruh masing-masing 2.1, 2.3 х 106,
dan 30 tahun, sedangkan isotop lainnya hanya
memiliki waktu paruh dua minggu.
Radionuklida ini dapat masuk ke dalam tubuh
makhluk hidup karena mudah terserap oleh
daun
tumbuhan
yang
tanahnya
terkontaminasi. Selain itu, Cs juga dapat
masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui
makanan, minuman, dan udara. Ancaman
kesehatan bagi manusia jika terkontaminasi
Cs adalah penyakit kanker.
Adsorpsi
Adsorpsi atau penjerapan merupakan
proses perpindahan massa dari fase gerak
(fluida pembawa adsorbat) ke permukaan
adsorben (penjerap). Proses ini terjadi akibat
adanya gaya tarik-menarik antara molekul
adsorbat (zat yang akan dijerap) dan tapaktapak aktif di permukaan adsorben. Ada tiga
tahapan dasar dalam penjerapan, yaitu
terjerapnya adsorbat pada bagian luar
adsorben, bergeraknya adsorbat menuju poripori adsorben, dan terjerapnya adsorbat pada
dinding bagian dalam adsorben.
Penjerapan terjadi melalui dua cara, yaitu
fisisorpsi dan kimisorpsi. Molekul-molekul
dalam fase cair diikat pada permukaan fase
padat oleh gaya tarik-menarik pada
permukaan padatan (adsorben). Hal ini
mengatasi energi kinetik antarmolekul
kontaminan dalam fluidanya. Fisisorpsi terjadi
karena adanya antaraksi van der Waals antara
adsorbat dan substrat. Menurut Wonorahardjo
(2006), proses ini dapat terjadi secara bolakbalik akibat adanya sistem kesetimbangan di
permukaan
dan
tidak
mengakibatkan
perubahan struktur dalam partikel-partikel
yang berinteraksi. Sementara itu, kimisorpsi
terjadi jika partikel yang melekat pada
permukaan membentuk ikatan kimia (ikatan
kovalen) dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasinya
dengan adsorben. Molekul yang mengalami
proses kimisorpsi dapat terpisah karena
adanya tuntutan valensi atom permukaan yang
tidak terpenuhi (Atkins 1999). Ciri lain
kimisorpsi ialah adanya perubahan energi
yang cukup signifikan yang mengakibatkan
perubahan reaksi kimia secara permanen dan
bersifat tidak dapat balik.
Mekanisme penjerapan suatu zat diawali
dengan adanya molekul adsorbat yang
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke
permukaan luar adsorben (difusi eksternal).
Sebagian kecil terjerap di permukaan luar,
sebagian besarnya berdifusi lebih lanjut ke
dalam pori-pori adsorben (difusi internal).
4
Jika kapasitas penjerapan masih cukup besar,
maka akan ada yang terjerap dan terikat di
permukaan. Namun, jika permukaan sudah
dalam keadaan jenuh atau mendekati jenuh
maka akan terjadi dua hal, yaitu terbentuk
lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas
lapisan pertama adsorbat
(adsorpsi
multilapisan) atau tidak terbentuk lapisan
kedua dan seterusnya; adsorbat yang belum
terjerap kembali berdifusi ke dalam fluida
pembawa adsorbat (Wijayanti 2009).
Faktor-faktor
yang
memengaruhi
penjerapan adalah sifat fisika dan kimia
adsorben (luas permukaan, pori-pori, dan
komposisi kimia), sifat fisika dan kimia
adsorbat (ukuran partikel, polaritas molekul,
dan komposisi kimia), jumlah adsorben,
konsentrasi adsorbat dalam fluida, sifat fluida,
dan suhu, serta lamanya proses penjerapan.
Adsorben yang baik memiliki kapasitas
penjerapan yang tinggi. Kapasitas penjerapan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Q=
xV
Keterangan:
Q
V
C1
C2
m
= kapasitas penjerapan per bobot
molekul (mg/g)
= volume larutan (ml)
= konsentrasi awal larutan (mg/L)
=` konsentrasi akhir larutan (mg/L)
= bobot adsorben (g)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
karbon aktif komersial, FeCl3.6H2O (p.a
Merck), FeSO4.7H2O (p.a Merck), NaOH (p.a
Merck), HCl, CsNO3 (p.a Merck), Sr(NO3)2
(p.a Merck), dan air demineralisasi.
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
kaca, shaker, hot plate dan pengaduk magnet,
pH meter, XRD Shimadzu XD-610, VSM
Oxford tipe 1.2T, alat BET, SEM Philip, dan
AAS Analys 400.
Metode
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan,
yaitu pembuatan oksida besi dan komposit
magnet oksida besi-karbon aktif (OB:KA),
pencirian oksida besi serta komposit magnet
OB:KA, dan uji adsorpsi komposit magnet
OB:KA terhadap Cs+ dan Sr2+ (Lampiran 1).
Pembuatan Oksida Besi (Lee et al. 2004)
Sebanyak 600 ml larutan garam besi yang
terdiri atas 7.6 g FeCl3.6H2O dan 3.9 g
FeSO4.7H2O diaduk serta dipanaskan hingga
mencapai suhu 70 oC. Setelah itu, 100 ml
larutan NaOH 5 M ditambahkan tetes demi
tetes sehingga terbentuk endapan berwarna
hitam. Endapan yang terbentuk dicuci dengan
air demineralisasi lalu dikeringkan di dalam
oven pada suhu 100 oC selama 3 jam.
Pembuatan Komposit Magnet (Oliviera et
al. 2002)
Suspensi karbon aktif dibuat dengan
mencampurkan 6.5 g karbon aktif dengan 300
ml air demineralisasi lalu dipanaskan hingga
mencapai suhu 70 oC. Sebanyak 300 ml
larutan garam besi yang terdiri atas 7.6 g
FeCl3.6H2O dan 3.9 g FeSO4.7H2O
ditambahkan ke dalam campuran tersebut.
Campuran lalu diaduk selama 30 menit
sebelum ditambahkan 100 ml NaOH 5 M tetes
demi tetes sehingga diperoleh komposit
OB:KA dengan nisbah bobot 1:2 (Lampiran
2). Komposit yang terbentuk dicuci dengan air
demineralisasi lalu dikeringkan di dalam oven
pada suhu 100 oC selama 3 jam. Selain itu,
dibuat juga komposit magnet dengan nisbah
bobot oksida besi dan karbon aktif 1:1 dan
1:3.
Kode
sampel
yang digunakan
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kode sampel komposit magnet
Kode sampel
Nisbah bobot OB:KA
Sampel A
Karbon aktif
Sampel B
Oksida Besi
Sampel C
OB:KA (1:1)
Sampel D
OB:KA (1:2)
Sampel E
OB:KA (1:3)
Pencirian
Sampel dicirikan menggunakan XRD
untuk menentukan fase oksida besi yang
terbentuk. Sifat magnet dan nilai magnetisasi
ditentukan dengan menggunakan VSM, alat
BET untuk menentukan luas permukaan, dan
SEM untuk melihat mikrostruktur permukaan
sampel.
Uji Penjerapan
Uji adsorpsi dengan parameter jumlah
adsorben diawali dengan menimbang sebesar
0.0125, 0.025, 0.05, 0.075, dan 0.1 g masingmasing sampel A, C, D, dan E dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang
berbeda. Lalu ditambahkan 50 ml larutan Cs +
dan Sr2+ 50 ppm (Lampiran 3) kemudian
penjerapan dilakukan dengan waktu kontak
Download