Evaluasi TIK Bidang Pendidikan di Provinsi Papua

advertisement
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Risalah Kebijakan
Agustus 2015
Evaluasi TIK Bidang Pendidikan di Provinsi Papua
Sangat diperlukannya pendekatan yang terkoordinasi
dan berkelanjutan dalam hal perencanaan TIK dan
implementasinya.
Pengalokasian dana sekolah perlu memperhitungkan
penyediaan, pemeliharaan dan penggantian berbagai
perangkat TIK; biaya Internet; serta pelatihan praktis.
Mendesaknya solusi bagi penyediaan tenaga listrik dan
infrastruktur komunikasi.
Saat ini pelatihan profesional untuk meningkatkan
pemanfaatan TIK dalam proses belajar-mengajar - dan
bukan hanya untuk keperluan-keperluan administratif di seluruh jenjang pendidikan masih sangat sedikit.
Perlunya dibuka akses yang lebih besar terhadap
perolehan berbagai piranti lunak dan kesempatankesempatan untuk memanfaatkan TIK.
Foto: ACER
Minimnya (dan sangat sederhananya) pemanfaatan TIK
di sekolah, terlepas telah terdapat sejumlah praktik yang
baik di beberapa sekolah.
1
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
LATAR BELAKANG
Sebuah tahapan tambahan dalam kerangka kerja kompetensi
ala UNESCO tersebut adalah tentang Berbagi Pengetahuan,
yang melibatkan peserta didik dan kreativitas dalam belajar.
Provinsi Papua berada
di ujung Timur Indonesia dan
berpenduduk sekitar 3 juta jiwa. Mayoritas penduduknya
tinggal di lebih dari 3000 kampung yang tersebar di dataran
rendah dan dataran tinggi terpencil, rawa dan daerah pesisir.
Papua mempunyai sedikit jalan raya yang memadai, dengan
infrastruktur telekomunikasi dan tenaga listrik yang serba
terbatas. Tingkat kemiskinan dan angka buta huruf di Papua
masih tergolong tinggi. Persoalan pokok pendidikan dasar
adalah anak rentan tidak bersekolah. Hasil ujian nasional (UN) di
Provinsi Papua adalah yang terendah di Indonesia.
Tentang Studi ACDP
Evaluasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang
Pendidikan di Provinsi Papua merupakan penelitian berskala besar
yang difasilitasi oleh ACDP Indonesia. Tujuan utamanya adalah:
Untuk mengukur efektivitas TV Edukasi dan program TIK lainnya
di Papua dan menemukan dampaknya pada hasil belajar anakanak sekolah dan pembelajar dewasa.
Penggunaan TIK diakui sebagai strategi penting untuk
meningkatkan kualitas proses pendidikan dan kualitas
kehidupan di Papua secara umum. Visi pengembangan TIK
dalam beberapa tahun terakhir pun semakin terfokus pada
upaya untuk memastikan adanya interkoneksi jaringan Internet
yang terintegrasi di seluruh provinsi, kabupaten dan sekolah.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Papua membutuhkan serat
optik nirkabel berpita lebar (fiber optic wireless broadband)
dengan bandwidth yang tinggi, yang tersedia di wilayah-wilayah,
mudah diakses, atau terdapat satelit dengan bandwidth rendah
yang beroperasi di tempat-tempat yang sulit terjangkau. Selain
itu ada sejumlah aspek penting dari visi dan strategi TIK dalam
pendidikan di Papua. Yakni antara lain aspek pembentukan Pusat
TIK berbasis gugus ada pembelajaran digital; pengembangan
profesi guru di sekolah-sekolah; serta penguatan kapasitas TIK
untuk meningkatkan pengelolaan data dan sistem informasi
pendidikan. Sementara untuk lokasi yang lebih terpencil,
pendirian sekolah dasar kecil di pusat-pusat kegiatan belajar
masyarakat (PKBM) dan penyediaan program televisi yang
berkualitas, amatlah penting dalam rangka memberikan
kontribusi terhadap pencapaian visi pendidikan Papua.
Untuk membuat rekomendasi bagi perencanaan TIK di Bidang
Pendidikan di Provinsi Papua ke depan.
Studi ini mencakup tiga komponen utama, yaitu infrastruktur
telekomunikasi dan sumber energi; program TIK dan implementasinya;
dan berbagai dampak TIK pada pembelajaran siswa dan orang
dewasa.
Program TIK yang menjadi fokus dalam studi ini meliputi TV-Edukasi,
Portal Rumah Belajar, School Net / Jardiknas, Pusat TIK dan programprogram berbasis lokal; TIK untuk pendidikan non-formal dan Jaringan
Pendidikan Asia Tenggara (SEA Edu-Net), selain program-program TIK
lainnya yang juga menjadi fokus. Untuk kepentingan studi ini, TIK yang
dimaksud mencakup radio, televisi, telepon seluler, komputer, laptop,
tablet, perangkat keras jaringan dan piranti lunak, juga sistem satelit
dan Internet.
Metode penelitian ini mencakup pengumpulan data kuantitatif dan
kualitatif, survei, wawancara/FGD dan studi kasus:
220 sekolah di 8 kabupaten
107 SD dan 113 SMP
75% dari sekolah dengan program TIK, 25% sekolah non-TIK
Pendekatan baru pedagogis dalam menyelenggarakan
pendidikan telah mendasari visi Papua untuk menggunakan
TIK dalam kegiatan pendidikannya. Peningkatan kapasitas
guru bukan hanya sekedar dalam hal membangun kompetensi
TIK, tetapi fokus pada bagaimana guru dapat menggunakan
berbagai jenis pendekatan pedagogis yang dapat membantu
siswa untuk belajar secara kolaboratif, memecahkan masalah,
menjadi murid kreatif dalam mempersiapkan diri sebagai
warga abad ke-21 dan siap masuki dunia kerja. UNESCO ICT
Competency Framework for Teachers (2011) menjelaskan tiga
fase utama yakni:
Survei terhadap 220 kepala sekolah, 1.505 guru dan 3.127 siswa
Wawancara/FGD di 12 sekolah di 4 kabupaten dengan melibatkan
kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua
Wawancara dengan perwakilan-perwakilan dari universitas,
KPG, dinas pendidikan, perwakilan perusahaan telekomunikasi,
lembaga pelatihan, BPP
Studi kasus di Jayapura, Keerom, Merauke dan Nabire.
Melek Teknologi: memungkinkan siswa untuk mampu
menggunakan TIK untuk belajar secara efisien.
Pendalaman pengetahuan: membangun keterampilan
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan
menerapkannya dalam mengatasi masalah-masalah nyata.
Penciptaan pengetahuan: menciptakan pengetahuan baru
untuk membangun masyarakat yang makmur dan sejahtera,
baik sebagai warga negara maupun pekerja.
Kerangka Kerja Kompetensi TIK Indonesia untuk Guru
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012) diadaptasi
dari model UNESCO, difokuskan pada guru sebagai pendidik
global, yang terhubung secara digital serta mampu mengakses
pengetahuan dan sumber-sumber pembelajaran yang beragam.
Foto: ACER
2
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
TEMUAN-TEMUAN UTAMA DALAM STUDI INI
menyediakan sumber bahan ajar tambahan, menyediakan
informasi tentang ujian nasional dan teknik-tehnik pengajaran
yang baku. Bahan-bahan dari TV-E adalah yang paling sering
digunakan ketika guru tidak hadir. Terdapat beberapa keluhan
yang disampaikan tentang TV-Edukasi, yaitu rusaknya atau
tidak layaknya beberapa jenis peralatan (misalnya layar terlalu
kecil ketika murid menggunakan secara berkelompok), tidak
ada listrik, perbedaan zona waktu 2 jam antara Jakarta dan
Papua, serta bahan-bahan yang tidak sesuai dengan konteks
budaya Papua.
1. Peralatan TV-E atau peralatan lain yang tersedia.
Bagaimana peralatan ini digunakan dan sejauh apa
peralatan ini bermanfaat untuk belajar dan mengajar?
Dua saluran TV: untuk siswa dan untuk guru
Perlengkapan TV-E & Pengembangan Profesi bagi 1.135
sekolah
Peranan Pustekkom sebagai Pusat TIK Nasional
TV-E (termasuk CD) digunakan oleh 30%-40% responden
2. Terdapat sejumlah hal yang perlu perhatian tentang masa
depan materi pendidikan berbasis TV di era media online
yang lebih menarik dan berkualitas tinggi, yang tersedia
kapan saja, di mana saja dan bisa secara efektif memenuhi
kebutuhan dan rasa tertarik siswa.
Materi pertanyaan berbasis TV di era online
Pusat TIK dan masalah terkait pengadaan Internet adalah
biaya operasional
TV-Edukasi dan program TIK lainnya telah diperkenalkan di
sekolah-sekolah di Papua untuk memfasilitasi pendidikan
dan pengelolaan keuangan di sekolah, mengembangkan
pengetahuan dan mendorong pemberdayaan siswa yang
tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Mengenai program TIK lainnya, sekitar 10% responden dapat
mengakses Portal Rumah Belajar dan SEA Edunet, sementara
20% lainnya memanfaatkan School Net, Jardiknas dan Pusat TIK.
Enam puluh Pusat TIK, bersama beberapa laboratorium mini
dan ruang di sekolah dasar, telah berdiri. Sekolah dilengkapi
dengan sejumlah komputer, laptop dan jaringan DSL,
kadang-kadang dengan dukungan VSAT dan sumber tenaga
listrik. Meski penggunaannya relatif rendah, mereka yang
mengakses memberikan tanggapan positif tentang manfaat
Akademis
layanan tersebut. Pusat TIK menyediakan
program-program
24%
pengembangan profesi bagi guru dan kepala sekolah, serta
menyediakan sumber materi pembelajaran baru, yang dapat
diakses secara online. Ada banyak sekolah prihatin tentang
tidak adanya akses Internet, akses Internet yang tidak selalu
ada, atau akses Internet yang lambat. Biaya Internet yang mahal
jika mengakses dari provider swasta, juga menjadi masalah
Administratif
tersendiri.
TV-Edukasi
(program
nasional
yang
milik
Kementerian Pendidikan
dan
Kebudayaan)
menyediakan 2 saluran
untuk tujuan pendidikan.
Saluran 1 untuk siswa
dan Saluran 2 untuk guru.
Papua mempunyai 1.135
sekolah yang menerima
perangkat
seperti
pesawat TV, alat penerima
TV, pemutar DVD dan
generator/panel
surya,
antena parabola secara
acak. Program pelatihan
Foto: tve.kemdikbud.go.id
diberikan kepada sekitar
1.500 guru melalui Pusat TIK BPP (Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Papua). Program ini mendapatkan tanggapan
yang positif. CD/DVD berisi materi pembelajaran matematika,
Bahasa Indonesia, biologi/fisika dan ilmu pengetahuan alam
juga dibagikan ke sekolah. Layanan TV-Edukasi di Papua,
terhenti pada tahun 2012.
32%
Jenis TIK lain apa yang digunakan untuk mengajar dan
belajar?
Sekolah memiliki kurang dari 5 komputer; 50% sekolah hanya
memiliki 1-2 komputer
TIK merupakan mata pelajaran wajib, tapi 75% siswa
tidak memiliki akses terhadap komputer; kondisi di antara
kabupaten berbeda
Hanya 20% siswa yang menggunakan komputer paling sedikit
setiap minggu
Pustekkom, Pusat TIK nasional (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan) di Jakarta, bertanggung jawab untuk
menyediakan layanan mengajar dan belajar online (misalnya
Portal Rumah Belajar), untuk program pelatihan, dan untuk
menghubungkan sekolah ke Internet melalui Jardiknas dan
School Net.
73% siswa tidak memiliki akses terhadap Internet di sekolah
70% komputer milik guru digunakan untuk administrasi, bukan
untuk keperluan TIK di kelas yang mendukung keterampilan
belajar abad 21. Pemahaman tentang TIK juga sangat minim.
Saluran TV-Edukasi dan CD/DVD sungguh bermanfaat bagi
orang-orang yang mengaksesnya. 30-40% dari responden
menggunakan kurang dari satu kali dalam seminggu. Hampir
setengah dari responden kepala sekolah bahkan mengatakan
tidak pernah menggunakan fasilitas tersebut.
Ada berbagai TIK lainnya yang digunakan di sekolah-sekolah
untuk mengajar dan belajar, atau untuk keperluan administrasi,
yaitu; komputer, laptop, proyektor LCD, kamera digital, dan
berbagai jenis piranti lunak. Umumnya, sekolah yang disurvei
memiliki kurang dari lima komputer; sekitar 50% hanya
memiliki 1-2 jenis perangkat keras atau bahkan tidak sama
sekali. Ada beberapa laptop, umumnya hanya satu atau dua
unit per sekolah, dan tidak ada tablet. Sekitar 40% sekolah
hanya memiliki satu atau dua proyektor LCD atau tidak ada LCD
sama sekali.
Materi yang paling sering dimanfaatkan dari TV-Edukasi
adalah berita, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga,
kesenian/tarian rakyat, matematika dan kuis-kuis, serta
program pembelajaran Bahasa Inggris. Saluran 2 untuk guru
3
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Meskipun TIK umumnya telah menjadi mata pelajaran wajib,
sekitar 75% siswa tidak pernah menggunakan komputer/laptop
di ruang komputer atau dalam kegiatan belajar. Hanya sekitar
20% siswa yang menggunakannya, itu pun seminggu sekali.
Frekuensi Kepala Sekolah/Guru
dalam Menggunakan TIK
Kepala Sekolah
(jumlah = 218)
Seperti tampak dalam tabel, beberapa kabupaten, seperti
Supiori, Lanny Jaya dan Deiyai, nyaris tidak ada komputer
atau laptop yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah.
Penggunaan Komputer/Laptop pada
Semua Mata Pelajaran di Kabupaten
Setiap Hari
Guru
(jumlah = 1.500)
Tidak
pernah
Setiap
hari/2-3
kali seminggu
(%)
Tidak
pernah
42,9
41,1
27,3
48,5
60,8
27,4
41,8
37,8
Komputer
Tablet
10,3
88,3
11,4
82,6
Internet
27,1
55,0
28,2
56,3
Email
22,7
52,8
11,7
68,4
Setiap
hari/2-3
kali seminggu (%)
Komputer
Laptop
Pesan utama difokuskan pada akses yang lebih besar untuk
siswa terhadap berbagai jenis perangkat keras dan lunak TIK
dan peluang-peluang yang tersedia melalui pemanfaatan
TIK. Pesan penting
lainnya adalah
memperkuat
keterampilan pedagogis guru agar lebih paham akan
potensi belajar siswa yang timbul akibat penggunaan TIK
di kelas. Dalam rangka menyebarluaskan Kerangka Kerja
Kompentensi TIK UNESCO untuk Guru (2011), seperti yang
sudah disampaikan sebelumnya, sebagian besar guru dan
siswa tampaknya masih berada pada tahap pengetahuan
dasar/melek (literasi) teknologi. Ada kebutuhan yang
mendesak untuk membangun pemahaman guru dan kepala
sekolah tentang potensi TIK dalam pembelajaran. TIK dapat
secara lebih luas mendukung keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran dan pengembangan keterampilan
abad 21 seperti kreativitas, pemecahan masalah, menjadi
pembelajar mandiri dan kolaboratif.
2-3 kali seminggu
Setiap minggu
Setiap Bulan
Kurang dr 1 x sebulan
Tidak Pernah
Siswa dan guru mengatakan bahwa pelajaran komputer,
sebagai mata pelajaran wajib, diberikan seminggu sekali. Pada
dasarnya difokuskan pada proses-proses komputer dasar,
terutama penggunaan Word, Excel dan Power Point; bukan pada
program-program yang lebih kreatif. Hampir 73% siswa tidak
memiliki akses Internet di sekolah. Banyak siswa menyatakan
bahwa mereka memiliki laptop atau ponsel, tetapi ini dilarang
untuk digunakan di sekolah.
3. Bagaimana infrastruktur, perencanaan dan dana yang
tersedia untuk TIK di Papua?
Di daerah terpencil, akses terhadap telepon dan Internet
sangat terbatas
Hanya 30% area yang teraliri listrik, di daerah kota pun daya
listrik tidak stabil
Guru dan kepala sekolah menggunakan berbagai jenis TIK di
sekolah lebih sering daripada siswa. Sekitar 70% penggunaan
TIK oleh guru adalah untuk kepentingan administrasi, seperti
penilaian dan pembuatan laporan untuk orang tua siswa atau
persiapan kurikulum, tapi belum banyak untuk proses mengajar
dan belajar di kelas. Kepala sekolah menggunakan laptop dan
komputer lebih sering ketimbang guru. Penggunaan Internet
tidak terlalu tinggi, digunakan hanya oleh 27% guru dan kepala
sekolah. Penggunaan email lebih umum di kalangan kepala
sekolah (22%). Komputer tablet jarang digunakan baik oleh
kepala sekolah maupun guru.
68% sekolah menghabiskan kurang dari Rp 20.000.000 untuk
TIK, umumnya untuk biaya listrik, perawatan, atau Internet
Sekolah tidak memiliki rencana lengkap terkait pengadaan TIK
Di lokasi perkotaan atau pinggiran kota, infrastruktur
telekomunikasi yang mendukung TIK adalah satelit untuk
telepon/Internet, radio dan TV. Di tempat-tempat terpencil,
akses terhadap telepon dan Internet masih terbatas (jika ada).
Program Palapa Ring Timur yang menanam kabel serat optik
dan direncanakan beroperasi pada tahun 2015, diharapkan
dapat meningkatkan sistem telekomunikasi di Jayapura,
Merauke, Sarmi, Biak, Timika, Supiori dan Sentani. Diharapkan
akan ada lebih banyak satelit bergerak dan menjangkau
Nabire, Lanny Jaya dan Keerom, untuk lebih meningkatkan
pelayanan. Peningkatan kondisi untuk lokasi terpencil, minimal
dapat diantisipasi melalui inovasi seperti ‘Telco in a Box’ yang
menawarkan solusi potensial.
4
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Keberadaan para praktisi yang didukung pemerintah lokal
cukup bermanfaat
Pembelajaran TIK dalam program pendidikan guru di KPG dan
Universitas juga sangat minim
Peranan KPG/Universitas dalam program pengembangan
profesi di bidang TIK pun masih rendah
Program pengembangan profesi sangat penting untuk
meningkatkan penggunaan TIK dalam rangka membangun
keterampilan pedagogis dalam proses belajar dan mengajar.
Survei dan FGD menunjukkan bahwa pengembangan profesi
terkait TIK yang efektif tidak banyak dilakukan. Hanya beberapa
sekolah saja yang mempunyai rencana pengembangan profesi
terkait TIK. Beberapa kepala sekolah beranggapan bahwa
perencanaan pengembangan profesi merupakan tanggung
jawab pemerintah. Sebagian besar pengembangan profesi
terkait TIK dilakukan dengan belajar sendiri atau belajar
dari teman sejawat. Hanya sedikit pengembangan profesi
terkait TIK di sekolah/kabupaten/distrik yang terdentifikasi.
Pernah ada sejumlah jejaring komunitas yang terdiri dari para
praktisi berbasis mata pelajaran yang mendapat bantuan
dari pemerintah kabupaten. Tim juga menemukan bahwa
kelompok- kelompok ini bertemu secara rutin untuk membahas
berbagai masalah, yang salah satunya adalah TIK.
Foto: ACER
Ada banyak tantangan terkait ketersediaan daya listrik di
Papua; hanya 30% area yang teraliri listrik, sementara baik di
kota maupun di pinggiran, daya listrik tidak stabil. 78% sekolah
dasar dan 8% sekolah menengah pertama, masih bergantung
pada generator diesel, terutama untuk malam hari. Studi ini
menggarisbawahi bahwa peningkatan kualitas pendidikan
di daerah terpencil sangat bergantung pada kemampuan
mengatasi tantangan yang ada yakni dengan melakukan
investasi pada pengadaan listrik melalui panel surya, angin,
geothermal (panas bumi), mini-hydro dan proses-proses hybrid.
Cukup mengejutkan bahwa dalam program pendidikan
guru yang fokus pada TIK di universitas dan KPG fokusnya
sangatlah minim. Peranan kedua lembaga ini dalam
program pelatihan TIK juga minim, di mana infrastruktur
TIK mereka pun serba terbatas.
BIAYA DAN PENDANAAN
4. Terkait pertimbangan mengenai pendanaan untuk TIK,
sepertiga sampai setengah dari sekolah mengungkapkan
bahwa pendanaan TIK diperoleh dari block grant Pemerintah
Indonesia (Pusat), hibah Pemerintah Provinsi Papua, dana
kabupaten, bantuan dana yayasan (11%) dan kontribusi orang
tua (25%).
6. Apa dampak TIK pada pembelajaran siswa dan guru?
Hampir semua orang menilai TIK bermanfaat untuk
pembelajaran sendiri
Berkaitan dengan dana yang digunakan untuk TIK, 68%
sekolah membelanjakan uang di bawah Rp. 20.000.000,- dan
13% menghabiskan dana antara Rp. 20.000.000,- hingga
Rp. 40.000.000,-. Setengah dari jumlah sekolah tersebut
mengungkapkan bahwa sekolah mengeluarkan biaya
cukup besar untuk listrik. Sementara hampir seperempat
mengungkapkan bahwa sekolah mengeluarkan biaya yang
cukup besar untuk sewa dan pemeliharaan Internet. Hanya 8%
sekolah yang mengeluarkan uang cukup besar untuk membeli
peralatan baru, 18% lainnya mengeluarkan biaya untuk
mengganti peralatan.
90% kepala sekolah dan guru paham tentang manfaat TIK
untuk pembelajaran siswa
20-30% kepala sekolah dan guru menganggap bahwa TIK sulit
dimengerti
47% guru dan 21% kepala sekolah merasa dirinya mampu
atau sangat mampu dalam keterampilan TIK
80% kepala sekolah di daerah terpencil dan 50% guru merasa
kemampuannya dalam menguasai TIK rendah
Guru menggunakan TIK di dalam kelas masih pada tingkat
penguasaan teknologi yang paling dasar
Hanya beberapa sekolah yang mempunyai rencana pembelian
TIK yang rinci, selebihnya hanya membeli 1-2 item (atau tidak
sama sekali) sesuai yang disyaratkan BOS.
Siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua menganggap TIK
penting untuk pembelajaran mereka. Sekitar 96% dari kepala
sekolah dan guru meyakini TIK dapat membantu mereka untuk
belajar. Para siswa yang memiliki akses ke TIK (sekitar 71%)
juga percaya bahwa TIK membantu proses belajar mereka
(meskipun banyak siswa yang mengatakan penggunaan TIK
di sekolah sangat minim). Seperti ditunjukkan dalam tabel,
lebih dari 90% dari kepala sekolah dan guru menunjukkan
bahwa mereka percaya pada manfaat penggunaan TIK untuk
pembelajaran siswa dalam hal peningkatan pengetahuan,
kolaborasi, kreativitas dan komunikasi.
5. Program pengembangan profesional apa yang tersedia
untuk TIK?
Hanya sedikit sekolah yang mempunyai
pengembangan profesi guru untuk menguasai TIK
rencana
Umumnya pengembangan profesi guru untuk TIK merupakan
inisitaif pribadi, seperti belajar bersama teman sejawat
Program peningkatan kapasitas TIK di sekolah/kecamatan/
kabupaten masih minim
5
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Kurang lebih 20%-30% guru dan kepala sekolah menganggap
bahwa TIK sulit dipahami dan membuat mereka frustrasi.
Namun 95% percaya bahwa mereka perlu meningkatkan
keterampilan sendiri terlebih dahulu sebelum mengizinkan
penggunaan TIK. Hanya sekitar 47% guru dan 21% kepala
sekolah yang menilai bahwa mereka mampu atau sangat
mampu dalam hal keterampilan TIK. Sekitar 75% kepala sekolah
mengatakan mereka ‘sama sekali tidak mampu’, sementara
terdapat 41% guru yang mengakui bahwa mereka tidak
mampu. Guru laki-laki, guru muda dan kepala sekolah menilai
diri mereka lebih mampu daripada yang lain, namun kondisi di
setiap lokasi berbeda. Lebih dari 80% kepala sekolah di lokasi
terpencil memberikan penilaian diri rendah, seperti halnya 50%
dari guru.
Frekuensi Kepala Sekolah/Guru
dalam Menggunakan TIK
KKepala Sekolah
Jumlah=220
Guru
Jumlah=1.505
Sangat
Setuju
%
Setuju
%
Sangat
Setuju
%
Setuju
%
Menurut saya komputer
menolong siswa untuk
bekerja secara kolaboratif
34,1
54,1
35,2
54,9
Menurut saya komputer
mendorong siswa untuk
mengembangkan
keterampilan komunikasi
yang baik
36,8
54,5
41,2
50,8
Menurut saya penggunaan
TIK dapat mengembangkan
kreativitas siswa
44,1
50,0
46,7
48,6
Menurut saya komputer
merupakan alat
yang penting untuk
pembelajaran
58,9
37,0
45,5
48,3
Memperhatikan Kerangka Kerja Kompetensi TIK untuk Guru
UNESCO (2011), seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
sebagian besar guru sepertinya hanya menggunakan
komputer dengan kemampuan teknologi pada tingkat
dasar, dan belum menggunakannya untuk memperdalam
pengetahuan, mendukung kelompok kerja kolaboratif dan
memecahkan masalah atau penciptaan pengetahuan di
mana siswa terlibat dalam proses belajar mandiri.
Implikasi Kebijakan dan Langkah ke Depan
Terdapat beberapa implikasi kebijakan pada tingkat nasional/provinsi, kabupaten dan sekolah ke depan, seperti diuraikan sebagai
berikut:
Implikasi Kebijakan
Langkah ke Depan
Di tingkat nasional dan provinsi, prioritasnya meliputi:
Mengembangkan rencana lintas Kementerian dan / atau
lintas kebijakan (misalnya menyusun Peraturan Bersama
antar kementerian terkait) termasuk dalam hal pendanaan
untuk meningkatkan infrastruktur telekomunikasi dan
sumber daya listrik, agar semua lokasi di Papua memiliki
akses pada layanan-layanan tersebut. Hal ini pada akhirnya
diharapkan akan meningkatkan konektivitas Internet
secara umum dan memberikan akses yang lebih mudah
pada bahan-bahan pembelajaran berbasis web ke sekolah
terpencil.
Pada tingkat yang lebih luas, sangat penting untuk ada
solusi bagi sumber daya listrik secara berkelanjutan serta
peningkatan infrastruktur telekomunikasi. Hal ini termasuk
menciptakan inovasi yang dapat diterapkan di lokasi-lokasi terpencil dengan menggunakan sekolah sebagai focal
point untuk memberikan manfaat-manfaat yang terkait
dengan masyarakat, misalnya kesehatan dan perawatan
anak.
Sangat memerlukan adanya pendekatan yang sistematis,
terkoordinir dan berkelanjutan untuk pengembangan TIK
di Papua. Ini harus meliputi peningkatan berbagai kuantitas peralatan, tersedianya koordinator khusus TIK di kabupaten, serta dukungan teknis dan monitoring yang baik.
Proses ini perlu melibatkan jajaran provinsi, kabupaten, kecamatan dan sekolah, dengan perencanaan yang terpadu
dan dengan sumber daya serta waktu yang cukup untuk
memastikan program ini dapat bertahan dan berjalan terus di masa depan.
Negosiasi dengan berbagai penyandang dana untuk
memastikan tersedianya anggaran yang dibutuhkan dan
sesuai target. Hal ini akan memungkinkan pemerintah
Provinsi Papua untuk mengembangkan rencana jangka
panjang secara rinci, menguraikan dengan jelas subsidi;
baik untuk perangkat, dukungan teknis, pemeliharaan dan
pengembangan profesi serta proses untuk monitoring.
Menyusun rencana yang terkoordinasi dan membuat
strategi implementasi untuk pengadaan TIK di sekolahsekolah, termasuk berbagi peran yang jelas antar badanbadan di provinsi seperti BPP, LPTK, LPMP, kabupaten dan
sekolah-sekolah, dengan pendanaan yang cukup dan
berkelanjutan, serta pengawasan/monitoring yang baik.
Meneruskan subsidi yang ada atau yang sedang berjalan,
untuk membeli peralatan TIK sesuai pilihan pemerintah
perlu ditindaklanjuti. Hal ini akan memungkinkan semua
sekolah membeli berbagai perangkat digital (misalnya laptop, ultra-portabel, tablet, teknologi telepon selular dll),
yang dapat digunakan untuk untuk siswa dan guru.
Mempertimbangkan
kembali
kebijakan
tentang
penyediaan peralatan TIK dan memastikan ada tanggung
jawab formal yang terurai jelas, menggunakan subsidi
dengan komitmen pendanaan dan perencanaan dan
monitoring yang lebih integratif.
6
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Implikasi Kebijakan
Langkah ke Depan
Menyusun dan melaksanakan rencana pengembangan
profesi TIK yang terkoordinir dengan mengacu pada
nasehat/masukan dari pakar/ahli untuk fokus pada
pedagogi yang relevan dan mengintegrasikan TIK ke dalam
mata pelajaran, termasuk ada sesi gabungan dengan
para spesialis. Selanjutnya, membangun jejaring praktisi
di tingkat sekolah dan kabupaten, dengan melibatkan
asosiasi profesi untuk mendukung pengembangan profesi
melalui pembelajaran antar sesama praktisi.
Perlu menciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi
(mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan
semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala
sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan
pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan
guru, dimana keterampilan ini perlu diintegrasikan dengan
kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah
harus menjadi bagian dari kegiatan ini. LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi perlu membangun suatu pendekatan yang terpadu dengan menunjuk seorang koordinator
TIK di tingkat kabupaten.
Meninjau ulang pengembangan profesi TIK dan memberi
penekanan yang lebih besar pada upaya membangun
pemahaman kepada semua kepala sekolah serta guru
tentang potensi TIK untuk mengembangkan keterampilan
abad ke-21. Aspek ini mencakup keterampilan memecahkan
masalah, kolaborasi, kreativitas dan belajar mandiri.
Pada tingkat kabupaten, prioritas untuk TIK yang
berkelanjutan berkaitan dengan:
Mendukung dan memperkuat TIK tingkat kabupaten
dengan melibatkan para pemimpin jejaring dan antar
praktisi, serta mendorong sekolah untuk membentuk
kelompok/gugus. Perlu ada waktu khusus untuk
membentuk jejaring para praktisi antar sekolah dan untuk
bertemu secara teratur. Secara formal dan informal mereka
dapat saling mendukung dalam peningkatan keterampilan
TIK dan pengembangan pengetahuan.
Perlu menciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi
(mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan
semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala
sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan
pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan
guru, dimana keterampilan ini perlu diintegrasikan dengan
kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah
harus menjadi bagian dari kegiatan ini. LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi perlu membangun suatu pendekatan yang terpadu dengan menunjuk seorang koordinator
TIK di tingkat kabupaten.
Menyusun program pengembangan profesi bagi guru
perempuan dan pemimpin perempuan, serta untuk staf
yang lebih dewasa dan bagi mereka yang tinggal di daerah
terpencil untuk meningkatkan keterampilan TIK.
Mengembangkan rencana terkoordinir dan menerapkan
strategi untuk peningkatan pemanfaatan TIK di sekolahsekolah, termasuk membagi peran dan tanggung jawab
yang jelas antara LPTK, LPMP, kabupaten dan sekolahsekolah, ada dukungan dana yang cukup dan pengawasan
yang baik.
Perlunya perencanaan dan pelaksanaan program persiapan yang fleksibel bagi mahasiswa calon guru di universitas dan KPG. Hal ini sangat penting demi keberhasilan
integrasi TIK ke dalam kurikulum, sesuai dengan harapan
Kurikulum 2013. Harus ada dana untuk universitas dan KPG
untuk memperoleh fasilitas dan memiliki staf yang fokus
pada integrasi TIK dan isu-isu pedagogis
Foto: ACER
Foto: ACER
7
ACDPINDONESIA
Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership
Implikasi Kebijakan
Langkah ke Depan
Pada tingkat sekolah, prioritas untuk TIK yang berhasil
dan berkelanjutan berkaitan dengan:
Membangun jejaring antar praktisi di sekolah yang bertemu secara berkala dengan guru, untuk saling mendukung dalam meningkatkan keterampilan TIK dan
mengembangkan pengetahuan. Pertemuan rutin ini juga
dapat dimanfaatkan untuk berbagi pendekatan pedagogi yang dapat meningkatkan keterampilan siswa sebagai
pembelajar mandiri dan pembangun pengetahuan.
Perlu diciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi
(mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan
semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala
sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan
pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan
guru, dimana keterampilan ini perlu terintegrasi dengan
kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah
harus menjadi bagian dari kegiatan ini.
Menyusun rencana sekolah yang membangun budaya TIK
yang positif, disertai strategi pelaksanaan, dan didukung
ketersediaan dana dan pengawasan untuk memastikan
keberhasilannya.
Anggaran sekolah harus tersedia untuk TIK. Ini termasuk
biaya yang berkaitan dengan; infrastruktur jaringan (eksternal dan internal untuk sekolah), perangkat digital, pelatihan dan pembelajaran profesi, berbagi praktek pengajaran yang baik, dukungan teknis dan pemeliharaan serta
adanya sarana untuk keselamatan dan keamanan.
Foto: ACER
ACDP
Pemerintah Republik Indonesia (yang diwakili oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS), Pemerintah Australia melalui
Australian Aid, Uni Eropa (UE), dan Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank/ADB) telah membentuk Kemitraan Pengembangan
Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (Education Sector Analytical and
Capacity Development Partnership/ACDP). ACDP adalah fasilitas untuk
mendorong dialog kebijakan dan memfasilitasi reformasi kelembagaan dan
organisasi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan untuk mengurangi
kesenjangan kinerja pendidikan. Fasilitas ini merupakan bagian integral
dari Program Pendukung Sektor Pendidikan (Education Sector Support
Program/ESSP). Dukungan UE terhadap ESSP juga termasuk dukungan
anggaran sektor dan program pengembangan kapasitas tentang Standar
Pelayanan Minimum. Dukungan Pemerintah Australia adalah melalui
Kemitraan Pendidikan Australia dengan Indonesia. Policy Brief ini disiapkan
dengan dukungan hibah dari AusAid dan Uni Eropa melalui ACDP.
Risalah Kebijakan ini disusun melalui studi yang didukung oleh ACDP.
Evaluasi TIK Bidang Pendidikan di Papua (ACDP 045), dilaksanakan pada
tahun 2014 dan 2015. Studi ini diselenggarakan oleh Australian Council for
Educational Research (ACER), University of The Sunshine Coast (USC) dan
Willi Toisuta & Associates (WTA) atas nama Cambridge Education.
Sekretariat ACDP Indonesia
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG)
Gedung E, Lantai 19
Jl. Jenderal Sudirman, Senayan,
Jakarta 10270
Tel. : (021) 578-51100
Fax: (021) 578-51101
Email : [email protected]
Website : www.acdp-indonesia.org
8
Download