ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Risalah Kebijakan Agustus 2015 Evaluasi TIK Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Sangat diperlukannya pendekatan yang terkoordinasi dan berkelanjutan dalam hal perencanaan TIK dan implementasinya. Pengalokasian dana sekolah perlu memperhitungkan penyediaan, pemeliharaan dan penggantian berbagai perangkat TIK; biaya Internet; serta pelatihan praktis. Mendesaknya solusi bagi penyediaan tenaga listrik dan infrastruktur komunikasi. Saat ini pelatihan profesional untuk meningkatkan pemanfaatan TIK dalam proses belajar-mengajar - dan bukan hanya untuk keperluan-keperluan administratif di seluruh jenjang pendidikan masih sangat sedikit. Perlunya dibuka akses yang lebih besar terhadap perolehan berbagai piranti lunak dan kesempatankesempatan untuk memanfaatkan TIK. Foto: ACER Minimnya (dan sangat sederhananya) pemanfaatan TIK di sekolah, terlepas telah terdapat sejumlah praktik yang baik di beberapa sekolah. 1 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership LATAR BELAKANG Sebuah tahapan tambahan dalam kerangka kerja kompetensi ala UNESCO tersebut adalah tentang Berbagi Pengetahuan, yang melibatkan peserta didik dan kreativitas dalam belajar. Provinsi Papua berada di ujung Timur Indonesia dan berpenduduk sekitar 3 juta jiwa. Mayoritas penduduknya tinggal di lebih dari 3000 kampung yang tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi terpencil, rawa dan daerah pesisir. Papua mempunyai sedikit jalan raya yang memadai, dengan infrastruktur telekomunikasi dan tenaga listrik yang serba terbatas. Tingkat kemiskinan dan angka buta huruf di Papua masih tergolong tinggi. Persoalan pokok pendidikan dasar adalah anak rentan tidak bersekolah. Hasil ujian nasional (UN) di Provinsi Papua adalah yang terendah di Indonesia. Tentang Studi ACDP Evaluasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang Pendidikan di Provinsi Papua merupakan penelitian berskala besar yang difasilitasi oleh ACDP Indonesia. Tujuan utamanya adalah: Untuk mengukur efektivitas TV Edukasi dan program TIK lainnya di Papua dan menemukan dampaknya pada hasil belajar anakanak sekolah dan pembelajar dewasa. Penggunaan TIK diakui sebagai strategi penting untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan dan kualitas kehidupan di Papua secara umum. Visi pengembangan TIK dalam beberapa tahun terakhir pun semakin terfokus pada upaya untuk memastikan adanya interkoneksi jaringan Internet yang terintegrasi di seluruh provinsi, kabupaten dan sekolah. Untuk mewujudkan visi tersebut, Papua membutuhkan serat optik nirkabel berpita lebar (fiber optic wireless broadband) dengan bandwidth yang tinggi, yang tersedia di wilayah-wilayah, mudah diakses, atau terdapat satelit dengan bandwidth rendah yang beroperasi di tempat-tempat yang sulit terjangkau. Selain itu ada sejumlah aspek penting dari visi dan strategi TIK dalam pendidikan di Papua. Yakni antara lain aspek pembentukan Pusat TIK berbasis gugus ada pembelajaran digital; pengembangan profesi guru di sekolah-sekolah; serta penguatan kapasitas TIK untuk meningkatkan pengelolaan data dan sistem informasi pendidikan. Sementara untuk lokasi yang lebih terpencil, pendirian sekolah dasar kecil di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan penyediaan program televisi yang berkualitas, amatlah penting dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pencapaian visi pendidikan Papua. Untuk membuat rekomendasi bagi perencanaan TIK di Bidang Pendidikan di Provinsi Papua ke depan. Studi ini mencakup tiga komponen utama, yaitu infrastruktur telekomunikasi dan sumber energi; program TIK dan implementasinya; dan berbagai dampak TIK pada pembelajaran siswa dan orang dewasa. Program TIK yang menjadi fokus dalam studi ini meliputi TV-Edukasi, Portal Rumah Belajar, School Net / Jardiknas, Pusat TIK dan programprogram berbasis lokal; TIK untuk pendidikan non-formal dan Jaringan Pendidikan Asia Tenggara (SEA Edu-Net), selain program-program TIK lainnya yang juga menjadi fokus. Untuk kepentingan studi ini, TIK yang dimaksud mencakup radio, televisi, telepon seluler, komputer, laptop, tablet, perangkat keras jaringan dan piranti lunak, juga sistem satelit dan Internet. Metode penelitian ini mencakup pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif, survei, wawancara/FGD dan studi kasus: 220 sekolah di 8 kabupaten 107 SD dan 113 SMP 75% dari sekolah dengan program TIK, 25% sekolah non-TIK Pendekatan baru pedagogis dalam menyelenggarakan pendidikan telah mendasari visi Papua untuk menggunakan TIK dalam kegiatan pendidikannya. Peningkatan kapasitas guru bukan hanya sekedar dalam hal membangun kompetensi TIK, tetapi fokus pada bagaimana guru dapat menggunakan berbagai jenis pendekatan pedagogis yang dapat membantu siswa untuk belajar secara kolaboratif, memecahkan masalah, menjadi murid kreatif dalam mempersiapkan diri sebagai warga abad ke-21 dan siap masuki dunia kerja. UNESCO ICT Competency Framework for Teachers (2011) menjelaskan tiga fase utama yakni: Survei terhadap 220 kepala sekolah, 1.505 guru dan 3.127 siswa Wawancara/FGD di 12 sekolah di 4 kabupaten dengan melibatkan kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua Wawancara dengan perwakilan-perwakilan dari universitas, KPG, dinas pendidikan, perwakilan perusahaan telekomunikasi, lembaga pelatihan, BPP Studi kasus di Jayapura, Keerom, Merauke dan Nabire. Melek Teknologi: memungkinkan siswa untuk mampu menggunakan TIK untuk belajar secara efisien. Pendalaman pengetahuan: membangun keterampilan siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dan menerapkannya dalam mengatasi masalah-masalah nyata. Penciptaan pengetahuan: menciptakan pengetahuan baru untuk membangun masyarakat yang makmur dan sejahtera, baik sebagai warga negara maupun pekerja. Kerangka Kerja Kompetensi TIK Indonesia untuk Guru (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012) diadaptasi dari model UNESCO, difokuskan pada guru sebagai pendidik global, yang terhubung secara digital serta mampu mengakses pengetahuan dan sumber-sumber pembelajaran yang beragam. Foto: ACER 2 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership TEMUAN-TEMUAN UTAMA DALAM STUDI INI menyediakan sumber bahan ajar tambahan, menyediakan informasi tentang ujian nasional dan teknik-tehnik pengajaran yang baku. Bahan-bahan dari TV-E adalah yang paling sering digunakan ketika guru tidak hadir. Terdapat beberapa keluhan yang disampaikan tentang TV-Edukasi, yaitu rusaknya atau tidak layaknya beberapa jenis peralatan (misalnya layar terlalu kecil ketika murid menggunakan secara berkelompok), tidak ada listrik, perbedaan zona waktu 2 jam antara Jakarta dan Papua, serta bahan-bahan yang tidak sesuai dengan konteks budaya Papua. 1. Peralatan TV-E atau peralatan lain yang tersedia. Bagaimana peralatan ini digunakan dan sejauh apa peralatan ini bermanfaat untuk belajar dan mengajar? Dua saluran TV: untuk siswa dan untuk guru Perlengkapan TV-E & Pengembangan Profesi bagi 1.135 sekolah Peranan Pustekkom sebagai Pusat TIK Nasional TV-E (termasuk CD) digunakan oleh 30%-40% responden 2. Terdapat sejumlah hal yang perlu perhatian tentang masa depan materi pendidikan berbasis TV di era media online yang lebih menarik dan berkualitas tinggi, yang tersedia kapan saja, di mana saja dan bisa secara efektif memenuhi kebutuhan dan rasa tertarik siswa. Materi pertanyaan berbasis TV di era online Pusat TIK dan masalah terkait pengadaan Internet adalah biaya operasional TV-Edukasi dan program TIK lainnya telah diperkenalkan di sekolah-sekolah di Papua untuk memfasilitasi pendidikan dan pengelolaan keuangan di sekolah, mengembangkan pengetahuan dan mendorong pemberdayaan siswa yang tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Mengenai program TIK lainnya, sekitar 10% responden dapat mengakses Portal Rumah Belajar dan SEA Edunet, sementara 20% lainnya memanfaatkan School Net, Jardiknas dan Pusat TIK. Enam puluh Pusat TIK, bersama beberapa laboratorium mini dan ruang di sekolah dasar, telah berdiri. Sekolah dilengkapi dengan sejumlah komputer, laptop dan jaringan DSL, kadang-kadang dengan dukungan VSAT dan sumber tenaga listrik. Meski penggunaannya relatif rendah, mereka yang mengakses memberikan tanggapan positif tentang manfaat Akademis layanan tersebut. Pusat TIK menyediakan program-program 24% pengembangan profesi bagi guru dan kepala sekolah, serta menyediakan sumber materi pembelajaran baru, yang dapat diakses secara online. Ada banyak sekolah prihatin tentang tidak adanya akses Internet, akses Internet yang tidak selalu ada, atau akses Internet yang lambat. Biaya Internet yang mahal jika mengakses dari provider swasta, juga menjadi masalah Administratif tersendiri. TV-Edukasi (program nasional yang milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) menyediakan 2 saluran untuk tujuan pendidikan. Saluran 1 untuk siswa dan Saluran 2 untuk guru. Papua mempunyai 1.135 sekolah yang menerima perangkat seperti pesawat TV, alat penerima TV, pemutar DVD dan generator/panel surya, antena parabola secara acak. Program pelatihan Foto: tve.kemdikbud.go.id diberikan kepada sekitar 1.500 guru melalui Pusat TIK BPP (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua). Program ini mendapatkan tanggapan yang positif. CD/DVD berisi materi pembelajaran matematika, Bahasa Indonesia, biologi/fisika dan ilmu pengetahuan alam juga dibagikan ke sekolah. Layanan TV-Edukasi di Papua, terhenti pada tahun 2012. 32% Jenis TIK lain apa yang digunakan untuk mengajar dan belajar? Sekolah memiliki kurang dari 5 komputer; 50% sekolah hanya memiliki 1-2 komputer TIK merupakan mata pelajaran wajib, tapi 75% siswa tidak memiliki akses terhadap komputer; kondisi di antara kabupaten berbeda Hanya 20% siswa yang menggunakan komputer paling sedikit setiap minggu Pustekkom, Pusat TIK nasional (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) di Jakarta, bertanggung jawab untuk menyediakan layanan mengajar dan belajar online (misalnya Portal Rumah Belajar), untuk program pelatihan, dan untuk menghubungkan sekolah ke Internet melalui Jardiknas dan School Net. 73% siswa tidak memiliki akses terhadap Internet di sekolah 70% komputer milik guru digunakan untuk administrasi, bukan untuk keperluan TIK di kelas yang mendukung keterampilan belajar abad 21. Pemahaman tentang TIK juga sangat minim. Saluran TV-Edukasi dan CD/DVD sungguh bermanfaat bagi orang-orang yang mengaksesnya. 30-40% dari responden menggunakan kurang dari satu kali dalam seminggu. Hampir setengah dari responden kepala sekolah bahkan mengatakan tidak pernah menggunakan fasilitas tersebut. Ada berbagai TIK lainnya yang digunakan di sekolah-sekolah untuk mengajar dan belajar, atau untuk keperluan administrasi, yaitu; komputer, laptop, proyektor LCD, kamera digital, dan berbagai jenis piranti lunak. Umumnya, sekolah yang disurvei memiliki kurang dari lima komputer; sekitar 50% hanya memiliki 1-2 jenis perangkat keras atau bahkan tidak sama sekali. Ada beberapa laptop, umumnya hanya satu atau dua unit per sekolah, dan tidak ada tablet. Sekitar 40% sekolah hanya memiliki satu atau dua proyektor LCD atau tidak ada LCD sama sekali. Materi yang paling sering dimanfaatkan dari TV-Edukasi adalah berita, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga, kesenian/tarian rakyat, matematika dan kuis-kuis, serta program pembelajaran Bahasa Inggris. Saluran 2 untuk guru 3 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Meskipun TIK umumnya telah menjadi mata pelajaran wajib, sekitar 75% siswa tidak pernah menggunakan komputer/laptop di ruang komputer atau dalam kegiatan belajar. Hanya sekitar 20% siswa yang menggunakannya, itu pun seminggu sekali. Frekuensi Kepala Sekolah/Guru dalam Menggunakan TIK Kepala Sekolah (jumlah = 218) Seperti tampak dalam tabel, beberapa kabupaten, seperti Supiori, Lanny Jaya dan Deiyai, nyaris tidak ada komputer atau laptop yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Penggunaan Komputer/Laptop pada Semua Mata Pelajaran di Kabupaten Setiap Hari Guru (jumlah = 1.500) Tidak pernah Setiap hari/2-3 kali seminggu (%) Tidak pernah 42,9 41,1 27,3 48,5 60,8 27,4 41,8 37,8 Komputer Tablet 10,3 88,3 11,4 82,6 Internet 27,1 55,0 28,2 56,3 Email 22,7 52,8 11,7 68,4 Setiap hari/2-3 kali seminggu (%) Komputer Laptop Pesan utama difokuskan pada akses yang lebih besar untuk siswa terhadap berbagai jenis perangkat keras dan lunak TIK dan peluang-peluang yang tersedia melalui pemanfaatan TIK. Pesan penting lainnya adalah memperkuat keterampilan pedagogis guru agar lebih paham akan potensi belajar siswa yang timbul akibat penggunaan TIK di kelas. Dalam rangka menyebarluaskan Kerangka Kerja Kompentensi TIK UNESCO untuk Guru (2011), seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, sebagian besar guru dan siswa tampaknya masih berada pada tahap pengetahuan dasar/melek (literasi) teknologi. Ada kebutuhan yang mendesak untuk membangun pemahaman guru dan kepala sekolah tentang potensi TIK dalam pembelajaran. TIK dapat secara lebih luas mendukung keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan pengembangan keterampilan abad 21 seperti kreativitas, pemecahan masalah, menjadi pembelajar mandiri dan kolaboratif. 2-3 kali seminggu Setiap minggu Setiap Bulan Kurang dr 1 x sebulan Tidak Pernah Siswa dan guru mengatakan bahwa pelajaran komputer, sebagai mata pelajaran wajib, diberikan seminggu sekali. Pada dasarnya difokuskan pada proses-proses komputer dasar, terutama penggunaan Word, Excel dan Power Point; bukan pada program-program yang lebih kreatif. Hampir 73% siswa tidak memiliki akses Internet di sekolah. Banyak siswa menyatakan bahwa mereka memiliki laptop atau ponsel, tetapi ini dilarang untuk digunakan di sekolah. 3. Bagaimana infrastruktur, perencanaan dan dana yang tersedia untuk TIK di Papua? Di daerah terpencil, akses terhadap telepon dan Internet sangat terbatas Hanya 30% area yang teraliri listrik, di daerah kota pun daya listrik tidak stabil Guru dan kepala sekolah menggunakan berbagai jenis TIK di sekolah lebih sering daripada siswa. Sekitar 70% penggunaan TIK oleh guru adalah untuk kepentingan administrasi, seperti penilaian dan pembuatan laporan untuk orang tua siswa atau persiapan kurikulum, tapi belum banyak untuk proses mengajar dan belajar di kelas. Kepala sekolah menggunakan laptop dan komputer lebih sering ketimbang guru. Penggunaan Internet tidak terlalu tinggi, digunakan hanya oleh 27% guru dan kepala sekolah. Penggunaan email lebih umum di kalangan kepala sekolah (22%). Komputer tablet jarang digunakan baik oleh kepala sekolah maupun guru. 68% sekolah menghabiskan kurang dari Rp 20.000.000 untuk TIK, umumnya untuk biaya listrik, perawatan, atau Internet Sekolah tidak memiliki rencana lengkap terkait pengadaan TIK Di lokasi perkotaan atau pinggiran kota, infrastruktur telekomunikasi yang mendukung TIK adalah satelit untuk telepon/Internet, radio dan TV. Di tempat-tempat terpencil, akses terhadap telepon dan Internet masih terbatas (jika ada). Program Palapa Ring Timur yang menanam kabel serat optik dan direncanakan beroperasi pada tahun 2015, diharapkan dapat meningkatkan sistem telekomunikasi di Jayapura, Merauke, Sarmi, Biak, Timika, Supiori dan Sentani. Diharapkan akan ada lebih banyak satelit bergerak dan menjangkau Nabire, Lanny Jaya dan Keerom, untuk lebih meningkatkan pelayanan. Peningkatan kondisi untuk lokasi terpencil, minimal dapat diantisipasi melalui inovasi seperti ‘Telco in a Box’ yang menawarkan solusi potensial. 4 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Keberadaan para praktisi yang didukung pemerintah lokal cukup bermanfaat Pembelajaran TIK dalam program pendidikan guru di KPG dan Universitas juga sangat minim Peranan KPG/Universitas dalam program pengembangan profesi di bidang TIK pun masih rendah Program pengembangan profesi sangat penting untuk meningkatkan penggunaan TIK dalam rangka membangun keterampilan pedagogis dalam proses belajar dan mengajar. Survei dan FGD menunjukkan bahwa pengembangan profesi terkait TIK yang efektif tidak banyak dilakukan. Hanya beberapa sekolah saja yang mempunyai rencana pengembangan profesi terkait TIK. Beberapa kepala sekolah beranggapan bahwa perencanaan pengembangan profesi merupakan tanggung jawab pemerintah. Sebagian besar pengembangan profesi terkait TIK dilakukan dengan belajar sendiri atau belajar dari teman sejawat. Hanya sedikit pengembangan profesi terkait TIK di sekolah/kabupaten/distrik yang terdentifikasi. Pernah ada sejumlah jejaring komunitas yang terdiri dari para praktisi berbasis mata pelajaran yang mendapat bantuan dari pemerintah kabupaten. Tim juga menemukan bahwa kelompok- kelompok ini bertemu secara rutin untuk membahas berbagai masalah, yang salah satunya adalah TIK. Foto: ACER Ada banyak tantangan terkait ketersediaan daya listrik di Papua; hanya 30% area yang teraliri listrik, sementara baik di kota maupun di pinggiran, daya listrik tidak stabil. 78% sekolah dasar dan 8% sekolah menengah pertama, masih bergantung pada generator diesel, terutama untuk malam hari. Studi ini menggarisbawahi bahwa peningkatan kualitas pendidikan di daerah terpencil sangat bergantung pada kemampuan mengatasi tantangan yang ada yakni dengan melakukan investasi pada pengadaan listrik melalui panel surya, angin, geothermal (panas bumi), mini-hydro dan proses-proses hybrid. Cukup mengejutkan bahwa dalam program pendidikan guru yang fokus pada TIK di universitas dan KPG fokusnya sangatlah minim. Peranan kedua lembaga ini dalam program pelatihan TIK juga minim, di mana infrastruktur TIK mereka pun serba terbatas. BIAYA DAN PENDANAAN 4. Terkait pertimbangan mengenai pendanaan untuk TIK, sepertiga sampai setengah dari sekolah mengungkapkan bahwa pendanaan TIK diperoleh dari block grant Pemerintah Indonesia (Pusat), hibah Pemerintah Provinsi Papua, dana kabupaten, bantuan dana yayasan (11%) dan kontribusi orang tua (25%). 6. Apa dampak TIK pada pembelajaran siswa dan guru? Hampir semua orang menilai TIK bermanfaat untuk pembelajaran sendiri Berkaitan dengan dana yang digunakan untuk TIK, 68% sekolah membelanjakan uang di bawah Rp. 20.000.000,- dan 13% menghabiskan dana antara Rp. 20.000.000,- hingga Rp. 40.000.000,-. Setengah dari jumlah sekolah tersebut mengungkapkan bahwa sekolah mengeluarkan biaya cukup besar untuk listrik. Sementara hampir seperempat mengungkapkan bahwa sekolah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sewa dan pemeliharaan Internet. Hanya 8% sekolah yang mengeluarkan uang cukup besar untuk membeli peralatan baru, 18% lainnya mengeluarkan biaya untuk mengganti peralatan. 90% kepala sekolah dan guru paham tentang manfaat TIK untuk pembelajaran siswa 20-30% kepala sekolah dan guru menganggap bahwa TIK sulit dimengerti 47% guru dan 21% kepala sekolah merasa dirinya mampu atau sangat mampu dalam keterampilan TIK 80% kepala sekolah di daerah terpencil dan 50% guru merasa kemampuannya dalam menguasai TIK rendah Guru menggunakan TIK di dalam kelas masih pada tingkat penguasaan teknologi yang paling dasar Hanya beberapa sekolah yang mempunyai rencana pembelian TIK yang rinci, selebihnya hanya membeli 1-2 item (atau tidak sama sekali) sesuai yang disyaratkan BOS. Siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua menganggap TIK penting untuk pembelajaran mereka. Sekitar 96% dari kepala sekolah dan guru meyakini TIK dapat membantu mereka untuk belajar. Para siswa yang memiliki akses ke TIK (sekitar 71%) juga percaya bahwa TIK membantu proses belajar mereka (meskipun banyak siswa yang mengatakan penggunaan TIK di sekolah sangat minim). Seperti ditunjukkan dalam tabel, lebih dari 90% dari kepala sekolah dan guru menunjukkan bahwa mereka percaya pada manfaat penggunaan TIK untuk pembelajaran siswa dalam hal peningkatan pengetahuan, kolaborasi, kreativitas dan komunikasi. 5. Program pengembangan profesional apa yang tersedia untuk TIK? Hanya sedikit sekolah yang mempunyai pengembangan profesi guru untuk menguasai TIK rencana Umumnya pengembangan profesi guru untuk TIK merupakan inisitaif pribadi, seperti belajar bersama teman sejawat Program peningkatan kapasitas TIK di sekolah/kecamatan/ kabupaten masih minim 5 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Kurang lebih 20%-30% guru dan kepala sekolah menganggap bahwa TIK sulit dipahami dan membuat mereka frustrasi. Namun 95% percaya bahwa mereka perlu meningkatkan keterampilan sendiri terlebih dahulu sebelum mengizinkan penggunaan TIK. Hanya sekitar 47% guru dan 21% kepala sekolah yang menilai bahwa mereka mampu atau sangat mampu dalam hal keterampilan TIK. Sekitar 75% kepala sekolah mengatakan mereka ‘sama sekali tidak mampu’, sementara terdapat 41% guru yang mengakui bahwa mereka tidak mampu. Guru laki-laki, guru muda dan kepala sekolah menilai diri mereka lebih mampu daripada yang lain, namun kondisi di setiap lokasi berbeda. Lebih dari 80% kepala sekolah di lokasi terpencil memberikan penilaian diri rendah, seperti halnya 50% dari guru. Frekuensi Kepala Sekolah/Guru dalam Menggunakan TIK KKepala Sekolah Jumlah=220 Guru Jumlah=1.505 Sangat Setuju % Setuju % Sangat Setuju % Setuju % Menurut saya komputer menolong siswa untuk bekerja secara kolaboratif 34,1 54,1 35,2 54,9 Menurut saya komputer mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik 36,8 54,5 41,2 50,8 Menurut saya penggunaan TIK dapat mengembangkan kreativitas siswa 44,1 50,0 46,7 48,6 Menurut saya komputer merupakan alat yang penting untuk pembelajaran 58,9 37,0 45,5 48,3 Memperhatikan Kerangka Kerja Kompetensi TIK untuk Guru UNESCO (2011), seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar guru sepertinya hanya menggunakan komputer dengan kemampuan teknologi pada tingkat dasar, dan belum menggunakannya untuk memperdalam pengetahuan, mendukung kelompok kerja kolaboratif dan memecahkan masalah atau penciptaan pengetahuan di mana siswa terlibat dalam proses belajar mandiri. Implikasi Kebijakan dan Langkah ke Depan Terdapat beberapa implikasi kebijakan pada tingkat nasional/provinsi, kabupaten dan sekolah ke depan, seperti diuraikan sebagai berikut: Implikasi Kebijakan Langkah ke Depan Di tingkat nasional dan provinsi, prioritasnya meliputi: Mengembangkan rencana lintas Kementerian dan / atau lintas kebijakan (misalnya menyusun Peraturan Bersama antar kementerian terkait) termasuk dalam hal pendanaan untuk meningkatkan infrastruktur telekomunikasi dan sumber daya listrik, agar semua lokasi di Papua memiliki akses pada layanan-layanan tersebut. Hal ini pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan konektivitas Internet secara umum dan memberikan akses yang lebih mudah pada bahan-bahan pembelajaran berbasis web ke sekolah terpencil. Pada tingkat yang lebih luas, sangat penting untuk ada solusi bagi sumber daya listrik secara berkelanjutan serta peningkatan infrastruktur telekomunikasi. Hal ini termasuk menciptakan inovasi yang dapat diterapkan di lokasi-lokasi terpencil dengan menggunakan sekolah sebagai focal point untuk memberikan manfaat-manfaat yang terkait dengan masyarakat, misalnya kesehatan dan perawatan anak. Sangat memerlukan adanya pendekatan yang sistematis, terkoordinir dan berkelanjutan untuk pengembangan TIK di Papua. Ini harus meliputi peningkatan berbagai kuantitas peralatan, tersedianya koordinator khusus TIK di kabupaten, serta dukungan teknis dan monitoring yang baik. Proses ini perlu melibatkan jajaran provinsi, kabupaten, kecamatan dan sekolah, dengan perencanaan yang terpadu dan dengan sumber daya serta waktu yang cukup untuk memastikan program ini dapat bertahan dan berjalan terus di masa depan. Negosiasi dengan berbagai penyandang dana untuk memastikan tersedianya anggaran yang dibutuhkan dan sesuai target. Hal ini akan memungkinkan pemerintah Provinsi Papua untuk mengembangkan rencana jangka panjang secara rinci, menguraikan dengan jelas subsidi; baik untuk perangkat, dukungan teknis, pemeliharaan dan pengembangan profesi serta proses untuk monitoring. Menyusun rencana yang terkoordinasi dan membuat strategi implementasi untuk pengadaan TIK di sekolahsekolah, termasuk berbagi peran yang jelas antar badanbadan di provinsi seperti BPP, LPTK, LPMP, kabupaten dan sekolah-sekolah, dengan pendanaan yang cukup dan berkelanjutan, serta pengawasan/monitoring yang baik. Meneruskan subsidi yang ada atau yang sedang berjalan, untuk membeli peralatan TIK sesuai pilihan pemerintah perlu ditindaklanjuti. Hal ini akan memungkinkan semua sekolah membeli berbagai perangkat digital (misalnya laptop, ultra-portabel, tablet, teknologi telepon selular dll), yang dapat digunakan untuk untuk siswa dan guru. Mempertimbangkan kembali kebijakan tentang penyediaan peralatan TIK dan memastikan ada tanggung jawab formal yang terurai jelas, menggunakan subsidi dengan komitmen pendanaan dan perencanaan dan monitoring yang lebih integratif. 6 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Implikasi Kebijakan Langkah ke Depan Menyusun dan melaksanakan rencana pengembangan profesi TIK yang terkoordinir dengan mengacu pada nasehat/masukan dari pakar/ahli untuk fokus pada pedagogi yang relevan dan mengintegrasikan TIK ke dalam mata pelajaran, termasuk ada sesi gabungan dengan para spesialis. Selanjutnya, membangun jejaring praktisi di tingkat sekolah dan kabupaten, dengan melibatkan asosiasi profesi untuk mendukung pengembangan profesi melalui pembelajaran antar sesama praktisi. Perlu menciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi (mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan guru, dimana keterampilan ini perlu diintegrasikan dengan kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah harus menjadi bagian dari kegiatan ini. LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi perlu membangun suatu pendekatan yang terpadu dengan menunjuk seorang koordinator TIK di tingkat kabupaten. Meninjau ulang pengembangan profesi TIK dan memberi penekanan yang lebih besar pada upaya membangun pemahaman kepada semua kepala sekolah serta guru tentang potensi TIK untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21. Aspek ini mencakup keterampilan memecahkan masalah, kolaborasi, kreativitas dan belajar mandiri. Pada tingkat kabupaten, prioritas untuk TIK yang berkelanjutan berkaitan dengan: Mendukung dan memperkuat TIK tingkat kabupaten dengan melibatkan para pemimpin jejaring dan antar praktisi, serta mendorong sekolah untuk membentuk kelompok/gugus. Perlu ada waktu khusus untuk membentuk jejaring para praktisi antar sekolah dan untuk bertemu secara teratur. Secara formal dan informal mereka dapat saling mendukung dalam peningkatan keterampilan TIK dan pengembangan pengetahuan. Perlu menciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi (mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan guru, dimana keterampilan ini perlu diintegrasikan dengan kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah harus menjadi bagian dari kegiatan ini. LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi perlu membangun suatu pendekatan yang terpadu dengan menunjuk seorang koordinator TIK di tingkat kabupaten. Menyusun program pengembangan profesi bagi guru perempuan dan pemimpin perempuan, serta untuk staf yang lebih dewasa dan bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil untuk meningkatkan keterampilan TIK. Mengembangkan rencana terkoordinir dan menerapkan strategi untuk peningkatan pemanfaatan TIK di sekolahsekolah, termasuk membagi peran dan tanggung jawab yang jelas antara LPTK, LPMP, kabupaten dan sekolahsekolah, ada dukungan dana yang cukup dan pengawasan yang baik. Perlunya perencanaan dan pelaksanaan program persiapan yang fleksibel bagi mahasiswa calon guru di universitas dan KPG. Hal ini sangat penting demi keberhasilan integrasi TIK ke dalam kurikulum, sesuai dengan harapan Kurikulum 2013. Harus ada dana untuk universitas dan KPG untuk memperoleh fasilitas dan memiliki staf yang fokus pada integrasi TIK dan isu-isu pedagogis Foto: ACER Foto: ACER 7 ACDPINDONESIA Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership Implikasi Kebijakan Langkah ke Depan Pada tingkat sekolah, prioritas untuk TIK yang berhasil dan berkelanjutan berkaitan dengan: Membangun jejaring antar praktisi di sekolah yang bertemu secara berkala dengan guru, untuk saling mendukung dalam meningkatkan keterampilan TIK dan mengembangkan pengetahuan. Pertemuan rutin ini juga dapat dimanfaatkan untuk berbagi pendekatan pedagogi yang dapat meningkatkan keterampilan siswa sebagai pembelajar mandiri dan pembangun pengetahuan. Perlu diciptakan kebutuhan untuk pembelajaran profesi (mulai dari tingkat LPTK, sekolah, kabupaten dan provinsi) yang bertujuan untuk memperbaharui keterampilan semua guru dan kepala sekolah (terutama guru dan kepala sekolah perempuan, yang berusia lebih dewasa dan mereka yang berada di daerah terpencil), termasuk membangun keterampilan pedagogis. Dalam TIK, keterampilan pedagogis harus fokus bagi semua kepala sekolah dan guru, dimana keterampilan ini perlu terintegrasi dengan kurikulum yang bertujuan untuk membentuk pengetahuan dan meningkatkan keterampilan abad ke-21. Keterampilan seperti kreativitas siswa, kerja kelompok, pembelajaran yang lebih mendalam dan pemecahan masalah harus menjadi bagian dari kegiatan ini. Menyusun rencana sekolah yang membangun budaya TIK yang positif, disertai strategi pelaksanaan, dan didukung ketersediaan dana dan pengawasan untuk memastikan keberhasilannya. Anggaran sekolah harus tersedia untuk TIK. Ini termasuk biaya yang berkaitan dengan; infrastruktur jaringan (eksternal dan internal untuk sekolah), perangkat digital, pelatihan dan pembelajaran profesi, berbagi praktek pengajaran yang baik, dukungan teknis dan pemeliharaan serta adanya sarana untuk keselamatan dan keamanan. Foto: ACER ACDP Pemerintah Republik Indonesia (yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS), Pemerintah Australia melalui Australian Aid, Uni Eropa (UE), dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) telah membentuk Kemitraan Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership/ACDP). ACDP adalah fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan memfasilitasi reformasi kelembagaan dan organisasi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan untuk mengurangi kesenjangan kinerja pendidikan. Fasilitas ini merupakan bagian integral dari Program Pendukung Sektor Pendidikan (Education Sector Support Program/ESSP). Dukungan UE terhadap ESSP juga termasuk dukungan anggaran sektor dan program pengembangan kapasitas tentang Standar Pelayanan Minimum. Dukungan Pemerintah Australia adalah melalui Kemitraan Pendidikan Australia dengan Indonesia. Policy Brief ini disiapkan dengan dukungan hibah dari AusAid dan Uni Eropa melalui ACDP. Risalah Kebijakan ini disusun melalui studi yang didukung oleh ACDP. Evaluasi TIK Bidang Pendidikan di Papua (ACDP 045), dilaksanakan pada tahun 2014 dan 2015. Studi ini diselenggarakan oleh Australian Council for Educational Research (ACER), University of The Sunshine Coast (USC) dan Willi Toisuta & Associates (WTA) atas nama Cambridge Education. Sekretariat ACDP Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan (BALITBANG) Gedung E, Lantai 19 Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. : (021) 578-51100 Fax: (021) 578-51101 Email : [email protected] Website : www.acdp-indonesia.org 8