Aplikasi Pengkayaan Rotifera dengan Asam Amino Bebas

advertisement
APLIKASI PENGKAYAAN ROTIFERA
DENGAN ASAM AMINO BEBAS UNTUK LARVA KERAPU BEBEK
Cromileptes altivelis
TULAS APRILIA
SKRIPSI
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
APLIKASI PENGKAYAAN ROTIFERA DENGAN ASAM AMINO BEBAS
UNTUK LARVA KERAPU BEBEK Cro~tileptesnltivelis
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
TULAS APRILIA
C14103037
TULAS APRILIA. C14103037. Aplikasi Pengkayaan Rotifera dengan Asam
Amino Bebas untuk Larva Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Dibimbing oleh
DEDl JUSADI dan ING MOKOGINTA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rotifera
yang diperkaya dengan asam amino bebas glutamin dan taurin dalam menunjang
tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu bebek. Larva
dipelihara dalam bakJiberglass volume 500 L yang diisi air laut sampai ?4bagian
dengan kepadatan 10 ekor/L. Larva diberi pakan berupa rotifera yang sebelumnya
diberi perlakuan yang berbeda, yaitu: rotifera yang diperkaya tanpa glutamin dan
taurin (A), rotifera yang diperkaya dengan 0,5 g glutamin per 10 L media
pengkaya (B); dan rotifera yang diperkaya dengan 0,5 g taurin per 10 L media
pengkaya (C). Masing-masing perlakuan mempunyai 2 ulangan. Masing-masing
bahan pengkaya tersebut ditambah 0,25 g ragi roti, 0,1 g kuning telur, 0,5 ml
minyak ikan d m 200 ml air tawar, lalu diemulsikan dengan blender selama 3-5
menit. Rotifera diperkaya selama 2 jam lalu diberikan ke larva. Larva dipelihara
selama 16 hari dengan pemberian pakan 2 kali sehari sekitar pukul08.00 WIB dan
pukul 14.00 WIB. Satu jam setelah pemberian pakan dilakukan pengamatan
terhadap jumlah rotifera dalanl saluran pencemaan larva ikan. Pada hari ke-17
dilakukan panen, penghitungan jumlah akhir larva untuk menentukan tingkat
kelangsungan hidup larva, dan pengukuran panjang total larva.
Hasil pengamatan jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva, terlihat
adanya peningkatan jumlah rotifera yang dikonsumsi larva, baik pada pagi
maupun siang hari. Sejak D3-D16, jumlah rata-rata rotifera yang dikonsumsi larva
pada perlakuan B dan C lebih banyak dibanding perlakuan A. Selain itu juga
terlihat bahwa konsumsi rotifera oleh larva cendemng lebih banyak pada siang
hari dibanding pada pagi hari. Kelangsungan hidup larva pada perlakuan A adalah
sebesar 13,011,7%, perlakuan B sebesar 19,2&2,3%, dan perlakuan C sebesar
24,5*1,2%. Pengkayaan rotifera dengan 0,s g taurin dan 0,s g glutamin
menghasilkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan A. Nilai rata-rata panjang akhir larva pada perlakuan A adalah 5,010,2
mm, perlakuan B adalah 5,310,l mm, sedang perlakuan C adalah 5,5*0,2 mm.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa ketiga perlakuan tidak memberikan hasil yang
berbeda nyata pada panjang rata-rata larva kerapu bebek di akhir pemeliharaan
@>0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengkayaan
rotifera dengan menggunakan asam amino bebas glutamin atau tawin dapat
meningkatkan kelangsungan hidup larva kerapu bebek. Namun, memiliki
pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan larva.
APLIKASI PENGKAYAAN ROTIFERA
DENGAN ASAM AMINO BEBAS UNTUK LARVA KERAPU BEBEK
Cromifeptesnftivefis
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Tulas Aprilia
C14103037
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANASEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul
: APLIKASI PENGKAYAAN ROTIFERA DENGAN
Narna
ASAM AMINO BEBAS UNTUK LARVA KERAPU
BEBEK Cromileptes attivetis
: Tulas ApriIia
MRP
: C14103037
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing I1
/
\
Dr. Dedi Jusadi
NIP. 131 788 590
Prof. Dr. Ing Mokoginta
NIP. 131 284 821
Mengetahui,
ltas Perikanan dan Ilmu Kelautan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahrnat. hidayah, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Skripsi ini berjudul "Aplikasi Pengkayaan Rotifera dengan Asam
Amino Bebas untuk Larva Kerapu Bebek Cromileptes altivelis".
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Dedi Jusadi dan Ibu
Dr. Ing Mokoginta selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan, saran dan masukan kepada penulis, juga kepada Bapak Ir. Nur
Bambang P.U. M.Si selaku dosen tamu yang telah memberikan saran dan
masukan kepada penulis. Terima kasih kepada Proyek Rusnas Kerapu melalui
BPPT yang telah membiayai seluruh biaya penelitian penulis, dan kepada Bapak
Dedy Yaniharto dari BPPT atas bimbingan, saran, dan masukan dalam penelitian
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Soedjihamo selaku
Kepala BBPBL Lampung, Ibu Anindiastuti, dan Bapak Suci Antoro selaku
pembimbing lapangan, seluruh staff dan karyawan BBPBL Lampung yang telah
menyediakan tempat dan memberikan kemudahan sarana dan prasarana serta
fasilitas selama penulis melakukan penelitian. Selain itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, Mba, Mbah, dan Adekku tercinta
atas segala doa, kasih sayang, dan semangat yang tiada batas. Terimakasih kepada
Enpe, Mas Andi, dan Mas Eko yang telah banyak memberikan dorongan,
sernangat, dan membantu dalaln pelaksanaan penelitian. Terimakasih kepada
rekan-rekan seperjuangan di BBPBL Lampung dan rekan-rekan BDP'40 melalui
semangat kekeluargaannya serta seluruh pihak yang telah membantu terselesainya
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
TULAS APRILIA
FUWAYAT EIIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 17 April 1985 dari ayah Kasturi
dan Ibu Karyati, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
yang dilalui penulis adalah TK Pamardi Rahayu, SD N 1 Kedungsari, SMP N 1
Tayu, SMU Negeri 1 Pati lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang s m a , penulis
berhasil lulus ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI) dengan pilihan Program
Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pemah
mengikuti praktek lapang di Balai Budidaya Laut Batam pada tahun 2006. Tugas
akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul
"Aplikasi Pengkayaan Rotifera dengan Asam Amino Bebas untnk L a n a
Kerapu Bebek Crotnileptes altivelis".
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
...
VIII
...............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x
I.PENDAHULUAN ................................................................................ 1
DAFTAR GAMBAR
.......................................................................1
.....................................................................................2
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
I1.TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
3
2.1. Perkembangan Larva Kerapu Bebek
2.2. Kebutuhan Asam Amino
5
....................................................................................
2.3. Rotifera
8
...................................
.........................................................
...........................................................................................10
.................................................................10
...............................................................12
....................................................................... 12
.........................................................................13
IV.HASlL DAN PEMBAHASAN .........................................................15
15
4.1. Hasil ........................................................................................
4.2. Pembahasan ............................................................................18
V.KESIMPULAN ....................................................................................21
111. METODE
3.1. Pemeliharaan Larva
3.2. Penyediaan Rotifera
. .
3.3. Analisa Statlstik
3.4. Analisa Kimia
..............................................................................
22
LAMPIRAN .............................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTARTABEL
Halaman
........................................................4
2 . Skemapemberian pakan larva kerapu bebek ......................................... 11
3 . Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva...................... 11
4 . Kandunga~lemak dan protein rotifera .................................................. 15
1. Fase-fase kritis ikan kerapu bebek
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian pakan di pagi hari
...................................................15
2. Jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian pakan di siang hari
.................................................. 16
3 . Kelangsungan hidup laiva kerapu bebek seteiah dipelihara 16 hari
16
........................ 17
Pertumbuhan panjang relatif larva kerapu bebek ................................ 17
4. Panjang larva kerapu bebek setelah dipelihara 16 hari
5.
.....
DAFTAR LAMPIRAN
..
.......................................................
Prosedur analisa proksimat ...................................................................
1. Data kualitas air selama penelltian
25
2.
27
3. Analisa proksimat rotifera
....................................................................29
4. Jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian pakan di pagi hari ................................................... 30
5. Jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva kerapu bebek 1 jam
. .
setelah pemberian pakan dl slang hari ......................................................
32
6. Kelangsungan hidup larva kerapu bebek .............................................. 34
7. Data panjang akhir (rnm) larva kerapu bebek setelah dipelihara
16hari...................................................................................................35
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas pembenihan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis sampai
saat ini masih cukup rendah. Salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan
pembenihannya adalah tingginya angka kematian pada stadia awal larva. Tercatat
dari hasil pemeliharaan larva selama periode 2006 di Balai Besar Pengembangan
B~tdidayaLaut (BBPBL) Lampung, target tingkat kelangsungan hidup benih
kerapu bebek umur 45 hari (D45) sebesar 20% belum dapat tercapai, dan tingkat
kelnatian yang cukup besar terjadi pada umur D2-D20 yang rnencapai 60% dari
total 80% tersebut (Sutrisno el al. 2007).
Upaya peningkatan kelangsungan hidup larva kerapu bebek pada periode
kritis dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas nutrisi rotifera yang digunakan
sebagai pakan larva pada stadia tersebut. Upaya untuk meningkatkan kualitas
rotifera, diantaranya pengkayaan menggunakan Chlorella sp., vitamin C dan
vitamin B komplek (Murdjani, Sitorus, dan Hanggono 1999), pengkayaan
menggunakan asam lemak (Febriani 1999), dan pengkayaan menggunakan
P-
karoten (Indah 2001). Akan tetapi, upaya-upaya ini temyata belum dapat
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup larva pada stadia D2-D20 secara
maksimal. Salah satu upaya yang belum dilakukan adalah pengkayaan rotifera
menggunakan asam amino bebas, mengingat rotifera memiliki kandungan asam
amino bebas, seperti taurin dan glutamin, yang rendah. Kandungan taurin dalam
rotifera yaitu 0,8-1,8 mglg (Takeuchi 2001) sedang kandungan glutamin adalah
63,s mg/g (Aristyani 2006). Aragao et al. (2004) menyatakan bahwa kandungan
asam amino bebas pada rotifera didominasi oleh alanin (sekitar 14% dari total
asam amino), sedang taurin dan glutamin masing-masing hanya sekitar 2,42% dan
3,45% dari total asam amino.
Taurin merupakan salah satu asam amino bebas yang banyak dijumpai
pada jaringan otak, retina, hati, ginjal, dan otot yang berperan sebagai
neurotransmitter untuk mengaktifkan jaringan otak seita jaringan retina pada mata
(Takeuchi 2001). Selain taurin, asam amino bebas lain yang juga berfungsi
sebagai neurotransmitter adalah glutamin. Glutamin berperan penting sebagai
sumber energi untuk otak dan banyak ditemukan dala~nserum, otot, dan cairan
otak, akan tetapi 60% ditemukan di tubuh dalam bentuk asam amino bebas
(Greenwell 1999). Hasil penelitian Aristyani (2006) menunjukkan bahwa
pengkayaan rotifera menggunakan asam amino bebas, baik taurin maupun
glutamin, dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan mempercepat proses
perkernbangan stadia larva udang vaname Litopenaeus vannamei. Dengan
memperhatikan ha1 di atas, maka upaya peningkatan kadar taurin dan glutamin
dalam tubuh rotifera melalui pengkayaan perlu dilakukan untuk meningkatkan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva kerapu bebek.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam amino bebas
taurin dan glutamin dalam menunjang tingkat kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva kerapu bebek.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Larva Kerapu Bebek
Telur ikan kerapu bebek yang dibuahi memiliki ciri-ciri berwama bening
(transparan), melayang di kolom air atau mengapung di permukaan air dengan
diameter 840-960 pm dan mempunyai gelembung minyak dengan diameter 170220 pm pada bagian posterior sehingga posisi embrio larva miring menghadap ke
bawah (Slamet el al. 1996). Penanganan telur yang kurang memadai akan
menghasilkan mutu larva yang kurang baik. Perendanan telur dalam larutan
iodine sangat diperlukan agar telur ikan terbebas dari bakteri dan jamur yang bisa
mempengaruhi sintasan larva ikan (Rohaniawan, 2005) juga berfungsi sebagai
seleksi telur karena setelah perendaman, telur yang lemah biasanya mati dan
berubah menjadi keruh atau putih juga mengendap di dasar bak sedang telur
bermutu baik akan menetas lnenjadi larva setelah 20-25 jam dari pemijahan.
Larva umur 1 hari (Dl) sampai D2 berwama putih transparan, bersifat
planktonis, bergerak mengikuti arus, sistem penglihatan belum berfungsi, serta
masih memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan. Pada umur D3 kuning
telur sudah terserap habis, mulut dan sistem penglihatan sudah inulai berfungsi
sehingga larva membutuhkan pakan dari luar tubuhnya. Karakter fisik lainnya
yaitu adanya bintik hitam (pigmen) pada bagian dorsal yang dapat dijadikan
indikasi pertumbuhan, bila bintik makin membesar dapat dipastikan larva dapat
memangsa pakan yang tersedia secara optimal sehingga mampu melewati fase
kritis awal dan sebaliknya jika bintik hitam makin kecil dan wama tubuh tampak
memucat dari wama asli berarti larva tidak dapat memangsa pakan yang tersedia,
biasanya larva hanya mampu bertahan D4 sampai D6. Pada larva D6 bakal skip
punggung (spina dorsalis) dan sirip perut (spina venhalis) mulai tampak berupa
tonjolan dan larva D9 spina sudah terlihat jelas. Pertambahan panjang spina
berlangsung sampai larva berumur D20 sampai D25 (Sutrisno et al. 2004)
Selama pemeliharaan larva kerapu bebek terdapat beberapa fase yang
perlu mendapat perhatian lebih karena umumnya akan tejadi tingkat kematian
yang tinggi pada fase-fase tertentu perkembangan larva kerapu bebek (Tabel 1).
Tabel 1. Fase-fase kritis ikan kerapu bebek (Minjoyo et al. 1999)
Keterangan
Umur Larva
Fase Kritis
Fase transisi lnakan larva, kuning telur
I
/ sebagai cadangan makanan terserap habis, /
I
I
I
sedangkan bukaan mulut larva masih terlalu
D3-D7
kecil (5 75 p) dan organ pencernaan belum
/ berkembang sempurna sehingga belum dapat I
I
memanfaatkan pakan yang tersedia
Spina (duri) pada dada dan punggung rnulai
I
I tumbuh
I
I1
I
Dl1 - D l 2
dan semakin panjang
kepadatan
yang
terlalu
sehingga
tinggi
I
dapat
mengakibatkan larva saling terkait altibatnya
I larva menjadi stress dan mengeluarkan lendir /
I
yang dapat mengakibatkan kematian
Larva
mengalami
metamorfosis,
yaitu
tereduksinya duri sirip punggung dan dada
111
D22-D25
yang panjang menjadi tulang skip punggung
dan dada sehingga tubuh perlu energi yang
lebih besar dibanding fase sebelurnnya
Terbentuk bintik hitam yang menyebar di
IV
D25-D28
permukaan tubuh yang menandakan larva
mulai menyerupai ikan dewasa dan larva
cenderung bersifat karnivora
Sifat kanibalisme larva mulai muncul dimana
V
>D35
larva yang beruk~~ranlebih besar akan
meinakan larva yang ukurannya lebih kecil
dan lemah
Peralihan antara endogenous feeding ke ehogenous merupakan fase kritis
pertama, sehingga sering tejadi kematian massal antara 50-90%. Kematian yang
terjadi pada D5 clan seterusnya dapat terjadi karena fenomenapoint of no return
yang dapat terjadi karena kesalahan menentukan jadwal pemberian pakan dan
rendahnya mutu pakan (Antoro el ul. 2004). Point of no return yaitu suatu
keadaan dimana hanya 50% larva yang mampu makan pada kondisi jumlah pakan
optimal, sedang sisanya tidak mampu memangsa pakan yang tersedia.
Parameter kualitas air media pemeliharaan larva juga penting untuk
diperhatikan. Kisaran standar baku mutu kualitas air di BBPBL Lampung untuk
pembenihan larva kerapu bebek adalah suhu 28-32"C, salinitas 30-32 ppt, DO >5
ppm, pH 6,5-9: NH3 <0,22 ppm, dan total amonia <0,5 ppm (Qodri et al. 1999).
2.2 Kebutuhan Asam Amino
Selain membutuhkan asam lemak seperti EPA (Eicosapentaenoic acid) dan
DHA (Docosahexaenoic acid) untuk memacu perkembangan sistem saraf,
jaringan otak, dan retina (Takeuchi 2001), tubuh ikan juga membutuhkan asam
amino, baik asam amino essensial maupun non essensial sebagai suplai energi
untuk proses metabolisme tubuh. Keberadaan asam anlino bebas mempunyai
peranan penting untuk proses osmoregulasi (Michael 1980). Selain itu juga
berfungsi sebagai komponen untuk memacu pertumbuhan, sebagai sumber energi
dan sebagai bahan atraktan pada makanan (Yufera et 01. 2002).
Pada telur ikan laut, keberadaan asam amino paling besar adalah dalam
bentuk asam amino bebas. Akan tetapi, selama proses penyerapan kuning telur
kandungan asan] amino bebas pada larva mulai berkurang dan berada pada kadar
terendah saat pemberian pakan pertama (Ronnestad et 01.
1999). Untuk
mendukung pertumbuhan ikan, asam amino bebas harus disertakan dalam partikel
pakan yang diserap larva dan sebagai atraktan pakan, asam amino bebas hams
dimasukkan ke air agar terdeteksi oleb larva (Yufera et 01 2002). Pemenuhan
kebutuhan aasm amino bebas dalam tubuh ikan dapat dilakukan melalui
pengkayaan terhadap pakan hidup, karena dalam pakan hidup terdapat membran
liposome yang mampu mengirimkan asam amino bebas dan molekul yang berada
ddam air sebagai pakan pertama pada larva (Lopez-Alvarado dan Kanazawa
1992). Salah satu jenis asam amino yang memiliki fungsi fisiologis tubuh antara
lain berperan dalam sintesis asam empedu, osmoregulasi pada invertebrata laut,
simpanan energi pada cacing laut, dan neuroinhibisi pada sistem syaraf adalah
tauiin (Huxtable 1992).
Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) merupakan asam amino esensial pada
kondisi tertentu (conditionally-esensiao, tidak digunakan dalam sintesis protein,
berada dalam tubuh dalam bentuk molekul bebas, dan tidak pernah tergabung
dengan protein tubuh (Birdsall 1998). Menurut Huxtable (1992), taurin
merupakan golongan p-asan~ amino yang mengandung gugus sulfur, banyak
terdapat di dalam mang antar sel di otak, retina, hati, ginjal, jantung, otot hewan
bertulang belakang dan berperan sebagai inhibitor neurohansmitter di dalam
sistem jaringan pusat. Neurotransmitter adalah sejenis senyawa kimia yang
mengirimkan pesan ke sistem saraf pada otak serta memfasilitasi komunikasi
antar sel otak (Esparza 2006).
Park et al. (2002) melakukan percobaan menggunakan tiga level taurin
yaitu 0,5%, 1%, dan 1,5%, d m satu kontrol di dalan~pakan juvenil .Jupanese
flounder (Paralichthys olivacenus). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Japanese flounder mengakumulasi taurin di dalam otot, otak dan hati dalain
jumlah yang siginifikan sebagai hasil periakuan, dibandingkan dengan kontrol.
Suplementasi
taurin
secara
nyata
memperbaiki
pertumbuhan,
dimana
pertumbuhan terbaik dihasilkan dari suplementasi taurin 1%.
Percobaan berikutnya dilakukan oleh Kim et al. (2003). Di dalam
percobaan ini dilakukan suplementasi masing-masing 1% taurin, p-alanine, atau
GABA ke dalam pakan juvenile Japaneseflo~inder.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya taurin yang memberikan pengaruh yang nyata baik terhadap
perbaikan perturnbuhan yang dihasilkan maupun efisiensi pakan, sementara /3
alanine dan GABA tidak.
Kandungan taurin di dalam pakan ternyata juga mempengaruhi pemilihan
pakan oleh ikan. Hal ini dibuktikan oleh percobaan Martinez et al. (2004). Dalam
percobaan ini dilakukan suplementasi taurin sebesar 0, 0,1, 0,2, dan 0,3% ke
dalam pakan dua kelompok benih sea bass (Dicentrarchus labrax) benlkuran
0,79*0,4 g dan = 0,9 g. Dari kelompok pertama diketahui bahwa taurin secara
nyata memperbaiki pertumbuhan (SGR) dimana pertumbuhan (SGR) tertinggi
dihasilkan dari perlakuan 0,2%. Dari kelornpok kedua diketahui bahwa taurin juga
secara nyata mempengaruhi pemilihan pakan oleh ikan. Total pakan dikonsumsi
untuk perlakuan 0,2% taurin adalah 210,44 g sementara perlakuan 0% taurin
hanya 70,21 g.
Selain taurin, jenis asam amino bebas yang juga berpengaruh bagi
kelangsungan hidup larva adalah glutamin. Glutamin berfungsi sebagai sumber
energi untuk otak dan banyak ditemukan dalam serum, otot, dan cairan otak, akan
tetapi 60% ditemukan di tubuh dalam bentuk asam amino bebas (Greenwell
1999). Glutamin adalah satu dari 20 asam amino yang memiliki kode pada kode
genetik standay, rantai sampingnya adalah suatu amida, dibuat dengan mengganti
rantai samping hidroksil asam glutamat dengan gugus fungsional amina.
Di dalam otak, glutamin dikonversi menjadi asam glutamat yang beiperan
penting menunjang fungsi otak, membersihkan amonia pada otak dan organ lain,
mengatur pH dalam darah, dan dapat meningkatkan fungsi imun (kekebalan) serta
dapat memproduksi antioksidan (Labs 2005). Dalam tubuh, glutamin digunakan
sebagai sumber utama untuk proses metabolisme aerobik untuk menghasilkan
energi ATP.
Glutamin juga merupakan sumber energi bagi otak. Jika otak tidak
mendapatkan cukup glukosa untuk metabolisme energi, maka kebutuhan akan
glutanlin cenderung meningkat lebih tinggi dari normal. Glutamin beredar di
dalam otak secara sederhana dan mernpunyai kemarnpuan melawan sistem
penghalang darah otak. Neuron-neuron dalam otak mengambil glutamin dan
mengubahnya ke bentuk glutamat atau GABA (Gamma Amino Butyrric Acid).
Glutamat tidak digunakan sebagai energi tetapi untuk mensintesis glutathione dan
niacin serta untuk proses netrrolrunsmilter (Greenwell 1999). GABA juga
berfungsi sebagai neuhotransmittev dalam sistem saraf seperti taurill dan p-alanin,
namun hanya taurin yang dapat diakumulasi dalam tubuh dan jaringan dari juvenil
Japanase fIozmdev (Kim et al. 2003). Penelitian oleh Aristyani (2006)
mendapatkan basil bahwa pemberian asam amino bebas dari taurin atau glutamin
pada media pengkaya rotifera dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan
mempercepat perkembangan stadia larva udang vaname Litopenaeus vannamei.
2.3 Rotifera
Rotifera merupakan salah satu pakan alami yang sering diberikan dalam
usaha pembenihan dan cocok bagi larva ikan laut, mengandung 40-60% protein
dan 13-16% lemak (Lubzens et al. 1989). Kelebihan yang dimiliki rotifera adalah
memiliki gerakan renang yang lambat, hidup melayang dalam air sehingga mudah
ditangkap oleh larva, ukuran kecil sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva
yang baru menetas, waktu kultur yang singkat dengan densitas populasi yang
tinggi pada wadah kultur (2000 individutml) dan mempunyai laju reproduksi yang
tinggi (0,7-1,4 anak/induk/hari) (Dhert 1996). Rotifera memiliki ukuran tubuh
yang kecil (80-120 pm), bersifat nonselektif'jilter feeder, gerakan yang lambat,
mudah dikultur, mudah dicema dan mudah ditingkatkan kandungan gizinya
terutama asam lemaknya (Watanabe 1988).
Tubuh rotifera terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: kepala (head), badan
(trunk), dan kaki atau ekor mot). Bagian kepala dilengkapi dengan silia yang
kelihatan seperti spiral dan disebut korona yang berfungsi untuk memasukkan
makanan ke dalam mulut. Menurut Lubzens et al. (1989), supaya rotifera yang
diberikan kepada larva dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup
yang optimal, perlu diperhatikan ukuran, distribusi, kualitas nutrisi dan
konsentrasi rotifera
dalam tangki pemeliharaan. Kualitas nutrisi dapat
ditingkatkan melalui teknik pengkayaan. Hasil percobaan Fernandes-Reiriz et al.
(1993) membuktikan bahwa kandungan gizi rotifera dapat ditingkatkan dengan
memperkaya asam lemak n-3 melalui teknik pengkayaan.
Selain diperkaya dengan asam lemak n-3, rotifera juga dapat diperkaya
dengan asam amino bebas. Pengkayaan tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas asam amino bebas. Berdasarkan hasil penelitian, semakin
lama waktu dan semakin besar dosis pengkayaan rotifera menggunakan taurin
dapat meningkatkan tanrin dari 165,0*24,4 (mg/100g) pada dosis 400 mg/L
menjadi 241,2121,6 (mg1100g) pada dosis 800 mgK. (waktu pengkayaan 6 jam),
sedangkan pada waktu pengkayaan 17 jam kandungan taurin meningkat dari
303,5*13,5 (mg/100g) pada dosis 400 mg/L menjadi 452,3*47,1 (mg/100g) pada
dosis 800 mglL (Chen et al. 2005 dalam Aristyani 2006).
Yufera el al. (2002), menyatakan bahwa kandungan asam amino bebas
pada rotifera (Branchious plicaiilis) inemiliki kisaran nilai 4-7 (% bobot kering).
Sedangkan menuiut Watanabe et al. (1978), rotifera (Branchiousplicatilis), yang
dikultur dengan Nannochloropsis mengandung 0,l-0,4% asam linolenat, 24,l27,7% EPA, dan 0,5% DHA. Ditambahkan juga oleh Aragao et al. (2004),
Nannochloropsis mengandung protein 28,s (% bobot kering) dan asam amino
bebas 4,2 (% bobot kering).
3.1 Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan ikan dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cemin, Kabupaten
Lampung Selatan. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah bak
fiberglass ukuran 1,5 x 0,65 x 0,5 m3 dengan volume 500 L. Sebelurn digunakan,
wadah pemeliharaan dibersihkan dengan kaporit 100 ppm. Setelah itu dibilas air
berulang-ulang sampai bau kaporit hilang, dibiarkan selama satu hari kemudian
diisi air sanpai mencapai ?4 bagian wadah pemeliharaan. Air yang digunakan
telah melalui penyaringan sebanyak 4 tahap, yakni sand $filter, .filter bag, sand
filter dan terakhir,filter bag. Wadah pemeliharaan larva diberi aerasi sebanyak 5
titik. Selang aerasi, batu aerasi, timah pemberat dan regulator sudah dibersihkan
sebelumnya dengan direndam dalam kaporit 10 ppn~.
Larva yang digunakan berasal dari hasil pemijahan induk kerapu fenotif 1
dengan jumlah induk sebanyak 37 ekor yang terdiri dari 4 jantan dan 33 betina.
Larva kerapu bebek yang baru menetas (DO) pada tanggal 14 Agustus 2007
ditebar pada malatn hari pukul 21.00 WIB ke dalam 6 wadah pemeliharaan
dengan kepadatan 10 ekor/L yang dihitung dengan metode pengambilan sampel.
Larva diberi perlakuan pemberian pakan yang berbeda, yaitu:
Perlakuan A
:
Larva diberi rotifera yang diperkaya tanpa glutamin dan
taurin
Perlakuan B
:
Larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 g glutamin
per 10 L media pengkaya rotifera
Perlakuan C
:
Larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 g taurin
per 10 L media pengkaya rotifera
Saat memasuki D l (pagi) dilakukan penambahan Nannochloropsis pada
bak peineliharaan sebagai langkah untuk menstabilkan kualitas air dengan
kepadatan 5x10~seVml. Pemberian pakan rotifera dilakukan sekitar pukul 08.00
dan 14.00 WIB. Skema pemberian Nannochloropsis dan rotifera serta jumlah
rotifera yang diberikan tiap hari pada bak pemeliharaan larva disajikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Skema pemberian pakan larva kerapu bebek
Larva dipelihara dengan pemberian pakan rotifera sampai D16. Setelah
mencapai D17, dilakttkan panen, sampling perhitungan jumlah larva dan
pengukuran panjang akhir larva.
Mulai Dl sore, dilakukan penambahan minyak ikan sebanyak 0,l ml/m3
air untuk menurunkan tegangan permukaan air dan membuat buih di permukaan
air menyatu di tepi bak sehingga mudah dibersihkan. Pemberian minyak ikan
dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 16.30, dan 22.00 WIB.
Pengelolaan kualitas air dilakukan melalui pembuangan dan penggantian air.
Pembuangan air mulai dilakukan ketika ketinggian air pada wadah pemeliharaan
telah mencapai maksimal, yaitu pada hari ke-6 sebanyak 10-20%. Pembuangan air
dilakukan dengan menggunakan pipa paralon ukuran ?4 inchi yang telah diberi
lubang pada dinding bagian bawah dan ditutup sekeliling lubang tadi dengan kasa
halus. Pipa paralon dimasukkan ke bak secara perlahan, kemudian air dialirkan
melalui selang yang dimasukkan ke dalam paralon. Selanjumya bak diisi kembali
dengan air yang sudah difilter.
Parameter kualitas air diamati pada waktu persiapan, pertengahan
pemeliharaan dan waktu panen. Berikut adalah data kisaran kualitas air pada
media pemeliharaan larva kerapt~bebek selama penelitian (Tabel 3). Sedangkan
data keseluruhan pengukuran parameter kualitas air selama penelitian dapat dilihat
pada Larnpiran 1.
Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva kerapu bebek
yang diukur selama penelitian
Parameter
Suhu (OC)
Salinitas [ppt)
A
28-30
30-32
Perlakuan
B
28-30
30-32
C
27-30
30-32
3.2 Penyediaan Rotifera
Rotifera yang dipanen dari kultur massal ditampung dan dikultur ulang
setiap hari pada bak fiberglass bulat dengan volume 200 L sebanyak 2 buah dan
akuarium volume 100 L sebanyak 1 buah. Sekitar pukul 05.30 WIB dan pukul
11.30 WIB dilakukan pemanenan dengan plankton nef berukuran 30 pnl lalu
dihitung kepadatannya untuk kemudian diperkaya sesuai masing-masing
perlakuan. Setelall dipanen dilakukan kultur ulang dengan cara menambahkan
Nannochloropsis sebanyak % bagian (kepadatan 1o6 sellml).
Prosedur pengkayaan rotifera dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Rotifera hasil panen ditebar dengan kepadatan 500 indlml ke dalam 3 buah
ember berkapasitas 25 L untuk 3 perlakuan
b. Bahan pengkaya yang ditambahkan untuk setiap 10 liter media pengkaya
antara lain:
Perlakuan A
: 0,5 ml minyak ikan, 0,l g kuning telur, dan 0,25 g ragi roti
Perlakuan B
: 0,s mi minyak ikan, 0,l g kuning telur, 0,25 g ragi roti, dan
0,s g glutamin
Perlakuan C
: 0,s ml minyak ikan, 0,l g kuning telur, 0,25 g ragi roti, dan
0,s g taurin
c. Semua ballan dari setiap perlakuan dimasukkan ke dalam 200 ml air untuk
diemulsikan dengan blender selama 3-5 menit
d. Campuran bahan pengkaya tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah
pengkayaan (butir a) yang berisi rotifera.
e. Rotifera diperkaya selama 2 jam, kemudian setelah diperkaya rotifera disaring
dengan menggunakan plankton net berukuran 30 pn? yang telah steril untuk
diberikan pada larva kerapu bebek.
3.3 Analisa Statistik
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) menggunakan 3 perlakuan dengan 2 kali ulangan untuk setiap
perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji LSD pada taraf 5% dengan inenggunakan
SPSS 13 terhadap parameter kelangsungan hidup dan panjang total akhir larva
untuk mengetahui apakah ada pengaruh perlakuan terhadap parameter tersebut.
3.3.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Tingkat kelangsungan hidup merupakan perbandingan jumlah larva yang
hidup pada akhir penelitian terhadap jumlah larva pada awal penelitian.
SR (oh)=
1 larva akhir x 100%
larva anpal
3.3.2 Pengukuran Panjang di Akhir Penelitian
Pengukuran panjang larva dilakukan di akhir perlakuan setelah dilakukan
panen dan penghitungan kelangsungan hidup. Sebanyak 50 ekor larva diambil dari
setiap ulangan media pemeliharaan larva menggunakan beaker glass, kemudian
diukur di bawall mikroskop dengan menggunakan mikrometer.
3.3.3 Pertumbuhan Panjang Relatif
Pertumbuhan panjang relatif larva merupakan perbandingan antara
pertambahan panjang larva selama penelitian terhadap panjang awal larva.
PPR (Yo)=
Lt -Lo
Lo
Keterangan : Lt
x 100%
= Panjang larva pada t hari
(mm)
Lo = Panjang awal larva (mm)
3.3.3 Jumlah Rotifera di Larva
Jumlah rotifera dalam saluran pencernaan larva ikan diiitung untuk
memperkirakan jumlah konsumsi pakan. Penghitungan dilakukan satu jam setelah
pemberian pakan, sekitar pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Larva dari
setiap media pemeliharaan diambil sebanyak 5 ekor dan diamati di bawah
mikroskop dengan cara diletakkan satu persatu di atas gelas objek, lalu ditutup
dengan gelas penutup dan ditekan perlahan. Setelah itu diamati dan dihitung
banyaknya rotifera dalam saluran pencemaan larva.
3.4 Analisa Kimia
Untuk mengetahui efektifitas proses pengkayaan rotifera, dilakukan
analisa kimia berupa kadar lemak, protein, dan kadar air dari rotifera. Analisa ini
dilakukan berdasarkan prosedur Takeuchi (1988) di Laboratorium Nutrisi Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB. Prosedur analisa dapat dilihat pada
Lampiran 2. Pengambilan sampel rotifera untuk keperluaan analisa diambil setiap
hari sehanyak 1-3 gram lalu disimpan dalanl+eezer.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Analisa kandungan lemak, protein, dan air pada rotifera dapat dilihat pada
Tabel 4 dan Lampiran 3. Kandungan lemak dan air di setiap perlakuan
memperlihatkan nilai yang hampir sama, sedang kandungan protein rotifera pada
perlakuan B dan C lebih tinggi dibandingkan perlakuan A.
Tabel 4. Kandungan lemak dan protein (% bobot kering) pada rotifera
Kandungan
Perlakuan
A
B
C
Lemak
13,3+0,4
13,5i0,3
14,4i0,5
Protein
52,010,O
67,7&0,1
68,5i0,2
Air
88,510,l
88,610,l
87,5*0,5
Data mengenai jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva satu jam
setelah pemberian pakan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 serta Gambar 1 dan
2. Hasil penganlatan menunjukkan adanya peningkatan jumlah rotifera dalam
saluran pencernaan setiap harinya, baik pagi maupun siang hari. Akan tetapi,
mulai hari ke-1 1 pada larva perlakuan A terlihat adanya kecenderungan jumlah isi
lambung larva tetap atau tidak mengalami kenaikan. Sejak D3-D16, konsumsi
rotifera oleh larva pada perlakuan B dan C lebih banyak dibandingkan pada
perlakuan A. Selain itu juga terlihat bahwa konsumsi rotifera oleh larva cenden~ng
lebih banyak pada siang hari dibanding pagi hari.
-~
~
I
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Umur Larva (hari)
... .- -..
I
I
i
Garnbar 1. Jumlah rotifera dalam saluran pencernaan larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian pakan di pagi hari.
'
0
iI
I-
C-,-
.~-r
5
6
3
4
..
.- .
7
8
,.-.,...
~
.
r
.
~
I
-7...7
9 10 11 12 13 14 15 16
umur Larva (hari)
-
--
1
.
Gambar 2. Jumlah rotifera dalam saluran pencemaan larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian pakan di siang hari.
Data mengenai kelangsungan hidup larva kerapu bebek dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Lampiran 6. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan A memiliki
kelangsungan hidup sebesar 13,011,7%, perlakuan B memiliki kelangsungan
hidup sebesar 19,2&2,3%, dan perlakuan C sebesar 24,5&1,2%. Pengkayaan
rotifera dengan asam amino bebas 0,5 g taurin atau 0,5 g glutamin menghasilkan
kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa penambahan
asam amino bebas (P<0,05).
!
Perlakuan
!
Gambar 3. Kelangsungan hidup larva kerapu bebek setelah dipelihara 16 hari.
H u d yang berbeda menyatakan nilai rata-rata yang berbeda nyata
(P<0,05).
Pengamatan panjang larva dilakukan pada hari ke-17. Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk diagram pada Gambar 4, sedangltan data pengukuran
panjang pada masing-masing perlakuan dan ulangan dapat dilihat pada Lampiran
7. Nilai rata-rata panjang akhir larva pada perlakuan A adalah 5,0*0,2 inm,
perlakuan B adalah 5,3&0,1 mm, sedang perlakuan C adalah 5,5*0,2 mn. Dari
hasil terseb~rtdiketahui bahwa ketiga perlakuan memberikan hasil yang tidak
berbeda nyata pada panjang rata-rata larva kerapu bebek di akhir pemeliharaan
A
B
Perlakuan
-
_ . --.
i
Gambar 4. Panjang larva kerapu bebek setelah dipelihara 16 h a i . Huruf yang
sama di dalam setiap kolom menyatakan hasil yang tidak berbeda
nyata (P>0,05).
...........
.
.
Penghitungan pertumbuhan panjang relatif larva dapat dilihat pada garnbar
5. Data pengukuran panjang awal larva dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai
pertumbuhan panjang relatif pada perlakuan A adalah 0,9*0,1 mm, perlakuan B
adalah 1,1&0,1 mm, sedang perlakuan C adalah 1,1*0,1 mm. Dari hasil tersebut
diketahui bahwa ketiga perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata
pada pertumbuhan panjang relatif larva kerapu bebek (P>0,05).
--
.
..
.
....
Perlakuan
--
......
I
Gambar 5. Pertumbuhan panjang relatif larva kerapu bebek setelah dipelihara 16
hari. Huruf yang sama di dalam setiap kolom menyatakan hasil yang
tidak berbeda nyata (P>0,05).
4.2 Pernbahasan
Hasil analisa kimia kandungan lemak dan air di setiap perlakuan
memperlihatkan nilai yang cukup tinggi dan hampir sama. Kandungan lemak
rotifera yang cnkup tinggi pada perlakuan A, B, dan C diduga dipengaruhi oleh
penambahan 0,s ml minyak ikanIl0 L media pengkaya yang diberikan pada saat
pengkayaan. Minyak ikan mengandung banyak jenis asam lemak, baik asam
lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh. Minyak ikan laut kaya akan asam
lenlak EPA dan DHA (Sargent, 1997). Hasil analisa kandungan protein rotifera
pada perlakuan B dan C lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A. Hal ini
diduga karena pengaruh pengkayaan dengan asam amino bebas, baik glutamin
maupun taurin. Rotifera pada perlakuan B dan C mendapatkan materi yang lebih
banyak dibanding rotifera pada perlakuan A. Rotifera pada perlakuan A
mendapatkan protein hanya dari ragi roti sedang rotifera pada perlakuan B dan C
mendapatkan protein dari ragi roti dan asam amino bebas glutamin atau taurin.
Hasil pengamatan jumlah rotifera yang dikonsumsi larva satu jam setelah
pemberian pakan menunjukkan adanya peningkatan jumlah rotifera dalam saluran
pencemaan setiap harinya, baik pada pagi maupun siang hari. Sejak D3-D16,
juinlah rata-rata rotifera yang dikonsumsi larva pada perlakuan B dan C lebih
banyak dibanding perlakuan A. Hal ini diduga berhubungan dengan penambahan
asam amino bebas, baik taurin maupun glutamin; ke dalam media pengkaya
rotifera.
Proses pengkayaan menggunakan asam amino bebas dilakukan atas dasar
peran neurotransmitter dan rendahnya kandungan asam amino yang terkanduilg
dalam rotifera. Menurut Huxtable (1992), taurin merupakan golongan p-asam
amino yang mengandung gugus sulfur, banyak terdapat di dalam ruang antar sel di
otak, retina, hati, ginjal, jantung, otot hewan bertulang belakang dan berperan
sebagai neurotransmitter di dalam sistetn jaringan pusat. Selain taurin, jenis asam
amino bebas yang juga berperan sebagai neurotransmitter adalah glutamin.
Neurotransmitter mempercepat pengiriman pesan ke sistem saraf pada otak serta
memfasilitasi komunikasi antar sel otak (Esparza, 2006).
Taurin merupakan osinolyte organic penting dalam otak dan ginjal serta
memiliki kontribusi dalam pengaturan volume sel yang penting dalam
perkembangan sistem saraf pusat dan retina (Kim et al., 2003). Selain itu taurin
juga berperan dalam penyerapan lemak dan vitamin, memelihara stabilitas
membran sel dan mencegah aktivitas yang berlebihan dari sel otak (Labs, 2005).
Glutamin secara spesifik digunakan sebagai sumber energi dan untuk
sintesis nukleotida dengan mempercepat pembelahan sel, seperti sel intestine dan
sel imun tertentu (thymocytes, lymphocytes, dan macrophage) (Grenwell 1999).
Tanpa glutamin yang cukup, intestine akan mengalami atropi dan fungsi imun
turun. Glutamin juga merupakan sumber energi untuk sistem saraf. Jika otak tidak
menerima glukosa yang cukup, maka kompensasinya akan meningkatkan
metabolisme glutamin untuk mempertahankan energi. Dalam tubuh, glutamin juga
digunakan sebagai sumber utama proses metabolisme aerobik untuk menghasilkan
energi ATP.
Ketika fungsi-fungsi organ tubuh dan fungsi fisiologis tubuh dapat
berjalan dengan baik maka laju metabolisme tubuh larva akan meningkat sehingga
kecepatan pencernaan larva juga turut meningkat. Asam amino bebas tidak perlu
dihidrolisis karena dapat langsung diserap di saluran pencernaan larva.
Peningkatan kecepatan pencernaan larva menyebabkan larva lebih cepat
memperoleh nutrien tubuh. Hal ini menyebabkan larva perlakuan B dan C lebih
kuat sehingga dapat mencari makan lebih cepat dan lebih banyak dibanding larva
perlakuan A.
Tingginya konsumsi rotifera oleh larva pada perlakuan B dan C
berdampak pada penyerapan asam amino bebas yang lebih tinggi dibanding pada
perlakuan A. Penyerapan asam amino bebas yang tinggi pada larva akan
menghasilkan ketersediaan nuhien untuk sintesa protein dan produksi energi pada
perlakuan B dan C lebih banyak dibanding pada perlakuan A. Dalam kaitannya
dengan sumber energi, pada larva ikan laut penyerapan asam amino bebas lebih
besar daripada penyerapan protein (Ronnestad 1999). Hal ini disebabkan asam
amino bebas dapat langsung diserap di saluran pencernaan larva dan tidak
membutuhkan enzim untuk memecab ikatan peptida.
Deugan adanya senyawa kiinia neurohansnzitter dan pasokan energi yang
cukup dari taurin atau glutamin serta peranan-peranan penting taurill dan glutamin
lainnya dalam tubuh larva diduga telah dapat memperlancar penginman pesan
melalui sel-sel saraf ke sistem saraf pada otak sehingga proses organogenesis yang
dikendalikan oleh sistem saraf pusat berlangsung lebih sempuma. Selain ihl, peran
penting taurin lainnya dalam fungsi tubuh larva seperti pada penglihatan,
perkembangan otak dan fungsi jantung diduga telah menjadikan larva memiliki
perkembangan tubuh lebih baik yang pada akhimya mampu untuk meningkatkan
tingkat kelangsungan hidup larva. Hal ini sesuai dengan pemyataan Russheim
(2000) bahwa taurin juga berperan penting dalam jalur penglihatan, otak, sistem
syaraf, fungsi jantung, dan juga sebagai konjugator asam empedu.
Secara umum, diketahui bahwa konsumsi rotifera ole11 larva cenderung
lebih banyak pada siang hari dibanding pagi hari. Laju pemangsaan yang lebih
tinggi pada siang hari kemungkinan dipengaruhi oleh suhu. Suhu media
pemeliharaan pada pagi hari (27-28°C) cenderung lebih rendah dibanding siang
hari (29-30°C). Suhu pagi hari yang lebih rendah menyebabkan laju metabolisme
larva rendah sehingga laju pemangsaan larva juga rendah.
Data hasil pengukuran panjang larva kerapu bebek di akhir pemeliharaan
dan pertumbuhan panjang relatif pada ketiga perlakuan menunjukkan pengaruh
yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal tersebut tejadi karena pada umur 16 hari
ukuran larva masih sangat kecil sehingga secara visual perbedaan ukuran panjang
larva pada ketiga perlakuan masih terlihat seragam. Akan tetapi jika dilihat dari
variasi individu dalam populasi tiap perlakuan dapat diketahui bahwa perlakuan B
dan C menghasilkan panjang yang lebih baik dibanding perlakuan A. Hal ini
diduga karena pada perlakuan B dan C, larva dapat memanfaatkan pakan secara
optimal dan nilai nutrisi pakan sesuai kebutuhan larva. Hal ini sesuai pemyataan
Effendie (1979) bahwa pertumbuhan individu akan te~jadiapabila ada kelebihan
energi dan asam amino yang berasal dari makannya setelah digunakan untuk
metabolisme dasar, pergerakan, perawatan bagian tubuh, dan mengganti sel yang
rusak.
V. KESIMPULAN
Pengkayaan rotifera menggunakan asam amino bebas taurin atau glutamin
dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva kerapu bebek. Namun, memiliki
pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan larva.
DAFTAR PUSTAKA
Antoro S, Hidayat AS; dan Sudjiharno. 2004. Biologi Kerapu, ha1 11. Dalam
Pembenihan Ikan Kerapu. Seri Budidaya Laut No 13. Departemen
Kelautan dan Perikanan; Direktorat Jendeml Perikanan Budidaya. Balai
Budidaya Laut Lampung.
Aragao C, Conceciau LEC, Dinis MT, Fhyn HJ. 2004. Amino Acid Pool of
Brachionus and Artemia Under Different Feeding Regimes. Nutritional
Implication for Fish Larvae. Aquaculture (234): 429-445.
Aristyani D. 2006. Aplikasi Pemberian Asam Amino Bebas untuk Lama Udang
Vaname Liropenaeus vannamei. Skripsi. Program Studi Teknologi
Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. FPIK. IPB, 32
hal.
Birdsall TC. 1998. Therapeutic Application of Taurine. Alt Med Rev 3: 128-136.
Dhert P. 1996. Rotifera, p. 49-77. in: Leavens P. dan Sorgeloos P. (Editor)
Manual On The Production and Use of Live Food for Aquaculture.
Laboratoiy Of Aquaculture & Artemis Refference Center. University of
Gent. Belgium.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Eswarza DP. 2006. Neurotransmitter. Amino Acids & Metal Health-I: The Role of
L-Glutamine. http://www.n~turalhealthweb.com/articles/esparza1. html.
Maret 20071.
Febriani D. 1999. Pengaruh Pengkayaan Rotifera, Brachionus rotundiformis.
Dengan Minyak Ikan Cod pada Konsentrasi yang Berbeda terhadap
Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kerapu Bebek. Skripsi Program Studi
Teknologi Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, 34 hal.
Fernandez-Reiriz MJ, Labarta U, and Feneiro MJ. 1993. Effect of Commercial
Enrichment Diet on the Nutritional Value of The Rotifer (Brachionzis
plicatilis). Aquaculture 112: 195-206.
Greenwell I. 1999. http://www.lef.orp/magazine/mag99/sep99-repo3.html.113
Febmari 20071
Huxtable RJ. 1992. Physiological Action of Taurine. Physiol Rev 72: 101-1 63.
Indah D. 2001. Pengaruh Pembeiian Rotifera Brachionus sp. yang Diperkaya
dengan Beta Karoten terhadap Kelangsungan Hidup Laiva Kerapu Bebek
Cromileptus altivelis. Skripsi Program Studi Teknologi Manajemen
Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. FPIK. IPB, 48 hal.
Kim SK, Takeuchi T, Y Masahito, and Murata Y. 2003. Effect of Dietary
Supplementation with Taurine, p-alanin and GABA on the Growth of
Juvenile and Fingerling Japanese Flotinder Paraliclzthys olivnceus. Fish.
Sci. 69: 242-248.
Labs MD. 2005. http://www.bodv building.con7/fun/mdlabs 12.html. [13Maret
20071.
Lopez-Alvarado J, J Kanazawa A. 1992. Effect of Dietary Arginin Level on
Growth of Red Sea Bream Larval Fed Diets Supplemented with Crystallin
Amino Acid. Fish. Sci 60: 435-439.
Lubzens E, A Tandler and G Minkeff. 1989. Rotifers as Food in Aquaculture.
National Center for Mariculture, Israel Oceanography and Limnological
Research. Israel. Hydrobiology 2, 1861187: 387-400.
Martinez JB, Chatzfolis S, Divanach P and Takeuchi T. 2004. Effect of Dietary
Taurine Suplementatation on Growth Performance and Feed Selection of
Sea Bass Dicentrachlrs labrax Fry Feed With Demand-Feeders. Fish Sci.
70: 74-79.
Michael
BN.
1980.
The
Diet
of
Prawn.
http://www.
Fao.
Org/docrep/field~003/AB915E/!B915E00.html.
[I0 Maret 20071.
Minjoyo H, Sudaryanto dan W Endang. 1999. Pemeliharaan Larva, ha1 55-61.
Dalam Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis).
Departemen Pertanian; Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya
Laut Lampung.
Murdjani RA., Sitorus P, Hanggono B. 1999. Pengkajian Rotifera dan Artemia,
Suatu Upaya untuk Meningkatkan Sintasan Larva Ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altivelis). Pertemuan Perekayasaan Teknologi Pembenihan
Agribisnis Air Tawar dan Laut Lintas UPT Direktorat Jenderal Perikanan.
Departemen Pertanian.
Park GS, Takeuchi T, Yokoyama M, Seikai T. 2002. Optimal Dietary Taurine
Level for Growth of Juvenile Japanese flounder Paralichthys olivaceaus.
Fish Sci 68: 824-829.
Qodri AH, Soedjiharno, dan Anindiastuti. 1999. Pemilihan Lokasi, ha1 14-24.
Dalam Pembenihan Ikan Kerapu. Seri Budidaya Laut No 13. Departemen
Kelautan d m Perikanan; Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai
Budidaya Laut Lampung.
Rohaniawan D. 2005. Teknik Sterilisasi Telur Kerapu Bebek Cromileptes altivelis
dengan Larutan Iodine. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur 4 (1): 9-1 1.
Ronnestad I, Thorsen A, Finn RN. 1999. Fish Larval Nutrition: A Review of
Recent Advances in the Roles of Amino Acids. Aquaculture 177: 201-216.
Russheim C11 M. 2000. Taurine. www.se~e.com/BatonRouge/taurine~chmr.htrn.
[26 April 20071.
Sargent JR, Bell G & Mcovey L. 1997. Requirement Presentation and Resources
of Polyunsaturated Fatty Acid in Marine Fish Larval Feeds. Aquaculture.
155: 177-127.
Slamet B, Trijoko A, Prijoyo T, Setiadhanna dan Sugama, K. 1996. Penyiapan
Nutrisi Endogen. Tabiat Makan dan Perkembangan Morfologi Lama
Kerapu Bebek. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 11 (2): 13-20.
Sutrisno E, Mustamin dan Putro DH. 2004. Pemeliharaan Larva, ha1 66-71. Dalam
Pembenihan Ikan Kerapu. Seri Budidaya Laut No 13. Departemen
Kelautan dan Perikanan; Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.
Sutrisno E, Sugiyanto dan Rivaie AR. 2007. Perekayasaan Produksi Telur dan
Laporan Tahunan Balai Besar
Benih Kerapu Bebek (Crornileptes alti~>elis).
Pengembangan Budidaya Laut Lampung, ha1 189-198.
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrients.
In : Watanabe T, editor. Fish Nutrition and Mariculture. Kanagawa
International Fisheries Training Centre. JICA.
Takeuchi T. 2001. A Review of Feed Development for Early Life Stages of
Marine Finfish in Japan. Aquaculture 200: 203-222.
Watanabe T. Akarawa T, Kitajima C, Fukusho K and Fujita S. 1978. Proximate
and Mineral Composition of Living Feeds. Used in Seed Production of
fish. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish. 44: 973-984.
Watanabe T. 1988. Larval Diets, p. 231. in: Fish Nutrition and Mariculture. JICA
Textbook the General Aquaculture Course. Department of Aquatic
Biosciences, Tokyo University of Fisheries, Tokyo.
Yufera M, Kolkovski S, Diaz F and Dabrowski K. 2002. Free Amino Acid
Leaching From Protein-walled Microencapsulates Diet for Fish Larvae.
Aquacultzire 214: 273-287.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter
1
Lanjutan Lampiran 1
Lampiran 2. Prosedur Analisa Proksimat (Takeuchi, 1988)
A. Kadar Air
1. Cawan dimasukkan ke dalam oven (110°C) selama 1 jam kemudian
dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (XI).
B. Bahan ditimbang X gram (A).
C. Cawan d m bahan dipanaskan di dalam oven (110°C)
selama 4 jam
kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang
(X2).
Kadar Air = (X, +A)-X, x 100%
B. Kadar Lemak (Metode Folsch)
1. Bahan ditimbang sebanyak A gram dan ditambahkan C ml (20xA)
Chloromethanol perbandingan 2 : 1
2. Dihomogenkan selama 5 menit
3. Hasilnya disaring dengan menggunakan vaccum pump dan kertas saring
4. Hasil penyaringan dimasukkan (dengan cara disaring menggunakan kel-tas
saring) ke dalam labu pemisah (XI gram) yang sebelumnya telah
dimasukkan MgC12 sebanyak (0,2xC) ml
5. Kocok perlahan selama 1 menit dan didiamkan selama 1 malam
6. Setelah semalam kemudian diambil lemaknya (cairan endapan yang
dibagian bawah) dan dievaporasi, lalu ditimbang (X2 gram)
Kadar Lemak =
(X2 -XI)
x 100%
D. Kadar Protein
Tahap oksidasi
1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjehdall.
2. Katalis ( K ~ S O ~ + C U S O ~ . ~dengan
H ~ O ) rasio 9:l ditimbang sebanyak 3
gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdall.
3. 10 ml HzS04 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjehdall dan kemudian
labu tersebut dipanaskan sampai suhu 400°C selama 3-4 jam sampai cairan
dalam labu berwarna hijau bening.
4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades
sampai volume larutan tersebut mencapai 100 ml (larutan A).
Tahap destilasi
1. Labu erlenmeyer diisi 10 ml H2S04 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes
indikator methyl red (larutan B).
2. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu
dimasukkan ke dalam labu Kjehdall.
Kemudian dilakukan destruksi
selama 10 menit mulai saat tetesan pertama pada larutan B.
Tahap titrasi
1. Hasil destrultsi dititrasi dengan NaOH 0.05 N.
2. Hasil titrasi dicatat.
3. Prosedur yang sama juga pada blanko.
Kadar Protein =
0.0007 * x (Vb - Vs) x 6.25 * * x 20
A
Notasi : Vb
=
mi 0.05 N titran NaOH untuk blanko
Vs
=
ml0.05 N titran NaOI-I untuk sampel
A
=
bobot sampel (gram)
*
=
setiap m10.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram N
**
=
Faktor Nitrogen
Lampiran 3. Analisa Proksimat Kotifera
Kadar Lemak
Kadar Air
Lampiran 4. Jumlah rotifera yang dikonsumsi larva kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian makan di pagi hari
Lampiran 5. Jumlah rotifera yang dikonsumsi lawa kerapu bebek 1 jam
setelah pemberian makan di siang hari
Lampiran 6. Keiangsungan 11iduplarva kerapn bebek
Padat tebar = 10 ekorlL
Volume bak = 500 L
Jumlah awal larva = 5000 ekorlbak
Perlakuan
B
A
Ulangan
C
Rata-rata
25,32
23,62
24,47
17,58
20,76
19,17
11,82
14,22
13,02
1
2
Oneway
Descriptives
Post Hoc Test
Multiple Comparisons
Dependent Variable: SR
LSD
1
(I) Perlakuan
A
/
Mean
Difference (IJ)
(1) Perlakuan
B
-6.15000(*)
1* The mean difference is significant
5.30000
Sig.
.040 -1 1.7777
1.76835
I
I
B
Std. Error
1
I
1.76835
I
95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
1
I
I
,058
/
-.5223
-.3277
1
10.9277
Lampiran 7. Data panjang akhir (mm) larva kerapu bebek setelah dipelihara
16 hari
Ulangan
1
2
1ata2
Perlakuan
B
A
C
-
4,86
5.09
4,97
5,58
5,33
5,46
5,38
5,21
5,30
Oneway
Descrintives
I
1
N
B
2
C
2
6
Total
Mean
/
/
/
Std.
Deviatio
n
1
1
Std.
Error
i
95% Confidence
interval for Mean
Lower
Upper
1
Roa~nd I
:
/
5.2950
.12021
.08500
5.4550
5.2417
,17678
,12500
3.8667
.24943
,10183
4.9799
Rollnrl
I
Minim
um
Maxim
urn
4.2150
ANOVA
Panjang
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
,239
.072
.3 I 1
~f
I1
I
j
Mean Square
2 1
.I19
11
.024
F
4.967
Sig.
.I 12
1
Muiti~leCom~arisons
Dependent Variable: Panjang
1.sn
(I) Perlakuan
A
(J) Perlakuan
B
Mean
Differe nc /
e (I-J)
-.32000 1
/
Std. 1
Error
.I5508 1
/
I
Sig.
.I31
/
/
Lower 1
Bound
-3135 /
/
Uuuer I
Bound
,1735
&.
Descriptives
ANOVA
Squares
Between
Groups
Within
Groups
Total
Mean Square
df
0.0363
2
0.018
0.0108
0.0471
3
0.004
POST HOC TEST
Multiple Comparisons
Dependent Variable: PPR
5
F
Sig.
5.0222
0.1103
Download