BAB V KESIMPULAN Kemunculan ide ‘multikulturalisme’ di awal abad ke-21 telah melahirkan satu fenomena baru di dalam masyarakat dunia, yaitu meningkatnya arus imigrasi dan perpindahan kewarganegaraan atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Diaspora ,dari negara berkembang ke negara maju. Amerika sebagai negara maju sekaligus penggagas ide multikulturalisme tersebut, lantas menjelma menjadi tanah tujuan bagi para imigran dari berbagai belahan dunia, termasuk India. Selain didasari oleh ide multikuturalisme yang digagas oleh negara Amerika, kedatangan para imigran tersebut juga dikarenakan mereka ingin mendapatkan kesempatan untuk bisa bekerja dan dibayar secara profesional di negara maju tersebut yang diklaim sebagai ‘the land of promises’. Fenomena imigrasi ini juga turut memunculkan fenomena baru di dalam dunia kesusasteraan, yaitu ikut munculnya penulis-penulis diaspora yang menuangkan kisah hidup para imigran kedalam karyanya, yang juga disebut dengan karya sastra diaspora. Di dalam buku Women Writers and Indian Diaspora, Agarwal menyebutkan beberapa penulis diaspora yang turut meramaikan dunia sastra diaspora diantaranya, Shanta Rama Rau, Jhumpa Lahiri, Chitra Banerjee, Anita Rau Badami, dan Bharati Mukherjee. Agarwal juga menyimpulkan bahwa berbeda dengan penulis lainnya yang memilih asimilasi dan adaptasi sebagai konstruksi identitas para imigran didalam karyanya, konstruksi identitas para imigran di dalam karya Bharati Mukherjee justru menolak untuk berasimilasi dan memilih untuk setia kepada nilai-nilai moral masa lalu. Hal yang melatar belakangi penulis untuk mengangkat penelitian ini adalah untuk membuktikan konsttruksi identitas di dalam karya Bharati yang menurut Agarwal lebih memilih penolakan terhadap asimilasi. Penelitian ini menggunakan teori hibriditas Bhabha untuk meninjau ulang konstruksi identitas imigran yang digambarkan Bharati di dalam novelnya Desirable Daughters. Ada tiga puluh oposisi biner yang ditemukan penulis di dalam struktur novel Desirable Daughters ini, dan penelitian ini fokus kepada dua karakter utama yang menjadi tonggak di dalam novel. Pertama adalah Padma, si kakak yang memilih untuk tetap setia pada nilai-nilai moral masa lalu dan menjalankan kehidupan tradisional India di Amerika. kedua, adalah si adik, Tara, yang justru memilih untuk beradaptasi dan berasimilasi dengan kebudayaan Amerika. Bharati selaku pengarang memposisikan Padma sebagai karakter yang sangat di untungkan, karena Padma memilih untuk setia kepada nilai-nilai tradisional. Padma justru menjadi imigran yang berhasil di Amerika, dimana dia sukses menjadi ikon imigran India yang dicintai baik itu oleh sesama imigran bahkan masyarakat Amerika yang tertarik dengan kebudayaan India. Sementara Tara yang memilih hidup modern seperti orang Amerika lainnya, justru diasingkan dengan sesama imigran India, karena Tara dianggap telah melenceng jauh dari nilai tradisional dan berbeda dengan mereka. Tara yang mengadaptasi kebudayaan modern, telah lama meninggalkan kebudayaan Indianya, Tara sudah berpakaian seperti orang Amerika, gaya hidup, bahkan Tara memilih untuk menceraikan suaminya Bish hanya karena mimpinya untuk bisa menjadi perempuan Amerika seutuhnya (bish melarang Tara untuk bekerja diluar rumah, dan melarang Tara untuk membawa sendiri kendaraan saat ingin bepergian) tidak terwujud. Dari oposisi yang berhasil dipaparkan di bab dua, dapat ditark sebuah kesimpulan bahwa Bharati menunjukkan keberpihakannya terhadap nilai tradisional, dimana Bharati memposisikan tokoh Tara sebagai tokoh yang banyak mengalami masalah. Masalah yang didapati Tara, merupakan konsekuensi yang harus Tara terima karena dirinya sudah sangat modern, berbeda dengan Padma yang tetap setia pada nilai tradisional. Akhir keberpihakan pengarang terhadap nilai tradisional adalah ketika Tara dipulangkan kembali ke India. Pemulangan tokoh Tara kembali ke India, didasari oleh dua fakto utama. Pertama, Bharati menciptakan konflik dimana rumah Tara di San Fransisco habis terbakar oleh para teroris. Kedua, segala masalah yang hadir dalam hidup Tara (baik itu hancurnya rumah, maupun keterasingan yang diterimanya dari para imigran India di Amerika, maupun para penduduk Amerika) adalah akibat Tara tidak menyaring dulu kebudayaan yang akan diadaptasinya dan pulang ke India adalah solusi agar Tara kembali kepada nilai tradisional. Setelah diketahui bahwa tetap menjunjung nilai tradisional merupakan identitas kultural yang dimaksud pengarang lebih baik untuk dapat eksis dan resis sebagai seorang imigran, maka berikutnya penelitian ini melakukan dekonstruksi atas identitas yang dianggap pengarang ideal. Pembacaan dekonstruksi pada novel Desirable Daughters ini telah mengantarkan penelitian ini pada satu kesimpulan, bahwa identitas tradisional yang dimaksud pengarang disini adalah kembali kepada ajaran Hindu yang dianggap pengarang jauh dari unsur modernitas, dan juga kegagalan pengarang menunjukkan konsistensinya dalam menjelaskan nilai tradisional yang dianggapnya lebih baik. Hal ini dapat dilihat bagaimana pengarang menciptakan konflik bagi Tara yang dianggap sudah sangat modern, dan pemulangan tokoh Tara ke India untuk mensucikan kembali dirinya dan kembali kepada ajaran tradisional. Pada awalnya Tara dibuat mampu beradaptasi untuk belajar kembali nilai tradisional (ajaran Hindu) dengan mengikuti jejak ayah dan ibunya untuk kembali mendalami ajaran Hindu yang suci. Namun ditengah pembelajaran, ternyata Tara kembali menunjukkan pola pikirnya yang tradisional didalam memaknai nilai agama yang dianggapnya tidak rasional. Selain itu, Tara juga kembali menciptakan konflik dengan sang ayah dimana Tara menentang sang ayah yang menganggap memakan daging adalah hal yang dilarang agama. Disini, tampak kegagalan pengarang untuk menunjukkan konsistensinya terhadap pengembalian tokoh Tara kepada nilai tradisional yang dianggap suci. Jika demikian, Tara tidak seharusnya dipulangkan ke India, karena di India juga Tara tetap memakai pola pikir modernitas untuk memaknai ajaran Hindu. Kontradiktif pengarang ini mengimplikasikan bahwa sebenarnya, Bharati juga masih sulit mendefinisikan nilai yang diawal dianggapnya sebagai yang tradisional. Maka pada tahap akhir, penelitian ini menggunakan konteks historis dimana didapati sebuah fakta bahwa agama Hindu yang dianggap didalam novel ini jauh dari unsur modern, merupakan agama yang berasal dari lembah Indus yang perkembangan agama ini disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bahkan nama Hindu itu sendiri awalnya merujuk kepada nama wilayah, namun sejak datangnya bangsa Islam ke lembah Indua, Hindu menjadi nama agama penduduk selain islam. Untuk membedakan penduduk yang muslim dan bukan musli. Pada tahap terakhir ini teori hibriditas bhabha dapat dibuktikan, bahwa tidak ada satu kebudayaan pun yang asli. Kebudayaan merupakan hasil dari proses yang dimaksud bhabha dengan hibriditas.