vi. analisis kebijakan dan peraturan perundang

advertisement
65
VI. ANALISIS KEBIJAKAN DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN ASURANSI LINGKUNGAN
HIDUP
6.1. Pendahuluan
Kegiatan pertambangan emas memiliki potensi dampak terhadap
komponen lingkungan. Pertambangan dengan sistem terbuka (open pit)
berpotensi dampak terhadap bentang lahan, kualitas tanah, kualitas air,
biota darat, dan biota air; sedangkan dengan sistem penambangan emas
bawah tanah berpotensi dampak terhadap kualitas air. Apabila dampak
kegiatan pertambangan tersebut tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan
resiko
lingkungan
yang
dapat
terjadi
pada
saat
berlangsungnya operasi penambangan dan pasca penambangan emas,
misalnya terjadinya pencemaran air sungai yang ada di sekitar lokasi
pertambangan. Pencemaran atau kerusakan lingkunga hidup berupa
resiko lingkungan dapat terjadi karena kesalahan (torts) atau kelalaian
(negligence)
dalam
melakukan
kegiatan
pertambangan,
termasuk
penggunaan bahan kimia berbahaya.
Penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pertambangan emas
untuk mengekstrak bijih emas dari batuan induknya berpotensi merusak
kualitas lingkungan serta kesehatan masyarakat di sekitarnya dan
sepanjang aliran sungai di bagian hilirnya.
Ada beberapa reagent
(pereaksi) yang bisa digunakan dalam proses pencucian (leaching) untuk
mengekstrak logam emas (Au) dan perak (Ag) dari bijih, diantaranya
adalah Mercury (Hg), Sianida biasanya dalam bentuk senyawa KCN atau
NaCN, Thiosulfat (Na Na2S2O3), dan Thiourea. Sampai saat ini reagent
sebagai pelarut emas dan perak yang paling banyak digunakan di industri
adalah Sianida (CN-), karena meskipun mempunyai sifat yang beracun,
namun sianida paling banyak digunakan. Hal itu disebabkan oleh recovery
Au yang tinggi (>95%), waktu proses yang relatif singkat, dan paling
ekonomis. Walaupun upaya untuk mencegah pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup akibat pertambangan emas telah ditetapkan seperti
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
66
adanya Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun
2008 Tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran Dan/Atau
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat, tetapi
resiko lingkungan akibat pertambangan emas masih cukup tinggi sebagai
akibat
adanya
kesalahan
dan
atau
kelalaian
dalam operasional
pertambangan tersebut.
Resiko lingkungan sedikit berbeda dengan dampak lingkungan,
dimana resiko lingkungan merupakan uncertainty yang dapat terjadi
secara tiba-tiba ketika adanya kecelakaan akibat kesalahan dan atau
kelalaian. Untuk mengantisipasi resiko tersebut maka perlu diterapkan
instrumen ekonomi lingkungan, yaitu asuransi lingkungan (environmental
insurance).
Dybdahl (2004) menyebutkan bahwa asuransi lingkungan
selain menjamin pertanggungan resiko lingkungan yang terjadi, juga
merupakan alat yang digunakan untuk mengelola resiko lingkungan itu
sendiri.
Perusahaan
asuransi
lingkungan
bertindak
pula
sebagai
pengawas yang memonitor diterapkannya manajemen dan teknologi
ramah lingkungan terhdap operasional pemanfaatan sumberdaya alam
yang diasuransikannya, sehingga resiko pencemaran dan kerusakan
lingkungan dapat diminimalkan. Asuransi lingkungan pun tidak hanya
menutupi kehilangan akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan,
tetapi dapat juga menutupi biaya restorasi lingkungan yang mengalami
kerusakan
akibat
eksploitasi
sumberdaya
alam
(pertambangan).
Permasalahan penerapan asuransi lingkungan terkait dengan dukungan
peraturan perundang-undangan yang ada sebagai landasan hukum
pelaksanaan asuransi lingkungan tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan dan atau
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan asuransi
lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam mengendalikan
kegiatan pertambangan emas.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
67
6.2. Metode Analisis Kebijakan Asuransi Lingkungan
6.2.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan asuransi lingkungan dan
kegiatan pertambangan emas. Sumber data sekunder berasal dari
instansi/lembaga yang memiliki kaitan dengan upaya pengembangan
asuransi lingkungan, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Lampung, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah (BPLH) Provinsi Lampung, Dinas Pertambangan Provinsi
Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan
Departemen Kehutanan. Penelusuran peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan asuransi lingkungan dilakukan pula melalui jaringan
internet.
6.2.2. Analisis Data
Analisis kualitatif merupakan analisis yang relevan untuk mengkaji
permasalahan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan
(Muhadjir, 2000). Analisis yang dilakukan menganalisis isi (content
analysis) secara kritis yang difokuskan terhadap pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengembangan
asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam
mengendalikan resiko lingkungan pertambangan. Hasil analisis kritis
tersebut dijadikan dasar dalam mengkaji apakah peraturan perundangundangan yang ada sudah cukup untuk menjadi landasan hukum dalam
menerapkan asuransi lingkungan di bidang pertambangan emas.
6.3. Hasil dan Pembahasan Kebijakan dan Perundang-Undangan
Asuransi Lingkungan
Asuransi
perlindungan
lingkungan
pada
saat
merupakan
terjadi
asuransi
pencemaran
yang
dan/atau
memberikan
kerusakan
lingkungan hidup. Jenis asuransi yang tergolong baru ini merupakan salah
satu instrumen ekonomi lingkungan yang dapat digunakan untuk
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
68
mengendalikan resiko lingkungan yang terjadi, terutama bagi kegiatan
yang berdampak dan beresiko terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Mortgage Banking Association (MBA) (2004) menyebutkan bahwa di
Amerika
Serikat
sampai
dengan
tahun 1966
kebijakan
asuransi
pertanggungan tidak mengenal adanya asuransi yang berkaitan dengan
pencemaran. Namun sejak terjadinya pencemaran tumpahan minyak di
Santa Barbara pada tahun 1966, menjadi titik balik perubahan pertama
legislasi lingkungan
hidup
moderen
yang
menjadi
inspirasi
bagi
perusahaan asuransi di Amerika Serikat untuk memasukkannya dalam
kebijakan pertanggungan (liability policies), sehingga asuransi lingkungan
menjadi bentuk baru pertanggungan pencemaran untuk menghindari
resiko lingkungan. Lebih lanjut MBA (2004) menyebutkan bahwa
penerapan
asuransi
lingkungan
tersebut
didukung
oleh
sejumlah
kebijakan, seperti Environmental Impairment Liability Insurance, Pollution
Liability Insurance, dan Closure And Post-Closure Products To Provide
Financial Assurance.
Kondisi kebijakan di Amerika Serikat tersebut tentunya berbeda
dengan kondisi kebijakan di Indonesia. Kebijakan asuransi lingkungan di
Indonesia dalam pengendalian resiko lingkungan belum lengkap walaupun
prinsip hukum lingkungan berupa polluter must pay (pencemar harus
membayar) telah dianut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 34 yang
menyebutkan bahwa “setiap perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian
pada
orang
lain
atau
lingkungan
hidup,
mewajibkan
penanggung-jawab usaha atau kegiatan untuk membayar ganti rugi
dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Implementasi bentuk tanggung-jawab dari prinsip pencemar harus
membayar dijelaskan dalam Pasal 35-nya yang menyebutkan ketentuan
tentang biaya ganti rugi, dana lingkungan, dan asuransi. Pasal 35 dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup menyebutkan bahwa “penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
69
yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan dampak
penting terhadap lingkungan, yang menggunakan bahan berbahaya dan
beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,
bertanggung-jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan
kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat
terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Di dalam
penjelasan pasal 35 tersebut disebutkan bahwa “pengertian bertanggungjawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti
kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti
rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan
hidup menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang
dimaksud sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana
lingkungan hidup. Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, prinsip untuk
melaksanakan asuransi lingkungan sudah disebutkan tetapi tidak
dijelaskan secara lebih rinci bentuk penerapannya, sehingga belum dapat
menjamin kepastian hukum penerapannya.
Pada tahun 2009 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup diganti dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perubahan signifikan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tersebut adalah diwajibkannya kepada pemerintah dan
pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menerapkan instrumen
ekonomi lingkungan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pasal 42
dan
Pasal
Perlindungan
43
Undang-Undang Nomor
dan
Pengelolaan
32 Tahun 2009
Lingkungan
Hidup
secara
menyebutkan bahwa :
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
tentang
tegas
70
 Pasal 42
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen
ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.
 Pasal 43
(1) Instrumen
perencanaan
pembangunan
dan
kegiatan
ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional
bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan
kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah;
dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.
(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal
yang ramah lingkungan hidup;
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
71
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah
dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Asuransi lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup merupakan bagian dari instrumen ekonomi lingkungan
yang termasuk kategori insentif dan/atau disinsentif yang bagi pemerintah
dan pemerintah daerah wajib untuk dikembangkan dan diterapkan
sebagai upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Dengan
demikian setiap kegiatan yang memiliki potensi resiko lingkungan perlu
menerapkan instrumen asuransi lingkungan untuk pengendalian resiko
lingkungannya, termasuk kegiatan pertambangan emas.
Pengendalian resiko lingkungan akibat pertambangan emas sebagai
bagian dari perlindungan fungsi lingkungan hidup telah sejalan dengan
ketentuan pertambangan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun
2009
tentang
Pertambangan
Mineral
dan
Batubara,
dan
menegaskan bahwa pengelolaan dan pengusahaan potensi mineral dan
batubara dilakukan secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing,
efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan
nasional secara berkelanjutan. Asas berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi
ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha
pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan
masa kini dan masa mendatang. Bahkan Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tersebut secara tegas menyebutkan bahwa kegiatan
usaha pertambangan dapat dihentikan apabila kondisi daya dukung
lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan
operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
72
di wilayahnya, sehingga pemegang ijin usaha pertambangan pun wajib
mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Selain itu, Pasal 96
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
menegaskan
bahwa
dalam
penerapan
kaidah
teknik
pertambangan yang baik, pemegang ijin wajib melaksanakan (a).
ketentuan
keselamatan
dan
kesehatan
kerja
pertambangan;
(b).
keselamatan operasi pertambangan; (c) pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
pertambangan,
termasuk
kegiatan
reklamasi
dan
pascatambang; (d) upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;
(e) pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan
dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu
lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. Kewajiban lain terkait
perlindungan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan sesuai dengan
Pasal 98 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah menjaga
kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di samping
perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup, bagi masyarakat yang
berdomisili di sekitar operasi pertambangan dan terkena dampak negatif
langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak (a) memperoleh ganti
rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
serta (b) mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian
akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan.
Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, kedua undang-undang
yang mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
pertambangan mineral dan batubara sudah cukup memberikan landasan
hukum
di
dalam
pengembangan
asuransi
lingkungan
untuk
mengendalikan resiko lingkungan akibat kegiatan pertambangan emas
yang dilakukan, walaupun peraturan teknis tentang penerapannya belum
tersedia.
Secara
teknis
kegiatan
pertambangan
emas
berpotensi
menimbulkan resiko lingkungan yang akan menimbulkan : (a) kerusakan
lingkungan dan atau kehilangan nilai manfaat ekosistem seperti jasa
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
73
lingkungan air yang tercemari; serta (b) resiko gangguan kesehatan bagi
masyarakat. Kedua resiko tersebut dapat terjadi dalam peristiwa yang
uncertainty (tidak pasti) selama proses penambangan dan pengolahan
bijih emas berlangsung, serta pasca penambangan. Dengan adanya
resiko lingkungan dengan peristiwa terjadinya secara tidak pasti, maka
pengendalian resiko lingkungan akibat pertambangan emas dapat
dijadikan dasar untuk diterapkannya instrumen asuransi lingkungan. Di
dalam
Undang-Undang
Nomor
2
Tahun
1992
tentang
Usaha
Perasuransian disebutkan bahwa “asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian menyebutkan bahwa jenis kegiatan usaha asuransi
meliputi (a) usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak
pasti;
(b)
usaha
asuransi
jiwa
yang
memberikan
jasa
dalam
penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan; serta (c)
usaha reasuransi yang
memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang
dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan
Asuransi Jiwa. Berdasarkan pasal 3 tersebut, maka jenis usaha asuransi
lingkungan bisa dikategorikan sebagai usaha asuransi kerugian, karena
bentuk resiko lingkungan yang terjadi berupa kerusakan lingkungan dan
atau kehilangan manfaat jasa ekosistem yang terganggu akibat kegiatan
pertambangan emas tersebut. Namun demikian akibat resiko lingkungan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
74
kegiatan pertambangan tersebut berpengaruh negatif terhadap kesehatan
masyarakat terkena resiko lingkungan, maka asuransi lingkungan pun
harus memasukkan biaya gangguan kesehatan masyarakat sebagai
bagian dari asuransi yang dipertanggungkan.
Asuransi lingkungan sejauh ini masih dianggap sebagai produk
asuransi baru. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003
tertanggal 30 September 2003
menyebutkan bahwa suatu produksi
asuransi dinyatakan sebagai produk asuransi baru apabila (a) produk
asuransi tersebut belum pernah dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi
yang bersangkutan; atau (b) produk asuransi tersebut merupakan
perubahan
atas
produk
asuransi
yang
sudah
dipasarkan,
yang
perubahannya meliputi resiko yang ditutup, ketentuan polis, rumusan
premi, metode cadangan premi atau nilai tunai. Perusahaan asuransi yang
akan memasarkan produk asuransi baru harus memenuhi ketentuan
tingkat solvabilitas dan tidak sedang dikenakan sanksi administratif.
Di
dalam pengembangan
produk asuransi lingkungan yang
terkategori sebagai asuransi kerugian, maka sesuai dengan ketentuan
Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 harus
dilengkapi dengan (a) spesimen polis asuransi; (b) pernyataan tenaga ahli
yang berisi uraian dan dasar perhitungan tingkat premi dan cadangan
teknis, lengkap dengan asumsi-asumsi dan data pendukungnya; (c)
proyeksi underwriting untuk 3 (tiga) tahun mendatang; (d) dukungan
reasuransi untuk produk asuransi dimaksud; (e) uraian cara pemasaran
dan contoh brosur yang dipergunakan; serta (f) perjanjian kerja sama
dalam hal produk asuransi dimaksud dipasarkan bersama pihak lain. Di
dalam polis asuransi sesuai dengan Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 422/KMK.06/2003 harus memuat sekurang-kurangnya ketentuan
mengenai : (a) saat berlakunya pertanggungan; (b) uraian manfaat yang
dijanjikan; (c) cara pembayaran premi; (d) tenggang waktu (grace period)
pembayaran premi; (e) kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan
mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan
dengan mata uang rupiah; (f) waktu yang diakui sebagai saat diterimanya
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
75
pembayaran premi; (g) kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila
pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
(h) periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang
keabsahan kontrak asuransi (incontestable period); (i) perhentian
pertanggungan, baik dari pihak penaggung maupun dari pihak pemegang
polis, termasuk syarat dan penyebabnya; (j) syarat dan tata cara
pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam
mengajukan klaim; (k) pemilihan tempat penyelesaian perselisihan; (l)
bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda
pendapat, untuk polis asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau
lebih. Di dalam penetapan tarif premi asuransi kerugian harus dilakukan
dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya: (a) premi murni yang
dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss profile) jenis asuransi
yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir;
serta (b) biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya.
Berdasarkan uraian yang disampaikan sebelumnya, peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
pertambangan
mineral
dan
batubara, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara
sinergis mendorong berjalannya instrumen ekonomi lingkungan, termasuk
asuransi lingkungan. Oleh karena itu asuransi lingkungan untuk
mengendalikan resiko lingkungan akibat pertambangan cukup memiliki
payung hukum dikembangkan dan diterapkan. Namun demikian di dalam
tahap awal pengembangannya akan sangat dipengaruhi oleh adanya
kebijakan dan kemauan politik (political will) pemerintah dan atau
pemerintah daerah untuk memfasilitasinya. Dengan kebijakan dan
kemauan politik yang kuat, maka asuransi lingkungan sebagai instrumen
ekonomi lingkungan yang relatif baru dalam pengendalian resiko
lingkungan hidup dapat dikembangkan dan diterapkan.
6.4.Kesimpulan
Pelestarian lingkungan hidup merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap usaha atau kegiatan di dalam kerangka
pembangunan
berkelanjutan.
Kegiatan
pertambangan
emas
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
yang
76
berpotensi menimbulkan resiko lingkungan perlu dikendalikan agar tidak
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang mengganggu kehidupan
masyarakat. Pengendalian resiko lingkungan dapat dilakukan dengan
instrumen ekonomi lingkungan, yaitu asuransi lingkungan (environmental
insurance).
Asuransi lingkungan sebagai bagian dari instrumen ekonomi
lingkungan berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
wajib dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah. Aturan hukum tentang pertambangan mineral dan batubara yang
mensyaratkan pentingnya upaya untuk menjaga kelestarian komponen
lingkungan hidup memberikan ruang bagi penerapan asuransi lingkungan
untuk pengendalian resiko lingkungan di dalam kegiatan pertambangan,
khususnya pertambangan emas. Pengembangan asuransi lingkungan
tersebut di dalam tahap awal perlu didukung oleh kemauan politik (political
will) yang kuat dari pemerintah, pemerintah daerah, perusahaan asuransi,
pelaku usaha pertambangan, akademisi, masyarakat, serta pemangku
kepentingan lainnya.
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
Download