65 VI. ANALISIS KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ASURANSI LINGKUNGAN HIDUP 6.1. Pendahuluan Kegiatan pertambangan emas memiliki potensi dampak terhadap komponen lingkungan. Pertambangan dengan sistem terbuka (open pit) berpotensi dampak terhadap bentang lahan, kualitas tanah, kualitas air, biota darat, dan biota air; sedangkan dengan sistem penambangan emas bawah tanah berpotensi dampak terhadap kualitas air. Apabila dampak kegiatan pertambangan tersebut tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan resiko lingkungan yang dapat terjadi pada saat berlangsungnya operasi penambangan dan pasca penambangan emas, misalnya terjadinya pencemaran air sungai yang ada di sekitar lokasi pertambangan. Pencemaran atau kerusakan lingkunga hidup berupa resiko lingkungan dapat terjadi karena kesalahan (torts) atau kelalaian (negligence) dalam melakukan kegiatan pertambangan, termasuk penggunaan bahan kimia berbahaya. Penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pertambangan emas untuk mengekstrak bijih emas dari batuan induknya berpotensi merusak kualitas lingkungan serta kesehatan masyarakat di sekitarnya dan sepanjang aliran sungai di bagian hilirnya. Ada beberapa reagent (pereaksi) yang bisa digunakan dalam proses pencucian (leaching) untuk mengekstrak logam emas (Au) dan perak (Ag) dari bijih, diantaranya adalah Mercury (Hg), Sianida biasanya dalam bentuk senyawa KCN atau NaCN, Thiosulfat (Na Na2S2O3), dan Thiourea. Sampai saat ini reagent sebagai pelarut emas dan perak yang paling banyak digunakan di industri adalah Sianida (CN-), karena meskipun mempunyai sifat yang beracun, namun sianida paling banyak digunakan. Hal itu disebabkan oleh recovery Au yang tinggi (>95%), waktu proses yang relatif singkat, dan paling ekonomis. Walaupun upaya untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan emas telah ditetapkan seperti Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 66 adanya Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat, tetapi resiko lingkungan akibat pertambangan emas masih cukup tinggi sebagai akibat adanya kesalahan dan atau kelalaian dalam operasional pertambangan tersebut. Resiko lingkungan sedikit berbeda dengan dampak lingkungan, dimana resiko lingkungan merupakan uncertainty yang dapat terjadi secara tiba-tiba ketika adanya kecelakaan akibat kesalahan dan atau kelalaian. Untuk mengantisipasi resiko tersebut maka perlu diterapkan instrumen ekonomi lingkungan, yaitu asuransi lingkungan (environmental insurance). Dybdahl (2004) menyebutkan bahwa asuransi lingkungan selain menjamin pertanggungan resiko lingkungan yang terjadi, juga merupakan alat yang digunakan untuk mengelola resiko lingkungan itu sendiri. Perusahaan asuransi lingkungan bertindak pula sebagai pengawas yang memonitor diterapkannya manajemen dan teknologi ramah lingkungan terhdap operasional pemanfaatan sumberdaya alam yang diasuransikannya, sehingga resiko pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat diminimalkan. Asuransi lingkungan pun tidak hanya menutupi kehilangan akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan, tetapi dapat juga menutupi biaya restorasi lingkungan yang mengalami kerusakan akibat eksploitasi sumberdaya alam (pertambangan). Permasalahan penerapan asuransi lingkungan terkait dengan dukungan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai landasan hukum pelaksanaan asuransi lingkungan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan dan atau peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam mengendalikan kegiatan pertambangan emas. Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 67 6.2. Metode Analisis Kebijakan Asuransi Lingkungan 6.2.1. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan asuransi lingkungan dan kegiatan pertambangan emas. Sumber data sekunder berasal dari instansi/lembaga yang memiliki kaitan dengan upaya pengembangan asuransi lingkungan, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLH) Provinsi Lampung, Dinas Pertambangan Provinsi Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan Departemen Kehutanan. Penelusuran peraturan perundang-undangan yang terkait dengan asuransi lingkungan dilakukan pula melalui jaringan internet. 6.2.2. Analisis Data Analisis kualitatif merupakan analisis yang relevan untuk mengkaji permasalahan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan (Muhadjir, 2000). Analisis yang dilakukan menganalisis isi (content analysis) secara kritis yang difokuskan terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengembangan asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam mengendalikan resiko lingkungan pertambangan. Hasil analisis kritis tersebut dijadikan dasar dalam mengkaji apakah peraturan perundangundangan yang ada sudah cukup untuk menjadi landasan hukum dalam menerapkan asuransi lingkungan di bidang pertambangan emas. 6.3. Hasil dan Pembahasan Kebijakan dan Perundang-Undangan Asuransi Lingkungan Asuransi perlindungan lingkungan pada saat merupakan terjadi asuransi pencemaran yang dan/atau memberikan kerusakan lingkungan hidup. Jenis asuransi yang tergolong baru ini merupakan salah satu instrumen ekonomi lingkungan yang dapat digunakan untuk Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 68 mengendalikan resiko lingkungan yang terjadi, terutama bagi kegiatan yang berdampak dan beresiko terhadap kelestarian lingkungan hidup. Mortgage Banking Association (MBA) (2004) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat sampai dengan tahun 1966 kebijakan asuransi pertanggungan tidak mengenal adanya asuransi yang berkaitan dengan pencemaran. Namun sejak terjadinya pencemaran tumpahan minyak di Santa Barbara pada tahun 1966, menjadi titik balik perubahan pertama legislasi lingkungan hidup moderen yang menjadi inspirasi bagi perusahaan asuransi di Amerika Serikat untuk memasukkannya dalam kebijakan pertanggungan (liability policies), sehingga asuransi lingkungan menjadi bentuk baru pertanggungan pencemaran untuk menghindari resiko lingkungan. Lebih lanjut MBA (2004) menyebutkan bahwa penerapan asuransi lingkungan tersebut didukung oleh sejumlah kebijakan, seperti Environmental Impairment Liability Insurance, Pollution Liability Insurance, dan Closure And Post-Closure Products To Provide Financial Assurance. Kondisi kebijakan di Amerika Serikat tersebut tentunya berbeda dengan kondisi kebijakan di Indonesia. Kebijakan asuransi lingkungan di Indonesia dalam pengendalian resiko lingkungan belum lengkap walaupun prinsip hukum lingkungan berupa polluter must pay (pencemar harus membayar) telah dianut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 34 yang menyebutkan bahwa “setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung-jawab usaha atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Implementasi bentuk tanggung-jawab dari prinsip pencemar harus membayar dijelaskan dalam Pasal 35-nya yang menyebutkan ketentuan tentang biaya ganti rugi, dana lingkungan, dan asuransi. Pasal 35 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 69 yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan dampak penting terhadap lingkungan, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung-jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Di dalam penjelasan pasal 35 tersebut disebutkan bahwa “pengertian bertanggungjawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup. Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, prinsip untuk melaksanakan asuransi lingkungan sudah disebutkan tetapi tidak dijelaskan secara lebih rinci bentuk penerapannya, sehingga belum dapat menjamin kepastian hukum penerapannya. Pada tahun 2009 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perubahan signifikan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut adalah diwajibkannya kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pasal 42 dan Pasal Perlindungan 43 Undang-Undang Nomor dan Pengelolaan 32 Tahun 2009 Lingkungan Hidup secara menyebutkan bahwa : Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) tentang tegas 70 Pasal 42 (1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. (2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/atau disinsentif. Pasal 43 (1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi: a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup; c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah; dan d. internalisasi biaya lingkungan hidup. (2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi: a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan c. dana amanah/bantuan untuk konservasi. (3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk: a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup; Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 71 d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi; e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; f. pengembangan asuransi lingkungan hidup; g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Asuransi lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan bagian dari instrumen ekonomi lingkungan yang termasuk kategori insentif dan/atau disinsentif yang bagi pemerintah dan pemerintah daerah wajib untuk dikembangkan dan diterapkan sebagai upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian setiap kegiatan yang memiliki potensi resiko lingkungan perlu menerapkan instrumen asuransi lingkungan untuk pengendalian resiko lingkungannya, termasuk kegiatan pertambangan emas. Pengendalian resiko lingkungan akibat pertambangan emas sebagai bagian dari perlindungan fungsi lingkungan hidup telah sejalan dengan ketentuan pertambangan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan menegaskan bahwa pengelolaan dan pengusahaan potensi mineral dan batubara dilakukan secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang. Bahkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut secara tegas menyebutkan bahwa kegiatan usaha pertambangan dapat dihentikan apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 72 di wilayahnya, sehingga pemegang ijin usaha pertambangan pun wajib mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Selain itu, Pasal 96 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menegaskan bahwa dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang ijin wajib melaksanakan (a). ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; (b). keselamatan operasi pertambangan; (c) pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; (d) upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; (e) pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. Kewajiban lain terkait perlindungan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan sesuai dengan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di samping perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup, bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan dan terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak (a) memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; serta (b) mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan. Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, kedua undang-undang yang mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta pertambangan mineral dan batubara sudah cukup memberikan landasan hukum di dalam pengembangan asuransi lingkungan untuk mengendalikan resiko lingkungan akibat kegiatan pertambangan emas yang dilakukan, walaupun peraturan teknis tentang penerapannya belum tersedia. Secara teknis kegiatan pertambangan emas berpotensi menimbulkan resiko lingkungan yang akan menimbulkan : (a) kerusakan lingkungan dan atau kehilangan nilai manfaat ekosistem seperti jasa Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 73 lingkungan air yang tercemari; serta (b) resiko gangguan kesehatan bagi masyarakat. Kedua resiko tersebut dapat terjadi dalam peristiwa yang uncertainty (tidak pasti) selama proses penambangan dan pengolahan bijih emas berlangsung, serta pasca penambangan. Dengan adanya resiko lingkungan dengan peristiwa terjadinya secara tidak pasti, maka pengendalian resiko lingkungan akibat pertambangan emas dapat dijadikan dasar untuk diterapkannya instrumen asuransi lingkungan. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian disebutkan bahwa “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyebutkan bahwa jenis kegiatan usaha asuransi meliputi (a) usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti; (b) usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan; serta (c) usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Berdasarkan pasal 3 tersebut, maka jenis usaha asuransi lingkungan bisa dikategorikan sebagai usaha asuransi kerugian, karena bentuk resiko lingkungan yang terjadi berupa kerusakan lingkungan dan atau kehilangan manfaat jasa ekosistem yang terganggu akibat kegiatan pertambangan emas tersebut. Namun demikian akibat resiko lingkungan Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 74 kegiatan pertambangan tersebut berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat terkena resiko lingkungan, maka asuransi lingkungan pun harus memasukkan biaya gangguan kesehatan masyarakat sebagai bagian dari asuransi yang dipertanggungkan. Asuransi lingkungan sejauh ini masih dianggap sebagai produk asuransi baru. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 tertanggal 30 September 2003 menyebutkan bahwa suatu produksi asuransi dinyatakan sebagai produk asuransi baru apabila (a) produk asuransi tersebut belum pernah dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi yang bersangkutan; atau (b) produk asuransi tersebut merupakan perubahan atas produk asuransi yang sudah dipasarkan, yang perubahannya meliputi resiko yang ditutup, ketentuan polis, rumusan premi, metode cadangan premi atau nilai tunai. Perusahaan asuransi yang akan memasarkan produk asuransi baru harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tidak sedang dikenakan sanksi administratif. Di dalam pengembangan produk asuransi lingkungan yang terkategori sebagai asuransi kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 harus dilengkapi dengan (a) spesimen polis asuransi; (b) pernyataan tenaga ahli yang berisi uraian dan dasar perhitungan tingkat premi dan cadangan teknis, lengkap dengan asumsi-asumsi dan data pendukungnya; (c) proyeksi underwriting untuk 3 (tiga) tahun mendatang; (d) dukungan reasuransi untuk produk asuransi dimaksud; (e) uraian cara pemasaran dan contoh brosur yang dipergunakan; serta (f) perjanjian kerja sama dalam hal produk asuransi dimaksud dipasarkan bersama pihak lain. Di dalam polis asuransi sesuai dengan Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003 harus memuat sekurang-kurangnya ketentuan mengenai : (a) saat berlakunya pertanggungan; (b) uraian manfaat yang dijanjikan; (c) cara pembayaran premi; (d) tenggang waktu (grace period) pembayaran premi; (e) kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah; (f) waktu yang diakui sebagai saat diterimanya Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) 75 pembayaran premi; (g) kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati; (h) periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period); (i) perhentian pertanggungan, baik dari pihak penaggung maupun dari pihak pemegang polis, termasuk syarat dan penyebabnya; (j) syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam mengajukan klaim; (k) pemilihan tempat penyelesaian perselisihan; (l) bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat, untuk polis asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih. Di dalam penetapan tarif premi asuransi kerugian harus dilakukan dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya: (a) premi murni yang dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and loss profile) jenis asuransi yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir; serta (b) biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya. Berdasarkan uraian yang disampaikan sebelumnya, peraturan perundang-undangan yang mengatur pertambangan mineral dan batubara, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara sinergis mendorong berjalannya instrumen ekonomi lingkungan, termasuk asuransi lingkungan. Oleh karena itu asuransi lingkungan untuk mengendalikan resiko lingkungan akibat pertambangan cukup memiliki payung hukum dikembangkan dan diterapkan. Namun demikian di dalam tahap awal pengembangannya akan sangat dipengaruhi oleh adanya kebijakan dan kemauan politik (political will) pemerintah dan atau pemerintah daerah untuk memfasilitasinya. Dengan kebijakan dan kemauan politik yang kuat, maka asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan yang relatif baru dalam pengendalian resiko lingkungan hidup dapat dikembangkan dan diterapkan. 6.4.Kesimpulan Pelestarian lingkungan hidup merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap usaha atau kegiatan di dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Kegiatan pertambangan emas Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com) yang 76 berpotensi menimbulkan resiko lingkungan perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang mengganggu kehidupan masyarakat. Pengendalian resiko lingkungan dapat dilakukan dengan instrumen ekonomi lingkungan, yaitu asuransi lingkungan (environmental insurance). Asuransi lingkungan sebagai bagian dari instrumen ekonomi lingkungan berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup wajib dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Aturan hukum tentang pertambangan mineral dan batubara yang mensyaratkan pentingnya upaya untuk menjaga kelestarian komponen lingkungan hidup memberikan ruang bagi penerapan asuransi lingkungan untuk pengendalian resiko lingkungan di dalam kegiatan pertambangan, khususnya pertambangan emas. Pengembangan asuransi lingkungan tersebut di dalam tahap awal perlu didukung oleh kemauan politik (political will) yang kuat dari pemerintah, pemerintah daerah, perusahaan asuransi, pelaku usaha pertambangan, akademisi, masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya. Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)