Model Tanggungjawab Sosial Industri Dalam Pemanfaatan Hasil

advertisement
MODEL TANGGUNG JAWAB SOSIAL INDUSTRI
DALAM PEMANFAATAN HASIL-HASIL RISET IPTEK1
Oleh: Dr. Johannes, S.E., M.Si. 2
1. Tanggung jawab sosial
Dalam hubungan bisnis dan pemangku kepentingan (stakeholder) pada
tahap awal diakui bahwa tanggung jawab sosial adalah fungsi pemerintah, bukan
tanggung jawab bisnis ataupun perusahaan. Pendapat ini tentunya terjadi pada
awal dekade dimana hasil alam masih berlimpah, persaingan industri tidak
ketat, dan tuntutan pemangku kepentingan terhadap perusahaan belum tinggi.
Dapat dicatata pendapat Friedman dalam Robin, F (2008) hal 232. menuliskan
bahwa The business of business is to maximise profits, to earn a good return on
capital invested and to be good corporate citizen obeying the law- no more and no
less. Sejalan evolusi pada seluruh bidang, termasuk adanya globalisasi, hal
demikian berubah drastis.
Dalam perkembangan bisnis baru, diakui bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan
yang dikenal sebagai Community Social Responsibility (CSR)
adalah fungsi perusahaan. Adapun “desakan” untuk itu bersumber dari banyak
hal baik karena tekanan global maupun regional. Bilamana dikaitkan fungsi maka
ini dilakukan secara sukarela (voluntary) bukan karena adanya paksaan dari luar,
utamanya dari pemerintah. Lebih dari itu, pembeda terminologi CSR dengan
penerapan sebelumnya terletak kepada fungsi “tanggung jawab ” yang bermakna
bahwa CSR sifatnya datang dari perusahaan.
Banyak konsep CSR yang dipubllikasikan, Wibisono (2007) melaporkan
CSR bahwa CSR didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terusmenerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup komunitas
lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dalam versi World Bank
CSR
didefinisikan sebagai “the comitment of business to contribute to sustainable
economic development working with employees and their representatives the local
community and society at large to improve quality of life, in ways that are both
and good fo business development”
Dalam batasan demikian, maka CSR sesungguhnya merupakan konsep
dan program yang menucnul secara sukarela, karena perusahaan menganggap
penting sehingga harus diformulasikan sedemikian rupa. Selanjutnya, di dalam
konsep CSR terdapat berbagai aspek seperti nilai, kultur, kompetensi, sejarah
1
Disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Etika Bisnis Kerjasama Kementrian Negara Riset
dan Teknologi dan Universitas Jambi, 9 Juni 2009
2
Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan manajemen dan Program Magister Manajemen Pascasarjana
Universitas Jambi.
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
1
perusahaan bahkan etika yang dijadikan dasar bertindak oleh seluruh pihak
internal manajemen perusahaan .
Isu terkait dengan CSR senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan
dinamika dan kesadaran tetang kebutuhan bersama. Isu yang terkait utamnya
adalah Good Corporate Governance, Sustainable Development, sampai ke Daya
Saing. Bilamana isu ini disimak lebih dalam, maka ditemukan bahwa penerapan
CSR saling menopang dengan dimensi-dimensi tersebut. Bila dikatikan dengan
corporate governance maka penakanan CSR adalah pelibatan stakeholder dalam
tatakelola perusahaan. Semantara itu bila dikaitkan dengan isu keberlanjutan,
penekanannya adalah bahwa bisnis yang dapat berkelanjutan apabila didukung
oleh pemangku kepentingan. Selanjutnya bila dikaitkan dengan
konsep daya
saing, maka sisi pelaksanaan CSR adalah dalam rangka membangun daya saing
bisnis baik di tingkat regional maupun global (Zadek, 2006)
Dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial, prinsip sederhana
yang mendasari perkembangannya adanya satu pengakuan prinsip mutualisme,
dimana antara perusahaan dan masyarakat harus hidup berdampingan dan saling
memberikan manfaat bersama. Hal ini kemudian diakui oleh bisnis bahwa hanya
dengan masyarakat – yang dikenal juga dengan sebutan stakeholder yang kuat –
maka bisnis dapat berkembang dengan baik.
Dalam perkembangan yang lebih lanjut, perkembangan teknologi
menjadi isu yang paling dominan sebagai bagian daripada tanggung jawab
sosial. Teknologi cloning misalnya telah berkembang demikian pesat, akan tetapi
tetap dilaksanakan untuk mengapresiasi keberdaan daripada manusia dan
masyarakat. Demikian juga dengan teknologi transgenik di bidang budidaya
secara teknologi telah lolos akan tetapi secara sosial dan kemasyarakatan masih
terus dipertanyakan. Sesuai dengan penjelasan di atas, fokus diskusi pada studi
ini adalah bagaimanakah model pengembangan tanggung jawab
sosial
perusahaan dalam presfektif penggunaan hasil penelitian dan teknologi.
2. Tanggung jawab sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial dewasa ini sudah menjadi bagian daripada
orientasi bisnis. Prinsip ketergantngan dan manfaat bersama ternyata menjadi
landasan utama dalam penyelenggaraan atau implementasi program tanggung
jawab sosial. Terminologi Tanggung jawab Sosial (social responsibility) sendiri
terkait dengan banyak istilah. Waddock dalam Meehan (2006) menjelaskan 9
istilah yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial: 1) corporate social
responsibility (CSR), 2) corporate social perfomance (CSP), 3) alternative
CSR3c, 4) Corporate responsibility, 5) Stakeholder approcah, 6) Business ethics
and values, inclding nature-based values, 7) Boundary-spanning functions
including, 8) Corporate Community Involvement (CCI), dan 9) Corporate
Citizenship (CC).
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
2
Substansi daripada istilah ini dari masa ke masa mengalami perubahan.
Pada tahun 60an, tanggung jawab sosial lebih berintikan “charity” perusahaan
kepada lingkungan yang mengambil berbagai bentuk, berbeda antara satu
perusahaan terhadap perusahaan lain. Sudah tentu, model charity seperti itu
susah untuk dievaluasi manfaat dan dampaknya. Model pyramida yang
dikembangkan Carrol sangat dominan dalam penjelasan tanggung jawab sosial,
Caroll menjelaskan kaitan antara satu bidang tanggung jawab sosial korporasi
dengan bidang lain. Dari semua model di atas, salah satu yang dominan
dikembangkan sekarang ini ada model pendekatan yang dikembangkan yaitu
model pendekatan stakeholder (5). Model ini menjelaskan rinci peran pemangku
kepentingan dan fungsinya kepada perusahaan. Dengan identifikasi peran dan
kepentingan, maka perusahaan dapat mengintegrasikannya ke dalam satu
pencapaian tujuan. Sementara Meehan sendiri lebih menggunakan model 3C-SR,
dimana inti dari 3C adalah Commitment, Consistency dan Connection, dan patut
dicatat tidak kedua model ini sesungguhnya berbeda pandangna, pada model 3C
lebih menekankan konsep yang kemudian diurut menjadi operasional.
Di Indonesia, masalah tanggung jawab sosial bisnis menjadi isu yang
belum terslesaikan dengan baik. Menurut UU No 40 Tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas telah dinyatakan bahwa tanggung jawab Sosial adalah
bagian daripada tugas perseroan, oleh karena itu perseroan harus menyediakan
dana. Artinya komponen biaya tanggung jawab sosial bukan lagi didasarkan
kepada skema kalau perusahaan punya dana, akan tetapi di awal perusahaan
telah diharuskan mencantumkan dana tanggung jawab sosial. Konsep ini
menjustifikasi anggaran di tingkat manajemen puncak yang belum tentu mendapat
pengesahan. Lebih dari itu, perseroan diharuskan menyampaikan laporan.
Selain aturan ini masih ada program lain bersifat insentif dan fasilitatif,
yaitu
PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang
dimaksudkan untuk mendorong perusahaan peserta meningkatkan prestasi mereka
dalam program lingkungan hidup secara luas. Sesuai dengan prinsip dasar
PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup mendorong penataan perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan diseinsentif reputasi
dengan pelibatan masyarakat dan sekaligus sebagai wujud dari pelaksanaan UU
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 pasal 5 ayat 2 tentang hak
masyarakat atas infomasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Perusahaan
yang terlibat dalam program
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, karena hasil peringkat dimumkan
terbuka, yang baik diberi hadiah, pihak manajemen merasa manfaat langsung.
Walau program ini tidak bisa disamakan dengan program tanggung jawab sosial,
karena kecenderungan pada program ini adalah masalah lingkungan.
Bersamaan dengan pandangan ini dikenal istilah stakeholder dalam
terminologi Indonesia dikenal sebagai pemangku kepentingan . Jadi kalau tuga
perusahaan pada awalnya adalah untuk menciptakan keuntungan kepada pemilik
saham (shareholder), maka tugas ini telah berobah menjadi memberikan manfaat
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
3
kepada stakeholder. Dari hasil penelusuran studi literatur diketahui bahwa banyak
penulis mengacu kepada pendapat Carol (1979) yang mengidentifikasi bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan adalah: 1) ekonomi, 2) legal, 3) ethical, 4)
diskresionary. Masing-masing tanggung jawab sosial ini dijelaskan sebagai
berikut (Jamali, D. 208)
1) Ekonomi mislanya berkaitan dengan
menyediakan ROI kepada
pemegang saham, menciptakan pekerjaan dan pengupahan yang adil,
menemukan sumberdaya baru, mempromosikan penggunaan teknologi
lanjutan, inovasi, dan menciptakan barang dan jasa yang baru.
2) Legal berkaitan dengan peran perusahaan memainkan peran sesuai
dengan peraturan dan prosedur. Dalam kaitan ini masyarakat
mengharapkan agar perusahaan dapat memenuhi visi dan misi yang
diusungnya.
3) Etika diharapkan agar pelaku bisnis mempunyai moral, etika kerja dimana
perusahaan berada. Etika tidak harus sesuai dengan apa yang diatur
dalam aturan formal, akan tetapi dapat memenuhi harapan masyarakat
terhadap perusahaan , misalnya menghargai masyarakat, menghidnari
pencideraan masyarakat,
dan mencegah adanya bencana bagi
masyarakat.
4) Berkaitan dengan penilaian, pilihan perusahaan dalam hal kegiatan
yang diharapkan kembali kepada masyarakat.
Tentang dampak hubungan baik antara perusahaan dengan pemangku
kepentingan , Kotter J dan James (1992) dalam Svendensen et.al. (2000)
laporannya tentang Corporate Culture yang dilaporkan Harvard, menunjukkan
bahwa
selama 11 tahun pemantauannya menunjukkan bahwa dari sisi:
pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan karyawan,
perusahaan
yang
berorienatasi keapada stakeholder berikenerja lebih baik dbanding dengan
perusahaan yang berorientasi pada pemegang saham. Dicatat juga bahwa
manajemen yang menerapkan visi lebih memberikan fokus kepada stakeholder
daripada pemegang saham. Laporan ini senada dengan hasil penelitian tentang
Living Company (1997) dimana ditemukan bahwa perusahaan yang berorientasi
kepada pemangku kepentingan tetap berada pada hubungan yang harmonis
dengan lingkungan nya dengan tetap menjada hubungan kuat dengan
lingkungan.
Hal demikian dimungkinkan karena manfaat yang diterima
perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan memberikan manfaat yang
berkelanjutan terhadap perusahaan .
3. Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Riste dan
Teknologi
Tanggung jawab Sosial semakin menemukan posisinya pada perusahaan
dewasa ini. Bentuknya dalam era otonomi daerah juga disebut Community
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
4
Development. Dalam konteks ini model dapat dilihat sebagai satu urutan yang
dapat diterapkan oleh perusahaan guna mencapai tujuan.
Adapun model penerapan tanggung jawab sosial untuk pemanfaatan
teknologi dapat dilihat pada Gambar 1. berikut.
INTERNALISASI
TANGGUNG JAWAB
SOSIAL KE DALAM
STRATEGI BISNIS BAIK
JANGKA PENDEK
MAUPUN JANGKA
PANJANG.
MONITORING DAN
EVALUASI TANGGUNG
JAWAB SOSIAL BISNIS
DALAM
PEMANFAATAN HASIL
RISET
IMPLEMENTASI
TANGGUNG JAWAB KE
DALAM BENTUK
PROGRAM, KEGIATAN
DAN ANGGARAN DI
BIDANG
PEMANFAATAN HASIL
RISET
Gambar 1. Model Siklus Penerapan tanggung jawab sosial bisnis
1. Internalisasi ke dalam strategi
Langkah pertama sebagaimana terlihat pada Gambar 1. adalah keharusan
menginternaliasi tanggung jawab sosial kepada ke dalam praktek bisnis.
Internalisasi maksudnya adalah menjadikan permasalahan tanggung jawab sosial
sebagai bagian daripada strategi perusahaan. Hal ini perlu diingatkan karena
dalam paradigma bisnis modern bahwa hubungan pelanggan dan perusahaan
adalah aset yang harus dikelola manajer. Elm, H. (2006) dalam laporannya
tentang pelaksanaan CSR di Eropa Timur masih sering dilihat sebagai program
Charity, bukan sebagai sesuatu yang eksplisit, tertuang sebagai bagian daripada
strategi. Apa yang dikemukakan oleh Mehaan dengan model 3C-SR harus
menjadi awal internalisasi yaitu membangun komitmen. Sementara itu
membangun komitmen haruslah dimulai dengan adanya pemahaman yang
mendalam oleh pihak manajemen terhadap CSR. Untuk itu harus diakui bahwa
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
5
manfaat CSR sebagai bagian daripada intangible aset tidaklah instan, akan tetapi
perlahan-lahan pada jangka panjang. Wibisono (2007) menjelaskan manfaat
CSR: 1) mempertahankan dan mendongkrak brand image perusahaan, 2) memperoleh license to operate, 3) mereduksi risiko bisnis perusahaan, 4) melebarkan
akses sumberdaya, 5) membentangkan akses menuju market, 6) mereduksi biaya,
7) memperbaiki hubungan dengan pemangku kepentingan, 8) memperbaiki
hubungan dengan regulator, 9) meningkatkan semangat produktivitas, dan 10)
peluang mendapatkan penghargaan.
Peran pemerintah dalam di atas adalah penting. Pemerintah sebagai
pemegang wewenang harus melakukan pemeriksaan terhadap strategi perusahaan
dalam menginternalisasikan permasalahan tanggung jawab sosial ke dalam
permasalahan internal perusahaan . Sebagai catatan dapat disampaikan temuan
Albareda, L. et.al. (2006) tentang peran pemerintah dalam implementasi CSR: di
Inggris lebih sifatnya sistemik terhadap orientasi peran pemerintah dan swasta.
Sementara di Itali sifatnya lebih ekstensif, dan melakukan pendekatan multi
stakeholder dan multi level.
Pentingnya internalisasi CSR dalam strategi akan menentukan
keberhasilan program CSR itu sendiri. Galbreath (2009), dalam studinya
menjelaskan bahwa upaya perusahaan mengintergrasikan ataupun merealisasikan
CSR dalam strategi perusahaan secara integratif tidak menunjukkan perubahan
yang mendasar. Permasalahan dalam implementasi CSR baru sebatas popularitas
belum menyentuh permasalahan yang mendasar. Oleh karena itu, pekerjaan
utama secara bisnis dalam mengimplementasikan CSR adalah “mengadopsi” nya
menjadi bagian strategi perusahaan .
2. Implementasi
Marten J.H.K, dkk. (2007) dalam studi kasus
tentang CSR
mengidentifikasi konflik yang pernah terjadi antara perusahaan Multinasional
dengan masyarakat sekitar. Identifikasi mereka menunjukkan berbagai hal: 1)
berkurangnya sumber ait, rendahnya kepedulian terhadap perekonomian
masyarakat dan pengawasan perusahaan yang berlebihan, 3) hilangnya jalan
setapak dan terancamnya fungsi pembangunan kerekatan sosial. Oleh karena itu
adapun implementasi CSR didasarkan kepada permasalahan yang dihadapi
perusahaan terhadap pemangku kepentingan. Dalam hal ini harus dibedakan
mana pemangku kepentingan primer dan sekunder. Stakeholder primer
mempunyai kepentingan yang langsung berhubungan dengan masa depan
perusahaan. Yang termasuk stakeholder primer yaitu pemegang saham dan
investor, karyawan, pelanggan, pemasok dan penduduk dimana perusahaan
beroperasi. Beberapa ahli menambahkan stakeholder primer meliputi individu
atau kelompok yang berkepentingan terhadap sumber daya alam, spesies bukan
manusia, dan generasi yang akan datang (Wheeler dan Sillanpää, 1997).
Sedangkan stakeholder sekunder adalah mereka yang tidak menerima dampak
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
6
langsung; diantaranya media, kelompok pemerhati (pressure groups), atau
kelompok sosial lain dimana perusahaan berada.
Fungsi pemerintah dalam hal ini sangat penting untuk memeriksa
cakupan dan
implementasinya di lapangan. Jamali (2008) mendasarkan
pelaksanaan CSR atas pendekatan pemangku kepentingan (stakeholder). Dari
hasil identifikasi yang dilakukan, dapat dilihat kategori pemangku kepentingan
dan harapannya terhadap perusahaan .
Gambar 1. Jenis Pemangku kepentingan dan Harapan kepada perusahaan .
No.
1
Pemangku kepentingan
Karyawan
2
Pemasok
3
Pelanggan
4
Masyarakat
Harapan dipilah menjadi nilai
 Kesehatan dan keamanan bekerja
 Pengembangan keahlian bekerja
 Kesejahteraan dan kepuasan pekerja
 Kualitas pekerjaan
 Keadilan sosial
 Kemitran antara perusahaan
yang
memberikan order dan pemasok.
 Pemilihan dan analisis sistem pasokan
 Kualitas produk
 Keamanan
pelanggan
selama
menggunakan produk
 Perlindungan Konsumen
 Transparansi informasi produk
 Menicptakan dan menambah nilai
kepada masyarakat
 Keamanan lingkungan dan produksi
Sumber. Longo et.a., dalam Jamali, D. (2008). Hal. 217.
Masing-masing pemangku kepentingan ini mempunyai harapan yang
berbeda terhadap perusahaan. Oleh karena itu, program dan kegiatan harus
didasarkan kepada identifikasi pemangku kepentingan secara seksama.
Implementasi
bagaimanapun tidak berjalan mulus. Untuk kasus
Indonesia misalnya telah didapat
didapat dua Undang-undang
yang
mengharuskan korporasi menerapkan yaitu Undang-undang tentang penanaman
modal dan Undang-undang Perseroan Terbatas. Akan tetapi kenyataan ini masih
dihadapkan kepada kendala yaitu:
1) Isu tentang CSR
masih lebih sebatas khabar baik, akan tetapi
pelaksanaannya masih langka. Robin (2008) melaporkan ada tiga kondisi
yang dihadapi dalam penerapan CSR i) biaya yang ditimbulkan oleh
CSR bisa saja tidak dikenal, ii) keputusan yang berkaitan dengan
kompetensi yang tidak dipunyai oleh perusahaan , dan iii) CSR mungkin
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
7
akan berkaitan dengan lingkup sosial yang lebih luas, pemerintah dan
masyarakat, hal ini membuat perusahaan akan berfikir ulang.
2) Untuk kasus Indonesia, sebagaimana dilaporkan oleh Pradjoto (2007)
dalam Kompas: perusahaan melihat CSR sebagai biaya yang kemudian
menjadikan biaya operasional perusahaan
meningkat. Pandangan
demikian tentunya berbeda dengan makna daripada CSR yang lebih
menekankan kepada tanggung jawab perusahaan ketimbang sekedar
perbuatan baik.
Adapun tantangan demikian mengisyaratkan bahwa
keterlibatan
pemangku kepentingan mutlak dalam mengimplementasikan program CSR.
Pendekatan partisipatif dengan berbagai bentuk akan menopang keberhasilan
perusahaan dalam mengimplementasikan program CSR.
3. Monitoring dan Evaluasi
Adapun pertimbangan utama dalam menerapkan CSR adalah manfaat,
baik yang berwujud nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Oleh karena itu
manfaat yang diharapkan senantiasa harus mendapat dipantau dan dievaluasi.
Penerapan CSR di Indonesia dapat dikatkaan terlambat, hal ini bila dilihat
praktek yang dilaksanakan oleh perusahaan besar di Indonesia CSR masih
cenderung bersifa niat baik (charity). Keluarnya UU No. 40 tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas secara eksplisit mencantumkan Tanggung jawab Sosial
sebagai bagian daripada
kegiatan perusahaan . Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa setiap perseroan wajim mencantumkan dana untuk tanggung
jawab sosial, melaksanakan, dan melaporkannya ke pemerintah setiap tahunnya.
Bahakan bagi perseroan yang tidak melaksanakan wajib dikenakan sangsi.
Pelaporan demikian tentunya menjadi bagian daripada kesempatan yang
memungkinkan pemerintah, salah satu dari pemangku kepentingan untuk terlibat
dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. Walau harus diakui bahwa upaya
menerbitkan PP yang beriaktan dengan tanggung jawab sosial lini masih
mengalami hambatan.
4. Tanggung jawab sosial dan teknologi Riset Iptek
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang demikian pesat. Dari
sisi ilmu ekonomi bahkan telah berkembang aliran New Economy yang meyakini
bahwa ekonomi yang berkembang pesat adalah yang digerakkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Karena ini akan memberikan nilai tambah lebih besar
kepada negara daripada menghasilkan bahan mentah yang menopang
perekonomian. Sehingga kemajuan bangsa dan negara ditentukan anggaran yang
tersedia untuk Riset dan Pengembangan (R&D). Perkembangan teknologi
senantaisa tidak
terbatas, karena selalu terbuka ruang untuk
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
8
mengimpelementasikannya.
Dari
hasil
penelusuran
pada
situs
http://id.wikipedia.org/wiki/ Kategori:Teknologi, ditemukan
33
kategori
teknologi. Adapun kategori ini adalah sebagai berikut: alat, bahan peledak,
digital, elektorinika, fotographi, informasi, lingkungan, luar angkasa, mesin,
militer, optik, otomasi, percetakan, penghargaan sains, pertanian, pendidikan,
program luar angkasa, proses industri, robot, sejarah teknologi, sistem, suara,
teknik, dan teknologi televisi.
Berkaitan dengan kategori teknologi di atas, pada dasarnya ada dua
sumber teknologi bagi perusahaan yaitu internal dan eksternal, yang lebih dikenal
sebagai outsourcing. Dalam hal outsourcing, keterlibatan mitra menyediakan
teknologi bagi satu perusahaan sangat dimungkinkan. Teknologi bagi perusahaan
telah menjadi bagian daripada kpts yang harus disiapkan untuk menopang daya
saingnya. Akan tetapi pedoman untuk menerapkan teknologi dan ilmu
pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjunjung Nilai luhur. Nilai luhur bagaimanapun harus diutamakan,
karena nilai kemanusiaan melekat kepada ciptaan yang lebih tinggi.
Untuk kasus cloning bagaimanapun hal ini tidak akan pernah mendapat
tempat karena melecehkan manusia sebagai ciptaan yang maha kuasa.
2. Perusahaan menyusun praktik penggunaan teknologi dan ilmu
pengetahuan dalam bentuk etika ataupun konduk, sehingga prinsip
akuntabilitas tetap terpelihara sehingga memungkinkan temuan dan
inovasi berjalan dengan baik.
3. Menopang keberlanjutan lingkungan. Teknologi bagaimanapun harus
mepertimbangkan keberlanjutan lingkungan secara utuh untuk generasi
sekarang dan yang akan datang.
4. Perusahaan harus menggunakan teknologi secara bertanggungjawab
sehingga dapat memperbaiki kualitas perusahaan secara khusus dan
kualitas masyarakat beserta lingkungan secara umum.
5. Peran pemerintah harus bersifat fasilitatif, sehingga dapat mendorong
lahirnya berbagai temuan yang dapat menopang pembangunan bangsa
secara keseluruhan.
5. Kesimpulan
Adapun praktik penerapan CSR yang menjadi populer saat ini haruslah
juga mengakomodasi isu-isu yang berkembang. Isu tentang pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi bagaimanapun harus menjadi bagian daripada strategi
perusahaan sehingga setiap perusahaan dapat menyiapakan pedoman (konduk)
yang menopang praktik dan pemanfaatan teknologi sebagai bagian daripada
tanggung jawab sosial perusahaan . Dukungan terhadap praktik Tanggung jawab
Sosial perusahaan baik berisfat Undang-undang dan peraturan yang bersifat lolak
senantiasa harus dipahami bukan sebagai beban perusahaan , akan tetapi sebagai
tanggung jawab perusahaan untuk turut menopang pembangunan yang lebih
luas.
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
9
Daftar Pustaka
Albarade. L.2008. Corporate responsibility, governance and accountability: from
self-regulation to co-regulation, Corporate Governance, Vol. 8.4 2008, pp
430-439.
Albarade, L. et.al. The government’s role in promoting corporate responsibility: a
comparative, Corporate Governance, Vol. 8.4 2008, pp 386-400
Hoffman. R.C., 2007. Corporate social responsibility inovasi the 1920s: an
institutional Perspective, Journal of Management History pp. 55-73,
Perdue School of Business, Salisbury University, Salisbury, Maryland,
USA .
Galbreath, J. 2009. Building corporate social responsibility into strategy,
Garaduate School of Business, Curtin University of Technology, Perth,
Australia, European Business Review, Vol. pp. 109-127
Jamali, D. 2008. A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility: A
Fresh Perspective into Theory and Practice, Journal of Business Ethics,
82: pp. 213–231
Kementrian Negara Ristek., 2009. Enam Fokus Program Kementrian Negara
Riset dan Teknologi, http://www.ristek.go.id/index.php, 4 juni 2009.
Meehan. J.et.al. 2006. Corporate social responsibility: the 3C-SR model,
International Journal of Social Economics, Vol. 33 No. 5/6. pp. 386-398.
Pradjoto (2007). Tanggung jawab Sosial Korporasi, Kompas 23 Juli 2007,
http://www. kompas. com/kompas-cetak/0707/23/utama/3711215.
Republik Indonesia, 2007. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun
2007, tentang Perseroan Terbatas, Mentri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indoensia, Jakarta.
Robin, F. 2008. Why community cocial responsibility should be popularised but
not imposed, Corporate Governance, Vol. 8, No. 3. pp. 330 – 341.
Svendensen, et.al. 2000. Measuring The Business Value Of stakeholder
Relationships, Part One. The Center for Innovation Management, Simon
Fraser University.
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
10
McManus, T.2007. The business strategy corporate social responsibility “mashup” Department of Management and General Business, Frank G. Zarb
School of Business New York
Marten.J.H., dkk., 2007. Corporate Social Responsibilitu Perusahaan
Multinasional Kepada Masyarakat Sekitar: sudi Kasus, Usahawan No.
03. Tahun. XXXVI, hal. 9-18.
Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social
Responsibility), Fascho Publlishing, Gresik, Indonesia.
Zadek, S. 2006. Corporate responsibility and competitiveness`at the macro level
Responsible competitiveness: reshaping global markets through
responsible business practices, Corporate Governance, Vol. 6. no 4. pp
334-348. Emerald Group Publishing Limited.
Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Ristek, Jambi 9 Juni 2009
11
Download