Page 1 of 45 BUKU MODUL MODUL GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN PADA KELAUTAN MODUL NO B.7 SUBMODUL B.7.2. KELAINAN RETINA SUBMODUL B.7.3. PENYAKIT MATA INFEKSI DAN ALERGI SUBMODUL B.7.4. TRAUMA MATA SUBMODUL B.7.5. PENILAIAN KECACATAN MATA KOLEGIUM KEDOKTERAN KELAUTAN PERDOKLA (PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN KELAUTAN) 2009 Page 2 of 45 MODUL B.7.2. KELAINAN RETINA TUJUAN MODUL Modul ini disusun untuk proses pembelajaran dan pelatihan praktek agar peserta didik mampu menjelaskan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada mata, menginterpretasikan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata, mendiagnosis, melakukan rujukan keahli Mata, melakukan terapi awal, melakukan pemeriksaan fit onboard ships,serta pencegahan kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Kompetensi kognitif, psikomotor dan afektif akan diperoleh melalui proses pembelajaran materi dan prosedur klinik baku dengan pembimbingan, praktik mandiri dan penilaian perkembangan level kompetensi WAKTU Mengembangkan Kompetensi Sesi di dalam kelas Sesi dengan fasilitasi Pembimbing Sesi praktik dan pencapaian kompetensi Alokasi Waktu 2 X 60 menit (classroom session) 2 X 120 menit (coaching session) 4 hari (facilitation and assessment PERSIAPAN SESI Materi presentasi: LCD 1 : Kelainan Retina Herediter. LCD 2 : Retinitis Pigmentosa (RP) LCD 3 : Cone Dystrophies LCD 4 : Cone-Rod Dystrophies LCD 5 : Macular Dystrophies : Stargardt Disease LCD 6 : Macular Dystrophies : Best Disease LCD 7 : Kasus untuk proses pembelajaran LCD 8 : Retinopati Hipertensi LCD 9 : Retinopati Diabetika LCD 10 : Glaukoma Kasus : Seorang ABK berusia 36 tahun,radio operator datang dengan keluhan buram pada kedua mata yang dirasa sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu,sehingga mengalami kesulitan membaca telegram. Penderita mengetahui bahwa penglihatannya dirasakan makin lama semakin buram. sehingga pada saat ini penderita hanya dapat membaca pada jarak < 15 cm. Sarana dan alat bantu latih : Page 3 of 45 – Video, kasus – Penuntun belajar (learning guide) terlampir – Tempat belajar (training setting): Ruang kelas 1 PPDS Kelautan Referensi – Hand book of Nautical Medicine, W.A.G., Goethe E.N.Watson- D.T. Jones Berlin Heidelberg New York tokyo 1984 pp. – American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12. 2008-2009 – Kanski J.J : Clinical Ophthalmology, a systematic approach. 2007 – Modul Kelainan Herediter PPDS MATA. KOMPETENSI Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini, peserta didik diharapkan : Mampu menatalaksana kelainan herediter makula/retina pada kelautan melalui upaya membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik/status lokalis mata, pemeriksaan pemeriksaan penunjang mata, rujukan ke Ahli Mata, pemeriksaan fit onboard ships serta pencegahan progresifitasnya dan membuat keputusan serta menangani problem tersebut hingga tuntas. KETRAMPILAN Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran modul ini, peserta didik diharapkan terampil : 1. Menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan herediter herediter makula/retina pada kelautan. 2. Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada kelautan termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll. 3. Menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata pada kasus kelainan herediter makula/retina pada kelautan. 4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan herediter makula/retina pada kelautan. 5. Menjelaskan rujukan kelainan herediter makula/retina pada kelautan ke ahli Mata 6. Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter makula/ retina pada kelautan 7. Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/ retina pada kelautan. GAMBARAN UMUM Ada beberapa faktor spesifik yang membedakan kasus dan manajemen gangguan sistim pengelihatan pada kelautan, antara lain gangguan sistim pengelihatan pada Page 4 of 45 kelautan sering berkaitan dengan pekerjaan pelaut, gangguan pengelihatan ABK/pelaut dapat membahayakan pelayaran, diagnosa dan terapi definitif sering baru dapat dilakukan di Rumah Sakit Pelabuhan berikutnya namun waktu singgah kapal sering tidak memadai. Oleh karena itu persyaratan kesehatan mata bagi diberlakukan dengan ketat sesuai peraturan kesehatan ABK/pelaut. Adanya buta warna, mutlak membuat semua ABK/ pelaut unfit. Gangguan ketajaman pengelihatan mata selama dapat dikoreksi dengan kacamata / lensa kontak / operasi laser sampai memenuhi sarat masih dinyatakan fit, namun penderita diwajibkan memiliki cadangan kacamata serta lensa kontak dikapal. Dalam hal gangguan lapang pandangan mata, adaptasi gelap-terang Dokter Kapal/ Spesialis Kedokteran Kelautan boleh menerapkan kebijaksanaan melebihi peraturan kesehatan ABK /pelaut untuk menyatakan pelaut unfit. Gejala klinis kelainan retina dapat berupa penurunan ketajaman penglihatan yang bersifat sementara, gangguan penglihatan warna, metamorfopsia, floaters, fotopsia, skotoma, dan adanya kehilangan lapang pandangan. Kelainan Retina Hererediter sebagai salah satu penyebab buta warna diharapkan dapat dideteksi saat seleksi awal pemeriksaan kesehatan mata bagi calon ABK/Pelaut. Namun pada beberapa kasus gangguan ketajaman pengelihatan, gangguan lapang pandang mata serta buta warna pada ABK/Pelaut sering manifes atau bertambah progresif setelah mereka bekerja sebagai ABK/Pelaut sehingga akan mempengaruhi status fit onboard ships nya. Sehingga Dokter Kapal/Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan dituntut untuk dapat melakukan deteksi dini adanya kelainan retina herediter, menentukan prognosa serta fit onboard ships dari segi kesehatan mata pada saat pemeriksaan kesehatan awal ataupun berkala bagi ABK/Pelaut. Perlu diingat bahwa gangguan ketajaman pengelihatan, gangguan lapang pandang mata serta buta warna pada ABK/Pelaut bisa disebabkan kelainan / penyakit mata lainnya yaitu Retinopati Hipertensi, Retinopati diabetika ,Glaukoma, infeksi mata, alergi, trauma mata, penyakit degeneratif dan lain-lain. Dalam modul ini dibahas tentang Retinitis Pigmentosa dan kelainan retina heriditer lainnya, Retinopati Hipertensi, Retinopati Diabetika serta Glaukoma dengan mengacu pada refensi yang sesuai dengan modul Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata. Contoh Kasus Seorang ABK berusia 36 tahun,radio operator datang dengan keluhan buram pada kedua mata yang dirasa sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu,sehingga mengalami kesulitan membaca telegram. Penderita mengetahui bahwa penglihatannya dirasakan makin lama semakin buram sehingga pada saat ini penderita hanya dapat membaca pada jarak < 15 cm. Keluhan ini disertai dengan adanya riwayat penglihatan buruk pada malam hari sebelumnya. Pada pemeriksaan mata didapatkan penglihatan kedua mata 6/60, segmen anterior dalam batas normal, dan terdapat gambaran papil discus optikus pucat disertai dengan atenuasi pembuluh darah arteri, lapsan nerve fiber layer yang menebal, disertai adanya bone corpuscle pada daerah perifer retina. Penderita disarankan untuk kontrol ke bagian Low Vision untuk rehabilitasinya. Diskusi : Page 5 of 45 Diagnosa. Etiologi Patofisiologi Penatalaksanaan. Jawaban : Diagnosa : Rertinitis Pigmentosa. Etiologi : Kelainan herediter autosomal dominan Patofisiologi : Retinitis pigmentosa merupakan kumpulan penyakit herediter yang melibatkan fotoreseptor dan fungsi pigmen epitel, ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif dari sentral ke arah luar, atau ditemukan cincin skotoma pada area perisentral.Hasil ERG yang tidak normal (gambaran gelombang a, gelombang b sel batang dan kerucut yang menurun bahkan hilang). Pada pemeriksaan fundus ditemukan pembuluh darah arteri lebih kecil, diskus pucat, dan sejumlah perubahan pigmen bone spicule. Retina perifer dan sel epitel pigmen retina terlihat atrofi, hilangnya refleks fovea, dan permukaan vitreoretina menjadi ireguler. Gambaran klinis lain berupa edema makula kistik, sel pada vitreus, dan katarak subkapsular posterior. Penatalaksanaan : Segera dirujuk kebagian Low Vision untuk diagnostik dan rehabilitasinya. Pemberian Vitamin A Pemberian alat bantu low vision sangat menolong pada penderita dengan tajam penglihatan yang subnormal. Pemeriksaan oftalmologi secara teratur setiap 1-2 tahun Konseling genetik. Penentuan fitness on boars ships. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti proses pembelajaran untuk sesi ini, peserta didik akan memiliki keterampilan untuk : 1. Menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada kelautan. 2. Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada kelautan termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll. 3. Menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata pada kasus kelainan makula/retina herediter pada kelautan. 4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan. 5. Menjelaskan rujukan kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli Mata 6. Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter makula/ retina pada kelautan Page 6 of 45 7. Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/ retina pada kelautan. STRATEGI dan METODE PEMBELAJARAN Tujuan 1. Mampu menjelaskan keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Untuk mencapai tujuan ini peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode pembelajaran berikut: Tutorial tentang lingkup keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada kelautan, . Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada kelautan , dampaknya terhadap pengelihatan, progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Patofisiologi: kelainan makula/retina herediter pada kelautan, Tujuan 2. Menjelaskan gambaran klinis kelainan herediter makula/retina pada kelautan termasuk gejala, tanda-2 dan patofisiologi yang menyertainya yaitu colour blindness ( buta warna total/parsial) ,gangguan lapang pandangan mata dll. Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang gambaran klinis,gejala dan patofisiologi yang menyertainya yaitu buta warna akibat kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang keadaan dan patofisiologi kelainan makula/retina herediter pada kelautan , dampaknya terhadap ketajaman pengelihatan,lapang pandang,buta warna, progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Dampak kelainan makula/retina herediter pada kelautan, terhadap ketajaman pengelihatan, lapang pandangan mata, kemampuan adaptasi gelap-terang, buta warna. Progresivitas serta fitness onboard ships. Page 7 of 45 Tujuan 3. Mampu menginterpretasi dan menjelaskan pemeriksaan penunjang mata pada kasus kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang, interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Interpetasi pemeriksaan penunjang mata pada kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Tujuan 4. Menjelaskan dan melakukan diagnosis serta terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Diagnosis dan terapi awal kelainan makula/retina herediter pada kelautan. Tujuan 5. Menjelaskan rujukan kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli Mata Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang perlunya rujukan dini kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli Mata. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Page 8 of 45 Diskusi kelompok tentang perlunya rujukan dini kelainan makula/ retina herediter pada kelautan ke ahli Mata. Terapi definitif, prospek progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Rujukan dini kelainan makula/retina herediter pada kelautan ke ahli Mata. Terapi definitif, prospek progresivitas serta kemungkinan fitness on board shipis. Tujuan 6. Melaksanakan pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter makula/ retina pada kelautan Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang pemeriksaan fit onboard ships pada penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Fit onboard ships penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan. Tujuan 7. Melaksanakan pencegahan progresivitas kelainan herediter makula/ retina pada kelautan. Untuk mencapai tujuan ini pembelajaran berikut: peserta didik belajar teori dan praktik dengan metode Tutorial tentang pencegahan progresivitas penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan. Bed side teaching/on site teaching kasus pasien di ruang rawat inap/rawat jalan Diskusi kelompok tentang pencegahan progresivitas penderita kelainan herediter makula/retina pada kelautan. Belajar mandiri (textbook and journal reading) Praktik mandiri dengan supervisi Must to know key points : Pencegahan progresivitass penderita kelainan herediter makula/ retina pada kelautan. Page 9 of 45 EVALUASI Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test. Selanjutnya dilakukan small group discussion dengan fasilitator untuk membahas hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar. Setelah mempelajari penuntun belajar mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk Role play dengan sesama peserta didik dimana saat peserta memperagakan kinerjanya maka temannya menilai dengan menggunakan penuntun belajar untuk evaluasi (peer assisted evaluation) Setelah dianggap memadai melalui metode bed side teaching/on site teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta didik mengaplikasikan penuntun belajar pada model anatomi. Setelah kompetensi tercapai peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan pada klien/pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan, evaluator melakukan pengawasan langsung dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut : – Perlu perbaikan : tahap akuisisi – Cukup : tahap akuisisi-kompeten (pelaksanaan benar tapi waktunya tak efisien) – Baik : tahap kompeten (pelaksanaan benar dan waktunya efisien) Setelah selesai bed side teaching/on site teaching melakukan diskusi untuk mendapat penjelasan dari berbagai hal yang tidak mungkin dibicarakan di depan klien/pasien . – Self assessment dan peer assisted evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar Penilai – Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form – Kriteria penilaian : cakap/tidak cakap/lalai – Diakhir penilaian peserta didik diberi masukkan dan bila perlu diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja. Pencapaian kompetensi diperoleh melalui – Ujian OSCE – Ujian akhir stase – Ujian kognitif tengah pembelajaran – Ujian akhir kognitif – Ujian akhir profesi INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF Contoh Kuesioner : Kuesioner Sebelum Pembelajaran Soal : Page 10 of 45 1. Salah satu penyebab buta warna pada calon ABK/Pelaut adalah Retinitis Pigmentosa akibat kelainan herediter :( B/S ) Kuesioner Tengah Pembelajaran Soal : 1. Salah satu penyebab penurunan gejala ketajaman pengelihatan, scotoma, disertai buta warna adalah : A. Conjunctivitis B. Hipertensi C. Retinitis pigmentosa D. Stroke Jawaban : A. Conjunctivitis B. Hipertensi C. Retinitis pigmentosa D. Stroke Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatifa Soal : 1. Coba uraikan dampak klinis Retinitis Pigmentosa herediter terhadap pengelihatan ABK/Pelaut serta status Fitness onboard ships nya. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR PENUNTUN BELAJAR PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA HERIDITER Lakukan penilaian kinerja pada setiap langkah atau tugas dengan menggunakan skala penilaian di bawah ini : 1 Perlu Perbaikan : Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar atau dalam urutan yang salah ( bila diperlukan) atau diabaikan. 2 Cukup : Langkah atau tugas dikerjakan secara benar dalam urutan yang benar (bila diperlukan) tetapi waktu kerjanya tidak efisien. 3 Baik : Langkah atau tugas dikerjakan dikerjakan dengan benar dan waktu kerjanya efisien dalam menyelesaikan kegiatan/prosedur tersebut. Nama peserta didik Nama pasien Tanggal No. Rekam Medis PENUNTUN BELAJAR Page 11 of 45 NO KEGIATAN 1 KASUS 2 3 4 5 I. KAJI ULANG DIAGNOSIS&PROSEDUR TINDAKAN Nama Diagnosis Informed Choice & Informed Consent Rencana Tindakan Persiapan Sebelum Tindakan Penilaian Kinerja Keterampilan (Ujian Akhir) DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA PROSEDUR PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA HERIDITER Berikan tanda √ dalam kotak yang tersedia bila ketrampilan/tugas telah dikerjakan dengan memuaskan, dan berikan tanda x bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta T/D bila tidak dilakukan pengamatan. Memuaskan Langkah atau tugas dikerjakan sesuai prosedur standar atau penuntun. X Tidak memuaskan Tidak mampu untuk mengerjakan langkah atau tugas sesuai dengan prosedur standar atau penuntun. T/D Tidak diamati Langkah, tugas atau ketrampilan tidak dilakukan oleh peserta latih selama penilaian oleh pelatih. Tanggal No. Rekam Medis/No induk ABK Nama peserta didik Nama pasien/klien NO KEGIATAN / LANGKAH KLINIK A 1. 2. 3. 4. 5. PERSIAPAN PRE PEMERIKSAAN KELAINAN RETINA HERIDITER Anamnesa dan evaluasi problema , Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan status lokalis, Informed Consent , Menyiapkan alat ruang tindakan 1 NILAI 2 3 Page 12 of 45 Penilaian Kinerja Keterampilan (Ujian Akhir) DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA PROSEDUR PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA HERIDITER PELAKSANAAN PENATALAKSANAAN KELAINAN RETINA HERIDITER B. 1 NILAI 2 3 1. Menjelaskan diagnosa klinis 2. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan 3. 4. 5. 6. 7. Menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan sesuai diagnosa Menjelaskan pencegahan progresivitas. Menjelaskan dan melaksanakan rujukan ke Ahli Mata Melaksanakan terapi sesuai saran Ahli Mata Melaksanakan pemeriksaan fitness on board ships Peserta dinyatakan : Terampil Perlu perbaikan Tidak terampil dalam melaksanakan prosedur Tanggal: ......../........../............ Nama dan Tanda Tangan Penilai KATEGORI EDUKATOR/PELATIH Pendidik Pelatih Pembimbing Classroom Preceptor Clinical Instructor Pendidik Clinical Trainer Penilai Advanced Trainer Guru Besar Master Trainer Tugas Membimbing petugas/ peserta didik untuk memahami aplikasi pengetahuan dalam praktik Standardisasi atau memberikan kompetensi bagi petugas/peserta didik Menilai hasil proses pembelajaran peserta didik dan kualifikasi pendidik/ penilai/clinical trainer Instructional Designer Mencetak Advanced Trainer Mengembangkan sistem dan manajemen pelatihan Page 13 of 45 MATERI BAKU : 1. Retinitis Pigmentosa (RP) Retinitis pigmentosa merupakan kumpulan penyakit herediter yang melibatkan fotoreseptor dan fungsi pigmen epitel, ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif dan hasil ERG yang tidak normal. Penyakit ini dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu RP primer, apabila penyakit hanya ditemukan pada mata, tidak melibatkan kelainan sistemik, dan yang kedua adalah RP sekunder dimana penyakit berhubungan dengan kelainan satu atau lebih organ di luar mata. Pada pemeriksaan fundus ditemukan pembuluh darah arteri lebih kecil, diskus pucat, dan sejumlah perubahan pigmen bone spicule. Retina perifer dan sel epitel pigmen retina terlihat atrofi, hilangnya refleks fovea, dan permukaan vitreoretina menjadi ireguler. Gambaran klinis lain berupa edema makula kistik, sel pada vitreus, dan katarak subkapsular posterior. Pada penderita yang dicurigai menderita RP, sebaiknya dilakukan ERG dan pemeriksaan lapang pandang. Pada ERG dapat ditemukan gambaran gelombang a dan gelombang b sel batang dan kerucut yang menurun bahkan hilang. Pada pemeriksaan lapang pandang dapat ditemukan kelainan yang bersifat progresif dari sentral ke arah luar, atau ditemukan cincin skotoma pada area perisentral. Bila ditemukan RP tanpa ada riwayat yang sama dalam keluarga (RP simpleks), harus dipertimbangkan penyebab degenerasi retina didapat yang mirip dengan RP seperti oklusi arteri oftalmika, uveitis difus, infeksi sifilis, sindroma paraneoplastik, dan toksisitas obat, atau akibat penyakit metabolik atau kelainan organ lain. Saat ini telah ditemukan 84 tipe genetik yang berbeda pada penyakit RP, dan sebanyak 12 bentuk merupakan kelainan yang bersifat autosomal dominan. Pada RP terjadi mutasi pada gen rhodopsin yang merupakan pigmen visual pada sel batang yang berfungsi dalam penglihatan malam hari. RP merupakan penyakit degeneratif kronik, sehingga tidak benar apabila kita mengatakan kepada penderita bahwa dia akan menjadi buta dalam waktu satu tahun. Kebanyakan penderita masih hidup normal dalam beberapa dekade. Sebaiknya dilakukan konseling genetik pada penderita RP. Manajemen RP meliputi pemeriksaan oftalmologi secara teratur setiap 1-2 tahun. Pemberian alat bantu low vision sangat menolong pada penderita dengan tajam penglihatan yang subnormal. Sebuah laporan menyatakan bahwa Vitamin Page 14 of 45 A dapat memperlambat progresivitas RP sebanyak 2% per tahun, namun hal ini masih bersifat kontroversi. 2. Cone Dystrophies Cone dystrophies merupakan kelompok penyakit heterogen yang timbul pada saat remaja ataupun dewasa. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan kehilangan tajam penglihatan yang progresif dan kemampuan membedakan warna, yang sering bersamaan dengan hemeralopia dan photo-aversion. Pada oftalmoskopi dapat terlihat atrofi makula dengan gambaran symmetric bull’s eye. Pemeriksaan lapang pandang kinetik dapat membantu membedakan cone dystrophy dengan RP cone-rod patterns atau cone-rod dystrophy. Cone dystrophy dominan yang terkait dengan gen 6p21.1 terjadi akibat mutasi pada GUCA1A, protein yang dihasilkan di segmen luar fotoreseptor. Mutasi GUCY2D pada 17p13.1. ditemukan pada famili lain dengan degenerasi cone yang progresif dan bersifat autosomal dominan. 3. Cone-Rod Dystrophies Gen penyebab cone-rod dystrophy ditemukan dalam RetNet. Gen-gen yang lebih penting yang berhubungan dengan degenerasi cone-rod adalah gengen ntuk penyakit Stargardt (ABCA4), penyakit Alstrom (ALS1) dan ataksia spinocerebellar dominan (SCA7). Gambaran klinik yang ditemukan adalah skotoma sentral yang meluas dan dapat timbul gangguan visual berat sampai tahap dimana perlu dilakukan latihan mobilitas. Pada pemeriksaan oftalmskop ditemukan gambaran hiperpigmentasi seperti bone spicule dan atrofi fundus perifer dan penderita mengeluh rabun senja dengan penglihatan sentral yang buruk dan diskromatopsia. 4. Macular Dystrophies : Stargardt Disease Penyakit Stargardt atau fundus flavimaculatus merupakan distrofi makula juvenil yang paling banyak ditemukan dan menjadi penyebab kehilangan penglihatan sentral pada orang dewasa dibawah usia 50 tahun. Kebanyakan bersifat autosomal resesif namun pernah pula dilaporkan pedigree yang bersifat autosomal dominan. Gen yang bertanggung jawab untuk penyakit ini adalah ABCA4 yang mengkode protein transporter ABC yang dihasilkan oleh segmen luar sel batang. Page 15 of 45 Gambaran klasik penyakit ini berupa atrofi fovea dengan onset juvenil yang dikelilingi oleh bercak-bercak kuning yang tersebar atau pisciform fleck di RPE. Flek-flek ini tersebar luas di seluruh fundus dan kondisi ini dikenal sebagai fundus flavimaculatus. Diagnosis klinik penyakit Stargardt ditegakkan bila menemukan khoroid yang kehitaman pada angiografi fluoresen. Fenomena ini terjadi pada 80% penderita. Gambaran khoroid yang kehitaman diyakini akibat akumulasi pigmen seperti lipofuscin pada RPE. Onset usia dan gambaran klinik pada penyakit Stargardt cukup bervariasi, meskipun diantara satu keluarga. Penderita biasanya mengalami kehilangan visus dan kombinasi trias klinik berupa atrofi makular, flecks, dan khoroid yang kehitaman. Meskipun konfirmasi tes molekular akan lebih tersedia di masa yang akan datang, namun gennya sangat banyak (52 exons) sehingga tidak praktis untuk pemeriksaan skrining. Visus biasanya berkisar antara 20/50 dan 20/200. Meskipun pengobatan medis belum tersedia saat ini, rujukan ke unit low vision biasanya cukup membantu bagi penderita. 5. Macular Dystrophies : Best Disease Penyakit Best adalah makulopati yang bersifat autosomal dominan akibat mutasi gen VMD2, terletak pada kromosom 11 yang mengkode protein bestrophin. Penderita seringkali menunjukkan lesi makula yellow yolklike pada saat kanak-kanak yang akan menghilang meninggalkan gambaran atrofi geografik. Kebanyakan penderita tetap memiliki visus yang baik. Prognosis visus biasanya baik. Gambaran ERG biasanya normal dan gambaran EOG selalu abnormal. Rasio Arden biasanya kurang dari 1,5 dan seringkali mendekati 1,1. Kasus untuk proses pembelajaran Seorang pria berusia 23 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan penglihatan buram berangsur-angsur sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat kacamata sebelumnya disangkal. Pada waktu kecil penderita sering menabrak benda-benda disekitarnya pada sore hari, serta penderita takut bila lampu dipadamkan. Dr. Y melakukan anamnesis dan pemeriksaan mata lengkap (sesuai pemeriksaan dasar) seksama dan menyimpulkan: - Tajam penglihatan VOD = 3/60 Cc = 3/60 VOS = 5/50 cc = 5/30 TD = 120/80 mmHg Page 16 of 45 Tio : 17,3 ODS Slit lamp dbn FC direk ODS: media jenih, papil bulat batas tegas agak pucat, tampak attenuasi pembuluh darah disekitar papil disertai nerve fiber layer yang tampak sangat jelas, retina tampak lebih berwarna pucat, reflek fovea menurun - Dilakukan pelebaran pupil dengan midriatil 1% + efrisel 10% - FC indirek = OD - Tampak media jernih. - Retina perifer tampak perubahan pigmen berbentuk bone corpuscle dan RPE rampak atrofi. - Pada pemeriksaan 90 D tampak adanya gambaran kistik pada daerah fovea dan reflek fovea menurun - OS: Media masih cukup jernih - Papil bulat batas tegas - Attenuasi arteriol - retina = perifer tampak bone corpuscle makula : refleks fovea menurun - diarahkan untuk pemeriksaan ERG - Disarankan untuk dilakukan FFA dan OCT. - Dan dipertimbangkan untuk melakukan pemberian karbonik anhidrase oral : asetazolamid - Page 17 of 45 KELAINAN RETINA HEREDITER Page 18 of 45 • Penyakit herediter mata: – Jarang ditemukan – Bilateral • Unilateral: pertimbangkan penyebab lain (infeksi intrauterin /infeksi antenatal, penyakit inflamasi) • Riwayat keluarga merupakan hal yang sangat penting • Ekspresi penyakit bervariasi, tergantung kepada dimana letak mutasi gen yang terjadi Page 19 of 45 • Fundus: – – – – – – – – – Narrow artery Diskus pucat Bone spicule Retina perifer & atrofi RPE Refleks fovea (-) Permukaan vitreoretina menjadi ireguler Edema makula kistik Sel pada vitreus Katarak subkapsular posterior. • ERG: gelombang a dan gelombang b sel batang dan kerucut yang menurun bahkan hilang • Lapang pandang: Kelainan yang bersifat progresif dari sentral ke arah luar, cincin skotoma pada area perisentral Page 20 of 45 • RP tanpa riwayat keluarga (RP simpleks): – Oklusi arteri oftalmika – Uveitis difus – Infeksi sifilis – Sindroma paraneoplastik – Toksisitas obat – Penyakit metabolik/kelainan organ lain. • RP: mutasi gen rhodopsin • Manajemen RP: – Konseling genetik – Pemeriksaan oftalmologi secara teratur setiap 1-2 tahun – Alat bantu low vision – Vitamin A: memperlambat progresivitas RP Page 21 of 45 CONE DYSTROPHIES • Kelompok penyakit heterogen yang timbul pada saat remaja ataupun dewasa • Diagnosis: – Kehilangan tajam penglihatan yang progresif dan kemampuan membedakan warna – Hemeralopia dan photo-aversion. • Oftalmoskopi : – Atrofi makula (symmetric bull’s eye) • Lapang pandang kinetik: membedakan cone dystrophy dengan RP conerod patterns atau cone-rod dystrophy • Cone dystrophy dominan: (gen 6p21.1) mutasi pada GUCA1A, protein yang dihasilkan di segmen luar fotoreseptor • (gen 17p13.1) mutasi pada GUCY2D pada ditemukan pada famili lain dengan degenerasi cone yang progresif dan bersifat autosomal dominan Page 22 of 45 • Gambaran klinik : – Skotoma sentral • Oftalmoskop: – Gambaran hiperpigmentasi (bone spicule) – Atrofi fundus perifer – Rabun senja – Diskromatopsia Cone-Rod Dystrophy • Gen penyebab cone-rod dystrophy ditemukan dalam RetNet • Gen-gen yang berhubungan: – Penyakit Stargardt (ABCA4) – Penyakit Alstrom (ALS1) – Ataksia spinocerebellar dominan (SCA7). Page 23 of 45 PENYAKIT STARGARDT • Distrofi makula juvenil yang paling banyak ditemukan • Penyebab kehilangan penglihatan sentral pada orang dewasa dibawah usia 50 tahun • Autosomal resesif • Gen ABCA4: mengkode protein transporter ABC yang dihasilkan oleh segmen luar sel batang • Gambaran klinik : – Skotoma sentral • Oftalmoskop: – Gambaran hiperpigmentasi (bone spicule) – Atrofi fundus perifer – Rabun senja – Diskromatopsia Page 24 of 45 Gambaranklasik: Š Atrofi fovea denganonset juvenil yangdikelilingi oleh bercak-bercakkuningyang tersebar atau pisciformfleckdi RPE Š Fundusflavimaculatus. Diagnosis: Š Dark Choroid (80%) akibat akumulasipigmen seperti lipofuscin pada RPE Onset usiadan gambaranklinik pada penyakit Stargardtcukupbervariasi Triasklinik: Atrofi makular, flecks,darkchoroid Page 25 of 45 • • • • Gennya sangat banyak (52 exons) Tidak praktis untuk pemeriksaan skrining Visus: 20/50 - 20/200 Unit low vision Page 26 of 45 8. Retinopati Hipertensi. Retinopati hipertensi merupakan suatu kelainan/kerusakan retina dan pembuluh darah retina yang diakibatkan tekanan darah sistemik yang tinggi (hipertensi) di atas 140/90 mmHg. Pemeriksaan mata dapat berperan sebagai jendela untuk mengetahui kondisi sirkulasi sistemik melalui pemeriksaan pembuluh darah retina. Pembuluh darah arteriol retina berespon terhadap kondisi hipertensi sistemik dengan cara vasokontriksi arteriol, hal ini terutama terjadi pada penderita usia muda. Pada penderita usia tua, umumnya telah terjadi fibrosis di pembuluh darah atau dikenal juga dengan sclerosis involusional arteriol. Pada kondisi hipertensi sistemik yang cukup lama, terjadi gangguan pada sawar darah retina dalam, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina. Gambaran klinis pada retinopati hipertensi (HR) dapat berupa penyempitan arteri, kebocoran pembuluh darah, dan arteriolosclerosis. Pada hipertensi berat dapat terjadi obstruksi arteriol prekapiler yang terlihat pada FC sebagai gambaran cotton wool spot. Kebocoran pembuluh darah retina dapat tampak sebagai perdarahan retina berbentuk flame-shape dan edema retina. Pada edema retina yang kronik, dapat tampak eksudat keras di sekitar fovea yang membentuk konfigurasi macular star. Apabila ditemukan pembengkakan papil nervus optikus, merupakan tanda khas pada hipertensi maligna. Arteriolosklerosis merupakan kondisi dimana terjadi penebalan dinding pembuluh darah. Tanda klinis yang paling penting diperhatikan adalah perubahan pada persilangan arterivena (AV nipping). Pembagian arteriolosclerosis adalah sebagai berikut: Grade 1 Refleks cahaya arteriol agak jelas Atenuasi arteriol menyeluruh ringan pada cabang-cabang kecil pembuluh darah dan vena agak terdesak ke bawah Grade 2 Refleks cahaya arteriol agak jelas Defleksi vena pada persilangan arterivena (Salus sign) Grade 3 Cooper-wiring dari arteriol Pelebaran vena di distal dari persilangan arterivena (Bonnet sign), terputusnya vena pada tiap sisi persilangan aretrivena (Gunn sign) & defleksi vena ke arah kanan Grade 4 Silver-wiring dari arteriol dan perubahan pada Gr 3 Adapun pembagian dari hipertensi retinopati menurut Scheie yang dimodifikasi adalah sebagai berikut: Page 27 of 45 Grade 0 Tidak terdapat perubahan Grade 1 Mulai terlihat penyempitan arteri Grade 2 Penyempitan arteri lebih jelas terlihat, disertai dengan iregularitas fokal Grade 3 Kelainan pada gr 2 ditambah dengan adanya perdarahan retina dan atau eksudat Grade 4 Kelainan pada gr 3 ditambah dengan adanya pembengkakan papil nervus optikus Page 28 of 45 9. Retinopati Diabetika. Page 29 of 45 Page 30 of 45 Page 31 of 45 Page 32 of 45 Page 33 of 45 Page 34 of 45 Page 35 of 45 Page 36 of 45 Page 37 of 45 Page 38 of 45 Page 39 of 45 Page 40 of 45 10. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA SEKUNDER Batasan dan klasifikasi Glaukoma adalah kumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya neuropati optik, disertai kelainan lapang pandangan yang karakteristik, dimana peningkatan tekanan intra okular merupakan faktor risiko utama. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi sejak lama dianut secara klasik dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu: primer dan sekunder, sedangkan klasifikasi berdasarkan mekanisme yang pertama kali dicetuskan oleh Barkan berdasarkan pemeriksaan sudut bilik mata depan terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup. Untuk menentukan diagnosis seseorang menderita glaukoma, diperlukan alur pikir secara sistematik. Pertama; apakah pasien tersebut terjadi glaukoma secara tiba-tiba (akut) atau berjalan kronis. Kedua; apakah pasien glaukoma tersebut penyebabnya tidak diketahui (primer) atau penyebabnya diketahui (sekunder). Ketiga; tentukan sudut bilik mata depan pasien tersebut : terbuka atau tertutup. Glaukoma sudut terbuka sekunder terbagi menjadi: sindrom eksfoliasi glaukoma pigmen glaukoma lens-induced tumor intraokular glaukoma sudut terbuka sekunder inflamasi peningkatan tekanan vena episklera glaukoma sudut terbuka sekunder trauma bedah dan kecelakaan Sindrom Schwartz Sindrom Eksfoliasi Ditandai oleh adanya deposit materi fibrin yang jelas pada segmen anterior mata. Secara histologis maateri ini ditemukan pada dan di dalam epitel lensa, tepi pupil, epitel siliar, epitel pigmen iris, stroma iris, pembuluh darah iris, dan jaringan subkonjungtiva. Epidemiologi: di negara-negara Skandinavia, sindrom eksfoliasi terjadi pada lebih dari 50% kasus glaukoma sudut terbuka. Sindrom ini sangat berhubungan dengan usia. Peluang sindrom eksfoliasi menjadi glaukoma dalam periode 10 tahun dapat mencapai 40%. Patofisiologi: materi fibrilar mengobstruksi aliran keluar dan menyebabkan kerusakan pada anyaman trabekular. Tanda dan gejala: Biasanya monokular Materi pseudoeksfoliasi terlihat di tepi pupil, permukaan iris Anyaman trabekular sangat berpigmen dengan pigmen coklat Garis Sampaolesi Sudut bilik mata depan sempit akibat pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior Fakodenesis dan iridodenesis Dilatasi pupil tidak maksimal Glaukoma Pigmen Page 41 of 45 Sindrom dispersi pigmen terdiri dari deposisi pigmen pada endotel kornea dengan pola spindel vertikal (spindel Krukenberg), pada anyaman trabekular, perifer lensa, dan defek pada transiluminasi iris mid-perifer. Epidemiologi: biasanya terjadi pada laki-laki kulit putih dengan miopia dan berumur antara 25-50 tahun. Patofisiologi: peningkatan tekanan intra okular disebabkan oleh obstruksi pigmen pada ruang intertrabekular dan kerusakan pada trabekular akibat denudasi, kolaps, dan sklerosis. Tanda dan gejala: Halo Penglihatan menurun secara intermiten Nyeri okular Fluktuasi TIO yang lebar Spindel Krukenberg Hilangnya epitel pigmen iris dengan bentuk seperti jari-jari Anyaman trabekular tampak sangat berpigmen dengan adanya garis Sampaolesi pada gonioskopi Deposit pigmen pada serabut zonula, hyaloid anterior, dan kapsul lensa dekat dengan ekuator lensa (garis Zentmayer) Glaukoma Lens-induced Terdapat tiga entitas klinik glaukoma sudut terbuka yang berhubungan dengan lensa yaitu: Glaukoma fakolitik Glaukoma partikel lensa Glaukoma fakoantigenik Glaukoma fakolitik Merupakan glaukoma inflamasi yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul pada katarak matur atau hipermatur. Patofisiologi: Ketika lensa menua maka komposisi protein berubah dengan konsentrasi protein berat molekul tinggi bertambah. Pada katarak matur atau hipermatur protein dilepaskan melalui lubang mikroskopik pada kapsul lensa. Protein ini memicu glaukoma sekunder karena protein lensa, makrofag, dan debris inflamasi lainnya menyumbat anyaman trabekular. Tanda dan gejala: Usia tua Riwayat penglihatan buram dengan awitan nyeri mendadak Hiperemia konjungtiva Penglihatan semakin menurun Elevasi tekanan intra okular yang ekstrem Edema kornea mikrokistik Reaksi bilik mata depan jelas tanpa KP Sudut bilik mata depan terbuka Pseudohipopion Terdapat katarak matur atau hipermatur Page 42 of 45 Glaukoma partikel lensa Glaukoma ini terjadi ketika partikel korteks lensa menyumbat anyaman trabekular setelah ekstrasi katarak, kapsulotomi, atau trauma okular. Derajat glaukoma terganutng dari jumlah materi lensa yang terlepas, derajat inflamasi, kemampuan anyaman trabekular untuk membersihkan materi lensa, dan status fungsional badan siliar. Tanda dan gejala: Terjadi dalam beberapa minggu setelah pembedahan atau trauma Materi korteks di bilik mata depan Peningkatan tekanan intraokular Reaksi bilik mata depan sedang Edema kornea mikrokistik Sinekia posterior Sinekia anterior perifer Glaukoma fakoantigenik Pasien mengalami sensitisasi terhadap protein lensa sendiri setelah pembedahan atau trauma penetrasi yang mengakibatkan inflamasi granulomatosa. Tanda dan gejala: Reaksi bilik mata depan sedang Terdapat KP pada endotel kornea dan permukaan lensa anterior Vitritis ringan Formasi sinekia Materi lensa sisa di bilik mata depan Neuropati optik glaukoma jarang terjadi Tumor Intraokular Glaukoma dapat disebabkan beberapa mekanisme tergantung dari ukuran, tipe, dan lokasi tumor: Invasi langsung tumor ke sudut bilik mata depan Penutupan sudut karena rotasi badan siliar atau pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior Perdarahan intraokular Neovaskularisasi sudut Deposisi sel tumor, sel inflamasi, dan debris sel di dalam anyaman trabekular Tumor yang menyebabkan glaukoma pada dewasa adalah melanoma uvea, metastasis kanker, limfoma, dan leukemia. Glaukoma pada anak-anak berhubungan dengan retinoblastoma, xanthogranuloma juvenilis, dan meduloepitelioma. Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder Inflamasi Pada uveitis, peningkatan TIO terjadi ketika disfungsi trabekular melampaui hiposekresi badan siliar yang terlihat pada inflamasi akut. Patofisiologi: Edema anyaman trabekular Disfungsi sel endotel anyaman trabekular Sumbatan anyaman trabekular oleh fibrin dan sel inflamasi Terganggunya sawar darah-akuos karena prostaglandin Page 43 of 45 Sumbatan kanal Schlemm oleh sel-sel radang Reduksi aliran keluar akuos melalui anyaman trabekular yang disebabkan oleh steroid Tanda dan gejala: Adanya KP Peningkatan TIO Presipitat ringan pada anyaman trabekular Sinekia anterior perifer Sinekia posterior dengan iris bombe Yang juga termasuk di dalam glaukoma sudut terbuka sekunder inflamasi adalah: Glaucomatocyclitic crisis Fuchs heterochromic iridocyclitis Peningkatan Tekanan Vena Episklera Tekanan vena episkelar adalah faktor penting dalam regulasi TIO. Normalnya adalah 8-10 mmHg. Tekanan ini dapat meningkat oleh beberapa hal yang menghambat aliran vena atau adanya malformasi arteri-vena. Tanda dan gejala: Mata merah kronik tanpa rasa tidak nyaman atau gejala alergi Riwayat trauma kepala Vena episklera dilatasi dan tortuous Segmen anterior dalam batas normal Peningkatan TIO Terdapat darah dalam kanal Schlemm Iskemia okular Stasis vena Proptosis Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder Akibat Trauma Bedah dan Kecelakaan Trauma tumpul atau non-penetrasi terhadap mata dapat menyebabkan cedera pada segmen anterior seperti: Hifema Angle recession Iridodialisis Ruptur sfingter iris Siklodialisis Subluksasi lensa Patofisiologi: kombinasi antara inflamasi pasca trauma, adanya darah dan sel darah merah, serta trauma langsung pada anyaman trabekular dapat mengakibatkan peningkatan TIO. Trauma bedah dan kecelakaan yang dapat menyebabkan glaukoma sudut terbuka sekunder adalah: Hifema Glaukoma hemolitik dan glaukoma ghost cell Glaukoma traumatik atau angle recession Page 44 of 45 Trauma pembedahan; implantasi lensa intraokular dapat menyebabkan glaukoma sekunder o Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH) o Glaukoma sekunder pigmen o Blok pupil pseudofakia Glaukoma dan keratoplasti penetrasi Sindrom Schwartz Ablasio retina regmatogenosa kronik dapat menyebabkan pembebasan segmen terluar fotoreseptor yang dapat bermigrasi melalui robekan retina, mencapai bilik mata depan, dan menghalangi aliran keluar akuos melalui anyaman trabekular. Penatalaksanaan 1. Medikamentosa sebelum tindakan bedah 2. Tindakan Bedah KEPUSTAKAAN MATERI BAKU – Hand book of Nautical Medicine, W.A.G., Goethe E.N.Watson- D.T. Jones Berlin Heidelberg New York tokyo 1984 pp. – American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12. 2008-2009 – Kanski J.J : Clinical Ophthalmology, a systematic approach. 2007 – Modul Kelainan Herediter PPDS MATA. – Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran – International Convention on Standard of Training,Certification and Watchkeeping for Seafarers,1978 as amended in 1995,Resolution 9. – Annexure “B”- Welcome to Directorate General of Shipping,Mumbai. diunduh 12 September 2009. – Medical Examination of Seafarers 2005 (translation of “ Keuringsreglement voor de Zeevaart 2005, diunduh 12 September 2009. Paket Materi Pelengkap Modul • • Buku Panduan Peserta Didik – Buku yang diberikan kepada peserta didik dan digunakan untuk memandu mereka mengikuti proses pembelajaran Buku Pegangan Pendidik – Buku yang dipegang oleh pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran dan bimbingan bagi peserta didik dalam upaya untuk mencapai kompetensi yang diinginkan Page 45 of 45 • Buku Acuan – Materi esensial yang digunakan oleh peserta didik dan diacu oleh pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran untukmencapai kompetensi