39 BAB 3 PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA

advertisement
39
BAB 3
PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA
Pengobatan patah tulang GS melayani pengobatan pada pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap. Pasien diobati dengan minyak GS, sup sumsum, dan
menggunakan peralatan lainnya. Selain itu, pasien diberi pantangan dalam
pengobatan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses pengobatan patah
tulang serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan patah tulang GS.
3.1 Proses pengobatan patah tulang GS
Pada proses pengobatan patah tulang GS, alat-alat yang digunakan ialah
perban putih, kapas, cairan antiseptik, cairan pembersih (rivanol), minyak GS, dan
spalk/bidai dengan berbagai ukuran. Spalk kecil berukuran lebar 4cm panjang
30cm dengan ketebalan 6mm. Spalk sedang berukuran lebar 5cm panjang 40cm
dengan ketebalan 6mm. Spalk besar berukuran lebar 6cm panjang 62cm dengan
ketebalan 9mm.
Foto 6. Peralatan yang digunakan pada pengobatan, spalk, kapas, perban putih, minyak, antiseptik
(sumber: dok. Pribadi)
Pasien memiliki penyakit dan latar belakang yang beragam, tidak ada
perbedaan dalam proses pengobatan antara pasien laki-laki dan perempuan, yang
membedakan adalah faktor usia, penyakit penyerta, dan kedisiplinan pasien dalam
mematuhi saran dari pengobat. Bentuk pengobatan yang dilakukan yaitu reposisi
tulang, diistirahatkan hingga tulang menyatu, setelah itu terapi terhadap bagian
tubuh yang direposisi. Saat yang paling rawan adalah pada penyatuan tulang, bila
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
40
tidak pas posisinya, tulang itu dapat di reposisi lagi dengan cara melunakkan
tulang yang sudah menyatu dengan cara membungkus bagian tubuh dengan kapas
yang sudah dibaluri air rebung.
Pada tangan, kaki, atau bagian tubuh pasien yang mengalami keseleo,
pengobatan yang dilakukan pengobat GS adalah dengan cara mengolesi minyak
dan memijit bagian tubuh pasien tersebut. Pemijitan dilakukan sekitar sepuluh
menit atau lebih. Jika pemijatan sudah dianggap cukup, pasien akan keluar dari
ruang pengobat menuju meja administrasi. Biaya untuk rawat jalan ini tidak
dikenakan tarif, pihak GS meminta bayaran sukarela dari para pasiennya.
Pasien yang mengalami patah di tangan (lengan atas atau lengan bawah),
akan diobati oleh pengobat GS dengan cara mereposisi (mengembalikan posisi
tulang yang patah ke posisi semula). Jika pasien baru datang dengan kondisi
tangan yang patah, pengobat mengoleskan minyak ke tangan pasien yang patah
disertai mendiagnosa keadaan pasien (ada yang terlihat jelas bahwa tulang pasien
patah dan ada pula yang tidak jelas terlihat patah, karena itu pengobat
mendiagnosanya dengan mengoleskan minyak dengan tangannya). Pengobat akan
mengajak pasien berbicara seperti misalnya pengobat menanyakan apakah pasien
sudah makan atau belum, selagi pasien memikirkan jawaban yang tepat (pada
pukul berapa pasien makan), pengobat melakukan reposisi disertai teriakan
pasien. Setelah direposisi, tangan pasien yang patah kembali dioleskan minyak,
kemudian tangan tersebut ditempelkan kapas yang sudah dilumuri minyak. Kapas
yang tertempel pada tangan pasien yang patah dibalut dengan perban putih (kasa).
Setelah itu spalk diletakkan disebelah sisi luar tangan atau di dua sisi tangan bila
dianggap perlu. Spalk yang digunakan sudah dibalut dengan kapas dan perban
putih. Kemudian tangan pasien dibalut perban elastis dengan tidak rapat menutup
seluruh kapas, dengan membiarkan ada bagian kapas yang tidak tertutup perban
elastis dimaksudkan sebagai pertanda tempat (bagian tangan) yang akan ditetesi
minyak. Pembalutan perban elastis ini dimaksudkan untuk mengencangkan spalk
dengan tangan yang patah agar tangan tersanggah spalk dan menguatkan tulang
yang telah direposisi. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan patah tangan ini
dirincikan sebagai berikut: biaya perban elastis (Rp.35.000,- sampai Rp.45.000,-),
biaya reposisi tulang (Rp.50.000,- sampai Rp.100.000), dan ditambah biaya
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
41
pengobatan yang sukarela. Jika kondisi pasien dianggap rawan, pihak GS akan
menyarankan pasien untuk dirawat inap, tetapi bila pasien menolak maka pihak
GS tidak akan memaksa.
Pada patah tulang kaki (tungkai atas maupun tungkai bawah) proses
pengobatannya hampir serupa dengan patah tangan, yang membedakan adalah
jumlah spalk yang digunakan. Untuk tungkai atas atau tulang bagian paha, spalk
yang digunakan bisa mencapai empat spalk. Hal ini disesuaikan dengan kondisi
tubuh pasien, biasanya untuk pasien yang bertubuh gemuk menggunakan empat
spalk. Reposisi tulang kaki dilakukan pengobat dengan tidak sendiri, pengobat
yang menangani akan meminta bantuan dari para pengobat yang lain untuk
mereposisi tulang pasien, serta dari para petugas GS yang lain untuk memegangi
pasien. Rincian biaya yang dikeluarkan pasien hampir serupa dengan pasien patah
tangan, hanya dibedakan besarnya biaya reposisi yang dapat mencapai
Rp.200.000,- dan biaya perban elastis yang biasanya digunakan adalah perban
elastis dengan ukuran paling besar yaitu seharga Rp.55.000,-
3.1.1 Pengobatan pada pasien rawat jalan
Pasien rawat jalan adalah pasien yang berobat ke GS dengan datang dan
tidak menginap di ruang rawat GS. Pasien rawat jalan merupakan pasien yang
datang ke GS untuk berobat maupun pasien yang datang ke GS untuk kontrol.
Pasien yang datang untuk kontrol ialah pasien yang sudah keluar dari ruang rawat
inap GS dan kembali datang ke GS untuk kontrol terhitung tiga hari setelah ia
keluar dari GS.
Pasien datang ke ruang kantor GS, duduk dan menunggu giliran untuk
masuk ke ruang pengobatan jika pada saat itu ramai pasien yang datang. Tetapi
bila pasien pada saat itu tidak ramai, maka tanpa harus menunggu pasien tersebut
dapat langsung masuk ke ruang pengobatan. Pasien menunggu berdasarkan siapa
yang lebih dahulu datang, di GS tidak menggunakan nomor panggil pasien seperti
pada klinik-klinik kesehatan maupun rumah sakit. Biasanya yang bertugas
memanggil pasien adalah petugas administrasi, walau terkadang petugas
kebersihan yang berada di kantor pun memanggil pasien yang akan diobati.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
42
Memasuki ruang pengobatan, pasien akan ditangani oleh pengobat.
Terdapat dua tempat tidur di ruang pengobatan yang berfungsi untuk mengobati
pasien yang pada bagian badan atau kaki yang membuat posisi pasien tertidur di
tempat tidur tersebut untuk diobati. Jika pada saat pasien rawat jalan ramai
mendatangi GS, maka satu tempat tidur tersebut dapat berfungsi untuk mengobati
dua pasien. Bila bagian tubuh pasien yang diobati adalah tangan, bahu, atau kaki
pasien yang dapat ditekuk (yang sakit pada bagian lutut kebawah), akan diobati
oleh pengobat di kursi kayu.
Pada pasien rawat jalan yang datang berobat dengan tanpa terlihat balutan
pada bagian tubuh pasien, pengobat akan menanyakan keluhan yang dialami
pasien tersebut. Kemudian pasien akan menceritakan keluhannya dan pengobat
akan melakukan tindakan pengobatan. Pengobat memulai pengobatannya dengan
meminta pasien melakukan gerakan-gerakan. Pasien melakukan gerakan-gerakan
yang diminta pengobat untuk mengetahui kondisi pasien seperti pada bagian
tangan pasien diminta untuk mengangkat tangan, menekuk tangan, bertepuk
tangan di atas kepala, memegang telinga, memegang hidung, memegang mata,
memegang kepala, bahkan sampai memukul telapak tangan pengobat. Pada bagian
kaki yang akan diobati, pengobat meminta pasien untuk mengangkat kaki,
menekuk kaki, menapakkan kaki ke lantai, dan sebagainya. Setelah diketahui
kondisi pasien, pengobat mengambil minyak GS.
Di dalam ruang pengobatan, minyak GS diletakkan di meja peralatan
pengobatan dan di tempat cuci tangan. Pengobat mengambil minyak dengan
menggunakan tangan untuk melumuri bagian tubuh pasien yang akan diobati.
Pengobatan dimulai dengan mengolesi minyak ke bagian tubuh pasien yang
diobati kemudian pengobat melakukan gerakan seperti memijat dan mengurut,
pengobatan dilakukan sekitar 5 menit hingga 20 menit. Setelah memijat dan
mengurut, pengobat kembali meminta pasien untuk melakukan gerakan-gerakan
seperti yang disebutkan pada paragraf sebelumnya kemudian pengobat kembali
memijat dan mengurut. Untuk kesekian kalinya, pengobat meminta pasien
melakukan gerakan-gerakan yang disebutkan diatas, tetapi disertai bantuan
pengobat untuk melakukannya.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
43
Pada pasien yang mengalami patah tulang, pengobat meletakkan kapas
yang sudah dilumuri minyak ke bagian tubuh pasien yang patah, membalutnya
dengan kasa putih, setelah itu pengobat meletakkan spalk di pinggir bagian tubuh
tersebut dan dibalut dengan perban elastis. Penggunaan spalk ditentukan oleh
bagian tubuh yang patah, bila bagian tubuh yang patah adalah paha, spalk yang
digunakan bisa tiga hingga empat spalk. Ini disesuaikan dengan kondisi tubuh
pasien, penggunaan tiga hingga empat spalk pada paha pasien diperuntukkan bagi
pasien yang memiliki tubuh gemuk sehingga paha dapat terbalut dengan baik,
selain untuk menjaga posisi bagian tubuh pasien yang patah agar menyatu lurus,
spalk juga berguna untuk pelindung bagian tubuh yang patah agar tidak terkena
benturan. Setelah pengobatan selesai, pengobat memberi tahu pasien untuk datang
kontrol kembali pada tiga hari kemudian.
Pada bagian tubuh pasien yang diobati, kapas yang dibalut oleh perban
elastis sengaja disisakan (kapas tidak ditutup penuh oleh perban elastis), kapas
yang sengaja disisakan inilah sebagai tempat untuk meneteskan minyak bila
pasien tidak berada di GS. Minyak yang akan diberikan disarankan untuk
diteteskan pada bagian tubuh yang diobati (melewati kapas), serta pada bagian
tubuh yang diobati dengan tidak dibalut perban elastis maka minyak tersebut
disarankan untuk dioles saja, karena pengobat yakin para pasien tidak bisa
mengurut, dengan kata lain daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah
bagian tubuh tersebut diurut oleh pasien atau oleh orang yang tidak mengerti
maka cukup dengan dioles.
Di ruangan pengobatan, terdapat gergaji besi yang digantung dibawah
gambar anatomi tubuh manusia yang terletak diantara tempat tidur dengan kursi
pengobat. Benda ini akan membuat suatu reaksi tersendiri bagi orang yang
pertama kali masuk ke ruangan itu. Gergaji tersebut terlihat dengan jelas bila kita
masuk ke ruangan pengobatan. Patah tulang dan gergaji, seolah seperti ada suatu
fungsi langsung dari gergaji tersebut dengan patah tulang. Sebenarnya tidak,
gergaji tersebut dipakai untuk memotong spalk. Spalk yang di ruang pengobatan
sudah sesuai dengan ukurannya masing-masing, tetapi bila dibutuhkan spalk lebih
kecil, maka pengobat akan memotongnya baik mematahkan dengan tangan,
maupun memotong dengan gergaji. Tidak hanya gergaji, di ruangan ini juga
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
44
terdapat mistar, palu kecil dengan ujung besi, dan palu besar yang terbuat dari
kayu-berat. Benda-benda ini seolah berfungsi sebagai alat untuk humor.
Foto 7. Gergaji, mistar, dan alat untuk melihat rontgen berada di dalam ruang pengobatan GS
(sumber: dok. Pribadi)
Tindakan yang dilakukan pengobat di ruang pengobatan pada pasien yang
terdapat bagian tubuh pasien yang harus direposisi ia akan mereposisinya, setelah
itu pengobat memberitahu petugas administrasi bahwa ia mereposisi pasien
tersebut sehingga pasien dikenakan biaya sekitar Rp.20.000,- hingga Rp.100.000,, sesuai dengan bagian tubuh pasien yang direposisi. Setelah pembayaran
dilakukan pasien, petugas administrasi akan menyerahkan sebagian pembayaran
tersebut kepada pengobat yang menangani pasien. Jika pasien menggunakan
perban elastis baru dari GS, pengobat juga akan memberitahu petugas
administrasi, kemudian petugas administrasi mengenakan biaya perban elastis
kepada pasien.
Biaya pengobatan untuk pasien rawat jalan bersifat sukarela, tidak
ditentukan besarnya biayanya yang harus dikeluarkan pasien. Setelah pasien
diobati di ruang pengobatan, pasien menuju meja administrasi (meja kasir) untuk
membayar biaya pengobatan dengan sukarela kemudian diberi minyak yang sudah
dimasukkan kedalam plastik oleh petugas administrasi serta petugas administrasi
tersebut akan memberitahu pantangan pasien, yaitu es dan makanan yang haram.
3.1.2 Pengobatan pada pasien rawat inap
Jadwal rutin yang selalu dilakukan para pengobat adalah sekitar pukul 14.00
setiap harinya, para pengobat berkeliling mengontrol kesehatan pasien. Sebelum
berkeliling, para pengobat berkumpul di ruang kantor GS atau di teras
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
45
Laubenterudan (salah satu ruang rawat). Bila para pengobat sudah berkumpul
kemudian para pengobat berkeliling dimulai dari ruang rawat Laubenterudan;
Sibayak; Rinjani; Sibolangit; Rumah Sumbul; Sinabung; Kerinci; Tampomas;
Kambuna; Kambuna perempuan.
Perawat atau orang yang memegang status pasien (medical record) akan
memberitahu kepada pengobat siapa saja pasien yang harus dibuka atau diganti
perbannya. Penggantian perban pasien dilakukan setiap lima hari sekali, tetapi bila
terjadi sesuatu seperti bidai bergeser atau kulit pasien melepuh, perban bisa
dibuka dan diganti sesuai dengan keadaan pasien.
Penggantian perban pasien diawali dengan pembukaan perban. Satu per satu
pengait perban dilepas dan dengan perlahan pengobat melepas perban beserta
kapas-kapas yang menempel pada kulit pasien. Kulit pasien yang dilepas
perbannya kemudian dibersihkan dengan menggunakan kain atau handuk yang
sudah direndam air hangat, jika tidak ada air hangat maka air biasa pun tidak apa,
atau jika tidak ada juga maka dibersihkan dengan menggunakan tisu basah.
Setelah dibersihkan dengan kain basah kemudian dibersihkan kembali dengan
kain yang kering. Biasanya yang membersihkan bagian tubuh yang dilepas
perbannya ini adalah keluarga atau kerabat pasien atau penjaga pasien9. Setelah
bagian tubuh pasien tersebut sudah dibersihkan, pengobat memeriksa kondisinya
dengan cara melihat, meraba, dan menggerakkan atau dengan menyuruh pasien
untuk menggerakkannya agar diketahui kemampuannya dan agar diketahui
langkah selanjutnya yang harus dilakukan pengobat kepada pasien.
Foto 8. Kaki pasien yang dirawat inap
9
Penjaga pasien dijelaskan pada bagian II.3.4
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
46
Pengobat meletakkan kapas yang sudah dilumuri minyak pada bagian tubuh
pasien yang patah, dibalut dengan perban putih (kasa), diletakkan bidai disebelah
luar bagian tubuh pasien yang patah kemudian dibalut dengan perban elastis dan
dikaitkan. Untuk menjaga agar bagian tubuh pasien yang patah tetap lurus, maka
diberi batu (batako) ditempat tidur pasien dan diletakkan tepat disebelah bagian
tubuh pasien yang patah. Jika bagian tubuh pasien yang patah adalah kaki, maka
pergelangan kaki pasien dibalut kapas dan perban putih, kemudian diikat dengan
perban putih, ditarik, dan dikaitkan ke tempat tidur pasien, maksudnya adalah
untuk meluruskan kaki pasien agar tulangnya tidak miring. Pasien diberi tahu agar
ia menjaga posisi kakinya dengan cara melihat dan menyejajarkan antara ibu jari
kaki dengan lutut pasien.
Biaya pengobatan disesuaikan dengan kondisi pasien, apabila pasien hanya
berobat jalan seperti keseleo, urat ketarik, atau kontrol maka pasien membayar
secara sukarela, tidak ada tarif untuk itu. Tetapi bila ada bagian tubuh pasien yang
patah sehingga harus di reposisi barulah diberi tarif. Bila tangan pasien patah dan
disarankan untuk dirawat inap, biaya yang dikeluarkan berkisar antara
Rp.600.000,- sampai Rp.700.000,-. Jika kaki pasien dari lutut ke bawah yang
patah maka biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp.800.000,- sampai
Rp.900.000,-. Akan tetapi bila paha pasien yang patah maka biaya yang
dikeluarkan bisa mencapai Rp.1.000.000,- untuk reposisi tulang hingga perawatan
selama pasien dirawat inap. Paha merupakan bagian tubuh yang dianggap paling
sulit pengobatannya, hal ini terlihat dari tarif biaya yang harus dikeluarkan pasien
selama berobat.
“Paling mahal paling susah itu paha. Ini kan daging, tulangnya kan ke ini
daging terus kan. Trus ini juga kalau kita mau jalan apa kan paha,
tumpuannya itu di paha, tingkat kesulitannya lebih sulit lah kalau di paha
dibanding tangan. Kalau bahu itu gampang-gampang susah. Kalo dibilang
gampang, ya gampang, memang cepet kuatnya, tapi susahnya, dia batuk, dia
bangun tidur juga kalau nggak dijaga bisa ,,, kalau tangan kan bisa kita kasi
spalk, kalau di sini (bahu) kan cuma perban sama kapas”
Pada pagi hari, pasien yang diizinkan oleh pengobat untuk berjalan, akan
berjalan ke luar dari ruang rawat menuju lapangan parkir GS. Terdapat dua
bangku kayu panjang yang sengaja diletakkan di dekat ‘gerbang’ GS dengan
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
47
menghadap ke arah matahari terbit. Di bangku kayu inilah pasien berjemur,
dengan maksud untuk menghangatkan tubuh pasien yang telah lama tidak keluar
dari ruang rawat (karena kondisi pasien saat itu yang belum memungkinkan
pasien untuk keluar ruang rawat). Selain berjemur dengan duduk di bangku kayu,
ada pasien yang belajar menapakkan telapak kaki ke jalanan, ada pasien yang
belajar berjalan, dan lain sebagainya.
Fasilitas yang didapatkan pasien rawat inap ialah sarapan (antara bubur
kacang hijau, bubur ayam, atau roti, ditambah air teh manis), makan siang, dan
makan sore. Setelah sarapan dan makan sore, sup sumsum diberikan kepada
pasien rawat inap.
3.1.3 Minyak, Makanan, Minuman, dan Pantangan Pasien
Pada pengobatan patah tulang GS, obat yang digunakan diantaranya yaitu
Minyak GS dan Sup sumsum. Minyak GS berfungsi sebagai obat luar yang dioles
pada bagian tubuh pasien, sedangkan sup sumsum sebagai obat yang diminum
pasien untuk mengobati dari dalam tubuh pasien. Tidak ada makanan khusus
untuk dikonsumsi pasien selain sup sumsum yang diminum. Pantangan pasien
pada pengobatan ini terdapat dua hal, yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang
haram-haram”.
3.1.3.1 Minyak Guru Singa
Pengobatan patah tulang GS menggunakan minyak untuk pengobatannya.
Minyak GS dibuat dari bahan dasar minyak sayur dan bumbu dapur seperti Kunyit
(Curcuma oomestica val.), jahe (Zingiber officinale rosc), kencur (Kaempferia
galanga L.), bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.),
lada hitam (Piperis nigri fructus), jintan (Nigela sativa), babandotan (Ageratum
conyzoides L.). Bahan-bahan tersebut dibeli di Pasar Perumnas Klender (pasar
yang terdekat dengan lokasi GS). Cara pembuatannya adalah dengan menumbuk
bahan-bahan tesebut. Lada hitam dihaluskan dengan menggunakan alat tumbuk
dan alas yang terbuat dari batu, sedangkan untuk bahan-bahan yang lain ditumbuk
dengan menggunakan alat tumbuk yang terbuat dari kayu dan alas tumbuk yang
terbuat dari batu. Bahan-bahan ini ditumbuk dengan tumbukan kasar (tidak halus)
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
48
karena jika tumbukan halus akan membuat tumbukan cepat gosong pada saat
dimasak.
Kompor untuk memasak minyak disiapkan. Bahan bakar kompor ini adalah
kayu atau papan dan minyak tanah. Kayu yang digunakan yaitu kayu yang sudah
tidak terpakai seperti spalk bekas dan kayu-kayu tidak terpakai dari toko kayu
dekat GS. Sebuah alat untuk menggoreng (penggorengan) dengan ukuran cukup
besar diletakkan diatas kompor. Kompor dinyalakan dengan cara membakar kayukayu yang sebelumnya disiram minyak tanah.
Bahan-bahan yang sudah ditumbuk kemudian digoreng tanpa menggunakan
minyak (sangrai), setelah disangrai hingga tumbukan itu kecoklatan kemudian
dimasukkan minyak sayur. Dahulu minyak sayur yang digunakan adalah dibuat
sendiri, tetapi kini minyak sayur (minyak curah) dibeli di pasar. Perbandingan
antara bahan-bahan dan minyak kelapa yaitu 8 kg bahan dengan 40 liter minyak
kelapa. Ada bahan-bahan yang dikirim dari Medan, karena disini tidak terdapat
bahan-bahan tersebut, di sini diracik dan dimasak.
“Ya kalau apanya sih, dari sini banyak. Bumbu dapur, kencur,, cuma intinya
bukan itu. Hm.. apa ya? Sebenernya minyak ini minyak asli Kampung Karo.
Modelnya tu seperti ini. Panasnya kaya’ gini, cuma ada obat khususnya yang
ditaro diminyak ini. Itu ramuannya banyak. Bikinnya disini. Cuma obat-obat
intinya itu kan dari sana. Ada spesialis khusus disana untuk ngeracik
obatnya”
Bahan inti dari pembuatan minyak GS dikirim dari Medan ke Jakarta, adik
Ngulih yang mencari langsung ke hutan dan meraciknya. Bahan inti minyak ini
berasal dari makanan burung walet. Burung walet menjadi lambang pengobatan
patah tulang GS di Jakarta, hal ini terlihat pada kartu nama GS dan pada seragam
para pengobat GS. Sebuah lambang burung walet yang sedang membawa
makanan di ujung paruhnya menggambarkan bahwa inti dari pengobatan patah
tulang GS berasal dari makanan burung walet.
Pembuatan minyak dilakukan apabila persediaan minyak akan habis. Proses
pembuatan minyak selama dua sampai tiga jam, satu kali masak menggunakan
penggorengan besar yang menghasilkan 20 liter minyak.
Dalam proses
pembuatannya, minyak GS dimasak dalam sebuah tungku besar di mana kayu
menjadi bahan bakar utamanya. Alasan menggunakan kayu sebagai bahan bakar
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
49
adalah untuk menghasilkan minyak agar bagus, seperti yang diutarakan salah
seorang pengobat:
“Hasilnya nggak bagus (jika bahan bakar menggunakan gas). Namanya juga
tradisional kan pasti alat-alatnya tradisional. Pernah nyoba gas,, apa,,
hasilnya nggak bagus”
Setelah minyak mendidih dan matang dimasak sekitar tiga jam, minyak
dipindahkan dari penggorengan ke panci-panci besar dengan cara mengambil
minyak menggunakan kaleng (kaleng bekas biskuit) dan menuangkannya ke
panci. Di atas panci disediakan kaleng yang telah dilubang-lubangi. Kaleng ini
berfungsi untuk menyaring minyak yang sudah jadi dengan bahan pembuat
minyak. Setelah minyak di penggorengan telah dipindahkan ke panci, bahan
pembuat minyak kembali dimasak dengan mencampurkan minyak sayur. Dalam
sekali masak minyak, penggorengan hanya memuat 20 liter, sehingga harus
memasak dua kali agar mencapai 40 liter minyak.
Minyak yang sudah jadi, disimpan di dalam sebuah kamar yang terletak di
Rinjani lantai dua, dekat dengan kamar salah seorang anak Ngulih. Kamar ini
berfungsi sebagai tempat menyimpan minyak (gudang minyak). Sebelum ditaruh
di kantor GS, minyak dimasukkan kedalam plastik-plastik kecil. Minyak diambil
dari panci dengan menggunakan mangkok kecil, untuk satu mangkok kecil bisa
mengisi empat sampai lima plastik kecil, sehingga dalam satu plastik terdapat
sekitar 5 ml minyak. Setelah minyak dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil,
minyak ditaruh di kantor dan sebagian lagi disimpan di gudang. Minyak-minyak
inilah yang dibawa oleh pasien rawat jalan setelah ia membayar pengobatan.
Tidak semua minyak yang sudah jadi dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil,
sebagaian minyak yang lain masih tetap dibiarkan di dalam panci sebagai minyak
yang digunakan pengobat dalam mengobati pasien. Minyak ini pula yang
berfungsi untuk mengobati pasien dari luar tubuh pasien.
Di dalam kantor GS, di dekat meja administrasi terpampang sebuah tulisan
“Kami tidak jual minyak” yang maksudnya adalah GS tidak menjual minyak.
Minyak diberikan hanya kepada pasien yang datang berobat atau pasien yang
masih dirawat inap. Hal ini dimaksudkan agar pengobat mengetahui keadaan
pasien sebelum minyak diberikan.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
50
Foto 9. Minyak GS dibungkus plastik-plastik kecil. Minyak ini yang dibawa pulang pasien rawat
jalan (sumber: dok.Pribadi)
3.1.3.2 Sup Sumsum
Dua kali dalam sehari pasien diberikan air sup sumsum tulang sapi bagian
kaki atas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sup adalah tulang kaki
sapi yang bagian paling besar, air, lada hitam (Piperis nigri fructus) ½ kg, kencur
(Kaempferia galanga L.)1 kg, jahe (Zingiber officinale rosc) 1 kg, bawang merah
(Allium cepa L.) 1 kg, bawang putih (Allium sativum) ¾ kg, jeruk nipis
(Citrusaurantifiolia) 2 kg (diperas, diambil airnya), garam dan tawar lilin. Cara
pembuatannya adalah dengan menghaluskan bumbu-bumbu tersebut kemudian
direbus dengan air dan tulang sapi bagian kaki atas selama satu jam. Untuk sekali
masak 10 liter air dibutuhkan sekitar 3 sendok makan bumbu racikan ditambah
tawar lilin.
Foto 10. Sup Sumsum dituang ke gelas (sumber: dok. Pribadi)
Tulang sapi dapat digunakan selama tiga hari, bila sudah sampai tiga hari
maka tulang sapi yang telah dimasak diganti dengan tulang sapi yang baru.
Pemberian segelas ukuran 250-300 ml sup sumsum tulang sapi ini dilakukan
setiap pagi setelah sarapan dan sore hari sekitar pukul 15.00.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
51
Ada keluarga pasien datang ke dapur dan menanyakan bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk membuat sup karena ia akan membuatnya ketika pasien sudah
pulang ke rumah. Petugas dapur memberi tahu bahan-bahan dan cara pembuatan
sup tersebut, tetapi ia tidak memberi tahu mengenai tawar lilin. Hal ini juga yang
penulis alami ketika penulis menanyakan bahan-bahan dan cara pembuatan sup,
para petugas dapur dapat menjelaskan dengan lancarnya, tetapi setelah penulis
menanyakan mengenai tawar lilin kemudian para petugas dapur tersebut seolah
tidak mengerti dengan pertanyaan penulis. Salah seorang petugas dapur
memberitahu penulis mengenai tawar lilin setelah penulis menjelaskan bahwa
Kencana memberitahu penulis mengenai tawar lilin,
“Kita ada sop. Tapi sopnya udah kita kasih ramuan, namanya tawar lilin. Itu
khusus untuk rawat inap aja, kalau rawat jalan nggak. Khasiatnya untuk
menguatakan tulang dari dalam. Kalau minyak kan dari luar”.
Tawar lilin diberikan pada setiap sup yang dimasak. Tawar lilin berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang dikirim dari Medan sudah berbentuk siap dimasak. Setiap
memasak sup, petugas dapur akan mengambil tawar lilin pada Sri karena dialah
yang menyimpan tawar lilin. Tawar lilin diberikan dengan ukuran yang sangat
sedikit, menurut salah seorang petugas dapur bahwa tawar lilin berbentuk lembek
seperti bubuk ramuan yang sudah diberi air sehingga bentuknya tidak padat dan
tidak cair.
Sup ini dianggap sebagai obat untuk mengobati dari dalam tubuh si pasien,
berbeda dengan minyak yang dianggap sebagai obat untuk mengobati dari luar
tubuh pasien. Sup ini dianggap dapat merangsang pertumbuhan tulang agar dapat
menyatu, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang pengobat:
“… ada ramuan-ramuan khususnya yang untuk merangsang pertumbuhan
tulang dan itu biasa digunakan buat orang-orang yang baru patah jadi kalau
tulang-tulangnya sudah lengket itu nggak perlu lagi makanya kita pake itu
hanya untuk yang dirawat inap aja. Jadi air sop itu untuk membantu
pertumbuhan tulang dari dalam, sementara minyak dari luar”
Jika terdapat pasien yang tidak mau meminum sup ini, pihak GS tidak akan
memaksa. Petugas dapur mengantarkan sup ke pasien-pasien, bila ada pasien yang
menolak maka petugas dapur tidak memaksa. Penolakan pasien untuk meminum
sup dengan berbagai alasan, ada yang berkata karena rasanya yang kurang sesuai
dengan lidahnya sehingga pasien tersebut sulit untuk menelan sup, ada yang
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
52
berkata karena pasien tersebut sedang diare sehingga ia tidak mau meminum sup.
Pada saat petugas dapur mengantarkan sup ke pasien, pasien dapat langsung
mengambil dan meminumnya, pasien tidak langsung meminum sup, pasien
membiarkan sup diatas lemari kecil dekat tempat tidurnya, atau pasien
menolaknya dengan mengutarakan alasan kepada petugas dapur.
3.1.3.3 Pantangan Pasien
Pada pengobatan ini, dua hal yang dipantang yaitu es dan yang haram
seperti daging anjing dan daging babi. Pantangan terhadap es tidak hanya pada es
batu atau minuman yang menggunakan es, tetapi juga termasuk buah-buahan yang
diambil dari lemari pendingin. Alasannya seperti yang dijelaskan oleh salah
seorang anak Ngulih,
“Kalau es itu kan, tulang yang patah itu kalau kena es itu ngilu, jadi kuatnya
lama. Itu juga semua dokter tulang ko, pasti kalau ada tulang yang patah pasti
pantangannya itu juga”.
Salah seorang pengobat juga menjelaskan mengenai pantangan pasien yang
tidak diperbolehkan meminum es atau makanan yang dingin dengan alasan bahwa
pasien akan merasa linu pada saat tulangnya sudah sembu, berikut penjelasannya,
“Kadang ya memang sih banyak pasien menganggap itu spele. Tapi itu fatal
banget kalau untuk tulang. Ada juga yang bandel, dia pernah minum es,
minum-minum dingin lah. Memang reaksinya nggak langsung linu, ada juga
yang langsung linu. Nah, yang nggak linu ini, takutnya nanti kalau tulangnya
sudah kuat, begitu dia sembuh, dia nggak bisa ke daerah-daerah dingin.
Bawaannya linu begitu dia sembuh. Dinginya itu masuk ke sumsum tulang
kemudian tulang itu tumbuh. Jadi itu yang bikin linu itu. Jadi ada yang
langsung berasa linu ada juga yang begitu sembuh”.
Selain pantangan es atau makanan dan minuman yang mengandung unsur
dingin, makanan-minuman yang diharamkan juga tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi pasien yang berobat ke pengobatan patah tulang ini. Berikut
penjelesan dari salah seorang pengobat,
“Dari zaman nenek moyang dari penemunya itu memang udah dari sana
memang nggak boleh cium-cium bau-bau yang haram-haram”.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
53
Makanan yang haram merupakan pantangan obat. Sebagaimana dijelaskan
oleh salah seorang anak Ngulih,
“Itu memang pantangan obat, obat kita juga kan panas, kalau babi itu kan panas.
Ga bisa dengan logika mba, saya juga pernah nanya gitu ke bapak (Ngulih), bapak
juga nggak bisa ngomong. Emang udah nggak bisa dengan logika di-ini-in”
Pantangan makanan haram dianggap dapat memperlambat kesembuhan
pasien, seperti yang dijelaskan oleh anak Ngulih:
“Kalau zaman dulu kalau kita luka, kalau kita bisulan apa itu, kan dilarang
makan babi ... katanya kalau makan babi nanti lambat sembuhnya katanya”.
Kepada setiap pasien, pihak GS memberitahu pantangan pasien yang dua itu,
yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang haram-haram” Dalam pengobatan ini,
maksud kata “haram” yang merupakan pantangan adalah makanan yang terbuat
dari babi dan atau anjing, sedangkan untuk minuman yang haram (bagi muslim)
seperti alkohol dan yang lainnya, pihak GS tidak mempermasalahkannya.
3.2 Pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan di GS
3.2.1 Pengobat
Di GS terdapat sepuluh pengobat, yaitu: Jojon, Fredy, Edi, Boim, Yono,
Banon, Christian, Sakeus, Yanto, dan Syam. Dana dan Kencana yang
merupakan anak kandung dari Ngulih juga sebagai pengobat. Agus bertugas
sebagai orang yang mengolesi, meneteskan minyak ke pasien pada saat tim GS
melakukan kontrol.
Beberapa pengobat di GS yang ada hubungan kerabat dengan Ngulih antara
lain yaitu Edi (keponakan Ngulih), Fredy (keponakan Ngulih), Christian (nenek
Christian adik dari kakek Dana), Banon (adik Christian), Sakeus (keponakan
Ngulih). Pengobat di GS tidak hanya berasal dari keturunan maupun kerabat
Ngulih, ada yang sama sekali tidak ada hubungan kerabat seperti Boim, Yanto,
dan Syam berawal karir dari dapur, serta Jojon merupakan mantan pasien
Ngulih kemudian menjadi asisten pertama Ngulih. Pengobat yang tidak ada
hubungan kerabat dengan Ngulih melewati tahapan awal yaitu bertugas di
dapur, kemudian menjadi petugas kebersihan, mengikuti tim kontrol harian dan
membantu-bantu seperti memegang pasien atau membalut spalk dengan kapas
dan perban putih, kemudian diangkat menjadi pengobat GS oleh Ngulih.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
54
Para pengobat datang setiap hari, tidak ada hari libur bagi pengobat kecuali
pengobat yang berhalangan hadir. Jam kerja pengobat dari pagi sekitar pukul
07.00 sampai malam hari sekitar pukul 21.00. Jam kerja ini tidak bersifat tepat
karena ada pengobat yang tinggal di wilayah GS datang lebih pagi atau ada
pengobat yang tinggal di luar wilayah GS datang lebih siang. Pada siang hari
pengobat melakukan kontrol ke pasien-pasien rawat inap, tim kontrol ini terdiri
dari sekitar sepuluh orang, angka ini pun tidak bersifat tepat karena terkadang
ada petugas kebersihan atau petugas lapangan lain yang turut serta dalam tim
kontrol ini.
Barus, Boim, Sakeus, Agus, Yanto, Syam, dan Pardy termasuk kedalam
tim kontrol harian, akan tetapi setiap harinya terdapat dua pengobat yang
dianggap sebagai orang yang dianggap paling berpengalaman dalam hal
pengobatan, diantaranya yaitu Jojon, Fredy, Yono, dan Christian, sedangkan
Banon bertugas di ruang pengobatan ditemani dua pengobat yang dianggap
paling berpengalaman lainnya. Misalnya hari ini tim kontrol harian beserta
Jojon dan Fredy, maka yang menjadi petugas di ruang pengobatan bersama
Banon adalah Yono dan Christian.
Pengobat mempunyai pasien langganan, baik pasien rawat jalan maupun
pasien rawat inap. Biasanya berawal dari pasien yang diobati oleh pengobat
pada saat pasien di rawat inap, setelah pasien tersebut pulang kemudian pada
saat pasien kontrol ke GS, ia akan meminta pengobat tersebut untuk
mengobatinya.
Pada malam hari, terdapat jadwal jaga malam (piket) baik bagi pengobat
maupun petugas lapangan. Pengobat yang tidak mempunyai tugas untuk jaga
malam adalah Jojon, karena beliau dianggap ‘sepuh’. Jadwal jaga malam para
pengobat setiap harinya bergantian, misalnya pada tanggal 1 yang bertugas jaga
malam adalah Fredy, maka pada tanggal 2 yang bertugas adalah Banon, pada
tanggal 3 yang bertugas adalah Sakeus dan Boim, pada tanggal 4 yang bertugas
adalah Christian dan Yanto, pada tanggal 5 yang bertugas adalah Yono, pada
tanggal 6 yang bertugas adalah Edy dan Syam. Kemudian pada tanggal 7 yang
kembali bertugas adalah Fredy, dan begitu seterusnya. Jadwal jaga malam ini
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
55
tertulis dipapan informasi yang tertempel di dinding ruang kantor. Jaga malam
dimulai sekitar pukul 21.00 hingga pukul 06.00.
Foto 11. Seragam pengobat Guru Singa (sumber: dok. Pribadi)
Para pengobat di pengobatan patah tulang GS menggunakan seragam dalam
kegiatannya sehari-hari. Pada hari Minggu, Senin, Selasa, dan Rabu seragam
yang digunakan berwarna biru-putih. Pada hari Kamis dan Sabtu, seragam yang
digunakan berwarna merah-putih, sedangkan pada hari Jumat pengobat tidak
menggunakan seragam. Seragam dipakai dari pagi hari (saat pengobat memulai
hari untuk mengobati) hingga malam hari sekitar pukul 19.00, setelah itu
pengobat menggunakan pakaian yang biasa, bukan seragam. Nama pengobat
tertulis pada sisi depan sebelah kanan seragam. Seragam yang berwarna merah,
diberikan oleh perusahaan tempat perban elastis dibeli. Pihak perusahaan
mengantarkan perban elastis yang kemudian dibayar oleh pihak GS.
3.2.2 Pemegang Status Kondisi Pasien (medical record)
Foto 12. Status kondisi pasien (sumber: dok.Pribadi)
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
56
Barus dan Laju bertugas sebagai orang yang memegang status kondisi
(medical record) pasien, terkadang perawat pun bertugas memegang status
pasien ini. Status pasien berbentuk selembar kertas yang bertuliskan nama,
tanggal masuk, gambar rangka manusia (yang kemudian di tandai bagian tubuh
mana yang sakit), dan tindakan yang dilakukan kepada pasien tersebut. Statusstatus pasien ini dikumpulkan berdasarkan ruang rawat dan di satukan dalam
map besar. Selain Barus dan Laju yang memegang map berisi status ini adalah
Sakeus dan Paulina. Jika ada keluarga atau kerabat pasien yang menanyakan
kondisi pasien rawat inap ke ruang kantor, maka petugas ini akan mengambil
map status yang tersimpan di dalam lemari, kemudian menerangkan kondisi
pasien setelah melihat lembar status pasien.
3.2.3 Medis
Kerjasama antara medis dan pengobatan patah tulang GS sudah berlangsung
sekitar lebih dari sepuluh tahun. Kerjasama dengan tim dokter ini berawal dari
kerjasama dengan salah seorang dokter kemudian berlanjut hingga sekarang.
“Sebelumnya kerjasama sama bosnya dia, bosnya dia udah praktek di
Banten, dia suruh anak buahnya disini”
Ada sekitar enam dokter yang menjadi anggota tim dokter yang bekerja sama
dengan pengobatan GS.
Setiap malam pada hari senin sampai jumat, dokter berkeliling dari satu
ruang rawat ke ruang rawat yang lainnya. Dokter datang ke GS sekitar pukul
20.00 atau 21.00. Ia berkeliling bersama perawat dan seorang apoteker. Pada
saat berkeliling, perawat memberitahu kondisi terakhir pasien, misalnya ada
pasien yang baru dirawat inap, maka pasien tersebut termasuk kedalam daftar
pasien yang harus diperiksa oleh dokter. Pasien yang baru dirawat inap di GS
akan diperiksa dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi pasien saat itu, obat
yang biasa diberikan untuk pasien adalah penghilang rasa nyeri. Sedangkan
pasien rawat inap lainnya ditanya sepintas “Ada yang sakit?”, jika ada pasien
yang merasa sakit, barulah pasien mengatakan kepada dokter atau perawat,
kemudian dokter akan memeriksa pasien tersebut. Jika tidak ada, maka dokter
akan berpindah ruang rawat berikutnya.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
57
Ada seorang apoteker yang mendampingi dokter pada saat berkeliling.
Tugas apoteker disini menyebutkan nama dan obat-obatan yang akan diberikan
kepada pasien tersebut, kemudian dicatat di atas kertas resep oleh dokter dan
dokter yang menentukan dosis yang akan diberikan. Setelah resep obat selesai
di tulis, dokter menyerahkan resep tersebut kepada apoteker untuk dicarikan
obat-obatnya. Keesokan malamnya, apoteker datang dengan membawa obatobatan para pasien sesuai dengan resep yang ditulis dokter.
Bila terdapat kondisi pasien yang harus dijahit maka tugas itu diserahkan
kepada tim medis, jika perawat tidak dapat menangani maka dokter dipanggil
(ditelepon) untuk segera datang ke GS.
“Karena kan kita ini dibantu medis. Jadi medis ini dia membantu, ada luka
yang ngejahitnya ya dokter”.
Perawat bernama Paulina menginap di GS setiap hari kecuali hari minggu.
Ruang medis yang bergabung dengan ruang rawat Sibolangit menjadi tempat
beristirahat perawat ini. Perawat bertugas memegang status pasien pada saat tim
GS mengontrol pasien-pasien rawat inap, membantu membersihkan luka-luka
pasien, menyuntik pasien dengan kondisi tertentu, dan sebagainya.
3.2.4 Kontrol harian
Pada saat kontrol keliling pasien rawat inap GS, ada petugas yang
membawa plastik berisi kapas, perban putih, cairan antiseptik yaitu Dirman dan
Pardy. Tidak sekedar membawa, Dirman dan Pardy juga membantu membalut
spalk dengan kapas dan perban putih, serta memegang tubuh pasien yang akan
dibuka dan diganti perbannya. Ada yang bertugas membawa perban elastis secara
bergantian, terkadang pengobat pun membawa perban elastis tersebut. Perban
elastis ini berfungsi untuk mengganti perban elastis pasien yang balutan
perbannya dibuka. Terdapat tiga ukuran perban elastis yaitu kecil, sedang, dan
besar. Masing-masing mempunyai harga yang berbeda-beda yaitu Rp.35.000,-,
Rp.45.000,- dan Rp.55.000,-. Bila ada pasien yang balutan perbannya dibuka
namun belum mempunyai perban elastis selain yang dipakai, keluarga pasien
diharapkan membeli perban elastis yang baru. Biasanya untuk buka balutan
pertama kali, pengobat langsung memasang perban elastis yang baru, setelah
selesai lalu orang yang memegang perban elastis meminta keluarga untuk
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
58
membayar perban elastis tersebut, bayar ditempat. Penggantian perban elastis
yang baru dilakukan pada lima hari setelah pasien dirawat inap di GS karena
biasanya pada pasien yang baru dirawat inap belum mempunyai perban elastis
yang lain, yang ia punya hanyalah perban elastis yang sedang dipakainya, untuk
itu perban elastis yang baru disarankan untuk dibeli. Tetapi jika pasien sudah
mempunyai perban elastis selain yang dipakainya, pasien diperkenankan untuk
menggunakan perban elastis itu untuk mengganti perban elastis yang telah
dipakai.
Perban elastis yang sudah dipakai, dibuka, dan dicuci dengan cara
merendamnya dengan sabun cuci selama semalam kemudian keesokan harinya
perban elastis dicuci seperti biasa mencuci baju. Setelah dicuci, perban elastis
dijemur hingga kering, dan digulung agar rapih serta agar pengobat dapat mudah
menggunakan perban elastis tersebut sebagai pengganti perban elastis yang telah
terpakai pasien. Pembukaan balutan perban ini dilakukan setiap lima hari sekali
terhitung sejak pasien menjadi pasien rawat inap di GS. seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, jika terdapat kondisi pasien seperti spalk yang miring atau
terdapat cairan (melepuh) pada kulit pasien, maka pembukaan balutan perban
dapat dilakukan.
3.3 Pasien, latar belakang pemilihan pengobatan, dan interaksi
3.3.1 Ynt
Ynt berusia sekitar enam puluh tahun, tertabrak motor pada saat ia akan
berangkat kerja. Kecelakaan tersebut terjadi di dekat rumah Ynt. Orang-orang
yang berada disekitar lokasi kejadian membawa Ynt ke rumahnya, setelah itu
dipanggillah mantri kesehatan dekat rumah Ynt. Mantri kesehatan memberikan
surat rujukan ke Rumah Sakit Persahabatan, akan tetapi Ynt tidak mau ke RS
karena dianggap bahwa kondisi luka Ynt tidak berat. Ia berpendapat bahwa luka
yang dideritanya tidak berat karena luka dalam (tulang yang patah tidak
menembus daging dan kulit, sehingga tidak perlu untuk dibawa ke Rumah Sakit).
“…dikasih surat pengantar (dari mantri kesehatan dekat rumah) ke Rumah
Sakit Persahabatan tapi ternyata kan luka saya nggak berat, kenapa kok
harus dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan?”.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
59
“Yo artinya kalau dibawa ke rumah sakit kan otomatis lukanya, ketabrak
kan luka, kita kan nggak ada luka, cuma luka dalem, jadi cukup dibawa ke
Guru Singa aja. Kalau di Guru Singa kan ‘patah tulang’, udah ketauan ini
patah tulang. Kecuali saya keadaan babak belur perlu diobatin, perlu dirawat
dulu di rumah sakit, lah mungkin saya dibawa ke rumah sakit. Itu
pertimbangan saya itu. Kedua, pertimbangan keduanya kalau di rumah sakit,
karena sakit dalam, patah tulang, pasti dioperasi dan biasanya makan biaya
banyak. Jadi saya mendingan dibawa ke sini, patah tulang ini.”
Ia meminta untuk dibawa ke GS saja, karena ia percaya kalau ada kecelakaan
yang berhubungan dengan tulang maka dibawalah ke GS, walau sebelumnya Ynt
belum pernah berobat di GS. Ia pernah ke GS untuk menjenguk saudaranya yang
dirawat. Penulis menanyakan kepada Ynt bagaimana ia tahu mengenai GS, ia
menjawab bahwa ia tahu dari masyarakat setempat (masyarakat sekitarnya yang
menceritakan mengenai GS).
Setelah sampai di GS, tulang kaki kanan Ynt direposisi dan dibalut dengan
perban elastis. Pada tahap awal ini pengobatan yang Ynt alami serupa dengan
pengobatan pasien pada umumnya, tetapi setelah tiga hari dirawat di GS Ynt
mengalami strok ringan. Lidah Ynt terasa kaku dan menutup tenggorokan
sehingga ia tidak dapat berbicara. Istri Ynt melaporkan kejadian tersebut kepada
pihak GS kemudian dokter datang melihat keadaan Ynt. Dokter mengatakan Ynt
terkena strok ringan, dan dokter memberikan obat untuk Ynt. Reaksi obat tersebut
dianggap cepat oleh Ynt, yaitu sekitar satu jam. Kemudian sekitar dua hari Ynt
kembali pulih dari strok ringannya. Ynt diberitahu dokter bahwa sakitnya ini tidak
ada hubungannya dengan patah tulang, sehingga Ynt tidak merasa bahwa sakit ini
akibat dari pengobatan patah tulang.
Dalam proses pengobatan patah tulang ini Ynt merasakan kakinya seperti
bengkak dan terlihat dari celah perban elastis kulit kakinya melepuh. Ynt
melaporkan ke petugas GS mengenai keadaan kakinya, setelah itu petugas GS
membuka perban elastis yang membalut kaki Ynt kemudian terlihatlah kulit kaki
Ynt yang melepuh. Perawat GS menggunting kulit bagian atas Ynt untuk
menghilangkan cairan. Sekitar tiga sampai lima hari kemudian, kulit kaki Ynt
yang digunting mengering. Setelah mengering, proses pengobatan untuk Ynt sama
dengan proses pengobatan pasien lainya. Melepuhnya kulit kaki Ynt ini
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
60
dikarenakan kulit Ynt yang sensitif terhadap minyak GS. Pada saat kulit kaki Ynt
melepuh, minyak tidak digunakan sementara, tetapi perawat GS mengoleskan
salep agar kulit kaki Ynt cepat mengering.
Keluhan Ynt kepada pengobatan GS lebih ditekankan pada fasilitas tempat
tidur yang disediakan untuk pasien rawat inap. Tempat tidur yang beralaskan tikar
ini dirasa kurang nyaman, bukan karena terbuat dari kayu, tetapi karena tikar yang
digunakan tidak diganti atau dijemur setelah pasien yang sebelumnya keluar dari
ruang rawat inap. Ynt katakan bahwa badannya merasa gatal-gatal karena alas
tikar tersebut sehingga hal ini dianggap menjadi salah satu penghambat dalam
pengobatan patah tulang. Ynt menggunakan bedak bayi untuk mengurangi rasa
gatal dibadannya. Disaat menggaruk tubuh yang gatal, Ynt secara tidak langsung
akan menggerakkan kakinya sehingga hal ini dianggap penghambat.
Selama dirawat di GS, Ynt ditemani oleh istri. Istri Ynt berusia sekitar sama
dengan umur Ynt, istri Ynt ‘diberi jabatan’ “Ibu Lurah” oleh Hn, salah seorang
pasien GS yang ‘dinobatkan’ sebagai “Ketua RT” karena lamanya Hn menjadi
pasien rawat inap di GS khususnya di ruang bangsal Kambuna.
Ynt merasa para pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan GS bersikap
ramah dan bersahabat. Pernyataan serupa yang diucapkan istri Ynt yaitu para
pengobat atau pihak-pihak yang terlibat seolah seperti keluarga, begitu pun
kepada pasien dan keluarga pasien lainnya dirasa seolah seperti satu keluarga. Istri
Ynt dapat meminta tolong kepada pihak GS dengan tidak canggung seperti pada
saat lubang pembuangan kotoran di kamar mandi sedang penuh, ia meminta
kepada pihak GS untuk segera dibersihkan dengan memanggil ‘sedot WC’. Istri
Ynt menceritakan bahwa peralatan seperti ember, gayung, sapu, dan lain
sebagainya Ia beserta keluarga pasien lain yang membelinya. Alat-alat tersebut
tidak disediakan GS.
3.3.2 Al
Al berusia sekitar lima puluh tahun menderita patah kaki tungkai bawah. Ia
terjatuh dari peron stasiun kreta Pondok Kopi karena hendak menarik tangan
orang yang berada dibawah peron untuk naik, mungkin karena orang tersebut
memiliki tenaga lebih kuat dari Al sehingga Al tidak dapat menarik orang tersebut
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
61
ke atas peron justru Al-lah yang tidak sengaja ditarik orang tersebut kebawah. Al
dibawa ke GS oleh masyarakat sekitar lokasi kejadian, termasuk orang tersebut.
Akan tetapi, selama Al dirawat di GS, orang tersebut tidak pernah menjenguk Al.
Tempat tidur Al berada di depan tempat tidur Ynt yang berjarak sekitar satu
meter. Proses pengobatan yang dialaminya di GS sama dengan proses pengobatan
pada pasien lain yang serupa keadaannya yaitu patah tulang tungkai bawah. Saat
awal-awal Al dirawat, terlihat dari raut wajah dan sikap yang ditunjukkan bahwa
Ia merasa tidak terima dengan keadaan yang sedang dialaminya, akan tetapi
setelah dirawat sekitar dua minggu lebih Al terlihat dapat menerima keadaannya.
Selama Al dirawat ia hanya ditemani oleh istrinya, sesekali anaknya datang
menjenguk.
Pada saat penulis berada di dekat Al dan istri serta Ynt dan istri, penulis
mendengar jelas suara benturan dari tempat tidur Al. Sepertinya ada bagian tubuh
Al yang terbentur, kami (penulis, Ynt dan istri Ynt) terkaget, begitu juga dengan
istri Al, namun istri Al menanggapi dengan emosi. Dengan mengeluarkan katakata “Sukurin!”, istri Al berbicara sendiri (ngedumel), yang intinya ia kesal
karena Al menolong orang tapi justru Al yang terjatuh, dibilang sok-baik-lah, dan
sebagainya. Kata-kata yang terlontar dari mulut istri Al membuat istri Ynt
berkomentar bahwa kita (keluarga pasien) itu semua sama-sama merasakan. Istri
Ynt berkata bahwa ini adalah ujian Tuhan, sampai sejauh mana kesabaran kita.
Al dan istri merasa bahwa petugas GS cukup baik dan bersahabat sehingga
mereka merasa GS cukup nyaman sebagai tempat rawat inap. Istri Al merasa lebih
nyaman karena fasilitas yang terdapat di GS diantaranya yaitu televisi. Istri Al
menjadi penggemar salah satu sinetron di televisi sehingga Ia tidak merasa
ketinggalan cerita terbaru dari sinetron tersebut walaupun harus menonton di
ruang tv, karena televisi yang berada di ruang rawat berada cukup jauh dari
tempat tidur Al sehingga suara dari televisi tersebut tidak terdengar jelas. Al
merasa tidak ada hiburan karena televisi berada cukup jauh darinya, itu yang
dikeluhkannya.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
62
3.3.3 Jm
Jm berusia sekitar 45 tahun. Kecelakaan di tempat kerja mengakibatkan Ia
dirawat di GS. Jm bekerja di pelabuhan Tanjung Priok, di bagian gudang. Dari
tumpukan barang-barang yang berada di gudang ia sering melompat dari suatu
tempat ke tempat lain. Pada saat Ia akan melompat dari suatu tumpukan barang
yang ketinggiannya sekitar satu meter, Ia terjatuh dan mengalami patah kaki
tungkai atas. Oleh pihak kantor tempat Jm bekerja, ia dibawa ke GS. Biaya selama
perawatan ditanggung oleh kantor tempat Jm bekerja tetapi tidak termasuk biaya
obat yang dibeli bukan dengan resep dokter GS. Istri Jm bercerita bahwa Ia
pernah membeli obat bukan dari resep dokter GS, tetapi berdasarkan informasi
yang Ia dapatkan dari keluarga pasien yang lain yaitu obat untuk mengempeskan
bengkak di kaki Jm.
Di Jakarta, Jm hidup sendiri tanpa keluarga karena keluarganya berada di
Demak. Istri Jm datang dari Demak untuk menemani Jm selama dirawat. Jm
menjadi pasien rawat inap di GS hampir tiga bulan. Sekitar dua bulan pertama,
kondisi Jm mulai membaik. Menurut cerita Jm, pengobat GS berkata padanya
bahwa Ia sudah boleh belajar berjalan, sudah dua kali Jm belajar berjalan dengan
tongkat milik Hn (pada waktu itu, tempat tidur Hn tepat berada di depan tempat
tidur Jm). Setelah Jm belajar berjalan, kakinya ditarik kembali (reposisi) oleh
salah seorang pengobat. Setelah kakinya ditarik, pada malam harinya, kaki Jm
bengkak. Bengkak yang cukup besar, berbentuk seperti ada balok kayu seukuran
panjang kebawah sekitar 20cm dan lebar ke samping sekitar 10cm dengan tebal
sekitar 3-5cm, yang menempel di kaki kanannya yang patah.
Jm dan keluarga berharap ada tindakan lebih yang dilakukan pihak GS
selain menunggu bengkak tersebut kempes dengan diolesi minyak. Kaki Jm tidak
dibalut perban karena bengkak, hampir tiga minggu kaki yang bengkak tersebut
hanya diolesi minyak GS. Menurut cerita istri Jm, pihak GS pun tidak tahu
mengapa kaki Jm menjadi bengkak sebesar itu. Hal ini juga dikemukakan para
pengobat GS yang penulis tanyai, mereka tidak mengetahui mengapa kaki Jm bisa
seperti itu.
Selama dirawat di GS Jm ditemani oleh istri. Sekitar lima hari sebelum Jm
dan keluarga memutuskan untuk pulang ke Demak, anak Jm dan adik ipar Jm
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
63
datang dari Demak untuk menemani Jm dan istri Jm. Anak Jm (Ll) kelas 4 SD, Ll
izin selama satu minggu tidak bersekolah karena Ia ke Jakarta.
Ada rencana untuk membawa pulang Jm ke Demak. Istri Jm berkata bahwa
di Demak Ia mempunyai banyak saudara yang akan mengurus, kalau di sini
(Jakarta) Ia hidup sendiri, tidak ada saudara. Istri Jm berkata bahwa Ia sering
disuruh ‘sabar’ oleh pihak GS, Istri Jm mengaku bisa untuk bersabar dengan
keadaan yang sedang dialami suaminya, akan tapi Ia memikirkan Jm yang
merasakan sakitnya. Hampir setiap malam, Jm tidak bisa tidur karena sakit di
kakinya yang bengkak. Raut wajah Jm terlihat tegang bahkan terkesan stres,
sepertinya bengkak kakinya ini sangat mempengaruhi pikiran Jm.
Adik ipar Jm yang baru datang dari Demak menginginkan ada tindakan
yang diambil oleh pihak GS, tidak hanya sekedar menunggu bengkaknya kempes,
atau tidak hanya dengan saran bahwa keluarga pasien harus sabar. Ia dan istri Jm
berencana membawa Jm untuk rontgen, setelah panjang lebar kami berbincang,
rencana rontgen tersebut terhenti karena perlu biaya lebih untuk membawa Jm
rontgen, termasuk untuk sewa ambulan. Keputusan diambil bahwa pihak keluarga
harus menunggu pihak kantor untuk kelanjutannya, apakah dibawa ke rumah
sakit, atau dibawa pulang ke Demak. Pada akhirnya Jm dan keluarga beranjak dari
GS menju Demak.
3.3.4 Hn
Hn berusia sekitar 34 tahun. Patah kaki tungkai bawah. Hampir empat bulan
Ia menjadi pasien rawat inap di GS akibat kecelakaan motor. Motor yang
dikendarainya ‘tidak sengaja’ tertabrak oleh mobil, Ia katakan bahwa Ia tidak
berpikir buruk mengenai mobil tesebut, karena setelah ‘tidak sengaja’ mobil
mengenai motornya sehingga terjadi kecelakaan itu, mobil melaju begitu saja
tanpa berhenti untuk melihat keadaan Hn beserta motor yang telah tertabrak
olehnya. Kecelakaan terjadi di daerah Tanjung Priok. Masyarakat sekitar lokasi
kecelakaan membawa Hn ke GS.
Pada awal Hn dirawat inap, salah seorang teman menjaganya. Setelah itu ia
meminta tolong kepada salah seorang temannya yang kurang mampu untuk
menjaganya dengan perhitungan upah yang sudah disepakati bersama. Selang
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
64
beberapa waktu menjaga Hn, temannya tersebut juga sambilan menjaga pasien
yang lain. Awalnya Hn tidak mempermasalahkan karena temannya itu pun diberi
upah oleh pasien lain yang dibantunya, akan tetapi semakin lama semakin
temannya itu menjadi penjaga pasien-pasien yang lain justru tidak menjaga Hn
sehingga Hn kesal dan temannya itu tidak dipekerjakan untuk menjaganya lagi.
Hampir empat bulan Hn dirawat di GS Ia dijenguk oleh orang tuanya
hanyalah setengah jam. Di Jakarta terdapat saudara Hn yang tinggal di Tanjung
Priok sebagai tempat tinggalnya selama di sini. Hn menyelesaikan jenjang sarjana
di salah satu universitas swasta dan bekerja di wilayah Jawa Tengah.
Jika ada pasien yang baru dirawat inap di Kambuna, Hn menyambutnya
dengan perbincangan serta diberitahu mengenai keadaan ruang rawat Kambuna.
Hal ini penulis alami pada saat pertama kali penulis menginjakkan kaki ke ruang
rawat Kambuna. Hn dengan tegas tidak memperbolehkan alas kaki masuk
kedalam ruang rawat Kambuna, alasannya adalah karena tidak ada petugas khusus
untuk membersihkan ruang rawat Kambuna sehingga bersih atau tidaknya
ruangan sesuai dengan penghuninya.
Hn merasa bahwa pasien dan keluarga pasien di Kambuna merupakan
keluarganya juga. Kebersihan ruang rawat Kambuna dijaga oleh para
penghuninya baik pasien maupun keluarga, selain itu keperluan Hn seperti
pakaian dan perban dicucikan oleh keluarga pasien. Hn sangat bersyukur atas
kebaikan keluarga pasien kepadanya. Hn diangkat atau mengangkat dirinya
menjadi Ketua RT di ruang rawat Kambuna ini dikarenakan Ia menjadi pasien
terlama yang dirawat inap di GS khususnya ruang rawat Kambuna.
Kekurangan GS menurut Hn adalah tidak adanya ruang rawat khusus untuk
anak kecil. Secara umum, Hn merasa nyaman dirawat di GS karena para pengobat
dan pihak-pihak terlibat yang lainnya bersikap akrab dan ramah seolah bagaikan
keluarga.
3.3.5 Humor pengobat
Humor-humor yang dilontarkan para pengobat pada pengobatan patah
tulang GS dapat dengan mudah ditemui, baik pada saat pengobatan di ruang
pengobatan maupun di ruang rawat inap pada saat kontrol harian. Pada ruang
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
65
pengobatan, seperti yang sedikit dijelaskan pada bagian sebelumnya, terdapat
benda-benda yang tidak hanya digunakan sebagaimana fungsi aslinya tetapi juga
digunakan untuk alat humor.

Ada pasien yang pada bagian wajahnya (sekitar dagu) di jahit akibat
kecelakaan, kemudian salah seorang pengobat mengambil mistar yang
tergantung di dinding. Berikut percakapan singkat yang penulis dengar, seperti
berikut:
Pengobat
: “Jahitannya mau dibuka sekalian nggak?” dengan
memasang wajah serius dan menempelkan
mistar ke dagu pasien, seolah pengobat
tersebut akan membuka jahitan dengan mistar
Keluarga Pasien : “Memang di sini bisa?”
Pengobat
: “Ya bisa”
Keluarga Pasien : “Ya sudah, terserah”
Kemudian pengobat tersebut tertawa: “Hahaha, ibu pasrah banget..” sambil
menggantungkan mistar kembali. (mistar digantung berdekatan dengan
gergaji).

Setelah selesai mengobati pasien, pengobat berkata bahwa yang harus
dipantang pasien adalah es dan makanan yang haram. Setelah itu keluarga
pasien bertanya kepada pengobat tentang pantangan selain es dan makanan
yang haram kemudian dijawab oleh
Pengobat
:“ikan-ikanan”
Keluarga pasien
: “O, ikan-ikanan juga nggak boleh”
Penulis yang mendengar pun bertanya kepada pengobat, karena selama ini
yang penulis tahu hanya dua hal itu saja yang menjadi pantangan yaitu es
dan makanan yang haram. “Memang, ikan-ikanan juga nggak boleh??”
Dijawab oleh pengobat yang lain, menjelaskan “Iya, ikan-ikanan
nggak boleh, tapi kalau ikan beneran ya nggak apa-apa. Hahaha”.

Pada saat kontrol harian, ada keluarga pasien yang bertanya kepada pengobat,
“Apakah pasien sudah boleh didudukin?”
(maksudnya, pasien sudah boleh duduk
atau belum?), namun dijawab serentak oleh pengobat yang menangani pasien
tersebut, “Jangan!”. Keluarga pasien menanyakan mengapa, kemudian dijawab
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
66
bahwa “Kalau didudukin, jangan. Tapi kalau didudukkan, ya nggak apa-apa. Ntar kalau
didudukin kasian….”

Di ruang pengobatan ada seorang pasien yang sedang ditangani oleh Fredy,
pasien menceritakan bahwa Ia sedang mengendarai motor kemudian tertabrak
oleh motor di daerah Cakung. Penabrak hanya memberi uang Rp.20.000,untuk memperbaiki motornya. Kemudian Fredy berkata (seolah bercerita),
“Waktu itu saya menabrak orang di daerah Cakung, terus orang itu saya kasih dua puluh
ribu. Wah, berarti uangnya balik lagi ke saya donk..hehehe..”

Penulis sering mengucapkan “ALLAHU AKBAR” pada saat kaget, lupa, dan lain
sebagainya. Pada suatu ketika, penulis teringat sesuatu yang sempat penulis
lupakan, maka penulis mengucapkan takbir tersebut. Salah seorang pengobat
bertanya ada apa, penulis menjawab bahwa penulis “lupa” (maksudnya, ada
sesuatu yang penulis lupakan), kemudian dikomentari oleh pengobat tersebut,
“Kalau lupa itu bukan ALLAHU AKBAR”,
penulis berkata “Astaghfirullah,,,?”.
Dijawab kembali “Bukan, kalau lupa itu lali (Lupa-bahasa Jawa)”.

Ada seorang ibu berbadan besar yang mengantar anaknya kontrol, diledeki
oleh orang-orang GS, “Pintunya cukup nggak tu?”, ibu ini cukup ramah, dia
berkata kepada penulis dengan menceritakan bahwa mereka (petugas GS)
memang seperti itu, suka bercanda. Tak lama kemudian ada pasien bertubuh
besar juga datang berobat ke GS, salah seorang petugas GS menegur pasien
tersebut “Mba-mba, masa’ ditantangin sama ibu ini” (maksudnya pasien yang baru
datang ditantang oleh ibu itu karena kedua badan orang ini cukup besar),
pasien dan ibu itu pun tertawa.

Ada pasien yang sudah dua kali penulis lihat berobat jalan, perempuan
berumur sekitar 30 tahun mengeluh kakinya sakit. Setelah hampir selesai
diobati, Ia berkata kepada Boim “Mungkin ini karena waktu saya di Saudi (Arab),
pernah di gips dua bulan”. “Ooo, iya. Mungkin” jawab Boim.
Untuk keduakalinya
perempuan itu datang lagi dan bertemu dengan Boim lagi, kembali Ia
mengatakan “Waktu saya di Saudi pernah di gips dua bulan”. Kemudian Boim
menanggapinya, dengan sedikit meledek yang intinya Ia harus sembuh agar
bisa ke Saudi lagi.

Salah seorang keluarga pasien bertanya kepada Sakeus “Ada perkembangan ga?”
(maksudnya menanyakan perkembangan kondisi tulang yang patah) dijawab
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
67
oleh Sakeus “Kalau perkembangan nggak ada, tapi sudah bagus. Kalau
‘berkembang(bunga)’ akan repot nantinya…”

Pada saat Banon mengobati pasien, Ia mengatakan bahwa tangan yang sedang
diobatinya tidak akan sama seperti tangan yang satunya lagi. Pasien bertanya
dengan nada suara yang sedikit kaget, Ia mengira bahwa tangannya tidak akan
kembali sembuh seperti tangan yang satunya lagi. Kemudian dijawab oleh
Banon “Ya nggak mungkin sama, kan yang satu tangan kanan, yang satunya tangan kiri…”
Fungsi humor pada umumnya yang terutama adalah sebagai penglipur hati
pendengarnya (maupun penceritanya) yang sedang lara. Hal ini disebabkan karena
humor dapat menyalurkan ketegangan batin, yang ada mengenai ketimpangan
norma-norma masyarakat. Seperti kita ketahui ketegangan batin dapat
dikendurkan melalui tawa. Tawa akibat mendengar humor menurut Bliss (1915
dalam Danandjaja, 1991: 29) dapat memelihara keseimbangan jiwa dan kesatuan
sosial dalam menghadapi keadaan yang bertentangan (incongrous), keadaan yang
tak tersangka-sangka, atau perpecahan masyarakat (Danandjaja, 1991: 29).
Humor-humor yang dilontarkan pengobat tampatknya mengurangi keteganganketagangan yang terjadi dalam pengobatan.
Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
Download