semi-sintesis vanili dari guaiakol via reaksi reimer

advertisement
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
SEMI-SINTESIS VANILI DARI GUAIAKOL VIA REAKSI REIMERTIEMANN YANG DIKATALISIS DENGAN KATALIS TRANSFER
FASE/PTC: [18]-CROWN ETHER-6
Wahyudi Priyono Suwarso, Emil Budianto dan Inneke Jayadi
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424
E-mail: [email protected]
Abstrak
Reaksi Reimer-Tiemann termasuk dalam kelompok reaksi substitusi elektrofilik (SE), dan pada dasarnya reaksi ini
terdiri dari tiga tahapan reaksi, yaitu: 1. pembentukan diklorokarbena dari hasil reaksi antara kloroform dengan basa
(missal KOH); 2. reaksi antara diklorokarbena yang terbentuk, sebagai elektrofil, dengan inti aromatik (guaiakol); 3.
reaksi hidrolis terhadap diklorometil benzena, sebagai produk reaksi pada tahap kedua, menjadi senyawa turunan
aldehida aromatik (benzaldehida). Pada penelitian ini, telah dilakukan modifikasi reaksi Reimer-Timann, dengan tujuan
untuk mensintesis vanili dari guaiakol (o-metoksi fenol), dan untuk membandingkan hasil sintesis vanili yang dilakukan
dengan reaksi Reimer-Tiemann secara konvensional. Modifikasi reaksi Reimer-Tiemann yang dilakukan, yaitu dengan
penggunaan katalis transfer fase (PTC) dan ko-pelarut etanol. Hasil sintesis vanili yang didapat, secara nyata
menunjukkan kenaikan rendemen vanili hingga 51,2 %, jika dibandingkan dengan rendemen vanili melalui reaksi
Reimer-Tiemann secara konvensional (hanya 24,4 %).
Abstract
Reimer-Tiemann reaction belongs to the group of the electrophylic substitution reaction (SE), and principally, this
reaction consists of three steps reactions, namely: 1. formation of dichlorocarbene from chloroform by action of base
(i.e. KOH), 2. reaction of dichlorocarbene as electrophyl to the benzene (or general aromatic) nucleus, 3. hydrolysis of
the formed dichloromethyl benzene to the derivative of benzaldehyde. In this work has been carried out the
modification of Reimer-Tiemann reaction with the goal to synthesize vanillin from guaiacol (o-methoxyphenol) as well
as to compare with the conventional Reimer-Tiemann reaction. By the way, the modification of Reimer-Tiemann by
using phase transfer catalyst and ethanol as co-solvent can obviously enhance the yield of vanillin up to 51.2%
compared with the yield of conventional Reimer-Tiemann to synthesize of vanillin (up to 24.4%).
Key words: Reimer-Tiemann reaction, guaiacol, chloroform, vanillin
Fries, dan modifikasi reaksi Sandmeyer [2]. Beberapa
metoda sintesis vanili dari guaiakol 1 sebagai bahan
dasarnya, antara lain melalui reaksi Reimer-Tiemann,
sintesis Gattermann, reaksi penataan ulang Fries, dan
modifikasi reaksi Sandmeyer [2].
Pendahuluan
Vanili (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida) 2, selain
dapat dihasilkan dari alam, yaitu dari sejenis tanaman
anggrek, Vanillia spp., juga sejak awal tahun 1900-an
telah disintesis secara besar-besaran dari bahan dasar
yang murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak di
sepanjang tahun, yaitu lignosulfat, yang merupakan
limbah dari pabrik kertas atau pulp [1]. Selain itu,
vanili juga disintesis dari resin guaikum [1].
Reaksi Reimer-Tiemann merupakan suatu reaksi
substitusi elektrofilik (SE) pada karbanion fenoksi dalam
suasana alkalis, dengan diklorokarbena sebagai
elektrofilnya (E+). Substitusi tersebut biasanya terjadi
pada posisi orto terhadap gugus fenol, sedangkan
rendemen (hasil) senyawa aldehida yang didapatkan
biasanya kurang dari 15% (Gambar 1).
Diduga,
Beberapa metoda sintesis vanili dari guaiakol 1 sebagai
bahan dasarnya, antara lain melalui reaksi ReimerTiemann, sintesis Gattermann, reaksi penataan ulang
70
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
71
OH
OH
OCH3
OCH3
CHCl3
KOH/Alkohol
1
CHO
2
Gambar 1. Gambaran umum reaksi Reimer-Tiemann
Cl3C3
+ OH
H _
H2O
_
_
O
Cl3C
4
_
_
_
Cl
Cl2C
5
O
+
CCl2
O
O
H
CCl2
CHCl2
+ OH
_
_
HCl, Cl
_
CHO
_
Gambar 2. Mekanisme reaksi pembentukan diklorokarbena dan penyerangan diklorokarbena pada anion fenoksi
penyebab rendemen/ hasil reaksi tersebut sangat rendah
adalah, bahwa sebagian besar substrat awalnya tidak
bereaksi [3,4,5,6].
Reaksi
Reimer-Tiemann
merupakan
reaksi
pembentukan gugus aldehida pada inti aromatik melalui
penyerangan elektrofil (E+) diklorokarbena 4, terhadap
inti aromatik (misalnya anion fenoksi), dan selanjutnya
diikuti reaksi hidrolisis gugus diklorometil yang
terbentuk 5, menjadi senyawa orto dan atau para
hidroksi benzaldehida [7]. Rasio antara produk orto dan
para hidroksi benzaldehida tersebut sangat dipengaruhi
oleh penggunaan haloform, ion hidroksida (OH-) yang
digunakan, dan penggunaan alkohol sebagai ko-pelarut
[5]. Mekanisme pembentukan diklorokarbena dan
penyerangan diklorokarbena pada anion fenoksi dapat
dilihat pada Gambar 2.
Pada reaksi Reimer-Tiemann dikenal dua tipe reaksi,
yaitu reaksi yang normal dan reaksi abnormal [2].
Reaksi Reimer-Tiemann yang berjalan secara normal
adalah apabila produk reaksi yang terbentuk berupa
senyawa turunan aldehida aromatik, sedangkan reaksi
Reimer-Tiemann yang berjalan secara abnormal, yaitu
apabila produk reaksi yang terbentuk adalah suatu
senyawa sikloheksadiena atau terjadi perbesaran cincin
senyawa lingkar (lihat Gambar 3)
Seperti yang telah disebutkan di atas, rendemen atau
hasil reaksi Reimer-Tiemann secara konvensional
kurang dari 15%, karena sebagian besar substratnya
tidak bereaksi. Kemungkinan lain adalah terbentuknya
produk-produk reaksi samping (by-products), antara
lain terbentuknya resin, seperti ditampilkan pada
Gambar 4 [3,4,5,6].
Selain itu, menurut Hine [8], anion triklorometil dan
spesi diklorokarbena terbentuk pada reaksi ReimerTiemann dari adduk kloroform (CHCl3)), sedangkan
diklorokarbena yang terbentuk dari anion triklorometil,
merupakan tahap penentu kecepatan reaksi ReimerTiemann. Oleh karena itu, hidrolisis kloroform
oleh
ion
hidroksil
(OH-)
haruslah merupakan suatu
reaksi kesetimbangan:
Terbentuknya diklorokarbena serta kemungkinan
kelanjutan reaksinya dapat digambarkan melalui
mekanisme reaksinya, dapat dilihat pada Gambar 6.
Metode Penelitian
Reaksi Reimer-Tiemann yang dilaksanakan selama ini,
merupakan reaksi dalam fase homogen, sehingga
diklorokarbena yang terbentuk segera bereaksi dengan
air (H2O) (Gambar 6, mekanisme a). Hal tersebutlah
yang diduga menjadi penyebab, mengapa rendemen
72
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
OH
OH
OH
CHO
CHCl3, 10% NaOH
55 oC, 3 jam
a.
+
CHO
( 20 - 30%)
( 8 - 12% )
O
OH
CH3
OCH3
CHCl3, NaOH
b.
CHCl2
8%
CH3
CHCl3, NaOH
H
H
Gambar 3. Dua tipe reaksi Reimer-Tiemann : a. normal ; b. abnormal
a. ester ortoformat
b. asam hidroksi
OH
OH
OH
H
CHCl3, NaOH
COOH
CHCl3, NaOH
C
H5C6O
OC6H5
OC6H5
c. resin trihidroksifenil metana
OH
OH
H
+ 2
C
HO4H6C
C6H4OH
C6H4OH
CHO
Gambar 4. Beberapa produk samping reaksi (by-products) pada reaksi Reimer-Tiemann
reaksi Reimer-Tiemann menjadi rendah sekali. Oleh
karena itu, pada penelitian ini akan dicoba untuk
melakukan reaksi Reimer-Tiemann dengan kondisi
reaksi fase heterogen, artinya fase air dan fase organik
dibuat dalam keadaan tidak bercampur satu sama lain.
Untuk menghubungkan antara kedua fase yang tidak
saling bercampur tersebut diperlukan suatu media
perantara, yaitu katalis transfer fase (phase transfer
catalyst/PTC). Dengan demikian, diklorokarbena yang
terbentuk pada fase organik tidak dapat langsung
bereaksi dengan air yang terdapat di dalam fase air
(Gambar 6, mekanisme b). Selain itu, juga akan diteliti
penggunaan alkohol (metanol atau etanol) untuk
menekan pembentukan gugus aldehida pada posisi orto
terhadap gugus fenoksi yang ada.
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
73
CHCl3 + OH
Cl3C + H2O
Cl2C + Cl
Cl3C
+ H2O
H2O
CCl2 + Cl
Gambar 5. Reaksi hidrolisis kloroform oleh ion hidroksil (OH-)
a. H2O +
b. Cl3C
CCl3
lambat
lambat
H2O
Cl + CCl2
CCl2 + Cl
+ H2O
cepat
cepat
CO, HCO2
CO, HCO2
Gambar 6. Mekanisme reaksi pembentukan diklorokarbena (a. di dalam fase homogen dan b. di dalam
fase heterogen) serta kemungkinan kelanjutan reaksinya
Prosedur umum reaksi semi-sintesis vanili dari guaiakol
melalui reaksi Reimer-Tiemann adalah sebagai berikut:
a. Tanpa katalis (fase homogen)
16,0 mmol guaiakol dicampur dengan 10 mL
larutan KOH 2N dalam larutan metanol-air, dan
selanjutnya campuran reaksi dipanaskan pada suhu
60oC selama 15 menit, hingga terbentuk larutan
yang jernih (terbentuk larutan garam kalium
guaiakolat). Ke dalam labu leher tiga yang
dilengkapi dengan termometer, pendingin balik
Liebig dan labu penetes, ditempatkan 90 mL
larutan alkoholis KOH 2,0 N dan 20 mL kloroform
(170,0 mmol). Larutan garam kalium guaiakolat
ditempatkan pada labu penetes, kemudian ke dalam
labu reaksi leher tiga, dialirkan gas nitrogen (N2),
untuk membuat kondisi atmosfer nitrogen di dalam
labu reaksi. Campuran reaksi di dalam labu reaksi
diaduk dengan batang pengaduk magnet, dan suhu
reaksi dijaga agar tetap berada dalam kisaran 5560oC. Selanjutnya larutan garam kalium guaiakolat
diteteskan dari labu penetes secara perlahan-lahan
selama 1 jam. Setelah penetesan larutan garam
kalium guaiakolat selesai dilakukan, campuran
reaksi tetap diaduk dan dipanaskan pada suhu 5560oC selama 4 jam. Setelah reaksi berakhir,
campuran reaksi didinginkan hingga mencapai suhu
ruang dan diasamkan dengan HCl 3,0 N hingga
pH 4 dan reaksi hidrolisis dilakukan selama 1,5
jam. Setelah proses hidrolisis selesai, selanjutnya
dilakukan distilasi uap hingga diperoleh distilat
yang jernih (sekitar 150-200 mL). Distilat yang
diperoleh, diekstraksi dengan kloroform, kumpulan
b.
fase organiknya dikeringkan
dengan Na2SO4
anhidrat, disaring, dan pelarutnya diuapkan pada
evaporator putar bertekanan udara rendah, hingga
diperoleh kembali substrat awalnya (guaiakol) yang
tidak bereaksi. Terhadap residu dari distilasi uap,
dilakukan ekstraksi dengan kloroform, dan fase
organik yang didapat dari ekstraksi tersebut sekali
lagi dicuci dengan air, dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat, disaring, dan pelarutnya diuapkan
pada evaporator putar bertekanan udara rendah,
hingga diperoleh larutan pekat. Larutan pekat
tersebut diencerkan dengan sesedikit mungkin
pelarut n-heksana hangat, disaring dan dibiarkan
pada suhu ruang sehingga terbentuk kristal vanili.
Kristal vanili yang terbentuk disaring, dibilas
dengan n-heksana dan dikeringkan di dalam
desikator.
Dengan katalis transfer fase/PTC 18-crown ether-6
(fase heterogen)
Ke dalam labu bulat reaksi leher tiga yang berisi
larutan 16,0 mmol guaiakol di dalam 50 mL
kloroform dan 0,1 g katalis transfer fase 18-crown
ether-6, dimasukkan 100 mL larutan alkoholis
KOH 2N. Suasana atmosfer di dalam ruang reaksi
dibuat dalam kondisi atmosfer nitrogen (N2),
dengan cara mengalirkan untuk beberapa saat gas
nitrogen ke dalam labu reaksi. Selanjutnya larutan
diaduk dengan batang pengaduk magnet, dan
kecepatan pengadukannya diatur minimal 1000
rpm (putaran/menit), sedangkan suhu reaksi dijaga
agar tetap dalam kisaran 40-45OC atau 55-60OC
selama 4 jam. Proses penyelesaian reaksi dan
74
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
isolasi produk reaksi, sama dengan
prosedur
pelaksanaan
reaksi Reimer-Tiemann yang
dilakukan tanpa menggunakan katalis.
Hasil dan Pembahasan
Untuk memantau bagaimana komposisi produk reaksi
Reimer-Tiemann yang terbentuk, maka dilakukan
analisis kromatografi lapis tipis (tlc), yang kromatogram
lapis tipisnya dapat dilihat pada Gambar 7. Dari
kromatogram lapis tipis tersebut dapat diamati adanya
perbedaan pola pembentukan produk reaksi ReimerTiemann, yang terutama dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya alkohol sebagai ko-pelarut serta jenis alkohol
yang digunakan (metanol atau etanol):
Analisis data spektroskopi memberikan kesimpulan
sementara sebagai berikut:
1. bila di dalam campuran reaksi tidak digunakan
alkohol sebagai ko-pelarut, maka hanya akan
dihasilkan produk reaksi berupa o-vanili 6 (Gambar
8)
2. bila di dalam campuran reaksi ditambahkan
metanol sebagai ko-pelarut, maka akan dihasilkan
campuran produk reaksi o-vanili 6 dan vanili 2
(Gambar 8)
3. bila di dalam campuran reaksi ditambahkan etanol
sebagai ko-pelarut, maka akan dihasilkan produk
reaksi berupa vanili 2 saja
Data spektroskopi dari o-vanili 6 dan vanili 2 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Dari data tersebut tampak jelas pengaruh alkohol
sebagai ko-pelarut terhadap produk reaksi yang
dihasilkan pada reaksi Reimer-Tiemann. Apabila reaksi
Reimer-Tiemann dilakukan tanpa penambahan alkohol
sebagai ko-pelarut, maka hanya akan dihasilkan o-vanili
6 sebagai produk utamanya. Hal itu disebabkan posisi
orto memang lebih kaya elektron daripada posisi para.
Selanjutnya, bila metanol ditambahkan sebagai kopelarut, maka akan dihasilkan campuran produk reaksi
keterangan:
a = guaiakol murni (Rf = 0,75)
b = vanili murni (Rf = 0,62)
c = produk reaksi, tanpa penambahan
ko-pelarut alkohol
d = produk reaksi, dengan penambahan
ko-pelarut: CH3OH 20%
e = produk reaksi dengan penambahan
ko-pelarut C2H5OH 20%
o-vanili 6 dan vanili 2, karena rantai alkil dari metanol
kurang efektif untuk memblokir posisi orto. Bila etanol
ditambahkan sebagai ko-pelarut, maka produk utama
reaksi hanya
akan berupa vanili 2, karena
pemblokiran gugus alkil dari etanol terhadap posisi orto
sangat efektif.
Rendemen/hasil vanili yang didapatkan melalui reaksi
Reimer-Tiemann dengan berbagai kondisi reaksi dapat
dilihat pada Tabel-2, 3, dan 4:
Seperti yang telah disebutkan di atas, reaksi ReimerTiemann pada substrat guaiakol 1 merupakan suatu
reaksi substitusi elektrofilik (SE) pada inti benzena.
Guaiakol 1 merupakan suatu senyawa organik yang
terdiri dari inti aromatik (benzena) dan di dalamnya
terikat gugus hidroksil (OH) dan gugus metoksil
(OCH3), yang letaknya saling bertetangga (posisi orto).
Di dalam reaksi substitusi elektrofilik tersebut, kedua
gugus fungsi atau substituen (OH dan OCH3) akan
bertindak sebagai pengarah masuknya elektrofil ke
dalam inti benzena pada posisi orto dan atau para
(ortho-para dirigent). Akan tetapi, kekuatan pengarah
posisi orto dan para dari gugus hidroksil (OH) dan
metoksil (OCH3) tersebut berbeda. Gugus hidroksil
berperan lebih kuat sebagai pengarah orto-para dari
pada gugus metoksil, terlebih lagi apabila gugus
hidroksil tersebut sudah berubah menjadi bentuk anion
oksonya (anion fenolat atau anion fenoksi).
Dipandang dari sudut kerapatan elektron, posisi orto
mempunyai kerapatan elektron yang lebih tinggi
daripada posisi para. Akan tetapi apabila posisi orto
OH
OH
OCH3
CHO
2
Gambar 7. Kromatogram lapis tipis (tlc) hasil reaksi
semi-sintesis vanili melalui reaksi ReimerTiemann, eluen: CHCl3 : CH3OH = 25 : 1
(v/v)
OHC
OCH3
6
Gambar 8. Struktur molekul senyawa o-vanili 6 dan
vanili 2
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
75
Tabel 1. Data spektroskopi senyawa o-vanili 6 dan vanili 2
Spektrum
o-vanili 6
vanili 2
UV, λmaks. , nm
266, 4 dan 343, 6
274,8 dan 305,6
IR, ν, cm-1
2932 (OH terkhelasi) dan 1656
(C=O terkhelasi)
3184 (OH) dan 1671 (C=O)
1
3,90 (s, 3H, OCH3), 7,00 (m,
3H, proton aromatik), 9,90 (s,
1H, CHO terkhelasi), 11,0 (s,
1H, OH terkhelasi)
3,90 (s, 3H, OCH3), 6,20 (s, 1H, OH)
7,20 (m, 3H, proton aromatik), 9,80
(s, 1H, CHO)
H-NMR, 60 MHz,
δ, ppm
Tabel 2. Pengaruh alcohol sebagai ko-pelarut terhadap rendemen/hasil vanili (tanpa katalis transfer
fase, suhu reaksi: 55-60oC)
No.
Berat substrat
awal (g)
Jenis alkohol
20%, v/v
Berat sisa substrat
awal yang tidak
bereaksi (g)
Rendemen/hasil reaksi
01.
2,00
-
0,25
0,0001 g
0,005%
02.
2,00
CH3OH
0,12
0,19 g
7,90%
03.
2,00
C2H5OH
0,26
0,42 g
18,1%
H
O
H
O
O
CH2
OCH3
O
CH3
OCH3
CH3
a
b
Gambar 9. Effektivitas pemblokiran posisi orto dari gugus fenoksi oleh etanol (a) dan oleh metanol (b)
Tabel 3. Pengaruh kadar etanol sebagai ko-pelarut terhadap rendemen/hasil vanili (tanpa katalis
transfer fase, suhu reaksi: 55-60o C)
No.
01.
02.
03
04.
05.
06.
07.
Berat substrat
awal (g)
2,00
2.18
2,19
2,20
2,00
2,00
2,00
% etanol (v/v)
0
20
40
60
70
80
100
Berat sisa substrat
awal yang tidak
bereaksi (g)
0,42
0,25
0,33
0,50
0,66
0,19
0,20
Rendemen/hasil vanili
(g)
(%)
0,0001
0,43
0,45
0,51
0,29
0,32
0,16
0,005
18,1
19,9
24,4
17,6
14,6
6,9
76
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
Tabel 4. Pengaruh suhu reaksi terhadap rendemen/hasil vanili (dengan katalis transfer fase (PTC): 0,10 g,
ko-pelarut: etanol, 23%)
No.
01.
02.
03.
Berat substrat
awal (g)
Suhu reaksi
(o C)
0,11
0,89
0,91
28
40-45
55-60
2,00
2,00
2,00
Berat sisa substrat
awal yang tidak
bereaksi (g)
OH
OH
(g)
(%)
0,10
0,65
0,71
4,50
51,2
24,4
OCH3
OCH3
OCH3
Rendemen/hasil vanili
OH
orto
para
orto
para
CHO
7 Iso-vanili
Gambar 10. Gambaran perbedaan posisi masuknya elektrofil (E+) pada posisi orto dan para dari gugus
pengarah posisi orto-para, serta produk reaksi: Isovanili 7
dapat diblokir dengan baik, maka proses substitusi
hanya akan dapat berlangsung pada posisi para. Pada
penelitian ini, sama sekali tidak diisolasi produk
reaksi berupa isovanili 7. Hal itu menandakan bahwa
gugus metoksil (OCH3) sebagai gugus pengarah ortopara sama sekali tidak berfungsi.
Karbena adalah suatu spesies atom karbon yang
bermuatan listrik netral, sedangkan diklorokarbena
sebenarnya juga termasuk dalam golongan karbena.
Akan tetapi, oleh karena keelektronegatifan unsur klor
(Cl) di dalam diklorokarbena tersebut cukup tinggi,
maka akan mengubah karakter diklorokarbena, dari
spesie atom karbon yang bermuatan listrik netral
menjadi atom karbon yang bermuatan listrik relatif
positif. Dengan demikian diklorokarbena akan berubah
sifatnya dari bentuk karbena menjadi elektrofil (E+).
Cl
C
Cl
Gambar 11. Sifat elektrofil dari diklorokarbena
Tabel 2 memperlihatkan pengaruh alkohol sebagai kopelarut terhadap rendemen vanili, data tersebut sangat
sesuai dengan tinjauan teori, mengapa hal tersebut dapat
terjadi (Gambar 9). Dalam hal ini memang tidak
diungkapkan, bahwa apabila metanol ditambahkan
sebagai ko-pelarut, maka produk reaksi yang
sebenarnya adalah campuran dari o-vanili 6 dan vanili
2.
Tabel 3 memperlihatkan pengaruh jumlah etanol yang
ditambahkan sebagai ko-pelarut pada reaksi ReimerTiemann, yang dilakukan tanpa katalis transfer fase,
terhadap rendemen/hasil maksimum dari vanili 2 pada
suhu 55-60oC. Hasil maksimum yang dapat dicapai pada
penelitian ini adalah sebanyak 24,4%, dengan jumlah
etanol adalah 60% (v/v). Hal ini sudah merupakan suatu
perbaikan dari rendemen vanili yang disintesis melalui
reaksi Reimer-Tiemann (tanpa katalis) yang pernah
dicapai oleh para peneliti terdahulu, yaitu kurang dari
15% [3, 4; 5, 6]. Dengan makin meningkatnya jumlah
etanol sampai batas tertentu, maka rendemen vanili juga
akan meningkat. Penyebabnya adalah efektivitas
pemblokiran posisi orto semakin baik, dan selain itu
juga akan menurunkan kemungkinan kontak
diklorokarbena dengan air. Akan tetapi, bila jumlah
etanol yang ditambahkan lebih banyak dari 60%, maka
kelarutan KOH menjadi berkurang, sehingga
konsentrasi OH- yang harus tersedia juga berkurang,
MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002
dan proses pembentukan diklorokarbena juga menjadi
menurun, sehingga rendemen/hasil vanili yang
diperoleh juga menjadi berkurang.
Tabel 4 memperlihatkan, bahwa dengan penggunaan
media reaksi heterogen (dua fase yang saling tidak
bercampur), dan dikatalisis oleh katalis transfer fase
18-crown ether-6, akan dihasilkan vanili hingga
mencapai 51,2% serta dapat menurunkan penggunaan
suhu reaksi dari 55-60oC menjadi 40-45oC. Hal itu
disebabkan karena kontak antara diklorokarbena dengan
air menjadi sangat terbatas. Selain itu, pemakaian
katalis transfer fase pada umumnya akan dapat
menurunkan suhu reaksi [9,10].
Kesimpulan
Dari penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan,
antara lain:
1. Penggunaan etanol sebagai ko-pelarut hingga 60%
(v/v) pada semi-sintesis vanili melalui reaksi
Reimer-Tiemann dapat memperbaiki rendemen
vanili (yang pernah dihasilkan oleh para peneliti
terdahulu).
2. Penggunaan etanol sebagai ko-pelarut akan
memberikan produk reaksi yang diinginkan, yaitu
hanya vanili, sedangkan penggunaan metanol
sebagai ko-pelarut akan menghasilkan campuran
produk reaksi berupa o-vanili 6 dan vanili 2.
Penyebabnya adalah efektivitas pemblokiran
terhadap posisi orto oleh etanol adalah lebih baik
daripada metanol.
3. Penggunaan katalis transfer fase/PTC 18-crown
ether-6 pada semi-sintesis vanili via reaksi ReimerTiemann dalam kondisi heterogen, merupakan
suatu modifikasi atau varian baru dari reaksi
77
Reimer-Tiemann secara konvensional, dan dapat
meningkatkan rendemen/hasil reaksi berupa vanili
hingga mencapai 51,2%.
Ucapan Terima Kasih
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada PT.
DITEK JAYA, Jakarta, yang telah memberikan fasilitas
untuk menggunakan alat kromatografi gas Shimadzu
14A.
Daftar Acuan
[1] G.H. Tomliss, H. Hibbert, J. Am. Chem. Soc.
58 (1936) 341.
[2] I. Kirk, F. Othmer, Encyclopedia of Chemical
Technology, 3rd ed., John Wiley and Sons., New
York (1977) p. 180.
[3] H. Wynberg, J. Am. Chem. Soc. 76 (1956) 4998.
[4] J. Hine, J. Am. Chem. Soc, 72 (1950) 2438.
[5] H. Wynberg, Chem. Rev. 60 (1960) 169.
[6] D. E. Armstrong, D. H. Richardson, J. Chem.
Soc. 134 (1933) 496.
[7] M. Orchin, Ed., The Vocabulary of Organic
Chemistry, John Wiley and Sons, New York,
1980, p. 180.
[8] J. Hine, van der Veen, J. Am. Chem Soc. 83
(1961) 6447.
[9] W. P. Dehmlow, S. S. Dehmlow, Phase
Transfer Catalyst, Verlag Chemie, Weinheim,
Germany, 1980.
[10] W. P. Weber, G. W. Gokel, Phase Transfer
Catalyst in Organic Synthesis, Vol. IV, Springer
Verlag, Berlin, Germany, 1977, p. 52.
Download