LAPORAN PENELITIAN Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes

advertisement
LAPORAN PENELITIAN
Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air
Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR
/
Penulis Budi Hairani, S. Si Annida, SKM, M. Sc
KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN KESEHATAN BALAI LITBANG P2B2
TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN 2014
JUDUL PENELITIAN :
Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara
(Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai
Utara Melalui Metode PCR
i
Kepada tim yang ditunjuk diberikan honorarium sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang beriaku.
Anggaran tim peneliti pada penelitian "Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (keong
Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR" ditransfer melalui rekening a.n.
Bendahara Pengeluaran Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Kalimantan Selatan No. Rek. 031-000651052-6 Bank Mandiri Cabang Batulicin.
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya.
SUSUNAN TIM PENELITI
NO
Nama
Keahlian/
Kesarjanaan
1
llmli 1 lairani, S.Si
Biologi
Ketua
Pelaksana
Dr. Hijaz Nuhung, M.Sc
G1S
Koordinator
Peneliti
2
Kedudukan
dalam tim
Uraian tugas
Bertanggung jawab atas
semua aspek penelitian
Koordinator / penanggungj
awab seluruh aspek
penelitian
Bertanggung jawab atas
Amiida, SKM, M.Sc
3
Parasitologi
Peneliti
aspek kegiatan di
laboratorium
4
Deni Fakhrizal, SKM
5
Syaril'Hidayat, S.Si
SI Kesehatan
Peneliti Non
Bertanggung jawab atas
Masyarakat
Fungsional
aspek kegiatan lapangan
Biologi
Pembantu
Peneliti
Bertanggung jawab atas
aspek kegiatan di
laboratorium
6
Erli Haryati
Analis
Pembantu
Peneliti
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan teknis
parasitologi
7
Akhmad Wahyudin
Analis
Pembantu
Peneliti
Bertanggung jawab atas
pelaksanaan teknis
parasitologi
8
Romi
Kom
9
Dahlia
Wahyu
Kusumo,
S.
SI Komputer
Pengolah Data
DIII
Akuntansi
Sekretariat
Peneliti
Bertanggung jawab dalam
pengolahan data penelitian
Bertanggung jawab atas
aspek administrasi
penelitian
10 Jumiati
DIII
Perpustakaan
Sekretariat
Peneliti
Bertanggung jawab atas
aspek administrasi
penelitian
PERSETUJUAN ATASAN LANGSUNG BERWENANG
Tanah Bumbu, 29 Desember 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat karunia Nya tim Peneliti
Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dapat melaksanakan penelitian ’’Deteksi
Fasciolopsis buski
pada
Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR”.
Penelitian ini dilaksanakan di daerah endemis fasciolopsiasis yaitu Desa Sungai Papuyu dan
Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan
sebagai lokasi pengambilan sampel hospes perantara, serta Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA
Unlam Banjarbaru sebagai tempat uji PCR serkaria.
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat terhadap instansi
kesehatan sebagai rujukan dalam rangka pengendalian fasciolopsiasis di daerah endemis di Kabupaten
Hulu Sungai Utara, maupun sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan
laporan, oleh karena itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan
penelitian yang akan datang.
vi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Melalui Metode PCR
Budi Hairani Annida
Fasciolopsiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing trematoda usus
Fasciolopsis
buski. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Busk pada tahun 1843 yang menemukan cacing F. buski di
dalam duodenum seorang pelaut India Timur yang telah meninggal. Fasciolopsiasis tersebar di Asia
Tenggara, Cina, Taiwan, Jepang, Pakistan dan Bangladesh. Fasciolopsiasis di Indonesia endemik terjadi di
Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi Kalimantan Selatan. Diperkirakan sejak tahun 1982 telah
terjadi kasus fasciolopsiasis di beberapa desa di daerah ini. Sebagian besar wilayah endemis
F. buski di
Kabupaten HSU merupakan daerah rawa yang tergenang hampir sepanjang tahun, masyarakat sangat
bergantung pada rawa dalam kehidupan sehari-hari, kondisi ini sangat ideal bagi perkembangan dan
penularan
F. buski.
Dasar utama untuk pengendalian fasciolopsiasis adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup
cacing. Dengan demikian maka semua bentuk stadium cacing harus dikenali dengan seksama. Seperti
lingkaran hidup dan dimana keberadaan, bentuk cacing yang menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia,
dan bentuk yang ada di luar tubuh yang dapat menjadi sumber infeksi (telur dan larva), serta keadaan
sosial ekonomi dan budaya yang mendorong perilaku yang mengakibatkan pemaparan (exposure) terhadap
infeksi cacing tersebut. Secara singkat memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing dapat dilakukan
pada tingkat cacing dalam tubuh manusia, lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi dan budaya. Faktorfaktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis trematoda ini adalah adanya keong air tawar yang cocok
sebagai hospes perantara pertama, tumbuhan air tawar yang berperan sebagai hospes perantara kedua dan
berperan penting dalam penularan, serta kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air
mentah atau dimasak kurang matang.
Fasciolopsis buski hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia sebagai hospes
definitifnya (HD) atau hewan sebagai hospes reservoirnya (HR).
Fasciolopsis buski dalam
siklus hidupnya memerlukan jenis keong air tawar yang sesuai sebagai hospes perantara I (HP
I) dan tumbuhan air sebagai hospes perantara II (HP II). Jenis HR, HPI dan HP II pada
fasciolopsiasis di Kabupaten HSU ini belum diketahui dengan jelas. Untuk menentukan jenis
vii
F. buski perlu dipastikan bahwa serkaria yang ditemukan pada keong
keong yang menjadi hospes perantara
tersebut merupakan serkaria
F. buski,
keong yang positif serkaria
F. buski dapat
d i pastikan merupakan
hospes perantara dari cacing tersebut.
Penelitian sebelumnya menemukan 6 jenis keong yang hidup di daerah endemis fasciolopsiasis
yang berpotensi sebagai hospes perantara cacing trematoda. Melalui pemeriksaan mikroskopis ditemukan 3
jenis serkaria pada keong, namun karena keterbatasan kemampuan identifikasi melalui pengamatan
mikroskopis maka belum dapat dipastikan jenis serkaria yang merupakan serkaria
dapat pula dipastikan jenis keong yang merupakan hospes perantara dari
F. buski sehingga
tidak
F. buski.
Metode identifikasi serkaria secara konvensional menggunakan mikroskop belum bisa memastikan
serkaria yang terdapat pada keong merupakan serkaria
lebih efektif dan akurat yaitu dengan
F. buski
sehingga perlu digunakan metode yang
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Metode ini memiliki sensitifitas
dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi agen penyakit untuk keperluan diagnosis penyakit. Dengan PCR
bagian spesifik dari DNA suatu organisme dapat dilipatgandakan untuk selanjutnya dilakukan identifikasi.
Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi serkaria dari
keong yang merupakan hospes perantara pertama dari
F. buski
serta mengkonfirmasi jenis
F. buski. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai
Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten HSU sebagai lokasi pengambilan sampel
keong air tawar. Uji PCR sampel serkaria yang didapat dari keong dilakukan di Laboratorium Biologi
Molekuler Fakultas MIPA Unlam Banjarbaru. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Maret sampai
Desember 2014.
Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel keong
dengan pertimbangan menurut hasil penelitian terdahulu di desa tersebut setiap tahun selalu ditemukan
penduduk yang terinfeksi
F. buski
dan tahun 2012 di dua desa tersebut juga ditemukan jenis keong
tersangka hospes perantara, ditemukan 3 jenis serkaria dan ditemukan telur mirip
F. buski
pada
pemeriksaan tinja hewan ternak.
Hasil pengambilan sampel keong pada kedua desa tersebut mendapatkan 6 genus keong yaitu
Pomacea, Bellamya, lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides.
Keong yang didapatkan
kemudian diperiksa dengan metode
crushing untuk menemukan serkaria, didapatkan 3 jenis serkaria yaitu :
Echinostome cercariae (serkaria
ekor tunggal) pada keong
pharyngeate cercariae
Lymnaea dan lndoplanorbis, Brevifurcate-
(serkaria ekor bercabang) pada keong
Lymnaea
dan
Sulcatomicrocercous
cercariae (serkaria tanpa ekor) pada keong Bellamnya.
Seluruh sampel serkaria diuji PCR, untuk mengetahui jenis serkaria yang merupakan serkaria dari
F. buski digunakan primer spesifik untuk spesies F. buski. Uji PCR menunjukkan
viii
hasil positif
F. buski pada
digolongkan kedalam ordo
buski
adalah
sampel
Echinostome cercariae. Dalam
Echinostomaiida,
Echinostome cercariae
Echinostome cercariae
klasifikasi taksonomi spesies F. buski
dengan demikian dapat ditentukan bahwa serkaria dari
(serkaria
ditemukan pada keong
ekor
Lymnaea
tunggal).
dan
Berdasarkan
lndoplanorbis,
bahwa kedua genus keong tersebut merupakan hospes perantara dari
hasil
F.
pemeriksaan
sehingga dapat diketahui
F. buski.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1) Masyarakat di daerah
endemis perlu mewaspadai penularan fasciolopsiasis terutama disaat terjadinya peningkatan populasi keong
yaitu dengan cara (a) menghilangkan kebiasaan BAB langsung di air rawa, (b) mencuci tangan dengan sabun
sehabis beraktifitas di luar (bersentuhan dengan air rawa, tanaman air, mengurus hewan ternak, dll), (c)
sebisa mungkin menghindari penggunaan air rawa untuk mandi, menyikat gigi, mencuci peralatan makan, dll,
(d) mencuci dan memasak sampai matang bahan makanan dan air minum dan (e) minum obat cacing secara
teratur. 2) Bagi pemegang program diharapkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan menjalankan
pengendalian fasciolopsiasis.
ix
ABSTRAK
Fasciolopsiasis di Indonesia endemik terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Dasar
utama pengendalian fasciolopsiasis adalah memutuskan siklus hidup cacing, dengan demikian semua bentuk stadium
cacing harus dikenali serta faktor penting yang mempengaruhi penularannya yaitu jenis keong yang berperan sebagai
hospes perantara pertama. Untuk menentukan jenis keong hospes perantara F. buski perlu dipastikan terlebih dahulu
serkaria yang ditemukan pada keong tersebut merupakan serkaria F. buski. Identifikasi serkaria konvensional belum
bisa memastikan serkaria pada keong di daerah endemis merupakan serkaria F. buski sehingga perlu digunakan metode
yang lebih akurat yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi serkaria F. buski
serta mengkonfirmasi jenis keong hospes perantara pertama dari F. buski. Penelitian berupa studi observasional di
lapangan dan laboratorium, dilaksanakan pada Maret-Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Sungai
Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, uji PCR sampel serkaria dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Pengambilan sampel mendapatkan 6 genus keong yaitu Pomacea,
Bellamya, lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides, didapatkan 3 jenis serkaria yaitu : Echinostome cercariae pada
keong Lymnaea dan lndoplanorbis, Brevifurcate- pharyngeate cercariae pada keong Lymnaea dan Sulcatomicrocercous cercariae
pada keong Bellamya. Hasil PCR menujukkan sampel positif F. buski merupakan Echinostome cercariae yang terdapat pada
keong Lymnaea dan lndoplanorbis sehingga dapat ditentukan keong tersebut merupakan hospes perantara pertama dari F.
buski.
Kata kunci: Keong air tawar, serkaria, PCR
x
DAFTAR ISI
Judul Penelitian
i
SK Penelitian
ii
Susunan Tim Peneliti
iii
Persetujuan Etik
iv
Persetujuan Atasan Langsung Berwenang
v
Kata Pengantar
vi
Ringkasan Eksekutif
vii
Abstrak
x
Daftar Isi
xi
Daftar Tabel
xii
Daftar Gambar
xiii
Daftar Lampiran
xiv
I.
II.
III.
PENDAHULUAN
1
A.
Latar belakang..............................................................................................
1
B.
Perumusan masalah......................................................................................
2
C.
Tujuan penelitian ..........................................................................................
3
D.
Manfaat penelitian ........................................................................................
4
METODE PENELITIAN
5
A.
Kerangka konsep dan definisi operasional ..................................................
5
B.
Tempat dan waktu penelitian .......................................................................
6
C.
Desain penelitian ..........................................................................................
6
D.
Populasi dan sampel .....................................................................................
6
E.
Analisa data ..................................................................................................
7
F.
Kriteria inklusi dan eksklusi ........................................................................
7
G.
Variabel ........................................................................................................
7
H.
Cara pengumpulan data ................................................................................
7
BAHAN DAN CARA
8
A.
Bahan ............................................................................................................
8
B.
Alat ...............................................................................................................
8
C.
Cara kerja .....................................................................................................
8
IV.
HASIL
11
V.
PEMBAHASAN
18
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
23
VII.
UCAPAN TERIMA KASIH
24
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
25
Lampiran ...............................................................................................................
27
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Hasil Survei Keong di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang
Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 .................
Tabel 2.
Hasil Koleksi Serkaria pada Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan
Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ................................................
Tabel 3.
11
12
Hasil Koleksi Serkaria pada Keong di Desa Kalumpang Dalam
Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ............................
13
Tabel 4.
Nomor dan Kode Sampel Serkaria untuk Uji PCR ....................................................
15
Tabel 5.
Hasil Uji PCR Sampel Serkaria dengan Primer Trematoda,
F. buski
F. gigantica ........................................................................................................
17
dan
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Keong Air Tawar yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa
Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai
Utara Tahun 2014 ................................................................................................
Gambar 2.
11
Serkaria yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa
Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai
Utara Tahun 2014 ................................................................................................
Gambar 3.
14
Redia yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang
Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
2014......................................................................................................................
14
Visualisasi Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer
3 S-A2 8 (Trematoda) .........................................................................................
16
Visualisasi Gel eEektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer
3S-FbMRl (F. buski) ............................................................................................
16
Visualisasi Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer
3S-FgMRl
(F. gigantica)......................................................................................
17
Gambar 7.
Morfologi
Enchistosome cercariae .....................................................................
19
Gambar 8.
Morfologi
Brevifurcate-pharyngeate cercariae ................................................
20
Gambar 9.
Morfologi
Sulcatomicrocercous cercariae .........................................................
20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Rekomendasi Pelaksanaan Penelitian dari
Balitbangda
Provinsi
Kalimantan Selatan ..............................................................................................
27
Lampiran 2.
Peta Kabupaten Hulu Sungai Utara .....................................................................
28
Lampiran 3.
Peta Kecamatan Babirik .............................................................. .......................
29
Lampiran 4.
Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan
Babirik ..................................................................................................................
30
Lampiran 5.
Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Kalumpang Dalam
Kecamatan Babirik ..............................................................................................
31
Lampiran 6.
Laporan Realisasi Anggaran Penelitian ..............................................................
32
Lampiran 7.
Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian..................................................................
33
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di
masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk
dalam kelompok
neglected diseases
memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan
tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan
menggerogoti kesehatan manusia, dapat menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia
anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian.1
Penyakit kecacingan yang hanya endemik terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU),
Provinsi Kalimantan Selatan adalah fasciolopsiasis yang disebabkan oleh cacing
F. buski.
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1982 di Desa Sungai Papuyu, Kecamatan Babirik.2
Fasciolopsis buski sebagai penyebab fasciolopsiasis merupakan cacing trematoda terbesar yang
hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia sebagai hospes definitifnya (HD) atau hewan
sebagai hospes reservoirnya (HR), bentuknya pipih seperti daun atau lintah (oleh penduduk
setempat disebut dengan cacing pacat).
Fasciolopsis buski
dalam siklus hidupnya juga
memerlukan jenis keong air tawar yang sesuai sebagai hospes perantara I (HP I) dan tumbuhan
air sebagai hospes perantara II (HP II), namun jenis HR, HP I dan HP II pada fasciolopsiasis di
Kabupaten HSU ini belum diketahui dengan jelas.2,3’4’5,6
Hewan yang telah diketahui sebagai hospes reservoir di negara-negara endemis
fasciolopsiasis adalah babi, anjing, kelinci, dan kerbau. Kerbau rawa ditemukan dan dipelihara
oleh penduduk di beberapa daerah endemis fasciolopsiasis di Kabupaten HSU, yaitu Desa Sapala,
Desa Bararawa, dan Desa Sungai Pandan,7’89 sehingga dicurigai sebagai hospes reservoir, namun
di beberapa desa endemis lainnya, hanya ditemukan itik dan ayam sebagai hewan ternak yang
dipelihara penduduk.
Hospes perantara I dalam siklus hidup
F. buski di
beberapa negara adalah keong genus
Segment ina, Hippeutis, Gyraulus. Planorbis sp, dan Trochorbis trochoideus224 Penelitian
di
Desa Sungai Papuyu yang dilakukan oleh Handojo dan Ismulyowono (1988) berhasil
mengidentifikasi serkaria dengan ekor tidak bercabang pada keong
lndoplanorbis dan Anisus.10
Penelitian yang dilakukan oleh Annida, dkk pada tahun 2012 menemukan adanya serkaria dan
redia pada jenis keong
Lymnaea
dan
lndoplanorbis.
11
Ketiga jenis serkaria yang ditemukan
memiliki perbedaan secara
1
morfologi (ekor bercabang, ekor tunggal dan tidak berekor), namun belum bisa dipastikan serkaria
yang merupakan
F. buski.
Keong jenis
Lymnaea
dan
sama menjadi perantara cacing trematoda usus dan famili
lndoplanorbis
mempunyai potensi yang
Enchinostomatidae.12
Dasar utama untuk pengendalian kecacingan adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup
cacing. Dengan demikian maka semua bentuk stadium cacing harus dikenali dengan seksama.
Seperti lingkaran hidup dan dimana keberadaan, bentuk cacing yang menyebabkan penyakit dalam
tubuh manusia, dan bentuk yang dapat menjadi sumber infeksi (telur dan larva), serta keadaan
sosial ekonomi dan budaya yang mendorong perilaku yang mengakibatkan pemaparan
(exposure)
terhadap infeksi cacing tersebut. Secara singkat memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing
dapat dilakukan pada tingkat cacing dalam tubuh manusia, lingkungan fisik, lingkungan sosial
ekonomi dan budaya.13 Faktor-faktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis trematoda ini
adalah adanya keong air tawar yang cocok sebagai hospes perantara pertama, tumbuhan air tawar
yang berperan sebagai hospes perantara kedua dan berperan penting dalam penularan, serta
kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air mentah atau dimasak kurang
matang. Adanya hospes reservoir merupakan sumber infeksi yang memperburuk keadaan.
Sehingga tanpa faktor-faktor tersebut, fasciolopsiasis tidak dapat berlangsung disuatu daerah.14
Ditinjau dari aspek epidemiologis belum diketahuinya dengan pasti hospes perantara pada
fasciolopsiasis merupakan salah satu masalah dalam upaya pengendalian penyakit ini15, oleh
karena itu perlu dicari metode alternatif yang lebih baik untuk dapat mengidentifikasi hospes
reservoir
F. buski dengan
memastikan serkaria yang terdapat pada hospes reservoir (keong air
tawar) merupakan sekaria
F. buski.
Salah satunya adalah dengan menggunakan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR).
B. Perumusan Masalah
Metode identifikasi serkaria yang ditemukan pada keong selama ini adalah dengan
pengamatan morfologi menggunakan mikroskop. Kelemahan metode ini belum bisa memastikan
apakah serkaria yang ditemukan pada keong merupakan serkaria
F. buski atau dari
spesies lain.
Hal ini disebabkan ditemukannya beberapa serkaria dengan morfologi yang berbeda pada salah
satu spesies keong. Perbedaan morfologi diantaranya dapat disebabkan karena perbedaan spesies,
fase siklus hidup
2
maupun kerusakan tubuh/jaringan. Hasil pengamatan juga sangat tergantung interpretasi dari orang
yang melakukan pemeriksaan sehingga dapat menimbulkan ketidakakuratan dalam pengamatan.
Untuk mengatasi kekurangan metode konvensional tersebut salah satu metode alternatif
yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan PCR untuk mendeteksi serkaria
F. buski yang
ditemukan pada keong air tawar yang dicurigai sebagai hospes perantara pertama. Kemajuan di
bidang biologi molekuler khususnya dalam ampilifikasi bagian DNA spesifik melalui PCR dan teknik
sekuensing telah dimanfaatkan untuk menentukan hubungan taksonomi dari spesies
Helminth
yang berbeda dengan membandingkan DNA spesifik dari spesies tersebut.16 Sekuens DNA ribosom
(rDNA)
second internal transcribed spacer
diagnosis pada level spesies. Pada
(ITS2) terbukti dapat digunakan untuk tujuan
F. buski sekuens ITS2 memiliki panjang 481 bp.16 PCR adalah
suatu metode enzimatis untuk melipat gandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida
tertentu dengan cara in vitro. Metode PCR saat ini sudah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetika untuk deteksi agen penyakit.17 Uji PCR telah digunakan sebagai uji
alternatif untuk mendeteksi infeksi HIV-1 dengan sensitifitas sebesar 80.0% dan spesifitas
95.0%.18 Dengan menggunakan teknik PCR diharapkan bisa dipastikan serkaria yang ditemukan
pada keong air tawar merupakan serkaria
menjadi hospes perantara pertama dari
F. buski. Dengan demikian
F. buski. sehingga
diketahui jenis keong yang
upaya pengendalian dari penyakit ini
bisa lebih terarah.
C. Tujuan penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkonfirmasi spesies keong air tawar yang menjadi
hospes perantara pertama dari
F.buski
di Kabupaten HSU Kalimantan Selatan. Tujuan khusus
penelitian ini yaitu :
1. Identifikasi keong air tawar yang ditemukan di daerah endemis fasciolopsiasis di Kabupaten
HSU
2. Identifikasi morfologi serkaria yang ditemukan pada keong air tawar di Kabupaten HSU
3. Identifikasi serkaria F. buski yang ditemukan pada keong air tawar dengan metode PCR
3
II. METODE PENELITIAN
A. Kerangka konsep dan definisi operasional
Definisi Operasional
1.
Fasciolopsiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing
F.buski.
Fasciolopsiasis
ditegakkan melalui pemeriksaan tinja dengan ditemukannya telur dan atau cacing dewasa
F.buski.
2.
Hospes perantara I (HP I) adalah jenis keong air tawar yang terdapat di wilayah penelitian
(keong mas/kalimbuai, haliling, dll) yang positif mengandung serkaria dan/ atau redia
3.
Serkaria adalah bentuk stadium
F.buski
F.buski.
yang berkembang di tubuh keong air tawar jenis
tertentu. Berbentuk seperti kecebong, ekor lurus dan meruncing tidak bercabang pada ujungnya.
Serkaria berukuran kira-kira 500p dengan badan agak bulat berukuran 195p x 145p. Badan
serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu
5
E. Analisa data
Analisis data dilakukan secara deskriptif tentang populasi spesies keong air, hasil
pemeriksaan parasitologis dan molekuler di laboratorium.
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi adalah keong air tawar yang ditemukan pada saat pengambilan sampel.
Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) adalah keong air tawar yang sudah mati.
G. Variabel
Variabel independen terdiri dari keong air tawar, serkaria, PCR. Variabel dependen terdiri dari
F. buski, hospes perantara I.
H. Cara Pengumpulan Data
1. Pengambilan Keong Air Tawar
Penentuan titik pengambilan sampel dengan metode strip transek.20 Di setiap lokasi diletakkan
tiga transek dengan patokan mengikuti bagian daratan/jalan di samping badan air. Setiap
transek berukuran panjang 100 m dengan lebar 4 m, dan dibagi ke dalam 10 segmen yang
masing-masing berukuran 10 m « 4 m . Pada setiap segmen ditentukan secara acak satu titik
pengambilan sampel keong..
2.
Koleksi serkaria
Dilakukan identifikasi spesies keong, dan keong dikelompokkan menurut spesiesnya, kemudian
dilakukan penghancuran jaringan tubuh keong air tawar menggunakan metode
crushing untuk
menemukan serkaria.21 Alat yang digunakan antara lain mikroskop disekting, penggerus, cawan
petri, pipet dan pinset.
3.
Deteksi serkaria
F.buski dengan metode PCR
Serkaria yang sudah dikumpulkan per spesies keong diperiksa dengan metode PCR untuk
mengidentifikasi serkaria. Alat dan bahan yang diperlukan DNA
well skirted plate, 1,5
ml
Extraction kit,
nuclease free tube, ultra pure agarose, Aquadest
PCR
kit,
96
steril, primer
forward & reverse, probe, ethidium bromide, TBE 1 OX.
7
III. BAHAN DAN CARA
A. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan survei keong : kantong sampel, pinset, penggaris, sarung tangan karet, sepatu
boot, tissue, kertas label, spidol permanen.
2. Bahan koleksi serkaria : aquades, alkohol 70%, pipet, pinset,.tissue, tube, penggaris
3. Identifikasi molekuler serkaria : kit ekstraksi DNA, kit PCR, tube, dll
B. Alat
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Alat survei keong : GPS, saringan besi
2. Alat koleksi serkaria : mikroskop binokuler, cawan petri, lup, kamera
3. Alat identifikasi molekuler serkaria : autoklaf,
PCR
biosafety cabinet, Microcentrifuge,
thermocycler, elektroforesis chamber, mikropipet, UV transilluminator, kamera.
C. Cara kerja
1. Survei Keong
1. Ditentukan titik pertama pengambilan keong berupa bagian ujung dari badan air/jalan
2. Dibuat penanda sebagai patokan ukuran garis transek yang telah ditentukan
3. Petugas mengumpulkan semua jenis keong air tawar yang ditemukan disekitar titik
yang telah ditentukan
4. Keong dikelompokkan sesuai jenisnya dan dimasukkan ke dalam kantong yang telah
diberi label
5. Prosedur c, d dan e diulang lagi untuk segmen dan transek berikutnya
6. Kantong-kantong keong tersebut dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium untuk
diidentifikasi dan diperiksa.
2. Koleksi Serkaria
1. Keong yang telah terkumpul terlebih dahulu ditaruh satu persatu di dalam cawan petri
2. Cangkang keong dihancurkan dengan hati-hati menggunakan penggerus
3. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan keong yang sudah dihancurkan di bawah
mikroskop disekting dan diamati
8
4. Untuk memudahkan pengamatan digunakan pinset untuk memegang dan merobek daging
keong
5. Dilakukan pengamatan ada/tidaknya mirasidia/sporokista/redia/serkaria
6. Mirasidia/sporokista/redia/serkaria
yang
ditemukan
diidentifikasi
berdasarkan
morfologinya, dicatat jenis dan jumlahnya dalam tiap keong.
7. Pada tiap ekor keong, jenis mirasidia/sporokista/redia/serkaria yang sama berdasarkan
identifikasi morfologi dimasukkan dalam satu wadah yang berisi larutan fiksatif alkohol
70%.
3. Identifikasi molekuler
Sampel diproses dengan tahapan pengekstrasian DNA, pengamplifikasian
DNA target dengan metode PCR dan selanjutnya dilakukan DNA elektroforesis.
Ekstraksi DNA22
1. Sampel dicampur dengan
lysis buffer dan
didiamkan dalam lemari pendingin selama 1
menit.
2. Sampel kemudian divortex beberapa saat dan disentrifugasi selama 3 menit, untuk
kemudian supernatan dibuang.
3.
Pellet dilarutkan
dengan
lysis buffer dan
ditambahkan
Enzyme Mix
dengan pipet agar
larutan tercampur.
4.
Pellet diinkubasi pada suhu 50°C selama 1 jam.
5. Kemudian ditambahkan etanol absolut dan simpan pada suhu minus 20°C selama 10
menit.
6.
Pellet disentrifugasi dan kemudian supernatant dibuang.
7.
Pellet dicuci dengan ethanol 70% sebanyak 2 kali.
8. Etanol dibuang dan dikering-anginkan selama 5 menit.
9.
DNA dilarutkan dalam TE buffer (disimpan pada minus 20°C).
10. Konsentrasi dan kemurnian DNA diperiksa menggunakan DNA spectrophotometer.
f
9
Amplifikasi DNA target dengan PCR
Reaksi PCR yang dilakukan terdiri dari 3 set dengan primer yang berbeda yaitu : 16
a.
Primer 3S-A28
- 3S: 5’-GGTACCGGTGGATCACTCGGCTCGTG-3’
(Jorward)
- A28: 5’-GGGATCCTGGTTAGTTTCTTTTCCTCCGC’3,
(reverse) Primer ini
digunakan sebagai kontrol adanya DNA parasit trematoda yang meliputi
F. buski, F.
gigantica, dll.
b.
Primer 3S - FbMRl
- 3S: 5’-GGTACCGGTGGATCACTCGGCTCGTG-3’
- FbMrl : TTAAACCACGATCCCGCTAC
(forward),
(reverse)
Primer ini digunakan sebagai primer spesifik untuk mendeteksi adanya
c.
DNA F. buski.
Primer 3S - FgMRl
3S: 5’GGTACCGGTGGATCACTCGGCTTCGTG-3’
FgMRl: CCAAGTTCAGCATCAAACA
(Jorward),
(reverse)
Primer ini merupakan primer spesifik
apabila tidak ada sampel yang positif
F. gigantica,
F. buski
digunakan sebagai alternatif
Reaksi PCR menggunakan DNA
Amplification Kit (Vivantis, USA): 38,1 pl nuclease free water; 5,0 pi 10X ViBuffer A; 2,0
pi dNTP
mix
(2mM); 1,5 pi MgCh (50 mM); 1,0 pi
Forward primer
(10 pM); 1,0 pi
Reverse primer (10 pM); 1,0 pi DNA; 0,4 pi Taq DNA Polymerase. Siklus PCR dilakukan
dalam kondisi : 26 siklus, denaturasi DNA pada 94°C selama 30 detik,
55°C selama 38 detik dan
extention
pada 72°C selama 42 detik diikuti
annealing
pada
final extention
pada 72°C selama 10 menit.16
DNA Elektroforesis
Tahap elektroforesis menggunakan 1,6%
elektroforesis direndam dalam
menit.
Kemudian
gel
dicuci
gel agarose
ethidium bromida
dengan
dengan TAE
buffer.
Gel hasil
(konsentrasi 1 mg/ml) selama 10-15
aquades.
DNA
divisualisasikan
pada
UV
transilluminator dan dilakukan pengambilan gambar.16
10
IV. HASIL
A. Survei keong air tawar
Survei keong air tawar dilakukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam,
pada kedua desa tersebut didapatkan 6 genus keong (Gambar 1) yaitu Pomacea, Bellamya,
lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides.
Gambar 1. Keong Air Tawar yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa
Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara
Tahun 2014
Dari keenam genus keong, jumlah terbanyak adalah genus Bellamya, sedangkan yang paling
sedikit adalah Melanoides (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil survei keong di desa Sungai Papuyu dan Kalumpang Dalam Kecamatan
Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
Genus
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Melanoides
Gyraulus
Jumlah (ekor)
Total
Ds. S. Papuyu
Ds. K. Dalam
45
128
173
227
40
267
68
70
138
1
62
63
4
2
6
39
41
80
B. Koleksi Serkaria
1. Desa Sungai Papuyu
Survei keong dan koleksi serkaria di Desa Sungai Papuyu didapatkan keong positif
serkaria/redia dari genus
lainnya yaitu
Lymnaea
dan
lndoplanorbis
Pomacea, Bellamya, Gyraulus
dan
(Tabel 2), sedangkan keong genus
Melanoides
tidak ditemukan serkaria.
Jenis serkaria yang dominan adalah serkaria ekor tunggal.
Tabel 2. Hasil koleksi serkaria pada keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik
Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014
No
Kode Sampel
1
SP158
2
SP159
3
SP1601
4
SP162
5
SP163
6
SP1641
7
SP1651
8
SP166
9
SP167I
10
11
SPI68
SP170
12
SP1721
13
SP173I
14
SP174I
15
SP1751
16
SP176
Jenis Keong
Pomacea
Bellamya
Melanoides
Pomacea
Bellamya
Pomacea
Bellamya
Melanoides
Lymnaea
Pomacea
Bellamya
Melanoides
Lymnaea
Pomacea
Bellamya
Melanoides
Lymnaea
Lymnaea
Bellamya
Gyraulus
Lymnaea
Lymnaea
Gyraulus
Gyraulus
Gyraulus
Pomacea
lndoplanorbis
Lymnaea
Bellamya
Lymnaea
Gyraulus
Pomacea
Lymnaea
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
Bellamya
Jumlah
(ekor)
3
49
1
19
97
4
48
1
2
13
21
1
1
1
4
I
34
18
3
22
3
3
5
8
3
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
2
3
Hasil Pemeriksaan
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Serkaria ekor tunggal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Redia & serkaria
Serkaria ekor tunggal
Negatif
Negatif
Redia
Serkaria ekor tunggal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Serkaria ekor tunggal
Redia + serkaria ekor bercabang
Negatif
Redia
Negatif
Negatif
Redia
Negatif
Negatif
Redia
Negatif
12
2. Desa Kalumpang Dalam
Survei keong dan koleksi serkaria di Desa Kalumpang Dalam didapatkan keong positif
serkaria/redia dari jenis
Lymnaea, lndoplanorbis
keong genus lainnya yaitu
dan
Bellamya,
(Tabel 3) sedangkan
Pomacea, Gyraulus dan Melanoides tidak ditemukan serkaria.
Jenis serkaria yang terbanyak ditemukan adalah serkaria ekor tunggal.
Tabel 3. Hasil koleksi serkaria pada keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan
Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014
No
Kode Sampel
KD188
1
2
KD189I
3
KD190i
4
KD19I
5
KD1921i
6
KD193
7
KD194i
8
KDI95
9
KD196bli
Jenis Keong
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Gyraulus
Melanoides
Pomacea
Lymnaea
lndoplanorbis
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Pomacea
Lymnaea
lndoplanorbis
Pomacea
Lymnaea
lndoplanorbis
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Gyraulus
Pomacea
Lymnaea
lndoplanorbis
Gyraulus
Pomacea
Bellamya
Lymnaea
lndoplanorbis
Jumlah
(ekor)
90
27
24
34
22
2
2
6
2
5
10
3
2
7
1
2
1
3
2
2
7
2
1
1
8
10
1
12
16
6
18
2
1
7
4
Hasil Pemeriksaan
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Serkaria ekor tunggal &
bercabang
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Sekaria ekor tunggal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Redia
Redia
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Sekaria ekor tunggal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Sekaria tanpa ekor
Sekaria ekor tunggal
Sekaria ekor tunggal
13
Identifikasi morfologi serkaria yang berhasil ditemukan pada keong air tawar terdiri
dari 3 bentuk yang dapat diamati dengan jelas yaitu serkaria ekor tunggal (tidak bercabang),
serkaria ekor bercabang dan serkaria tidak berekor sebagaimana gambar 2 berikut:
Gambar 2. Serkaria yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang
Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014
Selain serkaria, pada pemeriksaan keong juga ditemukan redia yang pada siklus
hidup cacing Trematoda merupakan bentuk sebelum terjadinya serkaria. Bentuk redia yang
ditemukan dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
Gambar 3. Redia yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam,
Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014
14
Untuk keperluan uji PCR dan memudahkan analisa hasil, seluruh sampel serkaria yang ditemukan
diberi nomor sampel dan kode baru seperti pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Nomor dan kode sampel serkaria untuk uji PCR
No
sampel
Kode Sampel
Jenis serkaria
1
SP1601
Ekor tunggal (tdk bercabang)
2
SP1641
Redia & serkaria ekor tunggal
3
SP1651
Ekor tunggal (tdk bercabang)
4
SP1661
5
SP1671
Ekor tunggal (tdk bercabang)
6
SP172i
Ekor tunggal (tdk bercabang)
7
SP1721
Redia + serkaria ekor bercabang
8
SP1731
Redia
9
SP1741
Redia
10
SP1751
Redia
11
KD1891
Sekaria ekor tunggal & bercabang
12
KD190i
Sekaria ekor tunggal
13
KD1921
Redia
14
KD192i
Redia
15
KD194i
Sekaria ekor tunggal
16
KD196b
Serkaria tanpa ekor
17
KD1961
Sekaria ekor tunggal
18
KD196i
Sekaria ekor tunggal
Redia
Hospes (keong)
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
lndoplanorbis
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
Lymnaea
lndoplanorbis
Lymnaea
lndoplanorbis
lndoplanorbis
Belamya
Lymnaea
lndoplanorbis
C. Identifikasi Molekuler
Jumlah total sampel yang diuji dengan PCR sebanyak 20 sampel yang terdiri dari 18
sampel serkaria, 1 sampel F. buski dewasa dan 2 sampel kontrol negatif (menggunakan Aquades
&
buffer mix). Hasil PCR menunjukkan
dari total 18 sampel serkaria ditemukan 11 sampel yang
positif trematoda (nomor sampel 1, 3, 5, 7, 8 , 1 1 , 12, 14, 15, 1 7 dan 1 8 ) (Gambar 4), 7 sampel
yang positif
F. buski (nomor sampel 1, 3, 5, 11, 12, 15 dan 17) (Gambar 5), 5 sampel positif F.
gigantica (nomor
sampel 1, 12, 15, 17 dan 18) (Gambar 6). Sampel
F. buski dewasa
(nomor
sampel 19) positif pada trematoda, namun tampilan DNA pada gel elektroforesis sangat tipis.
Kedua kontrol negatif menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan visualisasi hasil elektroforesis
dapat dilihat ukuran DNA trematoda berkisar antara 500 - 600 bp, sedangkan ukuran DNA
buski
F.
sekitar 300 bp. Visualisasi gel elektroforesis masing-masing sampel hasil PCR dapat
dilihat pada gambar 4, 5 dan 6 berikut:
15
Gambar 4. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S- A28
(Trematoda)
Gambar 5. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S-FbMRl (F.
buski)
Gambar 6. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S-FgMRl (F.
gigantica)
Rincian hasil PCR dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Uji PCR sampel serkaria dengan primer Trematoda, F.buski dan F.
gigantica
V. PEMBAHASAN
A. Survei Keong Air Tawar
Sebagian jenis keong air tawar dapat menjadi hospes perantara cacing Trematoda. Wilayah
Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam sebagian besar merupakan daerah rawa yang
tergenang air hampir sepanjang tahun, walaupun saat kemarau panjang beberapa tempat masih
tergenang air. Kondisi tersebut sangat ideal bagi perkembangan berbagai jenis keong air tawar.
Hasil survei keong yang dilakukan di daerah endemis
air tawar yaitu :
fasciolopsiasis didapatkan
6 genus keong
Pomacea, Bellamya, Lymnaea, lndoplanorbis, Gyraulus dan Melanoides.
Keong dari famili
Lymnaeidae
dan
Planorbidae
diketahui berpotensi menjadi perantara
faseioliasis dan fasciolopsiasis di wilayah Asia Tenggara.23 Berdasarkan tabel hasil penangkapan
(Tabel 1), keong yang mendominasi dengan jumlah paling banyak dari kedua desa adalah genus
Bellamya (267 ekor) sedangkan yang paling sedikit adalah genus Melanoides (6 ekor).
Dilihat dari segi penyebarannya, keong
Bellamya, Pomacea
dan
Lymnaea
ditemukan
hampir di semua titik pengambilan sampel dengan jumlah yang bervariasi, baik di Desa Sungai
Papuyu maupun di Desa Kalumpang Dalam. Perbedaan penyebaran yang mencolok terlihat pada
keong
lndoplanorbis
yang lebih banyak ditemukan di Desa Kalumpang Dalam (62 ekor) dan
hampir di semua titik, sementara di Desa Sungai Papuyu keong ini hanya ditemukan di satu titik
dan hanya berjumlah 1 ekor. Penyebaran keong
Gyraulus terlihat terkonsentrasi hanya pada titik
tertentu, tetapi dari jumlah yang ditemukan tidak jauh berbeda antara di Desa Sungai Papuyu dan
Kalumpang Dalam. Keong
Melanoides
paling sedikit jumlah yang ditemukan dari kedua desa.
Secara umum kondisi lingkungan Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam tidak jauh
berbeda, kemungkinan keong yang keberadaanya hanya terkonsentrasi pada titik-titik tertentu
lebih sensitif terhadap perbedaan kondisi lingkungan, sementara keong yang keberadaannya
merata kemungkinan masih bisa mentoleransinya.
Keong
Bellamya
atau yang dikenal masyarakat lokal dengan nama ’Haliling’ sering
dikonsumsi masyarakat sebagai lauk untuk makan, keong ini belum pernah dilaporkan sebagai
hospes perantara cacing Trematoda di daerah endemis
F. buski
di Kabupaten HSU, namun
diketahui bahwa keong ini merupakan hospes pertama dan kedua dari cacing
Echinostome
lindoensis di daerah Danau Lindu, Sulawesi Tengah.23
18
Keong
Pomacea
cantonensis, namun
merupakan
hospes
perantara
dari
cacing
Nematoda
Parastrongylus
sampai saat ini belum pernah ditemukan kasus cacing ini pada pemeriksaan
tinja maupun pemeriksaan larva pada keong di daerah endemis
banyak ditemukan. Keong
Lymnaea
termasuk dalam famili
sebagai hospes perantara dari cacing
Schistosoma
F. buski walaupun keong Pomacea
Lymnaeidae,
keong ini berpotensi
yang menyebabkan penyakit
Cercariael
dermatitis dan cacing parasit intestinal. Keong lndoplanorbis dan Gyraulus termasuk dalam famili
Planorbidae,
keduanya diketahui merupakan hospes perantara dari cacing
cacing parasit intestinal.
Gyraulus
dianggap sebagai hospes perantara pertama dari
Kalimantan Selatan23, namun pada penelitian ini tidak ditemukan keong
serkaria. Keong
Schistosoma
Gyraulus
dan
F. buski
di
yang positif
Melanoides termasuk dalam famili Thiaridae yang merupakan hospes perantara
dari Paragonimiasis dan cacing parasit pencernaan.
B. Koleksi Serkaria
Hasil pemeriksaan menunjukkan ada 3 genus keong yang positif mengandung serkaria/redia,
yaitu keong
Lymnaea, lndoplanorbis
dan
Bellamya.
Sebagai acuan untuk identifikasi awal
serkaria yang ditemukan dapat dibedakan berdasarkan ciri morfologi yang paling jelas dapat
dibedakan yaitu dari bentuk ekornya. Pada penelitian ini didapatkan serkaria ekor tunggal (tidak
bercabang), serkaria ekor bercabang dan serkaria tanpa ekor.
Serkaria ekor tunggal ditemukan pada keong
tersebut diduga merupakan
spiny collar
Echinostome cercariae,
Lymnaea
dan
lndoplanorbis.
Serkaria
dengan ciri khas morfologi yaitu adanya
pada bagian anteriornya. Tubuh serkaria ini umumnya berbentuk oval memanjang
dengan ukuran 97 ± 6 pm dengan sebuah ekor berukuran 122 ± 6 pm.
Ventral sucker terletak di
24
bagian tengah tubuh, sedangkan oral sucker terletak sekitar 64 ± 6 pm dari ventral sucker.
Gambar 7. Morfologi Enchistosome cercariae.
Serkaria ekor bercabang ditemukan pada keong
merupakan
Brevifurcale-pharyngeate cercariae
Lymnaea.
Serkaria tersebut diduga
dengan ciri khas morfologi yaitu adanya
dorso-median finfold. Bentuk tubuh elips memanjang (396 ± 14 pm) dengan ujung ekor bercabang
dan meruncing.24
Gambar 8. Morfologi Brevifurcate-pharyngeate cercariae.
Serkaria tanpa ekor yang ditemukan pada keong
Bellamya
diduga merupakan jenis
Sulcalomicrocercous cercariae.
Gambar 9. Morfologi Sulcatomicrocercous cercariae.
Berdasarkan hasil pemeriksaan serkaria ternyata diketahui satu jenis keong dapat
mengandung dua jenis serkaria dalam satu tubuhnya, hal ini terlihat pada keong
Lymnaea dari
Desa Kalumpang Dalam yang mengandung serkaria ekor tunggal dan bercabang. Pada penelitian
ini untuk pertama kalinya ditemukan keong
Bellamya yang positif serkaria, dimana pada beberapa
penelitian sebelumnya yang dilakukan di desa- desa endemis
F. buski di
Kabupaten HSU belum
pernah ditemukan keong Bellamya yang positif serkaria.
20
C. Identifikasi Molekuler dengan PCR
Sampel serkaria yang didapatkan dilakukan uji PCR dengan menggunakan 3 macam
primer. Primer pertama (3S-A28) digunakan sebagai kontrol kehadiran DNA parasit trematoda
pada setiap sampel.16 Primer kedua dan ketiga merupakan primer spesifik
dan
F. gigantica (3S-FgMRl), primer
primer 3S-A28 dengan
tersebut didesain dengan mengganti
reverse primer
F. buski (3S-FbMRl)
reverse primer dari
spesifik masing-masing spesies.
Reverse
primer
tersebut didesain untuk daerah spesifik sekuens ITS2 dari setiap spesies.16
Uji PCR sampel dengan primer 3S-A28 menunjukkan hasil positif pada sampel nomor
1,3, 5, 7, 8, 11,12, 14,15, 17 dan 18. Hasil positif ini menandakan bahwa pada sampel terdapat
DNA yang menegaskan sampel merupakan trematoda. Diketahui sampel tersebut merupakan
sampel
Echinostome cercariae (serkaria ekor tunggal) dan Forcocercous cercariae (serkaria
ekor bercabang) yang berasal dari keong
Lymnaea
dan
lndoplanorbis,
sehingga dapat
dipastikan semua serkaria tersebut berasal dari kelas trematoda, sementara keong
dan
Lymnaea
lndoplanorbis merupakan hospes perantaranya.
Uji PCR sampel dengan primer spesifik
F. buski menunjukkan hasil positif pada sampel
nomor 1, 3, 5, 11, 12, 15 dan 17 dengan ukuran panjang DNA sekitar 300 bp. Sampel tersebut
merupakan sampel
Echinostome cercariae
sampel nomor 11 yang terdapat
cercariae
dalam 1 keong
mix
dari keong
antara
Lymnaea
dan
lndoplanorbis
Echinostome cercariae
Lymnaea). Echinostome cercariae
dan
(kecuali
Forcocercous
merupakan serkaria dari ordo
Echinostomida,
demikian juga dalam taksonomi cacing
Echinostomida25
sehingga diduga kuat dan dibuktikan dengan hasil uji PCR bahwa serkaria
tersebut merupakan bentuk serkaria dari cacing
ditentukan serkaria
adalah keong
F. buski.
F. buski
termasuk dalam ordo
Berdasarkan hasil tersebut dapat
F. buski merupakan Echinostome cercariae dengan
hospes perantaranya
Lymnaea dan lndoplanorbis.
Uji PCR sampel dengan primer spesifik
F. gigantica sebagai
primer alternatif ternyata
mendapatkan hasil positif pada sampel dengan nomor 1, 12, 15, 17 dan 18 (ukuran panjang DNA
sekitar 600 bp), sementara sampel nomor 1, 12, 15 dan 17 juga menunjukkan hasil positif
dengan primer spesifik
F. buski.
Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan: 1) adanya
keong yang sebenarnya mengandung beberapa jenis serkaria namun dalam pemeriksaan
mikroskopis hanya satu jenis serkaria yang teramati oleh pemeriksa, sementara jenis serkaria
lainnya tidak
21
teramati/teridentifikasi; 2) semua jenis serkaria teramati pada pemeriksaan mikroskopis namun
secara morfologi sangat sulit untuk dibedakan karena adanya bentuk-bentuk serkaria yang
sangat mirip namun berbeda jenis sehingga oleh petugas pemeriksa dianggap sama satu jenis
saja; 3) adanya keong yang mengandung redia dari beberapa jenis yang berbeda, dalam
pemeriksaan mikroskopis bentuk redia tidak dapat dibedakan antara satu jenis dengan jenis yang
lain.
.
Sampel nomor 7, 8 dan 14 positif trematoda dengan panjang 500 bp namun negatif
F.
buski dan F. gigantica. Diketahui ketiga sampel tersebut mengandung redia (Tabel 4) yang tidak
dapat diidentifikasi jenisnya, hal tersebut menunjukkan kemungkinan adanya jenis cacing
trematoda lain selain
F. buski dan F. gigantica di
desa Sungai Papuyu dan Kalumpang Dalam.
Keterbatasan penelitian ini yang hanya menggunakan primer untuk
F. buski
dan
F. gigantica
sehingga tidak dapat mengidentifikasi cacing jenis lain.
Sampel nomor 19 berasal dari jaringan tubuh cacing
F. buski dewasa
yang didapatkan
dari penderita fasciolopsiasis di daerah endemis pada tahun 2012. Pada pengujian PCR dengan
primer trematoda sampel tersebut menunjukkan hasil positif namun dengan tampilan
elektroforesis yang sangat tipis. Berdasarkan sumber sampel yang berasal dari cacing dewasa
dan hasil positif pada primer trematoda seharusnya juga diikuti dengan hasil positif primer
buski,
F.
namun sebaliknya hasilnya negatif. Kemungkinan hal ini dapat saja terjadi karena
beberapa sebab antara lain: 1) kondisi DNA sampel yang sudah rusak karena waktu
penyimpanan yang terlalu lama dan larutan fiksatif yang terlalu kuat (sampel difiksasi dengan
formalin); 2) Konsentrasi DNA hasil ekstraksi sangat kurang sehingga tidak mencukupi untuk
dipakai dalam beberapa kali uji PCR dengan primer yang berbeda; 3) Sampel cacing dewasa
yang digunakan bukan spesies
F. buski.
Sampel lainnya yang negatif trematoda,
F. buski
maupun
F. gigantica
kemungkinan
dapat disebabkan: 1) DNA sampel sudah rusak/tidak terekstraksi dengan baik dan 2) Sampel
bukan merupakan
F. buski
maupun trematoda, namun yang lebih kuat adalah kemungkinan
pertama karena serkaria/redia pada sampel yang negatif merupakan jenis yang sama dengan
sampel yang positif.
22
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Keong air tawar yang ditemukan di daerah endemis fasciolopsiasis terdiri dari 6 genus yaitu
Pomacea, Bellamya, Lymnaea, lndoplanorbis, Gyraulus dan Melanoides.
2.
Keong air tawar di daerah endemis fasciolopsiasis sebagai hospes perantara dari cacing
trematoda termasuk F. buski adalah Lymnaea dan lndoplanorbis.
3.
Terdapat 3 jenis serkaria yang berpotensi sebagai agen parasit pada manusia maupun
hewan
yaitu
Echinostome cercariae, Brevifurcate-pharyngeate cercariae
dan
Sulcalomicrocercous cercariae.
4.
Serkaria dari
F buski
merupakan
Echinostome cercariae
yang mempunyai ciri khas
morfologi tubuh berbentuk oval memanjang, terdapat spiny collar dan berekor tunggal.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat dikemukakan saran sebagai
berikut:
1.
Masyarakat perlu mewaspadai peningkatan populasi keong
lndoplanorbis
dan
Lymnaea
karena keong tersebut diketahui merupakan hospes perantara pertama dari F. buski.
2.
Masyarakat di daerah endemis dapat mencegah penularan fasciolopsiasis dengan cara a)
Menghilangkan kebiasaan BAB langsung di air rawa, b) Mencuci tangan dengan sabun
sehabis beraktifitas di luar (bersentuhan dengan air rawa, tanaman air, mengurus hewan
ternak, dan lain-lain), c) Sebisa mungkin menghindari penggunaan air rawa untuk mandi,
menyikat gigi, mencuci peralatan makan, dan lain-lain, d) Mencuci dan memasak sampai
matang bahan makanan dan air minum, e) Minum obat cacing secara teratur
3.
Pemegang program diharapkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan menjalankan
pengendalian fasciolopsiasis.
4.
Penelitian lanjut mengenai fasciolopsiasis sangat diperlukan terutama dari aspek
agent di
daerah endemis di Kabupaten HSU yang belum pernah dilakukan sekuensing gen serta
konfirmasi jenis tanaman air yang menjadi hospes perantara dari
F. buski.
23
VII. UCAPAN TERIMA KASIH
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan
Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epiemiologi Klinik serta Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan kesempatan dan kepercayaan, serta memberikan bimbingan dari proses awal
penulisan protokol hingga selesainya pelaksanaan penelitian ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selatan, Kepala Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu
Sungai Utara, Kepala Puskesmas Babirik, Kepala Desa Sungai Papuyu dan Kepala Desa Kalumpang
Dalam yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Kepada rekan-rekan di Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu yang telah ikut serta memberikan
sumbangsihnya pada penelitian ini kami sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya. Semoga
hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
24
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1.
Abidin, A. S. N. Kemajuan Dalam Pengobatan Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah.
Jakarta : Pustaka Populer Obor; 1997.
2.
Garcia LS, Bruckner DA. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. 1996.
3.
Sandjaja, Bemardus.
Parasitologi Kedokteran: Buku
2,
Helminthologi Kedokteran.
Prestasi Pustaka, Jakarta. 2007.
4.
Ideham B, Pusarawati S. Helminthologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.
2002.
5.
6.
Parasitologi. Nuha Medika, Yogyakarta. 2010.
Handojo, Imam, dan Gandahusada, Srisasi. Fasciolidae. Dalam Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran, Edisi Keempat, Eds: Inge Sutanto, dkk. PP. 55-8. Fakultas Kedokteran
Zulkoni, Akhsin.
Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.
7.
Anorital. Penyakit Kecacingan Buski (Fasciolopsiasis) di Kabupaten Hulu Sungai Utara
Kalimantan Selatan, Analisis dari Aspek Epidemiologi dan Sosial Budaya. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depatemen Kesehatan RI. 2008.
8.
Anorital, Ompusunggu S, Dewi RM, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan
buski di
Fasciolopsis
Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Pertama). Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Litbangkes Depkes
RI. 2002.
9.
Anorital, Ompusunggu S, Dewi RM, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan
buski
Fasciolopsis
di Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Kedua). Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2003.
10. Handojo I, Ismulyuwono B. Pencarian dan Penemuan Bentuk Metaserkaria pada Tumbuhan
Air yang Berperan sebagai Inang Perantara II Fasciolopsis buski di Kabupaten Hulu Sungai
Utara Profmsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
1988.
11. Annida, dkk. Studi Komprehensif Epidemiologi Fasciolopsiasis dan Pemetaannya di
Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012. Batulicin: Balai
Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2013.
12. Southeast Asian Center for Medical Malacology (SEACMM). A formal Course on Medical
Malacology for South East Asian Countries. Department of Social and Environmental
Medicine, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok. 2012.
13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Cacingan. Jakarta :
Direktorat Jenderal PP&PL; 2006.
14. Ideham B, Pusarawati S. Helmintologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press.
2002.
15. Annida, et al. Penanggulangan Fasciolopsiasis melalui Pemberian Obat 2 (dua) Kali Setahun
di Kabupaten Hulu Sungai utara. Batulicin: Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2006.
16. Prasad P K, et al. PCR-based molecular characterization and in-silico analysis of foodborne trematode parasites Paragonimus westermani,
Fasciolopsis buski
and
Fasciola
gigantica from Northeast India Using ITS2 rDNA. Bioinformation 6(2) 64-68.2011
25
17. Yuwono Triwibowo. Teori dan Aplikasi
Polymerase Chain Reaction.
Yogyakarta: Andi
Yogyakarta. 2006.
A Second Generation of RT-PCR Assay for Detection of Human
Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV-1) infection. Med J Indonesia 2010; 19:154-7.
18. Andi Yasmon, et al.
19. Darby PC, Bennetts RE, Croop JD, Valentine-Darby PL, Kitchens WM. A comparison of
sampling techniques for quantifying abundance of the Florida apple snail (Pomacea
paludosa Say). Journal of Molluscan Studies 65:195208.1999.
20. Greenwood JJD. Ecological Census Techniques: A Handbook. Editor Willliam J.
Sutherland. Cambridge University Press. Cambridge, New York. Melbourne, 11-109.
1997
21. Ditjen P2MP&LP. Petunjuk Teknis Pemberantasan Schistosomiasis. Sub Dit Filariasis dan
Schistosomiasis, Ditjen P2MP&LP, Jakarta. 1989.
22. Muladno.
Seputar Teknologi Rekayasa Genetika.
Pustaka Wirausaha Muda & USESE
Foundation. Bogor. 2002
23. Djajasasmita, M. The Medically Important Molluscs of Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan 17 (2): 135-140. 1989.
24. Jayawardena, et al. Cercariaee of Trematodes in Freshwater Snails in Three Climatic
Zones in Sri Lanka. Bio-Sci 39 (2) : 95-108. 2010
25. NOD
Taxonomic
Code.
Fasciolopsis huski,
Taxonomic
Serial
No.
56131.
www.itis.gov/servlet/singleRpt. Diakses tanggal 20 Januari 2015.
26
Lampiran 2. Peta Kabupaten Hulu Sungai Utara
Lampiran 3. Peta Kecamatan Babirik
Lampiran 4. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik
30
Lampiran 5. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik
51
Lampiran 6. Laporan Realisasi Anggaran Penelitian
No
Uraian Belanja
Pagu (Rp)
Realisasi
(Rp)
Sisa (Rp)
1
Belanja Bahan
55.885.000
48.293.350
2
Belanja Perjadin Biasa
83.600.000
83.355.000
245.000
8.700.000
8.119.200
580.800
1.500.000
1.500.000
0
149.685.000
141.267.550
3
4
Belanja Perjadin Dalam Kota
Belanja Honor
Jumlah
Total Pagu
Total Realisasi
7.591.650
8.417.450
: Rp. 149.685.000
: Rp. 141.267.550 (94,00%)
32
Lampiran 7. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian
PENANGKAPAN KEONG DI DESA SUNGAI PAPUYU
33
PENANGKAPAN KEONG DI DESA KALUMPANG DALAM
34
PEMERIKSAAN SERKARIA PADA KEONG
35
PENGUJIAN PCR SAMPEL SERKARIA DI LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER FMIPA
UNLAM BANJARBARU
36
Download