LAPORAN PENELITIAN Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR / Penulis Budi Hairani, S. Si Annida, SKM, M. Sc KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN BALAI LITBANG P2B2 TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN 2014 JUDUL PENELITIAN : Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR i Kepada tim yang ditunjuk diberikan honorarium sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang beriaku. Anggaran tim peneliti pada penelitian "Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR" ditransfer melalui rekening a.n. Bendahara Pengeluaran Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Kalimantan Selatan No. Rek. 031-000651052-6 Bank Mandiri Cabang Batulicin. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya. SUSUNAN TIM PENELITI NO Nama Keahlian/ Kesarjanaan 1 llmli 1 lairani, S.Si Biologi Ketua Pelaksana Dr. Hijaz Nuhung, M.Sc G1S Koordinator Peneliti 2 Kedudukan dalam tim Uraian tugas Bertanggung jawab atas semua aspek penelitian Koordinator / penanggungj awab seluruh aspek penelitian Bertanggung jawab atas Amiida, SKM, M.Sc 3 Parasitologi Peneliti aspek kegiatan di laboratorium 4 Deni Fakhrizal, SKM 5 Syaril'Hidayat, S.Si SI Kesehatan Peneliti Non Bertanggung jawab atas Masyarakat Fungsional aspek kegiatan lapangan Biologi Pembantu Peneliti Bertanggung jawab atas aspek kegiatan di laboratorium 6 Erli Haryati Analis Pembantu Peneliti Bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis parasitologi 7 Akhmad Wahyudin Analis Pembantu Peneliti Bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis parasitologi 8 Romi Kom 9 Dahlia Wahyu Kusumo, S. SI Komputer Pengolah Data DIII Akuntansi Sekretariat Peneliti Bertanggung jawab dalam pengolahan data penelitian Bertanggung jawab atas aspek administrasi penelitian 10 Jumiati DIII Perpustakaan Sekretariat Peneliti Bertanggung jawab atas aspek administrasi penelitian PERSETUJUAN ATASAN LANGSUNG BERWENANG Tanah Bumbu, 29 Desember 2014 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat karunia Nya tim Peneliti Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dapat melaksanakan penelitian ’’Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR”. Penelitian ini dilaksanakan di daerah endemis fasciolopsiasis yaitu Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan sebagai lokasi pengambilan sampel hospes perantara, serta Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA Unlam Banjarbaru sebagai tempat uji PCR serkaria. Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat terhadap instansi kesehatan sebagai rujukan dalam rangka pengendalian fasciolopsiasis di daerah endemis di Kabupaten Hulu Sungai Utara, maupun sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan laporan, oleh karena itu saran dan masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan penelitian yang akan datang. vi RINGKASAN EKSEKUTIF Deteksi Fasciolopsis buski pada Hospes Perantara (Keong Air Tawar) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Melalui Metode PCR Budi Hairani Annida Fasciolopsiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing trematoda usus Fasciolopsis buski. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Busk pada tahun 1843 yang menemukan cacing F. buski di dalam duodenum seorang pelaut India Timur yang telah meninggal. Fasciolopsiasis tersebar di Asia Tenggara, Cina, Taiwan, Jepang, Pakistan dan Bangladesh. Fasciolopsiasis di Indonesia endemik terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi Kalimantan Selatan. Diperkirakan sejak tahun 1982 telah terjadi kasus fasciolopsiasis di beberapa desa di daerah ini. Sebagian besar wilayah endemis F. buski di Kabupaten HSU merupakan daerah rawa yang tergenang hampir sepanjang tahun, masyarakat sangat bergantung pada rawa dalam kehidupan sehari-hari, kondisi ini sangat ideal bagi perkembangan dan penularan F. buski. Dasar utama untuk pengendalian fasciolopsiasis adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing. Dengan demikian maka semua bentuk stadium cacing harus dikenali dengan seksama. Seperti lingkaran hidup dan dimana keberadaan, bentuk cacing yang menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia, dan bentuk yang ada di luar tubuh yang dapat menjadi sumber infeksi (telur dan larva), serta keadaan sosial ekonomi dan budaya yang mendorong perilaku yang mengakibatkan pemaparan (exposure) terhadap infeksi cacing tersebut. Secara singkat memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing dapat dilakukan pada tingkat cacing dalam tubuh manusia, lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi dan budaya. Faktorfaktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis trematoda ini adalah adanya keong air tawar yang cocok sebagai hospes perantara pertama, tumbuhan air tawar yang berperan sebagai hospes perantara kedua dan berperan penting dalam penularan, serta kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air mentah atau dimasak kurang matang. Fasciolopsis buski hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia sebagai hospes definitifnya (HD) atau hewan sebagai hospes reservoirnya (HR). Fasciolopsis buski dalam siklus hidupnya memerlukan jenis keong air tawar yang sesuai sebagai hospes perantara I (HP I) dan tumbuhan air sebagai hospes perantara II (HP II). Jenis HR, HPI dan HP II pada fasciolopsiasis di Kabupaten HSU ini belum diketahui dengan jelas. Untuk menentukan jenis vii F. buski perlu dipastikan bahwa serkaria yang ditemukan pada keong keong yang menjadi hospes perantara tersebut merupakan serkaria F. buski, keong yang positif serkaria F. buski dapat d i pastikan merupakan hospes perantara dari cacing tersebut. Penelitian sebelumnya menemukan 6 jenis keong yang hidup di daerah endemis fasciolopsiasis yang berpotensi sebagai hospes perantara cacing trematoda. Melalui pemeriksaan mikroskopis ditemukan 3 jenis serkaria pada keong, namun karena keterbatasan kemampuan identifikasi melalui pengamatan mikroskopis maka belum dapat dipastikan jenis serkaria yang merupakan serkaria dapat pula dipastikan jenis keong yang merupakan hospes perantara dari F. buski sehingga tidak F. buski. Metode identifikasi serkaria secara konvensional menggunakan mikroskop belum bisa memastikan serkaria yang terdapat pada keong merupakan serkaria lebih efektif dan akurat yaitu dengan F. buski sehingga perlu digunakan metode yang Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi agen penyakit untuk keperluan diagnosis penyakit. Dengan PCR bagian spesifik dari DNA suatu organisme dapat dilipatgandakan untuk selanjutnya dilakukan identifikasi. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi serkaria dari keong yang merupakan hospes perantara pertama dari F. buski serta mengkonfirmasi jenis F. buski. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten HSU sebagai lokasi pengambilan sampel keong air tawar. Uji PCR sampel serkaria yang didapat dari keong dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas MIPA Unlam Banjarbaru. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Maret sampai Desember 2014. Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel keong dengan pertimbangan menurut hasil penelitian terdahulu di desa tersebut setiap tahun selalu ditemukan penduduk yang terinfeksi F. buski dan tahun 2012 di dua desa tersebut juga ditemukan jenis keong tersangka hospes perantara, ditemukan 3 jenis serkaria dan ditemukan telur mirip F. buski pada pemeriksaan tinja hewan ternak. Hasil pengambilan sampel keong pada kedua desa tersebut mendapatkan 6 genus keong yaitu Pomacea, Bellamya, lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides. Keong yang didapatkan kemudian diperiksa dengan metode crushing untuk menemukan serkaria, didapatkan 3 jenis serkaria yaitu : Echinostome cercariae (serkaria ekor tunggal) pada keong pharyngeate cercariae Lymnaea dan lndoplanorbis, Brevifurcate- (serkaria ekor bercabang) pada keong Lymnaea dan Sulcatomicrocercous cercariae (serkaria tanpa ekor) pada keong Bellamnya. Seluruh sampel serkaria diuji PCR, untuk mengetahui jenis serkaria yang merupakan serkaria dari F. buski digunakan primer spesifik untuk spesies F. buski. Uji PCR menunjukkan viii hasil positif F. buski pada digolongkan kedalam ordo buski adalah sampel Echinostome cercariae. Dalam Echinostomaiida, Echinostome cercariae Echinostome cercariae klasifikasi taksonomi spesies F. buski dengan demikian dapat ditentukan bahwa serkaria dari (serkaria ditemukan pada keong ekor Lymnaea tunggal). dan Berdasarkan lndoplanorbis, bahwa kedua genus keong tersebut merupakan hospes perantara dari hasil F. pemeriksaan sehingga dapat diketahui F. buski. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1) Masyarakat di daerah endemis perlu mewaspadai penularan fasciolopsiasis terutama disaat terjadinya peningkatan populasi keong yaitu dengan cara (a) menghilangkan kebiasaan BAB langsung di air rawa, (b) mencuci tangan dengan sabun sehabis beraktifitas di luar (bersentuhan dengan air rawa, tanaman air, mengurus hewan ternak, dll), (c) sebisa mungkin menghindari penggunaan air rawa untuk mandi, menyikat gigi, mencuci peralatan makan, dll, (d) mencuci dan memasak sampai matang bahan makanan dan air minum dan (e) minum obat cacing secara teratur. 2) Bagi pemegang program diharapkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan menjalankan pengendalian fasciolopsiasis. ix ABSTRAK Fasciolopsiasis di Indonesia endemik terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Dasar utama pengendalian fasciolopsiasis adalah memutuskan siklus hidup cacing, dengan demikian semua bentuk stadium cacing harus dikenali serta faktor penting yang mempengaruhi penularannya yaitu jenis keong yang berperan sebagai hospes perantara pertama. Untuk menentukan jenis keong hospes perantara F. buski perlu dipastikan terlebih dahulu serkaria yang ditemukan pada keong tersebut merupakan serkaria F. buski. Identifikasi serkaria konvensional belum bisa memastikan serkaria pada keong di daerah endemis merupakan serkaria F. buski sehingga perlu digunakan metode yang lebih akurat yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi serkaria F. buski serta mengkonfirmasi jenis keong hospes perantara pertama dari F. buski. Penelitian berupa studi observasional di lapangan dan laboratorium, dilaksanakan pada Maret-Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, uji PCR sampel serkaria dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Pengambilan sampel mendapatkan 6 genus keong yaitu Pomacea, Bellamya, lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides, didapatkan 3 jenis serkaria yaitu : Echinostome cercariae pada keong Lymnaea dan lndoplanorbis, Brevifurcate- pharyngeate cercariae pada keong Lymnaea dan Sulcatomicrocercous cercariae pada keong Bellamya. Hasil PCR menujukkan sampel positif F. buski merupakan Echinostome cercariae yang terdapat pada keong Lymnaea dan lndoplanorbis sehingga dapat ditentukan keong tersebut merupakan hospes perantara pertama dari F. buski. Kata kunci: Keong air tawar, serkaria, PCR x DAFTAR ISI Judul Penelitian i SK Penelitian ii Susunan Tim Peneliti iii Persetujuan Etik iv Persetujuan Atasan Langsung Berwenang v Kata Pengantar vi Ringkasan Eksekutif vii Abstrak x Daftar Isi xi Daftar Tabel xii Daftar Gambar xiii Daftar Lampiran xiv I. II. III. PENDAHULUAN 1 A. Latar belakang.............................................................................................. 1 B. Perumusan masalah...................................................................................... 2 C. Tujuan penelitian .......................................................................................... 3 D. Manfaat penelitian ........................................................................................ 4 METODE PENELITIAN 5 A. Kerangka konsep dan definisi operasional .................................................. 5 B. Tempat dan waktu penelitian ....................................................................... 6 C. Desain penelitian .......................................................................................... 6 D. Populasi dan sampel ..................................................................................... 6 E. Analisa data .................................................................................................. 7 F. Kriteria inklusi dan eksklusi ........................................................................ 7 G. Variabel ........................................................................................................ 7 H. Cara pengumpulan data ................................................................................ 7 BAHAN DAN CARA 8 A. Bahan ............................................................................................................ 8 B. Alat ............................................................................................................... 8 C. Cara kerja ..................................................................................................... 8 IV. HASIL 11 V. PEMBAHASAN 18 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 23 VII. UCAPAN TERIMA KASIH 24 VIII. DAFTAR PUSTAKA 25 Lampiran ............................................................................................................... 27 xi DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Survei Keong di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ................. Tabel 2. Hasil Koleksi Serkaria pada Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ................................................ Tabel 3. 11 12 Hasil Koleksi Serkaria pada Keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ............................ 13 Tabel 4. Nomor dan Kode Sampel Serkaria untuk Uji PCR .................................................... 15 Tabel 5. Hasil Uji PCR Sampel Serkaria dengan Primer Trematoda, F. buski F. gigantica ........................................................................................................ 17 dan xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Keong Air Tawar yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ................................................................................................ Gambar 2. 11 Serkaria yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 ................................................................................................ Gambar 3. 14 Redia yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. 2014...................................................................................................................... 14 Visualisasi Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer 3 S-A2 8 (Trematoda) ......................................................................................... 16 Visualisasi Gel eEektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer 3S-FbMRl (F. buski) ............................................................................................ 16 Visualisasi Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel dengan Primer 3S-FgMRl (F. gigantica)...................................................................................... 17 Gambar 7. Morfologi Enchistosome cercariae ..................................................................... 19 Gambar 8. Morfologi Brevifurcate-pharyngeate cercariae ................................................ 20 Gambar 9. Morfologi Sulcatomicrocercous cercariae ......................................................... 20 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rekomendasi Pelaksanaan Penelitian dari Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan .............................................................................................. 27 Lampiran 2. Peta Kabupaten Hulu Sungai Utara ..................................................................... 28 Lampiran 3. Peta Kecamatan Babirik .............................................................. ....................... 29 Lampiran 4. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik .................................................................................................................. 30 Lampiran 5. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik .............................................................................................. 31 Lampiran 6. Laporan Realisasi Anggaran Penelitian .............................................................. 32 Lampiran 7. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian.................................................................. 33 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, dapat menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian.1 Penyakit kecacingan yang hanya endemik terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi Kalimantan Selatan adalah fasciolopsiasis yang disebabkan oleh cacing F. buski. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1982 di Desa Sungai Papuyu, Kecamatan Babirik.2 Fasciolopsis buski sebagai penyebab fasciolopsiasis merupakan cacing trematoda terbesar yang hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia sebagai hospes definitifnya (HD) atau hewan sebagai hospes reservoirnya (HR), bentuknya pipih seperti daun atau lintah (oleh penduduk setempat disebut dengan cacing pacat). Fasciolopsis buski dalam siklus hidupnya juga memerlukan jenis keong air tawar yang sesuai sebagai hospes perantara I (HP I) dan tumbuhan air sebagai hospes perantara II (HP II), namun jenis HR, HP I dan HP II pada fasciolopsiasis di Kabupaten HSU ini belum diketahui dengan jelas.2,3’4’5,6 Hewan yang telah diketahui sebagai hospes reservoir di negara-negara endemis fasciolopsiasis adalah babi, anjing, kelinci, dan kerbau. Kerbau rawa ditemukan dan dipelihara oleh penduduk di beberapa daerah endemis fasciolopsiasis di Kabupaten HSU, yaitu Desa Sapala, Desa Bararawa, dan Desa Sungai Pandan,7’89 sehingga dicurigai sebagai hospes reservoir, namun di beberapa desa endemis lainnya, hanya ditemukan itik dan ayam sebagai hewan ternak yang dipelihara penduduk. Hospes perantara I dalam siklus hidup F. buski di beberapa negara adalah keong genus Segment ina, Hippeutis, Gyraulus. Planorbis sp, dan Trochorbis trochoideus224 Penelitian di Desa Sungai Papuyu yang dilakukan oleh Handojo dan Ismulyowono (1988) berhasil mengidentifikasi serkaria dengan ekor tidak bercabang pada keong lndoplanorbis dan Anisus.10 Penelitian yang dilakukan oleh Annida, dkk pada tahun 2012 menemukan adanya serkaria dan redia pada jenis keong Lymnaea dan lndoplanorbis. 11 Ketiga jenis serkaria yang ditemukan memiliki perbedaan secara 1 morfologi (ekor bercabang, ekor tunggal dan tidak berekor), namun belum bisa dipastikan serkaria yang merupakan F. buski. Keong jenis Lymnaea dan sama menjadi perantara cacing trematoda usus dan famili lndoplanorbis mempunyai potensi yang Enchinostomatidae.12 Dasar utama untuk pengendalian kecacingan adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing. Dengan demikian maka semua bentuk stadium cacing harus dikenali dengan seksama. Seperti lingkaran hidup dan dimana keberadaan, bentuk cacing yang menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia, dan bentuk yang dapat menjadi sumber infeksi (telur dan larva), serta keadaan sosial ekonomi dan budaya yang mendorong perilaku yang mengakibatkan pemaparan (exposure) terhadap infeksi cacing tersebut. Secara singkat memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing dapat dilakukan pada tingkat cacing dalam tubuh manusia, lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi dan budaya.13 Faktor-faktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis trematoda ini adalah adanya keong air tawar yang cocok sebagai hospes perantara pertama, tumbuhan air tawar yang berperan sebagai hospes perantara kedua dan berperan penting dalam penularan, serta kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air mentah atau dimasak kurang matang. Adanya hospes reservoir merupakan sumber infeksi yang memperburuk keadaan. Sehingga tanpa faktor-faktor tersebut, fasciolopsiasis tidak dapat berlangsung disuatu daerah.14 Ditinjau dari aspek epidemiologis belum diketahuinya dengan pasti hospes perantara pada fasciolopsiasis merupakan salah satu masalah dalam upaya pengendalian penyakit ini15, oleh karena itu perlu dicari metode alternatif yang lebih baik untuk dapat mengidentifikasi hospes reservoir F. buski dengan memastikan serkaria yang terdapat pada hospes reservoir (keong air tawar) merupakan sekaria F. buski. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). B. Perumusan Masalah Metode identifikasi serkaria yang ditemukan pada keong selama ini adalah dengan pengamatan morfologi menggunakan mikroskop. Kelemahan metode ini belum bisa memastikan apakah serkaria yang ditemukan pada keong merupakan serkaria F. buski atau dari spesies lain. Hal ini disebabkan ditemukannya beberapa serkaria dengan morfologi yang berbeda pada salah satu spesies keong. Perbedaan morfologi diantaranya dapat disebabkan karena perbedaan spesies, fase siklus hidup 2 maupun kerusakan tubuh/jaringan. Hasil pengamatan juga sangat tergantung interpretasi dari orang yang melakukan pemeriksaan sehingga dapat menimbulkan ketidakakuratan dalam pengamatan. Untuk mengatasi kekurangan metode konvensional tersebut salah satu metode alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan PCR untuk mendeteksi serkaria F. buski yang ditemukan pada keong air tawar yang dicurigai sebagai hospes perantara pertama. Kemajuan di bidang biologi molekuler khususnya dalam ampilifikasi bagian DNA spesifik melalui PCR dan teknik sekuensing telah dimanfaatkan untuk menentukan hubungan taksonomi dari spesies Helminth yang berbeda dengan membandingkan DNA spesifik dari spesies tersebut.16 Sekuens DNA ribosom (rDNA) second internal transcribed spacer diagnosis pada level spesies. Pada (ITS2) terbukti dapat digunakan untuk tujuan F. buski sekuens ITS2 memiliki panjang 481 bp.16 PCR adalah suatu metode enzimatis untuk melipat gandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode PCR saat ini sudah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetika untuk deteksi agen penyakit.17 Uji PCR telah digunakan sebagai uji alternatif untuk mendeteksi infeksi HIV-1 dengan sensitifitas sebesar 80.0% dan spesifitas 95.0%.18 Dengan menggunakan teknik PCR diharapkan bisa dipastikan serkaria yang ditemukan pada keong air tawar merupakan serkaria menjadi hospes perantara pertama dari F. buski. Dengan demikian F. buski. sehingga diketahui jenis keong yang upaya pengendalian dari penyakit ini bisa lebih terarah. C. Tujuan penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengkonfirmasi spesies keong air tawar yang menjadi hospes perantara pertama dari F.buski di Kabupaten HSU Kalimantan Selatan. Tujuan khusus penelitian ini yaitu : 1. Identifikasi keong air tawar yang ditemukan di daerah endemis fasciolopsiasis di Kabupaten HSU 2. Identifikasi morfologi serkaria yang ditemukan pada keong air tawar di Kabupaten HSU 3. Identifikasi serkaria F. buski yang ditemukan pada keong air tawar dengan metode PCR 3 II. METODE PENELITIAN A. Kerangka konsep dan definisi operasional Definisi Operasional 1. Fasciolopsiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing F.buski. Fasciolopsiasis ditegakkan melalui pemeriksaan tinja dengan ditemukannya telur dan atau cacing dewasa F.buski. 2. Hospes perantara I (HP I) adalah jenis keong air tawar yang terdapat di wilayah penelitian (keong mas/kalimbuai, haliling, dll) yang positif mengandung serkaria dan/ atau redia 3. Serkaria adalah bentuk stadium F.buski F.buski. yang berkembang di tubuh keong air tawar jenis tertentu. Berbentuk seperti kecebong, ekor lurus dan meruncing tidak bercabang pada ujungnya. Serkaria berukuran kira-kira 500p dengan badan agak bulat berukuran 195p x 145p. Badan serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu 5 E. Analisa data Analisis data dilakukan secara deskriptif tentang populasi spesies keong air, hasil pemeriksaan parasitologis dan molekuler di laboratorium. F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi adalah keong air tawar yang ditemukan pada saat pengambilan sampel. Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) adalah keong air tawar yang sudah mati. G. Variabel Variabel independen terdiri dari keong air tawar, serkaria, PCR. Variabel dependen terdiri dari F. buski, hospes perantara I. H. Cara Pengumpulan Data 1. Pengambilan Keong Air Tawar Penentuan titik pengambilan sampel dengan metode strip transek.20 Di setiap lokasi diletakkan tiga transek dengan patokan mengikuti bagian daratan/jalan di samping badan air. Setiap transek berukuran panjang 100 m dengan lebar 4 m, dan dibagi ke dalam 10 segmen yang masing-masing berukuran 10 m « 4 m . Pada setiap segmen ditentukan secara acak satu titik pengambilan sampel keong.. 2. Koleksi serkaria Dilakukan identifikasi spesies keong, dan keong dikelompokkan menurut spesiesnya, kemudian dilakukan penghancuran jaringan tubuh keong air tawar menggunakan metode crushing untuk menemukan serkaria.21 Alat yang digunakan antara lain mikroskop disekting, penggerus, cawan petri, pipet dan pinset. 3. Deteksi serkaria F.buski dengan metode PCR Serkaria yang sudah dikumpulkan per spesies keong diperiksa dengan metode PCR untuk mengidentifikasi serkaria. Alat dan bahan yang diperlukan DNA well skirted plate, 1,5 ml Extraction kit, nuclease free tube, ultra pure agarose, Aquadest PCR kit, 96 steril, primer forward & reverse, probe, ethidium bromide, TBE 1 OX. 7 III. BAHAN DAN CARA A. Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan survei keong : kantong sampel, pinset, penggaris, sarung tangan karet, sepatu boot, tissue, kertas label, spidol permanen. 2. Bahan koleksi serkaria : aquades, alkohol 70%, pipet, pinset,.tissue, tube, penggaris 3. Identifikasi molekuler serkaria : kit ekstraksi DNA, kit PCR, tube, dll B. Alat Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat survei keong : GPS, saringan besi 2. Alat koleksi serkaria : mikroskop binokuler, cawan petri, lup, kamera 3. Alat identifikasi molekuler serkaria : autoklaf, PCR biosafety cabinet, Microcentrifuge, thermocycler, elektroforesis chamber, mikropipet, UV transilluminator, kamera. C. Cara kerja 1. Survei Keong 1. Ditentukan titik pertama pengambilan keong berupa bagian ujung dari badan air/jalan 2. Dibuat penanda sebagai patokan ukuran garis transek yang telah ditentukan 3. Petugas mengumpulkan semua jenis keong air tawar yang ditemukan disekitar titik yang telah ditentukan 4. Keong dikelompokkan sesuai jenisnya dan dimasukkan ke dalam kantong yang telah diberi label 5. Prosedur c, d dan e diulang lagi untuk segmen dan transek berikutnya 6. Kantong-kantong keong tersebut dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dan diperiksa. 2. Koleksi Serkaria 1. Keong yang telah terkumpul terlebih dahulu ditaruh satu persatu di dalam cawan petri 2. Cangkang keong dihancurkan dengan hati-hati menggunakan penggerus 3. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan keong yang sudah dihancurkan di bawah mikroskop disekting dan diamati 8 4. Untuk memudahkan pengamatan digunakan pinset untuk memegang dan merobek daging keong 5. Dilakukan pengamatan ada/tidaknya mirasidia/sporokista/redia/serkaria 6. Mirasidia/sporokista/redia/serkaria yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan morfologinya, dicatat jenis dan jumlahnya dalam tiap keong. 7. Pada tiap ekor keong, jenis mirasidia/sporokista/redia/serkaria yang sama berdasarkan identifikasi morfologi dimasukkan dalam satu wadah yang berisi larutan fiksatif alkohol 70%. 3. Identifikasi molekuler Sampel diproses dengan tahapan pengekstrasian DNA, pengamplifikasian DNA target dengan metode PCR dan selanjutnya dilakukan DNA elektroforesis. Ekstraksi DNA22 1. Sampel dicampur dengan lysis buffer dan didiamkan dalam lemari pendingin selama 1 menit. 2. Sampel kemudian divortex beberapa saat dan disentrifugasi selama 3 menit, untuk kemudian supernatan dibuang. 3. Pellet dilarutkan dengan lysis buffer dan ditambahkan Enzyme Mix dengan pipet agar larutan tercampur. 4. Pellet diinkubasi pada suhu 50°C selama 1 jam. 5. Kemudian ditambahkan etanol absolut dan simpan pada suhu minus 20°C selama 10 menit. 6. Pellet disentrifugasi dan kemudian supernatant dibuang. 7. Pellet dicuci dengan ethanol 70% sebanyak 2 kali. 8. Etanol dibuang dan dikering-anginkan selama 5 menit. 9. DNA dilarutkan dalam TE buffer (disimpan pada minus 20°C). 10. Konsentrasi dan kemurnian DNA diperiksa menggunakan DNA spectrophotometer. f 9 Amplifikasi DNA target dengan PCR Reaksi PCR yang dilakukan terdiri dari 3 set dengan primer yang berbeda yaitu : 16 a. Primer 3S-A28 - 3S: 5’-GGTACCGGTGGATCACTCGGCTCGTG-3’ (Jorward) - A28: 5’-GGGATCCTGGTTAGTTTCTTTTCCTCCGC’3, (reverse) Primer ini digunakan sebagai kontrol adanya DNA parasit trematoda yang meliputi F. buski, F. gigantica, dll. b. Primer 3S - FbMRl - 3S: 5’-GGTACCGGTGGATCACTCGGCTCGTG-3’ - FbMrl : TTAAACCACGATCCCGCTAC (forward), (reverse) Primer ini digunakan sebagai primer spesifik untuk mendeteksi adanya c. DNA F. buski. Primer 3S - FgMRl 3S: 5’GGTACCGGTGGATCACTCGGCTTCGTG-3’ FgMRl: CCAAGTTCAGCATCAAACA (Jorward), (reverse) Primer ini merupakan primer spesifik apabila tidak ada sampel yang positif F. gigantica, F. buski digunakan sebagai alternatif Reaksi PCR menggunakan DNA Amplification Kit (Vivantis, USA): 38,1 pl nuclease free water; 5,0 pi 10X ViBuffer A; 2,0 pi dNTP mix (2mM); 1,5 pi MgCh (50 mM); 1,0 pi Forward primer (10 pM); 1,0 pi Reverse primer (10 pM); 1,0 pi DNA; 0,4 pi Taq DNA Polymerase. Siklus PCR dilakukan dalam kondisi : 26 siklus, denaturasi DNA pada 94°C selama 30 detik, 55°C selama 38 detik dan extention pada 72°C selama 42 detik diikuti annealing pada final extention pada 72°C selama 10 menit.16 DNA Elektroforesis Tahap elektroforesis menggunakan 1,6% elektroforesis direndam dalam menit. Kemudian gel dicuci gel agarose ethidium bromida dengan dengan TAE buffer. Gel hasil (konsentrasi 1 mg/ml) selama 10-15 aquades. DNA divisualisasikan pada UV transilluminator dan dilakukan pengambilan gambar.16 10 IV. HASIL A. Survei keong air tawar Survei keong air tawar dilakukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, pada kedua desa tersebut didapatkan 6 genus keong (Gambar 1) yaitu Pomacea, Bellamya, lndoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus dan Melanoides. Gambar 1. Keong Air Tawar yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 Dari keenam genus keong, jumlah terbanyak adalah genus Bellamya, sedangkan yang paling sedikit adalah Melanoides (Tabel 1). Tabel 1. Hasil survei keong di desa Sungai Papuyu dan Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 Genus Pomacea Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Melanoides Gyraulus Jumlah (ekor) Total Ds. S. Papuyu Ds. K. Dalam 45 128 173 227 40 267 68 70 138 1 62 63 4 2 6 39 41 80 B. Koleksi Serkaria 1. Desa Sungai Papuyu Survei keong dan koleksi serkaria di Desa Sungai Papuyu didapatkan keong positif serkaria/redia dari genus lainnya yaitu Lymnaea dan lndoplanorbis Pomacea, Bellamya, Gyraulus dan (Tabel 2), sedangkan keong genus Melanoides tidak ditemukan serkaria. Jenis serkaria yang dominan adalah serkaria ekor tunggal. Tabel 2. Hasil koleksi serkaria pada keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 No Kode Sampel 1 SP158 2 SP159 3 SP1601 4 SP162 5 SP163 6 SP1641 7 SP1651 8 SP166 9 SP167I 10 11 SPI68 SP170 12 SP1721 13 SP173I 14 SP174I 15 SP1751 16 SP176 Jenis Keong Pomacea Bellamya Melanoides Pomacea Bellamya Pomacea Bellamya Melanoides Lymnaea Pomacea Bellamya Melanoides Lymnaea Pomacea Bellamya Melanoides Lymnaea Lymnaea Bellamya Gyraulus Lymnaea Lymnaea Gyraulus Gyraulus Gyraulus Pomacea lndoplanorbis Lymnaea Bellamya Lymnaea Gyraulus Pomacea Lymnaea Pomacea Bellamya Lymnaea Bellamya Jumlah (ekor) 3 49 1 19 97 4 48 1 2 13 21 1 1 1 4 I 34 18 3 22 3 3 5 8 3 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 3 Hasil Pemeriksaan Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Serkaria ekor tunggal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Redia & serkaria Serkaria ekor tunggal Negatif Negatif Redia Serkaria ekor tunggal Negatif Negatif Negatif Negatif Serkaria ekor tunggal Redia + serkaria ekor bercabang Negatif Redia Negatif Negatif Redia Negatif Negatif Redia Negatif 12 2. Desa Kalumpang Dalam Survei keong dan koleksi serkaria di Desa Kalumpang Dalam didapatkan keong positif serkaria/redia dari jenis Lymnaea, lndoplanorbis keong genus lainnya yaitu dan Bellamya, (Tabel 3) sedangkan Pomacea, Gyraulus dan Melanoides tidak ditemukan serkaria. Jenis serkaria yang terbanyak ditemukan adalah serkaria ekor tunggal. Tabel 3. Hasil koleksi serkaria pada keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 No Kode Sampel KD188 1 2 KD189I 3 KD190i 4 KD19I 5 KD1921i 6 KD193 7 KD194i 8 KDI95 9 KD196bli Jenis Keong Pomacea Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Gyraulus Melanoides Pomacea Lymnaea lndoplanorbis Pomacea Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Pomacea Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Pomacea Lymnaea lndoplanorbis Pomacea Lymnaea lndoplanorbis Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Gyraulus Pomacea Lymnaea lndoplanorbis Gyraulus Pomacea Bellamya Lymnaea lndoplanorbis Jumlah (ekor) 90 27 24 34 22 2 2 6 2 5 10 3 2 7 1 2 1 3 2 2 7 2 1 1 8 10 1 12 16 6 18 2 1 7 4 Hasil Pemeriksaan Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Serkaria ekor tunggal & bercabang Negatif Negatif Negatif Negatif Sekaria ekor tunggal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Redia Redia Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Sekaria ekor tunggal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Sekaria tanpa ekor Sekaria ekor tunggal Sekaria ekor tunggal 13 Identifikasi morfologi serkaria yang berhasil ditemukan pada keong air tawar terdiri dari 3 bentuk yang dapat diamati dengan jelas yaitu serkaria ekor tunggal (tidak bercabang), serkaria ekor bercabang dan serkaria tidak berekor sebagaimana gambar 2 berikut: Gambar 2. Serkaria yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 Selain serkaria, pada pemeriksaan keong juga ditemukan redia yang pada siklus hidup cacing Trematoda merupakan bentuk sebelum terjadinya serkaria. Bentuk redia yang ditemukan dapat dilihat pada gambar 3 berikut: Gambar 3. Redia yang Ditemukan di Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam, Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2014 14 Untuk keperluan uji PCR dan memudahkan analisa hasil, seluruh sampel serkaria yang ditemukan diberi nomor sampel dan kode baru seperti pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Nomor dan kode sampel serkaria untuk uji PCR No sampel Kode Sampel Jenis serkaria 1 SP1601 Ekor tunggal (tdk bercabang) 2 SP1641 Redia & serkaria ekor tunggal 3 SP1651 Ekor tunggal (tdk bercabang) 4 SP1661 5 SP1671 Ekor tunggal (tdk bercabang) 6 SP172i Ekor tunggal (tdk bercabang) 7 SP1721 Redia + serkaria ekor bercabang 8 SP1731 Redia 9 SP1741 Redia 10 SP1751 Redia 11 KD1891 Sekaria ekor tunggal & bercabang 12 KD190i Sekaria ekor tunggal 13 KD1921 Redia 14 KD192i Redia 15 KD194i Sekaria ekor tunggal 16 KD196b Serkaria tanpa ekor 17 KD1961 Sekaria ekor tunggal 18 KD196i Sekaria ekor tunggal Redia Hospes (keong) Lymnaea Lymnaea Lymnaea Lymnaea Lymnaea lndoplanorbis Lymnaea Lymnaea Lymnaea Lymnaea Lymnaea lndoplanorbis Lymnaea lndoplanorbis lndoplanorbis Belamya Lymnaea lndoplanorbis C. Identifikasi Molekuler Jumlah total sampel yang diuji dengan PCR sebanyak 20 sampel yang terdiri dari 18 sampel serkaria, 1 sampel F. buski dewasa dan 2 sampel kontrol negatif (menggunakan Aquades & buffer mix). Hasil PCR menunjukkan dari total 18 sampel serkaria ditemukan 11 sampel yang positif trematoda (nomor sampel 1, 3, 5, 7, 8 , 1 1 , 12, 14, 15, 1 7 dan 1 8 ) (Gambar 4), 7 sampel yang positif F. buski (nomor sampel 1, 3, 5, 11, 12, 15 dan 17) (Gambar 5), 5 sampel positif F. gigantica (nomor sampel 1, 12, 15, 17 dan 18) (Gambar 6). Sampel F. buski dewasa (nomor sampel 19) positif pada trematoda, namun tampilan DNA pada gel elektroforesis sangat tipis. Kedua kontrol negatif menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan visualisasi hasil elektroforesis dapat dilihat ukuran DNA trematoda berkisar antara 500 - 600 bp, sedangkan ukuran DNA buski F. sekitar 300 bp. Visualisasi gel elektroforesis masing-masing sampel hasil PCR dapat dilihat pada gambar 4, 5 dan 6 berikut: 15 Gambar 4. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S- A28 (Trematoda) Gambar 5. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S-FbMRl (F. buski) Gambar 6. Visualisasi gel elektroforesis hasil PCR sampel dengan primer 3S-FgMRl (F. gigantica) Rincian hasil PCR dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil Uji PCR sampel serkaria dengan primer Trematoda, F.buski dan F. gigantica V. PEMBAHASAN A. Survei Keong Air Tawar Sebagian jenis keong air tawar dapat menjadi hospes perantara cacing Trematoda. Wilayah Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam sebagian besar merupakan daerah rawa yang tergenang air hampir sepanjang tahun, walaupun saat kemarau panjang beberapa tempat masih tergenang air. Kondisi tersebut sangat ideal bagi perkembangan berbagai jenis keong air tawar. Hasil survei keong yang dilakukan di daerah endemis air tawar yaitu : fasciolopsiasis didapatkan 6 genus keong Pomacea, Bellamya, Lymnaea, lndoplanorbis, Gyraulus dan Melanoides. Keong dari famili Lymnaeidae dan Planorbidae diketahui berpotensi menjadi perantara faseioliasis dan fasciolopsiasis di wilayah Asia Tenggara.23 Berdasarkan tabel hasil penangkapan (Tabel 1), keong yang mendominasi dengan jumlah paling banyak dari kedua desa adalah genus Bellamya (267 ekor) sedangkan yang paling sedikit adalah genus Melanoides (6 ekor). Dilihat dari segi penyebarannya, keong Bellamya, Pomacea dan Lymnaea ditemukan hampir di semua titik pengambilan sampel dengan jumlah yang bervariasi, baik di Desa Sungai Papuyu maupun di Desa Kalumpang Dalam. Perbedaan penyebaran yang mencolok terlihat pada keong lndoplanorbis yang lebih banyak ditemukan di Desa Kalumpang Dalam (62 ekor) dan hampir di semua titik, sementara di Desa Sungai Papuyu keong ini hanya ditemukan di satu titik dan hanya berjumlah 1 ekor. Penyebaran keong Gyraulus terlihat terkonsentrasi hanya pada titik tertentu, tetapi dari jumlah yang ditemukan tidak jauh berbeda antara di Desa Sungai Papuyu dan Kalumpang Dalam. Keong Melanoides paling sedikit jumlah yang ditemukan dari kedua desa. Secara umum kondisi lingkungan Desa Sungai Papuyu dan Desa Kalumpang Dalam tidak jauh berbeda, kemungkinan keong yang keberadaanya hanya terkonsentrasi pada titik-titik tertentu lebih sensitif terhadap perbedaan kondisi lingkungan, sementara keong yang keberadaannya merata kemungkinan masih bisa mentoleransinya. Keong Bellamya atau yang dikenal masyarakat lokal dengan nama ’Haliling’ sering dikonsumsi masyarakat sebagai lauk untuk makan, keong ini belum pernah dilaporkan sebagai hospes perantara cacing Trematoda di daerah endemis F. buski di Kabupaten HSU, namun diketahui bahwa keong ini merupakan hospes pertama dan kedua dari cacing Echinostome lindoensis di daerah Danau Lindu, Sulawesi Tengah.23 18 Keong Pomacea cantonensis, namun merupakan hospes perantara dari cacing Nematoda Parastrongylus sampai saat ini belum pernah ditemukan kasus cacing ini pada pemeriksaan tinja maupun pemeriksaan larva pada keong di daerah endemis banyak ditemukan. Keong Lymnaea termasuk dalam famili sebagai hospes perantara dari cacing Schistosoma F. buski walaupun keong Pomacea Lymnaeidae, keong ini berpotensi yang menyebabkan penyakit Cercariael dermatitis dan cacing parasit intestinal. Keong lndoplanorbis dan Gyraulus termasuk dalam famili Planorbidae, keduanya diketahui merupakan hospes perantara dari cacing cacing parasit intestinal. Gyraulus dianggap sebagai hospes perantara pertama dari Kalimantan Selatan23, namun pada penelitian ini tidak ditemukan keong serkaria. Keong Schistosoma Gyraulus dan F. buski di yang positif Melanoides termasuk dalam famili Thiaridae yang merupakan hospes perantara dari Paragonimiasis dan cacing parasit pencernaan. B. Koleksi Serkaria Hasil pemeriksaan menunjukkan ada 3 genus keong yang positif mengandung serkaria/redia, yaitu keong Lymnaea, lndoplanorbis dan Bellamya. Sebagai acuan untuk identifikasi awal serkaria yang ditemukan dapat dibedakan berdasarkan ciri morfologi yang paling jelas dapat dibedakan yaitu dari bentuk ekornya. Pada penelitian ini didapatkan serkaria ekor tunggal (tidak bercabang), serkaria ekor bercabang dan serkaria tanpa ekor. Serkaria ekor tunggal ditemukan pada keong tersebut diduga merupakan spiny collar Echinostome cercariae, Lymnaea dan lndoplanorbis. Serkaria dengan ciri khas morfologi yaitu adanya pada bagian anteriornya. Tubuh serkaria ini umumnya berbentuk oval memanjang dengan ukuran 97 ± 6 pm dengan sebuah ekor berukuran 122 ± 6 pm. Ventral sucker terletak di 24 bagian tengah tubuh, sedangkan oral sucker terletak sekitar 64 ± 6 pm dari ventral sucker. Gambar 7. Morfologi Enchistosome cercariae. Serkaria ekor bercabang ditemukan pada keong merupakan Brevifurcale-pharyngeate cercariae Lymnaea. Serkaria tersebut diduga dengan ciri khas morfologi yaitu adanya dorso-median finfold. Bentuk tubuh elips memanjang (396 ± 14 pm) dengan ujung ekor bercabang dan meruncing.24 Gambar 8. Morfologi Brevifurcate-pharyngeate cercariae. Serkaria tanpa ekor yang ditemukan pada keong Bellamya diduga merupakan jenis Sulcalomicrocercous cercariae. Gambar 9. Morfologi Sulcatomicrocercous cercariae. Berdasarkan hasil pemeriksaan serkaria ternyata diketahui satu jenis keong dapat mengandung dua jenis serkaria dalam satu tubuhnya, hal ini terlihat pada keong Lymnaea dari Desa Kalumpang Dalam yang mengandung serkaria ekor tunggal dan bercabang. Pada penelitian ini untuk pertama kalinya ditemukan keong Bellamya yang positif serkaria, dimana pada beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan di desa- desa endemis F. buski di Kabupaten HSU belum pernah ditemukan keong Bellamya yang positif serkaria. 20 C. Identifikasi Molekuler dengan PCR Sampel serkaria yang didapatkan dilakukan uji PCR dengan menggunakan 3 macam primer. Primer pertama (3S-A28) digunakan sebagai kontrol kehadiran DNA parasit trematoda pada setiap sampel.16 Primer kedua dan ketiga merupakan primer spesifik dan F. gigantica (3S-FgMRl), primer primer 3S-A28 dengan tersebut didesain dengan mengganti reverse primer F. buski (3S-FbMRl) reverse primer dari spesifik masing-masing spesies. Reverse primer tersebut didesain untuk daerah spesifik sekuens ITS2 dari setiap spesies.16 Uji PCR sampel dengan primer 3S-A28 menunjukkan hasil positif pada sampel nomor 1,3, 5, 7, 8, 11,12, 14,15, 17 dan 18. Hasil positif ini menandakan bahwa pada sampel terdapat DNA yang menegaskan sampel merupakan trematoda. Diketahui sampel tersebut merupakan sampel Echinostome cercariae (serkaria ekor tunggal) dan Forcocercous cercariae (serkaria ekor bercabang) yang berasal dari keong Lymnaea dan lndoplanorbis, sehingga dapat dipastikan semua serkaria tersebut berasal dari kelas trematoda, sementara keong dan Lymnaea lndoplanorbis merupakan hospes perantaranya. Uji PCR sampel dengan primer spesifik F. buski menunjukkan hasil positif pada sampel nomor 1, 3, 5, 11, 12, 15 dan 17 dengan ukuran panjang DNA sekitar 300 bp. Sampel tersebut merupakan sampel Echinostome cercariae sampel nomor 11 yang terdapat cercariae dalam 1 keong mix dari keong antara Lymnaea dan lndoplanorbis Echinostome cercariae Lymnaea). Echinostome cercariae dan (kecuali Forcocercous merupakan serkaria dari ordo Echinostomida, demikian juga dalam taksonomi cacing Echinostomida25 sehingga diduga kuat dan dibuktikan dengan hasil uji PCR bahwa serkaria tersebut merupakan bentuk serkaria dari cacing ditentukan serkaria adalah keong F. buski. F. buski termasuk dalam ordo Berdasarkan hasil tersebut dapat F. buski merupakan Echinostome cercariae dengan hospes perantaranya Lymnaea dan lndoplanorbis. Uji PCR sampel dengan primer spesifik F. gigantica sebagai primer alternatif ternyata mendapatkan hasil positif pada sampel dengan nomor 1, 12, 15, 17 dan 18 (ukuran panjang DNA sekitar 600 bp), sementara sampel nomor 1, 12, 15 dan 17 juga menunjukkan hasil positif dengan primer spesifik F. buski. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan: 1) adanya keong yang sebenarnya mengandung beberapa jenis serkaria namun dalam pemeriksaan mikroskopis hanya satu jenis serkaria yang teramati oleh pemeriksa, sementara jenis serkaria lainnya tidak 21 teramati/teridentifikasi; 2) semua jenis serkaria teramati pada pemeriksaan mikroskopis namun secara morfologi sangat sulit untuk dibedakan karena adanya bentuk-bentuk serkaria yang sangat mirip namun berbeda jenis sehingga oleh petugas pemeriksa dianggap sama satu jenis saja; 3) adanya keong yang mengandung redia dari beberapa jenis yang berbeda, dalam pemeriksaan mikroskopis bentuk redia tidak dapat dibedakan antara satu jenis dengan jenis yang lain. . Sampel nomor 7, 8 dan 14 positif trematoda dengan panjang 500 bp namun negatif F. buski dan F. gigantica. Diketahui ketiga sampel tersebut mengandung redia (Tabel 4) yang tidak dapat diidentifikasi jenisnya, hal tersebut menunjukkan kemungkinan adanya jenis cacing trematoda lain selain F. buski dan F. gigantica di desa Sungai Papuyu dan Kalumpang Dalam. Keterbatasan penelitian ini yang hanya menggunakan primer untuk F. buski dan F. gigantica sehingga tidak dapat mengidentifikasi cacing jenis lain. Sampel nomor 19 berasal dari jaringan tubuh cacing F. buski dewasa yang didapatkan dari penderita fasciolopsiasis di daerah endemis pada tahun 2012. Pada pengujian PCR dengan primer trematoda sampel tersebut menunjukkan hasil positif namun dengan tampilan elektroforesis yang sangat tipis. Berdasarkan sumber sampel yang berasal dari cacing dewasa dan hasil positif pada primer trematoda seharusnya juga diikuti dengan hasil positif primer buski, F. namun sebaliknya hasilnya negatif. Kemungkinan hal ini dapat saja terjadi karena beberapa sebab antara lain: 1) kondisi DNA sampel yang sudah rusak karena waktu penyimpanan yang terlalu lama dan larutan fiksatif yang terlalu kuat (sampel difiksasi dengan formalin); 2) Konsentrasi DNA hasil ekstraksi sangat kurang sehingga tidak mencukupi untuk dipakai dalam beberapa kali uji PCR dengan primer yang berbeda; 3) Sampel cacing dewasa yang digunakan bukan spesies F. buski. Sampel lainnya yang negatif trematoda, F. buski maupun F. gigantica kemungkinan dapat disebabkan: 1) DNA sampel sudah rusak/tidak terekstraksi dengan baik dan 2) Sampel bukan merupakan F. buski maupun trematoda, namun yang lebih kuat adalah kemungkinan pertama karena serkaria/redia pada sampel yang negatif merupakan jenis yang sama dengan sampel yang positif. 22 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Keong air tawar yang ditemukan di daerah endemis fasciolopsiasis terdiri dari 6 genus yaitu Pomacea, Bellamya, Lymnaea, lndoplanorbis, Gyraulus dan Melanoides. 2. Keong air tawar di daerah endemis fasciolopsiasis sebagai hospes perantara dari cacing trematoda termasuk F. buski adalah Lymnaea dan lndoplanorbis. 3. Terdapat 3 jenis serkaria yang berpotensi sebagai agen parasit pada manusia maupun hewan yaitu Echinostome cercariae, Brevifurcate-pharyngeate cercariae dan Sulcalomicrocercous cercariae. 4. Serkaria dari F buski merupakan Echinostome cercariae yang mempunyai ciri khas morfologi tubuh berbentuk oval memanjang, terdapat spiny collar dan berekor tunggal. B. Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Masyarakat perlu mewaspadai peningkatan populasi keong lndoplanorbis dan Lymnaea karena keong tersebut diketahui merupakan hospes perantara pertama dari F. buski. 2. Masyarakat di daerah endemis dapat mencegah penularan fasciolopsiasis dengan cara a) Menghilangkan kebiasaan BAB langsung di air rawa, b) Mencuci tangan dengan sabun sehabis beraktifitas di luar (bersentuhan dengan air rawa, tanaman air, mengurus hewan ternak, dan lain-lain), c) Sebisa mungkin menghindari penggunaan air rawa untuk mandi, menyikat gigi, mencuci peralatan makan, dan lain-lain, d) Mencuci dan memasak sampai matang bahan makanan dan air minum, e) Minum obat cacing secara teratur 3. Pemegang program diharapkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan menjalankan pengendalian fasciolopsiasis. 4. Penelitian lanjut mengenai fasciolopsiasis sangat diperlukan terutama dari aspek agent di daerah endemis di Kabupaten HSU yang belum pernah dilakukan sekuensing gen serta konfirmasi jenis tanaman air yang menjadi hospes perantara dari F. buski. 23 VII. UCAPAN TERIMA KASIH Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epiemiologi Klinik serta Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan, serta memberikan bimbingan dari proses awal penulisan protokol hingga selesainya pelaksanaan penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kepala Puskesmas Babirik, Kepala Desa Sungai Papuyu dan Kepala Desa Kalumpang Dalam yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Kepada rekan-rekan di Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu yang telah ikut serta memberikan sumbangsihnya pada penelitian ini kami sampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. 24 VIII. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, A. S. N. Kemajuan Dalam Pengobatan Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah. Jakarta : Pustaka Populer Obor; 1997. 2. Garcia LS, Bruckner DA. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 1996. 3. Sandjaja, Bemardus. Parasitologi Kedokteran: Buku 2, Helminthologi Kedokteran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 2007. 4. Ideham B, Pusarawati S. Helminthologi Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press. 2002. 5. 6. Parasitologi. Nuha Medika, Yogyakarta. 2010. Handojo, Imam, dan Gandahusada, Srisasi. Fasciolidae. Dalam Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Edisi Keempat, Eds: Inge Sutanto, dkk. PP. 55-8. Fakultas Kedokteran Zulkoni, Akhsin. Universitas Indonesia, Jakarta. 2008. 7. Anorital. Penyakit Kecacingan Buski (Fasciolopsiasis) di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, Analisis dari Aspek Epidemiologi dan Sosial Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depatemen Kesehatan RI. 2008. 8. Anorital, Ompusunggu S, Dewi RM, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan buski di Fasciolopsis Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Pertama). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Litbangkes Depkes RI. 2002. 9. Anorital, Ompusunggu S, Dewi RM, Kasnodiharjo. Model Penanggulangan buski Fasciolopsis di Kalimantan Selatan dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun Kedua). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2003. 10. Handojo I, Ismulyuwono B. Pencarian dan Penemuan Bentuk Metaserkaria pada Tumbuhan Air yang Berperan sebagai Inang Perantara II Fasciolopsis buski di Kabupaten Hulu Sungai Utara Profmsi Kalimantan Selatan. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 1988. 11. Annida, dkk. Studi Komprehensif Epidemiologi Fasciolopsiasis dan Pemetaannya di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012. Batulicin: Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2013. 12. Southeast Asian Center for Medical Malacology (SEACMM). A formal Course on Medical Malacology for South East Asian Countries. Department of Social and Environmental Medicine, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok. 2012. 13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Cacingan. Jakarta : Direktorat Jenderal PP&PL; 2006. 14. Ideham B, Pusarawati S. Helmintologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. 15. Annida, et al. Penanggulangan Fasciolopsiasis melalui Pemberian Obat 2 (dua) Kali Setahun di Kabupaten Hulu Sungai utara. Batulicin: Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2006. 16. Prasad P K, et al. PCR-based molecular characterization and in-silico analysis of foodborne trematode parasites Paragonimus westermani, Fasciolopsis buski and Fasciola gigantica from Northeast India Using ITS2 rDNA. Bioinformation 6(2) 64-68.2011 25 17. Yuwono Triwibowo. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 2006. A Second Generation of RT-PCR Assay for Detection of Human Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV-1) infection. Med J Indonesia 2010; 19:154-7. 18. Andi Yasmon, et al. 19. Darby PC, Bennetts RE, Croop JD, Valentine-Darby PL, Kitchens WM. A comparison of sampling techniques for quantifying abundance of the Florida apple snail (Pomacea paludosa Say). Journal of Molluscan Studies 65:195208.1999. 20. Greenwood JJD. Ecological Census Techniques: A Handbook. Editor Willliam J. Sutherland. Cambridge University Press. Cambridge, New York. Melbourne, 11-109. 1997 21. Ditjen P2MP&LP. Petunjuk Teknis Pemberantasan Schistosomiasis. Sub Dit Filariasis dan Schistosomiasis, Ditjen P2MP&LP, Jakarta. 1989. 22. Muladno. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda & USESE Foundation. Bogor. 2002 23. Djajasasmita, M. The Medically Important Molluscs of Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan 17 (2): 135-140. 1989. 24. Jayawardena, et al. Cercariaee of Trematodes in Freshwater Snails in Three Climatic Zones in Sri Lanka. Bio-Sci 39 (2) : 95-108. 2010 25. NOD Taxonomic Code. Fasciolopsis huski, Taxonomic Serial No. 56131. www.itis.gov/servlet/singleRpt. Diakses tanggal 20 Januari 2015. 26 Lampiran 2. Peta Kabupaten Hulu Sungai Utara Lampiran 3. Peta Kecamatan Babirik Lampiran 4. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Sungai Papuyu Kecamatan Babirik 30 Lampiran 5. Peta Lokasi Penangkapan Keong di Desa Kalumpang Dalam Kecamatan Babirik 51 Lampiran 6. Laporan Realisasi Anggaran Penelitian No Uraian Belanja Pagu (Rp) Realisasi (Rp) Sisa (Rp) 1 Belanja Bahan 55.885.000 48.293.350 2 Belanja Perjadin Biasa 83.600.000 83.355.000 245.000 8.700.000 8.119.200 580.800 1.500.000 1.500.000 0 149.685.000 141.267.550 3 4 Belanja Perjadin Dalam Kota Belanja Honor Jumlah Total Pagu Total Realisasi 7.591.650 8.417.450 : Rp. 149.685.000 : Rp. 141.267.550 (94,00%) 32 Lampiran 7. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian PENANGKAPAN KEONG DI DESA SUNGAI PAPUYU 33 PENANGKAPAN KEONG DI DESA KALUMPANG DALAM 34 PEMERIKSAAN SERKARIA PADA KEONG 35 PENGUJIAN PCR SAMPEL SERKARIA DI LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER FMIPA UNLAM BANJARBARU 36