PENGGUNAAN HORMON OKSITOSIN DAN OVAPRIMDENGAN NISBAH KOMBINASI YANG BERBEDA PADA INDUKSI OVULASI IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus TUBAGUS FIKRI RAMAD DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprim dengan Nisbah Kombinasi yang Berbeda pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Tubagus Fikri Ramad NIM C14080076 ABSTRAK TUBAGUS FIKRI RAMAD. Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprim dengan Nisbah Kombinasi yang Berbeda pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus. Dibimbing oleh HARTON ARFAH dan AGUS OMAN SUDRAJAT. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan ovulasi dan pemijahan buatan ikan synodontis dengan menggunakan campuran hormon oksitosin dan ovaprim pada nisbah kombinasi yang berbeda. Perlakuan yang diujikan adalah penyuntikan dengan menggunakan kombinasi hormon oksitosin dan ovaprim sebanyak 0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%:0%. Hasil terbaik yang didapatkan adalah dosis pencampuran 75% oksitosin dengan 25% ovaprim diindikasikan dari rata-rata waktu ovulasi selama 19,83 jam dan biaya paling efisien sebesar Rp. 634. Kata kunci:hormon, ikan synodontis, oksitosin, ovaprim ABSTRACT TUBAGUS FIKRI RAMAD. The Use of Oxytocin and Ovaprim Hormone with Different Combination Ratio in Ovulation Induce of Synodontis Synodontis eupterus.Supervised by HARTON ARFAH and AGUS OMAN SUDRAJAT. The purpose of this research was to evaluate the success of ovulation and induce spawning synodontis using the combination of oxytocin and ovaprim hormones at different ratio. The fish were induced with the combination of oxytocin and ovaprim hormones at ratio of either 0%:100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, and 100%:0%, respectively. Fish induced with combination of 75% oxytocin and 25% ovaprim had the best result indicated with the average ovulation time was 19,83 hours and most efficient cost Rp. 634. Keywords: hormone, synodontis, oxytocin, ovaprim PENGGUNAAN HORMON OKSITOSIN DAN OVAPRIMDENGAN NISBAH KOMBINASI YANG BERBEDA PADA INDUKSI OVULASI IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus TUBAGUS FIKRI RAMAD Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ~ -- Judul Skripsi : Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprim dengan Nisbah Kombinasi yang Berbeda pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus Nama Tubagus Fikri Ramad NIM : C14080076 Disetujui oleh Ir. Harton Arfah, M.Si . Pembimbing I Tangga1 LuIus: 2 t Sf:.P Dr. Ir.Agus 0 an Sudrajat, M.Sc. Pembimbing II 10~3 Judul Skripsi : Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprim dengan Nisbah Kombinasi yang Berbeda pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus Nama : Tubagus Fikri Ramad NIM : C14080076 Disetujui oleh Ir. Harton Arfah, M.Si. Pembimbing I Dr. Ir.Agus Oman Sudrajat, M.Sc. Pembimbing II Diketahui oleh Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprim dengan Nisbah Kombinasi yang Berbeda pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ir. Harton Arfah, M.Si.selaku dosen pembimbing skripsi I. 2. Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi II. 3. Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si.selaku pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc.selaku dosen penguji sidang skripsi. 5. Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc.selaku perwakilan Komisi Program Studi. 6. Seluruh Dosen dan Staf BDP FPIK IPB yang telah memberikan ilmu selama ini. 7. Bapak saya Tubagus Dallif Syarief, S.Pdi., Mamah saya Suroiya, Teteh Ratu Fatayat Syifa, S.S., Aa Tubagus Achmad Faiq, Adik Tubagus M. Faiz S, atas Doa, kasih sayang, dukungan moril maupun materil selama ini. 8. Mayyanti Arifin dan keluarga, yang memberikan semangat serta dorongan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana. 9. Dosen dan staf BDP yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan kuliah di IPB. 10. Guru di lapang Om Leo Suryadi, Bapak Suyono, Bapak Pogram dan Ibu Etty Harton yang telah memberikan arahan selama penelitian. 11. Teman – teman yang memberikan motivasi dan semangat terutama selama penelitian. Melati S., Asep B.,Sofyan A., Yulianti, Garry R., Monalisa A., Netie K., I Made S., dan Hermanu yang sabar membantu dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini serta rekan-rekan BDP angkatan 43, 44, 45, dan 46 yang memotivasi dan memberi semangat saat penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat. Bogor, September 2013 Tubagus Fikri Ramad DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1 METODE ............................................................................................................ 2 Bahan uji .......................................................................................................... 2 Rancangan perlakuan ....................................................................................... 2 Prosedur kerja................................................................................................... 2 Parameter penelitian ......................................................................................... 4 Analisis biaya suntik ........................................................................................ 5 Analisis data ..................................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 6 Hasil ................................................................................................................. 6 Pembahasan ...................................................................................................... 9 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 12 Simpulan .......................................................................................................... 12 Saran ................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13 LAMPIRAN ........................................................................................................ 14 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 19 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 Diameter telur pada sampling pertama ......................................................... Diameter telur pada sampling kedua ............................................................ Posisi inti telur .............................................................................................. Waktu ovulasi ikan synodontis..................................................................... Bobot telur ikan synodontis .......................................................................... Fekunditas ikan synodontis .......................................................................... 6 6 6 7 7 8 DAFTAR TABEL 1 Analisis biaya suntik .................................................................................... 8 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 Dokumentasi kegiatan penelitian .............................................................. Data kegiatan penelitian............................................................................ Konversi dosis penyuntikan ...................................................................... Contoh perhitungan dosis penyuntikan..................................................... Analisis statistik ........................................................................................ 14 15 16 16 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan Synodontis eupterus adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari sungai Nil di benua Afrika. Ikan ini termasuk golongan catfish kecil dan termasuk dalam family Mochokidae. Setiap tahun permintaan ikan ini terus meningkat baik permintaan untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Akan tetapi produksi ikan ini masih terkendala dengan pemijahan yang hanya bisa dilakukan secara buatan atau kawin suntik. Pemijahan secara buatan memiliki kelemahan yaitu dibutuhkannya induksi hormon ovaprim yang harganya berkisar antara Rp. 180 000 – 220 000 / 10 mL. Karena harganya yang cukup mahal maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari pengganti hormon ovaprim yang harganya lebih murah. Salah satu hormon yang berpotensi untuk menggantikan ovaprim adalah hormon oksitosin. Kelenjar hipotalamus terbagi menjadi dua bagian yaitu anterior dan posterior. Hipofisis posterior melepaskan dua jenis hormon ke dalam darah, hormon antidiuretik (ADH atau vasopresin) dan oksitosin. Hormon hormon ini disekresikan oleh badan sel neuron di hipotalamus. Hormon hormon tersebut mengalir melewati serabut saraf ke hipofisis posterior dan dilepaskan ke dalam aliran darah saat saraf tersebut distimulasi. Oksitosin menyebabkan kontraksi otot polos pada uterus ibu hamil, membantu proses kelahiran dan membantu uterus kembali ke ukuran normal setelah melahirkan. Hormon ini juga membantu pelepasan ASI pada ibu menyusui (CCL 1998). Otot halus pada ikan seperti pada vertebrata lainnya sangat sensitif dengan neurohipopsialpeptida dan organ target yang dituju adalah oviduk. Ada indikasi bahwa struktur reproduksi ikan kemungkinan diaktifkan oleh peptida ini (Matty 1985). Penggunaan oksitosin untuk menginduksi reproduksi pada ikan lele Afrika dilaporkan hanya 1 studi kasus. Induk betina di uji dengan oksitosin pada dosis yang sama untuk menginduksi kontraksi ovari dan menfasilitasi pelepasan telur. Hasilnya 50% pemijahan betina terjadi setelah penyuntikan oksitosin, dibandingkan pemijahan betina setelah penyuntikan dengan kombinasi hormon HCG dan ekstrak kelenjar pituitari terjadi hampir mencapai 100%. Namun, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang dosis dan waktu laten untuk spesies ini (Viveiros et al. 2003). Hormon oksitosin ini diduga dapat membantu terjadinya ovulasi pada ikan synodontis karena dapat merangsang kontraksi otot polos uterus untuk proses pengeluaran telur. Selain itu harga hormon oksitosin sintesis yang beredar dipasaran jauh lebih murah dari hormon ovaprim yang biasa digunakan untuk pemijahan ikan synodontis yaitu sebesar Rp. 35.000/ 10 mL. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi keberhasilan ovulasi dan pemijahan buatan ikan synodontis dengan menggunakan campuran hormon oksitosin dan ovaprim pada nisbah yang berbeda serta efisiensi biaya suntik yang dikeluarkan. 2 METODE Bahan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk betina ikan synodontis yang berasal dari salah satu petani ikan hias di Sukabumi. Induk yang digunakan sebanyak 15 ekor berukuran 91 ± 11 g dengan kondisi kosong telur. Kondisi ini didapatkan bahwa ikan yang diuji telah mengalami pemijahan serentak dan telur didalam perut telah dikosongkan sebelum dilakukannya penelitian. Bahan yang digunakan adalah hormon oksitosin sintesis dengan merek dagang Induxin diproduksi oleh PT. Kalbe Farma dengan kandungan oksitosin 10 IU per mL dan hormon ovaprim yang digunakan dengan bahan aktif 20 µg LHRH-a dan 10 µg antidopamin per mL. Rancangan Perlakuan Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan November 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan Babakan dan Laboratorium Pengembangbiakan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas tiga perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan yang akan diuji adalah sebagai berikut : P0 = Perlakuan 0% = Penyuntikan dengan 100% hormon ovaprim P1 = Perlakuan 25% = Penyuntikan dengan 25% oksitosin + 75% ovaprim P2 = Perlakuan 50% = Penyuntikan dengan 50% oksitosin + 50% ovaprim P3 = Perlakuan 75% = Penyuntikan dengan 75% oksitosin + 25% ovaprim P4 = Perlakuan 100% = Penyuntikan dengan 100% oksitosin Dosis penyuntikan yang dipakai adalah 0,8 mL/kg induk synodontis. Perhitungan ini berlaku untuk kedua jenis hormon yang digunakan. Kedua hormon dicampurkan sedalam syringe 1 mL, kemudian diencerkan dengan akuabides 1:1 kemudian dihomogenkan dengan cara diayunkan membentuk angka 8. Setelah tercampur kemudian bahan siap disuntikan. Prosedur Kerja Persiapan Wadah Wadah akuarium ukuran 80x40x40cm sebanyak 15 buah sebagai wadah pemeliharaan induk betina ikan synodontis. Pada masing-masing akuarium diisi air sebanyak 100 L dan induk ikan synodontis sebanyak 1 ekor/akuarium.sebelum digunakan dicuci dengan air sabun. Kemudian dibilas sampai bersih. Setelah bersih akuarium di desinfeksi dengan air yang telah dicampur Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2 ppm. Larutan ini dibuat dengan dicampurkannya 10 mg dalam 10 L air. Akuarium dibilas kembali sampai tidak 3 ada sisa PK. Setelah itu akuarium diisi air bersih dari tandon, kemudian perangkat aerasi dipasang. Aklimatisasi Induk Induk ikan synodontis yang baru datang sebelum masuk ke akuarium pemeliharaan terlebih dahulu direndam dalam larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 2 ppm selama 10 menit untuk mencegah timbulnya penyakit akibat transportasi ikan. Induk ikan synodontis dipelihara dengan pemberian pakan dua kali dalam sehari pagi dan sore hari secara ad satiation. Pakan yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah pakan buatan berupa pelet apung dengan kadar protein 40%. Pemeliharaan kualitas air dengan melakukan penyiponan kotoran yang ada didalam akuarium setiap pagi hari dan penggantian air sebanyak 30% setiap tiga hari sekali. Persiapan Induk Induk dipelihara di akuarium kemudian setiap 10 hari sekali ikan disampling tingkat kematangan gonadnya. Induk synodontis di lihat kematangan gonadnya dari bentuk tubuhnya apakan sudah mengisi telur atau belum kemudian setelah gonad membesar induk dipastikan kematangan gonadnya dengan melakukan sampling telur dengan kateter. Sampling Telur Sampling dilakukan untuk mengecek ukuran telur dan posisi inti telur atau nukleus yang mencerminkan kondisi tingkat kematangan telur. Induk synodontis mulai dikateter pada sampling ke-5 atau 6 minggu pemeliharaan dari perlakuan dimulai. Katerisasi dilakukan karena induk synodontis sudah terlihat bunting dan untuk memastikan tingkat kematangan telur. Induk ikan synodontis dikateter dengan kateter ukuran diameter 1,7 mm. Telur diambil sebanyak 10 telur kemudian dimasukkan ke mikrotube. Telur yang didapat diawetkan dengan larutan serra yang dibuat dari dicampurkannya 60% alkohol absolut, 30% formalin 30%, dan 10% asam asetat (Slembrouck et al. 2003). Telur sampel didalam mikrotube dicampurkan dengan 1 mL larutan serra kemudian dikocok agar telur tidak saling menempel. Segera setelah tercampur telur diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 4 kali. Penyuntikan Induk Pada minggu ke-8 pemeliharaan induk didapatkan hasil sampling ke-6 bahwa sebagian besar induk memiliki telur yang intinya setelah diamati dimikroskop berada di tepi telur. Maka induk dikatakan telah siap diberikan perlakuan dengan cara disuntik. Induk betina disuntik dengan hormon pada bagian punggung (IntraMuscullar) dengan menggunakan syringe ukuran 1 mL. Dosis penyuntikan 0,8 mL/kg induk ikan. Induk ikan disuntik dua kali penyuntikan dengan perbandingan dosis 30% pada penyuntikan pertama dan 70% pada penyuntikan kedua. Dimana penyuntikan kedua ikan disuntik pasca 12 jam dari penyuntikan pertama, 6 jam kemudian pascapenyuntikan kedua dilakukan 4 stripping atau diurut untuk pengambilan telur. Induk betina yang belum mengalami ovulasi diamati dan dicek kembali dengan diurut setiap interval waktu 30 menit. Parameter Penelitian Diameter Telur Sampel telur yang telah diawetkan dengan larutan serra akan diamati diameter telurnya dengan mikroskop. Diameter telur diukur dengan mikroskop mikrometer dengan perbesaran 4 kali sebanyak 10 butir setiap ulangan. Kemudian nilai yang tertera pada mikroskop dikonversi dengan tingkat perbesaran 4 kali. Keseluruhan diameter telur yang teramati dicari nilai tengahnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut : X = ∑Xi / n Keterangan : X = nilai rerata diameter telur Xi = diameter telur yang diamati n = jumlah telur yang diamati Untuk perbesaran 4x100, setiap nilai yang tertera dikalikan dengan faktor konversi 24 mikrometer kemudian dikonversi menjadi millimeter. Posisi Inti Telur Posisi inti telur diamati ketika pengamatan diameter telur dilakukan. Letak inti telur dilihat dari keberadaannya di tengah oosit atau di tepian oosit. Jika banyaknya inti telur yang teramati telah berada di tepian oosit, artinya telur akan siap untuk diovulasikan atau disebut juga dengan germinal vesicle break down (gvbd). Rumus posisi inti telur ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Persentase posisi inti telur = telur GVBD x 100% telur teramati Waktu Ovulasi Keberhasilan ovulasi ditandai dengan keluarnya telur dengan lancar ketika dilakukan stripping pada induk betina perlakuan. Jika belum ovulasi maka stripping dilanjutkan setiap interval 30 menit berikutnya. Waktu ovulasi setiap ulangan kemudian dicatat. X = ∑Xi / n Keterangan : X = nilai reratawaktu ovulasi ikan lele Xi = lamanya waktu ovulasi yang didapatkan n = jumlah induk ikan yang diamati 5 Bobot Telur Bobot telur diketahui dengan menimbang seluruh telur yang didapatkan setelah proses stripping. Bobot ini diketahui dengan timbangan digital pada tingkat ketelitian 0,01 g. Kemudian dihitung nilai rerata nya dari semua nilai yang didapatkan dalam 1 perlakuan. X = ∑Xi / n Keterangan : X = nilai reratabobot telur Xi = bobot telur yang didapatkan n = jumlah induk ikan yang diamati Fekunditas Telur dihitung dengan cara menghitung jumlah telur yang dihasilkan induk. Fekunditas telur adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan (Effendie, 1997). Perhitungan fekunditas yang dilakukan pada penelitian ini adalah fekunditas relatif. Perhitungan fekunditas relatif dilakukan dengan menghitung jumlah telur per satuan bobot ikan (g). Fekunditas relatif dihitung dengan rumus dalam Effendie (1979) sebagai berikut: Fekunditas relatif (butir/g) = total telur( g ) bobot induk (g) Analisis Biaya Suntik Analisis biaya suntik yang dihitung pada penelitian kali ini adalah perhitungan biaya satu kali suntik. Perhitungan dilakukan dengan beberapa asumsi. Asumsi – asumsi yang dibuat meliputi harga hormon oksitosin Rp 35 000,00 per 10 mL, harga ovaprim Rp 200 000,00 per 10 mL, bobot induk sebesar 100 g. Perhitungan dilakukan sesuai dengan dosis perlakuan yaitu untuk penggunaan hormon oksitosin 0% + ovaprim 100% (P0), hormon oksitosin 25% + ovaprim 75% (P1), hormon oksitosin 50% + ovaprim 50% (P2), hormon oksitosin 75% + ovaprim 25% (P3), dan hormon oksitosin 100% + ovaprim 0% (P4) dengan total dosis 0,8 mL/kg induk untuk setiap ulangan. Analisis Data Hasil data yang didapat diolah dengan persamaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji ANOVA dengan hipotesis H0 = Penyuntikan hormon oksitosin tidak memengaruhi parameter pengamatan, H1 = Penyuntikan hormon oksitosin memengaruhi parameter pengamatan. Program yang digunakan untuk menganalisis adalah MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0 meliputi ANOVA dengan uji F pada selang kepercayaan 95% untuk parameter diameter telur, waktu ovulasi, bobot telur, dan fekunditas. Untuk parameter posisi inti telur dan biaya suntik dilakukan analasis deskriptif. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Diameter Telur Sebelum Ovulasi Diameter telur 1 (mm) Berdasarkan hasil penelitian, secara statistik pada diameter telur sampling 5 (Gambar 1) didapatkan hasil yang tidak beda nyata (P>0,05). Untuk diameter telur sampling 6 (Gambar 2) juga didapatkan hasil yang tidak beda nyata (P>0,05). Dari kedua sampling terlihat terjadi peningkatan nilai diameter telur. 1.5 0,93 ± 0,02 0,92 ± 0,04 0,93 ± 0,05 0,92 ± 0,07 0,92 ± 0,04 1 0.5 0 a a a a a 0 25 50 75 100 P0 P1 P2 P3 P4 Persentase Oksitosin (%) Diameter telur 2 (mm) Gambar 1 Diameter telur ikan synodontis pada sampling 5 1.5 0,96 ± 0,04 0,97 ± 0,02 0,99 ± 0,01 0,95 ± 0,05 0,97 ± 0,02 1 0.5 a a a a a 0 25 50 75 100 0 P0 P1 P2 P3 P4 Persentase Oksitosin (%) Gambar 2 Diameter telur ikan synodontis pada sampling 6 Posisi Inti Telur Pengamatan posisi inti telur dilakukan sebelum ovulasi (Gambar 3a) inti bergerak ke arah tepi mulai siap untuk dipijahkan dan sesudah ovulasi (Gambar 3b) inti terlihat sudah melebur. (a) (b) Gambar 3 Posisi inti telur ikan synodontis Synodontis eupterus (a) sebelum perlakuan penyuntikan, (b) sesudah perlakuan penyuntikan. 7 Waktu Ovulasi Pada parameter waktu ovulasi tercatat yang terlama pada perlakuan 75% oksitosin selama 20,50 ± 0,00 jam dan tercepat pada perlakuan 0% oksitosin selama 18,50 ± 0,00 jam (Gambar 4). Secara statistik diketahui bahwa parameter ini berbeda nyata antar perlakuan dan yang paling beda nyata adalah perlakuan 100% oksitosin (P<0,05) karena tidak terjadi ovulasi. Waktu Ovulasi (Jam) 25 20 19,83 ± 1,15 18,50 ± 0,00 19,83 ± 1,15 20,50 ± 0,00 P0 P1 15 10 5 * tidak ovulasi a ab ab b c 0 25 50 75 100 P2 P3 0 P4 Persentase Oksitosin (%) Gambar 4 Waktu ovulasi ikan synodontis. Bobot Telur Parameter bobot telur pada Gambar 5 menunjukkan hasil perlakuan 25% oksitosin memiliki bobot telur terendah sebesar 10,87 ± 3,06 g dan perlakuan 75% oksitosin memiliki bobot telur tertinggi sebesar 14,82 ± 8,46 g. Secara statistik, parameter bobot telur mempunyai hasil yang beda nyata antar perlakuan dan yang paling nyata terlihat pada perlakuan 100% oksitosin (P<0,05). 14,82 ± 8,46 Bobot telur (g) 25 20 13,30 ± 4,85 13,17 ± 3,59 10,87 ± 3,06 P0 P1 15 10 5 * tidak ovulasi a a a a b 0 25 50 75 100 0 Persentase Oksitosin (%) Gambar 5 Bobot telur ikan synodontis. P2 P3 P4 8 Fekunditas Fekunditas (Butir) Pada parameter fekunditas didapatkan hasil yang tersaji pada Gambar 6. Nilai terendah ditemui pada perlakuan 25% oksitosin sebesar 12.334 ± 2.440 butir telur dan yang tertinggi pada perlakuan 75% oksitosin sebesar 16.261 ± 8.417 butir telur. Secara statistik, hasil yang didapatkan beda nyata antar perlakuan dan yang paling beda nyata adalah perlakuan 100% oksitosin (P<0,05). 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 13.997 ± 5.205 12.334 ± 2.440 16.261 ±8.41786 15.851 ± 3.879 P0 P1 * tidak ovulasi P2 a a a a b P3 0 25 50 75 100 P4 Persentase Oksitosin (%) Gambar 6 Fekunditas ikan synodontis. Biaya Suntik Hasil perhitungan biaya suntik yang paling rendah pada perlakuan 75% oksitosin (P3) sebesar Rp 610,00,- per satu kali suntik dan yang paling tinggi pada perlakuan 0% oksitosin (P0) sebesar Rp 1 600,00,- per satu kali suntik (Gambar 8). Perlakuan 100% oksitosin (P4) tidak disertakan dalam perhitungan biaya suntik ini. Perhitungan biaya suntik menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : harga ovaprim Rp 200 000,00,- / 10 mL, harga oksitosin Rp 35 000,00.- / 10 mL dan dosis penyuntikan yang digunakan 0,8 mL/kg bobot induk. Oksitosin 100% Rp 280,00 75% Rp 210,00 50% Rp 140,00 25% Rp 70,00 0% Rp 0,00 0% Rp 0,00 (P4) Rp 280,00 25% Rp 400,00 Ovaprim 50% Rp 800,00 75% Rp 1 200,00 100% Rp 1 600,00 (P3) Rp 610,00 Tabel 1. Analisis Biaya Suntik (P2) Rp 940,00 (P1) Rp 1 270,00 (P0) Rp 1 600,00 9 Pembahasan Pada pemijahan ikan synodontis saat ini belum bisa dilakukan secara alami sehingga keberhasilannya tergantung pada pemijahan buatan. Pemijahan buatan dikatakan berhasil apabila terjadi ovulasi atau pengeluaran telur pada ikan. Proses pengeluaran telur dengan cara stripping atau pengurutan. Pengurutan dilakukan dari sirip ventral kearah anus. Jika diurut tidak keluar, artinya telur belum bisa diovulasi. Sebagai parameter utama adalah waktu ovulasi dan biaya suntik, sedangkan parameter lainnya merupakan parameter tambahan atau pendukung untuk melihat keseragaman kualitas telur. Pada sampling kelima induk ikan sudah terlihat bunting maka dikateter untuk memastikan kualitasnya, diameter telur tertinggi terdapat pada perlakuan 0% dan 50% dengan nilai 0,93 mm dan terendah diperlakuan 25%, 75%, dan 100% dengan nilai 0,92 mm. Secara statistik dari semua perlakuan didapatkan hasil ukuran diameter telur yang tidak beda nyata antar perlakuan (P>0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kualitas telur yang terlalu mencolok. Dicerminkan dari data parameter pendukung yang tidak berbeda nyata. Data yang tidak berbeda nyata didapatkan dari induk ikan yang keadaanya seragam dan pemeliharaan dengan metode yang sama. Sampling keenam dilakukan dan didapatkan hasil rata-rata diameter telur tertinggi terdapat diperlakuan 50% dengan nilai sebesar 0,99 mm dan terendah diperlakuan 75% dengan nilai sebesar 0,95 mm. Secara statistik dari semua perlakuan didapatkan hasil ukuran diameter telur yang tidak beda nyata antar perlakuan (P>0,05). Menurut Hikmawan (2008), diameter telur ikan synodontis yang sudah dibuahi rata-rata berukuran 1,3 mm, penelitian yang dilakukan Hikmawan adalah pengamatan embriologi yang telurnya sudah mengalami pembuahan dan hidrasi didalam air sehingga ukuran diameter telurnya pasti lebih besar dari ukuran telur yang diambil dari proses katerisasi. Parameter pergerakan inti telur diamati setelah sampel telur didapatkan. Pada sampling keenam atau minggu kedelapan didapatkan bahwa hampir seluruh sampel telur pergerakan inti sudah terjadi. Menurut Billard et al. (1995) tahap akhir pematangan telur yaitu adanya pergerakan germinal vesicle ke tepi dan akhirnya melebur. Peleburan inti telur juga terlihat pada Gambar 3b dimana posisi inti terlihat telah melebur. Setelah penyuntikan, waktu ovulasi tercepat didapatkan pada perlakuan 0% dan terlama didapatkan pada perlakuan 75%. Sedangkan pada perlakuan 100% penyuntikan oksitosin tidak mengalami ovulasi. Secara statistik diketahui bahwa perlakuan 0% berbeda nyata dengan perlakuan 75% dan 100%. Sedangkan perlakuan 0% tidak beda nyata dengan perlakuan 25% dan 50%. Waktu ovulasi yang didapatkan pada penelitian kali ini terjadi lebih cepat pada perlakuan 0%. Hal ini menunjukkan hormon ovaprim bekerja sesuai dengan jadwal yang diharapkan yaitu 18 jam dari waktu suntik awal. Menurut Setyani (2007) menyatakan bahwa waktu laten pada penyuntikan ikan synodontis berkisar 20-22 jam dan dosis yang diberikan yaitu 0,8 mL/kg bobot badan. Untuk menghindari terjadinya keterlambatan stripping, pada 18 jam pascapenyuntikan telah dilakukan pengecekan ovulasi. Pada penelitian kali ini parameter waktu ovulasi pada perlakuan 100% oksitosin tidak terjadi ovulasi sedangkan perlakuan lainnya terjadi ovulasi. 10 Perlakuan 100% tidak terjadi ovulasi menunjukkan bahwa hormon oksitosin hanya memiliki kemampuan untuk membantu pengeluaran telur pada saat ovulasi sedangkan proses pematangan akhir hingga terjadinya ovulasi tidak terjadi. Hal ini menunjukkan hormon gonadotropin yang ada didalam tubuh ikan tersebut tidak berjalan dengan semestinya untuk terjadinya ovulasi. Dikarenakan hormon oksitosin perannya hanya untuk mempermudah kontraksi otot halus ovari ikan synodontis, namun tidak mengandung bahan aktif pemicu percepatan pematangan akhir telur seperti anti dopamin yang terdapat pada ovaprim. Hal ini juga didukung oleh Head et al. (1996) yang menyatakan bahwa kemampuan ovulasi ikan sangat dipengaruhi oleh dosis dan jenis penggunaan hormon yang efektif. Anti dopamin dalam pematangan akhir gonad dan pemijahan buatan mempunyai peranan besar. Mekanismenya secara alamiah yaitu sinyal lingkungan yang diterima oleh hipotalamus menyebabkan tersekresinya 2 hormon, yaitu Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan juga Gonadotropin Release Inhibitory Factor (GnRIF). GnRH bekerja untuk merangsang hipofisis anterior untuk mensekresikan hormon Gonadotropin (Gth). Hormon Gth terbagi menjadi 2, yaitu Gth 1 berupa Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang berperan dalam proses vitelogenesis dan Gth 2 berupa Luitenizing Hormone (LH) yang berperan dalam pematangan akhir gonad dan pemijahan ikan. Hormon GnRIF sendiri mensekresikan substansi penghambat pelepasan Gth, yaitu dopamin (Zairin 2003). Karena itu, untuk menghambat dopamin dibutuhkan anti dopamin sehingga GnRIF ini tidak menghambat proses pematangan akhir dan pemijahan ikan. Pada perlakuan oksitosin 100% tidak terdapat anti dopamin sehingga dapat diduga kerja luitenizing hormone (LH) untuk merangsang ovulasi menjadi terhalangi. Dengan kata lain dopamin adalah sebagai “rem” dalam sekresi GnRH. Hormon yang berguna untuk melancarkan sekresi hormon gonadotropin adalah anti dopamin, beberapa industri hormon juga menambahkan anti dopamin agar kenaikan GtH tidak terhambat (Lam 1985). Anti dopamin terdapat dalam kandungan ovaprim selain LHRH analog. Contoh bahan aktif pada perlakuan P3 bahan aktif oksitosin sebesar 6 IU/ kg induk dan bahan aktif hormon ovaprim adalah 4 µg LHRH-a + 2 µg anti dopamin. Kelenjar hipofisis ikan terletak di bawah otak sebelah depan, menempel pada infundibulum dengan tangkai yang pendek pada dasar otak di dalam lekukan tulang yang disebut dengan sella tursika sebagai pelindungnya. Kelenjar ini terdiri atas dua bagian yaitu neurohipohysis (hipofisis posterior) dan adenohypophysis (hipofisis anterior) (Setyani 2007). Hormon oksitosin dihasilkan oleh hipotalamus pada bagian hipofisis posterior, hormon ini merupakan neurohormon yaitu hormon yang bekerja melalui sistem saraf. Hormon oksitosin khususnya berfungsi untuk merangsang kontraksi pada rahim saat proses persalinan mempengaruhi otot polos uterus. Oksitosin disintesis terutama oleh badan sel saraf nukleus paraventrikularis. Oksitosin menyebabkan otot polos uterus berkontraksi dalam stadium akhir kehamilan, Selain itu juga memulai kontraksi sel mioepitel pada alveoli dan saluran keluar kelenjar mammae (CCL 1998). Fungsi oksitosin pada manusia juga mengontrol pengeluaran susu dari kelenjar mamae dan kontraksi uterus setelah proses melahirkan. Konsentrasi oksitosin di dalam darah juga meningkat hanya pada vase akhir proses persalinan. Uterus atau rahim yang hamil adalah target tradisional dari oksitosin. Oksitosin 11 sangat efektif dalam mengontraksi pembuluh arteri dan vena (Hadley 1992). Pada kebanyakan jenis ikan tidak memiliki uterus atau rahim. Uterus hanya dimiliki oleh ikan yang memiliki tipe reproduksi ovovivipar yaitu bertelur dan beranak seperti pada ikan hiu. Hormon yang setipe dengan oksitosin telah diidentifikasi di spesies Condrichtyes, ikan tikus pasifik Hydrolagus colliei. Selain itu, hormon yang setipe oksitosin yaitu mesotosin ditemukan sebagian besar pada vertebrata air mulai dari ikan paru-paru Neoceratodus forsteri hingga hewan marsupial. Secara keseluruhan mesotosin memiliki persebaran terbesar dihewan bertulang belakang. Setelah itu vasotosin ditemukan di hewan bertulang belakang nonmamalia dan isotosin diidentifikasi diikan bertulang keras (Gimpland dan Fahrenholz 2001). Otot halus pada ikan seperti pada vertebrata lainnya sangat sensitif dengan neurohipopsialpeptida dan organ target yang dituju adalah oviduk. Ada indikasi bahwa struktur reproduksi ikan kemungkinan diaktifkan oleh peptida ini. Bagaimanapun efek di vaskular otot halus lebih berdasarkan respon hormon neurohipopsial (Matty 1985). Nilai bobot telur tertinggi dimiliki perlakuan 75% dan bobot telur terendah dimiliki perlakuan 25%. Perlakuan 100% bernilai 0 dikarenakan tidak terjadi ovulasi. Secara statistik dari semua perlakuan didapatkan hasil bobot telur yang beda nyata antar perlakuan (P<0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kualitas telur yang terlalu mencolok untuk perlakuan 0%, 25%, 50% dan 75% oksitosin, tetapi tidak untuk perlakuan 100% oksitosin. Nilai fekunditas tertinggi dimiliki oleh perlakuan 75% dan nilai terendah dimiliki oleh perlakuan 25%. Secara statistik dari semua perlakuan didapatkan hasil bobot telur yang beda nyata antar perlakuan (P<0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan nilai fekunditas yang terlalu mencolok untuk perlakuan 0%, 25%, 50% dan 75% oksitosin, tetapi tidak untuk perlakuan 100% oksitosin. Nilai fekunditas tertinggi 16.241 butir telur pada perlakuan 75% dan terendah 12.334 butir telur pada perlakuan 25% menunjukkan nilai fekunditas memiliki perbedaan yang cukup banyak. Hal ini terjadi dikarenakan induk ikan synodontis yang digunakan memiliki umur yang masih muda dan belum pernah dipijahkan. Induk muda yang baru mulai bertelur selain jumlah telurnya masih sedikit kualitas sperma dari jantan pun belum cukup baik. Dengan demikian kualitas pemijahan juga belum bagus, sehingga jumlah telur yang menetas atau produksi larvanya masih sedikit (Lam 1985). Namun menurut Hikmawan, (2008) fekunditas ikan synodontis yang dihasilkan mencapai 8000 butir telur. Sedangkan nilai fekunditas terendah 12.334 butir telur maka fekunditas yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini dipengaruhi ukuran induk tidak seragam. Penyuntikkan dengan melakukan pencampuran dua hormon antara oksitosin dan ovaprim dapat dikatakan melakukan penghematan biaya penyuntikan dan harganya semakin murah pada pencampuran hormon ovaprim yang lebih sedikit. Diketahui bahwa biaya satu kali suntik yang termurah didapatkan pada perlakuan 75% sebesar Rp. 610,00,- dan tertinggi pada perlakuan kontrol sebesar Rp. 1 600,00-. Dikarenakan perlakuan 100% tidak terjadi ovulasi maka perhitungan tidak digunakan. Penghematan yang didapatkan dari perlakuan 0% dibandingkan dengan perlakuan 75% sebesar Rp. 990 atau 62%. 12 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyuntikan induk synodontis betina dengan dosis 75% oksitosin dengan pencampuran hormon ovaprim 25% dapat dikatakan yang terbaik dengan melihat nilai waktu ovulasi selama 20 jam 30 menit dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 610,- atau lebih efisien sebesar Rp. 900,- atau 62% dari biaya suntik dengan hormon ovaprim 100%. Saran Perlakuan 75% adalah perlakuan yang disarankan digunakan untuk keperluan penyuntikan induk betina ikan lain yang belum bisa dilakukan pemijahan secara alami. 13 DAFTAR PUSTAKA Billard S, Cosson J, Perchec G, Linhart O. 1995. Biology of Sperm an Artificial Reproduction in Carp.J Aquaculture.129(1):95-112. [CCL] Cambrigde Communication Limited.1998. Kelenjar Endokrin dan Sistem Persarafan.Asih Y, penerjemah; Monica E, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Anatomy & physiology: a self-intructional course 2 The Endocrine Glands and The Nervous system. Effendi, MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor. 112 p. Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara Gimpland G, Fahrenholz F. 2001. The oxytocin reseptor system : Structure, Function, and regulation. JInstitut fu¨r Biochemie, Germany (GER): Johannes Gutenberg Universita¨t, Mainz. Hadley ME. 1992. Endocrinology third edition. United State (USA): Prentice hall, Inc. Head WD, Watanabe WO, Ellis SC, Ellis EP. 1996. Hormone induced multiple spawning of captive nassau grouper broodstock. J The Progessive Fish Culturist. 58(1):65-69.doi:10.1577/1548-8640(1996)058<0065:HIMSOC > 2.3.CO;2. Hikmawan F. 2008. Embriogenesis Ikan Synodontis Synodontis eupterus (Boulenger, 1901).[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Lam TJ. 1985. Induce spawning in fish. Di dalam: Lee CS, Liao IC, editor. Reproduction culture of milk fish; 1985 April 22-24; Taiwan (TW): Oceanic Institute and Tukang Marine Laboratory. Matty AJ. 1985. Fish endrocrinology. United State (USA): Timber press. Setyani D. 2007. Reproduksi dan pembenihan ikan hias air tawar. Depok (ID). Balai riset perikanan budidaya air tawar. Slembrouck, J, Subagja J, Day D, Legendre M. 2003.Larval rearing in technical manual for artificial propagation of the Indonesia catfish Pangasius jambal.Slembruck J, Komarudin O, Maskur, Legendre M, editor.Jakarta(ID): IRD dan Departemen Kelautan dan Perikanan.. hlm 207-222. Viveiros ATM, Jatzkowski, Komen J. 2003. Effect of Oxytocin on semen release respone in African catfish Clarias gariepinus.J Theriogenology. 59: 19051917. Zairin MJr. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan Indonesia. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan Air, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; 13 September 2003; Bogor, Indonedia. (ID). hal 11-12. 14 LAMPIRAN Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan Penelitian 1. Pemeliharaan induk 2. Sampling telur 3. Penyuntikan 4. Striping telur 5. Sampling telur 15 Lampiran 2 Data Kegiatan Penelitian 1. Diameter telur ikan synodontis pada setiap perlakuan Perlakuan Ulangan 1 2 3 Rerata S.deviasi 1 2 3 Rerata S.deviasi 1 2 3 Rerata S.deviasi 1 2 3 Rerata S. deviasi 1 2 3 Rerata S. deviasi P0 P1 P2 P3 P4 2. Waktu ovulasi ikan synodontis Ulangan 1 2 3 Rerata S.deviasi 3. P0 18.50 18.50 18.50 18.50 0,00 P1 20.50 18.50 20.50 19.83 1,15 Waktu ovulasi (Jam) P2 18.50 20.50 20.50 19.83 1,15 P3 20.50 20.50 20.50 20.50 0,00 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0,00 Bobot telur (g) P2 16,48 13,68 9,35 13,17 3,59 P3 22,60 16,03 5,82 14,82 8,46 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0,00 Bobot telur ikan synodontis Ulangan 1 2 3 Rerata S.deviasi 4. Diameter Telur (mm) Sampling 1 Sampling 2 0,91 0,93 0,94 0,96 0,95 1,00 0,93 0,96 0,02 0,04 0,95 0,96 0,94 1,00 0,88 0,96 0,92 0,97 0,04 0,02 0,94 0,95 0,88 1,00 0,98 1,00 0,93 0,99 0,05 0,01 0,92 0,93 0,85 0,93 1,00 1,01 0,92 0,95 0,07 0,05 0,95 0,96 0,94 1,00 0,88 0,96 0,92 0,97 0,04 0,02 P0 7,71 15,90 16,30 13,30 4,85 P1 8,10 14,15 10,35 10,87 3,06 Fekunditas ikan synodontis Ulangan 1 2 3 Rerata S.deviasi P0 8249 15264 18419 13977,33 5205,66 Fekunditas (butir telur per bobot induk) P1 P2 P3 10206 18952 24634 14999 17100 16351 11799 11501 7799 12334,67 15851,00 16261,33 2440,99 3879,35 8417,86 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0,00 16 Lampiran 3 Konversi dosis penyuntikan Diketahui : Total dosis penyuntikan ikan synodontis = 0,8 mL/kg induk 1 mL/kg induk oksitosin = 10 IU/kg induk 1 mL/kg induk ovaprim = 20 µg LHRH-a + 10 µg anti dopamin Contoh perhitungan pada perlakuan P3 yaitu oksitosin 75% + ovaprim 25% Oksitosin = 0,8 mL/kg induk x 10 IU/mL x 75% = 6 IU/ kg induk = (0,8 mL/kg induk x 20 µg LHRH-a x 25%) + (0,8 mL/kg induk x 10 µg anti dopamin x 25%) = 4 µg LHRH-a + 2 µg anti dopamin Ovaprim Begitu juga untuk perhitungan dosis lainnya pada perlakuan P0, P1, P2 dan P4di bawah ini : Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 Dosis (0 IU oksitosin + 16 µg LHRH-a + 8 µg antidopamin) per kg induk (2 IU oksitosin + 12 µg LHRH-a + 6 µg antidopamin) per kg induk (4 IU oksitosin + 8 µg LHRH-a + 4 µg antidopamin) per kg induk (6 IU oksitosin + 4 µg LHRH-a + 2 µg antidopamin) per kg induk (8 IU oksitosin + 0 µg LHRH-a + 0 µg antidopamin) per kg induk Lampiran 4 Contoh perhitungan dosis penyuntikan Diketahui :Bobot indukan 100 g atau sebesar 0,1 kg Dosis penyuntikan 0,8 mL/kg induk. Ditanyakan :Dosis yang oksitosin dan ovaprim yang dibutuhkan (mL/kg induk) Hormon oksitosin = 75% x 0,8 mL/kg induk x 0,1 kg Ovaprim = 25%x 0,8 mL/kg induk x 0,1 kg Total dosis yang disuntikkan pada perlakuan P3 = 0,06 mL oksitosin = 0,02 mL ovaprim = 0,08 mL/ induk Begitu juga untuk perhitungan yang dilakukan pada perlakuan P0, P1, P2, dan P4, yang disesuaikan dengan bobot tubuh induk yang didapatkan. 17 Lampiran 5 Analisis statistik DiameterTelurSampling1 Perlakuan oksitosin Subset for alpha = 0.05 N 1 2 100% 3 .0000 25% 3 .9233 75% 3 .9233 0% 3 .9333 50% 3 .9333 Sig. 1.000 .803 DiameterTelurSampling2 Perlakuan oksitosin Subset for alpha = 0.05 N 1 2 100% 3 75% 3 .9567 0% 3 .9633 25% 3 .9733 50% 3 .9933 Sig. .0000 1.000 .171 WaktuOvulasi Perlakuan oksitosin Subset for alpha = 0.05 N 1 2 3 100% 3 0% 3 18.5000 50% 3 19.1667 19.1667 25% 3 19.8333 19.8333 75% 3 Sig. .0000 20.5000 1.000 .058 .058 18 BobotTelur Perlakuan oksitosin Subset for alpha = 0.05 N 1 2 100% 3 .0000 25% 3 10.8667 50% 3 13.1700 0% 3 13.3033 75% 3 14.8167 Sig. 1.000 .373 Fekunditas Perlakuan oksitosin Subset for alpha = 0.05 N 1 2 100% 3 25% 3 1.2335E4 0% 3 1.3977E4 50% 3 1.5851E4 75% 3 1.6261E4 Sig. .0000 1.000 .379 19 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Tubagus Fikri Ramad dilahirkan di Jakarta tanggal 22 April 1990 dari pasangan Bapak Tubagus Dallief Syarif dan Ibu Suroya yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 02 Pagi Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur dan lulus tahun 2002. Pendidikan menengah ditempuh si SMP Negeri 172 Jakarta dan lulus tahun 2005. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 89 Jakarta dan lulus tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2008 dan penulis memasuki Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai anggota 2009/2010. Penulis aktif menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah yaitu Dasardasar Genetika Ikan (2010), Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (2012), Industri Perbenihan Organisme Akuatik (2012). Penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dengan judul Budidaya Ikan Mas Koki Carassius auratus dan Tanaman Hias Air tawar Cabomba sp. dengan Sistem Polikultur Yang Menguntungkan (2009). Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan magang liburan di Balai Besar Pegembangan Budidaya Air Laut Lampung (BBPBAL Lampung) (2010), Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Situbondo (BBPBAP Situbondo) (2010), dan Praktek Lapang Akuakultur di Balai Budidaya Laut Lombok (BBL Lombok) (2011) dan menghasilkan laporan praktek lapang dengan judul “Pembesaran Lobster Air laut Panulirus sp.”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan Hormon Oksitosin dan Ovaprimdengan Nisbah Kombinasi yang Berbedapada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus”.