113 respon induk ikan belida terhadap hormon pemijahan

advertisement
113
Respon induk ikan belida terhadap hormon pemijahan (Anang Hari Kristanto)
RESPON INDUK IKAN BELIDA TERHADAP HORMON PEMIJAHAN
Anang Hari Kristanto*) dan Jojo Subagja**)
Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: [email protected]
**)
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
*)
ABSTRAK
Ikan belida merupakan ikan perairan umum yang mendiami perairan umum di Sumatera dan Kalimantan.
Aktivitas penangkapan yang tinggi dan perusakan lingkungan menyebabkan populasi ikan ini menurun.
Untuk itu, diperlukan upaya untuk mendomestikasikan melalui pemeliharaan di luar habitat aslinya. Kegiatan
domestikasi meliputi kegiatan pengumpulan calon induk yang berasal dari alam, adaptasi induk pada
lingkungan kolam, dan pemberian pakan untuk pematangan induk. Selama proses adaptasi pada kolam
pemeliharaan, pengecekan bulanan terhadap masing-masing induk diperoleh telur dan sperma. Induk
yang matang dipilih dan dilakukan pemijahan secara buatan. Untuk menguasai teknologi domestikasinya,
pada penelitian ini dilakukan upaya penyuntikan menggunakan hormon ovarim, dengan dosis 0,3; 0,6; dan
0,9 mL/kg, yang sehari sebelumnya induk telah disuntik dengan hormon hCG untuk menyeragamkan diameter
teur. Induk yang memijah berjumlah 4 ekor, jumlah telur yang diovulasikan berjumlah 111 butir dan
berhasil difertilisasi akan tetapi belum menghasilkan larva.
KATA KUNCI:
induk belida, hormon pemijahan
LATAR BELAKANG
Ikan belida merupakan ikan perairan umum yang banyak dijumpai di perairan sungai dan rawa di
Sumatera terutama di Palembang dan Jambi. Penangkapan yang intensif dan perusakan lingkungan
menyebabkan populasinya menurun. Ikan ini biasanya dikonsumsi dengan mengolahnya menjadi
pepes dan juga digunakan sebagai campuran pembuatan kerupuk.
Di alam, pemijahan terjadi di awal musim kemarau, ditandai dengan dijumpainya telur yang
menempel pada ranting (Adjie et al., 1999). Untuk membantu pemijahan secara buatan, perlu dilakukan
pematangan gonad di luar habitat aslinya melalui pemeliharaan secara terkontrol. Penelitian yang
dilakukan untuk mematangkan gonad pada ikan menggunakan hormon telah banyak dilakukan.
Pematangan menggunakan hormon metiltestosteron, dapat mempercepat perkembangan gonad ikan
bandeng (Marte et al., 1988) dan kerapu bebek (Tridjoko et al., 1997). Kombinasi hormon LHRH dan
metiltestosteron, dapat pula dilakukan untuk mematangkan gonad ikan bandeng (Lee, 1986),
sedangkan penggunaan kombinasi dosis LHRH 400 ug/kg dan 250 ug/kg metiltestosteron pada ikan
jambal siam berhasil mematangkan gonad (Ernawati, 1999). Penggunaan hormon hCG 400 IU dan
metiltestosteron 200 ug/kg juga telah digunakan pada ikan baung (Supriyadi, 2005).
Pamungkas (2006), telah melakukan pematangan gonad induk ikan belida (Notopterus notopterus)
dengan ukuran 100–200 g yang dipelihara dalam akuarium, dengan jumlah 5 ekor per perlakuan.
Perlakuan yang digunakan adalah kombinasi hormon LHRH dan 17α-metiltestosteron. Ada empat
tingkatan kombinasi yang digunakan, yaitu LHRH 0 ug/kg dan 17α-metiltestosteron 0 ug/kg, LHRH
25 ug/kg, dan 17α-metiltestosteron 50 ug/kg, LHRH 25 ug/kg dan 17α-metiltestosteron 100 ug/kg,
dan LHRH 25 ug/kg dan 17α-metiltestosteron 150 ug/kg. Dosis yang menghasilkan induk belida
matang gonad adalah LHRH 25 ug/kg dan 17α-metiltestosteron 150 ug/kg. Akan tetapi, ikan ini
belum berhasil dipijahkan, karena induk ikan belida tersebut dimatikan selama pengamatan.
Dari hasil pengamatan variasi telur dan sperma induk ikan belida yang berasal dari Sungai
Cisadane, Tangerang, Jawa Barat dan dipelihara di kolam selama 7 bulan (Agustus 2006 - Januari
2007) oleh Kristanto et al. (2008) diperoleh hasil bahwa ikan belida betina yang dipelihara tanpa
ikan jantan, hanya 50% yang terdapat telur dengan kematangan gonad tingkat 2, sedangkan ikan
jantan saja, hampir 80% matang gonad, yang ditandai dengan keluarnya sperma ketika dilirit. Jumlah
114
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
spermatozoa per mL berkisar 3,106–5,109 sel. Sedangkan ikan betina yang dicampur dengan ikan
jantan, induk ikan betina yang matang tidak dijumpai setiap bulannya, demikian pula untuk ikan
jantan. Ikan belida merupakan ikan karnivora yang memakan ikan hidup dan udang sebagai pakan
utamanya (Hardwick, 2002). Dengan diperolehnya induk betina matang dan mencapai tingkat 2-3,
diupayakan untuk melakukan pemijahan baik secara semi alami maupun buatan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk melihat respons induk ikan belida terhadap hormon pemijahan dan efektivitasnya
terhadap pemijahan.
METODOLOGI RISET
Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan belida strain, Notopterus chitala berukuran lebih kurang
3 kg yang berasal dari penangkapan di alam. Induk ikan belida Notopterus chitala dipelihara di kolam
bulat, diberi pakan udang hidup air tawar 200–400 g dan ikan nila ukuran 3–5 cm sebanyak 400
ekor per minggu. Pemijahan dilakukan secara buatan. Sebelum dilakukan penyuntikan dengan ovaprim,
terlebih dahulu dilakukan pengecekan telur menggunakan kateter, Induk yang mempunyai telur
kurang dari 3 mm dilakukan penyuntikan dengan hormon hCG untuk memperoleh telur yang seragam
dengan dosis 500–750 IU/kg. Setelah 24 jam penyuntikan hormon hCG, dilakukan penyuntikan hormon
ovaprim dengan dosis 0,5; 1,0; dan 1,5 mL/kg induk. Induk yang telah disuntik dilakukan pemijahan
buatan dilakukan melalui peliritan. Peliritan dilakukan 12–14 jam setelah penyuntikan dengan hormon
ovaprim.
HASIL DAN BAHASAN
Dari hasil pengamatan kualitas air di lokasi penangkapan pada bagian hilir Sungai Cisadane
diperoleh data sebagai berikut: pH air mempunyai kisaran 5,0–5,5; konduktivitas 157–194 mhos;
dan suhu air 27°C–28°C. Sedangkan pada kolam pemeliharaan suhu air mempunyai kisaran 26°C
pada pagi hari dan 30°C pada sore hari, konduktivitas 191–274 mhos dan kisaran pH 7,04–7,10.
Pengukuran konduktivitas dilakukan, karena ikan perairan umum seperti ikan hias botia memerlukan
konduktivitas yang rendah. Hal ini dibuktikan pada induk ikan botia yang tertangkap di perairan
yang lebih rendah terdapat induk yang gonadnya berkembang dengan baik dan biasanya memijah
pada daerah tersebut (Slembrouck, 2007 komunikasi pribadi)
Penggunaan hormon hCG dalam penelitian ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran diameter
telur, karena diduga proses pematangan telur pada ikan belida bersifat parsial. Menurut Zohar (1989)
Tabel 1. Jumlah telur yang diperoleh dari hasil pemijahan buatan dengan
menggunakan hormon hCG 500 IU/kg dan berbagai dosis
kombinasi hormon ovaprim
Bobot induk
4,6
3,1
2,8
Rataan diameter Dosis hCG Ovaprim
Hasil
telur (mm)
(IU/kg)
(mL/Kg) (butir telur)
2,6
2,7
2,8
500
500
500
0,6
0,9
0,3
50
30
Keterangan
Tidak menetas
Tidak menetas
Tabel 2. Jumlah telur yang diperoleh dari hasil pemijahan buatan dengan
menggunakan hormon hCG 750 IU/kg dan hormon Ovaprim 750 mL/
kg bobot badan
Bobot Induk
3,7
3
Rataan diameter Dosis hCG Ovaprim
Hasil
telur (mm)
(IU/kg)
(mL/Kg) (butir telur)
2,6
2,7
750
750
0,9
0,9
21
10
Keterangan
Tidak menetas
Tidak menetas
115
Respon induk ikan belida terhadap hormon pemijahan (Anang Hari Kristanto)
dan Nagahama (1993), hCG akan merangsang pematangan oosit dan mempercepat aktivitas hormon
yang terlibat dalam pematangan telur seperti testosteron, progesteron, dan 17 alpha progesteron.
Penggunaan hormon ovaprim yang mengandung Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH) dan
domperidon pada pemijahan secara buatan diperuntukkan untuk memacu kelenjar pituitari
melepaskan hormon GtH setelah kelenjar hipothalamus mendapat tambahan hormon LHRH yang
berasal dari eksogenus. GtH di dalam darah merangsang gonad untuk menghasilkan hormon steroid
yang memacu untuk pematangan telur dan sperma (Lutz, 2001).
Pelepasan Gth oleh kelenjar pituitari, dapat merangsang gonad untuk melepaskan estradiol.
Hormon estradiol yang yang dilepas oleh gonad, akan mengikuti aliran darah menuju hati. Hormon
ini ditangkap oleh reseptor yang selanjutnya membentuk bahan penyusun kuning telur (vitelogenik)
(Mommsen & Walsh, 1988 dalam Pamungkas, 2006).
Pada ikan, terdapat dua jenis hormon gonadotropin yang mempunyai peran berbeda, kedua hormon
tersebut yaitu GTH 1 dan GTH 2 (Suzuki et al., 1988). GTH 1 dan GTH 2 merangsang sekreksi hormon
estradiol, akan tetapi GTH 2 lebih mempunyai potensi untuk mengsekresi 17,20 P dari lapisan folikel
pasca vitelogenis (Suzuki et al., 1988 dan Swanson et al., 1991).
Pada pemijahan secara buatan, telur yang dihasilkan berkisar antara 10–50 butir, telur yang
diovulasikan masih belum lancar, hal ini berarti proses pematangan belum sempurna. Ada dua model
yang dikemukakan mengenai hormon steroid yang mengontrol proses vitelogenetik dan pematangan
akhir pada ikan. Model pertama dikemukakan oleh Kagawa et al. (1982) dalam Yaron (1995) yang
melakukan studi mengenai proses vitelogenik pada ikan salmon. Pada fase vitelogenesis, lapisan
granulosa ikan salmon terjadi pembentukan hormon androgen (terutama hormon testoterone) yang
diawali dengan pemecahan rantai kolesterol yang terjadi pada lapisan teka dan dikontrol oleh hormon
GtH. Hormon testosteron yang terbentuk berdifusi ke dalam lapisan granulosa yang diaromatase
menjadi hormon 17α estradiol. Model kedua dikemukakan oleh Young et al. (1986) dan Nagahama
(1987) dalam Yaron (1995) mengenai pematangan akhir oosit, pada model ini, seluruh proses steroid
berakumulasi pada pembentukan 17α-hydroxyprogresteron yang terjadi pada lapisan teka, kemudian
hormon steroid ini berdifusi ke dalam lapisan granulosa dan diubah menjadi 17,20 progesteron,
yang merupakan hormon perangsang pematangan akhir (MIH). Akan tetapi, kedua model ini tidak
seluruhnya berlaku pada ikan bertulang belakang, pada Fundulus heteroclitus tidak terdapat produksi
hormon estradiol dan 17,20 P, yang diperlukan keberadaannya di lapisan teka (Petrino et al., 1989
dalam Yaron, 1995).
Keberhasilan pemijahan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat kematangan telur
dan kualitas telur. Untuk melihat tingkat kematangan telur terutama posisi inti, digunakan larutan
“serra” dengan komposisi ethanol, formaldehid, dan asam asetat dengan perbandingan 60:30:10.
Akan tetapi larutan ini tidak dapat melarutkan lapisan lemak, sehingga posisi inti telur tidak dapat
terlihat. Komposisi larutan serra dengan mengubah perbandingan ethanol telah pula dilakukan,
akan tetapi belum memberikan hasil yang baik.
KESIMPULAN
Respons 4 ekor induk ikan belida terhadap hormon pemijahan menghasilkan telur 111 butir, akan
tetapi telur yang dikeluarkan belum menetas ketika diinkubasikan.
DAFTAR ACUAN
Adjie, S., Husnah, & Gaffar, A.K. 1999. Studi biologi ikan belida, Notopterus chitala di daerah aliran
sungai Batang Hari Propinsi Jambi. J. Pen. Perik. Indonesia.
Ernawati, Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH-RH dan 17á -metiltestosteron serta pembekuan
semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam (Pangasius hypophthalmus).
Disertasi. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Hardwick. 2002. Practical keeping magazine. The clown fish, Notopterus chitala. http//www.
Kristanto, A.H., Nuryadi, Yosmaniar, & Sutrisno. 2008 Perkembangan variasi telur dan sperma ikan
belida yang dipelihara di kolam. J. Ris. Akuakultur, 3: 73-82.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
116
Lee, C.S., Tamaru, C.S., & Crim, L.W. 1986. Preparation of luteinizing hormone-releasing hormone
cholesterol pellet and its implantation in the milkfish (Chanos chanos Forsskal) p. 215–226, in
Reproduction and Culture of Milkfish. Proceeding for workshop at Tungkang Marine Laboratory, Taiwan. Oceanic Institute and Tungkan Marine Laboratory, 226 pp.
Lutz, C.G. 2001. Practical genetic for aquaculture. Fishing News Books, 234 pp.
Marte, C.L., Cim, L.W., & Sherwood, N.M. 1988. Induced gonadal maturation and rematuration in
milkfish : limited success with chorionic administration of testoterone and gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH). Aquaculture, 74: 131-146.
Nagahama, Y. 1983. The functional morphology of teleost gonads. p. 223-275 in Fish Physiology
Edited by Hoar, W.S., Randall, D.J., & Donaldson, E.M. (Eds). 9 A. Academic Press, INC. INC., p. 223275.
Pamungkas, A.J. 2006. Efektifitas hormon 17α-metiltestosteron dan LHRHa dalam mencapai tingkat
kematangan gonad siap memijah pada ikan belida. Thesis. Sekolah pasca Sarjana. IPB, Bogor. 70 hal.
Supriyadi. 2005. Efektivitas pemberian hCG dan 17α-metiltestosteron yang dienkapsulasi di dalam emulsi
terhadap perkembangan gonad ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr.). Tesis Pascasarjana IPB, 74 hlm.
Sunarno, M.T.D. 2002. Selamatkan plasma nutfah ikan belida. Warta Penelitian Perikanan Indonesia.
Swanson, P., Suzuki, K., kawauchi, H., & Dickhoff, W.W. 1991. Isolation and characterization of two
coho salmon gonadotropins, GTH 1 and GTH II. Biol. Reprod., 44: 29-38.
Suzuki, K., kawauchi, H., & Nagahama, Y. 1988. Isolation and characterization of two distinct gonadotropin from chum salmon pituitary glands. Gen. Comp. Endocrinol., 71: 292-301.
Tridjoko, Slamet, B., & Makatutu, D. 1977. Pematangan induk kerapu bebek (Cromileptes altivelis)
dengan ransangan suntikan hormon LHRHα dan 17α-metiltestosteron. J. Pen. Perik. Indonesia, 4:
30-34.
Yaron, Z. Endocrine control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture, 129:
49-73.
Zohar, Y. 1989. Fish reproduction its physiology and artificial manupulation. In Shilo, M. & Sarig, S.
1989. Fish culture in warmwater system : Problem and trends. CRC Press. Inc., Boca raton, Florida,
p. 65-119.
Download