manusia hindu - WordPress.com

advertisement
PENDIDIKAN AGAMA
Oleh: I Wayan Sudika
A. PENGERTIAN AGAMA
Kata Agama berasal dari kata a dan gam. A berarti tidak dan gam berarti
pergi. Jadi kata agama berarti tidak pergi atau kekal abadi. Yang kekal dalam
hal ini adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama yang sering
disebut dengan Dharma. Ajaran agama sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia
karena
dapat
sebagai
pedoman/pegangan
bagi
manusia/masyarakat penganutnya dalam kehidupannya
mencapai tujuan
yaitu Moksha.
Tujuan hidup menurut agama Hindu adalah Mokshartam
Jagaditta Ya Ca Iti Dharma. Agama ibarat obor yang memberi penerangan
bagi manusia dalam kegelapan dalam menjalani kehidupan di masyarakat
Agama Hindu, dahulu juga dikenal dengan nama agama Tirtha, juga agama
Sanatana Dharma yang berarti agama yang kekal abadi (Ardhana, 2002:3)
Penyebaran Agama Hindu dipercaya berasal dari Hindia dan menyebar
melalui pendekatan proses Asosiasi, integrasi, komplementasi dan sublimasi.
 Assosiasi yaitu melalui proses persamaan-persamaan atau pertautanpertautan budaya dengan budaya setempat
 Intergrasi yaitu proses dapat menyatunya ajaran agama Hindu dengan
budaya setempat karena adanya kesejajaran atau persamaan
 Komplementasi yaitu proses terjadinya saling lengkap melengkapi
antara ajaran Hindu dengan budaya setempat secara dinamis.
 Sublimasi yaitu proses pemuliaan kebudayaan setempat melalui
peningkatan kwalitas kejiwaan dari budaya setempat dengan jiwa
agama Hindu.
Bertemunya agama Hindu dan kebudayaan setempat menjadi sangat
harmonis dan dinamis melalui proses asosiasi, intergrasi, komplementasi dan
sublimasi tersebut secara evolusi. Proses ini menyebabkan penampilan
kebudayaan Hindu selalu berbeda-beda bentuk luarnya, namun kalau
dibedah maka akan nampak hakekat Hindunya yang universal
Konsep penerapan/pengamalan ajaran Hindu sebagaimana disebutkan
dalam Manawa Dharmasastra VII.10, ada 5 (lima) dasar pertimbangan yaitu:
Iksa, Sakti, Desa, Kala dan Tattwa.
 Iksa artinya pandangan atau cita-cita seseorang atau masyarakat
tertentu. Penerapan ajaran Hindu tidak boleh menghilangkan jati diri
seseorang atau masyarakat, justru ajaran Hindu harus dapat




memperkuat pandangan dan cita-cita seseorang yang benar dan
baik.
Sakti artinya kemampuan. Dalam mengamalkan ajaran, Agama
Hindu menyajikan banyak pilihan sesuai dengan kemampuan.
Desa artinya ketentuan-ketentuan setempat yang dianut oleh suatu
masyarakat dalam suatu wilayah tertentu. Ini berarti melaksanakan
ajaran agama hendaknya disesuaikan dengan norma-norma spiritual
yang sudah berlaku baik di suatu tempat tertentu.
Kala artinya wkatu. Melaksanakan ajaran agama hendaknya
memperhitungkan wktu atau kala agar dapat berhasil dengan baik.
Tattwa artinya hakekat kebenaran weda yang kekal abadi.
Maksudnya pelaksanaan agama boleh disesuaikan dengan iksa,
sakti, desa dan kala, namun tidak boleh menyimpang dengan hakekat
kebenaran Weda yang disebut Tattwa. Kebenaran weda tertinggi
adalah Satya.
B. KEBERADAAN AGAMA HINDU
Pada tanggal 26 Juni 1958 berbagai organisasi seperti Satya Hindu
Dharma, Yayasan Dwijendra, Partai Nasional Agama Hindu Bali, Majelis
Hinduisme, Paruman Para Pandita, Panti Agama Hindu Bali, Angkatan Muda
hindu dan Eka Adnyana, mengajukan resolusi kepada Pemerintah Republik
Indonesia, yang isinya antara lain menuntuk agar Pemerintah R.I.
mendudukkan agama Hindu bali sejajar dengan agama-agama lainnya.
Permohonan tersebut mendapat tanggapan positif dari Pemerintah R.I.,
yaitu dengan dibentuknya bagian Agama Hindu Bali pada Kementerian
Agama republik Indonesia dengan Surat keputusan Menteri Agama R.I
tanggal 5 September 1958. Sejak tanggal 5 September tersebut baru secara
resmi kepercayaan masyarakat Bali diakui oleh pemerintah R.I sebagai
sebuah agama sejajar dengan agama Islam, Ktolok dan Kristen (Ardhana,
2002:92-94)
Ada minimal 5 persyaratan yang harus terpenuhi agar suatu kepercayaan
dapat dipandang sebagai agama yaitu:
1. Percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Agama Hindu mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa
sebagai satusatunya Tuhan
2. Ada Maha Rsi sebagai penerima wahyu
Wahyu agama Hindu diterima oleh beberapa Rsi yaitu:
- Grtsamada
- Wiswamitra
- Wamadewa
- Atri
- Bharadwaja
- Wasistha
- Kanwa
3. Ada kitab suci tempat menulis wahyu
Kitab Suci agama Hindu yaitu Weda:
- Rg Wega
- Yujur Weda
- Sama Weda
- Atharwa Weda
4. Punya Tata Cara Pemujaan
Tata Cara pemujaan tertuang dalam kitab Reg Weda, Sama Weda
dan Yajur Weda, yang diberi variasi disana-sini oleh adat
setempat.
5. Punya tempat khusus untuk pemujaan
Tempat pemujaan umat Hindu adalah Pura:
- Pura Keluarga
- Pura Masyarakat.
- Pura Swadarma dll.
C. SYARAT SEORANG UMAT HINDU:
Syarat mutlak seorang umat hindu adalah mempunyai lima keyakinan
yaitu Panca Srada:
 Keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Hindu mempercayai adanya satu Tuhan (Tuhan Yang Maha Esa)
dengan
beberapa nama.
 Keyakinan akan adanya Atman
Hindu percaya adanya atman atau roh yang memberi hidup kepada
semua
makhluk ciptaan Tuhan.
 Keyakinan akan adanya hukum karma
- Sancita karma phala.
Perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi
hasilnya akan diterima pada kelahiran yang akan datang
- Prarabda karma phala
Perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang,
hasilnya diterima pada kehidupan sekarang juga.
- Kryamana karma phala


Perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi
hasilnya akan diterima dialam baka.
Keyakinan akan adanya penitisan
Keyakinan akan adanya moksa (menyatunya sang Atman dengan
Brahman).
D. MANUSIA HINDU
1. Konsepsi Manusia
Secara etimologi kata Manusia berasal dari kata Manu (berarti pikiran)
dan Sya (berarti milik atau sifat yang dimiliki kata benda yang dilekatinya).
Jadi kata Manusia berati ia yang memiliki pikiran atau ia yang senantiasa
berpikir dan menggunakan akal pikirannya.
 Menurut Rene Descartes adalah Cogito ergosum, artinya saya berfikir,
maka saya ada
 Menurut Prof Gunada dan juga Prof Gorda: Manusia adalah salah satu
aspek ciptaan Tuhan dengan tujuan akhirnya kembali kepada
penciptanya. Langkah untuk kembali kepada penciptanya adalah dengan
mengikuti ajaran kitab suci agama.
 Menurut Adiputra: Manusia adalah manusapada yang artinya bahwa
sesungguhnya manusia itu adalah sama dalam berbagai bidang , sama
dalam hakekat dan sama dalam martabat, sama dalam hak dan
kewajiban.
Definisi ini sejalan dengan ajaran agama Hindu yaitu Tattwam Asi.
 Menurut Sudiatmaka: Manusia adalah sebuah hakekat.
- Hakekat manusia sebagai individu adalah makhluk pribadi yang
memiliki hubungan langsung dengan Tuhan.
- Manusia sebagai makhluk social yang hidup bermasyarakat dengan
memelihara kewajiban-kewajiban dan mengembangkan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari ajaran agama dengan konsep Mokshartam
Jagatdhita Ya Caiti Dharma.
 Menurut Wiana: Menyatakan bahwa agama Hindu tidak melihat manusia
hanya dari sudut rohani semata, tetapi harus dilihat secara utuh dengan
segala totalitasnya.
- Badan diandaikan sebagai kereta
- Kuda yang menarik diandaikan sebagai indriya
- Tali kekang kuda diandaikan sebagai pikiran
- Kusir kuda diandaikan ibarat budhi
- Pemilik kuda diandaikan ibarat atman.
2. Hakekat Manusia Hindu
Hakekat manusia dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
 Manusia sebagai makhluk individu. Dalam hal ini manusia dapat dilihat
dari 2 dimensi yaitu:
- Suksma Sarira (badan halus);
* Manas
* Budhi
* Atman
- Stula Sarira ( Badan Kasar)
* Panca Mahabuta
* Panca Indriya

Manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia harus hidup bermasyarakat sehingga harus tunduk dengan
hukum yang dibuat manusia disamping tunduk dengan hukum alam.
3. Martabat Manusia
Menurut Watra dkk, tinggi rendah martabat seseorang / manusia modern
tercermin dari:
- Tingkat pendidikan / pengetahuan
- Profesi / pekerjaan
- Pran & kedudukan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
- Keimanan dan ketaqwaan
Berdasarkan pandangan Veda, Martabat Manusia Hindu tercermin dari:
- Jati (kelahiran)
- Dharma (kewajiban hidup, kebenaran, kedudukan dan peran sosial)
Sesuai tujuan yang dianjurkan agama yaitu “moksartham
jagadhita ya ca iti dharma” yang artinya untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat, maka dharmalah sebagai
penuntunnya.
- Warna (profesi bidang pekerjaan)
 Brahmana : Golongan yang mempunyai tugas untuk
mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan
 Ksatria : Golongan yang mempunyai tugas untuk menjalankan
tugas pemerintahan dan perlindungan kepada semua orang.
 Wesya : Golongan yang bergerak dibidang ekonomi serta
kesejahteraan masyarakat

-
Sudra : Golongan yang bergerak dibidang jasa yang disebut
dengan buruh/ pekerja.
Karma (manacika, wacika, kayika)
Guna (sattwam, rajas dan tamas)
Tingkat kebrahmacarian dan wawasan pengetahuan
Tingkat keimanan dan kerohaniawanan
4. Tanggung jawab Manusia Hindu
Tanggung jawab manusia yang beragama Hindu secara garis besarnya
ada dua yaitu:
 Tanggung jawab secara vertikal, yaitu tanggung jawab dalam hubungan
dengan Brahman/Tuhan.
 Tanggung jawab secara horizontal:
- dalam bentuk Pawongan (sesama manusia)
- dalam bentuk Palemahan ( dengan alam sekitar).
Berdasarkan tanggung jawab tersebut diatas menjadikan pandangan hidup
masyarakat Bali khususnya masyarakt Hindu berupa Tri Hita Karana, yaitu
adanya hubungan yang selaras/harmonis dengan Tuhan, hubungan
yang selaras dengan sesama manusia serta hubungan yang harmonis
dengan alam.
5. Etika Hindu
Kata etika berasal dari kata yunani ”Ethos” atau ”La Ethos” yang berarti
watak, karakter, sikap, kepribadian, dan keyakinan atas sesuatu. Etos ini
dimiliki oleh manusia baik secara perorangan atau kelompok atau suatu
masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan (adat), budaya dan
sitem nilai yang diyakininya. Dari kata ethos lahirlah etika (ethic) yang artinya
pedoman bagi seseorang atau kelompok masyarakat di dalam bersikap dan
berperilaku terhadap masalah dan tantangan dalam kehidupan
Menurut agama hindu etika sama dengan susila. Kata Susila berasal dari
Sanskerta ”Sila” yang berarti tingkah laku. Sedangkan ”Su” berarti baik.
Susila berarti sikap/tingkah laku yang baik dan benar. Tata Susila berarti
peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman
hidup manusia. Dengan demikian Etika menjelaskan dan mendefinisikan apa
yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk dalam
perbuatan manusia, dengan ukuran-ukuran agama hindu.
Tujuan Etika:
Untuk membina hubungan yang selaras atau hubungan yang rukun antara
seseorang (jiwatma) dengan makhluk hidup disekitarnya, hubungan yang
selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat
itu sendiri, antara satu bangsa dengan yang lain dan antara manusia dengan
alam sekitarnya.
Mengapa hidup beretika sangat penting dalam kehidupan di dunia menurut
pandangan Hindu? Sebab:
1) Keberadaan manusia disamping tunduk dengan hukum alam juga tunduk
dengan hukum-hukum kehidupan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia tidak hanya diatur oleh hukum-hukum alam melainkan juga
mengatur kehidupan orang lain dan kehidupan dirinya sendiri. Dalam posisi
diatur dan mengatur ini manusia selalu dihadapkan pada dua sisi realitas:
keniscayaan (alami) dan kebebasan (insani).
2) Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan
sekaligus dibekali dua sifat atau karakter yang antagonistis, yaitu sifat-sifat
yang baik (daiwi sampad) dan sifat-sifat yang buruk (asuri sampad). Kedua
sifat antagonistis ini menempatkan manusia dalam posisi pemilihan atau
penentuan sikap terhadap dua kemungkinan kecendrungan perilaku, yakni
memilih mengikuti kebajikan (subha karma) atau mengikuti kebatilan (asubha
karma). Dalam proses pemilihan kecendrungan tersebut, maka etika
diperlukan kehadirannya.
3) Kehidupan manusia pada umumnya berada pada posisi pertentangan
antara kebenaran dan kebohongan atau satya-nrta yaitu gabungan antara
kebenaran (satya) dan kebohongan (nrta). Satu sisi kehidupan berintikan
kebenaran sedangkan disisi lain berintikan kebohongan. Situasi yang
demikian ini menempatkan setiap manusia dalam posisi ”pergulatan hati
nurani”
6. Suci dan Orang Sadhu
1) Pengertian Suci
Suci menurut Gunadha (1990:4) adalah “suatu keadaan yang dapat
menyebabkan ketenangan, keharmonisan sehingga dapat menciptakan
suasana spiritual yang mantap dan magis”. Untuk menciptakan keadaan
menjadi suci dalam agama Hindu dilakukan dengan upacara agama. Sesuatu
dipandang tidak suci apabila tidak pernah disucikan dengan upacara
keagamaan. Sedangkan kesucian menurut Santeri (2000: 73) “merupakan
usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui perjalanan kedalam
bathin sendiri, mengenal sangkan paraning dumadi”. Dibia I Wayan ( dalam
Yudha Triguna. 2003) menyatakan Kesecian (shiwam) pada intinya
menyangkut nilai-nilai ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu.
Menurut Durkheim (dalam Pals, 2001: 167) hal-hal yang suci atau sakral (the
sacred) “selalu dianggap superior, sangat kuasa, terlarang dari hubungan
normal dan pantas mendapat penghormatan tinggi. Sesuatu yang suci
menurut Durkheim (dalam Ishomuddin: 2002: 5 ), memiliki
tujuh macam
ciri yaitu
(1)
diakui sebagai suatu kekuasaan atau kekuatan, (2) ambigius: fisikmoral, human-cosmic, positif-negatif, menarik-menjijikkan, membantumembahayakan, (3) tidak utilitarian, (4) tidak empirik, (5) tidak melibatkan
pengetahuan, (6) memperkuat dan mendukung para pemuja (worshipper),
(7) membuat tuntutan moral bagi para pemujanya.
Dengan demikian suci dapat dikatakan sebagai suatu yang tidak dapat diukur
/ dinilai dari keadaan fisik, namun lebih menekankan pada perasaan dan
bersifat transendental maupun spiritual. Sesuatu benda yang keadaan
fisiknya sangat bersih dan higienes namun dalam hubungan transedental
tidak dapat memberikan perasaan tenang atau harmonis, maka benda
tersebut tidak dapat dikatakan suci. Jadi suci dapat diartikan sebagai sesuatu
keadaan yang mampu memberikan ketenangan atau keharmonisan dalam
kehidupan yang pada akhirnya diharapkan dapat mencapai Moksartham
Jagadhita Ya Caiti Darmah.
2) Orang Sadhu
Orang suci merupakan orang yang memiliki kesucian diri, dan menurut
Ganapati Tatwa sloka penjelasan 11 dinyatakan “svalinggam paralinggam va
svayam eva karoti yah, liyate sarvabhutanam svalinggam liyate dvijah” yang
artinya “nilai diri sendiri atau nilai diri orang lain, itulah yang dia laksanakan
hanya dengan mengurangi unsur nilai dirinya sendiri terhadap penilaian
segala makhluk, demikianlah orang suci (Dvija).(Mirsha, et all, 1994: 35).
Lebih lanjut sloka penjelasan 11 Ganapati Tatwa menyebutkan “matangnyam
sang dwija, ginawe nira swalingga lawan ikang paralingga, prihawak siran
pagawe, tan bhedahati ning waneh hana pwekang swalingga, sira ta kalinan
ing sarwabhuta nang Brahmadi, matangnyan pinralinaken ira swalingga nira”.
Artinya,
maka dari itu, bagi orang suci/Dwija dilakukanlah penyesuaian nilai diri
pribadi dengan nilai dirinya orang lain, diperlukan pula bahwa setiap dirinya
berbuat agar tidak menyimpang dari perasaan orang lain tentang status
pribadinya itu, hal inilah yang melepaskan segala pengaruhnya ciptaan
materiil didunia ini, maka dari itu kebutuhan nafsu pribadinya dipersempitnya
(Mirsha et. All, 1994: 35)
Dengan demikian orang suci atau Dwija adalah orang yang mampu
menyesuaikan nilai dirinya dengan nilai orang lain, mampu menjaga
perasaan orang lain serta mampu mengendalikan kebutuhan nafsu
pribadinya, sehingga mampu memberikan rasa tenang dan harmonis kepada
orang lain dan lingkungannya. Orang suci sering juga disebut dengan orang
sadhu (sang sadhu). Menurut Sarasamuscaya sloka 306 disebutkan ciri-ciri
sang sadhu yaitu “kuneng laksana sang sadhu, tan agirang yan inalem, tan
alara yan ininda, tan kataman krodha, pisaningun ujarakenang
parusawacana, langgeng dhirahning manah nira” yang artinya, “adapun ciriciri sang sadhu (orang utama budi) adalah tidak gembira jika dipuji, tidak
sedih jika dicela, pun tidak kerasukan marah, tidak mungkin beliau
mengucapkan kata-kata kasar, sebaliknya selalu tetap teguh dan suci bersih
pikiran beliau” (Kadjeng dkk, 2000: 153).
E. ILMU PENGETAHUAN, SENI dan BUDAYA
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan pengalaman-pengalaman yang diperoleh lewat
panca indera manusia. Dalam ajaran agama Hindu disebut sebagai jnana.
Sedangkan Ilmu Pengetahuan merupakan pengetahuan atau Jnana yang
telah dilakukan pengujian atau kajian dan disistematiskan sehingga dapat
dipelajari lebih lanjut oleh orang lain.
Menurut ajar agama Hindu ilmu pengetahuan bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa (ida Sang Hyang Widhi Wasa).
Tujuan ilmu pengetahuan menurut Suryani I Gusti Ayu Putu, dkk (2009)
adalah kebijaksanaan hidup yang memberikan kebebasan dari kegiatan kerja
dan kelepasan belenggu kerja. Oleh sebab itu menuntut ilmu harus terus
dilakukan tanpa memandang waktu, maupun usia (umur), untuk selanjutnya
dapat diamalkan dalam kehidupan masyarakat sebagai Jnana Yadnya.
Dalam Bhagawadgita IV.33 disebutkan bahwa: Persembahan korban
berupa pengetahuan adalah lebih agung sifatnya dari korban benda yang
berupa apa jugapun, O Arjuna, sebab segala pekerjaan dengan tak
terkecualinya memuncak di dalam kebijaksanaan
2. Seni
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Senin mempunyai 2 arti
yaitu:
1). Halus kecil dan halus
2). Keaktifan membuat karya-karya bermutu dilihat dari segi
kehalusannya.
Seni merupakan hasil perenungan yang sangat mendalam yang mendapat
kekuatan budhi untuk dapat diwujudkan sebagai hasil cipta, karsa dan karya
yang dijiwai kekuatan agama Hindu berupa pancaran kesucian Tuhan yang
memancarkan Taksu. Dalam kehidupan masyarakat Hindu ungkapan rasa
seni dituangkan dalam bentuk kesenian. Menurut Dibia I Wayan (2003)
kesenian itu bukanlah ciptaan manusia, melainkan ciptaan Tuhan. Dalam
berkesenian tentu ada nilai Estetika. Estetika Hindu oleh Dibia I Wayan
(2003) disebutkan bahwa pada intinya merupakan cara pandang mengenai
rasa keindahan (lango0 yang diikat oleh nilai-nilai agama Hindu yang
didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci Weda. Estetika Hindu dilandasi 3
konsep yaitu Konsep Kesucia, Konsep kebenaran dan konsep
keseimbangan.
Menurut Yudha Triguna (2003) Seni berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu
dari kata Sani yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau
pencarian dengan hormat dan jujur. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
berkesenian adalah salah satu ekspresi proses kebudayaan, maka ia terkait
dengan pandangan jagat/dunia orang-orang dari kebudayaan itu.
Menghasilkan karya seni yang penuh dengan rasa keindahan yang dapat
memberikan rasa lango, tidak lain adalah merupakan sarana (alat) untuk
melakukan Yoga. Yoga itu sendiri adalah suatu cara untuk menghubungkan
diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
3. Budaya
Menurut Suryani, I Gusti Ayu Putu, dkk (2009), Budaya merupakan kata
bentuk plural dari buddi, yaitu budhhaya yang berarti keluhuran dan
kecerdasan pikiran. Selanjutnya disebutkan bahwa Kebudayaan menurut
Antropologi Koentjaraningrat, adalah seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.
Memperhatikan tentang seni dan budaya diatas maka dapat menyiratkan
bahwa Kesenian utamanya kesenian Bali merupakan produk budaya Bali
yang dijiwai oleh agama Hindu yang sangat sarat dengan muatan nilai-nilai
budaya luhur serta nilai-nilai estetika Hindu.
F. PERAN AGAMA DALAM PENEGAKAN HUKUM
Peran Agama Hindu dalam merumuskan dan menegakkan Hukum yang adil
Perumusan Hukum menurut Hindu diatur secara konsepsional, dimana
sistem dan asas yang digunakan dalam hukum Hindu bersumber pada kitab
suci Weda. Hukum Hindu bersumber pada:
a. Sruti, artinya sama dengan wahyu atau wahyu yang dihimpun dalam
mantra Samhita.
b. Smerti, adalah himpunan-himpunan yang berisi tentang penafsiran dari
Sruti.
c. Sila, artinya tingkah laku dari orang-orang suci
d. Acara, yaitu adat istiadat yang keramat yang berlaku disuatu tempat.
e. Atmanastuti, yaitu rasa puas diri.
Penegakan Hukum yang adil dalam ajaran Hindu mempunyai konsep yang
jelas yang dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep sradha yaitu Karma
Phala.
G. POLITIK ( PERSPEKTIF HINDU)
Ajaran Agama Hindu berkaitan dengan politik kenegaraan banyak dimuat
dalam Nitisastra.
Dalam pandangan Hindu Politik merupakan pengetahuan tentang cara
bagaimana mengelola pemerintahan suatu negara agar tujuan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Beberapa pandangan dari tokoh-tokoh agama Hindu tentang politik dapat
dikemukan sebagai berikut:
Ida Pedanda Gede Made Gunung menyatakan bahwa masalah politik
menjadi bagian dari agama, yang mana agama memberikan garis tengah dari
kegiatan politik yang harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etik dan
spiritual. Pada dasarnya politik merupakan usaha yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang (partai politik) untuk membahagiakan
masyarakat secara keseluruhan.
Gunadha menyatakan bahwa ajaran politik sudah lama sejak 1.850 tahun
yang lalu yang terdapat pada Artha Sastra, Niti Sastra dan yang lainnya.
Tujuannya agar rakyat mencapai Catur Purusartha (dharma, artha, kama dan
moksah) dalam menjalankan hidup dan kehidupan manusia di bumi ini.
Adiputra, menyatakan politik menjadi bagian dari agama, harus tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etik dan spiritual.Dengan konsep Bhineka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwa. Amrih Sukaning Rat, Amrih
Sukaning Wong Len. Mengutamakan kepentingan bersama dalam hal ini
adalah masyarakat.
Sudiatmaka, menyatakan bahwa sesungguhnya masalah politik menjadi
bagian dari agama, yang mana agama memberikan kesempatan dalam
merealisasikan kegiatan politik untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etik
dan spiritual. Dalam berpolitik jangan merasa diri paling hebat, sebab politik
memerlukan kebersamaan. Jangan sampai kita berkelahi di bawah (saling
bunuh, saling caci dan lainnya) sedangkan para pemimpin kita di atas
bergandengan tangan sambil membagi bagi uang purnabhakti. Agama
memberikan
kontribusi
terhadap
politik
berupa
kognitif,
untuk
membahagiakan masyarakat secara keseluruhan.
Wiana, menyatakan bahwa politik sesungguhnya adalah pengabdian
tetapi sekarang politik tidak lagi sebagai pengabdian tetapi sebagai peluang
mencari kerja. Hakekat politik adalah luhur dan suci kalau dilakukan dengan
prinsip berpolitik yaitu berbakti dan mengabdi kepada Tuhan, mengabdi
sesama hidup, serta dari kegiatan hidup untuk berbakti kepada Tuhan dan
mengabdi sesama sesuai dengan swadharma masing-masing.
Wirta, menyatakan politik seharusnya dilakukan dengan landasan moral
agama dan hukum Tuhan apapun yang dihasilkan oleh pemerintah itu harus
didukung. Kalah dan menang itu soal biasa, tetapi itu bukan tujuan utama,
tujuan utama adalah aman, damai dan sejahtera. Kontribusi agama dan
spiritualitas agama dalam kegiatan berpolitik perlu ditingkatkan,sebab akan
memberikan landasan moral yang kuat pada masyarakat dalam melakukan
kegiatan politik agar menjunjung tinggi kekuatan hukum yang berkaitan
dengan srada.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa etika
politik Hindu berdasarkan pada: kejujuran, perdamaian dan satya. Etika politik
ini sering diabaikan oleh para elite politik dewasa ini sehingga tujuan politik
untuk mensejahterakan masyarakat menjadi terabaikan.
Berdasarkan ajaran agama satya mempunyai nilai yang sangat tinggi seperti
disebutkan dalam Slokantara 2 bahwa Satya itu jauh lebih utama dari seratus
putra yang suputra. Seorang suputra jauh lebih utama dari seratus kali
baryadnya. Sebuah yadnya lebih utama dari seratus telaga untuk umum.
Sebuah telaga lebih tinggi mutunya dari membuat seratus sumur.
Dalam Sarasamuscaya 129 diterangkan bahwa Satya itu lebih tinggi nilainya
dalam membebaskan manusia dari samsara dari pada yadnya, dana dan
brata, meskipun yadnya, dana dan brata itu juga dapat membebaskan
manusia dari samsara.
Download