BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya dari Sundaland (tanah Sunda), perluasan Lempeng Eurasia yang berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda. Pulau Sumatera berdasarkan tinjauan secara regional merupakan salah satu bagian dari Busur Sunda-Banda yang dibuktikan dengan adanya suatu busur gunungapi aktif berafinitas kalk-alkali. Busur gunungapi aktif tersebut terdapat di atas batuan volkanik dan volkaniklastik yang berselingan dengan batuan sedimen berumur Paleogen dan Neogen serta diterobos oleh intrusi magmatik dengan komposisi mirip dengan batuan volkanik tersebut. Batuan dasar yang mendasari seluruh batuan tersebut diatas merupakan batuan bancuh berumur Kapur Akhir atau Paleosen. Subduksi dari Lempeng Samudera Hindia di bawah Busur Sunda telah aktif paling tidak sejak Eosen. Daratan Pulau Sumatera memiliki busur magmatik yang menerus hingga Pulau Jawa dan berada di atas menutupi batuan lokal yang lebih tua. 2.1. Fisiografi Regional Pardede dkk., (1993) membagi daerah Sumatera bagian selatan menjadi tiga zona fisografi (gambar 2.1), yaitu: 1. Zona Bengkulu 2. Zona Barisan 3. Cekungan Antargunung Zona Bengkulu berada pada bagian barat Sumatera yang meliputi daerah pantai sampai ke dataran rendah Perbukitan Barisan. Zona ini berupa dataran rendah yang dibatasi oleh samudera Indonesia dan bagian barat Perbukitan Barisan. Zona Barisan meliputi bagian tengah Pulau Sumatera. Zona ini berada pada Perbukitan Barisan yang memanjang dari utara sampai selatan pulau Sumatera. Cekungan Antargunung berada di daerah Lembar Bengkulu. Berada pada propinsi Jambi dan terbentuk berupa dataran rendah yang dibatasi oleh gunung-gunung sekitar sehingga membentuk cekungan. Daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Barisan yang berada di tengah pulau Sumatera. Gambar 2.1. Peta zona fisiografi Bengkulu (Pardede, 1993) Daerah Bengkulu menurut Pardede dkk., (1993) termasuk ke dalam bagian Pegunungan Barisan yang terbagi menjadi lima satuan morfologi (gambar 2.2), yaitu : 1. Zona Pegunungan Kasar, 2. Zona Kerucut Gunungapi, 3. Zona Kuesta, 4. Zona Dataran Tinggi, 5. Zona Dataran Rendah. “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-2 Gambar 2.2. Peta satuan morfologi Bengkulu (Pardede,1993) Pegunungan kasar terdapat di bagian timur dan tengah lembar, dengan ketinggian antara 431–1692 meter di atas muka laut. Lembah-lembah sungai berbentuk “V” terbentuk di atas batuan metasedimen Formasi Asai (Ja) dan Formasi Peneta (KJp), Granodiorit Nagan (Tpegdn) dan Granit Tantan (TJgdn). Kerucut gunungapi ini merupakan bagian Busur Barisan yang membujur baratlaut-tenggara. Satuan ini mempunyai puncak-puncak berbentuk kerucut seperti Gunung Pandan (2168 m), Gunung Mesurai (2533 m), Gunung Hulunilo (2469 m), Gunung Sumbing (2507 m), Gunung Kunyit (2151 m), Gunung Medan (1575 m), Gunung Raya (2545 m), Gunung Kebongsong (2262 m). Morfologi kuesta terdapat di baratlaut Danau Kerinci dan tersusun oleh batuan sedimen Formasi Kumum (Tmk). Daerah tinggi terdapat di lembah Kerinci pada ketinggian 835 meter di atas muka laut yang tersusun oleh aluvial. “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-3 Dataran rendah terdapat di bagian barat lembar, di sepanjang pantai barat Sungai Serengai di selatan sampai Indrapura di utara, ketinggian maksimum 50 meter di atas muka laut dan tersusun oleh aluvial. 2.2. Stratigrafi Regional Urutan stratigrafi regional daerah Bengkulu dapat dibagi menjadi tiga urutan (Pardede dkk., 1993), yaitu: urutan Pra Tersier, Tersier dan Kuarter. Masingmasing satuan batuan telah dirinci secara litostratigrafi dan tatanannya disesuaikan dengan Sandi Stratigrafi Indonesia (1975) dan Panduan Stratigrafi Internasional. Geologi pada daerah Bengkulu ini terutama meliputi satuan Zona Busur Depan dan Zona Busur Magmatik Sumatera, setempat tercermin sebagai Cekungan Bengkulu dan Zona Barisan. Satuan-satuan cekungan Bengkulu terdapat di bagian barat dan baratdaya pada peta geologi regional, dan Zona Barisan terdapat di bagian tengah dan timurlaut. 2.2.1 Urutan Pra Tersier Urutan Pra Tersier di Lembar Sungaipenuh dan Ketaun meliputi batuan malihan derajat rendah berumur Perm dan Jura-Kapur yang telah mengalami deformasi sedang. Batuan malihan derajat rendah terdiri dari Batuan Gunungapimeta Formasi Palepat yang berumur Perm, Batuan Meta-sedimen Formasi Asai yang berumur Jura Tengah dan batuan termalih lemah Formasi Peneta yang berumur Jura Akhir-kapur Awal. Keduanya dicirikan oleh adanya batuan malihan berderajat lebih tinggi dari Formasi Asai yang lebih tua. Dapat ditafsirkan bahwa pemalihan Formasi Peneta hanya terjadi setempat disebabkan oleh panas atau kataklastik, sedangkan pada satuan yang lebih lebih tua berupa dinamotermal regional. “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-4 Gambar 2.3. Sebagian dari peta Geologi Lembar Sungaipenuh dan Ketaun (Pardede, 1993) Formasi Palepat terdiri dari Batuan Gunungapi-meta bersusunan andesit sampai basalt dengan sisipan batuan sedimen. Umur Formasi Palepat adalah Perm Tengah. Batuan gunungapi Formasi Palepat dan batuan sejenis Formasi Silungkang dari kelompok Peusangan yang luas yang diendapkan serentak (Cameron dkk.,1980 op.cit. Pardede dkk., 1993), oleh Katili, 1973 op.cit. Pardede dkk., “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-5 1993, ditafsirkan sebagai busur gunungapi dan merupakan bukti dari penunjaman ke arah timurlaut di bawah Sumatera pada pertengahan Perm Akhir. Peneliti lain menyimpulkan sebagai batuan gunungapi tepian benua yang mungkin merupakan celah erupsi (Suparka & Sukendar, 1981 op.cit. Pardede dkk., 1993). Batuan Gunungapi Pp di daerah yang diselidiki diterobos oleh Granit Tantan yang berumur Trias Akhir-Jura. Formasi Asai terdiri dari sedimen-meta marin yang menyerupai flysch, dan berdasarkan bukti fosil yang ditemukan Fontaine & Beuvais (1984) disimpulkan berumur Jura Tengah. Formasi ini rupanya bersentuhan secara tektonik dengan Formasi Peneta dan diterobos oleh Granodiorit Nagan. Umur pemalihan ini ditafsirkan sebagai pertengahan Jura Akhir. Pada umumnya batuan Pra Tersier menunjukkan bukti adanya pemalihan dan deformasi, tetapi struktur sedimen asli dan fosil-fosil tetap tersimpan baik. Batuan ini hanya tersingkap di bagian timurlaut peta geologi regional dan penafsiran sekarang yang belum terbukti menyatakan bahwa batuan ini berlanjut ke arah barat mendasari batuan sedimen di Cekungan Bengkulu. Tabel 2.1. Urutan satuan formasi pada urutan Pra Tersier (Pardede, 1993) “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-6 2.2.2. Urutan Tersier Batuan tersingkap di tiga daerah, yaitu; Cekungan Bengkulu, Cekungan Antargunung dan Pegunungan Barisan. Dua yang pertama didominasi oleh batuan sedimen dan Pegunungan Barisan didominasi oleh Batuan Gunungapi. Satuan paling tua tersingkap di Cekungan Bengkulu ialah Formasi Seblat yang terdiri dari endapan turbidit laut. Satuan ini diendapkan pada tahap transgresi utama di cekungan tersebut yang berlanjut sampai Miosen Tengah. Terdapatnya komponen tufan yang banyak di dalam Formasi Seblat menunjukkan adanya kegiatan gunungapi serentak di dalam Zona Busur Magmatik Pegunungan Barisan saat itu, yaitu Formasi Hulusimpang. Analisa Foraminifera kecil dari serpih hitam-kelabu Formasi Seblat di daerah Curup di Lembar Bengkulu yang bersebelahan, menunjukkan umur awal Miosen Tengah. Bukti fosil dari tempat lain di dalam cekungan menunjukkan kisaran umur dari Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Bagian atas formasi ini dianggap mewakili puncak transgresi utama di Cekungan Bengkulu, dan secara luas dapat dikorelasikan dengan Formasi Gumai di Cekungan Sumatera Selatan (Pardede dkk., 1993) Formasi seblat ditindih takselaras oleh formasi Lemau yang berumur akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Formasi Lemau terdiri dari sedimen epiklastika dan volkanoklastika yang diendapkan di lingkungan peralihan antara laut dangkal dan fluviatil, dan setara dengan Formasi Airbenakat di Cekungan Sumatera Selatan. Formasi Lemau ditindih tidak selaras oleh Formasi Simpangaur yang berumur Miosen Akhir – Pliosen. Formasi Lemau ditindih tak selaras oleh endapan sungai Formasi Bintunan yang berumur Plio-Plistosen dan oleh Batuan Gunungapi dari Satuan Rio-andesit dan Andesit-basal. “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-7 Tabel 2.2. Urutan satuan formasi pada urutan Tersier (Pardede, 1993) “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-8 2.2.3. Urutan Kuarter Satuan-satuan Kuarter meliputi lava berumur Plistosen, breksi dan tuf bersusunan andesit basal dan sedimen aluvial serta endapan rawa berumur Holosen yang tersebar sepanjang pantai. Tabel 2.3. Urutan satuan formasi pada urutan Kuarter (Pardede, 1993) Berdasarkan asosiasi batuannya, secara regional daerah Bengkulu sebagian besar termasuk dalam Zona Busur Magmatik Barisan yang dicirikan oleh batuan sedimen dan gunungapi tertua, yaitu Formasi Lingsing, Formasi Sepingtiang dan Formasi Saling yang berumur Jura Akhir - Kapur Awal, ketiga formasi ini diduga terbentuk secara bersamaan. Berdasarkan tektonogeografinya, maka sebaran batuan tersier di daerah Bengkulu terdapat dalam tiga lajur utama, yaitu Lajur Bengkulu di bagian Barat, Lajur Barisan di Tengah dan Lajur Palembang di bagian timurlaut. Lajur Barisan terisi atas formasi batuan yang mempunyai kisaran umur antara Paleosen sampai Plistosen, membujur di sepanjang bagian barat dan sejajar dengan memanjangnya sumbu Pulau Sumatera. Lajur ini merupakan daerah “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-9 kegiatan magmatik selama Tersier dan Kuarter dengan jenis batuannya terdiri atas tuf, breksi gunungapi, lava dan terobosan batuan plutonik. Lajur Palembang merupakan lajur pengendapan di Sub Cekungan Palembang dengan Formasi Kikim sebagai formasi alasnya. Pada Lajur Palembang formasi batuan yang berumur Tersier Awal umumnya diendapkan dalam fasa transgresi sedangkan yang berumur Tersier Akhir diendapkan dalam fasa regresi. Pada Lajur Bengkulu diendapkan batuan yang mempunyai kisaran umur antara Oligosen Akhir sampai Plistosen, dimana berdasarkan urutannya dari tua ke muda terdiri atas Formasi Seblat, Formasi Lemau, Formasi Simpangaur dan Formasi Bintunan dengan lingkungan pengendapan dari laut dangkal mengarah ke peralihan yang berair payau Gambar 2.4. Urutan stratigrafi regional dalam Peta Geologi Lembar Sungaipenuh dan Ketaun (Pardede, 1993) “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-10 2.3 Struktur Geologi Regional Citra satelit membantu dalam interpretasi kelurusan morfologi di daerah penelitian. Berdasarkan citra satelit dari daerah penelitian dan sekitarnya dapat di ketahui bahwa kelurusan dominan berarah baratlaut - tenggara. Berdasarkan interpretasi citra ini juga dapat diperkirakan arah umum struktur geologi di daerah penelitian (gambar 2.5). Berdasarkan data kelurusan yang diperoleh dari analisa citra satelit, dapat terlihat bahwa arah dominan daerah ini mengikuti pola kelurusan Sesar Sumatera. Gambar 2.5. Foto udara dan diagram roset kelurusan regional (diolah dengan program perangkat lunak Global Mapper dan Rock Ware 2002) Menurut Pulunggono dkk., (1992), terdapat 3 fase pembentukan pola struktur di selatan Pulau Sumatera (gambar 2.6), yaitu : 1. Fase pertama berupa fase kompresi (Jura Akhir – Kapur Akhir) yang umumnya membentuk sesar-sesar geser berarah timurlaut - tenggara seperti Sesar Lematang. 2. Fase kedua berupa fase ekstensi (Kapur Akhir – Tersier Akhir). Fasa ini membentuk sesar-sesar turun berarah utara – selatan yang salah satu diantaranya adalah Benakat Gully yang merupakan cikal bakal Cekungan “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-11 Sumatera Selatan. Pada fasa ini diendapkan Formasi Lahat yang seumur dengan Formasi Kikim pada lingkungan darat, dan terjadi pengangkatan sehingga menimbulkan ketidakselarasan, serta diikuti pengendapan Formasi Talang Akar yang seumur dengan Formasi Hulusimpang. Proses transgresi berjalan bersamaan dengan pengendapan Formasi Talang Akar sehingga lingkungan berubah menjadi laut dan diendapkan Formasi Baturaja. Transgresi mencapai puncaknya pada Miosen Tengah, saat pengendapan Formasi Telisa. 3. Fase ketiga berupa fase kompresi (Miosen Tengah – Resen) yang menyebabkan tektonik inversi pada struktur-struktur yang terbentuk sebelumnya (fase kedua). Fase ini menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi. Fase ini mencapai puncaknya pada Plio-Plistosen yang berperan dalam pembentukan struktur-struktur perlipatan dan sesar yang membentuk konfigurasi Resen. Fasa Kompresi (Jura Akhir – Kapur menghasilkan pergerakan sesar geser WNW - ESE “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” Akhir) II-12 Fasa Ekstensi (Kapur Akhir – Tersier Akhir) menghasilkan sesar normal dan sesarsesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE, serta dimulainya pengisian sedimen pada cekungan. Fasa Kompresi (Miosen Tengah Resen) menghasilkan struktur-struktur yang berarah NW – SE dan terjadi inversi, serta pembentukan sesar-sesar geser dan kompresi Gambar 2.6. Efek subduksi Lempeng Samudera Hindia dari Jura Akhir – Resen (Pulunggono, 1992) “Studi Geologi dan Ubahan Hidrotermal Daerah Prospeksi Air Bunginan, Kecamatan Air Muring, Kabupaten Ketaun, Bengkulu” II-13